• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Arsyad (dalam Ahmad Denil Efendi 1989 : 27) Mengemukakan bahwa tanah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Arsyad (dalam Ahmad Denil Efendi 1989 : 27) Mengemukakan bahwa tanah"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Definisi Longsor

Menurut Arsyad (dalam Ahmad Denil Efendi 1989 : 27) Mengemukakan bahwa “tanah longsor ditandai dengan bergeraknya sejumlah massa tanah secara bersama-sama dan terjadi sebagai akibat meluncurnya suatu volume tanah di atas suatu lapisan agak kedap air yang jenuh air. Lapisan yang terdiri dari tanah liat atau mengandung kadar tanah liat tinggi 11 setelah jenuh air akan bertindak sebagai peluncur. Longsoran akan terjadi jika terpenuhi tiga keadaan sebagai berikut :

a. Adanya lereng yang cukup curam sehingga massa tanah dapat bergerak atau meluncur ke bawah,

b. Adanya lapisan di bawah permukaan massa tanah yang agak kedap air dan lunak, yang akan menjadi bidang luncur, dan

c. Adanya cukup air dalam tanah sehingga lapisan massa tanah yang tepat di atas lapisan kedap air tersebut menjadi jenuh.

Dalam mengkaji aspek geomorfologi pada aspek fisik dapat dilakukan melalui melalui pemetaan dan pengmatan lapangan. Berdasarkan lingkup studi geomorfologi tersebut, maka proses lereng yang terjadi pada suatu bentuk lahan merupakan objek studi yang amat penting dikaji. Proses lereng seperti pelapukan longsoran berpengaruh pada perkembangan bentuk lahan yang cenderung mengubah kondisi topografi, tanah, batuan. Perubahan kondisi bentuk lahan oleh proses eksogen dapat mengangu kelestarian sumber daya lahan yang amat diperlukan bagi kelangsungan hidup vegetasi hewan dan manusia.

(2)

Guerriccho 1992 (dalam Triyatno 2012 : 3) Telah mengadakan penelitian di daerah Calabna longsoran mengakibatkan hancurnya gedung – gedung apertemen dan kerusakan jembatan. Satuan medan adalah satuan ekologi yang berupa bentuk lahan, tanah, batuan, air dan vegetasi yang yang masing – masing mempengaruhi untuk membentuk keseimbangan alamiah. Goa 1992 (dalam triyatno 2012 : 4) Telah mengadakan penelitian di Nelson Virginia alalisis yang digunakan berupa analisis medan. Hasil penelitian menunjukan bahwa medan berpengaruh terhadap longsor. Medan dengan kemiringan lereng rendah dan kurang rentan terhadap longsor dibandingakan dengan medan yang curam.

Menurut Cruden dan Varnes (dalam Hardiyanto 2006:15) bahwa “Karakteristik gerakan massa pembentuk lereng dibagi menjadi lima macam :

a) Jatuhan (fals)

Jatuhan (fals) adalah gerakan jatuh material pembentuk lereng (tanah atau batuan ) di udara dengan tanpa adanya interaksi antara bagian-bagian material yang longsor.

b) Robohan (topples)

Robohan (topples) adalah gerakan material roboh dan biasanya terjadi pada lereng batuan yang sangat terjal sampai tegak yang mempunyai bidang-bidang ketidakmenerusan yang relatif vertikal.

c) Longsoran (slides)

Longsoran (slide) adalah gerakan material pembentuk lereng yang diakibatkan oleh terjadinya kegagalan geser, di sepanjang satu atau lebih bidang longsor. Massa tanah yang bergerak bisa menyatu atau terpech-peceh.

(3)

Kejadian gerakan massa menurut Prakoso 1989(dalam Suratman W 2002 :9) adalah perpindahan massa tanah dan batuan pada arah tegak, miring atau mendatar dari kedudukan semula yang diakibatkan oleh gangguan keseimbangan massa pada saat itu yang bergerak ke arah bawah melalui bidang gelincir dan material pembentuk lereng.

