• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR ISI JUDUL... i. PERNYATAAN KEASLIAN... iii PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS... iv

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DAFTAR ISI JUDUL... i. PERNYATAAN KEASLIAN... iii PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS... iv"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

1 DAFTAR ISI

JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... iii

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... iv

LEMBARAN PENGESAHAN ... v

PANITIA PENGUJI ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRAK ... x

ABSTRACT……….. xi

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

GLOSARIUM ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Dan Manfaat Penelitian ... 4

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 4

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 5

1.4. Kerangka Teori Dan Konsep ... 6

1.4.1 Kerangka Teori... 6

1.4.2 Konsep ... 9

1.5 Model ... 11

1.6 Metode Penelitian... 14

(2)

2

1.6.2 Teknik Penentuan Informan ... 15

1.6.3 Jenis Dan Sumber Data ... 17

1.6.4 Instrumen Penelitian... 17

1.6.5 Teknik Pengumpulan Data ... 18

1.6.6 Analisis Data ... 21

BAB II: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 22

2.1 Sejarah Asal-Muasal Orang Meler ... 22

2.2 Sejarah Pemerintahan Desa Meler ... 24

2.3 Letak Geografis ... 25

2.4 Demografi Desa Meler ... 26

2.5 Mata Pencaharian Hidup ... 29

2.6 Sistem Kekerabatan ... 32

2.6.1 Ase’-Ka’e/ Wa’u (suku) ... 33

2.6.2 Wo’e Nelu (keluarga kerabat)... 34

2.6.3 Pa’ang Ngaung (pintu gerbang depan sampai kolong rumah belakang) 36 2.6.4 Perkawinan ... 37

2.7 Struktur Sosial ... 39

2.8 Agama Dan Sistem Kepercayaan ... 43

BAB III: BENTUK SAWAH LODOK DI KAMPUNG MELER ... 45

3.1 Bentuk Sawah Lodok Di Kampung Meler ... 45

3.2 Tahapan Pembagian Sawah Lodok Di Kampung Meler ... 47

3.3 Hak Ulayat Atas Tanah Adat Di Kampung Meler ... 51

3.3.1 Macam-Macam Hak Atas Tanah Di Kampung Meler ... 53

3.4 Keterkaitan Antara Kampung, Rumah, Dan Tanah Di Kampung Meler ... 56

(3)

3

3.6 Gambaran Umum Sistem Pertanian Di Kampung Meler ... 66

3.6.1 Sistem Pertanian Tradisional ... 66

3.6.1 Sistem Pertanian Modern……….. 73

BAB IV FUNGSI SAWAH LODOK DI KAMPUNG MELER ... 81

4.1 Fungsi Sawah Lodok Di Kampung Meler ... 81

4.1.1 Fungsi Sosial... 83

4.1.2 Fungsi Religi/Kepercayaan... 86

4.1.3 Fungsi Ekonomi ... 91

4.1.4 Fungsi Ekologis ... 95

4.2 Fungsi Manifest Dan Fungsi Latent Sawah Lodok Di Kampung Meler ... 96

4.2.1 Fungsi Manifes Sawah Lodok Di Kampung Meler ... 96

4.2.2 Fungsi Latent Sawah Lodok Di Kampung Meler ... 97

BAB V MAKNA SIMBOLIK SAWAH LODOK DI KAMPUNG MELER 98

5.1 Makna Sawah Lodok Dalam Kaitannya Dengan Struktur Kekerabatan Masyarakat Di Kampung Meler……… 98

5.2 Makna Ritus Di Sawah Lodok... 104

5.3 Dinamika Makna Simbolik Sawah Lodok Di Kampung Meler ... 107

BAB VI PENUTUP ... 113 6.1 Kesimpulan ... 113 6.2 Saran ... 116 DAFTAR PUSTAKA ... 117 LAMPIRAN 1. Pedoman Wawancara 2. Daftar Informan

(4)

4

ABSTRAK

Meler merupakan nama sebuah kampung yang terletak di Desa Meler, Kecamatan Ruteng, Kabupaten Manggarai, Flores, NTT yang masih mempertahankan sawah lodok. Cara pembagian sawah lingko yang unik menjadikan sawah tersebut berbentuk seperti jaring laba-laba. Dahulu kala sawah lodok mencerminkan betapa kuatnya hubungan kekerabatan masyarakat Meler dan masyarakat Manggarai pada umumnya. Akan tetapi dampak dari perkembangan zaman, maka terjadi perubahan fungsi dan perubahan fisik sawah lodok “bentuk sawah yang menyerupai jaring laba-laba”.

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu: (1) Bagaimana bentuk sawah lodok di kampung Meler, Desa Meler, Kecamatan Ruteng, Kabupaten Manggarai, NTT?, (2) Bagaimana fungsi sawah lodok di kampung Meler, Desa Meler, Kecamatan Ruteng, Kabupaten Manggarai, NTT?, (3)

(5)

5

Bagaimana makna simbolik sawah lodok di kampung Meler, Desa Meler, Kecamatan Ruteng, Kabupaten Manggarai, NTT?. Adapun tujuan penelitian ini adalah: (1) untuk mengetahui bentuk sawah lodok di kampung Meler, Desa Meler, Kecamatan Ruteng, Kabupaten Manggarai, NTT, (2) Untuk memahami fungsi sawah lodok di kampung Meler, Desa Meler, Kecamatan Ruteng, Kabupaten Manggarai, NTT, (3) Untuk menjelaskan makna simbolik sawah lodok di kampung Meler, Desa Meler, Kecamatan Ruteng, Kabupaten Manggarai, NTT.

Dalam penelitian ini menggunakan tiga teori untuk mengupas permasalah yang diteliti yaitu teori Makna Denotasi dan Konotasi dari Roland Barthes, dalam mengungkapkan makna denotasi dan konotasi sawah lodok, teori fungsional Malinowski, dalam mengungkapkan fungsi dasar sawah lodok bagi masyarakat Meler, dan fungsional Robert K. Marton, dalam mengungkapkan fungsi manifest dan fungsi latent sawah lodok. Konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsep sawah, konsep simbol, konsep lodok, konsep lingko. Metode penelitian yang dipakai adalah model penelitian etnografi yang termasuk ke dalam penelitian kualitatif dengan melakukan observasi, serta wawancara mendetail di kampung Meler, dan studi kepustakaan. Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif.

Hasil akhir penelitian ini yaitu: Bentuk sawah lodok (sawah yang menyerupai sarang laba-laba) di kampung Meler adalah representasi nilai kekerabatan yang secara simbolis dihayati dalam bentuk pola perkampungan dan cara berkebun orang Meler dan orang Manggarai pada umumnya. Fungsi sawah lodok yaitu: (1) fungsi sosial, (2) fungsi ekonomi, (3) fungsi religi, (4) fungsi manifest dan fungsi latent. Makna sawah lodok yaitu: 1) makna konotasi dan makna denotasi. Seiring dengan perkembangan zaman makna sawah lodok mengalami dinamika yang dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

(6)

6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Lahan pertanian (sawah) adalah salah satu aspek yang esensial dari kebudayaan. Sebagai makhluk sosial dan berbudaya, manusia memberikan arti khusus pada lahan pertanian (sawah). Sawah tidak dilihat semata-mata sebagai lahan pertanian saja, tetapi dapat mengkiaskan pula kehidupan warga masyarakat yang menempatinya serta berhubungan erat dengan kebudayaan masyarakat tersebut. Selain itu, baik secara individual maupun kelompok, lahan pertanian (sawah) merupakan lahan untuk bercocok tanam. Sawah dalam kaitan ini mempunyai arti kehidupan karena dengan lahan pertanian tersebut (sawah) dapat memproduksi padi yang dapat memberi kehidupan bagi manusia.

Aktivitas perekonomian sudah sangat lama dikenal dalam Meler dan masyarakat Manggarai pada umumnya. Bahkan sepanjang usia peradaban yang dimilikinya, seusia itu pula pengenalan masyarakat setempat terhadap kegiatan mencari nafkah, berdagang, atau bermata pencaharian (PIBP; 2002 dalam Dagur, 2004: 21). Dalam bidang pertanian sangat sudah lama dikenal pola perkebunan yang disebut lingko (kebun komunal) atau sistem pembagian tanah pertanian yang disebut lodok. Masyarakat Meler dan masyarakat Manggarai pada umumnya tidak dapat dipisahkan dari kegiatan bertani dan berkebun. Oleh karena itu, orang Manggarai mengenal ungkapan, ‘gendang one lingkon peang’, yang artinya di mana terdapat pemukiman atau kampung yang terpusat dalam mbaru gendang

(7)

7

(rumah adat Manggarai) tentu memiliki tanah garapan bagi warga kampung yang disebut dengan lingko. Lingko (tanah milik bersama) yang merupakan tanah ulayat itulah yang dibagikan kepada warga kampung sebagai sumber pemenuhan kebutuhan hidup (Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1991: 11).

Meler merupakan nama sebuah kampung yang terletak di Desa Meler, Kecamatan Ruteng, Kabupaten Manggarai, Flores, NTT. Masyarakat Meler menerapkan sistem lodok pada lingko (tanah pertanian). Lingko sawah lodok di kampung Meler digolongkan sangat unik, karena keberadaan sawah lodok tersebut hanya dapat ditemukan di Manggarai, salah satunya yaitu di kampung Meler dengan luas 165 ha (Profil Desa Meler: 2013).

