• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Kepailitan merupakan suatu jalan keluar yang bersifat komersial untuk keluar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Kepailitan merupakan suatu jalan keluar yang bersifat komersial untuk keluar"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kepailitan merupakan suatu jalan keluar yang bersifat komersial untuk keluar dari persoalan utang piutang yang menghimpit seorang debitor, sehingga debitor tersebut sudah tidak mempunyai kemampuan lagi untuk membayar utang-utang tersebut kepada para kreditornya.5

“ Debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya”.

Pailit dapat dimohonkan dengan memenuhi persyaratan seperti yang dituangkan dalam Pasal 2 ayat 1 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disingkat dengan UUKPKPU) yaitu:

Selanjutnya Pasal 2 Ayat (2) sampai dengan Ayat (5) UUKPKPU mengatur lebih lanjut prosedur permohonan pailit, yang menyatakan :

(2) permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat juga diajukan oleh kejaksaan untuk kepentingan umum.

(3) Dalam hal debitor adalah bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia.

5

Andriani Nurdin. Kepailitan BUMN Persero Berdasarkan Asas Kepastian Hukum. (Bandung: PT. Alumni. 2012), hal. 131.

(2)

(4) Dalam hal debitor adalah perusahaan efek, Bursa Efek, Lembaga Miring dan Penjamian, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, permohonan pernyataan Pailit hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal.

(5) Dalam hal debitor adalah perusahaan asuransi, perusahaan Reasuransi, dana pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik, permohoan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan.

Putusan pernyataan pailit membawa akibat hukum terhadap debitor. Pasal 21 Undang-Undang No.37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUKPKPU) menentukan “kepailitan meliputi seluruh kekayaan debitor pada saat putusan pernyataan Pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan.”

Ketentuan Pasal 21 di atas diketahui bahwa kepailitan merupakan sita umum. Dengan adanya sita umum ini hendak dihindarkan adanya sita perorangan. Pembentuk Undang-Undang memandang perlu untuk memungkinkan adanya eksekusi massal dengan cara melakukan sita umum atas seluruh harta kekayaan debitor untuk kepentingan semua kreditor yang bersangkutan yang dijalankan dengan pengawasan seorang hakim pengawas. Sita umum tersebut haruslah bersifat

konservatoir yaitu bersifat penyimpanan bagi kepentingan semua kreditor yang

bersangkutan.6

Akibat dari putusan pailit tersebut dalam Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUKPKPU) menentukan debitor pailit demi hukum kehilangan hak untuk mengurus dan menguasai kekayaannya yang termasuk harta pailit, sejak hari putusan

6

(3)

pailit diucapkan. Harus dicermati bahwa dengan diputuskannya debitor pailit, bukan berarti debitor kehilangan hak keperdataannya (volkomen handelingsbevoegheid) untuk melakukan semua perbuatan hukum di bidang keperdataan. Debitor pailit hanya kehilangan hak keperdataannya untuk mengurus dan menguasai kekayaannya. Sementara itu, untuk melakukan perbuatan-perbuatan keperdataan lainnya – misalnya untuk melangsungkan pernikahan dirinya, mengawinkan anaknya sebagai wali, membuat perjanjian nikah, menerima hibah (sekalipun hibah tersebut demi hukum menjadi bagian harta pailit), mengurus harta kekayaan pihak lain, menjadi kuasa pihak lain untuk melakukan perbuatan hukum untuk dan atas nama pemberi kuasa – debitor masih berwenang (masih memiliki kemampuan hukum) untuk melakukan perbuatan-perbuatan keperdataan tersebut. Dengan demikian, sejak putusan pernyataan pailit diucapkan hanya harta kekayaan debitor pailit yang berada di bawah pengampuan (di bawah penguasaan dan pengurusan) pihak lain, sedangkan debitor pailit itu sendiri tidak berada di bawah pengampuan seperti yang terjadi terhadap anak di bawah umur atau orang yang sakit jiwa yang dinyatakan berada di bawah pengampuan.7

Para kreditor harus bertindak secara bersama-sama (concursus creditorum) sesuai dengan asas dalam Pasal 1132 KUHPerdata.

8

7

Sutan Remy Sjahdeini. Hukum Kepailitan Memahami Undang-Undang No.37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan. (Jakarta: Grafiti. 2009), hal.190.