Hilangnya keseimbangan massa tanah dan batuan pada suatu lereng dapat disebabkan oleh pengaruh (Suharto Tjojudo, 1983, dalam Suratman W, 2002) :

1. Geologis (batuan dan struktur) 2. Kondisi keairan

3. Sifat fisik tanah 4. Gempa

5. Aktivitas manusia

Berdasarkan geometri bidang gelincirnya, longsoran dibedakan dalam dua jenis, yaitu:  Longsoran dengan bidang longsor lengkung atau longsoran rotasional (rotational slides)

Longsoran rotasional (rotational slides) mempunyai bidang longsor melengkung ke atas, dan sering terjadi pada massa tanah yang bergerak dalam satu kesatuan. (slump) terjadi pada material yang relatif homogen (sejenis) seperti timbunan buatan (tanggul).

 Longsoran dengan bidang gelincir datar atau longsoran traslasional (translational slides). Longsoran translasional merupakan gerakan di sepanjang diskontinuitas atau bidang lemah yang secara pendekatan sejajar dengan permukaan lereng, sehingga gerakan tanah secara translasi. Dalam tanah lempung, translasi terjadi di sepanjang lapisan tipis pasir atau lanau, khususnya bila bidang lemah tersebut sejajar dengan lereng yang ada. Longsoran tranlasi lempung yang mengandung lapisan pasir atau lanau, dapat disebabkan oleh tekanan air pori yang tinggi dalam pasir atau lanau tersebut.

(4)

d) Sebaran (spreads)

Sebaran yang termaksud longsoran translasional juga disebut sebaran lateral (lateral spreading), adalah kombinasi dari meluasnya massa tanah dan turunnya massa batuan terpecah-pecah ke dalam material lunak di bawahnya.

e) Aliran (flows)

Aliran (flows) adalah gerakan hancuran material ke bawah lereng dan mengalir seperti cairan kental. Aliran sering terjadi dalam bidang geser realif sempit. Material yang terbawa oleh aliran dapat terdiri dari berbagai macam partikel tanah (termaksud batu besar), kayu-kayuan, ranting dan lain-lain. Seperti yang ditunjukkan dalam tabel 2.1

Tabel 2.1. Klasifikasi gerakan tanah berdasarkan tipe gerakan dan jenis materianya menurut Varnes, (1978 dalam Zakaria 2009)

Jenis Gerakan

Jenis Material

Batuan Dasar Tanah

Butiran Kasar Butiran Halus Runtuhan Runtuhan Batu Runtuhan Bahan

Rombakan

Runtuhan Tanah

Jungkiran Jungkiran Bahan Rombakan Jungkiran Bahan Rombakan Jungkiran Tanah Ge li nc ira n

Rotasi Sedikit Nendatan Batu Nendatan Bahan Rombakan Nendatan Tanah Translasi Banyak Gelincir Bongkahan Batu Gelincir Bongkah Bahan Rombakan Gelincir Bongkah Tanah

Gelincir Batu Gelincir Bahan Rombakan

Gelincir Tanah

Gerakan Laterial Gerakan Laterial Batu

Gerakan Laterial Bahan Rombakan

Gerakan Laterial Tanah

Aliran Aliran Batu

Aliran Bahan Rombakan

Aliran Tanah (Rayapan Tanah)

Majemuk Gabungan dua atau lebih tipe gerakan

(5)

Menurut peraturan menteri pekerjaan umum No.22/PRT/M/2007 Kawasan Rawan Bencana Longsor (Dalam Pedoman Penata Ruang).

1. Proses terjadinya tanah longsor

Proses terjadinya tanah longsor dapat diterangkan sebagai berikut: air yang meresap ke dalam tanah akan menambah bobot tanah. Jika air tersebut menembus sampai tanah kedap air yang berperan sebagai bidang gelincir, maka tanah menjadi licin dan tanah pelapukan di atasnya akan bergerak mengikuti lereng dan ke luar lereng.

2. Jenis tanah longsor

Ada 6 jenis tanah longsor, yakni: longsoran translasi, longsoran rotasi, pergerakan blok, runtuhan batu, rayapan tanah, dan aliran bahan rombakan. Jenis longsoran translasi dan rotasi paling banyak terjadi di Indonesia. Sedangkan longsoran yang paling banyak memakan korban jiwa manusia adalah aliran bahan rombakan.

a. Longsoran translasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

b. Longsoran rotasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk cekung.

c. Pergerakan blok. d. Runtuhan batu e. Rayapan tanah

f. Aliran bahan rombakan.

