• Tidak ada hasil yang ditemukan

REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

REPUBLIK INDONESIA

KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

SAMBUTAN DARI DEPUTI BIDANG PENGEMBANGAN REGIONAL MEWAKILI MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/

KEPALA BAPPENAS

DALAM PERINGATAN BULAN PENGURANGAN RISIKO BENCANA NASIONAL TAHUN 2015

SURAKARTA, 17 OKTOBER 2015 Yang saya hormati,

Anggota Komisi Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Bapak Drs. Abdul Fikri, MM

Sekretaris Utama Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Staf Ahli Bidang Pemerintahan Kementerian Dalam Negeri, Staf Ahli Bidang Pengeluaran Negara Kementerian Keuangan, Perwakilan Kementerian dan Lembaga,

Anggota DPRD Provinsi, Kabupaten, Kota,

Perwakilan Pemerintah Provinsi, Kabupaten, Kota Ketua Ikatan Ahli Kebencanaan Indonesia,

Perwakilan Mitra Pembangunan, Akademisi, Organisasi Masyarakat Sipil, pemerhati kebencanaan, dan para hadirin yang berbahagia,

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh, selamat pagi dan salam sejahtera bagi kita sekalian,

Pertama-tama perkenankan saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada Ibu dan Bapak sekalian yang telah menyempatkan waktunya untuk hadir dalam rangkaian Bulan Pengurangan Risiko Bencana, khususnya pada Diskusi Panel SFDRR (Sendai Framework for Disaster Risk Reduction) dan pengarusutamaan Pengurangan Risiko Bencana dalam Pembangunan di Indonesia. Diskusi panel ini bertujuan untuk

(2)

merumuskan upaya pengurangan risiko bencana di Indonesia sebagai komitmen terhadap tindak lanjut SFDRR Tahun 2015-2030.

Bapak, Ibu, dan Saudara-Saudari yang saya hormati,

Pengurangan risiko bencana yang terintegrasi dengan pengelolaan lingkungan hidup telah menjadi salah satu prioritas pembangunan nasional dalam RPJMN 2010-2014. Berdasarkan Indeks Risiko Bencana Indonesia tahun 2013 yang disusun BNPB, sekitar 65 persen dari total 497 jumlah kabupaten/kota di Indonesia berisiko tinggi bencana. Hal itu menunjukkan bahwa diperkirakan sekitar 205 juta jiwa penduduk Indonesia terpapar risiko bencana. Berdasarkan perhitungan tersebut, pengurangan risiko bencana yang terintegrasi dengan pengelolaan lingkungan hidup tetap menjadi salah satu agenda pembangunan dalam RPJMN 2015-2019. Terutama untuk mendukung agenda pembangunan Nawa Cita Ke-7: “Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan

menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik”. Arah kebijakan

penanggulangan bencana dalam RPJMN 2015-2019 adalah untuk mengurangi risiko bencana dan meningkatkan ketangguhan pemerintah, masyarakat dan pemerintah daerah dalam menghadapi bencana. Sasaran penanggulangan bencana adalah menurunnya indeks risiko bencana pada pusat-pusat pertumbuhan yang berisiko tinggi. Strategi yang dilakukan adalah: (i) Internalisasi pengurangan risiko bencana dalam kerangka pembangunan berkelanjutan di pusat dan daerah, (ii) melakukan upaya penurunan tingkat kerentanan terhadap bencana, (iii) Peningkatan kapasitas pemerintah, masyarakat dan pemerintah daerah dalam penanggulangan bencana.

Para hadirin yang kami hormati,

Hal pertama yang perlu saya sampaikan terkait strategi pembangunan adalah upaya internalisasi pengurangan risiko bencana ke dalam perencanaan pembangunan. Dalam RPJMN 2015-2019, Pemerintah tetap berkomitmen untuk melakukan investasi pengurangan risiko bencana melalui berbagai program Kementerian/Lembaga. Kami mengharapkan bahwa komitmen yang sama juga dilaksanakan oleh pemerintah daerah melalui sumber pendanaan APBD. Melalui internalisasi pengurangan risiko bencana dalam kerangka pembangunan berkelanjutan di pusat dan daerah, Pemerintah berencana untuk: (i) mendorong pemanfaatan kajian dan peta risiko bagi penyusunan

(3)

Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) Kabupaten/Kota dan Rencana Aksi Daerah Pengurangan Risiko Bencana (RAD PRB) sebagai referensi untuk penyusunan RPJMD Kabupaten/Kota; (ii) mendukung upaya integrasi kajian dan peta risiko bencana dalam penyusunan dan review RTRW Provinsi/Kabupaten/Kota; dan (iii) melakukan fasilitasi bagi harmonisasi kebijakan dan regulasi penanggulangan bencana di pusat dan daerah.

Internalisasi pengurangan risiko bencana dalam kerangka pembangunan berkelanjutan di pusat dan daerah telah didukung oleh UU Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Berbagai undang-undang telah mempertimbangkan kerawanan bencana alam, diantaranya:

1. UU Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang;

2. UU Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil;

3. UU Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;

4. UU Nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman; 5. UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa; dan

6. UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Pesan yang dijelaskan dalam undang-undang tersebut adalah kerawanan bencana dan mitigasi bencana harus dipertimbangkan dalam berbagai dimensi perencanaan pembangunan di daerah.

Berdasarkan peraturan dan perundangan yang berlaku, penyusunan RPJMD Provinsi dan Kabupaten/Kota juga telah mewajibkan pemerintah daerah untuk mengenali kerawanan bencana. Namun demikian, terdapat berbagai tantangan perencanaan dan penganggaran penanggulangan bencana diantara: (i) kerangka pikir yang berbeda terhadap pengelolaan bencana; (ii) pemahaman dan kepedulian aparat pemerinttah daerah dan legislatif di daerah; (iii) perlunya harmonisasi peraturan perundangan yang berlaku; dan (iv) perlunya sinkronisasi perencanaan di tingkat pusat dan daerah.

Di tingkat pusat, upaya-upaya untuk melakukan sinergi pusat-daerah dapat dilakukan dengan mengoptimalkan Musyawarah Perencanaan Pembangunan mulai tingkat Desa,

(4)

Kabupaten/Kota, Provinsi, maupun Tingkat Nasional; mengoptimalkan peran Dana Transfer termasuk DAK yang berorientasi dalam pengurangan risiko bencana; harmonisasi nomenklatur kegiatan Kementerian/Lembaga dan SKPD dalam penanggulangan bencana. Di tingkat daerah, upaya penguatan sinergitas dilakukan melalui sinkronisasi RPJMD dengan RPJMN, Renstra SKPD dengan Renstra K/L, RKPD dengan RKP serta melakukan penajaman sasaran kegiatan SKPD dengan sesuai prioritas Renja Kementerian/Lembaga di tingkat pusat.

Para hadirin yang terhormat,

Selain internalisasi PRB dalam dokumen perencanaan, mengurangi kerentanan terhadap bencana merupakan langkah strategis lainnya. Dalam rangka mengurangi kerentanan, BNPB bersama Kementerian/Lembaga terkait perlu mendukung pemerintah daerah untuk menyusun Kajian Risiko Bencana dan peta risiko bencana sesuai potensi ancaman bencana di daerah masing-masing. Sebagaimana diketahui, Indonesia rawan terhadap bencana alam geologi (gempabumi, tsunami, erupsi gunung api, gerakan tanah/longsor) dan bencana alam hidrometeorologi (cuaca ekstrim, banjir, kekeringan, kebakaran hutan dan lahan, gelombang pasang, abrasi). Untuk mengurangi jumlah korban jiwa, kerugian ekonomi dan kerusakan lingkungan, maka upaya-upaya pencegahan dan kesiapsiagaan harus dikedepankan. BNPB diharapkan dapat melakukan fasilitasi bagi BPBD untuk melaksanakan simulasi dan gladi kesiapsiagaan menghadapi bencana yang berulang setiap tahun seperti banjir, longsor, kekeringan dan kebakaran hutan dan lahan.

Kejadian kebakaran hutan dan lahan yang berdampak luas pada tahun ini seyogyanya membangkitkan kesadaran kita, bahwa upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan pada tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota belum sepenuhnya dilaksanakan. Setiap tahun kebakaran hutan dan lahan terjadi di Indonesia sehingga Pemerintah perlu mencari solusi terbaik bagi pencegahan kebakaran hutan dan lahan melalui peninjauan kembali terhadap berbagai aspek pengelolaan dan pemanfaatan hutan dan lahan gambut, meningkatkan pemberdayaan masyarakat dan penegakan hukum bagi pembakar hutan.