Perlu ditekankan bahwa tujuan

8 Pasal 1132 KUHPerdata menentukan Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama

bagi semua orang yang mengutangkan padanya. Pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing kecuali apabila di antara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan.

(4)

kepailitan itu adalah untuk membagi seluruh kekayaan debitor oleh kurator kepada semua kreditor dengan memperhatikan hak-hak mereka masing-masing. Dengan terjadinya kepailitan berlakulah “general statutory attachment” atas seluruh kekayaan debitor untuk kepentingan para kreditor. Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUKPKPU) khususnya tidak membicarakan persoalan mengenai apakah debitor dapat dimintai pertnggungjawaban atas kekayaan finansialnya. Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUKPKPU) berbicara secara netral tentang kepailitan menyangkut debitor yang berada dalam keadaan berhenti membayar.9

Terjadinya berbagai kemungkinan faktual dan yuridis yang akan timbul di dalam kegiatan khusus untuk mendapatkan barang-barang milik debitor di dalam kepailitan perlu dihindari. Kepailitan adalah sita umum atas barang-barang milik debitor untuk kepentingan kreditor secara bersama-sama.

10

Semua barang dieksekusi dan hasilnya dikurangi dengan biaya eksekusi dibagi-bagi di antara keditur dengan mengingat hak-hak istimewa yang diakui oleh undang-undang. Kekayaan yang dimaksudkan di sini adalah semua barang dan hak atas benda yang dapat diuangkan

(ten gelde kunnen worden gemaakt).11

Putusan Pailit membawa akibat hukum terhadap seluruh harta kekayaan debitor. Kekayaan tersebut akan dikuasai oleh kurator. Kuratorlah yang akan

9

MR.J.B.Huizink, Insolventie, alih bahasa Linus Dolujawa (Jakarta: Pusat Studi Hukum dan Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Indonesia. 2004), hal.1.

10 Ibid, hal.2. 11

(5)

mengurus dan membereskan seluruh harta pailit. Akibat dari putusan pailit membawa konsekuensi bahwa gugatan–gugatan hukum yang bersumber pada hak dan kewajiban harta kekayaan debitor pailit harus diajukan oleh atau terhadap kurator. Bila tuntutan diajukan atau diteruskan oleh atau terhadap debitor pailit, maka apabila tuntutan tersebut mengakibatkan penghukuman debitor pailit, maka penghukuman itu tidak mempunyai kekuatan hukum terhadap harta pailit.

Kurator bertugas untuk mengurus dan/atau membereskan harta pailit pasca putusan pernyataan pailit diucapkan.12 Kurator tersebut harus profesional yang memiliki keahlian khusus dalam melakukan pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit dan telah terdaftar pada Departemen Kehakiman sebagai Kurator.13 Persyaratan memiliki keahlian khusus tersebut terkait dengan risiko yang dihadapi kurator dalam melaksanakan tugasnya, dimana kurator bertanggung jawab terhadap kesalahan atau kelalaian dalam melaksanakan tugas yang menyebabkan kerugian terhadap harta pailit. 14

12

Pasal 69 ayat (1) Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

13

Pasal 70 ayat (2) Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Yang dimaksud keahlian khusus adalah mereka yang mengikuti dan lulus pendidikan kurator dan pengurus sedangkan yang dimaksud terdaftar adalah telah memenuhi syarat-syarat pendaftaran sesuai ketentuan yang berlaku dan anggota aktif organisasi profesi kurator dan pengurus.

14

Pasal 72 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

(6)

Kurator diangkat oleh Majelis Hakim Pengadilan Niaga melalui putusan pernyataan pailit15 dan mulai bertugas sejak tanggal putusan pailit diucapkan meskipun terhadap putusan tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali.16

1. Tugas pengurusan harta pailit seperti:

Secara umum tugas atau kewajiban kurator adalah mengurus dan membereskan harta pailit, hal ini ditentukan dalam Pasal 16 ayat (1) Undang-undang Nomor 37 tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Tugas tersebut seperti :

a. Pengamanan harta pailit, khususnya harta pailit yang dengan mudah dapat dialihkan/disembunyikan oleh debitor pailit seperti perhiasan, uang maupun barang bergerak lainnya. Untuk mencegah debitor pailit mengalihkan harta pailit, maka kurator dapat melakukan penyegelan harta pailit. 17

