1
FOCUS GROUP DISCUSSION (FGD):
Rekomendasi Kebijakan Penyempurnaan Pelaksanaan Program UPSUS
Pajale ke Depan: Evaluasi UPSUS Pajale 2015
1. Beberapa RJIT telah dilakukan belum bisa dimanfaatkan secara baik, karena: (i)
RJIT yang dibangun belum ada saluran primer dan sekundernya, (ii) terjadi
perbedaan start antara program RJIT oleh Kementan dan pembangunan saluran
primer dan sekunder oleh Kemen-PU (sebagai contoh pada lokasi yang sama RJIT
adalah program Kementan th 2015, sementara pembangunan saluran primer dan
sekunder adalah program Kemen-PU th 2016). Oleh karena itu, perlu adanya
koordinasi dan sinkronisasi program antara Kementan dengan Kementerian
lainnya.
2. Target RJIT, optimasi lahan, dan GPPTT jauh melebihi luas baku lahan sawah
yang ada, sehingga capaian target sulit untuk direalisasikan. Masalah lainnya
adalah terjadi ketidakkonsistenan dalam pelaksanaan menyebabkan ketiga
program tersebut tumpang tindah pada lahan yang sama karena untuk memenuhi
luasan yang telah ditargetkan. Selain itu, karena anggaran per ha RJIT lebih
rendah dari GPTT menyebabkan beberapa kabupaten menolak program RJIT
sehingga angggarannya harus dikembalikan. Hal ini akan mempengaruhi serapan
dan kinerja Kementan. Oleh karena itu, pada tahun-tahun berikutnya perlu dibuat
perencanaan target yang lebih matang dan rasional, serta penetapan CPCL
secara tepat sehingga tidak tumpang tindih dengan program lainnya.
3. Sekretariat Posko UPSUS yang selama ini ada di Badan Ketahanan Pangan dan
Penyuluh Pertanian/Bapeluh dianggap tidak efektif, karena yang justru sering ke
lapang adalah PSP BPTP. Oleh karena itu, keberadaan sekretariat Posko UPSUS
tersebut perlu dipertimbangankan.
4. Proses pencairan dana di KPKN sangat lama dan berbelit-beli, sehingga akan
sangat memperlambat serapan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pendekatan
khusus ke KPKN agar kesalahan-kesalahan kecil (tidak substansial) jangan sampai
menghambat proses pencairan dana.
5. Pencapaian target optimasi lahan (opla) pada sawah daerah irigasi di Jawa sudah
sangat sulit untuk dilakukan karena usahatani padi sudah dilakukan secara
intensif. Oleh karena itu, kedepan program optimasi lahan sebaiknya difokuskan
pada lahan suboptimal/rawa di luar Jawa agar mampu memberikan tambahan
produktivitas/produksi secara signifikan.
6. Tidak tersedianya ongkos angkut bantuan alsin dari kabupaten ke kelompok tani
karena pada DIPA titik bagi alsin hanya sampai pada Dinas Kabupaten. Oleh
2
karena itu perlu dijelaskan ke pada Dinas bahwa ini adalah tugas Dinas/Pemda
untuk mendorong petani berpartisipasi secara aktif untuk mau menanggung
ongkos angkut tersebut atau ada sharing dari pemda.
7. Kemampuan SDM dalam mengelola Alsin rendah, termasuk pada tingkat
penyuluh. Oleh karena itu perlu dilakukan pelatihan dan sosialisasi secara intensif
tentang mengoperasikan alsin secara baik.
8. Terdapat kekeliruan pemahaman terhadap UU No.23 Tahun 2014 terhadap DAK
yang masuk DIPA APBD, dimana dipahami bahwa Bansos hanya dibolehkan untuk
kelompok tani yang sudah Berbadan Hukum, sehingga menyebabkan realisasi
pemanfaatannya sangat kecil.. Oleh karena itu, perlu dilakukan sosialisasi bahwa
yang dimaksud dalam UU No.23 th 2014 bahwa dana bansos tidak memerlukan
persyaratan BH, yang memerlukan badan hukum adalah Dana Hibah.
