• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT NOMOR 05 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT TAHUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT NOMOR 05 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT TAHUN"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

1

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT

NOMOR 05 TAHUN 2010

TENTANG

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH

PROVINSI SULAWESI BARAT TAHUN 2005 - 2025

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR SULAWESI BARAT,

Menimbang

Mengingat

:

:

a. bahwa Provinsi Sulawesi Barat sebagai sebuah Provinsi

yang baru, memerlukan perencanaan pembangunan jangka

panjang sebagai arah dan prioritas pembangunan secara

menyeluruh yang akan dilakukan secara bertahap untuk

mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan kemajuan

daerah ;

b. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 150 ayat (1) dan ayat

(3) huruf e Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah dan Pasal 13 ayat (2)

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional, dalam rangka penyelenggaraan

pemerintahan daerah disusun perencanaan pembangunan

daerah sebagai satu kesatuan dalam sistem perencanaan

pembangunan nasional yang ditetapkan dengan Peraturan

Daerah ;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud

huruf a, dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Daerah

tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah

Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2005 – 2025 ;

1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan

Negara (Lembaran Negara RI Tahun 2003 Nomor 47,

Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4286) ;

2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

4389) ;

3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem

Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara RI

Tahun 2004 No. 104, Tambahan Lembaran Negara RI No.

4421) ;

4. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2004 tentang

Pembentukan Provinsi Sulawesi Barat (Lembaran Negara

RI Tahun 2004 No.105, Tambahan Lembaran Negara RI

(2)

2

No.4422) ;

5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah

diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4844) ;

6. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang

Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan

Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran

Negara 4438) ;

7. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025

(Lembaran Negara Republik Indonesian Tahun 2007 Nomor

33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

4700) ;

8. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan

Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007

Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 4725) ;

9. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan

Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4739) ;

10. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2004 tentang

Rencana Kerja Pemerintah (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2004 Nomor 75, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4406) ;

11. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang

Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,

Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah

Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4737) ;

12. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang

Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor

19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

4815) ;

13. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang

Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan

Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor

21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

4817) ;

(3)

3

Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833) ;

15. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang

Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103) ;

16. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Barat Nomor 6 Tahun

2009 tentang Urusan Pemerintahan Yang Menjadi

Kewenangan Pemerintahan Daerah Provinsi Sulawesi Barat

(Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2009

Nomor 6, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi

Barat Nomor 39) ;

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT

dan

GUBERNUR SULAWESI BARAT

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA

PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH PROVINSI

SULAWESI BARAT TAHUN 2005 – 2025.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan :

1. Provinsi adalah Provinsi Sulawesi Barat.

2. Gubernur adalah Gubernur Sulawesi Barat.

3. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan perangkat daerah sebagai unsur

penyelenggara pemerintahan daerah.

4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, selanjutnya disebut DPRD, adalah DPRD

Provinsi Sulawesi Barat.

5. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh

Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan

dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara

Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang–Undang

Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.

6. Kabupaten/Kota adalah Kabupaten/Kota di lingkup Provinsi Sulawesi Barat.

7. Pemerintah Kabupaten/Kota adalah Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di

lingkup Provinsi Sulawesi Barat.

8. Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan

yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya

yang tersedia.

9. Pembangunan Daerah adalah pemanfaatan sumber daya yang dimiliki untuk

peningkatan kesejahteraan masyarakat yang nyata, baik dalam aspek

pendapatan, kesempatan kerja, lapangan berusaha, akses terhadap

(4)

4

pengambilan kebijakan, berdaya saing, maupun peningkatan indeks

pembangunan manusia.

10. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025 yang

selanjutnya disebut RPJPN adalah dokumen perencanaan pembangunan

nasional untuk periode 20 (dua puluh) tahun terhitung sejak tahun 2005

sampai dengan tahun 2025.

11. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional yang selanjutnya disebut

RPJMN adalah dokumen perencanaan pembangunan nasional untuk periode 5

(lima) tahunan, yaitu RPJM Nasional I Tahun 2005 – 2009, RPJM Nasional II

Tahun 2010 – 2014, RPJM Nasional III Tahun 2015 – 2019, dan RPJM

Nasional IV Tahun 2020 – 2024.

12. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Sulawesi Barat

Tahun 2005 – 2025 yang selanjutnya disebut sebagai RPJPD Provinsi adalah

dokumen perencanaan pembangunan daerah Provinsi untuk periode 20 (dua

puluh) tahun terhitung sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2025.

13. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Sulawesi Barat

yang selanjutnya disebut sebagai RPJMD Provinsi adalah dokumen

perencanaan pembangunan daerah untuk periode 5 (lima) tahunan yang

merupakan penjabaran dari visi, misi dan program Gubernur/Wakil Gubernur

dengan berpedoman pada RPJPD Provinsi serta memperhatikan RPJM

Nasional.

14. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten/Kota Tahun 2005

– 2025 yang selanjutnya disebut sebagai RPJPD Kabupaten/Kota adalah

dokumen perencanaan pembangunan daerah Kabupaten/Kota untuk periode

20 (dua puluh) tahun terhitung sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2025.

15. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten/Kota yang

selanjutnya disebut sebagai RPJMD Kabupaten/Kota adalah dokumen

perencanaan pembangunan daerah untuk periode 5 (lima) tahunan yang

merupakan penjabaran dari visi, misi dan program Bupati/Walikota dengan

berpedoman pada RPJPD Provinsi serta memperhatikan RPJM Provinsi.

16. Rencana Kerja Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Barat yang selanjutnya

disebut RKPD Provinsi adalah dokumen perencanaan daerah Provinsi untuk

periode 1 (satu) tahun.

17. Rencana Kerja Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang selanjutnya disebut

RKPD Kabupaten/Kota adalah dokumen perencanaan daerah Kabupaten/Kota

untuk periode 1 (satu) tahun.

18. Visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir

periode perencanaan.

19. Misi adalah rumusan umum mengenai upaya-upaya yang akan dilaksanakan

untuk mewujudkan visi.

20. Strategi adalah langkah-langkah berisikan program-program indikatif untuk

mewujudkan visi dan misi.

21. Pemangku kepentingan adalah pihak-pihak yang langsung atau tidak langsung

mendapatkan manfaat atau dampak dari perencananan dan pelaksanaan

pembangunan daerah.

(5)

5

BAB II

PRINSIP PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

Pasal 2

(1) Perencanaan pembangunan daerah merupakan satu kesatuan dalam sistem

perencanaan pembangunan nasional.

(2) Perencanaan pembangunan daerah dilakukan Pemerintah Daerah bersama

para pemangku kepentingan berdasarkan peran dan kewenangan

masing-masing.

(3) Perencanaan pembangunan daerah mengintegrasikan rencana tata ruang

dengan rencana pembangunan daerah.

(4) Perencanaan pembangunan daerah dilaksanakan berdasarkan kondisi dan

potensi yang dimiliki Daerah, sesuai dinamika perkembangan daerah dan

nasional.

BAB III

SISTEMATIKA RPJPD PROVINSI

Pasal 3

(1) Sistematika RPJPD Provinsi terdiri dari :

BAB I

BAB II

BAB III

BAB IV

BAB V

BAB VI

BAB VII

:

:

:

:

:

:

:

PENDAHULUAN.

KONDISI UMUM DAERAH.

ISU-ISU STRATEGIS.

VISI DAN MISI.

ARAH PEMBANGUNAN DAERAH.

KAIDAH PELAKSANAAN.

PENUTUP.

(2) Isi dan uraian RPJPD Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari

Peraturan Daerah ini.

(3) RPJPD Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berpedoman pada

RPJP Nasional.

BAB IV

RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH

Pasal 4

RPJPD Provinsi merupakan penjabaran dari tujuan dibentuknya Provinsi Sulawesi

Barat yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan memajukan daerah.

Pasal 5

(1) RPJPD Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, menjadi pedoman

dalam penyusunan RPJMD Provinsi yang memuat Visi, Misi dan Program

Prioritas Gubernur/Wakil Gubernur.

(2) RPJPD Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), menjadi

acuan dalam penyusunan RPJPD Kabupaten/Kota yang memuat visi, misi dan

arah pembangunan jangka panjang daerah Kabupaten/Kota.

(3) RPJMD Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi pedoman

dalam penyusunan RPJMD Kabupaten yang memuat Visi, Misi dan Program

Prioritas Bupati/Wakil Bupati.

(4) RPJMD Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disusun dengan

memperhatikan RPJMD Provinsi.

(6)

6

(5) RKPD Provinsi sebagai penjabaran dari RPJMD Provinsi dan RKPD

Kabupaten merupakan penjabaran dari RPJMD Kabupaten/Kota.