Sistem pembagian sawah di kampung Meler menyimpan kisah menarik. Jika pada masyarakat Bali mengenal sistem subak yaitu organisasi yang mengurus pertanian dan irigasi (Koentjaraningrat, 2005:118). Pada masyarakat Meler dan Manggarai pada umumnya terdapat penerapan sistem lodok dalam pembagian lahan sawah dan ladang dengan sebutan lingko. Lingko adalah tanah pertanian yang merupakan hak komunal dari masing-masing wa’u (suku). Pola perladangan lingko berbentuk lingkaran pada titik pusat seperti “jaring laba-laba” (Antar: 2010: 255). Setiap lingko yang dibuka menjadi ladang dibagi oleh tua teno (penjabat beo yang mengurusi pemakaian tanah) dalam bentuk lodok dan tiap pembagian disebut moso. Lingko yang telah dibagi atas moso-moso itu, jika sudah digarap secara keseluruhan bentuk sawah tersebut seperti jaring laba-laba (Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1991: 22).

(8)

8

Sistem pembagian petak sawah lodok, terkait dengan status kepemilikan tanah yang bersifat komunal, secara tradisional tanah hak komunal (suku). Disamping penanda hak kepemilikan komunal (suku) sistem pembagian tanah tersebut sebagai penanda hak komunal (suku) juga terkait dengan lingkungan. Dalam arti secara teknis irigasi dimungkinkan dapat diatur sistem pembagian air yang merata.

Ketika terjadi perubahan (dinamika) terkait dengan status kepemilikan sawah pada masyarakat Meler yang cendrung mengarah kepemilikan individual, sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan status kepemilikan tanah dari komunal menjadi individual. Contohnya sebagian diantara masyarakat Meler sudah ada yang mensertifikasi tanah dengan nama pemilik dengan sifat individual.

Dalam perkembangan lanjut juga baik karena terjadinya klaim-klaim kepemilikan tanah yang bersifat individual maupun terjadinya perubahan pola tanam yang mengarah ke tanaman komuniti, mengancam keberadaan sistem tanah lodok tersebut.

Urgensi tema yang dibahas saat ini, terkait dengan adanya struktur kemapanan dalam pola pembagian lahan, khususnya pertanian sawah “jaring laba-laba” lodok. Akan tetapi akibat terjadinya perkembangan zaman“zeitgeist” semangat zaman “pola jaring laba-laba lodok menjadi mapan, pada intinya untuk menjaga stabilitas hubungan kekerabatan.

Sawah lodok mengalami dinamika diakibatkan oleh perubahan semangat zaman. Dinamika zaman terkait satuan-satuan atau unit-unit ekonomi rumah

(9)

9

tangga yang cenderung keluarga-keluarga batih (nuclear family) yang melangsungkan hidupnya di bidang perekonomian, berdasarkan pembagian menurut ekonomi masing-masing.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti terkait “Makna dan Fungsi Sawah Lodok” di kampung Meler, Desa Meler, Kecamatan Ruteng, Kabupaten Manggarai, Provinsi NTT.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana bentuk sawah lodok di kampung Meler, Desa Meler, Kecamatan Ruteng, Kabupaten Manggarai, NTT?

2. Bagaimana fungsi sawah lodok di kampung Meler, Desa Meler, Kecamatan Ruteng, Kabupaten Manggarai, NTT?

3. Bagaimana makna simbolik sawah lodok di kampung Meler, Desa Meler, Kecamatan Ruteng, Kabupaten Manggarai, NTT?

1.3 Tujuan Dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka dapat dikemukakan, tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

(10)

10

1. Untuk mengetahui bentuk sawah lodok di kampung Meler, Desa Meler, Kecamatan Ruteng, Kabupaten Manggarai, NTT.

2. Untuk memahami fungsi sawah lodok di kampung Meler, Desa Meler, Kecamatan Ruteng, Kabupaten Manggarai, NTT.

3. Untuk menjelaskan makna simbolik sawah lodok di kampung Meler, Desa Meler, Kecamatan Ruteng, Kabupaten Manggarai, NTT.

1.3.2 Manfaat Penelitian 1. Manfaat Akademis

1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya, dan disiplin ilmu antropologi pada khususnya.

2) Penelitian ini diharapkan dapat memotivasi pihak lain yang berminat untuk melakukan penelitian kebudayaan di Kabupaten Manggarai.

2. Manfaat praktis

1) Bagimasyarakat Meler dan masyarakat Manggarai pada umumnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan motivasi untuk tetap melestarikan budaya lokal Manggarai.

2) Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan oleh pemerintah setempat dalam membuat suatu kebijakan untuk pelestarian budaya lokal, khususnya sistem lodok dalam pembagian lahan pertanian di kabupaten Manggarai, NTT.

(11)

11

1.4 Kerangka Teori Dan Konsep 1.4.1 Kerangka Teori

Kegiatan suatu penelitian terutama penelitian yang bersifat ilmiah tidak dapat dilepaskan hubungannya dengan salah satu teori, terutama dengan teori yang ada hubungannya atau yang relevan dengan permasalahan yang dibicarakan. Teori dan penelitian harus bersama-sama berfungsi dalam menambah pengetahuan ilmiah. Seorang peneliti sosial tidak boleh menilai teori terlepas dari empiris melainkan selalu berhubungan dengan yang lainnya J.Vredenbregt, dalam Wiryawan (1992: 15).

Berdasarkan pendapat seperti tersebut di atas, maka dalam penelitian ini digunakan tiga teori yang relevan, yaitu teori makna denotasi dan konotasi Roland Barthes, teori fungsional Malinowski, dan teori fungsi laten dan manifest Robert K. Merton.

1. Teori Makna Denotasi dan Konotasi

Penulis menggunakan teori Makna Denotasi dan Konotasi Roland Barthes dalam mengungkapkan pemikiran masyarakat kampung Meler mengenai makna dan fungsi sawah lodok. Makna denotasi dan konotasi, makna denotasi adalah bersifat langsung, dan dapat disebut sebagai gambaran dari suatu petanda. Dengan demikian, jika kita memperhatikan objek, misalnya boneka berbie, maka makna denotasi yang terkandung adalah “ini boneka yang panjangnya 111/2 dan mempunyai ukuran 51/4-3-41/4. Boneka ini kali pertama dibuat tahun 1959’’. Sedangkan makna konotatifnya akan sedikit atau berbeda dan akan dihubungkan dengan kebudayaan yang tersirat di dalam pembukusnya tentang makna yang

(12)

12

terkandung di dalamnya. Makna tersebut akan dihubungkan dengan kebudayaan Amerika, tentang gambaran yang dipancarkan serta akibat yang ditimbulkan, dan lain-lain (Berger, 2010: 65).

2. Teori Fungsional

Fungsional Bronislaw Malinowski (1884-1942). Malinowski

menggambarkan hubungan erat antara sistem kula dengan lingkungan alam sekitar yang meliputi ciri-ciri fisik lingkungan alam, keindahan laut karangnya, aneka warna floranya, pola-pola pemukiman komunitas, sistem kekerabatan, sistem kepemilikan perahu, cara-cara pengerahan tenaga dan awak kapal, teknik pembuatan perahu bercadik, ilmu gaip yang berkaitan dengan pembuatan serta pelayaran kula, dan upacara-upacara agama sebelum dan sesudah perjalanan kula, sikap penduduk terhadap benda-benda perhiasan, berbagai siasat untuk bersaing dalam mendapatkan kedudukan sosial dan gensi (Koentjaraningrat,1987: 165).

Secara lebih spesifik, Malinowski mengungkapkan terdapat sebuah prinsip penting dalam mekanisme sistem kula. Sistem kula dicirikan oleh adanya mekanisme hubungan saling tukar menukar dalam masyarakat, di mana sistem ini menimbulkan kewajiban membalas sebagai dasar prinsip yang mengaktifkan gairah kehidupan masyarakat dalam konstruksi timbal balik‘principle of reciprocity’. Keberadaan principle of reciprocity ini merupakan elementar penting bagi Malinowski sebagai kompunen budaya dalam sebuah hubungan berfungsi masyarakat kepulauan Trobriand yang harmonis dan berkesinambungan.

(13)

13

Dengan kata lain, Malinowski menegaskan bahwa berbagai unsur kebudayaan yang ada dalam suatu masyarakat gunanya untuk memuaskan sejumlah hasrat naluri manusia. Karena itu unsur “kesenian”, misalnya berfungsi untuk memuaskan hasrat naluri mahluk manusia yang berhubungan dengan seluruh kehidupannya. Pada kaitannya dengan teori fungsional Malinowski, maka diharapkan pula dalam penelitian yang dilakukan terkait “Makna Dan Fungsi Sawah Lodok” di kampung Meler, Desa Meler, Kecamatan Ruteng, Kabupaten Manggarai dapat berfungsi kepada kehidupan masyarakat Meler yang harmonis dan berkesinambungan.

3. Fungsi Laten Dan Manifest

Robert K. Merton membedakan fungsi kebudayaan atas fungsi internal atau manifest atau fungsi eksternal atau latent. Fungsi internal kebudayaan menyangkut manfaat-manfaat kebudayaan yang bersifat manifest atau disadari oleh masyarakat pendukung kebudayaan yang bersangkutan. Sedangkan fungsi eksternal kebudayaan menyangkut manfaat-manfaat kebudayaan yang bersifat latent atau tidak disadari oleh masyarakat pendukung kebudayaan yang bersangkutan. Oleh karenanya, fungsi latent ini disebut juga “fungsi tersembunyi”. Fungsi tersembunyi ini biasanya menyangkut logika rasional yang tersembunyi di balik selubung budaya. Logika rasional tersebut umumnya tidak disadari oleh “orang dalam” (masyarakat pendukung kebudayaan yang bersangkutan), namun disadari oleh “orang luar”, yakni hasil analisis para ilmuwan terhadap fungsi kebudayaan yang bersangkutan (Pujaastawa, 2014:7).

