BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perang adalah suatu istilah yang tidak asing lagi bagi manusia yang ada di
dunia ini. Hal ini dikarenakan perang memiliki sejarah yang sama lamanya dengan
sejarah umat manusia seperti yang dapat terlihat pada kalimat “Armed conflict is as
old as humankind itself.1
Oleh karena perang lahir bersamaan dengan adanya manusia, maka tidaklah
mengherankan apabila hingga saat ini, banyak peperangan yang telah terjadi.
Beberapa diantaranya ialah peperangan besar yang hingga saat ini masih diingat oleh
manusia, misalnya Perang Dunia I (World War I atau First World War) yang terjadi
pada tahun 1914 hingga tahun 1918, yang mengambil tempat di Eropa
” Dengan dikatakannya memiliki sejarah yang sama lamanya
dengan sejarah umat manusia, maka dapat disimpulkan bahwa peperangan telah ada
sejak manusia ada.
2
, serta Perang
Dunia II (World War II atau Second World War) yang terjadi pada tahun 1939 hingga
tahun 19453
1 “War and International Humanitarian Law, dimuat dalam
, yang melibatkan sebagian besar negara yang ada di dunia, baik secara
langsung maupun tidak langsung, dan perang-perang lainnya.
2
“World War I, dimuat dalam http://en.wikipedia.org/wiki/World_War_I , diakses pada 24 November 2013 pukul 08.27 WIB”
3 “World War II, dimuat dalam http://en.wikipedia.org/wiki/World_War_II , diakses pada 24
Istilah “Perang” tidak lagi asing bagi manusia. Namun, ada baiknya apabila
dilihat pengertian istilah “perang” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia. Istilah
“Perang” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki setidaknya 4 (empat)
pengertian, diantaranya : 4
1. Permusuhan antara dua negara (bangsa, agama, suku, dsb.);
2. Pertempuran besar bersenjata antara dua pasukan atau lebih (tentara,
laskar, pemberontak, dsb.);
3. Perkelahian; konflik;
4. Cara mengungkapkan permusuhan.
Adapun pengertian perang yang dimaksud di dalam penelitian ini ialah
pengertian perang yang kedua, yakni pertempuran besar bersenjata antara dua
pasukan atau lebih.
Perang tidak dapat terelakkan. Pendapat ini tercermin dari hasil beberapa studi
yang menyebutkan bahwa dalam diri manusia ada suatu naluri untuk melukai atau
menyerang.5 Oleh karena perang tidak dapat terelakkan, maka dibuatlah suatu peraturan hukum yang mencoba mengatur agar suatu perang dapat dilakukan dengan
memperhatikan prinsip-prinsip kemanusiaan yakni peraturan hukum yang saat ini
dikenal dengan Hukum Humaniter Internasional (International Humanitarian Law).6
4 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cetakan Ketiga,
Balai Pustaka, Jakarta, 2003, hal. 854
5 Ambarwati, dkk., Hukum Humaniter Internasional dalam Studi Hubungan Internasional,
Cetakan Pertama, Rajawali Pers, Jakarta, 2009, hal. 4
6 Kalimat tersebut didukung dengan kutipan kalimat “There have always been customary
Penting untuk diingat bahwa Hukum Humaniter tidak melarang perang, walaupun
ada ketentuan lain dalam Hukum Internasional yang ditafsirkan melarang perang.7 Hukum Humaniter dahulunya dikenal dengan istilah Hukum Perang (Laws of
War) ataupun Hukum Konflik Bersenjata (Laws of Armed Conflict).8
Ius ad bellum ialah hukum tentang perang, yang membahas mengenai kapan
atau dalam keadaan bagaimana suatu negara dibenarkan untuk berperang. Perubahan yang
terjadi ini tidak hanya terbatas pada perubahan nama semata, melainkan juga
memperluas cakupan yang diatur. Hukum Humaniter tidak saja mencakup Ius ad
bellum, tetapi juga mencakup Ius in bello.
