• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini, Penulis menggunakan analisis framing untuk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini, Penulis menggunakan analisis framing untuk"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

96

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini, Penulis menggunakan analisis framing untuk mengetahui bagaimana Majalah Rolling Stone Indonesia membingkai realitas dari rencana pemerintah untuk menutup blog-blog musik dan memblokir situs-situs file sharing terkait pembajakan musik di Indonesia. Metode penelitian yang penulis gunakan adalah model analisis framing yang dikembangkan oleh Robert N. Entman.

Pada dasarnya Entman membagi framing ke dalam dua dimensi besar, yaitu seleksi isu dan penonjolan aspek tertentu dari realitas atau isu. Seleksi isu adalah aspek yang berhubungan dengan pemilihan fakta dari realitas yang beragam, yang dilakukan dengan menggunakan empat strategi media atau elemen utama, yaitu pendefinisian masalah, perkiraan sumber masalah, membuat keputusan moral dan rekomendasi penyelesaian. Sementara, penonjolan aspek dari isu adalah aspek yang berhubungan dengan penulisan fakta (Eriyanto 2002: 197 - 201).

Seleksi isu dan penonjolan aspek tertentu dari isu merupakan tahap untuk menemukan bingkai (frame) yang dibentuk oleh Majalah Rolling Stone Indonesia dalam menyampaikan informasi tentang rencana penutupan blog-blog musik dan pemblokiran situs-situs file sharing terkait pembajakan musik di Indonesia oleh pemerintah dalam artikel opini yang diterbitkannya.

(2)

4.1 Seleksi Isu

Sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Sumadiria (2004: 93 - 94), topik rencana penutupan blog-blog musik dan pemblokiran situs-situs file sharing terkait pembajakan musik di Indonesia merupakan peristiwa aktual, penting untuk diketahui khalayak, serta berdampak luas terhadap khalayak. Oleh sebab itu, telah memenuhi kriteria topik rencana yang baik.

Proses seleksi isu dilakukan melalui tahapan empat strategi media yang disebut juga elemen-elemen framing dalam analisis model Entman, Pendefinisian Masalah (Define Problems), Perkiraan Sumber Masalah (Diagnose Causes), Membuat Keputusan Moral (Make Moral Judgement) dan Rekomendasi Penyelesaian (Treatment Recommendation ).

4.1.1 Pendefinisian Masalah (Define Problems)

4.1.1.1 Rubrik National Affairs Majalah Rolling Stone Indonesia

Rubrik National Affairs Majalah Rolling Stone Indonesia mendefinisikan rencana penutupan blog-blog musik dan pemblokiran situs-situs file sharing terkait masalah pembajakan musik di Indonesia sebagai permasalahan hukum dan sosial. Dikatakan sebagai persoalan hukum, karena berkaitan dengan pelanggaran atas ketentuan hukum yang berlaku tentang penyebaran konten digital serta penerapan Undang-undang yang tepat untuk digunakan dalam menangani masalah penyebaran konten-konten ilegal di Internet. Sementara rencana penutupan blog-blog musik dan pemblokiran situs-situs file sharing terkait pembajakan musik di Indonesia juga dapat dikatakan sebagai masalah sosial kerena berkaitan dengan sosialisasi program pemerintah yang mengatur mengenai pembajakan musik di

(3)

Indonesia serta reaksi masyarakat yang timbul terhadap pemerintah ketika mengetahui rencana pemblokiran blog dan situs bersangkutan.

Sosialisasi rencana pemerintah untuk menutup blog-blog musik dan situs-situs file sharing terkait pembajakan musik di Indonesia tersebut dianggap sebagai permasalahan sosial juga karena reaksi yang timbul atas kebijakan tersebut datang dari masyarakat, dalam hal ini para musisi dan pemilik label rekaman. Paragraf pertama menunjukan bahwa tuntutan atas penerapan kebijakan tersebut datang dari masyarakat;

Asosiasi-asosiasi musik tersebut meminta agar Kementerian Komunikasi dan Informatika menutup situs-situs Internet yang memberikan fasilitas mengunduh lagu secara ilegal atau menyebarkan lagu tanpa izin yang memiliki hak atas lagu-lagu tersebut. Setidaknya ada 20 (dua puluh) situs Internet yang mereka anggap menyediakan akses pengunduhan lagu secara ilegal.

Tuntutan tersebut berujung pada sebuah siaran pers dari Kementrian Komunikasi dan Informatika, yang menyatakan pembajakan musik adalah sebuah masalah pelanggaran hukum dan pihak-pihak yang terlibat di dalamnya akan mendapat tindakan hukum sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku, pemerintah berencana untuk menutup blog-blog musik dan memblokir situs-situs file sharing yang menyebarkan konten musik ilegal. Pembahasan mengenai pembajakan musik sebagai sebuah tindakan pelanggaran hukum yang cukup serius mendapat porsi paling besar dalam artikel ini, terutama tentang bagaimana tindakan yang akan diambil oleh pemerintah berkaitan dengan hal tersebut. Hal ini dapat dilihat pada paragraf kedua;

Bersamaan dengan hal tersebut, Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring juga menyampaikan pernyataan yang dikutip berbagai media bahwa mengunduh lagu-lagu di situs Internet tanpa seizin pemiliknya dapat dikenakan pidana penjara maksimum 12 (dua belas) tahun. Menurut

(4)

beliau, adanya ancaman pidana penjara tersebut adalah karena tindakan tersebut melanggar ketentuan dalam UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Pemerintah menganggap ada dua pihak yang dianggap sebagai pokok permasalahan dalam pembajakan musik di tahan air, pertama para pemilik situs yang menyediakan materi untuk diunduh secara ilegal, lalu kedua adalah para pengunduh musik-musik ilegal tersebut. Paragraf ketiga menjelaskan tentang hal tersebut;

Dengan demikian, ada dua hal yang menjadi perhatian dari Kementerian Komunikasi dan Informatika, yaitu situs-situs Internet yang menyediakan fasilitas mengunduh lagu secara ilegal dan orang yang mengunduh lagu tanpa izin penciptanya atau pemegang hak ciptanya dari situs-situs Internet tersebut. Kementerian Komunikasi dan Informatika menganggap dua hal tersebut berada dalam lingkup tugas dan tanggung jawabnya, sehingga merasa yakin untuk menerapkan ketentuan-ketentuan UU ITE dalam rangka menanggulanginya.”

Sementara Majalah Rolling Stone Indonesia mengajak para pembacanya untuk menelaah lebih lanjut mengenai kebijakan pemerintah mengenai pembajakan musik tersebut. Seperti yang dapat ditemukan dalam paragraf keempat;

Untuk melihat apakah memang penanggulangan terhadap dua hal tersebut masuk dalam lingkup tugas dan tanggung jawab Kementerian Komunikasi dan Informatika, ada baiknya kita melihat lebih jauh ketentuan-ketentuan dalam UU ITE yang dianggap relevan dengan dua hal tersebut. Hal ini penting untuk mengetahui apakah memang tepat digunakan ketentuan-ketentuan dalam UU ITE terhadap dua hal tersebut.

Dalam paragraf di atas, Majalah Rolling Stone Indonesia merasa bahwa perlu untuk bersikap skeptis pada kebijakan pemerintah mengenai pembajakan ini, sikap tersebut dianggap penting karena kebijakan yang tepat akan memberikan dampak positif dalam penanganan masalah pembajakan musik di Indonesia. Hal

(5)

tersebut juga ditegaskan oleh Redaktur Majalah Rolling Stone Indonesia dalam wawancaranya dengan penulis:

Selama ini pemerintah kurang begitu antusias dalam menangani masalah pembajakan musik, sekalinya masalah tersebut mendapat perhatian yang serius, timbul keraguan dari para praktisi dan pengamat musik tanah air. Timbul beberapa pertanyaan seperti: Apakah kebijakan tersebut sudah tepat? Apakah kebijakan tersebut mampu untuk setidaknya mengurangi tingkat pembajakan musik di Indonesia? Karena kebijakan yang tepat akan berdampak sangat besar terhadap kelangsungan hidup industri musik tanah air. (Adib Hidayat, wawancara tanggal 02 Mei 2012)

Realitas yang terjadi pada permasalahan pembajakan musik di Indonesia ini adalah terdapat kebutuhan yang sangat besar dari masyarakat atas kebijakan pemerintah tentang masalah pembajakan musik, serta adanya keraguan yang timbul terhadap kebijakan pemerintah yang akan diterapkan, dalam hal ini penggunaan Undang-undang yang tepat untuk mengatasi masalah tersebut. Kebijakan pemerintah yang akan menutup blog-blog musik dan memblokir situs-situs file sharing tampak seperti keputusan yang diambil dengan terburu-buru tanpa kajian lebih lanjut terhadap dasar permasalahan serta dampak lebih lanjut yang akan ditimbulkannya.

Berdasarkan pemaparan-pemaparan di atas, fungsi penulisan National Affairs Majalah Rolling Stone Indonesia penulis anggap telah sesuai dengan salah satu fungsi penulisan artikel yang dikemukakan Suhandang (2004: 158) yaitu untuk menafsirkan masalah.

Penulis berpendapat bahwa sikap Majalah Rolling Stone Indonesia yang memilih menjelaskan peristiwa ini dari aspek hukum dan sosial adalah untuk memberikan pemahaman yang benar mengenai alasan kuat munculnya keraguan dalam penggunaan Undang-undang yang tepat untuk mengatasi masalah

(6)

pembajakan musik di Indonesia. Majalah Rolling Stone Indonesia juga berupaya memberikan pandangan dan sikap yang tetap menempatkan diri pada posisi netral dalam menanggapi isu tersebut.

4.1.1.2 Rubrik Music Biz Majalah Rolling Stone Indonesia

Dalam Rubrik Music Biz-nya, Majalah Rolling Stone Indonesia mendefinisikan rencana penutupan blog-blog musik dan situs-situs file sharing terkait pembajakan musik di Indonesia sebagai persoalan bisnis, sosial, dan teknologi. Disebut sebagai persoalan bisnis karena pembajakan musik sangat erat kaitannya dengan industri musik di tanah air. Tingginya tingkat pembajakan musik di Indonesia mempunyai pengaruh langsung terhadap kelangsungan industri musik di tanah air. Sementara persoalan sosial karena kebijakan yang diterapkan pemerintah, akan mempengaruhi kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Dari sisi teknologi, perkembangan teknologi baik itu perangkat keras maupun perangkat lunak menjadi tantangan tersendiri bagi industri musik Indonesia dalam memerangi para pembajak.

Majalah Rolling Stone Indonesia menganggap bahwa awal kemunculan blog-blog serta situs-situs file sharing yang menyebarkan konten musik digital secara ilegal yang berujung kepada masalah pembajakan musik justru pada awalnya diawali oleh komersialisme musik yang membangun sebuah industri di dalamnya. Hal tersebut dapat kita lihat dalam paragraf kedua:

Industri musik rekaman yang kita kenal sekarang berawal dari mulainya komersialisasi produk musik lewat piringan hitam. Musik yang ingin kita nikmati hanya bisa kita nikmati lewat pertunjukan langsung, dan pembelian piringan hitam (dan dalam gilirannya, kaset dan CD). Para pelaku industri musik rekaman memiliki kekuasaan cukup ketat terhadap distribusi musik, karena akses ke musik dibatasi pada sebuah produk fisik, berupa piringan

(7)

hitam, kaset atau CD. Sebuah pola bisnis yang relatif sempurna terbentuk – sebuah struktur industri yang menjual beraneka ragam musik, dalam format dan harga yang relatif sama, yang dapat dipertahankan nyaris secara tak terhingga, selama tidak ada kondisi pasar yang bergeser.

Paragraf di atas menunjukan bahwa kuasa industri musik rekaman begitu kuat dalam proses komersialisme musik sejak awal, hal tersebut memberikan sisi positif dengan terbentuknya iklim bisnis yang ideal dimana musisi dan perusahaan rekaman dapat mengontrol peredaran musik mereka di pasaran. Hal tersebut dimungkinkan karena penjualan musik dibatasi oleh penjualan musik dalam bentuk musik saja: Piringan Hitam, Kaset dan CD.

Inovasi terus dilakukan, seiring perkembangan teknologi, industri musik juga ikut berkembang. Kemunculan CD Audio adalah tonggak menuju era kejayaan industri musik. Majalah Rolling Stone Indonesia menggambarkan peristiwa tersebut dalam paragraf ketiga:

Salah satu inovasi yang mengembangkan industri musik rekaman juga jadi salah satu penyebab besar industrinya secara relatif turun drastis. Musik dikemas dalam CD diperkenalkan ke publik pada tahun ’80-an, dan menawarkan kemurnian suara yang nyaris menandingi piringan hitam (bahkan, bedanya mungkin tidak dapat terdeteksi oleh sebagian banyak orang). Setelah meng-alami masa kaset yang memiliki beberapa keterbatasan teknologi, misalnya kalau terlalu lama didengarkan lagunya jadi ngageol kalau kata orang Sunda, CD memberikan sebuah pengalaman mendengarkan musik yang cukup konsisten, yang hanya akan dibatasi oleh perangkat audio yang digunakan. Dilengkapi dengan pola media dan berita yang pada zaman itu masih relatif tersentralisasi, promosi dan penjualan produk musik sangat berkembang. Zaman CD adalah zaman keemasan industri musik rekaman. Tapi pasar berubah.

Namun kemudian perkembangan tenologi pula yang kemudian menenggelamkan kedigdayaan industri musik, penemuan format MP3 salah satunya. Keberadaan format MP3 serta populernya Internet memungkinkan

(8)

sebuah produk musik untuk disebar dan diunduh siapa saja tanpa ada pemasukan untuk sang pemegang hak cipta. Paragraf keempat menjelaskan tentang hal ini:

Pertumbuhan pemakaian Personal Computer (PC) pada tahun ’90-an memicu industri perangkat lunak untuk makin berkembang – bukan saja oleh perusahaan-perusahaan besar seperti Microsoft dan Apple, tapi juga pengembang-pengembang lunak independen dan open source – yang menemukan cara supaya isi CD Audio dapat disalin ke dalam komputer, dalam format MP3, yang semula dimaksudkan oleh Moving Picture Experts Group sebagai bagian dari protokol enkripsi video. Software pertama yang bisa membuat file format MP3 dikeluarkan oleh Fraunhofer Society pada tahun 1994, yang kemudian disusul oleh berdirinya website MP3.com untuk musisi-musisi independen, dan keluarnya WinAmp yang mempopulerkan MP3 sebagai format penyebaran musik, sampai akhir ’90-an. CD yang semula tidak mudah dibuat duplikatnya (dibandingkan dengan kaset yang sangat mudah diduplikasi dengan perangkat dubbing), ternyata dapat diduplikasi dengan mudah melalui perangkat lunak khusus dan CD writer, dan bahkan disalin isinya menjadi MP3 yang dapat disebar dengan mudah melalui Internet! Penyebaran penggunaan MP3 sebagai format musik pilihan seperti dikukuhkan oleh berdirinya Napster pada tahun 1999.

Mudahnya sebuah karya musik disebar dan diunduh melalui Internet inilah yang menghentikan era kejayaan industri musik era label rekaman sekaligus merubah industri musik menjadi sebuah industri yang mempunyai masalah yang tidak kunjung terselesaikan. Musisi dan label rekaman mengalami penurunan pendapatan, dari sisi bisnis hal ini tentu saja bukan berita baik. Paragraf keenam menjelaskan tentang ini:

Sekarang, dunia musik seolah sudah terbalik: penjualan CD turun terus (dan kaset sudah nyaris punah) karena pembajakan lewat Internet maupun CD palsu, album sekaligus diperlakukan sebagai alat promosi artis/band supaya orang maumenonton konsernya, media sudah terdesentralisasi dengan berkembangnya Internet dan jutaan blog, dan sampai saat ini MP3 masih banyak beredar bebas lewat Internet. Promosi berpola lebih sulit dilakukan karena fragmentasi media (dan fragmentasi penikmat musik), dan akses konsumen ke musik secara umum sulit dilakukan, karena hadirnya suatu file musik di Internet bisa berarti penyebaran otomatis ke seluruh dunia, sehingga mengurangi potensi konsumen membeli produk musik tersebut.

(9)

Penggambaran tentang meningkatnya jumlah pembajakan melalui Internet tersebut menjadi alasan kuat bagi para praktisi musik untuk mendesak pemerintah agar menerapkan kebijakan yang tepat untuk memberi tindakan terhadap para pembajak musik di tanah air. Seperti yang diterangkan oleh paragraf pertama Rubrik Music Biz Majalah Rolling Stone Indonesia tersebut:

Akhir Juli lalu sempat semarak berita bahwa 20 situs atau blog musik ternama akan ditutup oleh Kemenkominfo; tepatnya, para asosiasi pelaku industri musik yang tergabung dalam kampanye ’Heal Our Music’ telah melayangkan sebuah surat kepada Kemenkominfo, yang juga disebar kepada kantor-kantor media berita. Sampai penulisan artikel ini, belum terlihat ada tindakan apapun terhadap situs-situs yang tertera pada surat permintaan tersebut. Ini merupakan sebuah gejala zaman, yang memiliki akar sejarah yang cukup panjang.

Majalah Rolling Stone Indonesia membingkai rencana penutupan blog-blog musik dan situs-situs file sharing terkait pembajakan musik di Indonesia dari segi bisnis, teknologi serta sosial dengan memposisikan diri sebagai pihak yang netral. Majalah Rolling Stone Indonesia mencoba untuk menjelaskan duduk

permasalahan sehingga pembaca mengerti bahwa masalah pembajakan musik di Indonesia merupakan masalah yang aktual dan penting untuk diketahui oleh khalayak.

