• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN IV Kajian Pengembangan Produk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN IV Kajian Pengembangan Produk"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kajian Pengembangan Produk

Produk utama tanaman kayu manis adalah kulit kering kayu manis. Kulit kering kayu manis dapat diolah lagi menjadi beberapa produk lanjutan yaitu bubuk kayu manis dan minyak atsiri kayu manis. Tujuan pengolahan lebih lanjut adalah untuk melakukan pengembangan produk dan memberikan variasi produk yang akan memberikan nilai tambah terhadap produk kulit kering kayu manis.

Untuk mengembangkan produk kayu manis menjadi beberapa produk lanjutan perlu mempertimbangkan beberapa faktor yaitu adanya ketersediaan bahan baku kayu manis yang cukup untuk menjamin kelangsungan produksi, peluang pasar serta dukungan teknologi yang dapat digunakan untuk mengolah kayu manis menjadi produk lanjutannya.

4.1.1. Potensi bahan baku

Pengembangan produk kayu manis di daerah Sumatera Barat menjadi beberapa produk lanjutan yaitu bubuk kayu manis dan minyak atsiri kayu manis perlu ditunjang oleh adanya bahan baku kayu manis yang mencukupi dan tersedia secara terus menerus. Untuk itu perlu diketahui kondisi produksi kayu manis di beberapa daerah Sumatera Barat dan perkiraan produksinya untuk beberapa tahun yang akan datang.

Daerah Sumatera Barat merupakan pusat produksi tanaman kayu manis di Indonesia. Produksi tanaman kayu manis di daerah selama sepuluh tahun terakhir ini cenderung mengalami peningkatan, namun peningkatan produksi tidak begitu besar. Pertumbuhan produksi kulit kayu manis kering dapat dilihat pada Tabel 6.

Kecilnya peningkatan produksi kayu manis setiap tahun disebabkan oleh pengaruh harga pasaran produk kulit kayu manis yang juga tidak mengalami peningkatan yang berarti terutama di tingkat petani. Kondisi tersebut menyebabkan petani melakukan panen kayu manis hanya pada saat membutuhkan uang atau pada saat harga pasaran kayu manis membaik. Pada saat harga kulit kayu manis di pasaran cukup tinggi maka petani akan meningkatkan produksi tanaman kayu manisnya, sebaliknya bila harga kulit kayu manis di pasaran rendah, maka petani menunda untuk memanen tanaman kayu manisnya.

(2)

Tabel 6. Pertumbuhan produksi kayu manis di Sumatera Barat

Tahun Produksi (ton) Pertumbuhan (%)

1999 20.499 -11,73 2000 18.093 -5,079 2001 17.174 24.46 2002 21.375 97,65 2003 42.248 2,70 2004 43.389 5,708 2005 45.866 -22,80 2006 35.407 0,497 2007 35.231 0,697 2008 35.407 1,087

Peningkatan harga kulit kayu manis di pasaran dapat mendorong petani untuk menigkatkan produksi kulit kayu manis dan perluasan areal penanaman kayu manis. Peningkatan produksi dan perluasan areal penanaman diperlukan untuk menjamin kelangsungan usaha pengolahan kulit kayu manis. Perkembangan luas areal penanaman kayu manis dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Perkembangan luas lahan

Tahun Luas lahan (ha) Pertumbuhan (%)

1999 42.317 6,094 2000 44.896 14,070 2001 51.216 2,036 2002 52.259 10,240 2003 57.611 0,020 2004 57.623 0,026 2005 57.638 -0,586 2006 57.300 0,872 2007 57.800 0,254 2008 57.947 0,048

(3)

Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa perkembangan luas lahan perkebunan rakyat cenderung mengalami sedikit peningkatan. Hal ini kemungkinan disebabkan karena penanaman kayu manis adalah dalam bentuk perkebunan rakyat yang diusahakan oleh petani dengan luas lahan yang kecil. Rendahnya peningkatan luas areal penanaman juga disebabkan karena tidak adanya insentif bagi petani untuk mendorong perluasan areal. Adanya insentif berupa jaminan pasar yang jelas dan harga yang lebih baik akan mendorong petani untuk memperluas kebunnya, untuk itu diperlukan adanya suatu industri pengolahan kayu manis yang akan menampung hasil produksi kayu manis petani.

Peningkatan produksi dapat dilakukan dengan perbaikan cara budidaya dan pemeliharaan tanaman serta dengan perluasan areal penanaman dengan mempertimbangkan daerah yang potensial untuk penanaman kayu manis. Hampir di semua daerah kabupaten/kotamadya di Sumatera Barat ditanami kayu manis. Beberapa daerah kabupaten memiliki lahan penanaman kayu manis dengan luas areal yang cukup besar yaitu dengan total lahan lebih dari seribu hektar, sehingga daerah-daerah tersebut berpotensi besar untuk pengembangan usaha penanaman kayu manis. Data penyebaran areal penanaman kayu manis di Sumatera Barat dapat dilihat pada Tabel 8.

Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa luas areal penanaman terbesar terdapat di daerah kabupaten Solok, Tanah Datar, Agam dan Tanah Datar. Daerah Solok mempunyai areal dengan tanaman yang belum siap panen paling besar yaitu 2.459 ha, hal ini disebabkan karena di daerah ini banyak dilakukan penanaman baru untuk tanaman kayu manis. Selain itu tanaman yang siap panen juga cukup besar yaitu 7.396 ha, dengan jumlah petani yang terlibat dalam usaha penanaman yang cukup besar yaitu hampir mencapai 50.000 KK. Dengan adanya potensi bahan baku yang cukup besar maka daerah ini sangat potensial untuk menjaga kestabilan bahan baku dan dapat mempunyai usaha produksi kulit kayu manis menjadi produk lanjutan seperti bubuk kayu manis dan minyak kayu manis.

(4)

Tabel 8. Luas areal dan produksi perkebunan kayu manis di daerah tingkat II Sumatera Barat (tahun 2007)

Kabupaten/Kotamadya Tanaman belum siap panen (Ha) Tanaman siap panen (Ha)

Jumlah (Ha) Produksi (ton)

Jumlah KK (petani)

Kab. Pesisir Selatan 1.440 121 1.587 122 7.935

Kab. Solok 2.459 7.396 9.855 5.445 49.275

Kab. Swl/Sijunjung 96 572 670 729 3.350

Kab. Tanah Datar 1600 3.551 5.153 6.728 25.765

Kab. Padang Pariaman 569 4.216 4.791 5.983 23.955

Kab. Agam 613 6.970 7.583 7.244 37.915

Kab. Limapuluh Kota 1.340 1.533 2.873 1.776 14.365

Kab. Pasaman 0 582 582 657 2.910

Kab. Solok Selatan 400 3.640 4.040 5.744 20.200

Kab. Pasaman Barat 58 69 127 121 635

Kod. Padang 100 194 294 329 1.470

Kod. Solok 162 93 255 99 1.275

Kod. Sawahlunto 38 116 160 126 800

Kod. Padang Panjang 142 30 172 44 860

Kod. Bukittinggi 7 41 48 82 240

Kod. Payakumbuh 89 0 89 0 445

Jumlah 9.043 29.126 38.300 35.231 191.500

Sumber: Statistik Perkebunan Indonesia (2007)

Di daerah Kabupaten Agam, areal tanaman yang belum siap panen sangat kecil yaitu 613 ha, sedangkan yang siap panen lebih besar yaitu 6.970 ha. Hal ini disebabkan karena pada daerah ini lebih banyak tanaman tua atau tanaman warisan turun temurun sehingga tidak banyak dilakukan penanaman baru dan lebih banyak terdapat tanaman tua yang siap untuk dipanen. Jumlah petani yang mengusahakan penanaman kayu manis di Kabupaten Agam cukup besar, yaitu lebih dari 30.000 kepala keluarga (KK). Untuk pengembangan usaha penanaman maka daerah ini cukup potensial sebagai daerah penghasil bahan baku kayu manis untuk menunjang industri pengolahan kayu manis dengan melakukan usaha penanaman baru.

Daerah lain yang potensial adalah Kabupaten Tanah Datar, karena di daerah ini usaha penanaman kayu manis telah berkembang dengan cukup baik,

(5)

yang ditunjang oleh kebijakan pemerintah daerah yang berharap menjadikan daerah ini menjadi penghasil utama kayu manis. Di daerah ini juga telah berkembang usaha pemasaran dalam bentuk usaha koperasi.

Pemasaran

Pemasaran kulit kayu manis ditujukan untu pasaran ekspor, selain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Pengembangan produk kayu manis menjadi beberapa produk lanjutan diharapkan dapat membuka pasar baru bagi produk kayu manis. Sebagian besar ekspor kulit kayu manis masih dalam bentuk gulungan kulit kering, hanya sedikit ekspor dalam bentuk kayu manis bubuk. Pemasaran produk kayu manis menurut negara tujuan ekspor pada tahun 2007 dapat dilihat pada Tabel 9.

Amerika Serikat merupakan pasar yang paling penting bagi kulit kayu manis Sumatera Barat karena ekspor ke negara ini merupakan 88% dari total produksi kayu manis Sumatera Barat dengan nilai sebesar 7.678 juta US $. Pemasaran kulit kayu manis ke negara lain seperti Eropa masih lebih kecil dan mempunyai peluang untuk ditingkatkan. Harga jual kulit kayu manis untuk tujuan ekspor rata-rata adalah US$1,5/kg atau Rp. 12.000/kg (pada nilai US$ 8000).

Di dalam dunia perdagangan internasional, kulit kayu manis asal Indonesia (Cinnamomum burmanii), sangat disukai di Amerika dan beberapa negara di Eropa (Sanusi dan Isdiyoso, 1977). Oleh karena itu peluang untuk meningkatkan ekspor kulit kayu manis masih sangat besar terutama untuk pasaran Eropa, dengan memperbaiki kualitas produk kulit kayu manis agar sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

Mutu kulit kayu manis Indonesia masih perlu ditingkatkan terutama dalam hal kebersihan dari jamur serta kadar air yang masih belum memenuhi standar. Oleh karena itu, meskipun volume ekspor kulit kayu manis Indonesia cukup besar, tetapi nilainya relatif berfluktuasi tergantung pada mutu kulit kayu manis yang dihasilkan. Agar nilai ekspor meningkat, selain memperbaiki mutu produk, maka alternatif ekspor dapat dikembangkan dalam bentuk produk olahan.

(6)

Tabel 9. Negara tujuan ekspor kayu manis (tahun 2007)

No Bahan ekspor Negara Volume (ton) Nilai (US

$) 1 Gulungan kulit kering

Kayu manis Amerika Serikat 9.721 7.678 Thailand 1.771 1.273 Belanda 1.561 1.174 Jerman 995 888 Malaysia 982 645 Brasil 947 610 Perancis 603 489 Pakistan 601 482 Philipina 579 443 Lain-lain 4.683 3.131 Jumlah 22.443 16.813

2 Kulit kayu manis Chip (pecahan) India 8.999 5.458 Amerika Serikat 1.185 510 Uni Emirat Arab 1.028 510 Singapura 296 131 Mesir 147 73 Brazil 144 24 Venezuela 122 21 Aljazair 115 28 Malaysia 107 90 Lain-lain 736 2.131 Jumlah 12.880 9.367

3 Bubuk kayu manis Amerika Serikat 7.397 5.142

Uni Emirat Arab 1.131 310 Belanda 771 461 Brazil 619 260 India 615 392 Kanada 560 361 Aljazair 439 158 Swedia 424 302 Singapura 421 212 Maroko 393 209 Jerman 362 250 Lain-lain 2.242 1.502 Jumlah 15.374 9.560 Total 50.696 35.740

(7)

Di pasaran Sumatera Barat, harga kulit kayu manis rata-rata lebih rendah dan cenderung tidak mengalami peningkatan yang berarti selama lima tahun terakhir. Harga kulit kayu manis di Sumatera Barat dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Harga kulit kayu manis di Sumatera Barat

Tahun Harga kulit kayu manis

2001 Rp. 4113/kg 2002 Rp.4083/kg 2003 Rp.2475/kg 2004 Rp.4117/kg 2005 Rp.3689/kg 2006 Rp.4104/kg

Sumber : Dinas Perkebunan Propinsi Sumatera Barat (2007)

Untuk meningkatkan harga jual kulit kayu manis dapat dilakukan dengan peningkatan mutu di tingkat petani sehingga petani akan memperoleh peningkatan pendapatan. Namun di tingkat eksportir, harga kulit kayu manis rata-rata berkisar antara 1 – 2 US $ per kg dan sulit mencapai harga yang lebih tinggi lagi karena adanya negara pesaing yang dapat menghasilkan kulit kayu manis dengan harga yang lebih rendah. Untuk meningkatkan nilai tambah produk kulit kayu manis maka perlu dikembangkan produk lanjutan seperti minyak kulit kayu manis yang mempunyai harga jual yang lebih tinggi.

Minyak kulit kayu manis cukup banyak diminati oleh negara-negara pengimpor kayu manis seperti Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Jerman dan Belanda untuk keperluan industri makanan, kosmetika dan farmasi. Harga minyak kayu manis mencapai 240 US $ per kgnya dan jumlah kebutuhannya sekitar 200-250 ton per tahun. Selama ini kebutuhan minyak kayu manis dipenuhi oleh negara pengekspor kayu manis lainnya seperti Srilangka yang mengekspor dalam jumlah yang kecil serta Cina yang mengekspor dalam jumlah yang lebih besar tetapi mutu dan harganya lebih rendah. Indonesia sebagai pengekspor kayu manis yang cukup besar dengan mutu yang lebih baik dari Cina, mempunyai peluang untuk memenuhi kebutuhan minyak atsiri kayu manis.

(8)

Teknologi

Tingkat teknologi yang digunakan untuk mengembangkan proses pengolahan kulit kering kayu manis menjadi produk lanjutan berupa bubuk dan minyak kayu manis cukup sederhana. Untuk membuat kulit kering kayu manis hanya dengan membersihkan dan mengikis kulit kayu manis, kemudian dijemur dengan sinar matahari, setelah kering maka akan terbentuk gulungan kulit kering kayu manis. Gulungan kulit kering kayu manis kemudian dipotong-potong sesuai dengan ukuran standar pemasaran untuk ekspor dengan gergaji pemotong.

Dari proses pemotongan dengan gergaji pemotong, akan diperoleh beberapa bentuk produk yaitu berupa gulungan kulit kayu manis yang sesuai dengan standar pemasaran ekspor. Sisa-sisa pemotongan berupa potongan-potongan kecil kulit kayu manis (chips), dan serbuk yang dihasilkan oleh proses penggergajian berupa bubuk kulit kayu manis.

Pemasaran yang dilakukan oleh eksportir selama ini adalah dengan mengemas masing-masing produk berupa gulungan kulit kering kayu manis, chips dan bubuk kayu manis yang langsung dipasarkan.

Kulit kayu manis kualitas baik (AA), biasanya ditujukan untuk pasaran ekspor yaitu yang memenuhi persyaratan ukuran panjang tertentu, biasanya panjang 10-15 cm. Kulit kayu manis dengan mutu yang lebih rendah lebih ditujukan untuk memenuhi pasaran lokal. Data ekspor tahun 2007, diketahui ekspor dalam bentuk gulungan kulit kering sebesar lebih kurang 45% dari jumlah yang tersedia untuk ekspor. Selain itu juga diekspor kulit kayu manis dalam bentuk potongan kecil (chips) sisa pemotongan kulit kayu manis kualitas baik, yaitu sebesar lebih kurang 25% dari jumlah yang tersedia untuk ekspor. Sisanya sebesar lebih kurang 30% diekspor dalam bentuk bubuk.

Untuk pengembangan produk, bahan berupa chips (sisa potongan kulit kayu manis) dari kulit kayu manis mutu baik (AA), dapat diolah lebih dulu menjadi minyak atsiri kayu manis dan selanjutnya baru dipasarkan.

Minyak kayu manis diolah dari kulit kering kayu manis dengan cara destilasi atau penyulingan. Teknologi penyulingan minyak kayu manis juga sederhana dan telah banyak dilakukan oleh petani di Cina dan Srilangka. Metode penyulingan minyak kayu manis juga hampir sama untuk minyak atsiri lainnya

(9)

seperti minyak nilam yang telah banyak dilakukan oleh petani di Sumatera Barat sehingga dapat diterapkan oleh petani kayu manis. Harga minyak atsiri kayu manis cukup tinggi, bahkan lebih tinggi dari minyak atsiri lainnya seperti minyak pala atau minyak cengkeh.

Prospek pengembangan produk kayu manis menjadi beberapa produk lanjutan dapat dilihat pada Gambar 3.

Dengan mengembangkan industri pengolahan kulit kayu manis maka industri pengolahan kulit kayu manis dapat memproduksi beberapa macam produk yaitu :

a. Produk kulit kering kayu manis sebesar 45%, bisa langsung dikemas dan dipasarkan.

b. Produk bubuk kayu manis sebesar 30%, langsung dikemas dan dipasarkan. c. Produk minyak kayu manis sebesar 25%, diolah dari chips menjadi minyak

kayu manis dengan proses penyulingan, baru kemudian dikemas dan dipasarkan.

R = 45% R=25%

R=30%

Gambar 3. Skenario pengembangan produk kulit kayu manis Kulit kering kayumanis

Gergajipemotong

Potongan kulit kering kayu manis siap dipasarkan

Chips (potongan

kecil kulit kayu manis

Serbuk kayu manis

Minyak kayu

manis Bubuk kayu

(10)

Dengan melakukan pengembangan produk, maka produk yang akan mengalami pengolahan lebih lanjut adalah bahan berupa chips yang akan didestilasi menjadi minyak atsiri. Apabila produksi kulit kayu manis kering di Sumatera Barat adalah sebesar 35.231.000 kg/tahun, maka bahan yang dihasilkan berupa chips adalah sebesar 8.807.750 kg/tahun atau rata-rata sebesar 24.130,82 kg/hari. Apabila rendemen minyak rata-rata sebesar 1%, maka akan diperoleh rata-rata 241kg/hari minyak kulit kayu manis.

Pengolahan kulit kayu manis lebih lanjut menjadi minyak kayu manis akan memberikan peningkatan nilai tambah terhadap kulit kayu manis. Nilai tambah yang diperoleh adalah dari segi harga dan peningkatan teknologi yang digunakan.

4.2. Kajian Teknologi

4.2.1. Teknologi Tersedia

Pembuatan minyak kulit kayu manis dilakukan dengan cara penyulingan (destilasi) terhadap kulit kayu manis kering. Ada beberapa metode penyulingan yang umum digunakan yaitu:

a. Metode penyulingan air

b. Metode penyulingan air dan uap (sistem kukus) c. Metode penyulingan uap

Ketiga metode penyulingan tersebut telah banyak berkembang dan dikenal oleh masyarakat di daerah Sumatera Barat. Pada saat ini penyulingan yang dilakukan adalah terhadap produk minyak atsiri lainnya seperti minyak pala, minyak nilam dan yang lainnya.

Pada prinsipnya ketiga metode penyulingan tersebut dapat digunakan untuk pembuatan minyak atsiri kayu manis, dan masing-masing mempunyai kelebihan dan kelemahan. Pemilihan metode penyulingan yang tepat akan berpengaruh terhadap hasil dan mutu minyak. Penerapan tingkat teknologi tertentu dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain sumberdaya alam, sumberdaya manusia, kemampuan teknologi yang dimiliki, modal dan kondisi sosial budaya.

(11)

Pemilihan metode penyulingan dapat dilakukan dengan penilaian secara kualitatif menggunakan Metode Perbandingan Eksponensial dengan memberikan bobot terhadap faktor-faktor yang berpengaruh dalam pemilihan metode penyulingan. Kriteria yang mempengaruhi pemilihan diusahakan merupakan kriteria-kriteria kritis bagi industri pengolahan minyak kulit kayu manis. Kriteria-kriteria tersebut yaitu : 1). bahan baku, 2) sumberdaya manusia, 3) teknologi, 4) modal, 5). kondisi sosial budaya masyarakat. Sedangkan skor yang ditetapkan adalah baik (0,4), sedang (0,3), kurang baik (0,2) dan buruk (0,1).

Kriteria bahan baku didasarkan atas jenis bahan baku yang sesuai untuk metode penyulingan yang digunakan. Kriteria sumberdaya manusia didasarkan atas kemampuan sumberdaya manusia yang tersedia untuk mengoperasikan alat penyulingan. Kriteria teknologi didasarkan pada alat yang dapat memberikan hasil (rendemen) dan mutu yang baik. Kriteria modal didasarkan pada biaya yang akan digunakan untuk setiap metode penyulingan dan kriteria sosial budaya didasarkan pada dukungan masyarakat terhadap penggunaan metode penyulingan yang akan ditetapkan.

1). Bahan baku

Minyak atsiri kayu manis diperoleh dengan melakukan penyulingan terhadap bahan baku berupa kulit kering kayu manis. Untuk penyulingan bahan berupa kulit, akar, kayu atau bahan yang mempunyai permukaan yang agak keras, maka menurut Guenther (1987) sebaiknya menggunakan penyulingan uap, karena akan memberikan rendemen minyak yang lebih tinggi.

Metode penyulingan lain juga dapat digunakan tetapi rendemen minyak yang dihasilkan lebih rendah. Pada Tabel 11 dapat dilihat hasil penyulingan minyak kayu manis dari beberapa metode penyulingan.

(12)

Tabel 11. Rendemen minyak kulit kayu manis yang diperoleh dengan menggunakan beberapa metode penyulingan

Metode penyulingan Rendemen minyak (%)

Metode penyulingan air 0,86*

Metode penyulingan air dan uap 0,97**

Metode penyulingan uap 1,04***

*Rusli, Ma’mun dan Triantoro (1990) **Widiyatmoko (1989)

***Nurdjannah danSyarif (1991)

Dari segi biaya, penggunaan proses penyulingan dengan metode penyulingan air lebih rendah bila dibandingkan dengan metode penyulingan air dan uap au metode penyulingan uap, tetapi rendemen yang dihasilkan lebih rendah. Metode penyulingan air biasanya dapat digunakan untuk proses penyulingan dalam skala kecil dan biasanya dilakukan oleh petani di dekat lokasi penanaman bahan, karena bentuknya sederhana dan dapat dipindah-pindah. Tetapi kelemahan lainnya menurut Guenther (1987) adalah pada penyulingan air komponen minyak yangbertitik didih tinggi dan bersifat larut dalam air tidak dapat menguap secara sempurna, sehingga minyak yang tersuling mengandung komponen yang tidak lengkap.

Dengan menggunakan metode penyulingan air, Rusli et al (1990) melakukan penelitian penyulingan minyak kulit kayu manis pada skala laboratorium. Rendemen minyak yang diperoleh adalah 0,86%. Sedangkan dari penelitian yang dilakukan oleh Widiyatmoko (1989) yang menggunakan metode penyulingan air dan uap, diperoleh rendemen minyak kulit kayu manis sebesar 0,97%.

Dibandingkan dengan penyulingan air, maka sistem penyulingan air dan uap lebih baik karena proses dekomposisi minyak lebih kecil, jumlah bahan bakar yang dibutuhkan lebih sedikit, waktu penyulingan lebih singkat dan rendemen minyak yang dihasilkan lebih besar (Guenther, 1987).

Pada metode penyulingan uap, rendemen yang dihasilkan lebih tinggi, tetapi juga mempengaruhi senyawa aromatik yang terdapat di dalam bahan seperti sinamaldehid yang merupakan komponen utama minyak kulit kayu manis. Untuk

(13)

mengatasi hal ini, menurut Guenther (1987) dapat dilakukan dengan penggunaan tekanan yang rendah pada awal penyulingan kemudian tekanan meningkat secara bertahap sampai akhir proses, yaitu ketika komponen minyak yang bertitik didih tinggi yang tertinggal. Dari penelitian dengan menggunakan proses penyulingan uap yang dilakukan oleh Nurdjannah dan Syarif (1981), diperoleh rendemen minyak kulit kayu manis sebesar 1,04%. Dari segi bahan baku yang digunakan serta rendemen dan mutu minyak yang dihasilkan maka sebaiknya digunakan metode penyulingan uap.

2). Sumberdaya Manusia

Kemampuan sumberdaya manusia di daerah Sumatera Barat cukup baik dan cukup tersebar di daerah-daerah kabupaten sehingga dapat diharapkan untuk menunjang industri pengolahan kayu manis. Permasalahan yang mungkin dihadapi adalah kurangnya tenaga ahli yang mempunyai pengalaman dalam usaha pengolahan minyak kayu manis, karena untuk mengerjakan proses penyulingan minyak atsiri diperlukan suatu keahlian untuk menghasilkan mutu minyak yang baik. Namun berdasarkan pengalaman petani yang mengolah minyak atsiri lainnya, kemampuan untuk melakukam proses penyulingan dapat dilakukan melalui proses pelatihan.

Untuk menjalankan proses penyulingan dari ketiga jenis metode penyulingan yang ada pada prinsipnya hampir sama, dan dapt diterapkan oleh tenaga kerja yang ada di daerah Sumatera Barat

3). Kemampuan teknologi dan industri lain yang mendukung

Pembuatan alat penyulingan dapat dilakukan secara lokal oleh bengkel yang ada dan bahan dapat diperoleh di daerah Sumatera Barat. Alat penyulingan yang telah banyak digunakan berupa alat penyuling air atau alat penyuling air dan uap dengan bahan yang sederhana berupa drum atau dari bahan aluminium. Pembuatan alat penyulingan uap dengan bahan stainless steel juga telah dapat dikerjakan, meskipun dengan biaya yang lebih tinggi.

Penggunaan jenis bahan alat akan mempengaruhi mutu dan hasil minyak, yang terbaik adalah dari bahan stainless steel. Sebaiknya menggunakan metode

(14)

penyulingan uap dengan bahan dari stainless steel agtau kombinasi dengan bahan lain.

4). Modal

Untuk menjalan usaha industri minyak kayu manis diperlukan ketersediaan modal yang cukup besar. Industri pengolahan minyak kayu manis dapat memperoleh modal dari sisa keuntungan menjual kulit kering kayu manis dan bubuk kayu manis atau dengan kredit dari bank yang ada dan banyak tersedia di Sumatera Barat seperti bank umum sebanyak 13 buah dan Bank Perkreditan Rakyat sebanyak 104 buah.

5). Kondisi sosial budaya masyarakat

Kondisi masyarakat Sumatera Barat cukup mendukung usaha industri pengolahan kayu manis, terutama oleh petani kayu manis. Dengan adanya industri pengolahan diharapkan adanya jaminan pemasaran kulit kayu manis yang dihasilkan oleh petani, sehingga petani dapat lebih berpartisipasi sebagai pemasok bahan baku, bahkan sebagai pemilik usaha pengolahan kayu manis.

Agar usaha pengolahan kayu manis dapat dilakukan oleh petani kayu manis secara berkelompok dalam skala kecil, maka pemilihan jenis penyulingan yang tepat adalah metode penyulingan air kapasitas kecil karena dapat dipindah-pindah. Tetapi karena rendemennya kecil, maka sebaiknya menggunakan metode penyulingan uap yang dapat diusahakan oleh petani secara berkelompok.

Dari perbandingan antar kriteria tersebut didapatkan bobot kepentingan dari masing-masing kriteria. Pemberian bobot pada masing-masing alternatif alat dilakukan berdasarkan data-data kriteria pada masing-masing pilihan teknologi alat penyulingan secara objektif. Hal ini bertujuan agar tidak mempengaruhi subyektivitas penilaiannya. Nilai terbesar menunjukkan prioritas utama (pilihan terbaik) berdasarkan faktor-faktor yang ditetapkan. Hasil perhitungan pemilihan jenis penyulingan dapat dilihat pada Tabel 12.

(15)

Tabel 12. Perhitungan pemilihan metode penyulingan

Alternatif alat Kriteria Total

(1) (2) (3) (4) (5)

Destilasi air 0,2 0,2 0,3 0,3 0,3 3,80

Destilasi air dan uap 0,3 0,2 0,3 0,3 0,3 3,86

Destilasi uap 0,4 0,4 0,3 0,2 0,3 3,96

Bobot (1,0) 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2

Berdasarkan perhitungan pemilihan metode penyulingan maka prioritas metode penyulingan yang dapat digunakan adalah metode penyulingan uap, selanjutnya metode penyulingan air dan uap serta pilihan yang terakhir adalah metode penyulingan air. Hal ini sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa metode penyulingan uap lebih baik daripada metode penyulingan air dan uap serta metode penyulingan air. Menurut Guenther (1987), umumnya metode penyulingan dengan uap langsung lebih baik daripada metode penyulingan dengan air, dan metode penyulingan dengan air dan uap ditinjau dari segi biaya, kecepatan penyulingan dan kapasitas produksi minyak.

Dari hasil perhitungan pemilihan metode penyulingan, yang mempunyai bobot yang lebih tinggi adalah metode destilasi uap dengan bobot skor 3,96. Dari penelitian para peneliti sebelumnya (Tabel 11) juga diketahui bahwa rendemen minyak kulit kayu manis yang diperoleh dengan metode penyulingan uap lebih tinggi, sehingga dalam penelitian ini akan dikembangkan proses penyulingan minyak kulit kayu manis dengan menggunakan metode penyulingan uap.

4.2.2 Uji Coba

Untuk mengembangkan usaha industri pengolahan kayu manis yang menghasilkan minyak kayu manis perlu dilakukan uji coba pembuatan minyak kayu manis dalam skala kecil. Uji coba dilakukan dengan menggunakan alat yang telah digunakan untuk proses penyulingan minyak atsiri lainnya yaitu minyak nilam. Alat yang digunakan adalah alat penyulingan uap dengan spesifikasi bahan konstruksi berupa kombinasi stainless steel untuk ketel penyuling dan pipa pendingin dan drum untuk ketel pendingin dan boiler.

(16)

Alat yang digunakan pada metode penyulingan uap ini terdiri dari alat penyuling, alat pemanas (boiler) dan alat pendingin serta tabung pemisah. Pada metode ini bahan baku yang akan disuling tidak berada dalam air. Uap air panas diperoleh dari ketel pemanas yang terpisah dan dialirkan ke dalam ketel bahan baku melalui sebuah pipa. Di dalam ketel bahan baku, uap panas ini akan berkontak dengan bahan dan mengikat minyak yang kemudian diuapkan sebagai destilat campuran minyak dan uap. Destilat kemudian dialirkan ke tangki pendingin dan selanjutnya dilakukan pemisahan antara minyak dan air.

1). Alat penyuling a. Kerangka

Kerangka terbuat dari bahan besi plat yang berbentuk lingkaran dengan diameter 15 cm yang berfungsi sebagai penahan atau tempat kedudukan ketel bahan baku. Kerangka penyangga ketel bahan baku ditempatkan di atas alat pemanas secara permanen yang dihubungkan dengan tiang besi berjarak 16 cm. b. Ketel bahan baku

Ketel bahan baku terbuat dari bahan stainless steel dengan diameter 30 cm dan tinggi 114 cm yang berfungsi sebagai tempat meletakkan bahan baku yang akan disuling. Di dalam ketel bahan baku terdapat saringan berlobang yang terbuat dari bahan aluminium yang berfungsi sebagai penyangga bahan baku dalam ketel dengan jarak 5 cm dari bagian bawah ketel bahan baku. Untuk menggunakan ketel penyulingan, maka bahan baku dimasukkan ke dalam ketel kemudian ditutup dengan saringan penyangga bahan dan ketel bahan baku diletakkan pada kerangkanya dengan cara dibalik dan kemudian dikunci dengan 6 buah klemp pengunci yang terdapat di sekeliling ketel bahan baku.

c. Pipa destilat

Pipa destilat terbuat dari bahan stainless steel dengan diameter 1,25 inci yang terletak di bagian atas ketel bahan baku dan dihubungkan dengan ketel pendingin sepanjang 73 cm dengan sudut kemiringan 60ºC. Pipa ini berfungsi sebagai tempat mengalirnya campuran minyak dengan uap air. Spesifikasi alat penyulingan dapat dilihat pada Tabel 13.

(17)

Tabel 13. Spesifikasi alat penyulingan

Spesfisikasi Keterangan

Jenis bahan ketel bahan baku Stainless steel

Diameter ketel 30 cm

Tinggi ketel 114 cm

Berat ketel 3 kg

Tinggi bahan dalam ketel 91 cm

Kapasitas ketel 27 kg kulit kayu manis

kering

2). Alat pemanas (boiler) a. Kerangka

Kerangka terbuat dari plat besi berbentuk segi empat dengan panjang dan lebar 53 x 58 cm dan tinggi 10 cm yang berfungsi sebagai tempat penyangga atau kedudukan ketel uap. Kerangka besi dipasang secara permanen dengan bata yang diberi semen pada sisi kerangka besi kecuali pada bagian depannya karena akan digunakan sebagai tempat untuk memasukkan bahan bakar.

b. Ketel uap

Ketel uap terbuat dari bahan berupa drum tertutup dengan diameter 58 cm dan tinggi 44 cm yang berfungsi untuk tempat memanaskan air dan menghasilkan uap yang akan diteruskan ke ketel penyulingan bahan baku. Bahan bakar yang digunakan adalah gas elpiji.

c. Pipa uap dan pipa air

Pipa uap terdapat pada bagian tengan ketel pemanas terbuat dari bahan stainless steel dengan diameter 3 cm dan dihubungkan dengan ketel bahan baku yang berada di atas ketel pemanas dengan tinggi 16 cm. Pipa uap berfungsi untuk mengalirkan uap panas ke dalam ketel bahan baku.

Pipa air berfungsi sebagai tempat untuk mengalirkan air yang ditambahkan selama proses pemanasan dengan panjang 58 cm. Spesifikasi alat pemanas dapat dilihat pada Tabel 14.

(18)

Tabel 14. Spesifikasi alat pemanas

Spesifikasi Keterangan

Jenis bahan tangki uap Drum

Jenis bahan bakar Gas elpiji

Diameter tangki uap 58 cm

Tinggi tangki uap 44 cm

Kapasitas tangki uap 58 liter

Berat tangki uap 9 kg

Panjang pipa air 58 cm

Panjang pipa uap 16 cm

Diameter pipa uap 3 cm

3). Alat pendingin dan pemisah a. Kerangka

Kerangka yang berfungsi sebagai penyangga atau tempat kedudukan tangki pendingin terbuat dari batu bata yang disemen dengan ukuran 60 x 60 cm dan tinggi 20 cm.

b. Tangki pendingin

Bahan yang digunakan untuk membuat tangki pendingin adalah drum dengan ukuran diameter 58 cm dan tinggi 132 cm. Tangki pendingin berfungsi sebagai tempat untuk mengisi air yang digunakan untuk mendinginkan pipa silinder yang berisi destilat campuran minyak dan uap. Pada bagian atas dekat permukaan tangki pendingin terdapat pipa untuk mengeluarkan air dari tangki. c. Pipa destilat dan pipa air

Pipa destilat terbuat dari bahan stainless steel dengan diameter 1,25 inci yang berisi destilat berupa campuran minyak dan uap yang menghubungkan tangki bahan baku dan tangki pendingin sepanjang 73 cm dan sudut kemiringan sekitar 60ºC. Pipa destilat yang berada dalam tangki pendingin berbentuk silinder dengan jumlah silinder sebanyak 6 buah dan di bagian bawah berhubungan dengan tabung penampung tempat memisahkan minyak dan uap air.

(19)

Pipa air yang terdapat pada tangki pendingin berfungsi untuk mengalirkan air tambahan sehingga air yang berada dalam tangki pendingin mempunyai suhu yang relatif tetap. Tinggi pipa air 65cm, air dimasukkan dari bagian atas mengalir melalui pipa dan keluar pada bagian bawah tangki pendingin.

d. Alat pemisah destilat

Terbuat dari bahan aluminium yang berfungsi untuk memisahkan minyak dengan uap. Berbentuk tabung dengan diameter 10 cm, tinggi 17 cm. Pada bagian bawah terdapat saluran pipa tempat mengalirkan minyak ke wadah penampung.

Spesifikasi alat pendingin pada proses penyulingan dapat dilihat pada Tabel 15. Bentuk alat penyulingan yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.

Tabel 15. Spesifikasi alat pendingin

Spesifikasi Keterangan

Bahan pendingin Air

Jenis bahan tangki pendingin Drum

Diameter tangki 58 cm

Tinggi tangki 132 cm

Berat tangki 27 kg

Jenis bahan pipa destilat silinder Stainless steel

Jumlah lingkaran silinder 6 buah

(20)

Keterangan :

1. Boiler

2. Tangki penyuling 3. Tangki pendingin

(21)

Pada uji coba pembuatan minyak kulit kayu manis dilakukan dengan menggunakan proses penyulingan dengan metode uap, bahan baku yang digunakan adalah kulit kayu manis kering. Bahan baku kulit kayu manis diperoleh langsung dari petani kayu manis di daerah Solok.

Panen kulit kayu manis dilakukan dengan cara membersihkan kulit luar kayu manis dari jamur atau cendawan, kemudian dikuliti dari pohon sekitar 5 cm dari bagian bawah pohon. Selanjutnya dilakukan pengerokan kulit lapisan luar dan lapisan gabus dari kulit kayu manis dan dibersihkan dari jamur dan kotoran. Setelah dicuci bersih kemudian dijemur dengan menggunakan panas matahari selama 3 hari sehingga diperoleh kulit kayu manis kering dengan kadar air mencapai sekitar 14%.

Menurut Guenther (1985), pengeringan dilakukan dengan tujuan untuk menurunkan kadar air sampai pada tingkat kadar air tertentu dan menguraikan senyawa-senyawa yang tidak berbau wangi dalam minyak atsiri sampai menjadi berbau wangi. Proses pengeringan diharapkan dapat menghemat energi panas sehinga mengurangi biaya penyulingan, mengurangi kerusakan seminimal mungkin serta mengurangi terjadinya proses hidrolisis pada bahan baku minyak atsiri yang mengandung ester.

Setelah kering kulit kayu manis dirajang menjadi potongan-potongan kecil dan disimpan sebelum digunakan untuk bahan baku proses penyulingan minyak atsiri kayu manis. Menurut Guenther (1985), perajangan bertujuan untuk mengurangi sifat kamba bahan, meningkatkan kapasitas ketel suling, mempercepat proses penyulingan dan mengurangi terjadinya jalur uap (rat hole) dalam ketel suling. Menurut Widiyatmoko (1989), ukuran kulitas kayu manis yang terbaik adalah sekitar 1-3 cm.

Dari hasil survey lapangan diketahui bahwa di daerah Sumatera Barat telah banyak dilakukan proses penyulingan untuk memperoleh beberapa macam minyak atsiri untuk tujuan ekspor, seperti minyak nilam dan minyak biji pala. Umumnya petani di pedesaan menggunakan metode penyulingan air dan uap dengan alat penyulingan dari bahan yang sederhana, sedangkan pihak pedagang atau eksportir umumnya menggunakan metode penyulingan uap dengan

(22)

menggunakan alat penyulingan yang lebih baik seperti yang terbuat dari stainless steel.

Dalam penelitian ini dikembangkan proses penyulingan minyak atsiri kulit kayu manis dengan menggunakan metode penyulingan uap dengan modifikasi alat penyulingan yang cukup baik milik Marius Anwar di Solok. Alat penyulingan terbuat dari bahan stainless steel sedangkan ketel pemanas dan ketel pendingin terbuat dari bahan sederhana berupa drum. Alat ini telah digunakan untuk penyulingan minyak nilam dan diharapkan juga dapat digunakan untuk menghasilkan minyak kulit kayu manis.

Pada tahap uji coba untuk memperoleh minyak kulit kayu manis skala industri maka penggunaan alat penyulingan uap ini didasarkan pada kondisi optimum yang diperoleh dari hasil penelitian di laboratorium (Nurdjannah dan Syarif, 1991), yaitu :

1. Alat penyulingan : menggunakan metode penyulingan uap. 2. Lama penyulingan : 7 jam

3. Ukuran bahan : ±3 cm 4. Kadar air bahan : ± 14 %

5. Keadaan bahan : dilakukan pengerokan kulit luar, bersih dari jamur dan kotoran.

Neraca massa pembuatan minyak atsiri kayu manis dapat dilihat pada Gambar 5. Basis perhitungan neraca massa bahan adalah 27 kg bahan baku kulit kayu manis untuk satu unit penyulingan. Lama waktu penyulingan adalah 7 jam. Perhitungan neraca massa adalah sebagai berikut :

Boiler (R)

Masuk : V1 = 6 kg/jam x 7 jam = 42 kg

Keluar : Uap atau V2 = V1 = 6 kg/jam x 7 jam = 42 kg

Ketel Suling (D)

(23)

Keluar : A1 (Air bahan) = 27 kg x 14% = 3,78 kg R1 (uap minyak) = 27 kg x 14% = 3,78 kg A2 (uap air) = V2 + A1 = 42 + 3,78 = 45,78 kg W (limbah) = F – (A1 + R1) = 27 – (3,78 + 0,27) = 22,95 kg Kondensor (K) Masuk : R1 = 3,78 kg A2 = 45,78 kg Keluar : R2 = R1 = 3,78 kg A3 = A2 = 45,78 kg R1 = 0,27 kg A2 = V2 + A1 R2 = 0,27 kg A3 = A2 = 45,78 kg F = 27 kg (10% air dan 1% minyak) V2 = 42 kg V1 = 42 kg Gambar 5. Neraca massa pembuatan minyak atsiri kayu manis

Pada proses penyulingan yang dilakukan pada tahap uji coba ini bahan dimasukkan ke dalam tangki bahan baku yang berfungsi sebagai alat penyulingan dengan cara membalik tangki bahan dan ditutup dengan saringan aluminium yang berfungsi sebagai penyangga bahan Kapasitas tangki penyulingan yang digunakan adalah 70 liter. Bahan baku berupa kulit kayu manis kering yang dimasukkan

K

D

(24)

mempunyai kadar air 14% adalah sebanyak 27 kg. Setelah bahan dimasukkan, tangki bahan baku dipasang pada kerangka unit penyulingan yang terletak di atas alat pemanas.

Alat pemanas berupa drum berisi air dipanaskan dengan menggunakan bahan bakar berupa gas elpiji. Uap panas yang dihasilkan dari proses pemanasan air akan mengalir melalui pipa ke dalam tangki bahan baku dan melewati kulit kayu manis untuk mengikat minyak atsiri yang berada dalam kulit kayu manis berupa destilat minyak dan uap. Selanjutnya destilat diuapkan ke atas melalui pipa dan dihubungkan dengan tangki pendingin yang berisi air dingin yang mengalir. Pipa penghubung bersambung dengan pipa pendingin yang berbentuk enam silinder melingkar yang berada dalam drum berisi air. Destilat mengalir ke bawah berupa campuran minyak atsiri dan air yang berasal dari uap air yang telah didinginkan dan ditampung dalam tabung penampung. Fraksi minyak berada di bawah dan fraksi air di atas, kemudian dipisahkan.

Setelah dilakukan pemisahan, maka minyak kulit kayu manis yang dihasilkan disimpan dalam wadah berupa botol yang terbuat dari kaca untuk menghindari oksidasi dan hidrolisa minyak sehingga mutu minyak yang dihasilkan tetap terjaga. Hasil uji coba pembuatan minyak atsiri kulit kayu manis dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Hasil uji coba pembuatan minyak atsiri kayu manis dengan metode penyulingan uap

Parameter Nilai

Rendemen minyak atsiri 0,9825%

Bobot jenis 1,010

Kadar sinamaldehid 59,11%

Standar mutu minyak kulit kayu manis menurut standar EOA (Essential Oil Standart) dapat dilihat pada Tabel 17.

(25)

Tabel 17. Standar mutu minyak kulit kayu manis (standar EOA)

Spesifikasi Standar mutu

Bobot jenis 1.010 – 1.030

Indeks bias 1.57 – 1.591

Putaran optik (-2) – (0)

Kelarutan dalam etanol (70%) 1 : 3 larut

Kandungan sinamaldehid 55 – 78%

Dengan melihat standar mutu minyak kulit kayu manis, maka minyak atsiri kulit kayu manis yang diperoleh dari hasil uji coba dapat memenuhi persyaratan mutu ditinjau dari nilai bobot jenis dan kadar sinamaldehid. Oleh karena itu, dari segi teknis, industri pengolahan minyak atsiri kulit kayu manis mempunyai peluang untuk dikembangkan.

4.3. Analisis Finansial

4.3.1. Aspek Teknis

1). Lokasi

Ada beberapa kriteria yang perlu diperhatikan dalam melakukan pemilihan lokasi industi. Menurut Assauri (1990), faktor utama yang mempengaruhi pemilihan lokasi industri adalah letak dari sumber bahan baku, letak dari pasar, fasilitas pengangkutan, ketersediaan tenaga kerjan tenaga listrik serta kebijakan pemerintah.

Di daerah Sumatera Barat, bahan baku tanaman kayu manis tersebar hampir di semua daerah kabupaten antara lain kabupaten Tanah Datar, Agam, Limapuluh Kota, Padang Pariaman, Solok, Sawahlunto Sijunjung, Pesisir Selatan dan Pasaman. Produksi kayu manis selama ini berupa gulungan kulit kering dilakukan oleh petani di tiap-tiap daerah penghasil. Pemasaran dengan tujuan ekspor ke luar nengeri dilakukan melalui pelabuhan Teluk Bayur yang ada di kota Padang. Selain itu, pemasaran hasil produksi dari daerah Kerinci juga dilakukan melalui pelabuhan di Padang. Dilihat dari potensi bahan baku dan letak dari lokasi pemasaran maka industri pengolahan dapat dibuat di daerah Solok.

(26)

Industri minyak kulit kayu manis juga memerlukan pengaturan tata letak yang pada prinsipnya dilakukan terhadap posisi ruangan penerimaan dan penyimpanan bahan baku, ruangan pengeringan, ruangan penyulingan, ruang mesin, bengkel, laboratorium, gudang produk dan kantor. Proses yang dilakukan adalah proses pengeringan (1), perajangan, pengecilan ukuran (2), proses penyulingan (3), proses pemisahan minyak dan air (4).

2). Kapasitas produksi

Rencana kapasitas produksi suatu industri didasarkan pada aspek pasar dan pemasaran, ketersediaan bahan baku dan bahan penolong, kapasitas peralatan dan mesin produksi, serta ketersediaan tenaga kerja (Sutojo, 1991). Pengembangan industri minyak atsiri kayu manis di daerah Sumatera Barat direncanakan dalam skala kecil. Dengan demikian diharapkan dapat diterapkan di tingkat masyarakat petani atau pengusaha kecil secara luas untuk mendorong peningkatan pendapatan serta usaha pengembangan agroindustri daerah Sumatera Barat.

Kapasitas produksi industri minyak kulit kayu manis direncanakan sesuai dengan potensi dan prospek ketersediaan bahan baku.Untuk penyulingan minyak kulit kayu manis dalam skala kecil dapat dilakukan secara berkelompok oleh petani atau oleh pengusaha swasta dengan sistem penyulingan yang relatif sederhana.

Produksi kulit kayu manis kering dari daerah Solok pada tahun 2007 adalah 5.445 ton dengan luas lahan 9.855 ha. Dari proses pengolahan kulit kering kayu manis diperoleh rendemen potongan kecil kulit kayu manis (chips) sebesar 25%, yang akan digunakan sebagai bahan baku minyak kayu manis. Dengan demikian terdapat bahan baku berupa chips sebanyak 1.361.250 kg/tahun atau sebanyak 3729,45 kg/hari.

Pada tahap awal, kapasitas produksi direncanakan sebesar kurang dari 10% dari bahan baku yang tersedia setiap hari, yaitu sekitar 372 kg. Bila kapasitas alat yang digunakan untuk penyulingan skala kecil adalah sebesar 27 kg bahan baku chips maka untuk pengolahan 372 kg bahan baku diperlukan 8 kali proses penyulingan. Bila penyulingan dilakukan dua kali sehari, maka diperlukan 4 alat penyulingan.

(27)

3). Peralatan dan mesin

Proses penyulingan minyak kulit kayu manis relatif sederhana dan mesin serta peralatan yang digunakan dapat diproduksi sendiri secara lokal di daerah. Pada proses penyulingan minyak kulit kayu manis, rendemen dan mutu minyak yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh keadaan bahan baku, peralatan dan mesin serta metode penyulingan yang digunakan. Oleh karena itu untuk mendapatkan rendemen dan mutu yang baik, maka perlu penggunaan konstruksi alat penyulingan yang tepat.

Proses penyulingan minyak kulit kayu manis pada dasarnya sederhana dan dalam pengembangn industri ini direncanakan untuk menggunakan alat penyulingan dengan sistem penyulingan uap yang telah dikembangkan oleh Marius Anwar di daerah Solok. Alat ini dirancang dengan kodifikasi spesifikasi bahan yang sederhana untuk skala industri kecil dengan kapasitas 27 kg bahan baku chips per batch.

Dalam perencanaan pengembangan industri minyak kulit kayu manis dibutuhkan peralatan sebagai berikut:

a. Ketel penyuling

Ketel penyuling terbuat dari bahan stainless steel dengan kapasitas 70 liter per batch yang dapat memuat 27 kg bahan baku berupa kulit kayu manis kering dengan kadar air 14%. Proses penyulingan dilakukan 2 kali sehari dengan 4 unit ketel penyulingan.

b. Ketel pemanas (boiler)

Boiler merupakan alat untuk memanaskan air untuk menghasilkan uap yang akan dialirkan ke dalam ketel penyling. Kebutuhan boiler untuk proses penyulingan dalam sehari adalah 4 buah.

c. Alat pendingin

Alat pendingin digunakan untuk mendinginkan campuran uap air dan minyak yang melalui pipa silinder di dalam ketel penyuling sehingga dapat dipisahkan antara air dan minyak kulit kayu manis.

(28)

d. Timbangan

Timbangan yang digunakan adalah timbangan kapaitas besar 100 kg untuk menimbang bahan baku kulit kayu manis.

4). Kebutuhan tenaga kerja

Kebutuhan tenaga kerja untuk industri pengolahan minyak kayu manis dalam skala kecil adalah direktur, manajer pabrik, sopir, satpam dan 4 orang staf produksi.

4.3.2. Aspek Pasar

Di daerah Sumatera Barat telah berkembang beberapa industri minyak atsiri secara komersil dalam bentuk industri kecil antara lain minyak nilam dan minyak pala yang ditujukan untuk ekspor. Minyak kulit kayu manis yang di pasaran luar negeri dikenal dengan nama Cinnamon oil belum dikenal secara luas oleh masyarakat dan saat ini sedang dirintis pengembangannya.

Berdasarkan data dari Balai Besar Industri Hasil Pertanian (195), perkiraan kebutuhan dunia terhadap minyak kulit kayu manis adalah sekitar 200 – 300 ton per tahun dengan harga berkisar US$ 150 – US$ 420 per kg. Dengan demikian terdapat peluang untuk menghasilkan minyak kulit kayu manis untuk tujuan ekspor sehingga dapat meningkatkan nilai tambah produk kulit kayu manis

4.3.3. Aspek Finansial

Dalam melakukan analisa finansial perlu dikemukakan asumsi-asumsi dasar yang akan digunakan dalam perhitungan. Asumsi-asumsi dasar tersebut adalah :

1). Umur ekonomis proyek ditetapkan 5 tahun 2). Tingkat bunga pinjaman bank adalah 22%

3). Harga bahan baku berupa kulit kayu manis kering ditetapkan sesuai dengan harga rata-rata di pasaran yaitu Rp. 5000 per kg

4). Jumlah hari kerja dalam sebulan adalah 25 hari, satu hari kerja selama 16 jam (2 shift).

(29)

5). Harga jual produk ditetapkan Rp. 900.000 per kg minyak kulit kayu manis (setara dengan US$ 120 dengan kurs Rp. 7500/US$). Harga tersebut diperoleh dengan menurunkan harga pasar sekitar 20%.

6). Besar pajak keuntungan sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1994 yaitu 10% untuk keuntungan sampai 25 juta rupiah, 15 % untuk keuntungan 20 juta rupiah sampai 50 juta rupiah dan 30 % untuk keuntungan selebihnya.

a). Perkiraan modal proyek

Perkiraan modal proyek didasarkan pada rencana produksi dan kapasitas, serta komponen modal yang diperlukan. Biaya modal adalah biaya yang dikeluarkan sampai berdirinya suatu proyek atau sampai proyek siap beroperasi. Biaya modal ini meliputi biaya pengadaan lahan, biaya pendirian pabrik dan fasilitasnya, biaya pengadaan mesin dan peralatan. Perkiraan modal proyek pendirian industri minyak kayu manis adalah sebesar Rp. 118.580.000. Perkiraan modal proyek secara rinci disajikan pada lampiran 3.

- Pengadaan lahan dan bangunan

Biaya pengadaan lahan meliputi biaya pembelian lahan dan biaya perizinan. Luas lahan yang dibutuhkan adalah 400 m2 dengan harga Rp. 20.000 per m2. Biaya perizinan sebesar 5 persen dari biaya pembelian lahan

Bangunan terdiri dari bangnan pabrik, gudang bahan baku, gudang produk, kantor, lantai penjemuran dan pagar. Bangunan pabrik dibangun secara permanen dengan biaya dianggarkan sebesar Rp. 48.180.000 (Lampiran 3).

- Pengadaan mesin dan peralatan

Biaya pengadaan mesin dan peralatan meliputi pembelian alat penyulingan dan biaya instalasi. Mesin dan peralatan yang dibutuhkan adalah ketel penyulingan, ketel pemanas, ketel pendingin, timbangan, gas elpiji, tabung penampung minyak. Total biaya pengadaan mesin dan peralatan adalah Rp. 14.200.000 (Lampiran 3).

- Fasilitas dan kendaraan

Biaya fasilitas meliputi biaya peralatan kantor dengan anggaran sebesar Rp. 5.300.000. Sedangkan kendaraan yang dibutuhkan adalah 1 unit kendaraan pick up dengan nilai Rp. 40.000.000 (Lampiran 3).

(30)

b). Biaya operasional - Bahan baku

Bahan baku diperoleh dari petani dan pedagang pengumpul dari daerah di sekitar lokasi pabrik. Kebutuhan bahan baku rata-rata pada skala normal adalah 216 kg per hari sesuai dengan kapasitas alat. Data mengenai harga kulit kayu manis kering rata-rata adalah Rp. 5000 per kg. Dengan asumsi 25 hari kerja maka kebutuhan bahan baku kulit kayu manis kering adalah 5400 kg per bulan dengan nilai sebesar Rp. 27.000.000 per bulan atau rata-rata Rp. 324.000.000 per tahun (Lampiran 6).

- Bahan pembantu

Bahan pembantu yang digunakan adalah bahan bakar yang berupa bahan bakar gas dan air yang diperlukan untuk proses pemanasan dan pendinginan. Kebutuhan bahan bakar gas per hari adalah 25 kg dengan harga Rp. 1000 per kg. Kebutuhan bahan bakar per bulan diperkirakan sebesar 625 kg dengan biaya Rp. 625.000 atau rata-rata Rp. 7.500.000 per tahun.

Kebutuhan air diperkirakan sebesar Rp. 310.000 per bulan atau rata-rata Rp. 3.720.000 per tahun. Total kebutuhan bahan pembantu adalah sebesar Rp. 11.220.000 per tahun (Lampiran 6).

- Bahan kemasan

Produk berupa minyak kulit kayu manis dikemas dalam tabung kaca ukuran 5 kg. Kebutuhan bahan kemasan per bulan sesuai dengan kapasitas produksi adalah 11 unit dengan biaya sebesar Rp. 550.000 per bulan atau rata-rata Rp. 6.600.000 per tahun (Lampiran 6).

- Kebutuhan listrik

Dalam proses produksi listrik digunakan untuk penerangan dengan jumlah penggunaan sebesar 100 kwh atau sebesar Rp. 350.000 per bulan atau rata-rata sebesar Rp. 4.200.000 per tahun (Lampiran 6).

- Gaji tetap karyawan

Gaji tetap karyawan diberikan dari direktur sampai satpam yang jumlahnya diperkirakan Rp. 5.100.000 per bulan atau sebesar Rp. 61.200.000 per tahun. Perincian mengenai gaji tetap karyawan terdapat pada Lampiran 5.

(31)

- Biaya pemeliharaan

Biaya pemeliharaan digunakan untuk kebutuhan kebersihan lingkungan dan pemeliharaan alat-alat. Biaya pemeliharaan ini dperkirakan sebesar Rp. 1.200.000 per tahun (Lampiran 6).

- Biaya penyusutan

Biaya penyusutan terdiri dari penyusutan mesin dan peralatan, penyusutan bangunan, penyusutan fasilitas kantor dan kendaraan. Perhitungan penyusutan dilakukan dengan metode garis lurus. Nilai penyusutan dihitung berdasarkan umur ekonomis barang. Asumsi umur ekonomis untuk bangunan adalah 20 tahun, mesin dan kendaraan 10 tahun dan peralatan kantor 5 tahun. Dengan asumsi dan perhitungan tersebut maka biaya penyusutan per tahun adalah sebesar Rp. 8.889.000. Perhitungan penyusutan terdapat pada Lampiran 4.

c). Pendapatan

Pendapatan perusahaan diperoleh dari hasil penjualan produk minyak kulit kayu manis. Rendemen minyak kulit kayu manis sebesar 1%. Kapasitas alat yang digunakan adalah 27 kg bahan baku kulit kering kayu manis sehari dengan jumlah alat 4 unit dan 2 kali penyulingan. Dalam satu hari akan dihasilkan minyak kulit kayu manis sebanyak 2,16 kg dan dalam sebulan sebesar 54 kg. Harga minyak kulit kayu manis diperkirakan sebesar Rp. 900.000 per kg atau sama dengan US$120 per kg. Dengan demikian maka perusahaan akan memperoleh pendapatan sebesar Rp. 48.600.000 per bulan atau Rp. 583.200.000 per tahun.

4.3.4. Evaluasi Keuangan Proyek

Berdasarkan bilai investasi, biaya operasional dan penjualan produk maka dilakukan evaluasi keuangan untuk mendapatkan nilai NPV, Net B/C ratio, Pay Back Periuod, Internal Rate of Return dan Break Event Point.

1). NPV

Nilai Net Present Value dari industri minyak kulit kayu manis adalah sebesar Rp. 205.870.850. Karena nilai NPV positif, maka berdasarkan indikator ini industri layak dijalankan (Lampiran 9).

(32)

2). Net B/C

Nilai net B/C ratio industri minyak kulit kayu manis didapatkan sebesar 2,74. Karena nilai tersebut lebih besar dari 1, maka berdasarkan indikator net B/C ratio industri tersebut layak dijalankan (Lampiran 9).

3). PBP

Dari perhitungan Pay Back Period terhadap industri minyak kulit kayu manis didapatkan nilai sebesar 1,16 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa waktu pengembalian modal dapat tercapai antara tahun ke 1 dan ke 2, disajikan pada Lampiran 9.

4). IRR

Berdasarkan perhitungan nilai Internal Rate of Return didapatkan nilai sebesar 68,28%. Hal ini menunjukkan bahwa industri ini mampu mengembalikan modal dalam tingkat bunga sebesar 68,28% per tahun. Industri ini layak untuk dijalankan karena IRR lebih besar dari bunga bank yang berlaku yaitu 22% (Lampiran 9).

5). BEP

Analisa Break Event point perlu dilakukan untuk mengetahui pada skala berapa industri tidak mengalami rugi dan tidak mengalami untung (impas). Perhitungan didasarkan atas volume produksi (dalam unit/kg). Dari hasil perhitungan didapatkan nilai BEP sebagai berikut:

Tahun 1 = 196,75 kg Tahun 2 = 196,75 kg Tahun 3 = 196,78 kg Tahun 4 = 199,52 kg Tahun 5 = 199,09 kg

Besarnya nilai BEP setiap tahun operasi proyek selalu berada di bawah kemampuan produksi periode tersebut, ini berarti proyek memperoleh laba sepanjang umur ekonomisnya (Lampiran 10).

6). Analisa sensitivitas

Analisa sensitivitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana proyek tetap layak jika terjadi perubahan-perubahan perbandingan harga perusahaan dengan harga umum yang berlaku, terlambatnya jadwal proyek, adanya kesalahan dalam

(33)

penaksiran hasil produksi, kenaikan biaya konstruksi dan sebagainya. Perubahan perbandingan harga yang ditetapkan perusahaan dengan harga pasar dapat berupa kenaikan harga bahan baku dan bahan penolong atau penurunan harga jual produk. Perubahan ini akan mempengaruhi biaya produksi perusahaan. Simulasi peningkatan biaya bahan baku dan penurunan harga jual produk dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18. Kriteria kelayakan proyek pada analisa sensitivitas

Faktor perubah NPV (Rp) IRR (%) Net B/C Keterangan

Biaya bahan baku a. Naik 10% b. Naik 20% 146.846.028 90.611.820 62,16% 53,44% 2,24 1,76 Layak Layak Harga produk a. Turun 10% b. Turun 20% 99.626.170 -7.280.298 54,95% 17,47% 1,84 0,94 Layak Tidak layak

Dari tabel 18 dapat dilihat bahwa sensitivitas penurunan harga produk lebih tinggi dibandingkan dengan sensitivitas peningkatan biya bahan baku. Dengan adanya peningkatan biaya bahan baku sampai 20% usaha ini masih layak untuk dijalankan. Sedangkan pada penurunan harga produk 20% usaha ini sudah tidak layak untuk dijalankan karena nilai NPV negatif dan net B/C kecil dari satu. Selain itu nilai IRR hanya 17,47 % dimana nilai ini lebih rendah dari tingkat suku bunga yang berlaku yaitu 22% sehingga usaha ini tidak lagi menguntungkan bila terjadi penurunan harga jual sampai 20%.

Pada analisa sensitivitas terhadap nilai BEP dengan adanya peningkatan biaya bahan baku dan penurunan nilai jual terlihat bahwa nilai BEP berada di bawah tingkat produksi atau tingkat penjualan per periode selama umur ekonomi proyek. Pengaruh peningkatan biaya bahan baku dan penurunan harga jual terhadap BEP dapat dilihat pada tabel 19.

(34)

Tabel 19. Pengaruh perubahan biaya terhadap BEP BEP (kg) Biaya bahan

baku naik 10%

Biaya bahan baku naik 20%

Harga jual turun 10%

Harga jual turun 20% Tahun 1 228,26 271,77 261,79 391,02 Tahun 2 228,26 271,77 261,79 391,02 Tahun 3 228,26 271,77 261,79 391,02 Tahun 4 231,37 275,32 265,24 395,52 Tahun 5 230,80 274,51 264,49 393,86

Pada kondisi normal, usaha pengolahan minyak kayu manis mencapai BEP pada jumlah produksi 196,76 kg/tahun pada tahun pertama. Jadi dengan memproduksi minyak kayu manis sebanyak 196,76 kg per tahun, maka perusahaan ini tidak mendapat untung dan tidak rugi.

Pada saat BEP maka bahan baku yang dibutuhkan adalah 19.676 kg/tahun atau 1640 kg/bulan kulit kayu manis kering. Atau dengan mengolah bahan baku kulit kayu manis kering sebanyak 66 kg/hari, maka perusahaan telah mencapai BEP. Kapasitas produksi alat dalam sehari adalah 216 kg, dengan demikian bila berproduksi dengan kapasitas 30% dari produksi harian, maka telah tercapai BEP.

4.4. Peluang Pengembangan

Jumlah panen yang dilakukan oleh petani dalam sehari berbeda-beda tergantung pada kemampuan para petani untuk menguliti pohon kayu manis dan ketersediaan lahan untuk penjemuran. Menurut Wangsa dan Sri (2007), rata-rata produksi untuk satu pohon kayu manis lebih kurang 20 kg, dengan asumsi sekitar 80 % adalah kulit kayu manis kualitas baik yang berasal dari batang pohon utama, dan sekitar 20 % kualitas rendah yang berasal dari cabang dan ranting.

Bila rata-rata petani sehari dapat memanen kulit kayu manis sebanyak 100 kg kulit kayu manis kering, dengan asumsi 80 % adalah kualitas baik, maka bahan berupa chips yang tersedia dari satu orang petani adalah sebanyak 20 kg. Untuk memenuhi kebutuhan bahan baku penyulingan sebesar lebih kurang 250 kg/hari, maka usaha ini akan melibatkan 12 orang petani kayu manis yang secara terus menerus aktif sebagai pemasok bahan baku.

(35)

Bahan baku kayu manis yang tersedia di daerah Sumatera Barat tersebar di beberapa daerah kabupaten penghasil utama dengan jumlah produksi yang berbeda-beda. Dengan demikian industri pengolahan kayu manis skala kecil dapat diusahakan di masing-masing daerah penghasil kayu manis, karena industri pengolahan ini sebaiknya berada dekat dengan sumber bahan baku. Data ketersediaan bahan baku di setiap daerah tingkat II Sumatera Barat dapat dilihat pada Tabel 20.

Tabel 20. Produksi bahan baku kayu manis

Kabupaten/kotamadya Produksi kulit kering kayu manis (kg)/tahun

Produksi chips (kg)/tahun

Kab. Solok 5.445.000 1.089.000

Kab. Solok Selatan 5.744.000 1.148.800

Kab. Tanah Datar 6.728.000 1.345.600

Kab. Padang Pariaman 5.983.000 1.196.600

Kab. Agam 7.244..000 1.448.800

Kab. Pasaman 1.776..000 355.200

Total 32.920.000 6.584.000

Bila usaha industri pengolahan kayu manis yang dikembangkan adalah dengan skala kecil dengan kapasitas bahan baku sekitar 250 kg/hari, maka usaha ini dapat disebar di beberapa daerah kabupaten. Penyebaran usaha pengolahan kayu manis di kabupaten di Sumatera Barat dapat dilihat pada Tabel 21.

Tabel 21. Penyebaran industri pengolahan kayu manis skala kecil Kabupaten/kotamadya Produksi chips

(kg/hari)

Jumlah industri

Kab. Solok 2.983,56 11

Kab. Solok Selatan 3.147,39 12

Kab. Tanah Datar 3.686,57 14

Kab. Padang Pariaman 3.278,35 13

Kab. Agam 3.969,31 15

Kab. Pasaman 973,69 3

(36)

Daerah yang mempunyai bahan baku paling besar adalah kabupaten Agam, sehingga di daerah ini dapat didirikan 15 industri pengolahan kayu manis skala kecil. Besarnya jumlah bahan baku yang tersedia karena di daerah ini umumnya merupakan tanaman tua dan telah siap panen. Untuk mendorong petani supaya memanfaatkan lahannya kembali untuk penanaman kayu manis maka diperlukan adanya industri pengolahan kayu manis, sehingga petani dapat berpartisipasi aktif dalam usaha tersebut.

Daerah lain yang cukup potensial adalah kabupaten Solok, kabupaten Solok Selatan dan Tanah Datar. Di daerah ini masih banyak terdapat tanaman muda atau yang belum siap panen sehingga dapat mendukung industri pengolahan dari segi penyediaan bahan baku kayu manis.

Karena usaha pengolahan kayu manis ini cukup sederhana, maka usaha ini juga dapat dilakukan dalam skala kecil oleh petani secara berkelompok atau dengan membentuk suatu usaha koperasi. Dengan membentuk koperasi, petani akan memperoleh beberapa manfaat yaitu keuntungan dari hasil penjualan produk serta pendapatan yang diperoleh dari sisa hasil usaha, dengan demikian dapat memberi nilai tambah bagi petani berupa tambahan penghasilan dan peningkatan teknologi.

Selain memberikan manfaat secara finansial, usaha pengembangan industri minyak kayu manis juga akan memberikan manfaat ekonomi dan sosial. Secara ekonomi, selain mendatangkan keuntungan bagi pemiliknya, juga dapat memberikan tambahan penghasilan bagi negara melalui penerimaan devisa negara karena produk minyak kayu manis terutama ditujukan untuk pasaran ekspor. Selain itu peningkatan penerimaan negara juga dapat diperoleh melalui sektor pajak.

Untuk pengembangan industri pengolahan kayu manis juga akan membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat di sekitar lokasi. Selain itu dengan adanya usaha pengolahan hasil kayu manis ini, akan memberikan dorongan pada petani untuk meningkatkan produksi penanaman kayu manis dengan cara meningkatkan mutu panen dan perluasan areal penanaman.

(37)

Dengan adanya industri pengolahan kulit kayu manis yang berada di dekat sentra produksi kayu manis, dalam bentuk kemitraan antara pihak industri dan petani, akan memberikan dampak positif bagi petani kulit manis, yaitu: 1) jaminan pasar dimana hasil produksi kulit kayu manis petani akan diserap oleh industri, sehinga akan mendorong petani untuk memperluas areal penanaman kayu manis, 2) peningkatan pendapatan petani karena adanya peningkatan harga jual di tingkat petani dengan meningkatkan mutu panen agar memenuhi standarisasi yang ditetapkan oleh industri, 3) peningkatan kualitas sumberdaya petani, dengan adanya pelatihan yang diberikan baik dari pihak industri maupun dari pemerintah, 4) peningkatan teknologi berupa perbaikan teknologi budidaya dan pasca panen.

Gambar

Tabel 7.  Perkembangan luas lahan
Tabel  8.    Luas  areal  dan  produksi  perkebunan kayu  manis  di  daerah  tingkat  II Sumatera Barat (tahun 2007)
Tabel 9.  Negara tujuan ekspor kayu manis (tahun 2007)
Gambar 3. Skenario pengembangan produk kulit kayu manis
+7

Referensi

Dokumen terkait

12) Penyelesaian perselisihan; dan 13) Pengakhiran kerjasama. Pelaksanaan Perjanjian Kerjasama, apabila membebani daerah dan masyarakat sebelum ditandatangani para pihak

Pada penelitian ini digunakan tanaman purun tikus (Eleocharis dulcis) untuk mengakumulasi logam berat karenakemampuannyadapat hidup pada daerah lahan basah dengan

Skripsi ini dilatar belakangi adanya permasalahan dalam penggunaan media pembelajaran yang menjadikan prestasi peserta didik kurang baik. Dalam kasus yang terjadi di MTs

Hal-hal yang mendukung adalah pada uji ANAVA didapatkan hasil, minimal ada sepasang perlakuan yang berbeda dengan p value < 0,01, disamping itu, didapatkan

Rencana Anggaran Biaya (RAB) suatu proyek adalah perhitungan  banyaknya biaya yang diperlukan untuk upah dan bahan, serta biaya-biaya lain yang berhubungan dengan

Persengketaan atas wilayah Ambalat membutuhkan penyelesaian yang logis, relevan, tanpa merugikan pihak manapun apalagi sampai menimbulkan peperangan. Jika

Dari hasil analisis dan pembahasan penelitian yang telah dilaksanakan dapat ditarik kesimpulan adalah sebagai berikut Motivasi kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja,