• Tidak ada hasil yang ditemukan

KETIDAKADILAN GENDER DAN CITRA PEREMPUAN DALAM NOVEL ASIH KARYA RISA SARASWATI : KAJIAN KRITIK SASTRA FEMINIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KETIDAKADILAN GENDER DAN CITRA PEREMPUAN DALAM NOVEL ASIH KARYA RISA SARASWATI : KAJIAN KRITIK SASTRA FEMINIS"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

i

KETIDAKADILAN GENDER DAN CITRA PEREMPUAN DALAM NOVEL ASIH KARYA RISA SARASWATI :

KAJIAN KRITIK SASTRA FEMINIS

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Oleh:

FAHRI ARDIYANTO PRASIGIT 131224080

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2020

(2)
(3)
(4)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan untuk saya sendiri

Kepada orang tua yang selalu mendukung saya

Kepada rekan-rekan seperjuangan yang sudah membantu saya

(5)

v MOTO

Jika kamu percaya akan hal itu, maka perjuangkanlah. (Fahri Ardiyanto Prasigit)

(6)
(7)
(8)

viii ABSTRAK

Prasigit, Fahri Ardiyanto. 2020. Ketidakadilan Gender dan Citra Perempuan dalam Novel Asih Karya Risa Saraswati : Kajian Kritik Sastra Feminis. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Jurusan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Novel Asih karya Risa Saraswati ini merupakan sebuah karya sastra yang tidak cukup dinikmati saja, melainkan perlu mendapat tanggapan ilmiah. Dalam novel ini cukup menarik untuk dikaji lebih lanjut secara ilmiah kehidupan perempuan yang tidak harus mengikuti budaya patriarkat. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengkaji citra perempuan dan ketidakadilan gender yang terdapat dalam novel Asih ini.

Penelitian ini membahasa mengenai unsur feminisme, ketidakadilan gender, dan citra perempuan dalam novel Asih karya Risa Saraswati. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan unsur feminisme, ketidakadilan gender, dan citra perempuan yang terdapat dalam novel Asih karya Risa Saraswati. Penelitian ini termasuk dalam penelitian deskriptif kualitatif. Data diambil dari hasil membaca novel Asih karya Risa Saraswati. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode simak dan catat. data kemudian diidentifikasi dan dianalisis berdasarkan teori kritik sastra feminis.

Peneliti menemukan adanya unsur feminisme, ketidakadilan gender, dan citra perempuan dalam novel Asih karya Risa Saraswati. Bentuk ketidakadilan gender yang ditemukan yaitu: marginalisasi, subordinasi, stereotipe, kekerasan, dan beban kerja. Kemudian citra perempuan yang ditemukan yaitu citra diri perempuan yang meliputi citra fisik perempuan dan citra psikis perempuan, selanjutnya citra sosial perempuan yang meliputi citra perempuan dalam keluarga dan citra perempuan dalam masyarakat.

Kata kunci: unsur feminisme, ketidakadilan gender, citra perempuan.

(9)

ix ABSTRACT

Prasigit, Fahri Ardiyanto. 2020. Gender Unequality and Image of Women in Novel Asih by Risa Saraswati: Study of Feminist Literary Criticism. Thesis. Yogyakarta: Indonesian Literature Language Education Study Program, Language and Art Department, Teacher Training and Education Faculty, Sanata Dharma University.

Asih novel by Risa Saraswati is a literary work that is not enough to be enjoyed, but also needs to get a scientifc response. In this novel its quite interesting to study further scientificially the live of women who do not have to follow patriarchal culture. Therefore the researchers isinterested in studying the image of women and gender unequality that contained in Asih Novel

This study discusses about the elements of feminism, gender unequality, and image of women in novel Asih by Risa Saraswati. The purpose of this research is to describe the elements of feminism, gender unequality, and the image of women that contained in novel Asih by Risa Saraswati. This research is included in a qualitative descriptive study. The data was taken from the reading of Asih's novel by Risa Saraswati The data collection techniques in this study were carried out by the Reads and Record Data method then identified and analyzed based on the theory of literary criticism of feminism.

The researchers found the existence of feminism elements, gender unequality, and image of women in the novel Asih by Risa Saraswati. Forms of gender unequality were found, namely: marginalization, subordination, stereotyping, violence, and workload. Then the image of women found is women's self-image which includes women's physical image and women's psychic image, then women's social image which includes the image of women in the family and the image of women in society.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dan terima kasih peneliti sembahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan karuniaNya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Ketidakadilan Gender dan Citra Perempuan dalam Novel Asih Karya Risa Saraswati : Kajian Kritik Sastra Feminis. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana di Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Peneliti menyadari bahwa terselesainya skripsi ini karena adanya bimbingan, perhatian, arahan, dan dukungan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu peneliti menyampaikan terima kasih kepada:

1. Tuhan Yang Maha Esa, yang selalu memberikan rahmat dkesehatan dan kelancaran selama kegiatan penelitian dan penyusunan skripsi ini.

2. Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

3. Rishe Purnama Dewi, S.Pd., M.Hum. selaku kepala program studi PBSI Universitas Sanata Dharma yang bersedia meluangkan waktu untuk menjadi triangulator..

4. Septina Krismawati, S.S., M.A., selaku dosen pembimbing tunggal yang dengan penuh ketelitian telah mendampingi, memotivasi, dan memberikan berbagai masukan yang sangat berharga bagi peneliti. Mulai dari proses awal hingga akhirnya peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

5. Segenap dosen Prodi PBSI, dosen MKU, dosen MKK, yang telah mendidik dan membimbing peneliti selama mengikuti perkuliahan.

6. Theresia Rusmiyati sebagai karyawan sekretariat PBSI yang selalu sabar memberikan pelayanan demi kelancaran peneliti dalam menyelesaikan kuliah di PBSI sampai penyusunan skripsi ini.

7. Orang tua dan seluruh keluarga yang telah memberikan semangat, motivasi, bimbingan, arahan, dan doa yang tidak pernah putus kepada peneliti.

(11)
(12)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN... iv

HALAMAN MOTO... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vii

ABSTRAK... viii ABSTRACT... ix KATA PENGANTAR ... x DAFTAR ISI... DAFTAR LAMPIRAN... xii xv BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Rumusan Masalah... 4

1.3 Tujuan Penelitian... 4

1.4 Manfaat Penelitian... 4

1.5 Batasan Istilah... 5

1.6 Sistematika Penulisan ... 6

BAB II LANDASAN TEORI... 8

2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 8

2.2 Landasan Teori... 11

2.3 Kriik Sastra Feminisme... 11

2.4 Ketidakadilan Gender... 14

2.4.1 Marginalisas... 15

2.4.2 Subordinasi... 16

2.4.3 Stereotipe... 16

(13)

xiii

2.4.5 Beban Kerja... 17

2.5 Citra Perempuan…... 18

2.5.1. Citra Diri Wanita... 19

2.5.1.1 Citra Fisik Wanita... 19

2.5.1.2 Citra Psikis Wanita... 20

2.5.2 Citra Sosial Wanita... 2.5.2.1 Citra Wanita dalam Keluarga...……….. 21 21 2.5.2.2 Citra Wanita dalam Masyarakat...………. 22

2.5 Kerangka Berpikir... 23

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 24

3.1 Jenis Penelitian... 24

3.2 Sumber Data dan Data... 24

3.3 Teknik Pengumpulan Data... 3.4 Teknik Analisis Data... 25 26 3.5 Triangulasi... 27

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 28

4.1 Deskripsi Data... 28

4.2 Sinopsis Novel... 29

4.3 Analisis Data... 32

4.3.1 Bentuk Ketidakadilan Gender dalam Novel Asih... 33

4.3.1.1 Marginalisasi... 33

4.3.1.2 Subordinasi...…...………... 35

4.3.1.3 Stereotipe...…..………... 36

4.3.1.4 Kekerasan...……... 37

4.3.1.5 Beban Kerja………... 38

4.3.2 Unsur Feminisme dalam Novel Asih... 39

4.3.3 Citra Perempuan dalam Novel Asih... 41

4.3.3.1 Citra Diri Perempuan... 41

(14)

xiv

4.3.3.1.2 Citra Psikis Perempuan...………... 42

4.3.3.2 Citra Sosial Perempuan... 43

4.3.3.2.1 Citra Perempuan dalam Keluarga... 43

4.3.3.2.2 Citra Perempuan dalam Masyarakat... 44

BAB V PENUTUP... 47 5.1 Simpulan... 47 5.2 Saran... 48 DAFTAR RUJUKAN... 50 LAMPIRAN... 52 BIOGRAFI PENULIS... 72

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

TABEL I UNSUR FEMINISME DALAM NOVEL ASIH... 53 TABEL II KETIDAKADILAN GENDER DALAM NOVEL ASIH... 57 TABEL III CITRA PEREMPUAN DALAM NOVEL ASIH... 64

(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam karya sastra sosok perempuan sering dibicarakan dan dijadikan sebagai objek pencitraan. Citra artinya rupa atau gambaran\ yang dimiliki orang banyak mengenai pribadi atau kesan mental (bayangan) visual yang ditimbulkan oleh sebuah kata, frasa, atau kalimat dan merupakan dasar yang khas dalam karya prosa dan puisi. Citra perempuan merupakan wujud gambaran mental spiritual dan tingkah laku keseharian yang terekspresi oleh perempuan dalam berbagai aspeknya, yaitu aspek fisik dan psikis sebagai citra diri perempuan serta aspek keluarga dan masyarakat sebagai citra sosial (Sugihastuti, 2000:7).

Secara empiris perempuan dicitrakan secara stereotipe sebagai makhluk yang lemah lembut, cantik, emosional dan keibuan, sementara laki-laki dianggap sebagai makhluk yang kuat, rasional, jantan dan perkasa (Dagun, 1992:3). Citra demikian timbul karena adanya konsep gender, yakni suatu sifat yang melekat pada laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial dan kultural melalui proses panjang. Sosialisasi gender tersebut akhirnya dianggap sebagai ketentuan Tuhan.

Perempuan adalah sosok yang mempunyai dua sisi. Di satu pihak, perempuan adalah keindahan. Pesonanya dapat membuat laki-laki tergila-gila. Di sisi yang lain, ia dianggap lemah. Sayangnya, kelemahan itu dijadikan alasan oleh laki-laki

(17)

jahat untuk mengeksploitasi keindahannya (Sugihastuti 2010:32). Hal itulah yang menyebabkan lahirnya ketidakadilan gender. Ketidakadilan gender sendiri termanifestasikan dalam berbagai bentuk, yaitu marginalisasi atau proses pemiskinan ekonomi, subordinasi atau anggapan tidak penting dalam keputusan politik, pembentukan stereotipe, serta kekerasan, beban kerja lebih panjang dan lebih banyak (Fakih 2008:13).

Masalah gender menjadi dasar gerakan feminisme. Hal ini sesuai dengan pendapat Fakih (2008: 100) bahwa gerakan feminis adalah perjuangan dalam rangka mentransformasikan sistem dan struktur yang tidak adil, menuju ke sistem yang adil bagi perempuan maupun laki-laki. Dengan kata lain, hakikat feminisme merupakan gerakan transformasi soal dalam arti tidak melulu memperjuangkan sosial perempuan belaka.

Feminisme dalam penelitian sastra dianggap sebagai gerakan kesadaran terhadap pengabaian dan eskploitasi perempuan dalam masyarakat seperti tercermin dalam karya sastra (Sugihastuti, 2010: 27). Sugihastuti (2010: 15-16) menjelaskan dasar pemikiran dalam penelitian sastra berperspektif feminis tercermin dalam karya sastra. Kedudukan dan peran tokoh perempuan dalam karya sastra Indonesia menunjukkan masih didominasi oleh laki-laki. Dalam karya sastra Indonesia secara sepintas terlihat bahwa para tokoh perempuan tertinggal dari laki-laki, misalnya dalam latar sosial pendidikannya, pekerjaannya, serta perannya dalam masyarakat.

Feminisme dalam penelitian sastra dianggap sebagai gerakan kesadaran terhadap pengabaian dan eskploitasi perempuan dalam masyarakat seperti

(18)

tercermin dalam karya sastra (Sugihastuti, 2010: 27). Sugihastuti (2010: 15-16) menjelaskan dasar pemikiran dalam penelitian sastra berperspektif feminis tercermin dalam karya sastra. Kedudukan dan peran tokoh perempuan dalam karya sastra Indonesia menunjukkan masih didominasi oleh laki-laki. Dalam karya sastra Indonesia secara sepintas terlihat bahwa para tokoh perempuan tertinggal dari laki-laki, misalnya dalam latar sosial pendidikannya, pekerjaannya, serta perannya dalam masyarakat.

Novel Asih secara umum mencoba untuk menggambarkan keadaan masyarakat di pedesaan Sukaraja Kabupaten Bogor dengan berbagai permasalahan sosial dan aturan adat yang harus dipatuhi. Setiap perempuan yang lahir di desa itu harus menikah dengan laki-laki yang juga lahir di desa itu. Novel ini juga menceritakan tentang pemberontakan terhadap adat yang dipandang sebagai ketidakadilan sistem oleh tokoh wanita di dalamnya. Tokoh wanita itu mencoba memperjuangkan nasib mereka dengan menentang stigma masyarakat desa yang mengaggap bahwa setiap perempuan yang lahir di desa itu harus menikah dengan laki-laki yang juga lahir di desa itu.

Novel Asih karya Risa Saraswati ini merupakan sebuah karya sastra yang tidak cukup dinikmati saja, melainkan perlu mendapat tanggapan ilmiah. Dalam novel ini cukup menarik untuk dikaji lebih lanjut secara ilmiah kehidupan perempuan yang tidak harus mengikuti budaya patriarkat. Novel Asih juga kaya akan pesan moral yang terdapat di dalamnya mengenai problematika yang di hadapi oleh kaum peremuan. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengkaji citra perempuan dan ketidakadilan gender yang terdapat dalam novel Asih ini.

(19)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut rumusan masalah yang muncul dalam penelitian ini yaitu :

1. Bagaimanakah bentuk ketidakadilan gender yang terjadi dalam novel Asih karya Risa Saraswati?

2. Bagaimanakah unsur feminisme dalam novel Asih karya Risa Saraswati? 3. Bagaimanakah citra perempuan dalam novel Asih karya Risa Saraswati?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan penelitian ini yaitu:

1. Mendeskripsikan bentuk ketidakadilan gender yang terjadi dalam novel Asih karya Risa Saraswati.

2. Mendeskripsikan unsur feminisme dalam novel Asih karya Risa Saraswati. 3. Mendeskripsikan citra perempuan dalam novel Asih karya Risa Saraswati.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat-manfaat yang dapat diambil secara teoritis maupun praktis. Beberapa manfaat yang diharapkan timbul dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoretis

Manfaat teoretis dari penelitian ini adalah penerapan teori kritik sastra feminisme. Melalui penelitian ini diharapkan menambah wawasan dan

(20)

pengetahuan baru bagi pembaca mengenai studi analisis citra perempuan dan ketidakadilan gender terhadap novel Asih karya Risa Saraswati, serta untuk perkembangan ilmu khususnya sastra Indonesia.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Penulis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan tentang perwujudan citra diri perempuan dan bentuk ketidakadilan gender dalam novel Asih

b. Bagi Pembaca

Penelitian ini diharapkan dapat membantu pembaca untuk lebih memahami citra perempuan dan bentuk ketidakadilan gender yang terdapat dalam novel Asih. c. Bagi peneliti Lain

Penelitian ini diharapkan dapat membantu pembaca untuk lebih memahami citra perempuan dan bentuk ketidakadilan gender yang terdapat dalam novel Asih.

1.5 Batasan Istilah

Sehubungan dengan judul penelitian ini, agar terdapat persamaan konsep dari beberapa istilah dan agar permasalahan tersebut tampak jelas adanya, maka perlu diberikan adanya pembatasan pengertian istilah. Sedangkan istilah-istilah yang perlu ditegaskan adalah sebagai berikut:

1. Kritik Sastra Feminisme

Kritik sastra feminisme yakni kajian karya sastra yang mendasarkan pada pandangan feminisme yang menginginkan adanya keadilan dalam memandang eksistensi wanita, baik sebagai penulis maupun dalam karya sastra-karya

(21)

sastranya. Pengkritik memandang sastra dengan kesadaran, khusus adanya jenis kelamin yang berhubungan dengan sastra, budaya dan kehidupan (Djajanegara, 2003: 22).

2. Ketidakadilan Gender

Kesenjangan gender disebabkan oleh bias gender, yaitu perlakuan tidak sama dalam memperoleh kesempatan, partisipasi, pengambilan keputusan berdasarkan jenis kelamin dan peran gender seseorang (Siti Azisah dkk., 2016:16).

3. Citra Perempuan

Citra wanita ialah semua wujud gambaran mental spiritual dan tingkah laku keseharian yang terekspresikan oleh wanita (Indonesia). Kata citra wanita diambil dari gambaran-gambaran citraan, yang ditimbulkan oleh pikiran, pendengaran, penglihatan, perabaan, dan pencecapan tentang wanita (Sugihastuti, 2000:45).

1.6 Sistematika Penulisan

Penelitian ini terdiri dari lima bab. Bab petama adalah pendahuluan, pada bab ini, peneliti menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan istilah, dan sistematika penyajian. Bab ke-dua merupakan landasan teori. Pada bab ini peneliti menguraikan penelitian terdahulu yang relevan, kajian teori yang berisi uraian tentang kritik sastra feminisme, ketidakadilan gender, jenis-jenis ketidakadilan gender, dan citra diri perempuan. Bab ketiga berisi metodologi penelitian. Pada bab ini peneliti

(22)

menguraikan jenis penelitian, data dan sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan triangulasi hasil analisi data. Bab keempat berisi hasil penelitian dan pembahasan yang meliputi deskripsi data penelitian dan hasil analisis data mengenai citra perempuan dan ketidakadilan gender dalam novel Asih. Bab kelima berisi pentutup yang meliputi simpulan dan saran.