(14)

14

1.4.2 Konsep

1) Makna

Geertz melihat kebudayaan sebagai suatu sistem keteraturan dari makna dan sismbol-simbol, yang dengan makna dan simbol tersebut individu-individu mendefenisikan dunia mereka, mengekspresikan perasaan-perasaan mereka, dan membuat penilaian mereka (1973:89). Penelitian ini menggunakan konsep makna Roland Barthes (2007) yang menjelaskan konsep makna denotative dan konotatif. Makna denotatif adalah makna yang digunakan untuk mendeskripsikan makna defisional, literal, gambling atau common sense dari sebuah tanda. Makna konotatif mengacu pada asosiasi-asosiasi budaya sosial dan personal berupa ideologis, emosional dan lain sebagainya (Barthes, 2007: 303-304). Konsep makna Barthes mencerminkan konsep kebudayaan yang diungkapkan Geertz mengenai defenisi dunia dan ekspresi perasaan berdasarkan pada apa yang diinterpretasikan oleh masyarakat setempat. 2) Sawah

Sawah adalah tanah yang digarap dan diairi untuk tempat menanam

padi. Untuk keperluan ini, sawah harus mampu menyangga genangan air karena padi memerlukan penggenangan pada periode tertentu dalam pertumbuhannya. Untuk mengairi sawah digunakan sistem irigasi dari

(15)

15

3) Simbol

Simbol (symbol) adalah segala sesuatu yang diberi suatu arti tertentu oleh orang yang menggunakan obyek itu sebagai simbol. Simbol dapat dikatakan sebagai tanda-tanda yang diciptakan manusia, Spradley &Peursen (dalam Soeriadiredja, 2002: 13). Pengertian simbol menurut Geertz, (dalam Saifuddin 2005: 289) simbol adalah obyek, kejadian, bunyi bicara, atau bentuk-bentuk tertulis yang diberi makna oleh manusia. Sedangkan menurut Spradley (2006) simbol adalah objek atau peristiwa apa pun yang menunjuk pada sesuatu.

4) Lingko

Lingko adalah tanah pertanian yang sudah diakui hak miliknya baik secara komunal maupun secara perorangan. Lingko juga dikenal sebagai tanah milik dari suatu kampung atau dusun, dan bentuk ikatan garis keturunan yang masih dipegang teguh oleh masyarakat Manggarai hingga sekarang, bahkan sekarang ini semakin mengental seiring dengan perkembangan di bidang ekonomi, yang turut berpengaruh kepada meningkatnya nilai ekonomi tanah.

5) Lodok

Tanah yang dibuka dengan sistem pembagian lodok adalah pembukaan tanah yang dilakukan secara bersama dengan bentuk pembagian tanah yang menyerupai jaring laba-laba dan dimulai dari satu titik pusat, kemudian ditarik garis lurus sehingga membentuk segitiga yang memanjang.

(16)

16

1.5 Model

Model dapat dikatakan sebagai suatu abstraksi dari suatu karya tulis, dalam hal ini adalah sebuah skripsi. Model menjelaskan hal-hal atau masalah-masalah yang akan diungkapkan dalam sebuah penelitian. Dengan melihat model pembaca akan mampu memahami isi dari sebuah penelitian, tanpa terlebih dahulu pembaca membaca penelitian tersebut secara keseluruhan. Demikian pula dalam penelitian ini, penulis mengabstrasikan masalah-masalah penelitian dalam bentuk model. Untuk lebih jelasnya lihat model di bawah ini:

(17)

17

Kererangan gambar:

: Mempengaruhi

Keterangan:

Masyarakat kampung Meler, Kecamatan Ruteng, Kabupaten Manggarai, NTT memiliki sistem pertanian tradisional dan sistem pertanian modern. Sistem pertanian tradisional adalah sistem pertanian yang lebih menekankan pada

Sistem Pertanian Tradisional Sistem Pertanian Modern

Penggunaan teknologi modern

Penggunaan Teknologi Sederhana

Upacara-upacara yang terkait dengan aktivitas pertanian

Pemilihan varitas unggul dan penggunaan obat-

obat kimia Sawah lodok Makna Bentuk Fungsi Masyarakat Desa Meler

(18)

18

pengolahan pertanian secara tradisional yakni dengan menggunakan teknologi tradisional. Alat-alat produksi pertanian tradisional tersebut mencakup kope (parang), beci (tofa), ngencung (lesung), doku (nyiru). Sistem pertanian tradisional tersebut juga terkait dengan berbagai upacara-upacara tradisional yang berkaitan dengan aktivitas pertanian (Deki, 2011: 90-91).

Sedangkan yang dimaksud dengan sistem pertanian modern adalah sistem pertanian modern dicirikan antara lain dilakukan di lahan yang menetap atau lahan yang sama dari waktu kewaktu. Sistem pertanian yang seperti ini keberhasilanya amat tergantung pada kemampuan manusia dalam mengatur dan mengendalikan pertumbuhan tanaman. Pada sistem pertanian yang sudah modern dilakukan selain berorentasi pada kuantitas dan kualitas hasil yang maksimal juga dipikirkan kaitannya dengan prospek pemasaran akan hasil produk pertanian.

Pada pertanian modern manusia (petani) memeras otak mencari alternatif-alternatif yang tepat sehingga menghasilkan suatu produk seperti diharapkan. Langkah kongkrit yang dilakukan manusia yang menjalankan sistem pertanian modern yaitu meningkatkan penguasaan terhadap semua faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman dan hewan. Segala permasalahan yang dihadapi pada sistem pertanian modern dipecahkan secara alamiah dan ilmiah. Misalnya dilakukan pengairan (irigasi) dan drainase yang baik dan efesien pada lahan pertanian untuk menghasilkan produk maksimun. Di sisi lain dilakukan pemulihan tanaman untuk mendapatkan jenis varietas unggul sehingga mampu berproduksi tinggi, mempunyai respons yang baik terhadap pemupukan, tahan terhadap serangan hama dan penyakit (Adrianto, 2014: 29). Akan tetapi fokus dari

(19)

19

penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami; (1) bentuk sawah lodok, (2) fungsi sawah lodok, dan (3) makna simbolik sawah lodok.

1.6 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa data tertulis atau lisan dari pihak-pihak yang diamati. Metode kualitatif digunakan dalam penelitian ini dengan beberapa pertimbangan. Pertama menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan jamak. Kedua, metode kualitatif menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan informan. Ketiga, metode kualitatif lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman dengan pengaruh bersama terhadap pola-pola nilai yang dihadapi, (Moleong, dalam Jeramun, 2014: 30). Senada dengan Moleong, Endraswara dalam Jeramun, (2014: 30) menjelaskan metode kualitatif memungkinkan peneliti untuk menata, mengkritisi, dan mengklasifikasi data yang menarik.

1.6.1 Lokasi Penelitian

Lokasi sawah lodok yang diteliti ialah sawah lodok di kampung Meler, Desa Meler, yaitu suatu daerah dalam wilayah Kecamatan Ruteng, Kabupaten Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Pemilihan lokasi penelitian ini didasarkan atas beberapa pertimbangan sebagai berikut: (1) Sebagian besar masyarakat kampung Meler hidup dari bercocok tanam; (2) keberadaan sawah

(20)

20

lodok yang paling besar dan yang masih tetap dilestarikan keberadaannya di Manggarai sekarang ini hanya dapat ditemukan di kampung Meler, Desa Meler.

1.6.2 Teknik Penentuan Informan

Secara umum seorang informan setidaknya harus keterlibatan dalam suasana budaya dalam satu tahun penuh. Semakin terengkulturasi secara penuh, maka semakin baik informan tersebut (Spradley, 2006: 70) . Penentuan informan dalam penelitian ini yaitu secara purposive sampling dan snowball sampling. Bouma (dalam Sari 2014) menjelaskan bahwa teknik penentuan informan secara purposive sampling yaitu peneliti mempercayai bahwa mereka dapat menggunakan pertimbangannya atau intuisinya untuk memilih orang-orang atau kelompok terbaik untuk dipelajari atau dalam hal ini memberikan informasi yang akurat. Kelompok dengan sebutan “the tipcal and the best people” yang dipertimbangkan oleh peneliti untuk dipilih sebagai subyek penelitian merupakan para responden yang dinilai akan banyak memberikan pengalaman yang unik dan pengetahuan yang memadai yang dibutuhkan peneliti. Berdasarkan uraian yang dikemukakan, dipahami bahwa purposive sampling memiliki kata kunci yaitu kelompok yang dipertimbangkan secara cermat (intuisi) dan kelompok terbaik (yang dinilai akan memberikan informasi yang cukup), untuk dipilih menjadi responden. Oleh karena itu, purposive sampling juga dikenal dengan sebutan judgemental sampling, dikatakan demikian karena perlu adanya pertimbangan yang cermat dalam memilih kelompok kunci sebagai sampel. Ada juga yang memberi nama criterion-based selection sampling, karena seleksi sampelnya didasarkan pada kreteria tertentu yang khas.

(21)

21

Pada penelitian ini penulis menentukan seorang informan dengan melihat seorang informan yang memiliki pengetahuan yang banyak terkait sawah lodok di kampung Meler, Kabupaten Manggarai, NTT. Oleh karena itu informan kunci yang terpilih yaitu tu’a golo (pemangku adat/ kepala kampung), tu’a teno (orang yang mengurusi pembagian lahan pertanaian), kepala desa Meler, dan kepala dusun Meler. Selanjutnya informan lainnya akan dipilih dengan pertimbangan keperluan data, situasi dan kondisi yang terdapat di lapangan serta yang memiliki keterkaitan langsung dengan data yang dibutuhkan yaitu data mengenai sawah lodok. Jika pencarian data dengan seorang informan sudah pada tingkat kejenuhan yang artinya terdapat sebuah data yang sama disetiap informasi yang didapat dari informan yang ditemui, maka pencarian data selesai dilakukan.

Penentuan informan secara snowball sampling, yaitu informan yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan masalah yang diteliti. Pertimbangannya bahwa informan tersebut dinilai memiliki banyak pengetahuan dan pengalaman tentang objek penelitian. Oleh karena itu, dalam penelitian ini informan terpilih dalam penenelitian yang dianggap mempunyai penegetahuan yang banyak yaitu pegawai dari dinas kebudayaan Kabupaten Manggarai yang bertugas di kampung Meler yaitu bapak Gabriel F. Gembira, untuk menambah informan kunci sesuai dengan kebutuhan dan sampai pada titik jenuh.

(22)

22

1.6.3 Jenis dan Sumber Data

Berdasarkan rancangan penelitian yang ditentukan, jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif. Untuk memperoleh data, penelitian ini menggunakan dua sumber data yaitu data primer dan data sekunder.

1) Data Primer

Data primer dalam penulisan ini bersumber dari informan-informan yang dipilih, baik melalui wawancara maupun melalui pengamatan langsung di lapangan.

2) Data Sekunder

Data sekunder adalah data tidak langsung yang diperoleh dari penelitian lainnya terkait sawah lodok di kampung Meler. Data sekunder diperoleh dari catatan atau dokumen-dokumen yang berkaitan dengan masalah yang diteliti, termasuk hasil penelitian yang telah dibuat terlebih dahulu, didokumentasikan dan dipublikasikan melalui referensi lainnya seperti jurnal, laporan kegiatan, serta berbagai naskah yang relevan sebagai penunjang data primer.

1.6.4 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang utama adalah peneliti dalam rangka mengumpulkan data yang dikumpulkan. Peneliti juga menggunakan pedoman wawancara untuk menggumpulkan data. Instrumen penelitian berupa pedoman wawancara yang berupa pertanyaan terbuka dilengkapi dengan alat bantu, berupa tape recorder atau alat perekam dari handphone. Instrumen penelitian lainnya

(23)

23

adalah alat tulis untuk menulis, dan buku catatan kecil untuk mencatat hasil wawancara dengan subyek penelitian.

1.6.5 Teknik Pengumpulan Data 1) Teknik Observasi partisipasi

Observasi partisipasi merupakan salah satu teknik yang banyak dilakukan dalam penelitian, baik kuantitatif maupun kualitatif dalam penelitian ilmu sosial. Dalam observasi partisipasi ini, peneliti terlibat dalam kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. Sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data, dan ikut merasakan suka dukanya.

Dengan observasi partisipasi ini, maka data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam, dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang nampak. Hal serupa juga di kemukakan oleh Stainback (1988), dalam Sugiyono (2014: 227), menyatakan “In participant observation, the researchers observes what people do, listent to what they say, and participates in their activities” Dalam observasi partisipasi, peneliti mengamati apa yang dikerjakan orang, mendengarkan apa yang mereka ucapkan, dan berpartisipasi dalam aktivitas mereka. Dengan menggunakan metode ini, peneliti secara langsung melihat dan mencatat kenyataan-kenyataan yang ada pada obyek/lokasi penelitian.

2) Teknik Wawancara

Wawancara dalam penelitian ini bertujuan untuk mengumpulkan data mengenai segala tindakan, pengalaman, harapan, dan keterangan lainnya terkait

(24)

24

pengetahuan masyarakat kampung Meler tentang makna simbolik sawah lodok. Sebelum wawancara dilakukan, dilakukan beberapa persiapan terlebih dahulu, antara lain: menyeleksi individu yang hendak diwawancarai, pendekatan dengan individu yang terseleksi, dan pengembangan suasana lancar dalam wawancara.

Dalam penelitian ini, peneliti mengkaji sejauh mana pengetahuan masyarakat kampung Meler tentang makna simbolik sawah lodok. Untuk mendapatkan keterangan dan data dari individu-individu tertentu itu, dan mengingat bahwa tidak semua orang dalam suatu masyarakat mengetahui kebudayaan mereka sendiri secara baik, maka wawancara dilakukan kepada para informan yang telah ditunjuk oleh informan pangkal (key informan) yaitu orang yang dapat memberi berbagai keterangan lebih lanjut yang dibutuhkan. Informan yang dipilih tentunya merupakan orang-orang yang mempunyai pengetahuan luas tentang berbagai bidang kehidupan dalam masyarakat, dan mempunyai kemampuan untuk memperkenalkan kita sebagai peneliti kepada informan-informan lain.

