• Tidak ada hasil yang ditemukan

REPRESENTASI NILAI KEJUJURAN DALAM NOVEL ORANG-ORANG BIASA KARYA ANDREA HIRATA SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN LITERASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "REPRESENTASI NILAI KEJUJURAN DALAM NOVEL ORANG-ORANG BIASA KARYA ANDREA HIRATA SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN LITERASI"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

REPRESENTASI NILAI KEJUJURAN DALAM NOVEL ORANG-ORANG BIASA KARYA

ANDREA HIRATA SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN

LITERASI

Jaki Yudin1, Suyitno2, Muhammad Rohmadi3 123Pascasarjana FKIP, Universitas Sebelas Maret Surakarta

Email:yudinjaki@gmail.com ABSTRACT

This study aimed to describe and explain the character educational value of honesty in the novel of

Orang-Orang Biasa. The data in this study were used the values of honesty in the form of dialogue

quotes, sentences, and paragraphs in novels. The data source was from the novel of Orang-Orang

Biasa by Andrea Hirata. The technique of collecting data were used documentation techniques with

reading and recording of relevant data. Meanwhile, the data analysis technique used an interactive model analysis which include four steps, namely: (1) data collection; (2) data reduction; (3) data presentation; and (4) drawing conclusions. The results showed that the novel contains the value of honesty represented by two figures in the form of honesty in speaking, honesty and sincerity in willingness, and honesty in action. Consequently, the novel of Orang-Orang Biasa can be used as reading material for senior high school students in literacy learning.

Keywords : honesty value; novel; literacy learning ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan nilai pendidikan karakter kejujuran dalam novel Orang-Orang Biasa. Data dalam penelitian ini berupa data nilai kejujuran yang berbentuk kutipan dialog, kalimat, dan paragraf dalam novel. Sumber datanya adalah novel

Orang-Orang Biasa karya Andrea Hirata. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik studi

dokumentasi dengan membaca dan mencatat data yang relevan. Sementara itu, teknik analisis data menggunakan analisis model interaktif yang meliputi empat tahapan, yaitu: (1) pengumpulan data; (2) reduksi data; (3) penyajian data; dan (4) penarikan simpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa novel tersebut memuat nilai kejujuran yang direpresentasikan oleh dua tokoh yang berbentuk kejujuran dalam berbicara, kejujuran dan kesungguhan dalam kemauan, serta kejujuran dalam bertindak. Maka dari itu, novel Orang-Orang Biasa dapat digunakan sebagai bahan bacaan siswa SMA pada pembelajaran literasi.

Kata Kunci : nilai kejujuran; novel; pembelajaran literasi

PENDAHULUAN

Dalam revolusi industri 4.0 pendidikan karakter sangat dibutuhkan dan dianggap sangat mendesak, sehingga siswa dapat menggunakan teknologi dengan bijak (Harun, et al., 2019). Sebab, di era teknologi digital, kebohongan menjadi semakin besar karena pengguna smartphone dapat menyampaikan berita hoaks dalam hitungan detik kepada semua orang. Dilansir dari data Kominfo

(2)

per tanggal 5 Agustus 2020 terdapat 1.016 berita hoaks terkait virus Corona. Selain itu, masalah terbesar lain bangsa ini adalah hal-hal yang disebabkan oleh ketidakjujuran, seperti korupsi. Dilansir dari suara.com, sepanjang tahun 2020 KPK menetapkan 109 orang tersangka kasus korupsi. Korupsi ditimbulkan oleh kebiasaan berbohong dan sifat hedonis. Korupsi tidak hanya merugikan satu dua orang tetapi jutaan penduduk yang merasakan konsekuensi kebohongan pejabat negara (Suud dan Madjid, 2020; Alfurkan dan Marzuki, 2019). Oleh sebab itu, nilai kejujuran perlu dikembangkan sampai tingkat mahasiswa sekalipun karena merupakan standar dan kualitas moral seseorang (Wang, 2019).

Nilai kejujuran adalah perilaku yang yang memposisikan dirinya sebagai orang yang dapat dipercaya tanpa adanya kontradiksi yang diwujudkan melalui pikiran, perkataan, dan perbuatan (Kemendiknas, 2010; Tillman, 2004: 10). Kejujuran penting dimiliki seseorang sebagai pondasi dalam menghadapi situasi yang serba tidak bisa diprediksi. Dengan memiliki sifat jujur yang mengakar dalam diri, seseorang dapat membunuh bibit-bibit korupsi bagaimana pun sulitnya problematika yang sedang dihadapi. Oleh sebab itu, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menggalakkan penguatan pendidikan karakter untuk membentuk pribadi yang bernilai kejujuran.

Pendidikan karakter adalah upaya yang harus dirancang dan dilakukan secara sistematis dalam rangka memberikan bantuan kepada anak didik untuk memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, bangsa dan negara (Azzet, 2011: 38). Sekait dengan itu, pendidikan karakter dilakukan secara proaktif oleh sekolah dan negara untuk menanamkan nilai-nilai etika seperti nilai kejujuran. Salah satu bagian strategi dalam mengimplementasikan pendidikan karakter dalam pembelajaran ialah melalui sastra (Singh, 2019).

Novel menjadi objek kajian sastra yang relevan untuk mengakomodasi nilai-nilai yang merupakan pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembacanya, baik secara tersurat atau tersirat (Wellek & Werren, 2016: 296). Pesan itu direpresentasikan oleh tokoh-tokoh yang dimunculkan dalam cerita. Tokoh dibangun oleh kombinasi dasar tertentu elemen fiksi berupa bahasa, deskripsi, tindakan, dialog, dan interaksi dengan adegan dan karakter lain (Cassill, 1992: 156) yang kemudian dapat mengungkapkan nilai-nilai yang berguna bagi pembacanya seperti nilai kejujuran.

Bertemali dengan pernyataan di atas, novel banyak mengandung nilai-nilai yang bermanfaat sebagai sarana edukasi. Hal itu dibuktikan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Utorowati, Sukristanto, & Israhayu (2018) yang mengkaji novel Mahabarata dan novel Bisma

Dewabrata dan menghasilkan 13 nilai pendidikan karakter. Sementara itu, Aprilyandi dan Ismiyati

(2019) melakukan penelitian yang berfokus pada nilai moral dalam novel Frankenstein karya Mary Shalley. Nilai moral yang ditemukan di antaranya keberanian, antusiasme, baik hati, kasih sayang, loyalitas, kegigihan, dan ketulusan. Oleh karena itu, pengkajian novel merupakan sarana yang tepat untuk mendukung penguatan pendidikan karakter khususnya nilai karakter kejujuran.

Salah satu novel yang menarik yakni novel berjudul Orang-Orang Biasa karya Andrea Hirata. Novel tersebut menyajikan problematika pendidikan dalam lingkungan sosial masyarakat melayu miskin sehingga memungkinkan memuat nilai-nilai pendidikan karakter khususnya kejujuran. Selain itu, bahasa yang digunakan mudah dipahami sehingga relevan dari sisi keterbacaan siswa SMA. Berdasarkan hal itu, novel Orang-Orang Biasa dapat dijadikan alternatif bahan bacaan dalam pembelajaran literasi. Berkaitan dengan pembelajaran literasi, peneliti telah melakukan wawancara terbatas dengan tiga rekan guru, ketiganya sepakat bahwa sekolah masih kekurangan bahan

(3)

bacaan sastra seperti cerpen dan novel. Selain itu, hambatan yang mereka temui adalah perihal keterbatasan waktu sehingga dirasa pembelajaran literasi kurang maksimal.

METODE

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif sehingga menghasilkan data deskripsi dalam bentuk kalimat tertulis atau ucapan dari hasil mengamati perilaku/studi dokumen (Creswell, 2014: 4). Sumber data dalam penelitian ini adalah novel Orang-Orang Biasa karya Andrea Hirata. Datanya berupa data nilai kejujuran yang berbentuk kutipan dialog, kalimat, dan paragraf dalam novel. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik studi dokumentasi dengan membaca dan mencatat data yang relevan. Teknik analisis data menggunakan teknik analisis model interaktif yang meliputi empat komponen, yaitu: (1) pengumpulan data; (2) reduksi data; (3) penyajian data; dan (4) penarikan simpulan (Miles & Huberman, 2014: 33).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Novel Orang-Orang Biasa (OOB) menceritakan tentang perampokan yang dilakukan oleh sekelompok orang yang bertujuan untuk membayar biaya kuliah kedokteran. Namun, ada hal lain yang cukup menarik disajikan oleh Andrea Hirata, yakni seorang tokoh polisi yang merepresentasikan nilai kejujuran. Di samping itu, nilai kejujuran juga direpresentasikan oleh seorang tokoh maling kambuhan. Berikut akan dijelaskan contoh nilai kejujuran tersebut yang direpresentasikan oleh tokoh Inspektur Abdul Rojali (polisi) dan Dragonudin (maling kambuhan).

Nilai kejujuran yang diwakilkan oleh Inspektur Abdul Rojali diawali ketika anak perempuannya gagal tes masuk sekolah kesehatan. Kemudian hendak dibantu oleh pihak sekolah agar anaknya bisa diterima di sekolah tersebut. Namun, Inspektur Abdul Rojali menolaknya, berikut kutipannya.

“Tapi, kan, anak saya tidak lulus tes, Bu.”

“Ya, ini keistimewaan khusus untuk anak-anak pejabat.”

“Maaf, Bu, saya bukan pejabat, saya hanya polisi biasa. Tolong bilang terima kasih pada kepala sekolah itu. Bilang juga biar Kakak ikut tes lagi tahun depan.” (OOB, 64).

Penolakan yang dilakukan oleh Inspektur Abdul Rojali merupakan bagian dari sifat jujur dalam kesungguhan dan kemauan dengan menghormati aturan. Ia tidak ingin diperlakukan secara istimewa karena menyadari akan pentingnya sebuah kejujuran. Sikap yang ditunjukkan oleh Inspektur dapat memberikan contoh baik bagi siswa untuk menerima hasil buruk dengan lapang dada dan menjunjung tinggi integritas terhadap aturan, keputusan, atau norma yang telah ditetapkan.

Selanjutnya, nilai kejujuran yang direpresentasikan tokoh Inspektur yakni ketika ada orang yang hendak menyuapnya agar membantu kelancaran bisnisnya di daerah itu. Namun dengan kediriannya Inspektur menolak uang suap itu meskipun saat itu ia juga sedang membutuhkan uang, tetapi justru mengancam mereka. Berikut kutipannya.

“Hmmm, kalau kau berjumpa lagi dengan mereka, tolong bilang, Sersan, jika mereka berani-berani lagi melakukan apa yang mereka lakukan waktu itu, mereka akan langsung kutangkap karena mencoba menyuap aparat!..” (OOB, 151)

Sosok Inspektur dapat memberikan contoh pentingnya untuk teguh pendirian dalam kejujuran, sehingga tidak akan tergoda dengan uang. Gambaran itu bisa menjadi pembelajaran bahwa untuk menjadi orang jujur itu harus dimulai dengan keyakinan dalam diri. Sikap yang

(4)

dilukiskan dari tokoh Inspektur dapat meminimalkan tumbuhnya bibit-bibit korupsi dalam diri siswa. Oleh sebab itu, nilai-nilai kejujuran semacam ini perlu dikenalkan dan perlu diintegrasikan dalam pembelajaran.

Peristiwa serupa terjadi ketika Inspektur Abdul Rojali berhasil menangkap pelaku perampokan koperasi dan mengembalikan uang hasil rampokan itu kepada pimpinannya. Sebagai bentuk rasa terima kasih, pimpinan mencoba memberikan apresiasi berupa uang kepada Inspektur tetapi ditolak. Berikut kutipannya.

Diam-diam pimpinan koperasi menyisihkan sekian lembar dari duit 800 juta yang diterimanya tadi, digenggamnya duit itu sehingga tak kentara, lalu dengan cara yang sangat rapi dan terlatih, bahkan iblis tak dapat melihatnya, diselipkannya duit itu ke dalam saku celana Inspektur. Dengan gerakan yang sangat terlatih pula, Inspektur menepis tangan yang lancang itu. (OOB, 242)

Peristiwa tersebut hampir sama dengan dua contoh sebelumnya, yakni Inspektur Abdul Rojali menolak diberi sesuatu. Dalam hal ini, tokoh Inspektur merepresentasikan nilai kejujuran dalam tindakan untuk menolong tanpa pamrih karena memang sudah tugasnya sebagai seorang polisi. Oleh sebab itu, sikap Inspektur tersebut dapat diinternalisasi dalam diri siswa supaya dapat bertindak jujur tanpa pamrih. Nilai kejujuran semacam itu dapat membentuk jiwa yang ikhlas menolong sesama serta membentuk tanggung jawab terhadap tugasnya sebagai seorang siswa dan anggota masyarakat.

Tokoh lain yang merepresentasikan nilai kejujuran adalah Dragonudin. Ia adalah seorang maling kambuhan spesialis kendaraan beroda dan sering keluar masuk penjara. Tanpa diduga, Dragonudin memberikan informasi kepada Inspektur Abdul Rojali bahwa akan ada perampokan di bulan ini. Hal ini membuat Inspektur heran dan sulit percaya kepada maling kambuhan itu. Ternyata tindakan Dragon itu memiliki maksud tertentu yang tergambar dalam kutipan berikut.

Tanpa ba bi bu Dragon bilang dia memberi info supaya sepupunya yang tersangkut kasus pencurian di kota lain diringankan hukumannya. Dia tahu, dalam keadaan tertentu, polisi dapat membiarkan cecurut lewat supaya dapat menciduk tikus got. (OOB, 88)

Meskipun notabene Dragonudin adalah maling kambuhan tetapi dia berani berkata jujur. Hal ini sedikit banyak memberikan pemahaman bahwa seorang pencuri sekalipun memiliki sifat jujur di dalam hatinya. Tak hanya sampai di situ, kejujuran dalam ucapan Dragonudin juga tergambar ketika diwawancarai oleh Inspektur Abdul Rojali berikut ini.

“Sudah berapa lama kau keluar dari penjara sejak kasus terakhirmu?” “Sebulan, Dan.”

“Apakah selama sebulan itu kau sudah nyolong lagi?” “Sudah, Dan.” (OOB, 92)

Nilai kejujuran dalam perkataan yang digambarkan oleh tokoh Dragonudin sangat penting dimiliki siswa. Sebab, kejujuran dalam perkataan adalah hal yang penting dan mendasar sebagai pondasi untuk membangun kepercayaan. Nilai kejujuran semacam ini dapat membentengi siswa dari hal-hal yang dapat merugikan dirinya dan orang lain. Dengan memiliki kejujuran dalam perkataan atau menyampaikan maksud, siswa dapat membentuk sikap berani berpendapat, takut untuk menyontek, hingga cermat dan tidak mudah menyebarkan berita bohong (hoaks).

Nilai kejujuran yang telah dipaparkan relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh Amri, Ismawati, & Armila (2020) yang mengutip pendapat Al-Jaza’iri, bahwa kejujuran dapat ditandai dengan tiga indikator yakni kejujuran dalam berbicara, kejujuran dan kesungguhan dalam kemauan, serta kejujuran dalam bertindak. Dalam kaitannya, kejujuran dalam berbicara direpresentasikan

(5)

melalui tokoh Dragonudin (maling kambuhan) yang berani berkata jujur dihadapan polisi. Sedangkan kejujuran dalam kesungguhan dan kemauan direpresentasikan oleh tokoh Inspektur Abdul Rojali yang dengan tegas menolak anaknya (yang gagal tes masuk) agar diterima di sekolah kesehatan. Selain itu, Inspektur Abdul Rojali juga merepresentasikan kejujuran dalam bertindak ketika menolak upaya penyuapan dan pemberian imbalan atas keberhasilannya menangkap perampok koperasi.

Representasi nilai kejujuran tokoh Inspektur Abdul Rojali dan Dragonudin menjadi salah satu kebermanfaatan dalam suatu karya sastra. Meskipun itu hanya bagian kecil dari novel Orang-Orang

Biasa, tetapi nilai kejujuran yang diakomodasi oleh tokoh tersebut dapat memberikan nilai guna

untuk mendukung penguatan karakter siswa. Sebab, menurut penelitian Lestari, Waluyo, & Wardani (2019) karakter kejujuran menjadi satu di antara karakter pokok yang dapat menjadikan seseorang cinta kebenaran dan siap menerima segala resiko atas kebenaran yang dilakukannya. Dengan demikian, karakter siswa harus terus dibina untuk membentengi mereka di tengah dekadensi moral akibat kurang tegaknya karakter pokok kejujuran tersebut. Salah satu upaya untuk menguatkan karakter jujur siswa dapat dilakukan dengan membaca dan mengkaji isi karya sastra dalam pembelajaran.

Nilai kejujuran dalam karya sastra dapat diintegrasikan dalam pelajaran bahasa Indonesia. Dalam Kurikulum 2013 Revisi, pembelajaran sastra sudah memuat puisi, cerpen, novel, dan drama yang tersebar di kelas X, XI, dan XII SMA. Selain itu, untuk memperkuat pengetahuan dan meningkatkan daya baca siswa, Kurikulum 2013 Revisi memasukkan kompetensi dasar literasi. Kompetensi dasar literasi tersebut memuat konten buku fiksi dan buku nonfiksi yang harus dibelajarkan kepada siswa. Kompetensi dasar tersebut ditempatkan di pertengahan dan akhir sebelum ujian semester.

Berkaitan dengan hal tersebut, novel Orang-Orang Biasa dapat dijadikan sebagai alternatif bahan bacaan untuk menunjang pembelajaran literasi pada materi buku fiksi. Secara khusus, novel tersebut dapat digunakan di kelas XI. Tepatnya pada KD 3.11 yakni menganalisis pesan dari satu buku fiksi yang dibaca dan KD 3.20 yakni menganalisis pesan dari dua buku fiksi (novel dan buku kumpulan puisi) yang dibaca. Tuntutan kegiatan dari kompetensi dasar literasi umumnya menemukan butir penting, menganalisis pesan, membuat ulasan atau menyajikan laporan dari buku fiksi yang dibaca. Namun, dalam pelaksanaannya tentu dapat dilakukan sesuai dengan perencanaan guru dengan memperhatikan proporsi waktu dan sarana pendukung. Guru juga perlu melakukan pengecekan ulang terhadap hal-hal yang urgen dalam novel untuk disajikan dengan tepat sesuai rumusan tujuan yang telah ditetapkan dalam pembelajaran.

Alternatif pemanfaatan novel Orang-Orang Biasa dalam pembelajaran literasi adalah sebagai bahan bacaan dan bahan kajian. Sebagai bahan bacaan, siswa dapat memperoleh khazanah pengetahuan sekaligus hiburan sedangkan sebagai bahan kajian siswa dapat berlatih keterampilan menganalisis pesan, menyajikan laporan, dan sebagainya. Baik sebagai bacaan maupun kajian, keduanya tentu berfokus pada inti integrasi nilai kejujuran sebagai upaya penguatan karakter dalam ranah afektif. Guru dapat memberikan penugasan pembacaan novel di awal pertemuan sebagai bahan bacaan untuk kemudian dikaji pada waktu pembelajaran KD literasi tersebut tiba. Selain itu, dapat pula pembacaan dan pengkajian dilakukan dalam satu waktu dengan memanfaatkan pembelajaran kooperatif saat KD literasi tiba.

(6)

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan paparan yang telah disampaikan, novel Orang-Orang Biasa karya Andrea Hirata memiliki fungsi edukatif. Novel itu mengandung nilai pendidikan karakter kejujuran yang direpresentasikan lewat tokoh Inspektur Abdul Rojali dan Dragonudin dalam cerita. Adapun nilai kejujuran tersebut di antaranya: kejujuran dalam berbicara, kejujuran dan kesungguhan dalam kemauan, serta kejujuran dalam bertindak. Nilai kejujuran itu dapat diintegrasikan dalam pembelajaran literasi di SMA. Hal itu sebagai upaya penanaman nilai kejujuran kepada siswa SMA untuk mencegah perilaku negatif yang merugikan diri sendiri dan orang lain. Dengan demikian, novel Orang-Orang Biasa dapat dijadikan alternatif bahan bacaan siswa SMA pada pembelajaran literasi.

REFERENSI

Alfurkan & Marzuki. (2019). Penguatan Nilai Kejujuran melalui Pendidikan Antikorupsi di Sekolah.

Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, 4(2), 221-231.

Amri, S., Ismawati, T. & Armila. (2020). Studi Analisis Nilai Nilai Pendidikan Karakter Perspektif Syech Muhammad Khudhari Bek dalam Kitab Khulashah Nurul Yakin. Attractive: Innovative Education

Journal, 2(2), 77-88.

Aprilyandi, B. & Ismiyati, Y. (2019). An Analysis of Moral Values from The Characters in The Novel ‘Frankenstein’ by Mary Shalley. JELT: Journal of English Language Teaching, 3(2), 95-104.

Azzet, AM. (2011). Urgensi Pendidikan Karakter di Indonesia. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Cassill, R.V. (1992). Writing Fiction Second Edition. New York: Prentice Hall Press.

Creswell, JW. (2014). Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approach (3rd

Edition). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Harun, Jaedun, A., Manaf, A., & Sudaryanti. (2019). Dimensions of Early Childhood Character Education in Facing Industry Revolution 4.0. International Conference on Educational Research

and Innovation (ICERI), 12-17.

Kemendiknas. (2010). Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Jakarta: Kemendiknas Balitbang.

Lestari, S., Waluyo, HJ., & Wardani, NE. (2019). Nilai Pendidikan Karakter Tokoh dalam Novel Tiba

Sebelum Berangkat Karya Faisal Oddang. Prosiding Penguatan Muatan Lokal Bahasa dan Sastra Daerah sebagai Fondasi Pendidikan Karakter Generasi Milenial, 148-156.

Miles, BM., & Huberman, M. (2014). Qualitative Data Analysis: A Method Sourcebook (3rd Edition). Sage Publications.

Singh, B. (2019). Character Education in The 21st Century. Journal of Social Studies (JSS), 15(1), 1-12. Suud, FM., & Madjid, A. (2020). Honesty: A Multidimensional Study as Motivation for National

Character Building. Hayula: Indonesian Journal of Multidisciplinary Islamic Studies, 4(1), 99-115. Tillman, D. (2004). Pembelajaran Pendidikan Pada Anak. Jakarta: Depdiknas.

Utorowati, S., Sukristanto, & Israhayu, ES. (2018). Nilai Pendidikan Karakter dalam Novel Mahabarata dan Novel Bisma Dewabrata: Sebuah Kajian Intertekstual. The 8th University Research

Colloquium, 348-353.

Wang, Z. (2019). A Study on the Issue of Honesty Education for College Students in the New Era. 5th

(7)

Wellek, R. & Warren, A. (2016). Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia.

https://m.liputan6.com/cek-fakta/read/4360418/data-kominfo-berita-hoaks-soal-virus-corona-berjumlah-1016(diakses pada 18 Januari 2021)

https://suara.com/news/2020/12/30/171301/sepanjang-2020-kpk-tetapkan-109-orang-tersangka-korupsi(diakses pada 18 Januari 2021)

Referensi

Dokumen terkait

e) Penulisan penutupan pidato terlepas dari topik utama dan kalimat-kalimat yang digunakan tidak berkaitan satu dengan yang lainya.. Terdapat 1-2 kesalahan penulisan kata dan

kurikulum yang berlaku saat ini, yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Isi novel ini memunyai relevansi dengan standar kompetensi membaca memahami hikayat, novel

Sebelas Patriot karya Andrea Hirata memiliki tujuh nilai pendidikan karakter yang meliputi 14 nilai gigih, 13 nilai peduli, 6 nilai kreatif, 4 nilai percaya diri, 2. nilai kerja sama,

Nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam novel Sang Pemimpi: (1) nilai religius, sudut pandang yang mengikat manusia dengan Tuhan pencipta alam dan seisinya,

Setelah dilakukan analisis data, novel-novel karya Andrea Hirata tersebut mengandung unsur-unsur pesan moral dan nilai budaya yang dapat dihargai dan

1) Aspek humanisme novel karya Andrea Hirata berjudul “Orang-Orang Biasa” hadir dengan berbagai aspek humanisme yakni a) aspek kebutuhan fisiologi yang

Hirata dapat dijadikan alternatif bahan ajar sastra yang baik di SMA. Bentuk nilai-nilai pendidikan karakter dalam novel ini, antara lain sikap, perilaku, motivasi,

Melalui penelitian deskriptif tersebut peneliti melakukan penelitian berlandaskan citra perempuan yang telah diidentifikasi dari novel berdasarkan dialog yang dilakukan