(23)

8 BAB II

LANDASAN TEORI

Dalam bab ini secara khusus peneliti akan menguraikan dua hal, pertama peneliti akan menguraikan penelitian terdahulu yang relevan, dan yang kedua peneliti akan menguraikan mengenai landasan teori yang meliputi ketidakadilan gender, kritik sastra feminis, dan citra perempuan.

2.l Penelitian Terdahulu yang Relevan

Penelitian pertama yang relevan adalah penelitian yang dilakukan oleh Gigih Dessy Anggarani (2013). Judul penelitian ini adalah “Kajian Feminisme Dalam Novel Astirin Mbalela Karya Peni”. Dalam penelitian tersebut, peneliti mencoba meneliti tentang gambaran feminisme tokoh utama, meliputi aspek fisik, psikis dan sosial yang terdapat dalam novel, peneliti juga mencoba meneliti nilai-nilai yang terkandung dalam novel Astirin Mbalela karya Peni meliputi, nilai-nilai etika, nilai sosial, dan nilai moral. Hasil penelitiannya menjelaskan Feminisme dalam novel Astirin Mbalela karya Peni dari segi citra wanita dapat dilihat sebagai berikut. (i) Aspek fisik, Astirin seorang gadis desa yang mempunyai fisik yang cantik, (ii) aspek psikis, Astirin adalah wanita yang mempunyai sifat berkemauan tinggi, keras kepala, mandiri, polos dan pantang menyerah, dan (iii) aspek sosial, Astirin tampil sebagai wanita yang membongkar tempat penyelundupan calon tenaga kerja ilegal di hotel madusari Surabaya dan kejahatan yang dilakukan Bu Amin di desa Ngunut. Dari segi perjuangan wanita dapat dilihat sebagai berikut.

(24)

(i) Perjuangan hidup tokoh utama, pada awalnya Astirin tertipu oleh Yohan Nur, kemudian Astirin menemukan cara untuk meloloskan diri dari penyelundupan calon tenaga kerja ilegal, (ii) perjuangan seorang wanita, Astirin berjuang untuk menyelamatkan hidupnya setelah menenggelamkan diri ke laut kemudian dia berusaha untuk berenang hingga ke daratan dan berjuang lagi untuk mencari kehidupan baru dengan bekerja di sebuah bar & restoran.

Penelitian kedua yang relevan adalah penelitian yang dilakukan oleh Miftahul Jannah (2015). Judul penelitian ini adalah “Citra Perempuan Dalam Novel Cinta Suci Zahrana Karya Habiburrahman El Shirazy dan Kaitannya Dengan Pembelajaran Sastra di SMA. Dalam penelitiannya peneliti mencoba meneliti bagaimanakah citra perempuan dalam novel Cinta Suci Zahrana perspektif Feminisme, peneliti juga mencoba meneliti bagaimanakah kaitan hasil analisis citra perempuan perspektif feminisme terhadap pembelajaran sastra di SMA. Hasil penelitiannya adalah Peneliti mengkaji tentang citra perempuan pada tokoh Zahrana, Zahrana merupakan tokoh utama dalam novel Cinta Suci Zahrana. Dalam novel tersebut Zahrana digambarkan sebagai perempuan yang cerdas, disiplin, sabar, tegas, soleh dan patuh kepada orang tua serta suaminya ini tercitra dalam beberpa citra yaitu (i) citra perempuan sebagai pribadi (ii) citra perempuan sebagai istri, dan (iii) citra perempuan sebagai anggota masyarakat. Hasil analisis citra perempuan seperti yang telah disebutkan di atas dapat menjadi bahan ajar di Sekolah Menengah Atas khususnya dalam karya sastra yang menitik beratkan kepadan penguasaan mengkaji unsur ekstrinsik dalam sebuah karya sastra. Dapatnya novel Cinta Suci Zahrana karya Habiburrahman El Shirazy ini di

(25)

jadikan bahan ajar karena karya ini juga memenuhi syarat prinsip bahan ajar sebagai materi pembelajaran. Prinsip tersebut, yaitu (i) prinsip relevansi, (ii) prinsip konsistensi, (iii) prinsip kecukupan.

Penelitian ketiga yang relevan adalah penelitian yang dilakukan oleh Wiwik Pratiwi (2016). Judul penelitian ini adalah “Eksistensi Perempuan Dalam Novel Tanah Tabu Karya Anindita S. Thayf Berdasarkan Feminisme Eksistensialis Simone De Beauvoir”. Dalam penelitian ini peneliti mencoba untuk meneliti bentuk-bentuk marginalisasi perempuan sebagai others dalam novel, peneliti juga mecoba meneliti bentuk-bentuk perlawanan tokoh perempuan sebagai wujud eksistensi dalam novel Tanah Tabu berdasarkan feminisme eksistensialis Simone de Beauvoir. Hasil penelitiannya bentuk marginalisasi perempuan sebagai others yang terdapat dalam novel Tanah Tabu adalah, perempuan yang selalu saja dipandang sebagai sesuatu yang tidak absolut dan hanya dijadikan objek pelampiasan dari laki-laki. Di dalam novel terdapat tiga bentuk marginalisasi yakni, pandangan perbedaan posisi perempuan dan laki-laki, kekerasan perempuan dari segi pelayanan dalam perkawinan dan pelecehan seksual. Ketiga bentuk marginalisasi tersebut mengacu pada pandangan perempuan selalu dijadikan sebagai objek yang tidak absolut. Bentuk perlawanan perempuan sebagai wujud eksistensi tokoh utama dalam novel Tanah Tabu adalah kejadian-kejadian yang dialami tokoh utama dalam hubungannya dengan orang lain serta lingkungannya yang menunjukkan dan menguatkan eksistensinya sebagai seorang perempuan. Dalam novel juga terdapat kalimat-kalimat dan paragraf yang menunjukkan pengalaman tokoh utama seperti bekerja, berupaya

(26)

menjadi kaum intelektual, menjadi transformasi dalam masyarakat dan memiliki pemikiran yang modern.

Penelitian ini memiliki relevansi dengan ketiga penelitian di atas. Gigih Dessy Anggraini meneliti citra perempuan menurut kajian feminisme dalam novel Astirin Mbalela karya Peni, Miftahul Jannah meneliti citra perempuan dalam novel Cinta Suci Zahrana karya Habiburrahman El Shirazy dan kaitannya dengan pembelajaran sastra di SMA, serta Wiwik Pratiwi citra perempuan dalam novel Tanah Tabu karya Anindita S. Thayf. Sejauh pengamatan peneliti, hal yang membedakan penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah terletak pada novel yang dianalisis. Dalam penelitian ini peneliti menggunkan novel Asih karya Risa Saraswati.

2.2 Landasan Teori

Pada landasan teori ini diuraikan tentang teori-teori yang mendasari permasalahan pada penelitian ini. Adapun uraian selanjutnya disampaikan pada paparan sebagai berikut.

2.3 Kritik Sastra Feminisme

Dalam kaitannya dengan karya sastra, feminisme berkaitan erat dengan kritik sastra feminisme, yakni kajian karya sastra yang mendasarkan pada pandangan feminisme yang menginginkan adanya keadilan dalam memandang eksistensi wanita, baik sebagai penulis maupun dalam karya sastra-karya sastranya. Pengkritik memandang sastra dengan kesadaran, khusus adanya jenis kelamin yang berhubungan dengan sastra, budaya dan kehidupan (Djajanegara, 2003: 22).

(27)

Djajanegara (2003: 27) juga menyatakan kritik sastra feminis berawal dari hasrat para feminis untuk mengkaji karya penulis-penulis wanita di masa silam dan untuk menunjukkan citra wanita dalam karya penulis-penulis pria yang menampilkan wanita sebagai makhluk yang dengan berbagai cara ditekan, disalah tafsirkan, serta disepelekan oleh tradisi patriarkal yang dominan. Kritik sastra feminis bertujuan untuk menunjukkan citra wanita dalam karya penulis-penulis pria yang menampilkan wanita sebagai makhluk yang dengan berbagai cara ditekan, disalah tafsirkan, serta disepelekan oleh tradisi patriarkal yang dominan (Sugihastuti, 2010: 136)

Djajanegara (2003: 28-32) mengemukakan enam ragam kritik sastra feminis yaitu kritik sastra feminis ideologis, kritik sastra feminis ginokritik, kritik sastra feminis marxis, kritik sastra feminis psikoanalitik, kritik sdastra feminis lesbian, kritik sastra feminis ras atau etnik. Masing-masing dari ragam kritik sastra tersebut mempunyai karakteristik dan bidang kajian masing-masing. Di dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan kritik sastra feminisme ideologis menurut Djajanegara sebagai dasar kajian karena sesuai dengan aspek-aspek yang dikaji oleh peneliti.

Kritik sastra feminis ideologis merupakan salah satu ragam kritik sastra yang ditimbukan dari adanya keraguan tentang keabsahan karya sastra lama, bukan hanya karena menyajikan tokoh-tokoh wanita stereotipe dan menunjukkan rasa benci dan curiga terhadap wanita, tetapi juga karena diabaikannya tulisan-tuisan mereka (Djajanegara, 2003: 28). Ragam kritik sastra ini memiliki karateristik sendiri, yaitu melibatkan wanita khususnya kaum feminis sebagai para

(28)

pembaca. Yang menjadi pusat perhatian pembaca wanita adalah citra serta stereotipe wanita dalam karya sastra. Kritik sastra ini juga meneliti kesalahpahaman tentang wanita dan sebab-sebab mengapa wanita sering tidak diperhitungkan, bahkan nyaris diabaikan sama sekali dalam kritik sastra (Djajanegara, 2003:28). Pada dasarnya kritik sastra ini merupakan cara menafsirkan suatu teks, yaitu satu di antara banyak cara yang dapat diterapkan untuk teks yang paling rumit sekalipun. Cara ini bukan saja memperkaya wawasan para pembaca wanita, tetapi membebaskan cara berpikir mereka (Djajanegara, 2003: 28).

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kritik sastra feminis ideologis adalah kritik sastra yang mengkaji tentang teks dalam karya sastra berdasarkan sudut pandang para kaum feminis sebagai pembacanya. Kritik sastra ini digunakan untuk mencari citra stereotipe perempuan serta mencari sebab-sebab mengapa perempuan selalu tidak diperhitungkan dalam karya sastra. Hal ini sejalan dengan penelitian yang akan dilakukan, dengan menggunakan kritik sastra feminis ideologis peneliti dapat mencari adanya bentuk-bentuk ketidakadilan gender yang terdapat dalam karya sastra dengan mencari citra stereotipe tehadap tokoh perempuan dalam karya sastra.

Citra stereotipe perempuan dapat dijadikan landasan dalam mencari adanya bentuk-bentuk ketidakadilan gender terhadap tokoh perempuan, karena masih banyak sekali ditemukan adanya kesalahpahaman antara konsep gender dan jenis kelamin, dimana tokoh perempuan selalu dicitrakan berdasarkan jenis kelamin.

(29)

Selain itu kritik sastra ini juga dapat digunakan untuk mencari citra perempuan yang terdapat dalam karya sastra.

2.4 Ketidakadilan Gender

Sebelum masuk pada pembahasan yang lebih mendalam, terlebih dahulu diluruskan apa makna kata “gender” tersebut. Kata gender dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia hanya diartikan sebagai jenis kelamin dan tidak secara jelas dibedakan artinya antara kata “seks dan gender”. Untuk itu perlu adanya uraian yang jelas antara konsep gender dengan kaum perempuan dan hubungnya dengan persoalan ketidakadilan gender.

Konsep gender menurut Handayani dan Sugiarti (2008:4-5) adalah sifat yang melekat pada kaum laki-laki dan perempuan yang dibentuk oleh faktor-faktor sosial maupun budaya, sehingga lahir beberapa anggapan tentang peran sosial dan budaya laki-laki dan perempuan. Menurut Fakih (2008:9) bahwa semua hal yang dapat dipertukarkan antara sifat perempuan dan laki-laki, yang bisa berubah dari waktu ke waktu serta berbeda dari tempat ke tempat lainnya, maupun berbeda dari kelas ke kelas lain, itulah yang dikenal dengan konsep gender. Lebih tegas lagi disebutkan Women’s Studies Encyclopedia (dalam Siti Musdah Mulia, 2004: 4) bahwa gender adalah suatu konsep kultural yang dipakai untuk membedakan peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat.

Dari beberapa definisi di atas dapat dipahami bahwa gender adalah suatu sifat yang dijadikan dasar untuk mengidentifikasi perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang dibangun secara sosial dan kultural yang berkaitan dengan peran,

(30)

perilaku dan sifat yang dianggap layak bagi laki-laki dan perempuan yang dapat dipertukarkan.

Perbedaan gender sesungguhnya tidaklah menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan gender. Namun, yang menjadi persoalan ternyata perbedaan gender telah melahirkan berbagai ketidakadilan, baik pada kaum laki-laki maupun kaum perempuan. Ketidakadilan gender adalah perbedaan kondisi dan capaian pada aspek-aspek hak-hak dasar warga negara seperti kesehatan, pendidikan, perekonomian dan politik. Kesenjangan gender disebabkan oleh bias gender, yaitu perlakuan tidak sama dalam memperoleh kesempatan, partisipasi, pengambilan keputusan berdasarkan jenis kelamin dan peran gender seseorang (Siti Azisah dkk., 2016:16).

Fakih (2008: 12-13) memperkenalkan lima bentuk ketidakadilan gender yang dapat merugikan kaum perempuan yaitu, marginalisasi atau proses pemiskinan ekonomi, subordinasi atau anggapan tidak penting dalam keputusan politik, pembentukan stereotipe atau melalui pelabelan negatif, kekerasan, beban kerja lebih panjang dan lebih banyak. Kelima betuk ketidakadilan gender itu saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Uraian berikut akan membahas secara lebih rinci mengenai masing-masing bentuk ketidakadilan gender.

2.4.1 Marginalisasi

Menurut Fakih (2008: 13), marginalisasi adalah proses yang mengakibatkan kemiskinan. Namun ada salah satu bentuk pemiskinan atas satu jenis kelamin tertentu, dalam hal ini perempuan, disebabkan oleh gender. Misalnya banyak di

(31)

antara suku-suku di Indonesia yang tidak memberi hak kepada kaum perempuan untuk mendapatkan waris sama sekali.

2.4.2 Subordinasi

Subordinasi terhadap perempuan adalah penempatan perempuan pada posisi yang tidak penting (Fakih, 2008:15). Misalnya di Jawa, dulu ada anggapan bahwa perempuan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi, toh akhirnya akan ke dapur juga. Bahkan, pemerintah pernah memiliki peraturan bahwa jika suami akan pergi belajar (jauh dari keluarga) dia bisa mengambil keputusan sendiri, sedangkan pada istri justru sebaliknya harus seizin suami.

2.4.3 Stereotip

Secara umum stereotip adalah pelabelan atau penandaan terhadap suatu kelompok tertentu (Fakih, 2008:16). Banyak sekali ketidakadilan terhadap jenis kelamin tertentu, umumnya perempuan, yang bersumber dari penandaan yang dilekatkan pada mereka. Misalnya, penandaan yang berawal dari anggapan bahwa perempuan bersolek itu sebetulnya bertujuan untuk memancing lawan jenisnya, maka setiap ada kasus kekerasan atau pelecehan seksual selalu dikaitkan dengan penandaan tersebut. Bahkan jika terjadi pemerkosaan, masyarakat cenderung menyalahkan korbannya.

2.4.4 Kekerasan

Kekerasan adalah serangan terhadap fisik maupun integritas mental psikologi seseorang (Fakih, 2008:17). Misalnya tindakan perkosaan dan pelecehan seksual yang disertai tindakan pemukulan dilakukan untuk medapatkan pelayanan seksual tanpa adanya kerelaan yang bersangkutan. Pada dasarnya, kekerasan gender

(32)

disebabkan oleh ketidaksetaraan kekuatan yang ada dalam masyarakat, anggapan bahwa wanita itu lemah , banyak orang membela bahwa pelecehan seksual itu sangat relatif karena dianggap sebagai usaha untuk bersahabat, tetapi sesungguhnya pelecehan seksual bukanlah usaha untuk bersahabat, karena tindakan tersebut merupakan sesuatu yang tidak menyenangkan bagi perempuan. 2.4.5 Beban Kerja

Bias gender yang mengakibatkan beban kerja terbentuk dari adanya anggapan bahwa kaum perempuan memelihara dan rajin, serta tidak cocok untuk menjadi kepala rumah tangga, berakibat semua pekerjaan rumah tangga menjadi tanggung jawab perempuan. Konsekuensinya, kaum perempuan harus bekerja keras dan lama untuk menjaga kebersihan dan kerapihan rumah. Terlebih-lebih jika si perempuan harus bekerja membantu mencari nafkah maka ia akan memikul beban kerja ganda (Fakih, 2008:21).

Semua manifestasi ketidakadilan gender tersebut saling berkaitan dan secara dialektial dan saling mempengaruhi. Tidak ada satupun manifestasi ketidakadilan gender yang lebih penting, lebih esensial dari yang lain (Fakih, 2008:13). Misalnya, marginalisasi ekonomi kaum perempuan justru terjadi karena stereoptipe tertentu atas kaum perempuan dan itu menyumbang kepada subordinasi, kekerasan pada perempuan yang, akhirnya tersosialisasikan dalam keyakinan, ideologi dan visi kaum perempuan sendiri.

Fakih (2008: 22-23) berpendapat bahwa manifestasi ketidakadilan gender dalam bentuk marginalisasi ekonomi, subordinsai, kekerasan, stereotipe dan beban kerja terjadi di berbagai tingkatan, yaitu, manifestasi ketidakadilan gender

(33)

di tingkat negara, manifestasi ketidakadilan gender di tempat kerja, manifestasi ketidakadilan gender di dalam adat istiadat masyarakat, manifestasi ketidakadilan gender di lingkungan rumah serta, manifestasi ketidakadilan gender di dalam keyakinan atau ideologi.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa ketidakadilan gender merupakan bentuk perbedaan perlakuan berdasarkan alasan gender, seperti pembatasan peran, penyingkiran atau pilih kasih yang mengakibatkan pelanggaran atas pengakuan dan persamaan hak asasi antara laki-laki dan perempuan dalam bidang sosial, politik, ekonomi, budaya, dll. Dari penjelasan di atas juga dapat disimpukan bahwa semua bentuk ketidakadilan gender seperti marginalisasi, subordinasi, stereotipe, kekerasan, serta beban kerja saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu sama lain. Semua bentuk ketidakadilan gender itu juga tidak hanya terjadi dalam satu tingkatan, melainkan terjadi di berbagai tingkatan baik itu dalam tingkat negara, tempat kerja, adat istiadat masyarakat, lingkugan rumah tangga, dan dalam keyakinan atau ideologi.

2.5 Citra Perempuan

Citraan merupakan gambaran yang dapat berupa gambaran yang dimiliki orang banyak mengenai pribadi, atau kesan mental (bayangan) visual yang ditimbulkan oleh sebuah kata, frasa atau kalimat, dan merupakan unsur dasar konsep citra wanita (Sugihastuti, 2000:45). Citra wanita ialah semua wujud gambaran mental spiritual dan tingkah laku keseharian yang terekspresikan oleh wanita (Indonesia). Kata citra wanita diambil dari gambaran-gambaran citraan, yang ditimbulkan oleh pikiran, pendengaran, penglihatan, perabaan, dan

(34)

pencecapan tentang wanita (Sugihastuti, 2000:45). Citra perempuan juga merupakan wujud gambaran mental spiritual dan tingkah laku keseharian yang terekspresi oleh perempuan dalam berbagai aspeknya yaitu aspek fisik dan psikis sebagai citra diri perempuan serta aspek keluarga dan masyarakat sebagai citra sosial (Sugihastuti, 2000:7).

Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa citra perempuan adalah suatu bentuk wujud peranan perempuan baik dalam aspek fisik dan psikis, serta dalam aspek sosial dan keluarga dalam sebuah karya sastra. Citra wanita dibedakan menjadi dua yaitu citra diri wanita dan citra sosial wanita (Sugihastuti, 2000:112). Berikut ini dijabarkan lebih lanjut mengenai citra diri wanita dan citra sosial wanita.

2.5.1 Citra Diri Wanita

Citra diri wanita merupakan dunia yang typis, yang khas dengan segala macam tingkah lakunya. Citra diri wanita merupakan keadaan dan pandangan wanita yang berasal dari dalam dirinya sendiri, yang meliputi aspek fisik dan aspek psikis (Sugihastuti 2000:112-113). Citra diri wanita terwujud sebagai sosok individu yang mempunyai pendirian dan pilihan sendiri atas berbagai aktivitasnya berdas arkan kebutuhan-kebutuhan pribadi maupun sosialnya

a. Citra Fisik Wanita

Citra fisik menurut Sugihastuti (2000:82) adalah citraan wanita dewasa yang ditandai dengan ciri-ciri fisiologis. Ciri-ciri fisiologis ini akan mengantarkan perilaku perempuan menjadi wanita dewasa. Secara fisik, wanita dewasa

(35)

merupakan sosok individu hasil bentukan proses biologis dari bayi perempuan, yang dalam perjalanan usianya mencapai taraf dewasa. Dalam aspek fisik ini, wanita mengalami hal-hal yang khas, yang tidak dialami oleh pria, misalnya hanya wanita yang dapat hamil, melahirkan, dan menyusui anak-anaknya (Sugihastuti, 2000:85). Realitas fisik ini pada kelanjutannya menimbulkan antara lain mitos tentang wanita sebagai mother-nuture. Di dalam mitos ini wanita diasumsikan sebagai sumber hidup dan kehidupan, sebagai makhluk yang dapat menciptakan makhluk baru dalam artian dapat melahirkan anak.

b. Citra Psikis Wanita

Ditinjau dari aspek psikisnya, wanita juga makhluk psikologis, makhluk yang berpikir, berperasaan, dan beraspirasi (Sugihastuti 2000:95). Aspek psikis wanita tidak dapat dipisahkan dari apa yang disebut feminitas. Prinsip feminitas ini merupakan kecenderungan yang ada dalam diri wanita; prinsip-prinsip itu antara lain menyangkut ciri relatednesss, receptivity, cinta kasih, mengasuh berbagai potensi hidup, orientasinya komunal, dan memelihara hubungan interpersonal. Kalau dari aspek psikis terlihat bahwa wanita dilahirkan secara biopsikologis berbeda dengan laki-laki, hal ini juga mempengaruhi pengembangan dirinya. Pengembangan dirinya bermula dari lingkungan keluarga, keluarga hasil perkawinannya.

Aspek psikis wanita saling berpengaruh dengan aspek fisik dan keduanya merupakan aspek yang mempengaruhi citra diri wanita. Dalam aspek psikis kejiwaan wanita dewasa mempengaruhi citra diri wanita, semakin bertumbuh baik

(36)

wanita akan semakin berkembang pula psikis mereka untuk menjadi dewasa. Citra diri wanita tidak bisa lepas dari aspek psikis dan fisik. Adanya perbedaan bentuk fisik antara wanita dan laki-laki mempengaruhi pola berpikir dan pola kehidupan wanita. Aspek psikis menunjukkan bahwa wanita memiliki pemikiran-pemikiran untuk berkembang, berinsipirasi, dan memiliki perasaan untuk merasakan keadaan dalam dirinya ataupun diluar dirinya.

2.5.2 Citra Sosial Wanita

Citra sosial wanita merupakan citra wanita yang erat hubungannya dengan norma dan sistem nilai yang berlaku dalam satu kelompok masyarakat, tempat wanita menjadi anggota dan berhasrat mengadakan hubungan antarmanusia. Citra sosial wanita juga merupakan masalah pengalaman diri, seperti dicitrakan dalam citra diri wanita dan citra sosialnya, pengalaman-pengalaman inilah yang menentukan interaksi sosial wanita dalam masyarakat atas pengalaman diri itulah maka wanita bersikap, termasuk ke dalam sikapnya terhadap laki-laki. Hal penting yang mengawali citra sosial wanita adalah citra dirinya (Sugihastusi, 2000:143-144). Citra wanita dalam aspek sosial dibedakan menjadi dua, yaitu citra wanita dalam keluarga dan citra wanita dalam masyarakat.

a. Citra Wanita dalam Keluarga

Dalam aspek keluarga, citra sosial perempuan berhubungan dengan perannya sebagai istri, ibu, dan sebagai anggota keluarga yang semuanya menimbulkan konsekuensi sikap sosial yang saling berhubungan antara satu dengan yang

(37)

lainnya. (Sugihastuti, 2000:xvi). Sebagai istri misalnya, wanita mencintai suami, memberikan motivasi dan sebagai pendamping dalam kehidupan suami.

b. Citra Wanita dalam Masyarakat

Selain peran dalam keluarga citra sosial wanita juga berperan dalam masyarakat. Manusia sebagai makhluk sosial dalam kehidupannya memerlukan manusia lain. Demikian juga bagi wanita, hubungannya dengan manusia lain itu dapat bersifat khusus maupun umum tergantung pada bentuk sifat hubungan itu. Hubungan manusia dalam masyarakat dimulai dari hubungannya antar orang termasuk hubungan antar wanita dengan pria (Sugihastuti, 2000: 132).

Dari beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa ctira perempuan adalah suatu wujud gambaran peranan seorang perempuan yang terdapat dalam sebuah karya sastra. Citra wanita juga dibagi menjadi dua yaitu citra diri wanita dan citra sosial wanita. Citra diri perempuan merupakan perwujudan gambaran seorang perempuan yang dilihat dari pribadi dirinya baik dalam bentuk fisik maupun psikis. Citra sosial wanita adalah wujud gambaran serta peranan seorang perempuan dalam kehidupan sosial yang meliputi hubungannya dengan masyarakat dan keluarga.

(38)

2.6 Kerangaka Berpikir

KETIDAKADILAN GENDER DAN CITRA PEREMPUAN DALAM NOVEL ASIH KARYA RISA SARASWATI : KAJIAN KRITIK SASTRA FEMINIS

KRITIK SASTRA FEMINIS

KRITIK SASTRA FEMINIS IDEOLOGIS

KETIDAKADILAN GENDER

(39)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian tentang citra perempuan dan ketidakadilan gender dalam novel Asih karya Risa Saraswati adalah penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif membantu peneliti dalam mengungkap fakta-fakta yang tampak atau data yang ada dengan cara memberikan deskripsi dan akan diperoleh informasi yang akurat. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian. Misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong, 2014: 6). Wujud data dalam penelitian ini berupa kata-kata, kalimat, dan wacana yang terdapat dalam novel Asih karya Risa Saraswati. Jenis data yang diambil pun data yang bersifat kualitatif, misalnya data-data yang mendeskripsikan status dan peran perempuan dalam keluarga, masyarakat, dan lingkungan pekerjaan.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori dari Djadjanegara, yakni tentang kritik sastra feminisme. Menurut Djadjanegara (2000: 22) feminisme berkaitan erat dengan kritik sastra feminisme yakni kajian karya sastra yang mendasarkan pada pandangan feminisme yang menginginkan adanya keadilan dalam memandang eksistensi wanita, baik sebagai penulis maupun dalam karya sastra-karya sastranya. Pengkritik memandang sastra dengan kesadaran, khusus

(40)

adanya jenis kelamin yang berhubungan dengan sastra, budaya dan kehidupan. Teori ini dianggap paling sesuai karena dalam novel Asih karya Risa Saraswati terdapat unsur ketidakadilan gender yakni ketika tokoh Asih dihadapkan dengan permasalahan sosial dan aturan adat yang dianggap menyudutkan kaum perempuan di desanya.

3.2 Sumber Data dan Data Penelitian

Sumber data adalah subjek dari mana data itu diperoleh (Arikunto, 2006:129). Sumber data penelitian ini adalah novel Asih Karya Risa Saraswati yang terbit tahun 2017 oleh PT Bukune Kreatif Cipta. Untuk kepentingan penelitian ini, peneliti menggunakan edisi cetakan ke3, Agustus 2017 yang diterbitkan oleh PT Bukune Kreatif Cipta. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa kata-kata, kalimat, dan wacana yang terdapat dalam novel Asih karya Risa Saraswati yang mendeskripsikan status dan peran perempuan dalam keluarga, masyarakat, dan lingkungan pekerjaan..

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah simak dan catat, dengan mengumpulakan data-data yang berhubungan dengan penelitian ini. teknik simak adalah teknik yang digunakan dalam penelitian dengan cara peneliti behadapan langsung dengan teks yang dijadikan sebagai objek penelitian, dalam penelitian ini teknik simak digunakan untuk membaca ada atau tidaknya unsur feminisme, bentu-bentuk ketidakadilan gender, dan citra perempuan, kemudian teknik catat digunakan untuk mencatat data-data yang mengandung unsur feminisme, bentuk-bentuk ketidakadilan gender, dan citra perempuan pada

(41)

novel Asih. Teknik ini bertujuan untuk mendapatkan data secara konkret. Selanjutnya data-data yang diperoleh dicatat dalam kartu data. Kegiatan pencatatan itulah yang disebut teknik catat (Sudaryanto, 1993: 35).

3.4 Teknik Analisis Data

Analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, memutuskan apa yang diceritakan kepada oang lain (Bogdan dan Biklen dalam Moelong, 2006:248).

Peneliti melakukan langkah-langkah untuk menganalisis data sebagai berikut. 1. Membaca novel Asih karya Risa Saraswati dan untuk mendapatkan

pemahaman tentang gambaran isi serta permasalahan dalam novel tersebut, penulis perlu membaca berkali-kali isi novel tersebut.

2. Mengambil data-data yang berhubungan dengan citra perempuan dan ketidakadilan gender yang terdapat dalam novel Asih karya Risa Sarawati.

3. Menganalisa data yang telah diperoleh dalam novel Asih karya Risa Sarawati.

4. Menarik kesimpulan yang merupakan jawaban atas semua permasalahan dalam penelitian.

(42)

3.6 Triangulasi

Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu (Moelong, 2006:330). Moeloeng (2006:195) membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yaitu triangulasi sumber, triangulasi metode, triangulasi penyidik, triangulasi teori. Triangulasi yang digunakan untuk memeriksa keabsahan penelitian ini adalah triangulasi sumber dan penyidik.

Triangulasi sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif (Moelong, 2006:330). Dalam penelitian ini, peneliti meminta bantuan pakar bahasa dan sastra untuk mengecek keabsahan penelitian ini. Triangulasi penyidik adalah teknik triangulasi yang memanfaatkan peneliti atau pengamat lainnya untuk keperluan pengecekan kembali derajat kepercayaan data. Pengamat lainnya yang melakukan pengecekan dalam triangulasi penelitian ini adalah Rishe Purnama Dewi, S.Pd., M.Hum.sebagai triangulator.

(43)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini, peneliti akan menyajikan hasil dan pembahasan dari data yang peneliti peroleh dari proses analisis novel Asih karya Risa Saraswati. Peneliti membahas unsur feminisme, ketidakadilan gender, dan citra perempuan, adapun uraiannya sebagai berikut.

4.1 Deskripsi Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data yang diperoleh dari novel Asih karya Risa Saraswati. Data yang diteliti berupa unsur feminisme, bentuk-bentuk ketidakadilan gender, dan citra perempuan yang terdapat dalam novel Asih karya Risa Saraswati.

Analisis unsur feminisme didasarkan atas kritik sastra feminis ideologis menurut Djadjanegara (2000). Analisis bentuk-bentuk ketidakadilan gender didasarkan atas penggolongan bentuk ketidakadilan gender menurut Fakih (2008), yaitu marginalisasi, subordinasi, stereotipe, kekerasan, beban kerja. Analisis citra perempuan didasarkan atas penggolongan bentuk citra perempuan menurut Sugihastuti (2000), citra perempun terbagi menjadi dua yaitu citra diri perempuan yang meliputi citra fisik dan citra psikis perempuan, dan citra sosial perempuan yang meliputi citra perempuan dalam keluarga dan citra perempuan dalam masyarakat.

Dari penelitian didapatkan 35 analisis data yang ditabulasikan. Data tersebut meliputi didapatkan 6 data pada kategori unsur feminisme, pada kategori

(44)

ketidakadilan gender didapatkan 12 data yang meliputi 3 data marginalisasi gender, 2 data subordinasi gender, 2 data stereotipe gender, 4 data kekerasan gender, 1 data beban kerja. Pada kategori citra perempuan ditemukan 14 data yang meliputi 2 data citra fisik perempuan, 4 data citra psikis perempuan, 3 data citra perempuan dalam keluarga, 5 data citra perempuan dalam masyarakat.

Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan beberapa data yang mengandung unsur feminisme, yang terdapat dalam novel Asih karya Risa Saraswati. Selanjutnya berdasarkan hasil penelitian, ditemukan beberapa bentuk-bentuk ketidakadilan gender yang terdapat dalam novel Asih karya Risa Saraswati. Bentuk-bentuk ketidakadilan gender tersebut adalah marginalisasi, subordinasi, stereotipe, kekerasan, dan beban kerja. Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan juga beberapa bentuk-bentuk citra perempuan yang terdapat dalam novel Asih karya Risa Saraswati. Bentuk-bentuk citra perempuan tersebut adalah citra diri perempuan yang meliputi citra fisik dan citra psikis perempuan, dan citra sosial perempuan yang meliputi citra perempuan dalam keluarga dan citra perempuan dalam masyarakat.

4.2 Sinopsis Novel

Kasih atau Asih adalah seorang perempuam yang lahir dan tumbuh di Sukaraja. Tak ada orang di Sukaraja yang tak mengenal dirinya. Dibalik sosok Kasih yang sangat dingin dia memiliki hati yang sangat baik terhadap sesama, sosok Kasih bisa dibilang merupakan panutan bagi para anak-anak perempuan di Sukaraja. Hal itulah yang membuat Kasih dikagumi oleh para laki-laki muda di

(45)

desanya. Namun hal itu berubah ketika aksi penolakannya terhadap seorang pemuda yang ingin melamarnya, kabar penolakan Kasih terhadap pemuda tersebut menyebar ke seluruh desa Sukaraja, hingga akhirnya Kasih-pun dijauhi oleh orang-orang di Sukaraja, Kasih sempat bermimpi ingin pergi keluar negeri untuk membantu perekonomian keluarganya, namun ia harus mengurungkan niatnya karena tidak mendapatkan izin dari orang tuanya. Kasih mempunyai 2 adik yang sangat ia sayangi. Ketika perekonomian keluarga semakin memburuk Kasih memutuskan untuk turut serta membantu perekonomian keluarganya dengan mengadu nasib di kota, tidak hanya itu dengan bekerja di kota Kasih juga mencoba untuk membuktikan pada masyarakat di desanya bahwa ia juga dapat mencari jodoh serta kebahagiaan yang ia inginkan disana dan terbebas dari aturan yang tidak tertulis di desanya.

Di kota Kasih bekerja sebagai pembantu di suatu daerah di Bandung, semua berjalan sesuai dengan apa yang Kasih inginkan, tetapi semua itu berubah ketika Kasih mulah menaruh hati pada anak majikannya. Hampir setiap hari Kasih sering melamunkan anak majikannya. Hingga akhirnya Kasih dipecat karena lalai dalam mengurus anak majikannya yang yang paling kecil, akibat ia sering melamunkan anak majikannya. Dengan perasaan yang putus asa setelah dipecat oleh majikannya, Kasih mencoba mencari tempat untuk tinggal karena ia tidak memiliki saudara disana. Kasih tidak ingin kembali ke Sukaraja dengan tangan hampa. Hingga akhirnya Kasih bertemu dengan nenek Risa dan nenek Risa menyuruhnya untuk tinggal sementara di rumahnya sampai kasih menemukan pekerjaan yang baru, selama tinggal di tempat nenek Risa, Kasih kerap membantu

(46)

nenek Risa dalam mengurus pekerjaan rumah tangga. Kasih-pun akhirnya mendapat pekerjaan baru sebagai pengasuh anak di rumah kerabat nenek Risa.

Selama Kasih bekerja di tempat yang baru semua berjalan baik, hingga suatu ketika Kasih bertemu dengan seorang pria yang bernama Karman, Karman merupakan seorang tukang ojek yang kerap mnegantarnya ke pasar. Setelah merasa cintanya yang tak bersambut sebelumnya, Kasih merasakan suatu kebahagiaan yang baru dengan Karman. Kasih pernah diingatkan Bibi yang merupakan seorang pembantu yang bekerja di tempat Kasih bekerja tentang sosok Karman, namun Kasih seakan tidak mengindahkan apa yang di katakan Bibi. Semakin hari Kasih semakin terbuai oleh rayuan Karman, hingga akhirnya Kasih merasakan ada sesuatu yang berbeda dengan tubuhnya. Kasih mengandung anak dari hasil hubunganya dengan Karman, ketika Kasih mencoba mencari keberadaan Karman untuk meminta pertanggung jawaban, sosok Karman-pun seakan menghilang tanpa jejak.

Kasih pun akhirnya sadar bahwa selama ini ia hanya dimanfaatkan oleh Karman, tidak hanya tubuhnya yang dimanfaatkan oleh Karman semua uang hasil ia bekerja untuk dikirimkan ke orang tua di desa-pun habis. merasa menyesal telah mengenalnya padahal Bibi seorang pembantu disana sudah mencoba mengingatkan tapi dia tak menanggapinya alhasil dia merasa menyesal karena telah mengandung seorang anak, namun di satu sisi ia juga ingin merasakan bagaimana rasanya memiliki seorang anak, dalam rasa putus asa yang amat sangat Kasih tetap mencoba untuk tetap bekerja, ia tidak ingin dipulangkan oleh majikannya karena ia merasa malu terhadap orang-orang di desanya.

(47)

Semakin hari tubuh kasih semakin mengurus karena depresi yang ia alami, suatu ketika anak majikannya dari tempat Kasih bekerja sebelumnya datang mengunjungi Kasih, menyadari ada yang berbeda dengan tubuh Kasih anak majikkannya pun bertanya namun Kasih enggan untuk bercerita. Anak majikkanya datang untuk mengantarkan upahnya selama ia bekerja sebelum akhirnya Kasih dipecat serta beberapa pucuk surat yang dikirimkan oleh adiknya di desa. Betapa hancur hati Kasih ketika membaca surat dikirimkan oleh adiknya yang begitu menohok. Dia merasa malu terhadap semua orang bahkan ia merasa Allah SWT telah membencinya karena perbuatan yang dia lakukan. Dini hari setelah adzan subuh berkumandan Kasih memilih untuk mengakhiri hidupnya. Sejak saat itu sosok Kasih kerap menghantui masyarakat di sekitar.

4.3 Analisis Data

Pada bagian ini akan dikemukakan hasil analisis dari masing-masing sub judul yang meliputi ketidakadilan gender yang meliputi marginalisasi, subordinasi, stereotipe, kekerasan, beban kerja, unsur feminisme, dan citra perempuan yang meliputi aspek fisik dan psikis serta aspek keluraga dan masyarakat.

(48)

4.3.1 Bentuk Ketidakadilan Gender yang Terjadi dalam Novel Asih Karya Risa Saraswati

Pada sub ini, peneliti akan menyajikan hasil dan pembahasan mengenai bentuk ketidakadilan gender yang terjadi dalam novel Asih karya Risa Saraswati berdasarkan data yang peneliti peroleh dari proses analisis novel Asih, adapun uraiannya sebagai berikut.

4.3.1.1 Marginalisasi

Marginalisasi adalah proses yang mengakibatkan kemiskinan. Namun ada salah satu bentuk pemiskinan atas satu jenis kelamin tertentu, dalam hal ini perempuan, disebabkan oleh gender, Fakih (2008: 13).

1. “Bagi Kasih, satu-satunya cara untuk membantu keluarga ini hanya dengan pergi ke kota untuk mencari nafkah. Sementara, sang ayah bersikukuh bahwa hal ini merupakan tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga.”(Saraswati, 2017:35).

2. “Kasih sempat merengek pada orang tuanya agar diizinkan bekerja di Arab Saudi. Pikiran polosnya mengatakan bahwa hidupnya di negara itu akan sangat berbahagia, selain gaji besar, dengan tinggal di negara Islam itu mungkin akidahnya agar tetap lurus di jalan Tuhan. Tapi rengekan itu ditolak oleh orangtuanya karena takut terjadi apa-apa kepada anak pertama mereka.” (Saraswati, 2017:114).

3. “Jika memang harus ada yang pergi, seharusnya dialah yang pergi, sebagai orang yang bertanggung jawab atas keluarga ini, bukan anak perempuan ambisius yang belum mengenal jahatnya dunia luar.”(Saraswati, 2017:35).

Dalam data di atas menunjukkan adanya ketidakadilan gender berbentuk marginalisasi, hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Fakih (2008: 13), marginalisasi adalah proses yang mengakibatkan kemiskinan. Dalam data (1) menunjukkan adanya anggapan dalam masyarakat bahwa tugas mencari nafkah itu

(49)

merupakan tugas seorang laki-laki bukanlah tugas seorang perempuan, hal ini juga diperkuat dengan adanya data (3), di mana tokoh Kasih mencoba untuk menyelesaikan masalah perekonomian keluarga dengan pergi mencari pekerjaan di kota, namun Ayah Kasih bersikukuh untuk tidak memperbolehkan Kasih untuk bekerja di kota. Ayah Kasih memiliki anggapan bahwa mencari nafkah merupakan tanggung jawab seorang laki-laki bukanlah seorang perempuan.. Munculnya anggapan seperti itu dikarenakan adanya subordinasi atau penempatan perempuan pada posisi yang tidak penting hal tersebut dapat dilihat pada data (2), dimana seorang perempuan meskipun ia anak pertama masih medapat kesulitan dalam meminta izin untuk mencari pekerjaan di luar kota maupun di luar negeri, berbeda jika yang menjadi anak pertama merupakan seorang laik-laki yang mudah dalam mendapatkan izin untuk mencari pekerjaan di luar kota maupun luar negeri, adanya anggapan seperti itu sangatlah merugikan bagi kaum perempuan dimana dapat menyebabkan kemiskinan tehadap perempuan karena adanya larangan bagi anak peremuan yang ingin mencari pekerjaan, aggapan itu tidak hanya menyebabkan kemiskinan terhadap kaum perempuan tetapi juga dapat mematikan potensi dan bakat yang dimiliki, anggapan seperti ini kerap muncul dalam lingkungan keluarga.

(50)

4.3.1.2 Subordinasi

Subordinasi terhadap perempuan adalah penempatan perempuan pada posisi yang tidak penting, Fakih (2008:15).

1. “Bukan tanpa sebab kedua oangtuanya merasa khawatir. Bagi mereka, yang lahir, tumbuh, mati, di desa ini hingga beberapa generasi, rasanya tak perlu bermimpi terlalu tinggi. Apalagi, sang anak melibatkan mereka dalam mimpi besarnya. Kedua oangtua Kasih percaya, hanya dengan hidup dan kelak mati dengan tenang di desa itu, rasanya tak perlu lagi ada yang dikhawatirkan dalam menjalani hidup.” (Saraswati, 2017:35).

2. “Jika memang harus ada yang pergi, seharusnya dialah yang pergi, sebagai orang yang bertanggung jawab atas keluarga ini, bukan anak perempuan ambisius yang belum mengenal jahatnya dunia luar.”(Saraswati, 2017:35).

Pada data di atas menunjukkan adanya ketidakadilan gender berbentuk subordinasi, hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Fakih (2008:15), subordinasi terhadap perempuan adalah penempatan perempuan pada posisi yang tidak penting. Dalam data (1) menunjukkan adanya anggapan bahwa posisi perempuan di dalam keluarga itu tidaklah terlalu penting jadi para perempuan tidak harus memiliki mimpi yang tinggi, karena pada umumnya meskipun perempuan memiliki pendidikan atau mimpi yang tinggi, pada akhirnya mereka akan kembali ke dapur, Hal ini juga dapat dilihat pada data (2). Munculnya anggapan seperti itu juga dapat menimbulkan terjadinya marginalisasi atau kemiskinan terhadap kaum peremuan, dimana perempuan hanya diberikan tugas untuk memasak dan menjaga kebersihan serta keindahan rumah saja, anggapan itu juga menyebabkan adanya larangan bagi perempuan untuk mencari nafkah.

(51)

4.3.1.3 Stereotipe

Secara umum stereotip adalah pelabelan atau penandaan terhadap suatu kelompok tertentu, Fakih (2008:16).

1. “Biar saja dia jadi perawan tua seumur hidupnya! Biar tahu rasa!” (Saraswati, 2017:20-21).

2. “Bisa jadi, karena itu pula akhirnya Kasih merasa terbebani harus segera mencari jodoh. Agar orang-orang di Sukaraja tak lagi mencibirnya.” (Saraswati, 2017:116).

Pada data (1) menunjukkan adanya ketidakadilan gender berbentuk stereotipe, dapat dilihat bahwa perawan tua merupakan pelabelan terhadap kaum perempuan, yang terdapat pada novel Asih. Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Fakih (2008:16), Secara umum stereotip adalah pelabelan atau penandaan terhadap suatu kelompok tertentu. Data di atas menunjukkan adanya pelabelan terhadap kaum perempuan, dimana perempuan yang terlambat menikah dianggap sebagai perawan tua oleh masyarakat di desa tempat Asih tinggal. Begitupun pada data (2) yang menunjukkan dampak dari pelabelan yang dilakukan oleh masyarakat di desa tempat Asih tinggal, hal ini bermula ketika aksi penolakannya tempo hari yang dilakukan Asih pada seorang pemuda di desanya yang ingin melamar Asih. Stereotipe pada dasarnya merupakan sumber utama dari ketidakadilan gender terhadap perempuan di mana kaum perempuan selalu distereotipekan memiliki karakter yang lemah lembut dan rajin dalam mengurus pekejaan rumah, hal inilah yang selalu dieksploitasi oleh kaum laki-laki. bentuk stereotipe yang terjadi dalam novel Asih merupakan salah satu dari berbagai bentuk stereotipe yang kerap diterima oleh kaum perempuan.

(52)

4.3.1.4 Kekerasan

Kekerasan adalah serangan terhadap fisik maupun integritas mental psikologi seseorang, Fakih (2008:17). Misalnya tindakan perkosaan dan pelecehan seksual yang disertai tindakan pemukulan dilakukan untuk medapatkan pelayanan seksual tanpa adanya kerelaan yang bersangkutan.

1. “Raga saya direngut semena-mena oleh laki-laki yang saya percaya bisa membawa saya ke kehidupan lebih baik, dan dia mencampakkan saya begitu saja, seperti sampah yang dibuang sembarangan.”(Saraswati, 2017:105).

2. “Rupanya setelah merasakan cinta yang bersambut, tak sepeti sebelumnya, Kasih merasa harapan baru menuju kebahagiaan untuknya telah terbit.” (Saraswati, 2017:114).

3. “Di mata Kasih, Karrnan adalah seseorang laki-laki yang humoris, enak diajak bicara, santun, dan yang pasti laki-laki itu terlihat sangat menyukainya, bahkan mencintainya. Hanya bertemu dengan Karman beberapa kai saja mampu membuatnya terus bermimpi untuk menjadi seorang wanita seutuhnya. Menikah, memiliki keluarga kecil, seperti yang ada dalam mimpi-mimpinya selama ini.” (Saraswati, 2017:116). 4. “Mulut laki-laki itu memang manis. Walaupun hanya tukang ojek,

kemampuannya merayu perempuan patut diacungi jempol. Tak hanya raganya yang terkoyak, uang yang selama ini dikumpulkan untuk keluarga di Sukaraja pun raib bersama laki-laki itu.” (Saraswati, 2017:121).

Pada data di atas menunjukkan adanya ketidakadilan gender berbentuk kekerasan, hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Fakih (2008:17), kekerasan adalah serangan terhadap fisik maupun integritas mental psikologi seseorang. Kutipan di atas menunjukkan adanya bentuk kekerasan terhadap perempuan. Kekerasan yang ditemukan bukanlah suatu tindak perkosaan melainkan tindakan eksploitasi terhadap perempuan, hal ini dapat dilihat dalam data (1) dimana tokoh Asih merasa raganya sudah direngut secara semena-mena

(53)

oleh tokoh Karman dengan memanfaatkan perasaan cinta serta kepolosan tokoh Asih, hal ini diperkuat dengan adanya data (2) dan (3). Pada data (2) dan (3) menggabarkan bagaimana tokoh Karman memanfaatkan Asih yang sudah jatuh hati terhadapnya. Tidak hanya fisiknya yang dimanfaatkan oleh tokoh Karman, ia juga memanfaatkan Asih dari segi materil, hal itu dapat dilihat pada data (4) dimana tokoh Karman tidak hanya memanfaatkan tubuh Asih ia juga memanfaatkan uang tabungan Asih untuk keluarganya di desa. Bentuk ketidakadilan gender berupa kekerasan kerap terjadi di dalam kehidupan nyata, hal ini disebabkan adanya stereotipe terhadap kaum perempuan. Bentuk kekerasan yang terdapat dalam novel Asih merupakan salah satu bentuk kekerasan yang dialami oleh kaum perempuan.

4.3.2.5 Beban Kerja

Bias gender yang mengakibatkan beban kerja terbentuk dari adanya anggapan bahwa kaum perempuan memelihara dan rajin, serta tidak cocok untuk menjadi kepala rumah tangga, berakibat semua pekerjaan rumah tangga menjadi tanggung jawab perempuan. Konsekuensinya, kaum perempuan harus bekerja keras dan lama untuk menjaga kebersihan dan kerapihan rumah. Terlebih-lebih jika si perempuan harus bekerja membantu mencari nafkah maka ia akan memikul beban kerja ganda, Fakih (2008:21).

1. “Namun dengan kondisi lemas, dia tetap mencoba giat bekerja menuntaskan pekerjaan-pekerjaanya di rumah itu.” (Saraswati, 2017:105). Pada data di atas menunjukkan adanya ketidakadilan gender berbentuk beban kerja, hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Fakih (2008:21), Bias

(54)

gender yang mengakibatkan beban kerja terbentuk dari adanya anggapan bahwa kaum perempuan memelihara dan rajin, serta tidak cocok untuk menjadi kepala rumah tangga. Data di atas menunjukkan adanya beban kerja yang dialami oleh Asih, dimana Asih memilih untuk tetap bekerja keras agar tidak dipulangkan oleh majikannya, meskipun dalam kondisi fisik yang tidak memungkinkan. Karena jika Asih maka ia tidak memiliki pekerjaan dan pemasukan untuk membantu keuangan keluarganya di desa.

4.3.2 Unsur Feminisme dalam Novel Asih Karya Risa Saraswati

Pada sub ini, peneliti akan menyajikan hasil dan pembahasan mengenai unsur feminisme yang terdapat dalam novel Asih karya Risa Saraswati dari data yang peneliti peroleh dari proses analisis novel Asih, adapun uraiannya sebagai berikut:

Djadjanegara (2000: 27) menyatakan kritik sastra feminis berawal dari hasrat para feminis untuk mengkaji karya penulis-penulis wanita di masa silam dan untuk menunjukkan citra wanita dalam karya penulis-penulis pria yang menampilkan wanita sebagai makhluk yang dengan berbagai cara ditekan, disalah tafsirkan, serta disepelekan oleh tradisi patriarkal yang dominan.

1. Penolakan itu konon menjadi tamparan berat bagi si pemuda tambun. Bisa dibilang, jarang ada perempuan di Sukaraja yang akan menolak dinikahi oleh pria di desanya. Seolah sudah digariskan takdir, setiap perempuan yang lahir di sana pasti akan menikah dengan pria yang juga lahir disana. Tak banyak pilihan memang, jadi banyak yang berjodoh dengan orang yang tak mereka kehendaki.”(Saraswati, 2017:20). 2. “Bukan takut, tapi dia marah karena orang-orang di desanya berpikiran

sangat dangkal. Baginya, setiap perempuan juga punya hak untuk bersikap, tak melulu harus diatur oleh kebiasaan yang tak tertulis.”(Saraswati, 2017:32).

Gambar

TABEL I UNSUR FEMINISME DALAM NOVEL ASIH...........................  53  TABEL II KETIDAKADILAN GENDER DALAM NOVEL ASIH..........
TABEL II

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan tinjauan kritik sastra feminis, wujud citra perempuan dalam novel Cinta Suci Zahrana adalah (1) perempuan yang ulet, (2) perempuan berpendidikan tinggi, (3) perempuan

yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penyusunan skripsi yang berjudul “ Citra Perempuan dalam Novel Sepenggal Bulan Untukmu Karya Zhaenal Fanani:

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah pendeskripsian tokoh wanita dan ketidakadilan gender yang ada dalam novel Rembang Jingga (2015) karya TJ

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah ketidakadilan gender dalam novel Isinga (2015) karya Dorothea Rosa Herliany dan upaya penolakan perempuan Papua

PENGGAMBARAN FENOMENA SEKS PADA NOVEL-NOVEL INDONESIA MUTAKHIR KARYA PENGARANG PEREMPUAN Dari hasil penelitian, tampak bahwa fenomena seks yang digambarkan dalam novel

Saran yang ingin disampaikan oleh penulis kepada pembaca penelitian citra wanita dalam novel Cinta Suci Zahrana karya Habiburrahman El Shirazy dengan menggunakan tinjauan

Sumber data dalam penelitian ini adalah novel Tanpa Daksa karya Sudharma K.D, fokus penelitian citra tokoh utama wanita yang diungkapkan melalui peran, kedudukan dengan

Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa adanya feminisme liberal pada tokoh utama citra perempuan dalam Novel Bukan Aku yang Dia Inginkan Karya Sari Fatul Husni yang digambarkan