Tentang pendekatan dengan individu yang terseleksi, hal ini tentunya harus dipikirkan pula bahwa mereka mungkin saja mempunyai kewajiaban hidup masing-masing yang harus dilakukan dalam kesehariannya, misalnya harus bekerja atau melakukan berbagai tugas lainnya. Untuk itu peneliti harus menentukan waktu manakah yang tepat untuk menghubungi subyek wawancara atau rapport yang baik, hal ini tergantung hubungan antara individu, yaitu hubungan antara si peneliti dengan orang-orang yang hendak dimintai berbagai keterangan yang dibutuhkan, bagaimana peneliti harus menjaga sikap dan tingkah

(25)

25

laku agar tetap baik, dari sudut pandang kedua belah pihak, dalam menjalankan peran sebagai peneliti, atau lebih tepat lagi, berusaha sedemikian rupa sehingga kepentingan penelitian terjamin. Sebagai peneliti dan orang luar, dapat saja dianggap oleh subyeknya berkedudukan lebih tinggi atau lebih rendah. Apapun permasalahannya, peneliti akan memilih peranan sebagai orang yang ingin tahu dan ingin belajar.

Adapun macam wawancara yang peneliti lakukan adalah wawancara mendalam, yang terdiri dari standardized interview, yaitu wawancara yang berdasarkan suatu daftar pertanyaan yang telah direncanakan dan disusun sebelumnya berupa wawancara. Semua informan yang dipilih untuk diwawancara akan diajukan pertanyaan yang sama dan tata urut yang seragam, dengan tujuan agar keterangan yang diperoleh bisa dibandingkan antara yang satu dengan lainnya. Selain itu akan dilakukan wawancara lainnya, yaitu wawancara sambil lalu (casual interview), ialah wawancara tanpa rencana dan orang-orang yang diwawancara tidak diseleksi lebih dahulu, melainkan dijumpai secara kebetulan atau sambil lalu. Bentuk pertanyaan dari wawancara tersebut bersifat terbuka (open interview), dalam arti memberi keleluasaan bagi para informan untuk menjawab pertanyaan dan memberi pandangan-pandangannya secara bebas dan terbuka serta memungkinkan peneliti mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara mendalam.

Dalam wawancara ini, bila diperlukan dan memungkinkan dibantu pula alat perekam. Data hasil wawancara harus dianalisis secara terus menerus selama penelitian berlangsung. Kemudian data atau informasi tersebut dibuat kategorisasi

(26)

26

berdasarkan konsep-konsep tertentu untuk mengklasifikasikan serta menghubungkan antara satu data atau fakta dengan lainnya, selanjutnya diadakan interpretasi (Koentjaraningrat, 1990: 129-138).

3) Teknik Pengumpulan Data Dengan Dokumen

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya fenomental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan (life historys), ceritera, biografi, peraturan, kebijakan. Sedangkan dokumen yang berbentuk gambar, misalnya foto. Pengumpulan data dengan dokumen dimaksudkan guna mendapatkan informasi dan data skunder dari permasalahan yang ada di lokasi penelitian yaitu di kampung Meler, Kecamatan Ruteng, Kabupaten Manggarai (Sugiyono, 2014: 240).

1.6.6 Analisis Data

Teknik analisis data dilakukan dengan menggunakan deskriptif kualitatif. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu memakai pengetahuan, ide-ide konsep, yang ada dalam kehidupan masyarakat bersangkutan, berkenaan dengan sudut pandang mereka tentang dunia mereka. Hasil data yang dikumpulkan baik melalui observasi atau pengamatan, wawancara, dan studi kepustakaan akan diklasifikasikan berdasarkan permasalahan yang akan dibahas. Menganalisis data dilakukan peneliti sepanjang berlangsugnya penelitian, dimulai dari pengumpulan data, pengorganisasian data menjadi satu laporan penelitian, kemudian mengeditnya, dan dianalisis sesuai kerangka pemikiran yang dipakai.

(27)

Referensi

Dokumen terkait

Galur Mandul Jantan adalah varietas padi tanpa serbuk sari yang berfungsi sebagai tetua betina dan menerima serbuk sari dari tetua jantan untuk menghasilkan benih

RKA - PPKD Ringkasan Anggaran Pendapatan, Belanja dan Pembiayaan Pejabat Pengelola Keuangan Daerah. RKA - PPKD 1 Rincian Anggaran Pendapatan Pejabat Pengelola

OGIS Feature World; OGIS Features Project World (World View); Information Community Dimensional World; Metric Language Geospatial World; GIS Language Mathematical and Symbolic

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa Pengelolaan zakat fitrah di masjid Al-Ikhlas Kawat V Tanjung Mulia Hilir Medan sudah berjalan sesuai dengan apa yang mereka musyawarahkan

Hasil evaluasi terhadap narasumber pelatihan menunjukkan bahwa lebih dari separuh peserta menyatakan narasumber pelatihan sangat baik, hal itu menggambarkan bahwa narasumber

1) Kehilangan penjualan, ketika perusahaan tidak mampu memenuhi suatu pesanan maka ada nilai penjualan yang hilang bagi perusahaan.. 2) Kehilangan langganan,

Konsentrasi semacam itu sejak awal akan menghapus kesalahan-kesalahan struktur dalam perencanaan universitas, yang kalau tidak demikian akan sukar dihindari dan mungkin

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis perkembangan CSR Disclosure dan Return on Assets pada perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia