• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Tanggal 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia telah menentukan cita-cita dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Tanggal 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia telah menentukan cita-cita dan"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1

A. Latar Belakang Masalah Penelitian

Sebagai bangsa merdeka dan berdaulat yang telah diproklamirkan pada Tanggal 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia telah menentukan cita-cita dan tujuan negara sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUDNRI 1945) yang harus menjadi pedoman dalam pembangunan negara. Cita-cita bangsa Indonesia terdapat dalam Alinea II yang menyatakan bahwa cita-cita bangsa Indonesia yaitu untuk mewujudkan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Sedangkan tujuan negara Indonesia terdapat dalam Alinea IV adalah pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan

kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut

melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Kesehatan merupakan kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi untuk keberlangsungan hidup sehari-hari selain kebutuhan sandang, pangan dan papan (tempat tinggal). Kesehatan sangatlah penting, baik sehat secara fisik maupun sehat secara mental karena dengan memiliki kesehatan tersebut setiap manusia dapat melakukan berbagai macam aktifitas dengan baik.

(2)

Indonesia menjamin terciptanya kondisi kesehatan yang berkaitan dengan hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Jaminan tersebut tercantum dalam konstitusi Negara yaitu dalam Pasal 28 H ayat (1) UUDNRI 1945 yang menyebutkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Kemudian dalam Pasal 34 ayat (3) UUDNRI 1945 ditentukan lebih lanjut bahwa negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.

Salah satu fasilitas pelayanan kesehatan yang seperti tersebut di atas adalah rumah sakit. Rumah sakit mempunyai fungsi yang vital dalam memberikan pelayanan kesehatan sebagai upaya untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

Rumah sakit merupakan salah satu jaringan pelayanan kesehatan yang penting, sarat dengan tugas, beban, masalah dan harapan yang digantungkan kepadanya. Perkembangan jumlah rumah sakit di Indonesia, diikuti dengan perkembangan jenis penyakit, perkembangan teknologi kedokteran dan kesehatan serta perkembangan harapan masyarakat terhadap pelayanan rumah sakit sehingga dibutuhkannya suatu sistem yang baik yang dapat mengatur dan mengelola segala sumber rumah sakit dengan sebaik-baiknya.

Keberhasilan sebuah rumah sakit sangat ditentukan oleh pengetahuan, keterampilan, kreativitas dan motivasi staf dan karyawannya, disamping kehadiran teknologi dan sumber daya lain sebagai bahan pendukung

(3)

pelayanan. Rumah sakit merupakan industri jasa yang diberikan dalam bentuk individual dengan pemasaran yang menyatu dengan pemberian pelayanan, sehingga diperlukan sikap dan perilaku khusus dalam menghadapi pasien.

Penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang berbasis pada kesehatan pasien secara individu agar menjadi pribadi yang dapat hidup produktif baik secara ekonomi maupun secara sosial, dengan memberikan pelayanan kesehatan yang baik, bermutu, profesional, dan dapat diterima pasien adalah tujuan utama pelayanan rumah sakit.

Upaya untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi masyarakat dilaksanakan berdasarkan prinsip non diskriminasi, partisipasi, perlindungan, dan berkelanjutan yang sangat penting artinya bagi pembentukkan sumber daya manusia Indonesia, peningkatan ketahanan dan

daya saing bangsa, serta pembangunan nasional.1

Kesehatan sendiri menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan diartikan sebagai keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Berdasarkan definisi tersebut, sangat jelas diuraikan bahwa kesehatan manusia harus dipandang secara utuh, sehingga indikator sehat tidak saja didasarkan pada keadaan fisik yang sehat semata tetapi juga sehat secara mental/jiwa, spiritual dan sosial dengan porsi yang seimbang. Dengan demikian, tersirat bahwa kesehatan jiwa merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan (integral) dari kesehatan secara umum

1

(4)

dan merupakan salah satu unsur utama dalam menunjang terwujudnya kualitas hidup setiap manusia.

Untuk menjamin terwujudnya suatu kehidupan kejiwaan yang sehat, bebas dari ketakutan, tekanan, dan gangguan lain yang dapat mengganggu kesehatan jiwa dilakukan suatu upaya kesehatan yang tidak hanya berupa upaya penyembuhan (kuratif) tetapi berkembang ke arah keterpaduan upaya kesehatan untuk seluruh masyarakat, dengan mengikutsertakan masyarakat secara luas yang mencakup upaya promotif, preventif, dan rehabilitatif yang bersifat menyeluruh terpadu dan berkesinambungan sesuai dengan amanat Pasal 144 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Upaya kesehatan jiwa seperti tersebut di atas merupakan tanggung jawab bersama antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan masyarakat untuk menciptakan kondisi kesehatan jiwa yang setinggi-tingginya dan menjamin aksebilitas, mutu dan pemerataan upaya kesehatan jiwa bagi Orang Dengan Gangguan Kejiwaan (ODGJ). Upaya untuk menciptakan kondisi kesehatan jiwa yang optimal kepada ODGJ yang cenderung memiliki keadaan

dimana perasaan-perasaan bersalah kadang-kadang menguasainya,

kecemasan-kecemasan tidak produktif dan sangat mengancamnya, tidak mampu menangani krisis-krisis dengan baik dan ketidakmampuan ini mengurangi kepercayaan dan harga diri, terkadang ancaman-ancaman dari dalam dan dari luar mungkin begitu kuat sehingga muncul gangguan tingkah

(5)

laku yang dapat berkembang dari gangguan ringan sampai pada gangguan

yang berat sehingga diperlukan adanya perlakuan atau perawatan khusus. 2

Perawatan terhadap penderita gangguan kesehatan jiwa dilakukan pada fasilitas pelayanan kesehatan khusus yang memenuhi syarat dan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan dilakukan oleh tenaga kesehatan yang berwenang. Penyelenggaraan upaya kesehatan jiwa harus memperhatikan fungsi sosial, nilai, dan norma agama, sosial budaya, moral dan etika profesi (Pasal 49 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan). Sementara dalam Pasal 54 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan bahwa penyelenggaraan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara bertanggung jawab, aman, bermutu, serta merata dan non diskriminasi. Pelayanan kesehatan jiwa harus sesuai dengan standar mutu pelayanan yang ditetapkan oleh Pemerintah.

Sejarah pengobatan yang dilakukan di rumah sakit jiwa pada mulanya adalah dengan isolasi dan penjagaan (custodial care), suntikan obat penenang, terapi mandi dan pasien dijemur dipanas matahari. Sejak tahun 1910 pasien gangguan jiwa diberi kebebasan dengan tidak adanya penjagaan yang terlalu ketat, pada tahun 1930 sudah diterapkan terapi kerja seperti

menggarap tanah, membersihkan alat makan dan membersihkan lantai.3 Pada

tahun 2002 diperkenalkan bangsal perawatan percontohan pada pasien jiwa atau dikenal dengan Model Pelayanan Keperawatan Profesional (MPKP)

2

Yustinus Semiun, 2006, Kesehatan Mental 3, Kanisius, Yogyakarta, hlm. 10.

3

Sujono Riyadi dan Teguh Purwanto, 2009, Asuhan Keperawatan Jiwa, Graha Ilmu, Yogyakarta, hlm. 10.

(6)

sehingga membuat penanganan dan perawatan pasien lebih terstruktur dan

tingkat kesembuhan meningkat.4

Pedoman kesehatan jiwa komunitas (Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 406 Tahun 2009 tentang Kesehatan Jiwa Komunitas) menyebutkan bahwa pelayanan kesehatan jiwa harus dilakukan secara terbuka. Penanganan gangguan jiwa dilakukan dengan pendekatan produktif, sosial sesuai dengan berkembangnya konsep kesehatan jiwa komunitas.

Strategi dalam pemberian asuhan keperawatan jiwa adalah dengan menggunakan diri secara terapeutik dan interpersonal dengan menyadari diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Kesadaran ini merupakan dasar untuk perubahan sikap dan perilaku pasien. Perawat memberikan stimulus yang konstruktif pada pasien dan membantu pasien untuk merespon secara adaptif dalam menghadapi berbagai masalah dalam kehidupannya. Pelayanan keperawatan jiwa mengharuskan perawat untuk memandang manusia secara holistik dan menggunakan diri sendiri sebagai alat dalam memberikan asuhan

keperawatan kepada pasien.5

Pelayanan kesehatan jiwa mengharuskan untuk mengedepankan hak-hak asasi pasien sebagai manusia seutuhnya, sehingga tidak dibenarkan apabila terjadi suatu tindak kekerasan, pengekangan, pengucilan dan tindakan lainnya yang merenggut kebebasan penderita dalam pelaksanakan pelayanan kesehatan jiwa.

4Ibid, hlm. 12. 5Ibid, hlm. 4.

(7)

Tindakan pelayanan kesehatan jiwa yang dilakukan oleh rumah sakit jiwa harus menghormati hak-hak asasi manusia tersebut, dihadapkan dengan perilaku pasien yang tidak dapat diprediksi secara mutlak. Hal ini merupakan risiko kerugian yang dapat mengancam diri pasien sendiri dari melukai diri sendiri sampai bunuh diri, maupun mengancam orang-orang disekitarnya termasuk tenaga kesehatan.

Perilaku pasien yang tidak dapat diprediksi secara mutlak, ditanggapi oleh Rumah Sakit Jiwa Prof. dr. Soerojo Magelang (selanjutnya disebut sebagai RSJ Prof. dr. Soerojo Magelang) sebagai rumah sakit jiwa rujukan nasional dengan kapasitas sebanyak 895 tempat tidur, melakukan perlindungan diri dengan membuat klausula baku dalam formulir pernyataan sepihak yang ditandatangani oleh keluarga pasien rawat inap. Isi dari klausula baku tersebut salah satunya menyatakan bahwa menyadari orang yang menderita gangguan jiwa tidak bisa dipertanggungjawabkan perbuatannya, oleh karena itu bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti pasien bunuh diri, melarikan diri, kecelakaan dan lain-lain yang terjadi di luar pengawasan pihak RSJ Prof. dr. Soerojo Magelang, maka pihak keluarga sekaligus penanggung jawab pasien menyadari dan tidak akan menuntut secara hukum

pihak RSJ Prof. dr. Soerojo Magelang.6 Formulir pernyataan sepihak keluarga

pasien dengan ganggun jiwa tersebut hanya diperuntukan kepada pasien dengan gangguan jiwa yang akan menjalani pelayanan rawat inap di RSJ Prof. dr. Soerojo Magelang.

6Formulir Pernyataan Sepihak Keluarga Pasien Rawat Inap di RSJ Prof. dr. Soerojo Magelang

(8)

Contoh kasus yang pernah terjadi tentang perbuatan pasien dengan gangguan jiwa di RSJ Prof. dr. Soerojo Magelang yang menyebabkan kerugian adalah terjadinya luka mata yang dialami Mr. X sebagai akibat perilaku kekerasan oleh Mr. Y pada hari Sabtu, 10 Agustus 2013. Mr. X dan Mr. Y adalah pasien rawat inap pada bangsal Unit Perawatan Intensif (UPI)

RSJ Prof. Soerojo Magelang. 7

Berdasarkan latar belakang adanya risiko perbuatan yang dilakukan oleh pasien dengan gangguan jiwa selama mendapatkan pelayanan kesehatan jiwa di rumah sakit jiwa yang dapat menimbulkan kerugian akibat perilaku pasien yang tidak dapat diprediksi secara mutlak dan adanya kewajiban rumah sakit untuk memberikan pelayanan kesehatan jiwa yang optimal, maka dengan adanya formulir pernyataan sepihak yang ditandangani keluarga pasien pada saat pasien dengan gangguan jiwa setiap akan menjalani perawatan rawat inap di RSJ Prof. dr. Soerojo Magelang dengan salah satu klausula baku yang menyatakan bahwa pihak keluarga tidak akan melakukan tuntutan hukum apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan yang terjadi di luar pengawasan pihak RSJ Prof. dr. Soerojo Magelang, maka penelitian dengan judul tanggung jawab hukum rumah sakit jiwa terhadap kerugian sebagai akibat perbuatan pasien dengan gangguan jiwa perlu dilakukan.

(9)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yaitu

1. Bagaimana tanggung jawab hukum perdata rumah sakit jiwa terhadap kerugian sebagai akibat perbuatan pasien dengan gangguan jiwa?

2. Bagaimana upaya rumah sakit jiwa terhadap tanggung jawab hukum atas kerugian sebagai akibat perbuatan yang dilakukan oleh pasien dengan gangguan jiwa?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah

1. Untuk mengetahui dan menganalisa tanggung jawab hukum perdata rumah sakit jiwa terhadap kerugian sebagai akibat perbuatan yang dilakukan oleh pasien dengan gangguan jiwa.

2. Untuk mengetahui dan menganalisa upaya rumah sakit jiwa terhadap tanggung jawab hukum atas kerugian sebagai akibat perbuatan yang dilakukan oleh pasien dengan gangguan jiwa.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara teoritis dan praktis, yang dapat diuraikan sebagai berikut :

(10)

1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan keilmuan dalam merumuskan aspek-aspek yang berhubungan pelayanan kesehatan jiwa pada rumah sakit jiwa maupun fasilitas pelayanan kesehatan jiwa lainnya, ditinjau dari aspek tanggung jawab hukum rumah sakit jiwa maupun pelanggaran hak-hak asasi pasien dengan gangguan jiwa sebagai bahan pengembangan perumusan hukum kesehatan jiwa. 2. Manfaat praktis

Secara praktis, manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran umum kepada rumah sakit jiwa tentang tanggung jawab hukum rumah sakit jiwa sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan jiwa, sehingga diharapkan rumah sakit jiwa dapat selalu memberikan pelayanan yang optimal. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan gambaran umum tentang solusi yang tepat bagi rumah sakit jiwa dalam membuat kebijakan pelayanan kesehatan jiwa untuk menghindari terjadinya risiko kerugian sebagai akibat perbuatan pasien dengan gangguan jiwa.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran kepustakaan terhadap judul penelitian tesis yang ada pada Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta tidak ditemukan penelitian dengan judul Tanggung Jawab Hukum Rumah Sakit Jiwa Terhadap Kerugian Sebagai Akibat Perbuatan Pasien Dengan Gangguan Jiwa. Walaupun demikian, penelitian dengan topik tanggung jawab hukum

(11)

telah dilakukan oleh peneliti lain sebelumnya, antara lain penelitian yang dilakukan oleh Reina Rofiana mahasiswa Program Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dengan judul Pertanggungjawaban Korporasi terhadap Pidana Pengganti Denda, penelitian oleh Moch. Izna Nur Choironi pada Program Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dengan judul penelitian Tinjauan Yuridis Tanggung Jawab Pengelola Investasi Pemerintah Atas Timbulnya Kerugian Negera, dan penelitian yang dilakukan oleh Arini Amalia mahasiswa Program Pascasarjana Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dengan Judul Tanggung Jawab Pengurus Yayasan terhadap Pelanggaran Anggaran Dasar di Wilayah Kota Banjarmasin.

Penelitian pertama rumusan masalah penelitiannya yaitu bagaimana reformulasi alternatif pidana denda terhadap korporasi atas denda yang tidak dibayar. Berdasarkan rumusan masalah tersebut peneliti menyimpulkan bahwa apabila korporasi tidak membayar pidana denda, maka dapat dilakukan penyitaan harta kekayaan atau aset korporasi. Apabila ternyata tidak cukup untuk membayar pidana denda, maka dapat dialternatifkan dengan menggunakan tindakan administratif yang terintegrasi dalam sanksi pidana berupa pencabutan izin usaha korporasi atau dapat pula dijatuhkan sanksi pengganti pidana denda yang lebih keras lagi terhadap korporasi yaitu

pembubaran korporasi yang diikuti dengan likuiditas.8

8Reine Rofiana, 2014, “Pertanggungjawaban Korporasi terhadap Pidana Pengganti Denda”, Tesis, Program Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

(12)

Penelitian kedua terdapat dua rumusan masalah yang diambil adalah bagaimanakah tanggung jawab pengelola investasi pemerintah atas timbulnya kerugian negara jika ditinjau dari doktrin business judgement rule dan apakah doktrin business judgement rule dapat diterapkan pada pengelolaan investasi pemerintah yang menimbulkan kerugian negara. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa berdasarkan doktrin business judgement rule, Kepala Pengelola Investasi Pemerintah tidak bertanggung jawab atas kerugian yang timbul dari pengelolaan investasi pemerintah dan berdasarkan paket kebijakan perundang-undangan di bidang keuangan negara, doktrin business judgement rule tidak dapat diterapkan pada pengelolaan investasi pemerintah

yang menimbulkan kerugian negara.9

Penelitian yang ketiga mendasarkan pada dua rumusan masalah yaitu pelanggaran apa yang telah dilakukan oleh pengurus yayasan terhadap ketentuan yang tercantum dalam anggaran dasar dan bagaimana tanggung jawab pengurus yayasan terhadap pelanggaran tersebut. Kesimpulan yang didapatkan dalam penelitian ini adalah ditemukan adanya dua yayasan yang telah melakukan pelanggaran ketentuan anggaran dasar yang dilakukan oleh pengurus, tetapi dalam praktiknya pengurus yayasan yang telah melakukan pelanggaran tersebut tidak bertanggung jawab terhadap pelanggaran yang dilakukannya. Tidak adanya tanggung jawab pengurus terhadap pelanggaran

9

Moch. Izma Nur Choironi, 2009, “Tinjauan Yuridis Tanggung Jawab Pengelola Investasi Pemerintah atas Timbulnya Kerugian Negara”, Tesis, Program Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

(13)

tersebut lebih disebabkan karena fungsi kontrol dari Dewan Pengawas dan

Pembina tidak berjalan baik.10

Berdasarkan perbedaan rumusan masalah dan objek penelitian antara judul penelitian yang diusulkan dengan penelitian-penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya sebagaimana yang telah dijelaskan tersebut maka penelitian ini perlu dilakukan. Oleh karena itu, keaslian tesis ini dapat dipertanggungjawabkan dan sesuai dengan asas-asas keilmuan yang harus dijunjung tinggi yaitu kejujuran, rasional, objektif serta terbuka.

10

Arini Amalia, 2013, “Tanggung Jawab Pengurus Yayasan terhadap Pelanggaran Anggaran Dasar di Wilayah Kota Banjarmasin”, Tesis, Program Pascasarjana Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Kesuksesan peningkatan mutu pendidikan dipengaruhi berbagai faktor diantaranya adalah keteladanan, perhatian, tingkat Sumbur Daya Manusia (SDM) yang tinggi, fasilitas

Berangkat dari fenomena yang telah dikemukakan, dan belum ada penelitian yang mengkaji tentang pengaruh pemberian kredit simpan pinjam dan perputaran likuiditas

Berdasarkan hal tersebut Dinas Sosial Kabupaten Tabalong di bawah perintah Kementerian Sosial Republik Indonesia melakukan pemberdayaan bagi KAT dengan memberikan

Dari penjabaran fenomena diatas, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan menguji pengaruh faktor pembentuk brand love dan implikasinya pada customer intention

Dengan membaca teks “Halaman Rumah Dayu Indah dan Asri” siswa dapat menyebutkan isi teks yang dibaca berkaitan dengan lingkungan sehat menggunakan bahasa lisan

Dari kedua pengertian tersebut penulis dapat menyimpulkan bahwa media promosi cetak merupakan media yang digunakan oleh produsen, yang mana dalam media tersebut

Puji syukur penulis naikkan kepada Tuhan Yesus Kristus, yang oleh karena penyertaanNya, kasihNya dan hikmatNya, kertas kerja penulis yang berjudul “Hubungan Rasio

Arah pengaruh memiliki nilai positif dan signifikan yang berarti bahwa implementasi praktik TQM yang efektif dapat membawa pada peningkatan daya saing perusahaan.. Hipotesis 3 :