9. Dalam implementasinya beberapa hal/aspek yang ada pada Pedum UPSUS tidak
sejalan dengan dinamika yang ada di lapangan. Oleh karena itu, sebaiknya
dilakukan revisi Pedum UPSUS untuk selaraskan dengan kondisi dan
permasalahan nyata di lapangan.
10. Masalah penyuluh tidak dapat honor dan sementara Babansi dapat honor
menyebabkan kinerja penyuluh menjadi tidak optimal. Oleh karena itu perlu
diformulasikan atau dbuat hubungan tata kerja yang definitif antara penyuluh dan
Babinsa.
11. UPSUS terkesan masih fokus pada peningkatan produksi padi saja dan belum
banyak menyentuh peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani, padahal
pada MK petani lebih menguntungkan menanam komoditas bukan padi karena
masalah ketersediaan air. Oleh karena itu, sebaiknya pada lokasi ini petani
dberikan kebebasan untuk menanam komoditas yang lebih ekonomis dari padi.
HASIL FGD EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM UPSUS TAHUN 2015
A. Rehabilitasi Jaringan Irigasi Tersier (RJIT)
ASPEK YANG DI EVALUASI
PERMASALAHAN SOLUSI
KEUANGAN
Terdapat kekeliruan pemahaman terhadap UU No.23 Tahun 2014 terhadap DAK yang masuk DIPA APBD, dimana dipahami bahwa Bansos hanya dibolehkan untuk kelompok tani yang sudah Berbadan Hukum, sehingga menyebabkan realisasi pemanfaatannya sangat kecil.
Perlu dilakukan sosialisasi bahwa yang dimaksud dalam UU No.23 th 2014 bahwa dana bansos tidak memerlukan persyaratan BH, yang memerlukan badan hukum adalah Dana Hibah.
Menyarankan memberikan kemudahan persyaratan ber BH hanya sampai akte notaries
Proses pencairan dana di KPKN sangat lama dan berbelit-beli, sehingga akan sangat memperlambat serapan.
Perlu dilakukan pendekatan khusus ke KPKN agar kesalahan-kesalahan kecil (tidak substansial) jangan sampai menghambat proses pencairan dana. Di beberapa lokasi terjadi peningkatan
harga bahan/material (pasir, batu kali dan upah tenaga kerja) yang menyebabkan terjadinya perbedaan harga yang tertera pada DIPA dengan harga actual pada saat realisasi sehingga mempengaruhi kualitas
Meningkatkan peran swadaya masyarakat untuk menutup kekurangan satuan dengan adanya kenaikan harga, melaui kegiatan gotong
royong/kerjabakti dan atau program padat karya Pertanggungjawaban oleh kelompok
terlambat sehingga tidak dapat mencairkan dana termin berikutnya sehingga
mempengaruhi realisasi
Pendampingan manajemen dan administrasi keuangan oleh PPL serta melibatkan tokoh masyarakat yang berpengalaman dalam aspek keuangan MANAJEMEN Sekretariat Posko ada di Badan Ketahanan
Pangan dan Penyuluh Pertanian/Bapeluh dipandang kurang efektif, karena yang banyak turun ke lapangan adalah BPTP dan PSP.
Sekretariat Posko bisa di BKPP/Bapeluh dan atau Dinas Pertanian dengan meningkatkan koordinasi lembaga pusat dan daerah. Tahapan pencairan dana secara bertahap
secara berturut-turut 30%, 50%, 20% kurang efektif dalam pelaksanaan, karena belanja modal awal dalam pembengunan RJIT memerlukan biaya besar dan
berpengaruh terhadap lambannya realisasi penyerapan
Disarankan agar termin pencairan dana RJIT dibuat 50%, 30%, 20% sehingga dapat meningkatkan efektivitas pelaksanaan dan realisasi.
Penyuluh tidak dapat honor dan sementara Babansi dapat honor menyebabkan kinerja penyuluh menjadi tidak optimal.
Perlu diformulasikan atau dbuat hubungan tata kerja yang definitif antara penyuluh dan Babinsa.
PELAKSANAAN
Beberapa RJIT telah dilakukan belum bisa dimanfaatkan secara baik, karena: (i) RJIT yang dibangun belum ada saluran primer dan sekundernya, (ii) terjadi perbedaan start antara program RJIT oleh Kementan dan pembangunan saluran primer dan sekunder oleh Kemen-PU (sebagai contoh pada lokasi yang sama RJIT adalah program Kementan th 2015, sementara pembangunan saluran primer dan sekunder adalah program Kemen-PU th 2016).
Oleh karena itu, perlu adanya koordinasi dan sinkronisasi program antara Kementan dengan Kementerian lainnya.
Target RJIT, optimasi lahan, dan GPPTT jauh melebihi luas baku lahan sawah yang ada, sehingga capaian target sulit untuk direalisasikan. Masalah lainnya adalah terjadi ketidakkonsistenan dalam
pelaksanaan menyebabkan ketiga program tersebut tumpang tindah pada lahan yang sama karena untuk memenuhi luasan yang telah ditargetkan. Selain itu, karena anggaran per ha RJIT lebih rendah dari GPTT menyebabkan beberapa kabupaten menolak program RJIT sehingga
angggarannya harus dikembalikan. Hal ini akan mempengaruhi serapan dan kinerja Kementan.
Pada Th. 2016 dan seterusnya perlu dibuat perencanaan target yang lebih matang dan rasional, serta penetapan CPCL secara tepat sehingga tidak tumpang tindih dengan program lainnya.
Pemberian bantuan pompa (sumur air dalam atau air dangkal) yang belum sepenuhnya tepat lokasi. Di Wilayah Grobogan dan Wilayah Timur Blora cocok diberikan bantuan sumur air dangkal, sedangkan di Kabupaten Sragen terjadi konflik dengan air rumah tangga
Pemberian bantuan pompa harus dirancang bersifat spesifik lokasi sesuai kebutuhan masyarakat
B. Alat dan Mesin Pertanian:
ASPEK YANG DI EVALUASI
PERMASALAHAN SOLUSI
KEUANGAN
Tidak tersedianya ongkos angkut bantuan alsin dari kabupaten ke kelompok tani karena pada DIPA titik bagi alsin hanya sampai pada Dinas Kabupaten, sehingga alsin belum dimanfaatkan secara optimal
Perlu dijelaskan ke pada Dinas bahwa ini adalah tugas
Dinas/Pemda untuk mendorong petani berpartisipasi secara aktif untuk mau menanggung ongkos angkut tersebut atau ada sharing dari pemda. MANAJEMEN
Kemampuan SDM dalam mengelola Alsin rendah, termasuk pada tingkat penyuluh.
Perlu dilakukan pelatihan dan sosialisasi secara intensif tentang mengoperasikan alsin secara baik baik kepada kelompk tani sasaran maupun penyuluh yang selanjutnya akan mendampingi petani Bantuan alsintan diikuti
dengan pelatihan manajemen administrasi keuangan dalam pengelolaannya alsintan (UPJA) sehingga usaha jasa alsintan dapat berkelanjutan PELAKSANAAN
Bantuan alsintan sudah jalan tetapi pemanfaatannya belum optimal (sarana operasional belum lengkap) dan dibebankan ke kelompok
Mendorong partisipasi swadaya masyarakat, terkait biaya pemeliharaan dan bahan bakarnya, dan mendorong tumbuhnya kelompok UPJA sehingga mampu menggangu sendiri biaya pemeliharaan dan operasionalnya.
Bantuan alsisntan tidak sesuai dengan spesifik lokasi (topografi), seperti kasus combine harvester tidak dapat diterapkan pada daerah berbukit dan pada MH.
Pemberian bantuan alsin harus bersifat spesifik lokasi sesuai kondisi lahan dan kebutuhan petani setempat.
Bantuan transplanter belum bisa dimanfaatkan secara optimal karena kurangnya ketersediaan tray sesuai jumlah yang dibutuhkan.
Meningkat partisipasi masyarakat dalam
menyediakan tray, adanya sharing dana dari APBD, serta membuat alternatif tray berbahan baku lokal. Bantuan alsintan kurang memberikan efek
demonstratif karena diberikan di pelosok-pelosok atau pedalaman
Bantuan alsintan diprioritaskan pada daerah-daerah sentra produksi agar memberikan dampak secara luas Lemahnya monitoring dan evaluasi dalam
bantuan alsintan dari saat pengadaan, penyaluran dan penggunaan alsintan.
a. Perlu dilakukan monev dari tahap pengadaan, penyaluran, serta pemanfaatan alsin, termasuk yang didistibusikan pada th sebelumnya.
C. Optimasi Lahan:
ASPEK YANG DI EVALUASI
PERMASALAHAN SOLUSI
KEUANGAN Anggaran atau dana per satuan terbatas, terutama untuk pompa air besar atau pompa air dalam, serta pertanggung jawaban keuangan agak rumit.
Memperbesar pagu anggaran untuk pompa air dalam, serta
penyederhanaan dalam Pertanggungjawabannya. MANAJEMEN
Dalam implementasinya beberapa hal/aspek yang ada pada Pedum UPSUS tidak sejalan dengan dinamika yang ada di lapangan.
Perlu dilakukan revisi Pedum UPSUS untuk selaraskan dengan kondisi dan permasalahan nyata di lapangan.
PELAKSANAAN
Pencapaian target optimasi lahan (opla) pada sawah daerah irigasi di Jawa sudah sangat sulit untuk dilakukan karena usahatani padi sudah dilakukan secara intensif.
Kedepan program optimasi lahan sebaiknya difokuskan pada lahan suboptimal/rawa di luar Jawa agar mampu memberikan tambahan produktivitas/produksi secara signifikan. UPSUS terkesan masih fokus pada
peningkatan produksi padi saja dan belum banyak menyentuh peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani, padahal pada MK petani lebih menguntungkan menanam komoditas bukan padi karena masalah ketersediaan air.
Sebaiknya pada lokasi ini petani dberikan kebebasan untuk menanam komoditas yang lebih ekonomis dari padi.
D. GP PTT:
ASPEK YANG DI EVALUASI
PERMASALAHAN SOLUSI
KEUANGAN Di bberapa lokasi pencairan dana mengalami keterlambatan, sehingga penggunaan input produksi sesuai dosis tidak tepat waktu, sehingga berpengaruh terhadap performance tanaman dan target produktivitas.
Pencairan dana harus tepat waktu sesuai kalender tanaman, agar target produktivitas dapat dicapai
MANAJEMEN Manajemen pengelolaan tanaman secara terpadu belum dilakukan secara penuh, terutama sistem tanam jajar legowo, pupuk lengkap dan berimbang, serta pengendalian hama secara terpadu
Sosialisasi program dan teknologi budidaya GP-PTT tidak cukup hanya kepada petani penggarap, tetapi juga kepada pemilik sawah dan buruh tani (yang menangani jasa
pengolahan lahan, tanam, menyiang dan panen), sehingga membantu mengimplementasikan program GP-PTT Persyaratan pengembangan GP-PTT
dalam satu kawasan (50 hektar) sulit untuk dipenuhi
Peryaratan kawasan 50 hektar agar diperlonggar disesuaikan dengan kondisi spesifik lokasi
GP-PTT belum benar-benar merupakan gerakan masal, karena belum diikuti secara masal oleh masyarakat petani
Sistem tanam jarwo tidak perlu dipaksakan kepada semua petani, perlu diberikan beberapa alternatif teknologi jajar legowo dan paket teknologi lainnya, sehingga sistem ini mengalami adaptasi secara bertahap ditengah-tengah masyarakat
GP-PTT belum mengintegrasikan antara tanaman dengan ternak dalam
memproduksi dan menghasilkan pupuk kandang, sehingga diperkirakan penggunaan Pupuk Organik akan ditinggalkan kembali pada saat tidak ada bantuan
Kedepan GP-PTT perlu diintegrasikan dengan bantuan ternak dan pembuatan pupuk organik, sehingga penggunaan pupuk organik
berkelanjutan PELAKSANAAN Adopsi petani terhadap teknologi GP-PTT
belum optimal, terutama penggunaan
transplanter,combine Harverster,
penerapan sistem tanam Jarwo.
Kepada para peserta program dipersyaratkan untuk menerapkan GP-PTT secara lengkap
Lokasi GP-PTT umumnya memiliki pola tanam padi-padi-padi sehingga dalam jangka menengah dan panjang menjadi daerah endemik OPT (wereng coklat, tikus, blast, sundep dan beluk)
Pengendalian OPT dengan pendekatan PHT,
pengembangan pola tanam yang tepat, introduksi varietas tahan OPT tertentu