(6)

Pada prinsipnya tanah longsor terjadi bila gaya pendorong pada lereng lebih besar daripada gaya penahan. Gaya penahan umumnya dipengaruhi oleh kekuatan batuan dan kepadatan tanah. Sedangkan gaya pendorong dipengaruhi oleh besarnya sudut lereng, air, beban serta berat jenis tanah batuan.

a) Hujan

Ancaman tanah longsor biasanya dimulai pada bulan November karena meningkatnya intensitas curah hujan. Ketika hujan, air akan menyusup ke bagian yang retak sehingga tanah dengan cepat mengembang kembali.

b) Batuan yang kurang kuat

Batuan endapan gunung api dan batuan sediment berukuran pasir dan campuran antara kerikil, pasir, dan lempung umumnya kurang kuat. Batuan tersebut akan mudah menjadi tanah bila mengalami proses pelapukan dan umumnya rentan terhadap tanah longsor bila terdapat pada lereng yang terjal.

c) Lereng terjal

Lereng atau tebing yang terjal akan memperbesar gaya pendorong. Lereng yang terjal terbentuk karena pengikisan air sungai, mata air, air laut, dan angin. Kebanyakan sudut lereng yang menyebabkan longsor adalah 180 apabila ujung lerengnya terjal dan bidang longsorannya mendatar.

(7)

Getaran yang terjadi biasanya diakibatkan oleh gempabumi, ledakan, getaran mesin, dan getaran lalulintas kendaraan. Akibat yang ditimbulkannya adalah tanah, badan jalan, lantai, dan dinding rumah menjadi retak.

e) Susut muka air danau atau bendungan

Akibat susutnya muka air yang cepat di danau maka gaya penahan lereng menjadi hilang, dengan sudut kemiringan waduk 220 mudah terjadi longsoran dan penurunan tanah yang biasanya diikuti oleh retakan.

f) Adanya beban tambahan

Adanya beban tambahan seperti beban bangunan pada lereng, dan kendaraan akan memperbesar gaya pendorong terjadinya longsor, terutama di sekitar tikungan jalan pada daerah lembah. Akibatnya adalah sering terjadinya penurunan tanah dan retakan yang arahnya relatif lembah.

g) Pengikisan/erosi

Pengikisan banyak dilakukan oleh air sungai relatif tebing. Selain itu akibat penggundulan hutan di sekitar tikungan sungai, tebing akan menjadi terjal.

h) Adanya Material Timbunan Pada Tebing

Untuk mengembangkan dan memperluas lahan pemukiman umumnya dilakukan pemotongan tebing dan penimbunan lembah. Tanah timbunan pada lembah tersebut belum terpadatkan sempurna seperti tanah asli yang berada di

(8)

bawahnya. Sehingga apabila hujan akan terjadi penurunan tanah yang kemudian diikuti dengan retakan tanah

i) Bekas longsoran lama

Longsoran lama umumnya terjadi selama dan setelah terjadi pengendapan material gunung api pada lereng yang relatif terjal atau pada saat atau sesudah terjadi patahan kulit bum, bidang tersebut merupakan bidang lemah dan dapat berfungsi sebagai bidang luncuran tanah longsor.

j) Daerah pembuangan sampah

Penggunaan lapisan tanah yang rendah untuk pembuangan sampah dalam jumlah banyak dapat mengakibatkan tanah longsor apalagi ditambah dengan guyuran hujan

4. Faktor Penyebab Tanah Longsor

Faktor penyebab terjadinya gerakan pada lereng juga tergantung pada kondisi batuan dan tanah penyusun lereng, struktur geologi, curah hujan, vegetasi penutup dan penggunaan lahan pada lereng tersebut, namun secara garis besar dapat dibedakan sebagai faktor alami dan manusia.

Menurut Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi 2005 : 26), tanah longsor dapat terjadi karena faktor alam dan faktor manusia sebagai pemicu terjadinya tanah longsor, yaitu :

(9)

Kondisi alam yang menjadi faktor utama terjadinya longsor antara lain:

1) Kondisi geologi batuan lapuk, kemiringan lapisan, sisipan lapisan batu lempung, lereng yang terjal yang diakibatkan oleh struktur sesar dan kekar (patahan dan lipatan), gempa bumi, stratigrafi dan gunung api, lapisan batuan yang kedap air miring ke lereng yang berfungsi sebagai bidang longsoran, adanya retakan karena proses alam (gempa bumi, tektonik).

2) Keadaan tanah : erosi dan pengikisan, adanya daerah longsoran lama, ketebalan tanah pelapukan bersifat lembek, butiran halus, tanah jenuh karena air hujan.

3) Iklim: curah hujan yang tinggi, air (hujan. di atas normal) 4) Keadaan topografi: lereng yang curam.

5) Keadaan tata air: kondisi drainase yang tersumbat, akumulasi massa air, erosi dalam, pelarutan dan tekanan hidrostatika, susut air cepat, banjir, aliran bawah tanah pada sungai lama).

6) Tutupan lahan yang mengurangi tahan geser, misal lahan kosong, semak belukar di tanah kritis.

b. Faktor manusia

Ulah manusia yang tidak bersahabat dengan alam antara lain : 1) Pemotongan tebing pada penambangan batu di lereng yang terjal. 2) Penimbunan tanah urugan di daerah lereng.

3) Kegagalan struktur dinding penahan tanah.

4) Perubahan tata lahan seperti penggundulan hutan menjadi lahan basah yang menyebabkan terjadinya pengikisan oleh air permukaan dan menyebabkan tanah menjadi lembek

(10)

5) Adanya budidaya kolam ikan dan genangan air di atas lereng. 6) Sistem pertanian yang tidak memperhatikan irigasi yang aman.

7) Pengembangan wilayah yang tidak diimbangi dengan kesadaran masyarakat, sehingga RUTR tidak ditaati yang akhirnya merugikan sendiri.

8) Sistem drainase daerah lereng yang tidak baik yang menyebabkan lereng semakin terjal akibat penggerusan oleh air saluran di tebing

9) Adanya retakan akibat getaran mesin, ledakan, beban massa yang bertambah dipicu beban kendaraan, bangunan dekat tebing, tanah kurang padat karena material urugan atau material longsoran lama pada tebing

10) Terjadinya bocoran air saluran dan luapan air saluran

Penyebab terjadinya tanah longsor dapat bersifat statis dan dinamis. Statis merupakan kondisi alam seperti sifat batuan (geologi) dan lereng dengan kemiringan sedang hingga terjal, sedangkan dinamis adalah ulah manusia. Ulah manusia banyak sekali jenisnya dari perubahan tata guna lahan hingga pembentukan gawir yang terjal tanpa memperhatikan stabilitas lereng.

Sedangkan menurut Sutikno ( dalam Surono, 2003 : 28), bahwa “faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya gerakan tanah antara lain : tingkat kelerengan, karakteristik tanah, keadaan geologi, keadaan vegetasi, curah hujan/hidrologi, dan aktivitas manusia di wilayah tersebut.

(11)

Tabel 2.2. Faktor Penyebab dan Faktor Pemicu Tanah Longsor

No Faktor Penyebab Parameter

1 Faktor Pemicu Dinamis 1. Kemiringan lereng 2. Curah hujan

3. Penggunann lahan (aktivitas manusia)

2 Faktor Pemicu Statis 4. Jenis batuan dan sturktur geologi 5. Kedalaman solum tanah

6. Permeabilitas tanah Sumber : Goenadi et.Al (2003) (dalam alhasanah 2006 :28)

5. Pencegahan terjadinya bencana tanah longsor

 Jangan mencetak sawah dan membuat kolam pada lereng bagian atas di dekat pemukiman

 Buatlah terasering (sengkedan) pada lereng yang terjal bila membangun permukiman

Tanah longsor umumnya banyak terjadi di daerah yang relatif gundul dimana pengikasan air tanah sangat kurang. Beberapa wilayah di Indonesia mempunyai tingkat kejadian longsor yang sangat tinggi dibandingkan dengan wilayah-wilayah negara-negara di Asia Tenggara, dengan upaya pencegahan dan penanggulangannya yang relatif masih rendah.

2.3 Tinjauan tentang Sistem Informasi Geografis (SIG)

Dalam Lillesesand dan Kieffer 1990, Penginderaan jauh merupakan ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah, atau fenomena yang dikaji.

SIG adalah sistem komputer yang digunakan untuk memasukkan, menyimpan, memeriksa, mengitergrasi memanipulasi, menganalisis, dan menampilkan data-data yang berhubungan

(12)

dengan posisi-posisinya di permukaan bumi. SIG adalah kombinasi perangkat keras dan perangkat lunak sistem, komputer yang memungkinkan penggunnya untuk mengelolah, menganalisis, dan memtakan informasi spasial berikut data atributnya (data deskriptif) dengan akurasi kartografis.

2.4 Subsistem SIG dan Komponen SIG

Jika beberapa defini yang disebutkan di atas diperhatikan dengan teliti maka, SIG diuraikan beberapa Sub-Sistem sebagai berikut:

a. Data Input : sub-sistem bertugas untuk mengumpulkan, mempersiapkan dan menyimpan data spasial dan atribunya dari berbagai sumber. Sub-sistem ini pula yang bertanggung jawab mengonversikan atau mentransformasikan format-format data ke dalam format yang dapat di gunakan perangkat SIG yang bersangkutan.

b. Data Output: sub-sistem ini bertugas untuk menampilkan atau menghasilkan keluaran (termaksud mengekspornya ke format yang dikehendaki) seluruh atau sebagian basis data (spasial) baik dalam bentuk softcopy maupun hardcopy seperti halnya tabel, grafik, peta dan lain sebagainya.

c. Data management: sub-sistem ini mengorganisasikan baik data spasial maupun tabel-tabel atribut terkait ke dalam sebuah sistem basis data sedemikian rupa hingga mudah di panggil kembali atau di revtrieve (di-load ke memori), di-update,dan di-edit

d. Data manipulasi dan analisis: sub-sistem ini menentukan informasi-informasi yang dapat dihasilkan oleh SIG.

(13)

Menurut Barus Baba 1999 (dalam Aronoff, 1993 : 2) bahwa “Sistem informasi geografis (SIG) sebagai sarana untuk menyimpan, menggali dan memanipulasi data serta menghasilkan produk banyak dimanfaatkan dalam berbagai studi dan kegiatan pengelolaan sumberdaya lahan maupun pemetaan bahaya longsoran”. Menurut Rengers dan Soeters, 1993 (Lillesend and Kiefer, 1994 :2) bahwa “Kelebihan SIG terutama berkaitan dengan kemampuan dalam menggambungkan berbagai data yang berbeda struktur, format dan tingkat ketepatan, sehingga memungkinkan integrasi berbagai disiplin keilmuan, yang sangat diperlukan dalam pemahaman fenomena bahaya longsoran, dapat dilakukan dengan lebih cepat. Salah satu kemudahan utama penggunaan SIG dalam pemetaan bahaya longsoran adalah kemampuan dalam menumpang-tindihkan longsoran dalam unit peta tertentu.

Gambar

Tabel  2.1.  Klasifikasi  gerakan  tanah  berdasarkan  tipe  gerakan  dan  jenis  materianya  menurut  Varnes, (1978 dalam Zakaria 2009)
Tabel 2.2. Faktor Penyebab dan Faktor Pemicu Tanah Longsor

Referensi

Dokumen terkait

Strategi Project Portfolio Management (PPM) umumnya digunakan pada ranah bisnis dan diaplikasikan oleh perusahaan atau organisasi skala besar yang telah memiliki banyak

Temuan-temuan artefak yang berwujud terakota mendominasi temuan di daerah Trowulan, yang diidentifikasi oleh para ahli bahwa temuan tersebut berasal dari periode

(5) Dalam hal terdapat ketidaksesuaian hasil Layanan Informasi Pertanahan secara Elektronik dengan Sertipikat Hak atas Tanah maka pemohon dapat meminta klarifikasi secara

Ting k at kerja osmotik dan tingkat metabolisme udang di antara perlakuan kalsium adalah tidak berbeda n ya ta , namun a ntara salinitas 2 ppt dengan kontrol

Hasil uji proksimat pada ampas kelapa yang telah difermentasi menggunakan enzim bromelin pada perlakuan A, B, C, dan D memiliki nilai yang sangat kurang dari Standar

Oleh sebab itu Kabupaten Nganjuk akan berupaya mengoptimalkan pendanaan DAK sanitasi untuk mencapai tujuan meningkatkan akses pengelolaan air limbah domestik karena

Dua jawaban ini sesuai dengan definisi yang diberikan oleh Frazee (1996), bahwa gaya personal terdiri dari sikap, penampilan, dan komunikasi interpersonal.. Peneliti kembali

Letak buah dada yang besar yang terlalu tinggi dapat dikamuflase dengan cara mengenakan busana berpotongan leher agak tinggi dan mengenakan bra yang memiliki