Pasal 6

(1) Dalam rangka menjaga kesinambungan pembangunan dan untuk menghindari

kekosongan rencana pembangunan daerah, Gubernur yang sedang menjabat

pada tahun terakhir pemerintahannya diwajibkan menyusun Rencana Kerja

Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi untuk tahun pertama periode

pemerintahan Gubernur berikutnya.

(2) RKPD Provinsi sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai

pedoman untuk menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tahun

pertama periode pemerintahan Gubernur/Wakil Gubernur berikutnya.

BAB IV

PENGENDALIAN DAN EVALUASI

Bagian Kesatu

Pengendalian

Pasal 7

(1) Gubernur melakukan pengendalian terhadap perencanaan pembangunan

daerah lingkup Provinsi dan antar Kabupaten/Kota dalam wilayah Provinsi.

(2) Bupati/Walikota melakukan pengendalian terhadap perencanaan

pembangunan daerah lingkup Kabupaten/Kota.

Pasal 8

Pengendalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 meliputi pengendalian

terhadap :

a. kebijakan perencanan pembangunan daerah ; dan

b. pelaksanaan rencana pembangunan daerah.

Bagian Kedua

Evaluasi

Pasal 9

(1) Gubernur melakukan evaluasi terhadap perencanaan pembangunan daerah

lingkup Provinsi dan antar Kabupaten/Kota dalam wilayah Provinsi.

(2) Bupati/Walikota melakukan evaluasi terhadap perencanaan pembangunan

daerah lingkup Kabupaten/Kota.

Pasal 10

Evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi evaluasi terhadap :

a. kebijakan perencanaan pembangunan daerah ;

b. pelaksanaan rencana pembangunan daerah ; dan

c. hasil rencana pembangunan daerah.

BAB V

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 11

(1) Ketentuan mengenai RPJMD Provinsi yang telah ada masih tetap berlaku

sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini, dan wajib

disesuaikan RPJMD Provinsi selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak

ditetapkannya Peraturan Daerah ini.

(2) RPJPD Kabupaten yang telah ada masih tetap berlaku sepanjang tidak

bertentangan dengan Peraturan Daerah ini, dan wajib disesuaikan dengan

(7)

7

RPJPD Provinsi ini selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak ditetapkannya

Peraturan Daerah ini.

(3) RPJMD Kabupaten yang telah ada masih tetap berlaku dan wajib disesuaikan

dengan RPJPD Kabupaten yang telah disesuaikan dengan Peraturan Daerah

ini selambat-lambatnya 6 (enam) bulan.

BAB VI

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 12

Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai

pelaksanaannya, akan diatur lebih lanjut oleh Gubernur.

Pasal 13

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan

Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi

Barat.

Ditetapkan di Mamuju

pada tanggal 28 September 2010

GUBERNUR SULAWESI BARAT,

H. ANWAR ADNAN SALEH

Diundangkan di Mamuju

pada tanggal 28 September 2010

SEKRETARIS DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT,

H.M. ARSYAD HAFID

(8)

8

PENJELASAN

ATAS

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT

NOMOR 05 TAHUN 2010

TENTANG

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH

PROVINSI SULAWESI BARAT TAHUN 2005– 2025

I. UMUM

Provinsi Sulawesi Barat dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 26

Tahun 2004 dan secara geografis letaknya sangat strategis yaitu terletak

diantara 3 (tiga) Provinsi, yaitu Provinsi Sulawesi Selatan, Provinsi Sulawesi

Tengah dan Provinsi Kalimantan Barat. Wilayah Provinsi Sulawesi Barat yang

berhadapan langsung dengan Selat Makassar, merupakan salah satu jalur lalu

lintas pelayaran nasional dan internasional, yang memberikan nilai tambah yang

sangat menguntungkan bagi pembangunan sosial ekonomi ke depan.

Sumber daya alam maupun sumber daya buatan yang terkandung baik di

darat maupun di laut dalam wilayah Provinsi Sulawesi Barat merupakan

sumber daya yang sangat potensial untuk menunjang pelaksanaan otonomi

daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab, yang semuanya itu bertujuan

untuk mensejahterakan masyarakat Provinsi Sulawesi Barat.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem

Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun

2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pemerintah Daerah wajib menyusun

perencanaan pembangunan daerah sebagai satu kesatuan dalam sistem

perencanaan pembangunan nasional, yang meliputi Rencana Pembangunan

Jangkah Panjang Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Daerah (RPJMD), dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD).

Proses kegiatan penyelenggaraan perencanaan dilakukan baik dalam lingkup

Provinsi maupun koordinasi antar Pemerintah, Provinsi dan Kabupaten/Kota

melalui suatu proses dan mekanisme tertentu untuk mencapai tujuan nasional.

Penyusunan RPJPD ini mengacu pada RPJP Nasional yang diatur oleh

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan

Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 -2025. Salah satu arahan penting dalam

undang-undang tersebut adalah periodesasi RPJPD harus disesuaikan dengan

periodesasi RPJP Nasional, yaitu tahun 2005-2025. Ini dimaksudkan agar

perencanaan pembangunan nasional dan daerah dapat dikonsolidasikan dan

evaluasi pencapaian pelaksanaan pembangunan relatif lebih mudah dilakukan.

Secara substansial, RPJP Daerah merupakan dokumen yang lebih bersifat

visioner dan hanya memuat hal-hal yang mendasar, sehingga memberi

keleluasaan yang cukup bagi penyusunan rencana jangka menengah dan

tahunannya. Dari segi muatan, RPJP Daerah memuat visi, misi, dan arah

pembangunan daerah untuk 20 tahun ke depan (2005-2025). sebagai satu

kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan nasional.

Penyusunan RPJPD Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2005–2025 dilakukan guna

memberikan arah dan pedoman bagi pelaksanaan pembangunan daerah dalam

mencapai Visi Provinsi Sulawesi Barat 20 tahun kedepan sesuai karakteristik

dan potensi daerah. RPJPD Provinsi Sulawesi Barat juga memberikan arahan

(9)

9

mengenai periode pentahapan pembangunan yang mesti dilakukan dan yang

harus dicapai pada setiap periodenya agar visi yang dicita-citakan tersebut

dapat efektif dicapai. Penyusunan RPJPD ini juga mengakomodasi

perencanaan wilayah Provinsi Sulawesi Barat dalam 20 tahun ke depan,

dengan memasukkan peran sub wilayah dalam pelaksanaan pembangunan

sebagaimana yang diatur di dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi

Sulawesi Barat (RTRWP Sulbar).

RPJPD merupakan dokumen yang mempunyai jangka waktu panjang dan lahir

dari sebuah proses penyusunan dokumen yang komprehensif, RPJPD menjadi

pedoman bagi segenap pihak dalam pelaksanaan pembangunan agar Visi

Provinsi Sulawesi Barat dapat secara bertahap dicapai oleh segenap pihak

secara bersama-sama.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup Jelas

Pasal 2

Ayat (1)

Cukup Jelas

Ayat (2)

Cukup Jelas

Ayat (3)

Mengintegrasikan rencana tata ruang dengan rencana pembangunan

daerah bertujuan untuk mencapai pemenuhan hak-hak dasar

masyarakat sesuai dengan urusan dan kewenangan pemerintah

daerah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Ayat (4)

Cukup Jelas

Pasal 3

Ayat (1)

Cukup Jelas

Ayat (2)

Cukup Jelas

Ayat (3)

Maksud dari RPJPD Provinsi mengacu kepada RPJP Nasional bukan

untuk membatasi kewenangan daerah, tetapi agar terdapat acuan

yang jelas, sinergi, dan keterkaitan dari setiap perencanaan

pembanguan di Daerah berdasarkan kewenangan otonomi yang

dimiliki Daerah berdasarkan RPJP Nasional.

RPJPD Provinsi dijabarkan lebih lanjut oleh Gubernur berdasarkan

visi, misi Gubernur yang diformulasikan dalam bentuk RPJM Daerah

Provinsi.

Pasal 4

Cukup Jelas

Pasal 5

(10)

10

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 6

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan RKPD Provinsi untuk tahun pertama

pemerintahan Gubernur berikutnya adalah RKPD Tahun 2012, 2017,

2022 dan 2027.

Hal ini dimaksudkan agar Gubernur terpilih periode berikutnya tetap

mempunyai ruang gerak yang luas untuk menyempurnakan RKPD

pada tahun pertama pemerintahannya.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Provinsi adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi

Tahun 2012, 2017, 2022 dan 2027.

Hal ini dimaksudkan agar Gubernur terpilih periode berikutnya tetap

mempunyai ruang gerak yang luas untuk menyempurnakan Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi pada tahun pertama

pemerintahannya melalui mekanisme Perubahan Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah (Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah-Perubahan).

Pasal 7

Ayat (1)

Pengendalian oleh Gubernur dalam pelaksanaannya dilakukan oleh

Satuan Kerja Perangkat Daerah yang bertanggungjawab terhadap

pelaksanaan tugas dan fungsi perencanaan pembangunan daerah

untuk keseluruhan perencanan pembangunan daerah, dan oleh

Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah untuk program dan/atau

kegiatan sesuai dengan tugas okok dan fungsinya.

Ayat (2)

Cukup Jelas

Pasal 8

Cukup jelas.

Pasal 9

Ayat (1)

Evaluasi oleh Gubernur dalam pelaksanaannya dilakukan oleh

Satuan Kerja Perangkat Daerah yang bertanggungjawab terhadap

pelaksanaan tugas dan fungsi perencanaan pembangunan daerah

untuk keseluruhan perencanan pembangunan daerah, dan oleh

Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah untuk capaian kinerja

(11)

11

pelaksanaan program dan kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah

periode sebelumnya.

Ayat (2)

Cukup Jelas

Pasal 10

Cukup jelas.

Pasal 11

Ayat (1)

Cukup Jelas

Ayat (1)

Cukup Jelas

Ayat (1)

Cukup Jelas

Pasal 12

Cukup Jelas

Pasal 13

Cukup Jelas

(12)

RPJP Provinsi Sulawesi Barat 2005-2025

Daftar Isi hal. i

DAFTAR ISI

Bab I Pendahuluan  1

1.1. Latar Belakang  1

1.2. Pengertian  3

1.3. Maksud dan Tujuan  3

1.4. Landasan Hukum  3

1.5. Hubungan RPJPD dengan Dokumen Lainnya  4

1.6. Sistematika Penulisan  5

Bab II Kondisi Umum Daerah  7

Bab III Isu-Isu Strategis  17

Bab IV Visi dan Misi  21

4.1. Visi  21

4.2. Misi  21

Bab V Arah Pembangunan Daerah  23

5.1. Arah Umum Pembangunan Jangka Panjang  23

5.2. Peran Sub-Wilayah  38

5.3. Tahapan dan Prioritas Pembangunan Daerah  41

Bab VI Kaidah Pelaksanaan 46

(13)

RPJP Provinsi Sulawesi Barat 2005-2025

Bab I Pendahuluan hal. 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sistem perencanaan pembangunan nasional mengalami perubahan mendasar seiring dengan terjadinya perubahan pada bidang politik, pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah, kuatnya arus demokratisasi, tuntutan penyelenggaraan pemerintahan yang baik, dan pengelolaan keuangan negara. Undang-Undang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, mengatur sistem Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan secara langsung oleh rakyat Indonesia, tidak lagi memakai sistem perwakilan melalui pemilihan di lembaga Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Sejak itu, arah penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan oleh Presiden dan Wakil Presiden tidak lagi menggunakan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang dibuat oleh MPR, tetapi menggunakan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) yang merupakan penjabaran Visi dan Misi Presiden dan Wakil Presiden terpilih. Sedangkan untuk memberikan arah pembangunan dalam jangka panjang (20 tahun) kedepan, pemerintah menetapkan dan berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN).

Berbagai perubahan yang terjadi pada tingkat nasional, juga memberi dampak yang luas terhadap penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah. Salah satunya adalah perubahan sistem perencanaan pembangunan daerah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, pemerintah daerah wajib menyusun berbagai dokumen perencanaan pembangunan daerah seperti Rencana Pembangunan Jangkah Panjang Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), dll.

Khusus menyangkut RPJP Daerah, proses penyusunannya harus mengacu pada RPJP Nasional yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007. Salah satu arahan penting dalam undang-undang tesebut adalah periodesasi RPJP Daerah harus disesuaikan dengan periodesasi RPJP Nasional, yaitu tahun 2005-2025. Ini dimaksudkan agar perencanaan pembangunan nasional dan daerah dapat dikonsolidasikan dan evaluasi pencapaian pelaksanaan pembangunan relatif lebih mudah dilakukan.

(14)

RPJP Provinsi Sulawesi Barat 2005-2025

Bab I Pendahuluan hal. 2

Secara substansial, RPJP Daerah merupakan dokumen yang lebih bersifat visioner dan hanya memuat hal-hal yang mendasar, sehingga memberi keleluasaan yang cukup bagi penyusunan rencana jangka menengah dan tahunannya. Dari segi muatan, RPJP Daerah memuat visi, misi, dan arah pembangunan daerah untuk 20 tahun kedepan (2005-2025).

Penyusunan RPJPD Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2005–2025 dilakukan guna memberikan arah dan pedoman bagi pelaksanaan pembangunan daerah dalam mencapai Visi Provinsi Sulawesi Barat 20 tahun kedepan. RPJPD Provinsi Sulawesi Barat juga memberikan arahan mengenai periode pentahapan pembangunan yang mesti dilakukan dan yang harus dicapai pada setiap periodenya agar visi yang dicita-citakan tersebut dapat efektif dicapai. Perubahan dalam pencapaian setiap periodenya, hanya akan melahirkan perubahan terhadap yang telah disepakati dalam dokumen perencanaan ini. Namun demikian jika itu merupakan kehendak dan keinginan masyarakat, maka perubahan adalah sebuah keniscayaan.

Penyusunan RPJPD ini juga mengakomodasi perencanaan wilayah Provinsi Sulawesi Barat dalam 20 tahun kedepan, dengan memasukan peran sub wilayah dalam pelaksanaan pembangunan sebagaimana yang diatur di dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Barat (RTRWP Sulbar). Perencanaan wilayah merupakan pengembangan struktur dan pola ruang wilayah dalam tataran provinsi melalui rencana pemanfaatan ruang maupun rencana pengembangan prasarana wilayah yang bersifat lintas kabupaten dan kota, serta pemaduannya dengan tata ruang wilayah provinsi tetangga. Perencanaan tata ruang wilayah juga menjadi pedoman bagi pemerintah kabupaten di wilayah Provinsi Sulawesi Barat untuk menata ruang wilayah dalam tataran kabupaten dan kota agar terwujud struktur dan pola ruang wilayah antar daerah yang sinergis dan terpadu dalam sistem tata ruang wilayah Provinsi Sulawesi Barat, berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Secara konseptual, penyusunan RPJPD Provinsi Sulawesi Barat mengacu pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional serta memperhatikan Peraturan Pemerintah Nomor

8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan

Evaluasi Pelaksanaan Pembangunan Daerah. Di dalam peraturan perundangan tersebut dinyatakan secara eksplisit bahwa RPJPD memuat gambaran umum kondisi daerah, isu-isu strategis, visi dan misi daerah, dan arah kebijakan pembangunan daerah untuk jangka waktu dua puluh tahun ke depan.

(15)

RPJP Provinsi Sulawesi Barat 2005-2025

Bab I Pendahuluan hal. 3

Sebagai sebuah dokumen yang mempunyai jangka waktu panjang dan lahir dari sebuah proses penyusunan dokumen yang komprehensif, RPJPD ini sudah seharusnya menjadi pedoman bagi segenap pihak dalam pelaksanaan pembangunan, khususnya mengenai kesepakatan terhadap Visi dan Misi yang ingin dicapai 20 tahun kedepan. Ini dimaksudkan agar Visi Provinsi Sulawesi Barat dapat secara bertahap dicapai oleh segenap pihak secara bersama-sama.

1.2. Pengertian

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2005 – 2025 adalah dokumen perencanaan pembangunan daerah yang berisi Visi, Misi dan Arah Pembangunan Daerah Provinsi Sulawesi Barat untuk waktu 20 tahun kedepan (2005-2025).

1.3. Maksud dan Tujuan

RPJPD Provinsi Sulawesi Barat merupakan dokumen perencanaan pembangunan daerah selama periode 2005-2025 yang disusun dengan maksud memberikan arah pembangunan daerah sekaligus menjadi acuan bagi semua pihak (pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat) dalam mewujudkan Visi, Misi, dan Arah Pembangunan Daerah yang diinginkan 20 tahun kedepan. Dengan demikian, RPJPD ini merupakan koridor bagi arah pelaksanaan pembangunan daerah yang akan dilaksanakan secara bertahap melalui periodesasi lima tahunan dalam jangka waktu 20 tahun kedepan.

1.4. Landasan Hukum

Dalam penetapan RPJPD Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2005–2025, peraturan perundang-undangan yang dijadikan landasan hukum, adalah sebagai berikut :

1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara RI Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4286).

(16)

RPJP Provinsi Sulawesi Barat 2005-2025

Bab I Pendahuluan hal. 4

2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4355).

3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4389).

4. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4400). 5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4022).

6. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2004 tentang Pembentukan Sulawesi Barat (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4022).

7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4437).

8. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4438). 9. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan

Jangka Panjang Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700);

10. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);

11. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

(17)

RPJP Provinsi Sulawesi Barat 2005-2025

Bab I Pendahuluan hal. 5

12. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2008 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4815);

13. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Pembangunan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4817);

1.5. Hubungan RPJP Daerah dengan Dokumen Perencanaan

Lainnya

RPJPD Provinsi Sulawesi Barat disusun dengan mengacu pada RPJP Nasional sebagaimana telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 17 tahun 2007 untuk kurun waktu yang sama yaitu 2005-2025. RPJPD ini selanjutnya merupakan dasar utama bagi penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Sulawesi Barat untuk periode lima tahun sesuai dengan masa jabatan Gubernur/Wakil Gubernur Provinsi Sulawesi Barat. Selanjutnya RPJMD tersebut menjadi pedoman bagi Pemerintah Daerah dalam menyusun Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) untuk periode satu tahun.

RPJPD ini juga menjadi pedoman dalam penyusunan RPJPD Kabupaten dalam wilayah Provinsi Sulawesi Barat. RPJPD Kabupaten selanjutnya menjadi pedoman dalam penyusunan RPJMD Kabupaten, dan RPJMD Kabupaten menjadi pedoman bagi Pemerintah Kabupaten dalam penyusunan RKPD.

Bagi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), RPJMD merupakan pedoman dalam menyusun Rencana Strategis (Renstra) SKPD untuk periode lima tahun. Renstra SKPD selanjutnya menjadi bahan acuan bagi SKPD dalam menyusun Rencana Kerja (Renja) SKPD setiap tahun.

1.6. Sistematika Penulisan

Sistematika RPJPD Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2005-2025 ini mengacu pada berbagai peraturan perundangan, terutama Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan,

(18)

RPJP Provinsi Sulawesi Barat 2005-2025

Bab I Pendahuluan hal. 6

Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah. Dengan demikian, RPJPD Provinsi Sulawesi Barat disusun dengan sistematika sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan, merupakan uraian mengenai latar belakang penyusunan dan penetapan RPJPD ini, pengertian, maksud dan tujuan penyusunan, landasan hukum yang dijadikan dasar penyusunan, hubungan antara RPJPD Provinsi Sulawesi Barat dengan dokumen perencanaan pembangunan lainnya, dan sistematika penyusunan.

Bab II Kondisi Umum Daerah, berisi deskripsi mengenai berbagai kondisi faktual Provinsi Sulawesi Barat berdasarkan data-data terakhir, antara lain kondisi geomorfologi dan lingkungan hidup, demografi, ekonomi dan sumber daya alam, sosial budaya dan politik, prasarana dan sarana, dan pemerintahan daerah. Selanjutnya untuk masing-masing kondisi tersebut dilakukan analisis dan prediksi untuk 20 tahun kedepan.

Bab III Isu-Isu Strategis, berisi deskripsi mengenai berbagai isu strategis bagi pembangunan Provinsi Sulawesi Barat yang dipersepsi akan tetap aktual dalam kurun waktu dua puluh tahun ke depan.

Bab IV Visi dan Misi, yang menguraikan Visi dan Misi Daerah Provinsi Sulawesi Barat dalam 20 tahun kedepan.

Bab V Arah Pembangunan Daerah, yang menguraikan Arah Pembangunan Daerah Provinsi Sulawesi Barat dalam 20 tahun kedepan. Bab ini juga memuat tentang peran sub-wilayah pembangunan di daerah dan pentahapan pembangunan lima tahunan.

Bab VI Kaidah Pelaksanaan, memuat penegasan bahwa RPJPD merupakan pedoman bagi seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) pembangunan serta kaidah pelaksanaan RPJPD Provinsi Sulawesi Barat.

Bab VII Penutup, menguraikan kesimpulan dari evaluasi RPJMD provinsi Sulawesi Barat Tahun 2006-2011.

(19)

RPJP Provinsi Sulawesi Barat 2005-2025

Bab II Kondisi Umum Daerah hal. 7

BAB II

KONDISI UMUM DAERAH

2.1. Geomorfologi dan Lingkungan Hidup

Geomorfologi Provinsi Sulawesi Barat dicirikan oleh dataran tinggi (terutama di Kabupaten Mamasa), dataran rendah (semua kabupaten, kecuali Mamasa), rawa-rawa (terutama Mamuju Utara), kawasan pesisir (semua kabupaten, kecuali Mamasa), dan kawasan hutan (terutama di Mamasa dan Mamuju). Dengan luas wilayah daratan 16.990,77 km persegi, luas wilayah laut 20.342 km persegi, panjang garis pantai 677 km dan terletak pada koordinat 118°43’15’’ - 119°54’3’’ Bujur Timur serta 0°12’ hingga 03°38’ Lintang Selatan, geomorfologi Sulawesi Barat juga ditandai oleh 12 sungai besar (Sungai Mamasa, Mambi, Mapilli, Mandar, Kalukku, ;\Manyamba, Karama, Lariang, Benggaulu, Suremana, Malunda dan Pasangkayu). Kondisi morfologis demikian menjadi basis bagi berkembangnya aktivitas pertanian padi sawah, usahatani ladang/kebun (terutama kakao), perkebunan sawit, peternakan, perikanan dan pertambangan.

Permasalahan utama dibalik geomorfologi demikian adalah buruknya kondisi hidrologis, sehingga setiap tahun terjadi luapan sungai dan banjir yang menyebabkan rusaknya jembatan, terputusnya jalan, tanah longsor, terbenamnya pemukiman dan lahan usahatani serta penurunan kualitas air. Gangguan hidrologis ini terutama disebabkan oleh pembukaan lahan untuk perkebunan sawit (terutama di Mamuju dan Mamuju Utara), kerusakan hutan di daerah hulu (terutama di Mamasa), bangunan hunian di bantaran sungai, serta pembuangan limbah industri dan rumah tangga. Bencana alam berupa gelombang pasang juga signifikan melanda kota dan pemukiman di sepanjang garis pantai Sulawesi Barat. Pembuangan limbah industri, memperparah masalah hidrologis ini, terutama dengan menurunnya kualitas air.

Beberapa upaya pemecahan masalah telah ditempuh berupa: terbangunnya pemecah gelombang dan tanggul penahan pada lokasi pantai yang rawan gelombang pasang terutama di Polewali Mandar, Majene dan Mamuju; penanaman bibit untuk rehabilitasi hutan dan lahan; perbaikan dan peningkatan kapasitas bangunan air untuk mengatasi banjir dan tanah longsor di daerah aliran sungai (terutama di Mamuju Utara dan Mamuju);

(20)

RPJP Provinsi Sulawesi Barat 2005-2025

Bab II Kondisi Umum Daerah hal. 8

peningkatan kesadaran masyarakat dan dunia usaha atas masalah lingkungan; serta penyediaan fasilitas air bersih pada seluruh ibu kota kabupaten dan beberapa kecamatan/desa.

Dalam 20 tahun ke depan, banyaknya jumlah sungai memberi peluang bagi Sulawesi Barat untuk menjadi pemasok sumberdaya energi dan air baku untuk air minum. Posisi Sulawesi Barat di Selat Makassar yang merupakan Alur Laut Kepulauan Indonesia II (ALKI II), dalam 20 tahun ke depan berpeluang untuk menjadi simpul Transportasi Laut Utama di Indonesia, Regional dan Global. Di sisi lain, bencana longsor dan banjir juga akan semakin mengancam kehidupan masyarakat di sekitar lereng gunung dan bantaran sungai serta jalur-jalur transportasi. Apalagi bila lahan sawit mengalami kemunduran produktivitas dan ekologis dalam 20 tahun ke depan. Seiring dengan perubahan iklim global, ancaman gelombang pasang dan intrusi air laut di sepanjang garis pantai serta gangguan keamanan pelayaran diproyeksikan juga akan meningkat.

Dapat diproyeksi bahwa masalah lingkungan, terutama gangguan yang bersumber dari tata hidrologis yang buruk pada dataran rendah, kerusakan hutan pada dataran tinggi dan daerah aliran sungai, serta gelombang pasang dan keamanan pelayaran, akan semakin signifikan dalam 20 tahun ke depan. Apalagi dalam jangka waktu 20 tahun ke depan akan semakin banyak orang yang beraktivitas di Sulawesi Barat, baik karena kelahiran dan terutama karena imigrasi, yang berkonsekuensi pada meningkatnya kepadatan lalu lintas, polusi udara, serta penurunan kualitas dan kuantitas air tanah. Kedepan juga akan terjadi pergeseran tata ruang wilayah, yang berpengaruh pada ekosistem dan aktivitas kehidupan masyarakat.

Pembangunan lingkungan hidup dan penataan geomorfologi Sulawesi Barat diharapkan menciptakan penataan hidrologis dan rehabilitasi hutan di daratan, adaptasi dan mitigasi terhadap bencana gelombang pasang, keamanan pelayaran, pengelolaan dampak ekologis perkebunan sawit terhadap kondisi tanah. Selain itu, pembangunan terkait morfologi dan lingkungan hidup juga seyogyanya dapat mewujudkan pemanfaatan potensi sungai untuk pembangkit energi dan optimalisasi manfaat perairan Sulawesi Barat dalam pelayaran Indonesia, regional dan global.

2.2. Demografi dan Kualitas Manusia

Jumlah penduduk Provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2007 adalah 1.022.257 jiwa (510.928 jiwa laki-laki dan 511.330 jiwa perempuan).

(21)

RPJP Provinsi Sulawesi Barat 2005-2025

Bab II Kondisi Umum Daerah hal. 9

Jumlah ini meningkat dari 885.726 jiwa (2001), 900.862 jiwa (2002), 933.513 jiwa (2003), 962.713 jiwa (2004), 996.843 jiwa (2005) dan 1.022.257 jiwa (2007). Laju pertumbuhan penduduk dari 2001 hingga 2008 rata-rata 2,75%, daerah dengan pertumbuhan penduduk tertinggi adalah Mamuju dan Mamuju Utara (diatas 3%) sedangkan laju pertumbuhan penduduk terendah adalah Mamasa (dibawah 1%). Pertumbuhan penduduk yang relatif tinggi disebabkan oleh imigrasi yang didorong oleh pembukaan perkebunan kelapa sawit dan program transmigrasi, dan sejak berdirinya Provinsi Sulawesi Barat imigrasi juga didorong oleh terbukanya peluang kerja sebagai pegawai negeri.

Dari segi ketenagakerjaan, angka pengangguran pada 2007 sebesar 11,97%, relatif membaik dibanding kondisi 2005 (13,06%) dan sebelumnya. Dari segi kualitas manusia, kondisi Sulawesi Barat relatif tertinggal, IPM pada 2007 sebesar 68,4 dan menempati posisi 29 di Indonesia. Angka melek huruf, rata-rata lama usia sekolah dan angka harapan hidup penduduk Sulawesi Barat juga relatif rendah. Pada 2007, jumlah penduduk miskin mencapai 19,03%, meskipun ada perbaikan dibanding kondisi sebelum pembentukan provinsi, tetapi masih diatas rata-rata nasional.

Tingginya pertumbuhan penduduk dengan rata-rata kualitas manusia yang rendah dapat membawa masalah dalam pembangunan jangka panjang Sulawesi Barat. Angka melek huruf, rata-rata lama usia sekolah, angka harapan hidup yang rendah dan serta masih tingginya angka kemiskinan merupakan masalah yang mengancam di masa depan, dan dapat berakibat pada masalah lebih jauh lagi berupa rendahnya produktivitas SDM dalam pengelolaan sumberdaya alam. Upaya pengembangan SDM berupa berdirinya Perguruan Tinggi Negeri, perbaikan akses pendidikan dasar dan menengah, serta perbaikan layanan kesehatan sejak berdirinya Provinsi Sulawesi Barat, sudah membawa perubahan tetapi belum cukup untuk mengejar ketertinggalan.

Pembangunan jangka panjang 20 tahun kedepan diharapkan dapat mewujudkan struktur demografis dan kualitas manusia Sulawesi Barat yang mencitrakan ciri malaqbi (unggul dan bermartabat). Kondisi dimana angka melek huruf, rata-rata usia sekolah, angka harapan hidup, daya beli/pendapatan, angka pengangguran dan angka kemiskinan minimal sama dengan rata-rata nasional.

(22)

RPJP Provinsi Sulawesi Barat 2005-2025

Bab II Kondisi Umum Daerah hal. 10

2.3. Ekonomi dan Sumberdaya Alam

Kegiatan perekonomian di Provinsi Sulawesi Barat cukup bervariasi. Kondisi ini didukung oleh ketersediaan potensi sumberdaya alam yang sangat memadai. Dengan sumberdaya alam yang potensial telah menyebabkan munculnya berbagai aktivitas ekonomi. Sebagian penduduk bekerja di sektor pertanian, perindustrian, pertambangan, perdagangan, tranportasi dan jasa-jasa lainnya. Aktivitas penduduk pada berbagai lapangan usaha telah memberikan hasil yang cukup signifikan dalam menggerakkan perekonomian.

Namun dibalik itu, struktur perekonomian masih sulit untuk berkembang secara berkelanjutan karena diperhadapkan oleh sejumlah permasalahan yang cukup serius, yakni faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal terutama efek globalisasi (keterbukaan ekonomi) yang menyebabkan persaingan pemasaran hasil-hasil produksi subsektor perkebunan menjadi semakin ketat. Sementara faktor internal meliputi peningkatan investasi swasta masih sulit tercapai karena berbagai faktor penyebab, pengangguran masih relatif tinggi, usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) sebagai penopang untuk mengurangi pengangguran juga belum berkembang secara signifikan, beberapa blok migas masih dalam tahap eksplorasi, dan kerusakan lingkungan hidup akibat pengelolaan sumberdaya alam yang tidak memperhatikan aspek keberlanjutan.

Beberapa upaya yang telah dilakukan untuk memecahkan permasalahan tersebut antara lain: kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan peningkatan kuantitas dan kualitas kakao melalui pencanangan Gerakan Pembaruan Kakao (GPK), penciptaan iklim investasi melalui stabilisasi keamanan dan ketertiban masyarakat, perbaikan iklim usaha kecil dan menengah dan beberapa upaya lainnya. Upaya tersebut tampaknya telah memberi dampak positif terhadap kondisi perekonomian dalam empat tahun terakhir. Hal ini ditandai dengan laju pertumbuhan ekonomi 6,5% rata-rata pertahun selama periode 2004-2007. Selain itu, pendapatan per kapita juga memperlihatkan kecenderungan yang meningkat. Berdasarkan hasil perhitungan dan analisis sektoral, sektor pertanian dan jasa merupakan sektor basis sekaligus sebagai penyumbang terbesar atas kinerja perekonomian yang telah dicapai, sementara sektor-sektor lainnya masih memberi kontribusi yang relatif kecil. Keberhasilan sektor pertanian sangat ditunjang oleh subsektor perkebunan dengan kontribusi rata-rata 28,04%. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian/subsektor

(23)

RPJP Provinsi Sulawesi Barat 2005-2025

Bab II Kondisi Umum Daerah hal. 11

perkebunan merupakan sumber mata pencaharian sebagian besar penduduk di Provinsi Sulawesi Barat.

Dalam 20 tahun mendatang, terdapat sejumlah proyeksi permasalahan sekaligus merupakan ancaman yang dapat mempengaruhi struktur perekonomian di Provinsi Sulawesi Barat, antara lain: sumberdaya alam semakin berkurang, persaingan akan semakin tajam akibat dari munculnya berbagai produksi perkebunan yang sama dari wilayah lain dengan kualitas yang jauh lebih baik, dan fungsi kelembagaan lokal dalam merespon globalisasi dan pasar bebas belum kuat. Namun dibalik itu, terdapat pula sejumlah proyeksi peluang dalam 20 tahun ke depan dan apabila pemerintah daerah mampu menangkap dan memanfaatkan peluang dengan optimal, maka perekonomian diproyeksikan akan semakin membaik. Peluang yang dimaksud berupa potensi sumberdaya di bidang pertanian-perkebunan seperti kakao, kopi, kelapa sawit, dan kelapa dalam dan potensi kehutanan, perikanan dan kelautan, peluang atas munculnya pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru, blok migas dan potensi sumberdaya pertambangan.

Dengan memanfaatkan peluang dan berupaya untuk menghindari ancaman, harapan akan terwujudnya Provinsi Sulawesi Barat sebagai salah satu daerah penghasil utama komoditas perkebunan, hasil hutan dan hasil laut serta sebagai lumbung pangan nasional sangat signifikan dalam 20 tahun ke depan. Kondisi ini akan terwujud secara nyata bilamana tercipta sinergitas pembangunan disegala bidang termasuk sinergitas antara pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi dan pertambahan kapasitas daerah maupun sinergitas pembangunan antar kabupaten dan antar wilayah. Selain itu, ketersediaan infrastruktur transportasi dan komunikasi dan kemampuan penerapan teknologi industri menjadi faktor lainnya yang juga sangat penting.

2.4. Sosial Budaya dan Politik

Keteguhan terhadap adat dan tradisi budaya serta nilai-nilai moral dalam kehidupan masyarakat merupakan poin penting bagi keberlanjutan pembangunan sosial budaya dan politik di Provinsi Sulawesi Barat. Masyarakat Sulawesi Barat dengan mayoritas suku Mandar sudah dikenal sebagai masyarakat yang taat dan patuh terhadap adat dan tradisi mereka. Pada hakekatnya masyarakat di daerah ini senantiasa bersikap dinamis dalam mengikuti perkembangan zaman untuk mencari identitas diri, namun dalam prosesnya seringkali diperhadapkan pada situasi yang berdampingan

(24)

RPJP Provinsi Sulawesi Barat 2005-2025

Bab II Kondisi Umum Daerah hal. 12

antara gejala positif yang menuju pada pencerahan dan gejala negatif yang dapat merusak peradaban masyarakat.

Dalam perkembangan kehidupan aspek sosial budaya dan politik di daerah ini telah ditemukan sejumlah permasalahan pokok, antara lain: kecenderungan menurunnya tata krama, nilai-nilai moral, dan nilai-nilai religius dalam kehidupan bermasyarakat; kerenggangan ikatan sosial dalam masyarakat akibat dari sikap apatis sebagian kelompok masyarakat; etos kerja dan semangat kegotongroyongan cenderung menurun; dan pilihan masyarakat terhadap budaya modern semakin berkembang sehingga produksi lokal dan budaya tradisional tertinggalkan seperti kalindaqdaq,

pattuqduq, toyang roeng, dan engrang.

Sebagian dari permasalahan tersebut telah dipecahkan dengan berbagai bentuk sehingga pembangunan sosial budaya dan politik telah menunjukkan prestasi yang cukup menggembirakan. Prestasi tersebut tercermin dari kehidupan keagamaan yang semakin membaik baik secara kuantitatif maupun kualitatif; stabilitas keamanan dan ketertiban relatif terjaga; peningkatan pelayanan kesehatan dan pendidikan serta kesejahteraan sosial yang diukur dari semakin berkurangnya penduduk miskin, usia harapan hidup yang meningkat dari 66,3 tahun (2004) menjadi 67,3 tahun (2007), angka melek huruf dan rata-rata lama pendidikan semakin baik. Selain itu, dengan semangat kebersamaan masyarakat melalui kultur masyarakat Malaqbi, Provinsi Sulawesi Barat telah berhasil dalam menyelenggarakan pemilihan kepemimpinan secara demokratis, meskipun diakui masih seringkali disertai dengan berbagai masalah.

Dalam masa 20 tahun ke depan, sejumlah permasalahan dan ancaman masih menghadang pembangunan sosial budaya dan politik jika tidak diantisipasi sejak dari masa sekarang. Dampak globalisasi yang membawa arus informasi dan teknologi dapat mengancam eksistensi budaya lokal, nilai-nilai moral, nilai-nilai religius dan ketidakstabilan politik nasional dan daerah. Konsekuensi dari heterogenitas komposisi penduduk dapat juga menjadi permasalahan dan sekaligus ancaman dalam masa 20 tahun mendatang. Namun demikian, dampak dari beberapa keberhasilan yang telah dicapai tampaknya diproyeksikan akan menjadi sebuah peluang dalam meningkatkan pembangunan sosial budaya dan politik. Misalnya, dengan berkembangnya iklim demokratis yang semakin kondusif akan mendukung pelaksanaan pembangunan secara komprehensif; harmonisasi antar umat beragama akan membawa peluang terciptanya semangat kebersamaan dan penghormatan nilai-nilai keagamaan; aktivitas kepariwisataan yang

(25)

RPJP Provinsi Sulawesi Barat 2005-2025

Bab II Kondisi Umum Daerah hal. 13

semakin terbuka dan berkembang pesat akan membawa peluang usaha di sektor pariwisata; peningkatan pelayanan publik dasar seperti pelayanan kesehatan, pendidikan dan infrastruktur akan membawa efek positif terhadap pembangunan secara keseluruhan.

Dengan memanfaatkan peluang dan menghindari ancaman, maka dalam kurun waktu 20 tahun ke depan, harapan pembangunan sosial budaya dan politik di Provinsi Sulawesi Barat adalah terwujudnya pengayaan nilai-nilai sosial kemasyarakatan dan nilai-nilai moral seiring dengan perkembangan arus globalisasi; revitalisasi dan modernisasi kebudayaan lokal; terwujudnya kultur masyarakat Malaqbi yang mengedepankan penegakan dan penghormatan hukum legal dari setiap aspek kehidupan, menjunjung tinggi nilai moral-etika dan toleransi keagamaan; peningkatan apresiasi terhadap budaya lokal sebagai respon dari pengembangan kepariwisataan; terciptanya kestabilan politik dalam kehidupan masyarakat sebagai akibat dari profesionalisme aparat penegak hukum.

2.5. Infrastruktur

Sebagai provinsi yang baru terbentuk, infrastruktur yang tersedia di Provinsi Sulawesi Barat relatif sangat terbatas pada hampir semua aspek: transportasi, ketenagalistrikan, air bersih, telekomunikasi, dan lainnya. Keterbatasan infrastruktur yang paling menonjol terjadi di sektor perhubungan dan transportasi. Aksessibilitas antar dan inter daerah relatif terbatas, bahkan di beberapa kabupaten masih terdapat wilayah-wilayah yang sulit di akses dengan kendaraan (terisolir), misalnya di sejumlah wilayah di Kabupaten Mamasa dan Mamuju Utara. Padahal, transportasi mempunyai fungsi yang sangat vital yaitu sebagai katalisator dalam mendukung pertumbuhan ekonomi, pengembangan wilayah, dan menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat.

Jika ditelusuri lebih jauh, tampak jelas, infrastruktur transportasi darat, laut, dan udara masih jauh dari memuaskan. Untuk transportasi darat misalnya, dari panjang jalan nasional 544 km, panjang jalan provinsi 566,1 km, panjang jalan kabupaten 4.891,90 km, masing-masing hanya 82,72%, 13,88%, dan 12,46% dalam kondisi baik. Untuk transportasi laut, meski sudah terdapat pelabuhan laut sebanyak 15 unit dengan rincian pelabuhan nasional 3 buah, pelabuhan regional 1 buah, dan pelabuhan lokal 11 buah yang tersebar pada empat kabupaten, namun fasilitasnya sangat minim. Begitu pula untuk transportasi udara, meski telah tersedia Bandar Udara

(26)

RPJP Provinsi Sulawesi Barat 2005-2025

Bab II Kondisi Umum Daerah hal. 14

Tampa Padang, namun fasilitasnya sangat minim dan hanya mampu didarati oleh pesawat kecil dengan jumlah kursi (seat) sebanyak 56 buah. Gambaran serupa juga terjadi pada infrastruktur ketenagalistrikan dan air bersih (minum). Tenaga listrik dan air bersih yang ada saat ini belum mampu mensupplai kebutuhan masyarakat dan dunia usaha di Provinsi Sulawesi Barat. Terjadi kesenjangan antara jumlah pasokan dan besarnya kebutuhan, baik untuk listrik maupun air bersih. Sebagai gambaran, layanan listrik saat ini hanya mampu menjangkau sekitar 100.000 pelanggan (rumah tangga, pemerintah, industri, niaga, sosial, dan budaya). Untuk air bersih, di ibukota Mamuju, layanan air bersih hanya mampu menjangkau 37 persen penduduk dengan kapasitas terpasang 65 liter/detik dan produksi 47 liter/detik. Di ibukota Majene, sedikit lebih baik dimana layanan air bersih mencapai 48 persen penduduk dengan produksi air bersih 65 liter/detik. Di ibukota Polewali Mandar, layanan air bersih hanya mencapai 32 persen. Sedangkan di ibukota Mamasa dan Mamuju Utara, layanan air bersih hanya mencapai masing-masing 21 persen dan 8 persen. Untuk jaringan telekomunikasi (telepon), gambarannya hampir serupa. Hingga saat ini, jumlah sambungan telepon hanya 8.184 SST yang tersebar di tiga kabupaten, yaitu Kabupaten Polewali Mandar (4.200 SST), Kabupaten Majene (2.300 SST), dan Kabupaten Mamuju (1.684 SST). Dua kabupaten lainnya, yaitu Kabupaten Mamasa dan Kabupaten Mamuju Utara sama sekali belum memiliki jaringan telepon.

Kondisi ini melahirkan berbagai masalah, seperti rendahnya mobilitas distribusi barang dan jasa, rendahnya mobilitas dan aksessibilitas penduduk, terhambatnya aktivitas perdagangan, rendahnya kegiatan investasi baru, dan menurunnya daya saing wilayah/daerah.

Keterbatasan infrastruktur tersebut menjadi tantangan bagi pemerintah daerah ini kedepan karena ketersediaan infrastruktur dengan kuantitas dan kualitas yang memadai menjadi prasyarat penting untuk mengakselerasi pembangunan di provinsi ini. Tidak ada pilihan lain bagi pemerintah daerah kecuali melakukan pembangunan infrastruktur secara terencana, bertahap, dan berkelanjutan. Upaya-upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah daerah dalam beberapa tahun terakhir, antara lain, melakukan rehabilitasi terhadap berbagai infrastruktur yang rusak, membuka ruas jalan baru dan pembangunan jembatan di berbagai wilayah kabupaten utamanya ke sentra-sentra produksi, membangun gardu induk listrik di Kabupaten

(27)

RPJP Provinsi Sulawesi Barat 2005-2025

Bab II Kondisi Umum Daerah hal. 15

Mamuju dan Majene, meningkatkan dan memperluas kapasitas PDAM, merencanakan perluasan jaringan telepon di seluruh kabupaten, dan lainnya. Selain itu, pemerintah Sulawesi Barat juga telah terlibat aktif dalam Badan Kerja Sama Pembangunan Regional Sulawesi (BKPRS) untuk memperjuangkan perbaikan infrastruktur trans-Sulawesi dan pembangunan lintas kereta api yang menghubungkan enam provinsi di Pulau Sulawesi. Dalam kurun waktu 20 tahun ke depan diharapkan kondisi infrastruktur di Provinsi Sulawesi Barat telah memadai yang ditandai dengan: (i) tersedianya infrastruktur jalan dan jembatan sehingga tidak ada lagi wilayah/daerah yang terisolir; (ii) tersedianya infrastruktur listrik yang mampu menjangkau seluruh rumah tangga; (iii) tersedianya infrastruktur air bersih yang mampu melayani seluruh penduduk; (iv) lancarnya arus manusia, barang dan jasa dari dan keluar wilayah dengan menggunakan berbagai moda transportasi.

2.6. Pemerintahan

Secara umum, penyelenggaraan pemerintahan di Provinsi Sulawesi Barat sudah berjalan dengan relatif baik, baik pada level provinsi maupun level kabupaten. Ini bisa diamati dari sejumlah aspek seperti telah terbentuknya perangkat organisasi pemerintah daerah, bekerjanya roda pemerintahan, terselenggaranya fungsi-fungsi pemerintahan, dan terlaksananya berbagai layanan publik.

Namun, jika diamati secara mendalam, masih terdapat berbagai permasalahan, baik secara internal maupun eksternal, yang terkait dengan pemerintahan. Secara internal, masalah yang masih tampak jelas adalah terbatasnya sarana dan prasarana perkantoran, rendahnya kinerja sumberdaya aparatur, belum memadainya kapasitas kelembagaan, lemahnya koordinasi antar lembaga, rendahnya efektifitas dan efisiensi kerja, belum memadainya layanan publik, dan belum tuntasnya penyelesaian batas-batas wilayah, baik antar kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat, maupun antara Provinsi Sulawesi Barat dengan Provinsi Sulawesi Selatan.

Sedangkan secara eksternal, kuatnya arus demokratisasi dan desentralisasi telah membawa dampak pada proses pengambilan keputusan kebijakan publik. Dampak tersebut terkait dengan, makin meningkatnya tuntutan akan partisipasi masyarakat dalam kebijakan publik, meningkatnya tuntutan penerapan prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik seperti

(28)

RPJP Provinsi Sulawesi Barat 2005-2025

Bab II Kondisi Umum Daerah hal. 16

transparansi, akuntabilitas dan kualitas kinerja publik serta taat pada hukum, serta meningkatnya tuntutan dalam pelimpahan tanggung jawab, kewenangan dan pengambilan keputusan.

Selain itu, salah satu masalah yang diidentifikasi potensial menghambat jalannya roda pemerintahan di tahap awal pembangunan Provinsi Sulawesi Barat adalah terjadinya konflik horisontal antar masyarakat mengenai wilayah hasil pemekaran terkait dengan pembentukan Provinsi Sulawesi Barat. Konflik horisontal dimaksud terjadi akibat adanya sikap pro dan kontra atas pembentukan Kabupaten Mamasa yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Polewali Mamasa. Masyarakat Aralle-Tabulahan-Mambi yang dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kota Palopo dan Kabupaten Mamasa, ditetapkan masuk kedalam wilayah Kabupaten Mamasa, lebih memilih untuk tetap bergabung dengan kabupaten induk (Kabupaten Polman).

Terkait dengan konflik horizontal tersebut berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah daerah, antara lain, melakukan mediasi terhadap pihak-pihak yang bertikai, melakukan pengamanan secara intensif, dan melakukan advokasi kepada masyarakat.

Sedangkan terkait dengan perbaikan penyelenggaraan pemerintahan, pemerintah daerah telah melakukan upaya-upaya, antara lain, penguatan kelembagaan, perbaikan sistem ketata-laksanaan, peningkatan kualitas sumberdaya aparatur, peningkatan sistem pengendalian dan pengawasan, dan mendorong partisipasi masyarakat.

Kehidupan pemerintahan dalam 20 tahun kedepan diharapkan dapat tercipta kondisi berupa: (i) semakin terwujudnya pemerintahan yang baik dan bersih; (ii) optimalnya pelayanan publik dan pemberdayaan masyarakat; (iii) meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik; dan (iv) tereliminasinya berbagai konflik vertikal dan horizontal.

(29)

RPJP Provinsi Sulawesi Barat 2005-2025

Bab III Isu-Isu Strategis hal. 17

BAB III

ISU-ISU STRATEGIS

3.1. Keterbelakangan dan Ketertinggalan

Dengan mengacu pada kriteria yang disusun oleh Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal, seluruh kabupaten yang ada di Provinsi Sulawesi Barat terkategori sebagai daerah tertinggal. Kriteria penentuan daerah tertinggal didasarkan pada sejumlah kriteria dasar seperti perekonomian masyarakat, sumberdaya manusia, prasarana (infrastruktur), kemampuan keuangan daerah, aksessibilitas, dan karakteristik daerah. Secara relatif, dari lima kabupaten, Kabupaten Mamasa dan Kabupaten Mamuju Utara merupakan daerah yang paling tertinggal. Di kedua daerah ini, infrastruktur jalan sangat buruk, fasilitas listrik dan air bersih sangat terbatas, jaringan telepon sama sekali belum tersedia, sarana dan prasarana pendidikan dan kesehatan jauh dari memadai, perekonomian masyarakat bertumbuh dengan lambat, kemampuan keuangan daerah belum memadai, dan seterusnya.

3.2. Kemiskinan

Menurut data BPS terakhir (Maret 2008), jumlah penduduk miskin di Provinsi Sulawesi Barat mencapai 162.666 jiwa atau 16,73 % dari total penduduk. Dengan kata lain, secara rata-rata setiap enam orang penduduk Provinsi Sulawesi Barat, satu diantaranya terkategori miskin. Meskipun angka tersebut sudah jauh berkurang dibandingkan ketika daerah ini baru memisahkan diri dari Provinsi Sulawesi Selatan, namun angka tersebut masih jauh berada di atas rata-rata nasional (2008 sebesar 15,40%). Bahkan angka tersebut telah menempatkan daerah ini pada posisi ke-28 dari 33 provinsi di Indonesia. Dengan kata lain, Provinsi Sulawesi Barat menempati urutan keenam jumlah penduduk miskin terbesar, setelah Provinsi Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, dan Gorontalo. Posisi ini relatif tidak mengalami perubahan berarti dalam beberapa tahun terakhir.

3.3. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Berdasarkan nilai absolut, IPM Provinsi Sulawesi Barat telah mengalami perbaikan. Jika pada tahun 2005 IPM mencatat angka 65,70, maka pada

(30)

RPJP Provinsi Sulawesi Barat 2005-2025

Bab III Isu-Isu Strategis hal. 18

tahun 2007 IPM sudah mencapai 68,40. Meskipun demikian, secara relatif, IPM Provinsi Sulawesi Barat tidak mengalami perubahan berarti, yaitu posisi ke-29 dari 33 provinsi di Indonesia, atau urutan kelima terendah setelah Provinsi Nusa Tenggara Barat, Papua, Nusa Tenggara Timur, dan Papua Barat. Posisi ini relatif tidak mengalami perubahan secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Ini mengindikasikan bahwa provinsi lainnya juga mengalami perbaikan nilai absolut IPM.

3.4. Infrastruktur

Secara keseluruhan kuantitas dan kualitas infrastruktur di wilayah Provinsi Sulawesi Barat sangat terbatas. Hampir setiap tahun, jalur utama yang menghubungkan antar kabupaten selalu terputus akibat jembatan yang rusak atau tanah longsor. Kualitas jalan dan jembatan yang paling parah terjadi di jalan utama yang menghubungkan antara Kabupaten Polman dengan Kabupaten Mamasa. Kedua kabupaten tersebut hanya berjarak 90 Km, namun memiliki waktu tempuh sekitar 5 jam. Layanan listrik dan air bersih hanya mampu melayani rumah tangga dengan jumlah yang sangat terbatas. Begitu pula layanan telepon hanya mampu melayani rumah tangga di tiga kabupaten dari lima kabupaten dengan jumlah yang sangat terbatas.

3.5. Kualitas Sumberdaya Manusia (SDM).

Sejumlah indikator kualitas SDM di Provinsi Sulawesi Barat tampak sangat rendah. Pada tahun 2007, angka melek huruf hanya sekitar 87%, jauh berada di bawah rata-rata nasional (92%). Begitu pula rata-rata lama sekolah hanya 6,5 tahun, yang juga berarti jauh berada di bawah rata-rata nasional (7,25 tahun). Berbagai indikator kualitas SDM lainnya, seperti Angka Partisipasi Sekolah (APS) pada semua tingkatan pendidikan, proporsi penduduk yang menyelesaikan tingkat pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Perguruan Tinggi (PT), juga relatif sangat rendah, setidaknya jika dibandingkan dengan rata-rata nasional.

3.6. Pelayanan publik

Berbagai bentuk layanan publik relatif sangat terbatas, baik dari segi kuantitas dan kualitas maupun dari segi jangkauan dan sebaran. Layanan pendidikan, kesehatan, pemerintahan dan pembangunan, belum sepenuhnya menunjukkan kinerja yang memuaskan serta belum mampu menjangkau seluruh kelompok masyarakat, terutama di daerah perdesaan

(31)

RPJP Provinsi Sulawesi Barat 2005-2025

Bab III Isu-Isu Strategis hal. 19

dan terpencil. Terbatasnya infrastruktur, kapasitas kelembagaan/aparat, anggaran, dan aksessibilitas menjadi penyebab utama terbatasnya berbagai layanan publik. Keterlibatan pihak swasta dalam penyediaan berbagai layanan publik juga masih sangat terbatas.

3.7. Komoditas unggulan

Sebagai daerah yang berbasis pada sektor pertanian, pengembangan komoditas unggulan menjadi sebuah keniscayaan. Dari hasil identifikasi, sedikitnya ada empat komoditas unggulan di daerah ini, yaitu kakao, kopi, kelapa sawit, dan kelapa dalam, yang tersebar hampir merata di seluruh wilayah Provinsi Sulawesi Barat. Namun keempat komoditas unggulan tersebut masih diperhadapkan pada berbagai masalah. Dari sisi penawaran (supply side), masalah tampak pada rendahnya tingkat produktivitas, nilai tambah, kualitas, dan dukungan teknologi. Sedangkan dari sisi permintaan (demand side), masalah tampak pada harga yang relatif tidak stabil, pasar komoditas yang semakin kompetitif dan menuntut kualitas,

pemberlakuan

automatic detention di beberapa negara tujuan ekspor,

dan sebagainya.

3.8. Pengembangan dan Pemekaran Daerah

Sejak pembentukan Provinsi Sulawesi Barat, semua daerah di wilayah ini digolongkan sebagai daerah tertinggal. Itu sebabnya, di wilayah ini hanya terdapat daerah yang berciri perdesaan (kabupaten) dan sama sekali tidak terdapat daerah yang berciri perkotaan (kota). Untuk konteks Provinsi Sulawesi Barat, upaya mendorong pembangunan daerah agar lebih akseleratif serta memperluas jangkauan layanan publik, dapat dilakukan melalui dua cara: pertama, mendorong pemekaran daerah, terutama untuk Kabupaten Mamuju dan Kabupaten Polewali Mandar; dan kedua, mendorong beberapa kabupaten, terutama Kabupaten Mamuju, untuk bertumbuh menjadi kota.

3.9. Kesenjangan Wilayah

Fenomena ketimpangan pembangunan, baik antar daerah kabupaten maupun antar wilayah perkotaan dengan perdesaan, sesungguhnya sudah tampak nyata sejak provinsi ini terbentuk pada tahun 2004. Fenomena ini dikhawatirkan akan terus berlanjut jika strategi dan kebijakan pembangunan daerah tidak diarahkan untuk mengatasi dan mengantisipasi ketimpangan pembangunan tersebut. Oleh karena itu, strategi pembangunan daerah Provinsi Sulawesi Barat harus diarahkan untuk

(32)

RPJP Provinsi Sulawesi Barat 2005-2025

Bab III Isu-Isu Strategis hal. 20

mengatasi dua masalah besar secara simultan, yaitu, di satu sisi mengangkat dan mengakselerasi pembangunan daerah agar mampu terlepas dari predikat daerah tertinggal, dan di sisi lain, mengatasi ketimpangan pembangunan antar daerah dan antar wilayah.

(33)

RPJP Provinsi Sulawesi Barat 2005-2025

Bab IV Visi dan Misi

hal. 21

BAB IV

VISI DAN MISI

4.1. Visi

Visi yang ingin diwujudkan oleh Provinsi Sulawesi Barat dalam 20 (dua puluh) tahun ke depan adalah:

”Terwujudnya Sulawesi Barat yang Sejahtera, Maju dan Malaqbi ”

Visi di atas dapat dijabarkan sebagai berikut:

Sulawesi Barat yang Sejahtera dapat dimaknakan sebagai pencapaian kondisi kehidupan yang lebih baik, yang ditandai oleh terpenuhinya hak-hak dasar dan meningkatnya taraf hidup masyarakat secara berkelanjutan.

Sulawesi Barat yang Maju dapat diartikan sebagai kemampuan daerah ini untuk mampu sejajar dengan provinsi lainnya di Indonesia. Visi ini penting mengingat bahwa Provinsi Sulawesi Barat merupakan provinsi yang baru terbentuk (pemekaran Provinsi Sulawesi Selatan). Dukungan sumberdaya alam dan akar budaya yang kuat, menjadi pondasi yang kuat untuk menuju Sulawesi Barat yang Maju.

Sulawesi Barat yang Malaqbi lebih dimaknakan sebagai kemampuan manusia daerah ini untuk mencapai derajat sebagai manusia mulia dan bermartabat. Manusia mulia dan bermartabat dimaksud merupakan manifestasi dari nilai-nilai budaya dan agama masyarakat Sulawesi Barat. Visi ini sekaligus ingin menegaskan bahwa manusia merupakan muara dari seluruh aktivitas pembangunan.

4.2. Misi

Untuk mencapai Visi tersebut di atas maka ditempuh sejumlah Misi sebagai berikut:

(34)

RPJP Provinsi Sulawesi Barat 2005-2025

Bab IV Visi dan Misi

hal. 22

1.

Mendorong pemenuhan hak-hak dasar melalui pertumbuhan ekonomi, perluasan lapangan kerja, dan peningkatan akses penduduk terhadap sumberdaya.

2.

Mendorong kemajuan daerah secara merata melalui optimalisasi pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya lokal serta pengembangan kerjasama antar daerah dan kemitraan antar pelaku dalam pengelolaan sumberdaya.

3.

Meningkatkan kualitas manusia melalui peningkatan kehidupan beragama, perbaikan kualitas pendidikan dan kesehatan, pengembangan seni budaya dan olah raga.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan menggunakan teknik mengumpulkan data juga untuk mengetahui aktivitas siswa dan guru dalam proses pembelajaran, dengan tes agar dapat mengetahui hasil dari belajar

PENERAPAN LEVELS OF INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN DOMAIN COMPETENCIES LITERASI SAINTIFIK SISWA SMA PADA MATERI FLUIDA DINAMIS.. Universitas Pendidikan Indonesia| repository.upi.edu

Pengadilan Negeri Rote Ndao Kelas II merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan umum yang mempunyai tugas pokok yaitu menerima, memeriksa dan

Berbagai masalah tindak pidana kecelakaan lalu lintas yang terjadi belakangan ini terutama tindak pidana yang dilakukan oleh anak, dimana dalam tahap penyidikan masih

 Melakukan pencatatan dan pelaporan URAIAN TUGAS DAN FUNGSI PETUGAS INDRA TELINGA PUSKESMAS MAKALE UTARA.  Mendeteksi kesehatan indra telinga di sekolah Sekolah

5 Form master customer Memasukan data dengan format yang salah Terdapat dua field yang mempunyai kegunan spesifik Memasukan format yang salah pada field telepon

bahwa untuk memenuhi ketentuan Pasal 181 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali, terahir dengan

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pegawai di Lingkungan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang tidak diberikan Tunjangan Kinerja sebagaimana dimaksud pada