4.1.2 Perkiraan Sumber Masalah

4.1.2.1 Rubrik National Affairs Majalah Rolling Stone Indonesia

Dalam masalah pembajakan musik di Indonesia yang diangkat oleh Rubrik National Affairs Majalah Rolling Stone Indonesia, Majalah Rolling Stone Indonesia menggambarkan bahwa kebijakan pemerintah dalam penanganan masalah pembajakan musik di Indonesia, dalam hal ini Kementerian Komunikasi

(10)

dan Informasi, merupakan sesuatu yang diperkirakan sebagai sumber masalah. Hal ini tersebut dapat dilihat dalam pemaparan berikut:

Dalam Siaran Pers Kementrian Komunikasi dan Informasi 27 Juli 2011 lalu, disampaikan bahwa pemerintah akan menggunakan UU ITE untuk menjerat situs-situs yang memuat karya musik bajakan dalam bentuk digital serta para pengguna Internet yang mengunduh lagu secara ilegal dari situs-situs tersebut seperti yang diterangkan dalam paragraf ketiga:

Bersamaan dengan hal tersebut, Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring juga menyampaikan pernyataan yang dikutip berbagai media bahwa mengunduh lagu-lagu di situs Internet tanpa seizin pemiliknya dapat dikenakan pidana penjara maksimum 12 (dua belas) tahun. Menurut beliau, adanya ancaman pidana penjara tersebut adalah karena tindakan tersebut melanggar ketentuan dalam UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Kementrian Komunikasi dan Informasi bahkan menjelaskan pasal-pasal yang akan digunakan dalam rangka menjerat para pembajak tersebut, hal tersebut dapat dilihat pada paragraf kelima sampai dengan kedelapan:

Dalam Siaran Pers Kementerian Komunikasi dan Informatika tertanggal 27 Juli 2011, diketahui beberapa pasal dalam UU ITE yang digunakan sebagai dasar hukum untuk perlindungan hak cipta di dunia maya. Siaran Pers tersebut antara lain mengutip ketentuan Pasal 25 UU ITE yang mengatur bahwa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang disusun menjadi karya intelektual, situs interneI, dan karya intelektual yang ada di dalamnya dilindungi sebagai Hak Kekayaan Intelektual berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Selain itu, terdapat pula ketentuan dalam Pasal 32 ayat 1 UU ITE yang mengatur me-ngenai larangan bagi setiap orang yang de-ngan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apapun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik orang lain atau milik publik. Atas pelanggaran Pasal 32 ayat 1 UU ITE tersebut, Pasal 48 ayat 1 UU ITE mengatur sanksi pidana penjara maksimum 8 (delapan) tahun dan/atau denda maksimum Rp 2 miliar.

(11)

Demikian pula Pasal 32 ayat 2 UU ITE yang mengatur larangan bagi setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apapun memindahkan atau mentransfer Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada sistem elektronik orang lain yang tidak berhak. Apabila terjadi pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 32 ayat 2 UU ITE tersebut, maka orang yang melakukannya dapat dipidana penjara maksimum 9 tahun dan/atau denda maksimum Rp 3 miliar menurut ketentuan Pasal 48 ayat 2 UU ITE.

Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud Pasal 32 ayat (1) dan (2) UU ITE tersebut mengakibatkan kerugian bagi orang lain, maka ancaman pidananya menjadi lebih besar. Pasal 36 juncto Pasal 51 ayat 2 UU ITE mengatur ancaman pidana perbuatan tersebut menjadi maksimum 12 (dua belas) tahun penjara dan/atau denda maksimum Rp 12 miliar.

Sementara Majalah Rolling Stone Indonesia beranggapan bahwa penerapan UU ITE untuk kepentingan penanganan pembajakan musik digital adalah kebijakan yang kurang tepat, Majalah Rolling Stone Indonesia menganggap bahwa UU tersebut memiliki kelemahan ketika diterapkan sebagai dasar hukum untuk mengatur tentang penyebaran musik digital di Internet. Hal tersebut dapat dilihat dalam paragraf kesembilan:

Apabila ketentuan pasal-pasal dalam UU ITE di atas diterapkan terhadap situs-situs Internet yang menyediakan fasilitas mengunduh lagu secara ilegal, dan juga terhadap orang yang mengunduh lagu tanpa izin penciptanya atau pemegang hak ciptanya dari situs-situs Internet tersebut, tentu akan mengundang perdebatan teknis. Salah satu contoh, apakah kegiatan mengunduh dapat dipersamakan dengan kegiatan memindahkan atau mentransfer Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik? Dalam praktik, mengunduh suatu file itu merupakan tindakan memperbanyak file, karena misalnya semula hanya ada satu file pada suatu situs, setelah selesai diunduh akan ada satu file lagi pada media penyimpanan tanpa meng-hilangkan file pada situs tersebut. Hal ini berbeda dengan tindakan memindahkan atau mentransfer yang dalam pemahaman umum tidak menambah jumlah barang yang dipindahkan atau ditransfer. Sebagaimana fungsi penulisan artikel opini sebagai penambah wawasan pembaca dan mendorong mereka untuk berpikir lebih kritis terhadap berbagai

(12)

permasalahan yang masih hangat, National Affairs Majalah Rolling Stone Indonesia mengajak para pembacanya untuk menelaah kembali penerapan UU ITE untuk dijadikan landasan hukum dalam penanganan masalah pembajakan musik di Indonesia yang disampaikan oleh Kementrian Komunikasi dan Informasi dalam siaran pers 27 Juli 2011 lalu.

Majalah Rolling Stone Indonesia berpendapat bahwa UU HKI lebih tepat untuk mengatasi masalah pembajakan di Indonesia, mereka berpendapat bahwa materi ilegal yang disebarkan oleh situs-situs tersebut sebenarnya sudah memiliki perlindungan hukum dari UU HKI, seperti yang disampaikan pada paragraf kesepuluh:

Kalau lebih jeli memperhatikan ketentuan Pasal 25 UU ITE, diterangkan bahwa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang disusun menjadi karya intelektual, situs internet, dan karya intelektual yang ada di dalamnya dilindungi sebagai Hak Kekayaan Intelektual berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, ketika suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik mengandung Hak Kekayaan Intelektual (HKI), maka ketentuan yang mengatur mengenai pelanggaran terhadapnya seharusnya adalah ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang HKI, bukan UU ITE. Hal ini sesuai dengan asas hukum lex specialis derogate lex generali, yang artinya peratutan atau UU yang bersifat khusus mengesampingkan peraturan atau UU yang umum.

Penulis berpendapat, Majalah Rolling Stone Indonesia berupaya melihat dan menjelaskan peristiwa ini secara proporsional, yaitu dengan menyajikan ulasan mendalam atas usaha untuk menangani pembajakan musik di Indonesia, UU ITE dan UU Hak Cipta sebagai alternatifnya.

(13)

4.1.2.2 Rubrik Music Biz Majalah Rolling Stone Indonesia

Rubrik Music Biz Majalah Rolling Stone Indonesia edisi #78 menyoroti rencana penutupan blog-blog musik dan situs-situs file sharing terkait pembajakan musik di Indonesia yang menimbulkan kekhawatiran para praktisi musik tanah air dan pemerintah akan tingginya tingkat pembajakan di Indonesia. Majalah Rolling Stone Indonesia melihat bahwa sumber permasalahan dari kekhawatiran tersebut adalah belum siapnya para praktisi musik maupun pemerintah dalam menghadapi perkembangan teknologi yang berkaitan dengan industri musik saat ini. Hal ini dapat dilihat pada awal paragraf kedelapan:

Kita lihat bahwa industri musik rekaman, walaupun pola pikirnya sudah sangat jauh berkembang pada awal 2000-an, masih berusaha memperlakukan musik rekaman sebagai komoditas. Ini sama sekali tidak salah – memperlakukan produk musik sebagai komoditas adalah sebuah prinsip bisnis yang bagus, dan mempermudah perhitungan pembiayaan, prakiraan keuntungan, dan berapa jumlah uang yang dapat diinvestasikan kembali ke produk berikutnya. Tapi bisnis komoditas sangat bergantung kepada pertanyaan apakah akses dan distribusi komoditas tersebut bisa dilakukan dengan baik dan terukur. Kaset bisa. CD bisa. Tapi kalau sebuah file digital, sulit, dengan Digital Rights Management sekalipun. Dilema ini yang sedang melanda industri-industri musik, film, buku, dan perangkat lunak. Dan sampai sekarang, belum tampak solusi yang dapat menyelesaikan masalah semua orang dengan praktis dan, tentunya, dapat menghasilkan keuntungan yang signifikan.

Tingginya tingkat pembajakan musik di Indonesia mempunyai pengaruh sangat besar akan kelangsungan industri musik di negeri ini. Akhir paragraf kedelapan menunjukan betapa besarnya pengaruh tersebut:

Karena tanpa keuntungan, sebuah bisnis dapat berlanjut – sebuah label musik tidak akan dapat menginvestasikan uangnya ke artis baru atau album baru; tidak dapat membayar berbagai pekerja industri yang bekerja di belakang layar supaya hasil rekamannya bagus, supaya pertunjukan artisnya bagus, dan sebagainya.

(14)

Majalah Rolling Stone Indonesia juga menggambarkan pembajakan musik digital melalui media Internet merupakan sebuah permasalahan yang sulit dicari jalan keluarnya. Persaingan harga dengan para pembajak adalah sesuatu yang sulit untuk disiasati, penutupan blog-blog yang membagi musik ilegal tidak akan menutup akses publik terhadap materi-materi bajakan yang tersebar di Internet, dan yang lebih penting untuk diketahui, wilayah hukum Indonesia tidak akan dapat menjangkau sumber peredaran materi-materi tersebut. Kalimat pertama dalam paragraf kesebelas menjelaskan tentang hal ini:

Salah satu hal yang diajarkan pada saya saat awal bekerja di sebuah perusahaan rekaman adalah, “You can’t fight the pirates.”

Rubrik Music Biz Majalah Rolling Stone Indonesia menyampaikan sebuah kutipan yang cukup menakutkan, “Anda tidak dapat bersaing dengan para pembajak.”, lalu menjelaskan bagaimana pernyataan tersebut menjadi sesuatu yang nyata pada kalimat-kalimat selanjutnya:

Percuma. Kalau harga CD diturunkan dari Rp 75.000, menjadi Rp 30.000, para pembajak masih untung dengan menjual CD bajakannya sebesar Rp 10.000, arena tidak harus membayar berbagai royalti dan bagi hasil. Dan MP3 ilegal bisa mudah didapatkan dari berbagai sumber; Internet, kios-kios ringtone yang banyak terdapat di pusat perbelanjaan, atau dikirim lewat Bluetooth dari teman.

Melalui paragraf tersebut, Majalah Rolling Stone Indonesia menunjukan kalau pembajakan musik di Indonesia bukanlah masalah yang dapat diselesaikan dengan hanya menurunkan harga jual, yang notabene juga akan mengurangi pendapatan label rekaman dan, terutama, para musisi.

Masalah lain dengan ditutupnya blog-blog musik dan situs-situs file sharing yang menyediakan konten musik digitl secara ilegal tersebut adalah akan tertutup pula media penyebaran musik legal yang selama ini dimanfaatkan oleh para

(15)

musisi independen (indie), hal tersebut sudah seharusnya menjadi bahan pertimbangan karena industri musik tidak hanya milik label dan musisi besar (major). Paragraf kesembilan menjelaskan tentang hal tersebut:

Ada satu hal yang terlewat – industri musik bukan ‘hanya’ industri musik rekaman. Kalau orang sempat ramai mengatakan kalau ‘industri musik akan mati’, justru itu pernyataan yang salah. Industri musik yang bergantung pada penjalan CD itu yang akan mati. Industrinya sendiri masih dalam transisi mencari bentuk baru. Tapi apakah pencarian bentuk baru tersebut, harus melibatkan penutupan berbagai situs dan blog musik, yang notabene tidak hanya digunakan untuk penyebaran MP3 secara ilegal, tapi juga dijadikan saluran penyebaran MP3 legal oleh band-band indie?

Penulis menganggap Majalah Rolling Stone Indonesia melalui Rubrik Music Biz-nya dapat menjelaskan inti permasalahan dari isu pembajakan musik di Indonesia. Majalah Rolling Stone Indonesia juga menjabarkan permasalahan yang sepertinya luput dari tinjauan pemerintah serta para praktisi musik yang mendesak ditutupnya blog-blog musik dan situs-situs file sharing terkait pembajakan musik di Indonesia, dalam hal ini mereka yang mengusung kampanye Heal Our Music. Hal tersebut, sejalan dengan fungsi pers sebagai alat didik (to educate) seperti yang dijelaskan oleh Effendy (2002 : 149 – 150).

4.1.3 Penilaian/Keputusan Moral (Make Moral Judgement) 4.1.3.1 Rubrik National Affairs Majalah Rolling Stone Indonesia

Berdasarkan pendefinisian dan perkiraan masalah, Majalah Rolling Stone Indonesia melihat penerapan UU ITE untuk mengatasi pembajakan musik di Indonesia adalah kebijakan yang kurang tepat. Menurut Majalah Rolling Stone Indonesia, munculnya keraguan tersebut dikarenakan ketakutan terhadap ketidakmampuan kebijakan yang diterapkan pemerintah untuk menutup kesempatan bagi situs-situs yang menyediakan musik-musik ilegal untuk terus

(16)

online dan membuka kesempatan bagi para penggunjungnya untuk dapat mengunduh lagu-lagu tersebut.

Dalam paragraf kesembilan Majalah Rolling Stone Indonesia mengemukakan keraguan tersebut:

Apabila ketentuan pasal-pasal dalam UU ITE di atas diterapkan terhadap situs-situs Internet yang menyediakan fasilitas mengunduh lagu secara ilegal, dan juga terhadap orang yang mengunduh lagu tanpa izin penciptanya atau pemegang hak ciptanya dari situs-situs Internet tersebut, tentu akan mengundang perdebatan teknis. Salah satu contoh, apakah kegiatan mengunduh dapat dipersamakan dengan kegiatan memindahkan atau mentransfer Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik? Dalam praktik, mengunduh suatu file itu merupakan tindakan memperbanyak file, karena misalnya semula hanya ada satu file pada suatu situs, setelah selesai diunduh akan ada satu file lagi pada media penyimpanan tanpa meng-hilangkan file pada situs tersebut. Hal ini berbeda dengan tindakan memindahkan atau mentransfer yang dalam pemahaman umum tidak menambah jumlah barang yang dipindahkan atau ditransfer. Paragraf tersebut menjelaskan bahwa kesalahan penerapan hukum dalam menangani masalah pembajakan musik digital akan menimbulkan masalah baru yaitu perdebatan teknis. Apabila perdebatan teknis ini terjadi, besar kemungkinan dapat dijadikan jalan oleh para pembajak untuk terus melanggar hukum, dan situs-situs penyedia musik ilegal akan terus menyebarkan konten musik ilegal tanpa ada tindakan yang bisa diambil oleh pemerintah.

Majalah Rolling Stone Indonesia mengangap penerapan Undang-undang yang tidak tepat dalam penanganan masalah pembajakan musik di Indonesia akan membahayakan para pihak yang terkait seperti musisi dan perusahaan rekaman. Paragraf terakhir menjelaskan tentang hal ini:

Oleh karena itu, harus dipikirkan dengan benarpenggunaan ketentuan hukum yang tepat untuk melindungi kepentingan hukum para pihak yang terkait di dalam proses penegakan hukum, serta menjamin proses hukum dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang benar.

(17)

Majalah Rolling Stone Indonesia melalui Rubrik National Affairsnya mengingatkan para pembaca dan pemerintah tentang pentingnya peninjauan kembali atas UU ITE sebagai dasar hukum untuk menyelesaikan masalah pembajakan musik di Indonesia. UU ITE dianggap mempunyai kelemahan ketika harus mengatur tentang penyebaran musik ilegal secara digital di Internet.

4.1.3.2 Rubrik Music Biz Majalah Rolling Stone Indonesia

Berdasarkan pendefinisian dan perkiraan sumber masalah, Majalah Rolling Stone Indonesia menganggap rencana penutupan blog-blog musik dan situs-situs file sharing terkait pembajakan musik di Indonesia erat kaitannya dengan kelangsungan hidup industri musik di tanah air, komersialisme musik yang pada awalnya memberikan banyak keuntungan untuk para pelaku industri musik telah berubah menjadi sesuatu yang menakutkan bagi mereka yang da di dalamnya. Paragraf ketiga menjelaskan tentang hal ini:

Salah satu inovasi yang mengembangkan industri musik rekaman juga jadi salah satu penyebab besar industrinya secara relatif turun drastis. Musik dikemas dalam CD diperkenalkan ke publik pada tahun ’80-an, dan menawarkan kemurnian suara yang nyaris menandingi piringan hitam (bahkan, bedanya mungkin tidak dapat terdeteksi oleh sebagian banyak orang). Setelah meng-alami masa kaset yang memiliki beberapa keterbatasan teknologi, misalnya kalau terlalu lama didengarkan lagunya jadi ngageol kalau kata orang Sunda, CD memberikan sebuah pengalaman mendengarkan musik yang cukup konsisten, yang hanya akan dibatasi oleh perangkat audio yang digunakan. Dilengkapi dengan pola media dan berita yang pada zaman itu masih relatif tersentralisasi, promosi dan penjualan produk musik sangat berkembang. Zaman CD adalah zaman keemasan industri musik rekaman. Tapi pasar berubah.

Kemudian diperjelas lagi oleh paragraf keenam yang menyatakan bahwa seiring perkembangan teknologi, tantangan bagi industri musik semakin besar:

(18)

Sekarang, dunia musik seolah sudah terbalik: penjualan CD turun terus (dan kaset sudah nyaris punah) karena pembajakan lewat Internet maupun CD palsu, album sekaligus diperlakukan sebagai alat promosi artis/band supaya orang maumenonton konsernya, media sudah terdesentralisasi dengan berkembangnya Internet dan jutaan blog, dan sampai saat ini MP3 masih banyak beredar bebas lewat Internet. Promosi berpola lebih sulit dilakukan karena fragmentasi media (dan fragmentasi penikmat musik), dan akses konsumen ke musik secara umum sulit dilakukan, karena hadirnya suatu file musik di Internet bisa berarti penyebaran otomatis ke seluruh dunia, sehingga mengurangi potensi konsumen membeli produk musik tersebut. Majalah Rolling Stone Indonesia menganggap bahwa pembajakan musik yang merajalela di era internet merupakan sebuah tantangan bagi industri musik itu sendiri, bukan sebuah rintangan. Industri musik perlu berkembang, sehingga sebagai konsumen, masyarakat tidak terus menerus dieksploitasi dengan harga dari sebuah karya musik yang semakin hari memang semakin membumbung. Industri rekaman, serta para musisi harus mulai mempertimbangkan bagaimana mereka menjalankan industri musik. Menjadikan karya musik sebagai sebuah komoditas memang sebuah jalan keluar yang paling mudah, namun hal tersebut mempunyai banyak efek buruk terhadap kelangsungan industri itu sendiri. Paragraf kesepuluh mencoba untuk menjelaskan hal tersebut kepada pembaca:

Kita lihat di seluruh dunia, perusahaan rekaman sedang berusaha berubah bentuk: beberapa telah membentuk event organizer sendiri, ada yang memiliki manajemen artis sendiri, sampai mengelola merchandise sendiri, sebagai usaha diversivikasi pemasukan uang, dan memaksimalkan pengembalian invesatasi atas uang yang dikeluarkan perusahaan tersebut untuk artis atau album yang dikelola. Sisi buruknya adalah artis menjadi terikat ke kontrak yang cukup komprehensif mengambil keuntungan dari semua lini pemasukan artis tersebut, dan segala kegiatan artis tersebut – pertunjukan, merchandise, album – diperlakukan sebagai komoditas. Tidak salah, tapi bukan satu-satunya cara.

Keputusan moral lain yang dibingkai oleh Majalah Rolling Stone Indonesia pada artikel Music Biz ini adalah pengaruh penutupan stitus dan blog musik

(19)

terhadap keberadaan musik independen. Tidak seperti musisi yang bernaung di bawah label rekaman besar, para musisi independen ini memanfaatkan situs dan blog musik tersebut untuk meperkenalkan karya mereka.

Penutupan blog-blog musik akan berpengaruh besar terhadap cara mereka memperkenalkan karya-karyanya, begitu juga dengan pemblokiran situs-situs file sharing seperti Mediafire, Rapidshare, dsb. Selama ini, situs-situs file sharing tersebut menjadi tempat untuk para musisi indie menyimpan file-file lagunya secara gratis sehingga juga dapat diunduh secara gratis oleh para penggemarnya. Paragraf kesembilan sedikit menjelaskan tentang hal tersebut:

Ada satu hal yang terlewat – industri musik bukan ‘hanya’ industri musik rekaman. Kalau orang sempat ramai mengatakan kalau ‘industri musik akan mati’, justru itu pernyataan yang salah. Industri musik yang bergantung pada penjalan CD itu yang akan mati. Industrinya sendiri masih dalam transisi mencari bentuk baru. Tapi apakah pencarian bentuk baru tersebut, harus melibatkan penutupan berbagai situs dan blog musik, yang notabene tidak hanya digunakan untuk penyebaran MP3 secara ilegal, tapi juga dijadikan saluran penyebaran MP3 legal oleh band-band indie?

Penyebaran musik digital di Internet merupakan sebuah fenomena yang terjadi karena perkembangan teknologi, dan seperti halnya fenomena lain, perkembangan teknologi memiliki sisi negatif sekaligus positif. Tuntutan para label rekaman dan musisi untuk memblokir situs-situs file sharing dan menutup blog-blog musik bukanlah sebuah jalan keluar untuk mengatasi pembajakan di Indonesia, Majalah Rolling Stone Indonesia cukup jelas menjabarkan tentang hal ini dalam Rubrik Music Biz yang tayang dalam edisi #78 bulan November 2011 ini.

(20)

4.1.4 Rekomendasi Penyelesaian Masalah (Treatment Recommendation) 4.1.4.1 Rubrik National Affairs Majalah Rolling Stone Indonesia

Sebuah artikel opini sebagai karya jurnalistik sebisa mungkin harus dapat membawa opini media massanya untuk memberikan jalan penyelesaian terhadap masalah yang diangkat dalam isi artikel tersebut.

Sejalan dengan fungsi penulisan artikel opini yaitu untuk menyampaikan hal-hal yang positif, maka Majalah Rolling Stone Indonesia melalui Rubrik National Affair-nya merekomendasikan penyelesaian masalah dengan cara mengajak pemerintah serta pihak-pihak yang terkait untuk meninjau kembali penerapan UU ITE sebagai dasar hukum dalam penindakan masalah pembajakan musik di Indonesia. Seperti yang dapat dilihat pada paragraf ke-lima belas:

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa penindakan atas situs-situs Internet yang menyediakan fasilitas mengunduh lagu secara ilegal seharusnya mengutamakan penerapan ketentuan dalam UU Hak Cipta. Dengan demikian, penanganan dugaan pelanggaran hak cipta tersebut lebih tepat diserahkan kepada aparat kepolisian atau penyidik pegawai negeri sipil di lingkungan Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Majalah Rolling Stone Indonesia juga mengingatkan, bahwa usaha untuk memberikan tindakan hukum atas penyebaran musik ilegal di Internet harus tetap dijalankan. Paragraf terakhir menjelaskan tentang hal ini:

Apa yang disampaikan di atas tidak dimaksudkan untuk mengendurkan semangat untuk melawan pembajakan di era digital. Hal tersebut hanya sebagai pengingat bahwa penegakan hukum tidak sepatutny dilakukan secara sembarangan. Apalagi jika semata-mata didasarkan pada desakan publik. Oleh karena itu, harus dipikirkan dengan benarpenggunaan ketentuan hukum yang tepat untuk melindungi kepentingan hukum para pihak yang terkait di dalam proses penegakan hukum, serta menjamin proses hukum dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang benar.

(21)

Dalam paragraf di atas, bisa dilihat bahwa Majalah Rolling Stone Indonesia berusaha untuk menjelaskan kepada pembacanya bahwa tindakan hukum tersebut harus didasari oleh Undang-undang yang tepat, serta bukan sekedar adanya tuntutan dari pihak-pihak tertentu saja, agar tidak membuka kesempatan bagi para pembajak untuk menemukan celah di kemudian hari.

Melalui artikel ini, Majalah Rolling Stone Indonesia mengajak pemerintah serta khalayak khususnya para praktisi musik tanah air untuk berpikir dan bertindak dengan tepat serta sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia.

Sikap yang diambil Majalah Rolling Stone Indonesia melalui Rubrik National Affair-nya, merupakan perwujudan fungsi utama pers (Effendy, 2002 : 149 - 150), yaitu fungsi mendidik (to educate) dan memengaruhi (to influence), terlebih dengan melakukan kontrol sosial (social control) terhadap masyarakat, khususnya para praktisi musik tanah air, juga pemerintah Indonesia.

4.1.4.2 Rubrik Music Biz Majalah Rolling Stone Indonesia

Sebuah artikel opini yang baik sebisa mungkin harus dapat mewakili media massanya dalam memberikan jalan keluar terhadap permasalahan yang diangkat sebagai pokok bahasan dari isi artikel tersebut. Rencana penutupan blog-blog musik dan situs-situs file sharing terkait pembajakan musik di Indonesia dibingkai oleh Majalah Rolling Stone Indonesia sebagai sebuah permasalahan yang erat kaitannya dengan bisnis, sosial serta perkembangan teknologi. Setelah tahap pendefinisian masalah, serta identifikasi sumber masalah, Majalah Rolling Stone Indonesia memberikan alternatif penyelesaian masalah yang diantaranya disampaikan pada paragraf keempatbelas:

(22)

Satu hal yang sering saya kedepankan adalah hentikan memberlakukan musik sebagai komoditas. Metode komoditas ini akan mati perlahan, karena sangat tergantung ke kontrol distribusi. Jangan tergantung ke musik sebagai komoditas, tapi model bisnis baru harus dikembangkan ke arah yang lebih mendekati produknya sendiri: pengalaman.

Dalam paragraf di atas, Majalah Rolling Stone Indonesia mencoba untuk memberikan alternatif dalam mensiasati pembajakan musik di Indonesia selain dengan memblokir situs-situs file sharing yang ada dan menutup blog-blog musik yaitu dengan membangun model bisnis yang sesuai dengan keberadaan pasar serta perkembangan teknologi sekarang ini, yaitu pengalaman konsumen. Mengenai pengalaman konsumen ini dijelaskan lebih lanjut dalam paragraf kelimabelas:

Kenapa kita suka sebuah lagu? Kenapa kita berulang kali melihat remaja-remaja umur tanggung menjerit-jerit lagu favoritnya saat mereka menonton artis favoritnya di TV, bahka dipertnjukan yang sangat pagi? Karena lagu menggugah emosi. Lagu menjadi cerminan ekspresi kita: cinta, benci, sedih, senang, anti pemerintah, konyol, dan sebagainya. Ikatan antara lagu – atau artisnya – adalah sesuatu yang tidak bsa ‘diciptakan’, dan akan timbul sendiri. Dan ikatan emosi ini, adalah langkah pertama dari pengembangan sebuah ‘pengalaman konsumen’.

Majalah Rolling Stone Indonesia menegaskan bahwa model bisnis yang berkonsentrasi pada pengalaman konsumen bukanlah satu-satunya jalan keluar alternatif yang dapat diambil oleh para praktisi industri musik tanah air. Paragraf terakhir menjelaskan tentang hal tersebut:

Masih banyak contoh model bisnis dan kegiatan yang dapat dijadikan acuan, tapi pada dasarnya sama: penggabungan berbagai kegiatan dan produk untuk memberi penawaran musik kepada konsumen, yang sulit ditiru oleh pembajak. Pembajak mungkin dengan mudah mendapatkan akses pada file digital sebuah lagu, tapi akan sulit mendapatkan akses pada artisnya, dan pastinya akan sulit menginvestasikan uang dan waktu untuk membuat pengalaman konsumen yang lebih canggih. Artis atau band harus lebih jeli dan berpikir seperti entreprenuer, dan perusahaan rekaman perlu mengembangkan diri menjadi business enabler. Para perusahaan penerbit musik, yang mewakili pencipta lagu, juga perlu mengembangkan diri dan

(23)

lebih fleksibel menghadapi perkembangan teknologi. Inovasi teknologi dan inovasi model bisnis akan berkembang terus, sehingga metode penrhitungan royalti juga perlu berkembang. Sebagain besar pembajakan adalah gejala perkembangan teknologi, bukan tindakan sengaja melawan hak cipta. Pembajakan adalah tren konsumsi hiburan yang perlu diteliti dan disikapi, karena yang pasti, hampir tidak mungkin dihapuskan. Pendidikan untuk apresiasi hak cipta masih bisa dilakukan dengan inovasi bisnis, tapi tidak dengan represi.

Majalah Rolling Stone Indonesia mengingatkan para pembacanya, bahwa masih banyak alternatif lain dalam penyelesaian masalah pembajakan musik di Indonesia, mereka menuntut para praktisi industri rekaman baik itu musisi maupun label rekaman untuk lebih jeli dalam mengelola sisi bisnis mereka. Inovasi adalah keharusan serta mengikuti perkembangan teknologi adalah sebuah kewajiban yang harus dilakukan oleh para praktisi musik tersebut. Hal ini penting, karena dengan begitu para pelaku industri musik akan mampu bersaing dengan para pembajak dalam memikat perhatian konsumen.

Sikap yang diambil Majalah Rolling Stone Indonesia melalui Rubrik Music Biz-nya, merupakan perwujudan fungsi utama pers (Effendy, 2002 : 149 - 150), yaitu fungsi mendidik (to educate) dan memengaruhi (to influence), terlebih dengan melakukan kontrol sosial (social control) terhadap masyarakat, khususnya para praktisi musik tanah air, juga pemerintah Indonesia.

4.2 Penonjolan Aspek dari Isu

4.2.1 Rubrik National Affairs Majalah Rolling Stone Indonesia

Konstruksi atas peristiwa siaran pers Kementrian Komunikasi dan Informasi mengenai pembajakan musik digital di Indonesia dilakukan penulis Rubrik National Affairs Majalah Rolling Stone Indonesia melalui proses seleksi isu,

(24)

dengan menggunakan empat strategi atau elemen Entman, selanjutnya dibentuk dengan cara melakukan penonjolan aspek tertentu.

Pada tajuk Rubrik National affairs Majalah Rolling Stone Indonesia, rencana penutupan blog-blog musik dan situs-situs file sharing terkait pembajakan musik di Indonesia didefinisikan sebagai persoalan hukum dan sosial, di mana sosial terkait tuntutan publik terhadap pemerintah, sementara hukum terkait kebijakan pemerintah terhadap permasalahan pembajakan musik di Indonesia. Oleh karena itu, penonjolan aspek dari isu yang dipilih ini dilakukan dengan menggunakan bahasa tertentu (pilihan kata, istilah, rangkaian kata, dan sebagainya) yang berhubungan dengan aspek hukum dan sosial. Penonjolan dilakukan Majalah Rolling Stone Indonesia melalui cara berikut ini:

1. Pilihan Kata

Majalah Rolling Stone Indonesia melakukan penonjolan melalui pilihan kata atau istilah yang berkaitan dengan aspek hukum. Pilihan kata yang mengandung aspek hukum terlihat dalam rangkaian kata;

1. Ilegal

“Asosiasi-asosiasi musik tersebut meminta agar Kementerian Komunikasi dan Informatika menutup situs-situs Internet yang memberikan fasilitas mengunduh lagu secara ilegal atau menyebarkan lagu tanpa izin yang memiliki hak atas lagu-lagu tersebut.” (Paragraf 1)

2. Relevan

“Untuk melihat apakah memang penanggulangan terhadap dua hal tersebut masuk dalam lingkup tugas dan tanggung jawab Kementerian

(25)

Komunikasi dan Informatika, ada baiknya kita melihat lebih jauh ketentuan-ketentuan dalam UU ITE yang dianggap relevan dengan dua hal tersebut.” (Paragraf 4)

3. Melawan Hukum

“Demikian pula Pasal 32 ayat 2 UU ITE yang mengatur larangan bagi setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apapun memindahkan atau mentransfer Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada sistem elektronik orang lain yang tidak berhak.” (Paragraf 7)

2. Istilah

Majalah Rolling Stone Indonesia dalam tajuk recananya menggunakan beberapa istilah seperti;

1. Mengunduh Lagu

“Asosiasi-asosiasi musik tersebut meminta agar Kementerian Komunikasi dan Informatika menutup situs-situs Internet yang memberikan fasilitas mengunduh lagu secara ilegal atau menyebarkan lagu tanpa izin yang memiliki hak atas lagu-lagu tersebut.” (Paragraf 1)

2. Ancaman Pidana

“Menurut beliau, adanya ancaman pidana penjara tersebut adalah karena tindakan tersebut melanggar ketentuan dalam UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).” (Paragraf 2)

(26)

“Kementerian Komunikasi dan Informatika menganggap dua hal tersebut berada dalam lingkup tugas dan tanggung jawabnya, sehingga merasa yakin untuk menerapkan ketentuan-ketentuan UU ITE dalam rangka menang-gulanginya.” (Paragraf 3)

4. Pemegang Hak Cipta

“Apabila ketentuan pasal-pasal dalam UU ITE di atas diterapkan terhadap situs-situs Internet yang menyediakan fasilitas mengunduh lagu secara ilegal, dan juga terhadap orang yang mengunduh lagu tanpa izin penciptanya atau pemegang hak ciptanya dari situs-situs Internet tersebut, tentu akan mengundang perdebatan teknis.” (Paragraf 9)

5. Karya Intelektual

“Kalau lebih jeli memperhatikan ketentuan Pasal 25 UU ITE, diterangkan bahwa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang disusun menjadi karya intelektual, situs internet, dan karya intelektual yang ada di dalamnya dilindungi sebagai Hak Kekayaan Intelektual berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.” (Paragraf 10)

6. Lex Specialis Derogate Lex Generali

“Hal ini sesuai dengan asas hukum lex specialis derogate lex generali, yang artinya peraturan atau UU yang bersifat khusus mengesampingkan peraturan atau UU yang umum.” (Paragraf 10)

(27)

7. Mengendurkan Semangat

“Apa yang disampaikan di atas tidak dimaksudkan untuk mengendurkan semangat untuk melawan pembajakan di era digital. Hal tersebut hanya sebagai pengingat bahwa penegakan hukum tidak sepatutnya dilakukan secara sembarangan.” (Paragraf 16)

8. Era Digital

“Apa yang disampaikan di atas tidak dimaksudkan untuk mengendurkan semangat untuk melawan pembajakan di era digital. Hal tersebut hanya sebagai pengingat bahwa penegakan hukum tidak sepatutnya dilakukan secara sembarangan.” (Paragraf 16)

9. Desakan Publik

“Apalagi jika semata-mata didasarkan pada desakan publik. Oleh karena itu, harus dipikirkan dengan benarpenggunaan ketentuan hukum yang tepat untuk melindungi kepentingan hukum para pihak yang terkait di dalam proses penegakan hukum, serta menjamin proses hukum dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang benar.” (Paragraf 16)

10. Maju Terus

“Maju terus musik Indonesia!” (Paragraf 16)

4.2.2 Rubrik Music Biz Majalah Rolling Stone Indonesia

Konstruksi atas peristiwa atau isu mengenai rencana penutupan blog-blog musik dan situs-situs file sharing terkait pembajakan musik di Indonesia yang dilakukan melalui proses seleksi isu, dengan menggunakan empat strategi atau

(28)

elemen Entman, selanjutnya dibentuk dengan melakukan penonjolan aspek tertentu.

Pada Rubrik Music Biz Majalah Rolling Stone Indonesia, rencana penutupan blog-blog musik dan situs-situs file sharing terkait pembajakan musik di Indonesia didefinisikan sebagai persoalan bisnis, sosial dan teknologi, sedikit berbeda dengan pendefinisian Rubrik National Affairs Majalah Rolling Stone Indonesia. Oleh karena itu, penonjolan aspek dari isu yang dipilih dilakukan dengan menggunakan bahasa tertentu (pilihan kata, istilah, rangkaian kata, dan sebagainya) yang berhubungan dengan aspek bisnis, sosial dan teknologi. Penonjolan dilakukan Majalah Rolling Ston Indonesia melalui beberapa cara berikut ini:

1. Pilihan Kata

Majalah Rolling Stone Indonesia dalam Rubrik Music Biz-nya berupaya menonjolkan rencana penutupan blog-blog musik dan situs-situs file sharing terkait pembajakan musik di Indonesia ini dari sisi bisnis, sosial dan teknologi melalui pilihan kata yang bersifat atau erat kaitannya dengan segi bisnis, sosial dan teknologi. Beberapa kata yang berkaitan dengan ketiga aspek tersebut terdapat pada beberapa paragraf dalam artikel ini, sehingga secara umum paragraf-paragraf tersebut bersifat atau bermakna bisnis, sosial, atau teknologi seperti:

1. Industri

“Industri musik rekaman yang kita kenal sekarang berawal dari mulainya komersialisasi produk musik lewat piringan hitam.” (Paragraf 2)

(29)

“Industri musik rekaman yang kita kenal sekarang berawal dari mulainya komersialisasi produk musik lewat piringan hitam.” (Paragraf 2)

3. Inovasi

“Salah satu inovasi yang mengembangkan industri musik rekaman juga jadi salah satu penyebab besar industrinya secara relatif turun drastis.” (Paragraf 3)

4. Fragmentasi

“Promosi berpola lebih sulit dilakukan karena fragmentasi media (dan fragmentasi penikmat musik), dan akses konsumen ke musik secara umum sulit dilakukan, karena hadirnya suatu file musik di Internet bisa berarti penyebaran otomatis ke seluruh dunia, sehingga mengurangi potensi konsumen membeli produk musik tersebut.” (Paragraf 6)

5. Komoditas

“Kita lihat bahwa industri musik rekaman, walaupun pola pikirnya sudah sangat jauh berkembang pada awal 2000-an, masih berusaha memperlakukan musik rekaman sebagai komoditas.” (Paragraf 8)

6. Transisi

“Industrinya sendiri masih dalam transisi mencari bentuk baru.” (Paragraf 9)

7. Investasi

“Kita lihat di seluruh dunia, perusahaan rekaman sedang berusaha berubah bentuk: beerapa telah membentuk event organizer sendiri, ada yang memiliki manajemen artis sendiri, sampai mengelola merchandise sendiri, sebagai usaha diversivikasi pemasukan uang, dan memaksimalkan

(30)

pengembalian investasi atas uang yang dikeluarkan perusahaan tersebut untuk artis atau album yang dikelola.” (Paragraf 10)

8. Bertempur

“Satu-satunya cara bertempur dengan para pembajak adalah dengan bergerak lebih cerdik.” (Paragraf 11)

9. Entrepreneur

“Artis atau band harus lebih jeli dan berpikir seperti entreprenuer, dan perusahaan rekaman perlu mengembangkan diri menjadi business enabler.” (Paragraf 17)

2. Istilah

Majalah Rolling Stone Indonesia dalam tajuk recananya menggunakan beberapa istilah untuk menonjolkan tiga aspek tersebut di atas, seperti;

1. Industri Musik Rekaman

“Industri musik rekaman yang kita kenal sekarang berawal dari mulainya komersialisasi produk musik lewat piringan hitam.” (Paragraf 2)

2. Zaman Keemasan

“Zaman CD adalah zaman keemasan industri musik rekaman.” (Paragraf 3)

3. Musisi Independen

“Software pertama yang bisa membuat file format MP3 dikeluarkan oleh Fraunhofer Society pada tahun 1994, yang kemudian disusul oleh berdirinya website MP3.com untuk musisi-musisi independen, dan

(31)

keluarnya WinAmp yang mempopulerkan MP3 sebagai format penyebaran musik, sampai akhir ’90-an.” (Paragraf 4)

4. Pembajakan Lewat Internet

“Sekarang, dunia musik seolah sudah terbalik: penjualan CD turun terus (dan kaset sudah nyaris punah) karena pembajakan lewat Internet maupun CD palsu, album sekaligus diperlakukan sebagai alat promosi artis/band supaya orang maumenonton konsernya, media sudah terdesentralisasi dengan berkembangnya Internet dan jutaan blog, dan sampai saat ini MP3 masih banyak beredar bebas lewat Internet.” (Paragraf 6)

5. Produk Gaya Hidup

“Industri musik rekaman di Indonesia berkembang pesat lagi setelah hadirnya ringbacktone, yang sebenarnya sudah berkembang jadi produk gaya hidup atau produk ekspresi, seperti layaknya status message pada Yahoo! Messenger atau Blackberry Messenger.” (Paragraf 7)

6. Bergerak Lebih Cerdik

“Satu-satunya cara ‘bertempur’ dengan para pembajak adalah dengan bergerak lebih cerdik.” (Paragraf 11)

7. Solusi Ajaib

“Tentunya, tidak ada solusi ajaib yang akan menyelesaikan persoalan penggunaan hak cipta versus pembajakan.” (Paragraf 13)

(32)

“Digital Rights Management? Akhirnya pahlawan-pahlawan industri musik digital seperti iTunes Store dan Amazon MP3 Music Store sudah menjual musik tanpa DRM semenjak tahun lalu.” (Paragraf 13)

9. Pengalaman Konsumen

“Ikatan antara lagu – atau artisnya – adalah sesuatu yang tidak bsa ‘diciptakan’, dan akan timbul sendiri. Dan ikatan emosi ini, adalah langkah pertama dari pengembangan sebuah pengalaman konsumen.” (Paragraf 15)

10. Business Enabler

“Artis atau band harus lebih jeli dan berpikir seperti entreprenuer, dan perusahaan rekaman perlu mengembangkan diri menjadi business enabler.” (Paragraf 17)

4.3 Pembahasan

Setiap media massa memaknai sebuah peristiwa secara berbeda dan setiap media pun membuat penonjolan-penonjolan aspek-aspek tertentu dalam berita yang disajikan. Penonjolan aspek tertentu inilah yang disebut framing. Hal yang pertama kali dilakukan dalam analisis framing, adalah melihat bagaimana media mengkonstruksi realitas. Realitas itu sendiri aktif dibentuk oleh wartawan yang tetap mengedepankan visi dan misi media.

Robert N. Entman membagi framing menjadi dua bagian, yaitu seleksi isu dan penekanan isu atau penonjolan aspek-aspek tertentu dari realitas. Berdasarkan kedua dimensi tersebut, penulis mencoba membahas hasil analisis dua artikel opini yang terbit dalam Majalah Rolling Stone Indonesia edisi #78 November 2011.

(33)

Berdasarkan hasil analisis, penulis melihat bahwa Majalah Rolling Stone Indonesia menilai rencana penutupan blog-blog musik dan situs-situs file sharing terkait pembajakan musik di Indonesia sebagai permasalahan yang menyangkut penegakan hukum, bisnis, tanggungjawab sosial, dan perkembangan teknologi. Penerapan Undang-undang yang tepat serta pola bisnis yang inovatif akan menjamin terbentuknya sebuah industri musik yang kuat dan mampu bersaing dengan para pembajak sehingga kekhawatiran akan matinya industri musik di Indonesia dapat ditanggulangi.

Paragraf ke-15 Rubrik National Affairs Majalah Rolling Stone Indonesia menjelaskan bahwa penggunaan UU Hak Cipta lebih tepat dibandingkan menerapkan UU ITE untuk mengatasi masalah pembajakan musik di Indonesia. Sementara pada paragraf ke-14 Rubrik Music Biz Majalah Rolling Stone Indonesia ditegaskan bahwa penting bagi industri musik untuk tidak lagi memperlakukan karya musik sebagai komoditas, industri musik juga harus mengedepankan inovasi bisnis agar dapat terus hidup sejalan dengan perkembangan teknologi. Rencana penutupan blog-blog musik dan situs-situs file sharing tidak lantas akan menyelesaikan masalah pembajakan musik di Indonesia, Majalah Rolling Stone Indonesia menganggap rencana tersebut akan memberikan dampak yang beragam bagi masyarakat musik di tanah air.

1. Seleksi Isu

Seleksi isu berhubungan dengan pemilihan fakta. Pemilihan fakta ini yang menunjukan bagaimana sebuah media memaknai sebuah peristiwa. Fakta-fakta yang mewakili pemahaman media massa tersebut akan ditampilkan, dibandingkan

(34)

dengan fakta lainnya. Proses pemilihan fakta ini, tidak dapat dipahami semata-mata sebagai bagian dari teknis jurnalistik, tetapi juga politik pemberitaan.

Seleksi isu yang dilakukan Rubrik National Affairs Majalah Rolling Stone Indonesia dalam mengkonstruksi realitas rencana penutupan blog-blog musik dan situs-situs file sharing terkait pembajakan musik di Indonesia adalah dengan meninjau kembali dasar hukum yang digunakan untuk menjalankan kebijakan pemerinta tersebut, hal tersebut tentu saja terkait dengan reaksi atau rasa kepercayaan masyarakat yang akan timbul terhadap pemerintah dalam mengtasi masalah pembajakan musik di Indonesia.

Kebijakan pemerintah akan berujung kepada reaksi pro-kontra yang muncul di kalangan musisi Indonesia yang akan terkena dampak dari penutupan blog-blog musik dan situs-situs file sharing tersebut, dan ini merupakan permasalahan sosial. Majalah Rolling Stone Indonesia dalam pemberitaan mengedepankan sudut pandang yang luas dengan tidak menampilkan adanya keberpihakan terhadap pihak manapun, namun lebih kritis terhadap masalah yang akan timbul diakibatkan oleh sosialisasi rencana penutupan blog-blog musik dan situs-situs file sharing terkait pembajakan musik di Indonesia ke masyarakat luas. Dari tajuk rencana ini menunjukkan bahwa Majalah Rolling Stone Indonesia menerapkan syarat-syarat dan kaidah dalam memproduksi sebuah berita; berimbang (balance), objektif, dan faktual.

Melengkapi Rubrik National Affairs Majalah Rolling Stone Indonesia, Rubrik Music Biz Majalah Rolling Stone Indonesia menilai rencana penutupan blog-blog musik dan situs-situs file sharing terkait pembajakan musik di Indonesia ini dari sisi bisnis, Majalah Rolling Stone Indonesia menganggap

(35)

kebijakan tersebut perlu dipertimbangkan lebih jauh karena akan memberikan dampak negatif bagi perkembangan musik di Indonesia. Ketidaksiapan industri musik tanah air dalam menghadapi perkembangan teknologi dinilai sebagai pokok permasalahan yang mendorong sebagian pihak untuk mendesak penerapan kebijakan tersebut, hal tersebut sebenarnya dapat dihindari apabila Industri musik Indonesia mau menerapkan pola bisnis yang berbeda, yang tidak memperlakukan karya musik sebagai komoditas. Dari isi artikelnya Rubrik Music Biz Majalah Rolling Stone Indonesia cenderung menanggapi sikap pemerintah yang akan menutup blog-blog musik serta situs-situs file sharing tersebut sebagai kebijakan yang terburu-buru dan muncul karena adanya tekanan dari pihak tertentu.

Tabel 4.1

Seleksi Isu Rencana Penutupan Blog-blog Musik dan Pemblokiran Situs-situs File Sharing terkait Pembajakan Musik di Indonesia

Rubrik National Affairs Rubrik Music Biz

Define Problems

Masalah hukum dan sosial; aspek hukum berkaitan dengan kebijakan pemerintah dan UU yang digunakan dalam

menangani pembajakan musik di Indonesia, sementara aspek sosial terkait tuntutan dan reaksi dari masyarakat terhadap kebijakan tersebut.

Masalah bisnis dan sosial; aspek bisnis terkait dengan penurunan minat konsumen terhadap karya musik yang diperlakukan oleh industri musik sebagai komoditas. Sementara aspek sosial berkaitan dengan tekanan masyarakat terhadap pemerintah untuk segera mengeluarkan kebijakan tentang penyebaran musik ilegal melalui Internet. Penerapan UU ITE yang Perlakuan industri musik

(36)

Diagnose Causes

memiliki kelemahan dalam mengatasi masalah

pembajakan musik di Indonesia.

terhadap karya musik yang dijadikan sebagai komoditas. Rencana penutupan blog-blog musik serta situs-situs file sharing yang menyebarkan musik ilegal melalui Internet, yang dipicu oleh desakan Heal Our Music kepada Kemenkominfo.

Make Moral Judgement

Kekhawatiran akan terus berjalannya situs-situs yang menyediakan musik bajakan karena kebijakan pemerintah yang kurang tepat.

Pembajakan musik adalah sebuah fenomena yang memiliki dua sisi, negatif dan positif. Penutupan blog-blog musik dan pemblokiran situs-situ file sharing akan

memberikan dampak yang beragam terhadap dunia musik tanah air.

Treatment Recommendation

Penggunaan UU HKI sebagai dasar hukum yang mengatur tentang peredaran musik digital di Internet. Dengan begitu, penanganan masalah pembajakan musik melalui Internet menjadi kewajiban kepolisian atau penyidik pegawai negeri sipil dari Dirjen HKI Kemenhukam.

Industri musik harus berhenti menjadikan karya musik sebagai komoditas, kemudian menerapkan inovasi-inovasi bisnis baru sebagai jalan alternatif untuk

menyelematkan industri musik tanah air, diantaranya adalah dengan

mengembangkan bisnis yang berkonsentrasi kepada peningkatan pengalaman konsumen.

(37)

2. Penonjolan Aspek Tertentu

Bagian ini berhubungan dengan penulisan fakta. Hal ini berkaitan pula dengan penggunaan kata, kalimat, gambar, dan citra tertentu untuk menggambarkan realitas yang ingin ditonjolkan sebuah media kepada khalayak. Pemilihan bahasa oleh media dapat menciptakan realitas tertentu, dari sebuah peristiwa.

Dalam penulisan tajuk rencananya, Majalah Rolling Stone Indonesia lebih menonjolkan aspek dari isu yang dipilih dengan menggunakan bahasa tertentu (pilihan kata dan penggunaan istilah) yang berhubungan dengan aspek-aspek tertentu.

Pilihan kata yang berkaitan dengan aspek hukum dalam Rubrik National Affairs Majalah Rolling Stone Indonesia adalah; ilegal, relevan dan melawan hukum. Selain itu, Rubrik National Affairs Majalah Rolling Stone Indonesia juga menggunakan beberapa istilah yang berkaitan dengan aspek hukum dalam penulisannya; mengunduh lagu, ancaman pidana, lingkup tugas, pemegang hak cipta, karya intelektual, lex specialis derogate lex generali, mengendurkan semangat, era digital, desakan publik, dan maju terus.

Berbeda dengan Rubrik National Affairs Majalah Rolling Stone Indonesia, Rubrik Music Biz Majalah Rolling Stone Indonesia lebih bayak memilih kata-kata yang berkaitan dengan aspek bisnis dan teknologi, seperti; industri, komersialisasi, fragmentasi, inovasi, transisi, komoditas, bertempur, investasi, dan entepreneur. Begitu juga dengan penggunaan istilah, Rubrik Music Biz Majalah Rolling Sone Indonesia memilih untuk menggunakan istilah-istilah yang erat kaitannya dengan sisi bisnis dan teknologi, seperti; industri musik rekaman,

(38)

zaman keemasan, musisi independen, pembajakan lewat internet, produk gaya hidup, bergerak lebih cerdik, solusi ajaib, pahlawan industri musik digital, pengalaman konsumen, dan business enabler.

Tabel 4.2

Penonjolan Aspek Tertentu dari Rencana Penutupan Blog-blog Musik dan Pemblokiran Situs-situs File Sharing terkait Pembajakan Musik di Indonesia

Rubrik National Affairs Rubrik Music Biz

a. Pilihan kata terkait bidang hukum dan sosial

b. Pemakaian istilah terkait aspek hukum dan sosial

a. Pilihan kata terkait bidang bisnis, sosial dan teknologi

b. Pemakaian istilah terkait aspek bisnis, sosial dan teknologi (Sumber: Hasil Penelitian)

Dalam media massa, penggunaan bahasa atau rangkaian kata ikut menentukan konstruksi realitas yang sekaligus menentukan makna yang muncul. Oleh karena itu, penggunaan kata tertentu diupayakan agar dapat mendukung atau memperkuat konstruksi atau frame yang terbentuk. Pilihan kata atau istilah yang digunakan menentukan makna kedua teks tajuk, sehingga dapat menunjukkan sikap Majalah Rolling Stone Indonesia sebagai sebuah media massa terhadap rencana penutupan blog-blog musik dan situs-situs file sharing terkait pembajakan musik di Indonesia. Dalam hal ini terlihat bahwa Majalah Rolling Stone Indonesia pada dasarnya selalu menampilkan pemberitaan atau penilaian dari berbagai sudut pandang.

Rubrik National Affairs Majalah Rolling Stone Indonesia banyak memberikan pandangan tentang rencana penutupan blog-blog musik dan

(39)

situs-situs file sharing terkait pembajakan musik di Indonesia dari sisi penegakan hukum, sementara dalam Rubrik Music Biz Majalah Rolling Stone Indonesia memberikan banyak pandangan dari sisi bisnis dan teknologi. Hal tersebut, sesuai dengan fungsi pers sebagai alat didik (to educate) dan penyampai berita (to inform). Kedua artikel opini yang terbit pada Majalah Rolling Stone Indonesia edisi #78 itu juga memenuhi fungsi pers sebagai alat koreksi (to influence), keduanya mengajak pembacanya untuk melakukan kontrol terhadap kebijakan pemerintah mengenai masalah pembajakan musik di Indonesia.

Referensi

Dokumen terkait

Secara umum, pengujian sistem yang telah dibuat akan mengamati pada tiga hal, yaitu kinerja perangkat lunak ladder, kinerja perangkat keras sensor level air, serta

Dengan demikian hipotesis H4 ditolak, yang menyatakan bahwa Tingkat Pendidikan dan Pengalaman Kerja (secara bersama) tidak memoderasi pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap

(20) Diisi nomor urut dari Buku Rekening Barang Kena Cukai Minuman yang Mengandung Etil Alkohol dalam angka.. (21) Diisi kantor yang mengawasi pengusaha pabrik minuman yang

Strategi Pengembangan Tari Topeng Sebagai Daya Tarik Wisata Budaya Di Kabupaten Cirebon Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu.. BAB I

Dalam penelitian ini dilakukan optimasi reaksi hidrogenasi katalitik metil palmitat menjadi setil alkohol menggunakan katalis Ni/Zeolit dengan variasi laju alir gas

Ketepatan (berasal dari kata dasar “tepat” yang berarti cocok atau betul) data kita artikan sebagai ketepatan dalam hal waktu pengumpulan, jenis dan macam data,

Lapangan berhingga atau Galois Field adalah lapangan dengan elemen-elemennya berhingga.Elemen-elemen dalam Galois Field dapat digunakan untuk mengkontruksi suatu geometri

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat- Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Hubungan Caregiver Self-efficacy dengan