9
Sedangkan Ius in bello ialah hukum yang berlaku dalam perang, yang tidak saja
mengatur mengenai cara dan alat berperang melalui Hukum Den Haag, tetapi juga
mengatur mengenai perlindungan terhadap korban perang melalui Hukum Jenewa.
Pengaturan lebih lanjut terdapat di dalam Protokol-Protokol Tambahan 1977. Adapun
Hukum Den Haag, Hukum Jenewa, serta Protokol-Protokol Tambahan 1977 tersebut
dipandang sebagai sumber hukum humaniter yang utama.10
Law,
Walaupun hukum
humaniter terdiri dari 2 (dua) bagian, namun yang biasanya dipelajari ialah Ius in
bello.
2013 pukul 08.52 WIB”
7 Haryomataram, Pengantar Hukum Humaniter, Cetakan Pertama, PT RajaGrafindo Persada,
Jakarta, 2005, hal. 3.
Lahirnya suatu pengaturan tertentu tentu memiliki tujuan yang hendak dicapai.
Begitu pula dengan lahirnya hukum humaniter. Adapun beberapa tujuan hukum
humaniter yang dapat dijumpai dalam beberapa kepustakaan, antara lain sebagai
berikut : 11
1. Memberikan perlindungan terhadap kombatan maupun penduduk sipil dari penderitaan yang tidak perlu (unnecessary suffering).
2. Menjamin hak asasi manusia yang sangat fundamental bagi mereka yang jatuh ke tangan musuh. Kombatan yang jatuh ke tangan musuh harus dilindungi dan dirawat serta berhak diperlakukan sebagai tawanan perang. 3. Mencegah dilakukannya perang secara kejam tanpa mengenal batas. Di
sini, yang terpenting adalah asas perikemanusiaan.
Berdasarkan tujuan hukum humaniter di atas, dapatlah terlihat tiga asas utama
di dalam hukum humaniter, yaitu : 12
1. Asas Kepentingan Militer (military necessity)
Pihak yang bersengketa dibenarkan menggunakan kekerasan untuk menundukkan lawan demi tercapainya tujuan dan keberhasilan perang.
2. Asas Perikemanusiaan (humanity)
Pihak yang bersengketa diharuskan untuk memperhatikan perikemanusiaan, dimana mereka dilarang untuk menggunakan kekerasan yang dapat menimbulkan luka yang berlebihan atau penderitaan yang tidak perlu.
3. Asas Kesatriaan (chivalry)
Di dalam perang, kejujuran harus diutamakan. Penggunaan alat-alat yang tidak terhormat, berbagai macam tipu muslihat dan cara-cara yang bersifat khianat dilarang.
Asas perikemanusiaan di atas ialah asas yang paling tercermin di dalam
pengaturan, baik di dalam Hukum Den Haag maupun Hukum Jenewa. Dalam Hukum
Den Haag, asas perikemanusiaan tercermin dari dilarangnya penggunaan
11 Arlina Permanasari, dkk., Pengantar Hukum Humaniter, Cetakan Pertama, International
Committee Of The Red Cross, Jakarta, 1999, hal. 12
senjata tertentu yang dirasakan mampu menimbulkan luka yang berlebihan maupun
penderitaan yang tidak perlu. Dalam menerapkan asas perikemanusiaan ini, Hukum
Den Haag melarang penggunaan beberapa senjata, salah satu diantaranya ialah
penggunaan senjata kimia di dalam konflik bersenjata. Sedangkan di dalam Hukum
Jenewa, asas tersebut tercermin dari perlindungan-perlindungan yang diberikan
kepada tawanan perang, serta kepada penduduk sipil yang tidak ikut berperang.
Tawanan perang ialah suatu status yang diberikan kepada seorang kombatan yang
jatuh ke tangan musuh.13
Senjata kimia dilarang penggunaannya di dalam konflik bersenjata oleh
karena dampak digunakannya dirasakan tidak manusiawi. Seseorang yang tidak
terkena serangannya secara langsung pun dapat menjadi korban daripada penggunaan
senjata kimia karena senjata kimia dapat menyerang melalui beberapa bentuk,
termasuk di dalamnya dalam bentuk cairan maupun gas. Selain tidak mengenal lawan,
alasan lainnya ialah bahwa senjata kimia dapat memberikan luka permanen maupun
suatu penyakit permanen, yang menyiksa korban bahkan setelah perang tersebut
berakhir. Keseriusan terhadap pelarangan penggunaan senjata kimia di dalam konflik
bersenjata terlihat dari dilahirkannya The 1993 Chemical Weapons Convention (untuk
selanjutnya akan disingkat “CWC”), walaupun penggunaan senjata yang demikian Pemberian status ini penting bagi seorang kombatan karena
akan mempengaruhi perlakuan yang diberikan kepada mereka ketika mereka sedang
berada di tangan musuh.
telah dilarang sebelumnya.14 Contoh daripada penggunaan senjata kimia ialah adanya kasus Agent Orange15 yang dilakukan oleh Amerika Serikat terhadap Vietnam pada
Perang Vietnam, yang mengakibatkan terjadinya kelaparan di daerah tersebut.
Bahkan pada tanah serta air di beberapa daerah memiliki konsentrasi zat kimia yang
jauh dari level aman oleh Agen Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat (U.S.
Environmental Protection Agency). Akibat lain daripada penggunaan senjata kimia
oleh Amerika Serikat tersebut ialah terdapat 400.000 (empat ratus ribu) orang yang
terbunuh atau menjadi cacat, dan 500.000 (lima ratus ribu) anak lahir dengan cacat
lahir.16
14 Pelarangan hukum internasional terhadap penggunaan senjata yang demikian pertama
sekali dapat ditemukan pada 1925 Geneva Protocol for the prohibition of the Use in war of
Asphyxiating, Poisonous of the Gasses, and of Bacteriological Methods of Warfare, yang merupakan
salah satu sumber Hukum Humaniter, yang dikutip dari buku Haryomataram, Op. cit., hal. 51
15 Kasus Agent Orange ialah suatu kasus dimana Amerika Serikat menggunakan senjata kimia
terhadap tanaman-tanaman yang ada di Vietnam, en.wikipedia.org/wiki/Agent_Orange, diakses pada 10 Februari 2014 pukul 21.54 WIB.
16 Agent Orange, en.wikipedia.org/wiki/Agent_Orange, diakses pada 10 Februari 2014 pukul
21.54 WIB.
Penggunaan senjata kimia di dalam konflik bersenjata tidaklah
berperikemanusiaan karena dampak yang dihasilkannya tidak berperikemanusiaan.
Oleh karena itu, penggunaan senjata kimia di dalam konflik bersenjata merupakan
suatu pelanggaran terhadap hukum humaniter internasional yang menyita perhatian
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka pokok permasalahan yang akan dibahas
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaturan Hukum Internasional mengenai larangan penggunaan
senjata kimia di dalam konflik bersenjata?
2. Bagaimana kewenangan Perserikatan Bangsa-Bangsa di dalam kasus
penggunaan senjata kimia di dalam konflik bersenjata menurut Hukum
Internasional?
3. Bagaimana pengaturan Hukum Internasional terhadap kasus penggunaan
senjata kimia oleh Suriah?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengaturan hukum internasional tentang larangan penggunaan
senjata kimia dalam konflik bersenjata;
2. Untuk mengetahui peran Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam
menangani kasus terkait digunakannya senjata kimia dalam konflik bersenjata;
3. Untuk mengetahui penggunaan senjata kimia oleh Suriah dalam perspektif
Hukum Internasional.
Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai
1. Manfaat teoritis, yakni untuk menambah bahan penelitian bagi literatur yang
berkenaan dengan penggunaan senjata kimia, serta sebagai dasar penelitian
selanjutnya pada bidang yang sama.
2. Manfaat praktis, yakni sebagai pengingat bagi pemerintah Negara Kesatuan
Republik Indonesia agar tidak melanggar ketentuan yang ada yang berkenaan
dengan penggunaan senjata kimia, baik secara langsung ataupun tidak langsung,
serta memberikan pengetahuan kepada masyarakat Indonesia bahwa penggunaan
senjata kimia ialah dilarang oleh hukum internasional.
D. Keaslian Penulisan
Dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama
masa perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, maka penelitian ini
mengangkat suatu materi dari mata kuliah wajib, yaitu hukum humaniter
internasional, khususnya yang membahas mengenai penggunaan senjata di dalam
konflik bersenjata. Oleh karena itu, masalah penggunaann senjata di dalam konflik
bersenjata dituangkan dalam sebuah judul penelitian “Tinjauan Hukum Internasional
Terhadap Kasus Penggunaan Senjata Kimia Oleh Suriah”.
Dalam rangka pengajuan judul penelitian ini, maka harus terlebih dahulu
mendaftarkan judul tersebut ke bagian Hukum Internasional dan telah diperiksa pada
arsip bagian Hukum Internasional. Judul yang diangkat dinyatakan disetujui oleh
Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan pada bagian Hukum Internasional
pada khususnya dan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara pada umumnya,
diketahui bahwa ada beberapa penelitian yang membahas tentang hukum humaniter,
namun belum ada penelitian yang secara khusus membahas tentang larangan
penggunaan senjata kimia dalam Kasus Suriah, sehingga keaslian penulisan yang
dituangkan dapat dipertanggungjawabkan penulisannya.
E. Tinjauan Kepustakaan
Penelitian ini memperoleh bahan tulisannya dari buku-buku, laporan-laporan,
dan informasi dari internet. Untuk itu, diberikan penegasan dan pengertian dari judul
penelitian, yang diambil dari sumber-sumber buku yang memberikan pengertian
terhadap judul penelitian ini, ditinjau dari sudut etimologi (arti kata) dan
pengertian-pengertian lainnya dari sudut ilmu hukum maupun pendapat dari para sarjana
sehingga mempunyai arti yang lebih tegas.
Pengertian Chemical Weapons terdapat di dalam Pasal 2 ayat 1 CWC :17
(a) Toxic chemicals and their precursors, except where intended for purposes not prohibited under this Convention, as long as the types and quantities are consistent with such purposes;
“Chemical Weapons” means the following, together or separately:
(b) Munitions and devices, specifically designed to cause death or other harm through the toxic properties of those toxic chemicals specified in subparagraph (a), which would be released as a result of the employment of such munitions and devices;
17 Organisation for the Prohibition of Chemical Weapons, Convention on the Prohibition of
the Development, Production, Stockpiling dan Use of Chemical Weapons and on Their Destruction,
(c) Any equipment specifically designed for use directly in connection with the employment of munitions and devices specified in subparagraph (b)
Berdasarkan pengertian yang diberikan di atas, dapatlah disimpulkan bahwa
senjata kimia yang dimaksudkan di dalam penelitian ini adalah: a) zat kimia yang
beracun beserta turunannya, kecuali zat kimia beracun yang ditujukan untuk hal-hal
yang diizinkan oleh konvensi ini, sepanjang jenis dan jumlahnya sejalan dengan
tujuan diizinkannya penggunaan zat kimia beracun tersebut; b) Mesiu dan senjatanya
yang khusus dibuat untuk membunuh ataupun melukai orang lain dengan
menggunakan zat kimia beracun yang terdapat pada sub-bagian (a); serta c) Alat-alat
lainnya yang dibuat khusus untuk digunakan secara langsung dengan penggunaan
mesiu dan senjata yang dijelaskan pada sub-bagian (b).
Pada pengertian mengenai senjata kimia di atas, khususnya pada sub-bagian
(a), terdapat hal-hal yang membuat penggunaan zat kimia beracun ini dimungkinkan.
Oleh sebab itu, perlu dilihat tujuan yang tidak dilarang (yang membenarkan
penggunaan zat kimia beracun) oleh CWC, yang terdapat pada CWC Pasal 2 ayat 9,
diantaranya :18
(a) Industrial, agricultural, research, medical, pharmaceutical or other peaceful purposes;
(b) Protective purposes, namely those purposes directly related to protection against toxic chemicals and to protection against chemical weapons; (c) Military purposes not connected with the use of chemical weapons and not
dependent on the use of the topic properties of chemicals as a method of warfare;
(d) Law enforcement including domestic riot control purposes.
Adapun berdasarkan kutipan di atas, ada beberapa tujuan penggunaan zat
kimia beracun yang tidak dilarang oleh CWC, diantaranya adalah untuk tujuan a)
industri, pertanian, penelitian, medis, farmasi; b) perlindungan, c) militer yang tidak
berhubungan dengan penggunaan senjata kimia dan tidak bergantung dengan
penggunaan zat kimia sebagai salah satu metode berperang; serta d) penegakan
hukum.
Berdasarkan kutipan-kutipan di atas, haruslah dipahami bahwa senjata kimia
yang dimaksudkan di dalam penelitian ini ialah senjata kimia yang melanggar
ketentuan CWC, termasuk di dalamnya pelanggaran terhadap maksud dan tujuan,
jenis unsur kimia, ataupun dampak yang dilarang.
F. Metode Penelitian
Untuk melengkapi penelitian ini agar tujuan dapat lebih terarah dan
dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka metode penelitian yang digunakan
sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian
Sebagaimana lazimnya penulisan dalam penyusunan dan penulisan
karya tulis ilmiah yang harus bersadarkan fakta-fakta dan data-data yang
objektif (benar dan layak dipercaya), demikian halnya dalam menyusun dan
menyelesaikan penulisan penelitian ini sebagai karya tulis ilmiah, juga
memperoleh data-data yang diperlukan dalam penyusunan sesuai dengan yang
telah direncanakan semula yaitu guna menjawab permasalahan yang telah
diuraikan sebelumnya.
Metode penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif yaitu penelitian hukum yang
dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka dan data sekunder.19
2. Data Penelitian
Penelitian
yuridis normatif digunakan dalam penelitian ini untuk meneliti norma hukum
internasional yang berlaku yang mengatur tentang larangan penggunaan
senjata kimia sebagaimana dimuat dalam berbagai perangkat hukum
internasional yang berlaku, contohnya : Konvensi Den Haag, Chemical
Weapons Convention.
Penelitian ini menggunakan metode analisis, yaitu menganalisis
tentang upaya untuk menegakkan hukum humaniter internasional ketika
terdapat pelanggaran dengan menggunakan senjata kimia di dalam konflik
bersenjata dalam perspektif hukum internasional.
Penelitian ini memusatkan pada berbagai norma hukum internasional
yang menjadi dasar standar internasional yang diterapkan di negara-negara di
19 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
dunia dan norma-norma hukum internasional yang mengatur tentang hukum
humaniter internasional.
Data dalam penelitian ini mempergunakan data sekunder yang terdiri
dari :
a. Bahan hukum primer20
1) The Law of The Hague
, yaitu bahan hukum yang mengikat secara
umum, termasuk di dalamnya Konvensi-Konvensi Internasional
dan Perjanjian Internasional yang berkaitan dengan penggunaan
senjata di dalam konflik bersenjata, yaitu :
2) Convention on the Prohibition of The Development,
Production, Stockpiling, and Use of Chemical Weapons and on
Their Destruction, yang dikenal dengan Chemical Weapons
Convention.
b. Bahan hukum sekunder21
20 Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, dan terdiri dari (untuk
Indonesia): a. Norma atau kaedah dasar; b. Peraturan dasar; c. Peraturan perundang-undangan; d. Bahan hukum yang tidak dikodifikasi; e. Yurisprudensi; f. Traktat; g. Bahan hukum dari zaman penjajahan yang hingga kini masih berlaku. Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, 2005, hal. 52.
21 Bahan hukum sekunder ialah bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum
primer. Ibid.
, yaitu tulisan-tulisan atau karya-karya
para ahli hukum dalam buku-buku teks, makalah, jurnal-jurnal,
surat kabar, internet, dan lain-lain yang relevan dengan masalah
c. Bahan hukum tersier 22 , yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum
primer dan sekunder, diantaranya kamus-kamus bahasa.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian
kepustakaan (Library Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara
meneliti bahas pustaka atau yang disebut dengan data sekunder. Adapun data
sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari
buku-buku koleksi pribadi maupun pinjaman dari perpustakaan dan dosen
pembimbing, artikel-artikel yang berasal dari media elektronik,
dokumen-dokumen internasional yang resmi dikeluarkan oleh instansi yang berwenang.
Tahap-tahap pengumpulan data melalui studi pustaka adalah sebagai
berikut :
a. Melakukan inventarisasi hukum internasional dan bahan-bahan
hukum lainnya yang relevan dengan objek penelitian.
b. Melakukan penelusuran kepustakaan melalui artikel-artikel media
elektronik, dokumen-dokumen internasional yang resmi
dikeluarkan oleh instansi yang berwenang.
c. Mengelompokkan data-data yang relevan dengan permasalahan.
22 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum (Suatu Pengantar), P.T.Rajagrafindo
d. Menganalisa data-data yang relevan tersebut untuk menyelesaikan
masalah yang menjadi objek penelitian.
4. Analisa Data
Data sekunder yang telah disusun secara sistematis kemudian dianalisa
secara kualitatif 23
G. Sistematika Penulisan
. Analisis secara kualitatif berarti analisis yang
memfokuskan perhatiannya pada makna-makna yang terkandung di dalam
suatu pernyataan, bukan analisis yang memfokuskan perhatiannya pada
figur-figur kuantitatif semata. Analisa data dilakukan sedemikian rupa dengan
memperhatikan aspek kualitatif lebih daripada aspek kuantitatif dengan
maksud agar diperoleh kesimpulan yang sesuai dengan tujuan penelitian yang
telah dirumuskan.
Sebagai gambaran umum untuk memudahkan pemahamanan materi penelitian
ini, maka dibagi dalam 5 (lima) Bab yang berhubungan erat satu sama lain :
Bab Pertama merupakan pendahuluan. Pada bab ini akan diuraikan hal-hal
pokok yang menjadi dasar pemikiran dalam penulisan penelitian ini. Terdiri atas
23 Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan prosedur analisis yang tidak
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan
kepustakaan, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab Kedua mendeskripsikan pengaturan mengenai tata cara perang menurut
Hukum Humaniter Internasional pada umumnya, dan menurut Konvensi Den Haag
pada khususnya. Bab ini juga menjelaskan alasan-alasan pelarangan penggunaan
senjata kimia di dalam konflik bersenjata, serta pengaturan yang ada di dalam CWC
sebagai salah satu instrumen Hukum Humaniter yang mengatur larangan penggunaan
senjata kimia di dalam konflik bersenjata.
Bab Ketiga membahas mengenai kompetensi yang dimiliki oleh Perserikatan
Bangsa-Bangsa menurut Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa pada umumnya, serta
dalam kaitannya dengan penggunaan senjata kimia di dalam konflik bersenjata pada
khususnya, baik sebelum lahirnya CWC maupun setelah lahirnya CWC. Bab ini juga
akan membahas mengenai penggunaan senjata kimia di dalam konflik bersenjata oleh
negara-negara lainnya sebelum Suriah, serta kewenangan apa yang dimiliki oleh
Perserikatan Bangsa-Bangsa terkait dengan penggunaan senjata kimia oleh Suriah.
Bab Keempat mendeskripsikan latar belakang konflik Suriah, serta senjata
yang digunakan oleh Suriah di dalam konflik bersenjata tersebut. Bab ini juga akan
meninjau penggunaan senjata kimia oleh suriah tersebut dalam perspektif Hukum
Bab Kelima merupakan bab penutup dari penelitian yang berisi kesimpulan
dari keseluruhan uraian materi pembahasan dan disertai dengan beberapa saran yang