(5)

Upaya mengurangi kerentanan terhadap dampak bencana alam diantaranya dapat dilakukan dengan mendorong dan menumbuhkan budaya sadar bencana, meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang kebencanaan serta menumbuhkan kearifan lokal dalam mitigasi bencana berbasis masyarakat. Pemerintah mengapresiasi usaha-usaha mitra pembangunan, akademisi, organisasi masyarakat sipil dan pemerhati kebencanaan dalam meningkatkan pengetahuan masyarakat Indonesia tentang kebencanaan. Kerjasama ini perlu dilanjutkan untuk mendorong pengetahuan secara bertahap menjadi sikap dan perilaku sadar bencana. Untuk mendukung strategi mengurangi kerentanan, perlu dikembangkan sumber-sumber pendanaan baru dan pengembangan instrumen fiskal baik yang bersifat insentif maupun disinsentif bagi pelaku usaha dan masyarakat yang berpartisipasi dalam pembangunan di daerah.

Hadirin yang terhormat,

Hal lain yang perlu saya sampaikan dalam strategi penanggulan bencana adalah aspek penguatan kapasitas pemerintah dan masyarakat. Berdasarkan data sampai dengan bulan Juni 2014, telah terbentuk 34 (tigapuluh empat) BPBD tingkat provinsi dan 427 (empat ratus duapuluh tujuh) BPBD tingkat Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia. Dengan kehadiran BPBD, diharapkan informasi potensi risiko bencana selama kurun waktu 5 (lima) tahun pada masing-masing provinsi/kabupaten/kota dapat disediakan melalui Rencana Penanggulangan Bencana tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota, yang kemudian menjadi input strategis bagi penyusunan RPJMD, review pelaksanaan perencanaan tata ruang dan penyusunan RENSTRA BPBD. Penguatan kapasitas BPBD terutama di tingkat kabupaten/kota diperlukan supaya dapat melaksanakan fungsi koordinasi pada setiap tahapan penanggulangan bencana, mendukung upaya mengurangi kerentanan dan mendorong peningkatan investasi pengurangan risiko bencana di daerah.

Upaya-upaya untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan khususnya BPBD Kabupaten/Kota dapat dilakukan melalui fasilitasi Kementerian Dalam Negeri, terutama bagi pusat pertumbuhan yang berisiko tinggi yang menjadi lokus RPJMN 2015-2019. Peningkatan kapasitas lainnya untuk mendukung pemerintah daerah dan masyarakat adalah pengembangan sistem peringatan dini. Peranan IABI (Ikatan Ahli Kebencanaan Indonesia) sangat diperlukan untuk melaksanakan riset di bidang riset kebencanaan yang

(6)

kemudian dipublikasikan kepada para pemangku kepentingan termasuk masyarakat akademis.

Bapak, Ibu, Saudara-saudari yang terhormat,

Kerangka Kerja Sendai bagi Pengurangan Risiko Bencana 2015-2030 memiliki target: (i) mengurangi jumlah kematian per 100.000 jiwa, (ii) mengurangi jumlah orang terdampak per 100.000 jiwa, (iii) mengurangi kerugian ekonomi (PDRB), (iv) mengurangi kerusakan infrastruktur vital dan (v) meningkatkan luas cakupan dan akses terhadap sistem peringatan dini. Secara umum, target RPJMN 2015-2019 berupa penurunan indeks risiko bencana pada pusat-pusat pertumbuhan ekonomi yang mempunyai tingkat risiko bencana tinggi telah sejalan dan mendukung pencapaian target Kerangka Kerja Sendai 2015-2030. Pencapaian target RPJMN 2015-2019 berupa penurunan indeks risiko bencana adalah upaya kolektif yang dilaksanakan bersama-sama di tingkat pusat dan daerah, terutama pada daerah yang rawan dan berisiko tinggi terdampak bencana. Memenuhi komitmen Kerangka Kerja Sendai dapat dilakukan melalui kerjasama yang produktif dengan berbagai pemangku kepentingan dan Mitra Pembangunan di Indonesia.

Dalam RPJMN 2015-2019, Pemerintah telah menguraikan Agenda Pelestarian Sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana dengan sasaran yang terkait satu dan lainnya yaitu: (i) peningkatan konservasi dan sumberdaya hutan, (ii) peningkatan indeks kualitas lingkungan hidup, (iii) penurunan indeks risiko bencana pada pusat-pusat pertumbuhan yang berisiko tinggi, (iv) penanganan perubahan iklim dan penyediaan informasi iklim dan informasi kebencanaan. Salah satu strategi penanganan perubahan iklim adalah mendorong pemerintah daerah menyusun strategi/rencana aksi adaptasi berdasarkan dokumen Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim (RAN-API) terutama di 15 (lima belas) daerah percontohan kegiatan RAN API (Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim) serta meningkatkan pengetahuan dan kapasitas masyarakat terkait dengan perubahan iklim. Pada tahun anggaran 2015 melalui kegiatan Dekonsentrasi, Bappenas melaksanakan peningkatan kualitas koordinasi perencanaan pusat dan daerah dalam rangka pencapaian prioritgas pembangunan nasional bidang Pelestarian Sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana,

(7)

diantaranya Pengembangan Strategi Adaptasi Daerah dalam rangka Pelaksanaan Rencana Aksi Nasional (RAN) Adaptasi Perubahan Iklim (API).

Bapak, Ibu, Saudara-saudari, serta para penggerak penanggulangan bencana,

Komitmen Pemerintah untuk mengurangi risiko bencana telah diwujudkan dalam RPJMN 2010-2014 dan dilanjutkan pada RPJMN 2015-2019. Esensi pengurangan resiko bencana bertumpu pada memahami resiko bencana, penguatan tatakelola resiko bencana terutama di daerah, meningkatkan investasi pengurangan resiko bencana pada infrastruktur vital dan strategis serta memperkuat kapasitas manajemen resiko bencana. Khususnya untuk sinkronisasi perencanaan dan penganggaran, agenda Pilkada serentak pada bulan Desember 2015 dapat menjadi momentum strategis untuk memulai sinergi pusat-daerah. Bappeda diharapkan menjadi ujung tombak perencanaan untuk mengarusutamakan pengurangan risiko bencana dalam dokumen pembangunan daerah, dan melakukan pengawalan bagi penyusunan RENSTRA SKPD sehingga pengurangan risiko bencana menjadi urusan bersama di daerah.

Kami berharap Diskusi Panel SFDRR (Sendai Framework for Disaster Risk Reduction) dan pengarusutamaan Pengurangan Risiko Bencana dalam Pembangunan di Indonesia hari ini dapat menghasilkan kesepakatan tindak lanjut pelaksanaan SFDRR dan memberikan masukan strategis bagi pelaksanaan Agenda penanggulangan bencana dalam RPJMN 2015-2019.

Akhir kata, saya mengucapkan terima kasih atas perhatian saudara-saudara. Mudah-mudahan ikhtiar kita dapat bermanfaat bagi masyarakat.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabaraktuh Surakarta, 17 Oktober 2015

Deputi Bidang Pengembangan Regional

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc

Referensi

Dokumen terkait

Dokumen paten tersebut mengandung data terstruktur yang merupakan data bibliographic, oleh karena itu dalam analisis diaplikasikan metode analisis bibliometric yang

Menurut Gay seperti dikutip dalam Ezemir (2012: 71) fungsi kovarian dalam suatu penelitian adalah upaya penyamaan skor posttest untuk perbedaan pretest awal

 Bagaimana pengaruh variasi air laut yaitu air laut di Gresik, air laut di Lamongan, dan air laut di Sidoarjo terhadap laju korosi yang terjadi pada baja karbon

Berdasarkan hasil analisis pengamatan baik kegiatan guru maupun kegiatan siswa, maka guru mengadakan perbaikan dan penyempurnaan pada proses selanjutnya, yaitu pada

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 75 Tahun 2009 tentang Ujian Nasional Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), Sekolah

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa Cirebon adalah Kota wali atau kota Islami di Jawa yang merupakan salah satu wilayah spesial dan tidak bisa sepenuhnya

Pendidikan Kewarganegaraan sebagai salah satu wadah untuk menumbuhkan pendidikan karakter bertugas membentuk karakter peserta didik agar mempunyai rasa keterbukaan dan keadilan dalam

Vokurka dan O'Leary-Kelly (2000) berhasil membuat kerangka kega konseptual fleksibilitas manufaktur antara empat area umum pemicu perubahan dan hubungan