15

Pasal 14 ayat (1) Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

16

Pasal 16 ayat (1) Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

17

Pengecualian harta pailit yang dapat disegel diatur dalam Pasal 22 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang terdiri dari (a) benda, termasuk hewan yang benar-benar dibutuhkan oleh Debitor sehubungan dengan pekerjaannya, perlengkapannya, alat-alat medis yang dipergunakan untuk kesehatan, tempat tidur dan perlengkapannya yang dipergunakan oleh debitor dan keluarganya, dan bahan makanan untuk 30 (tiga puluh) hari bagi debitor dan keluarganya, yang terdapat di tempat itu; (b) segala sesuatu yang diperoleh Debitor dari pekerjaannya sendiri sebagai penggajian dari suatu jabatan atau jasa, sebagai upah, pensiun, uang tunggu atau uang tunjangan, sejauh yang ditentukan oleh Hakim Pengawas; atau (c) uang yang diberikan kepada Debitor untuk memenuhi suatu kewajiban memberi nafkah menurut undang-undang.

(7)

b. Pendataan harta pailit dan melakukan penilaian harta pailit untuk selanjutnya disusun dalam daftar harta pailit yang dapat dilihat oleh umum. 18

c. Pendataan piutang dan penyusunan daftar piutang, termasuk nama dan tempat tinggal kreditor serta jenis piutang.

19

2. Tugas pemberesan harta pailit yaitu dengan mencairkan atau menjual harta pailit untuk pelunasan hutang bagi kreditor. Penjualan harta pailit tersebut dilakukan dengan lelang atau penjualan di bawah tangan atas persetujuan hakim pengawas. Setelah harta pailit dijual, maka kurator membagi harta pailit sesuai dengan daftar piutang dengan memperhatikan nilai harta pailit, besar dan jenis kreditor, biaya kepailitan dan imbalan jasa kurator.

Dalam tahapan ini, kurator harus memeriksa dengan cermat mengenai tagihan para kreditor apakah terdapat unsur penipuan atau konspirasi dengan debitor pailit. Apabila terdapat unsur penipuan atau konspirasi antara debitor pailit dengan kreditor yang mengajukan tagihan, maka kurator dapat mengajukan actio pauliana untuk membatalkan tindakan yang telah dilakukan oleh debitor pailit.

Berkaitan dengan tugas kurator tersebut di atas, terdapat beberapa hal tentang tugas kurator sebagaimana diatur oleh UU No.4 Tahun 1998 Tentang kepailitan dan

18

Jika dianggap perlu, kurator dapat menggunakan jasa penilai (appraisal) untuk menentukan nilai harta pailit. Biaya yang timbul untuk jasa penilai merupakan utang harta pailit.

19

Penggolongan jenis kreditor terkait dengan hak kreditor preferen untuk didahulukan, hak kreditor separatis terhadap barang yang dijaminkan dan hak kreditor konkuren. Sularto. Perlindungan Kreditor Separatis Dalam Kepailitan. Jurnal Mimbar Hukum. Vol. 24 No. 2, Juni 2012, hal. 243-252.

(8)

PKPU belum memberikan petunjuk tekhnis tentang pengurusan dan pemberesan harta pailit terutama terhadap kurator swasta. Permasalahan tersebut antara lain :20

1. Penunjukan kurator dan administrator;

2. UU No.4 Tahun 1998 hanya mengatur tugas dan kewenangan kurator setelah putusan pernyataan pailit. Tidak ada teknis administrasi di dalamnya.

3. UU No.4 Tahun 1998 belum memiliki suatu quidance atau standar bentuk dari isi dari laporan atau daftar yang telah ditentukan dalam peraturan pelaksana UU Kepailitan.

4. Pencacatan akuntansi.

5. Putusan kepailitan mengakibatkan berlakunya general statutory

attachment atas harta kekayaan debitor untuk kepentingan para kreditor

termasuk tentunya kepentingan pajak, karena utang pajak mempunyai preferensi dibandingkan dengan kreditor lainnya.

6. Efektivitas actio pauliana.

7. Penentuan fee kurator dan administrator yang belum jelas.

8. Nilai tukar untuk tagihan kreditor dalam mata uang asing sebab terjadinya fluktuasi dalam pertukaran nilai mata uang asing.

9. Tempat diselenggarakannya rapat kreditor yang tidak efektif dan terbatas. Proses kepailitan tidak harus berakhir dengan pemberesan harta pailit. UU Kepailitan dan PKPU menyatakan bahwa kepailitan dapat berakhir dengan beberapa macam cara, seperti:

1. Tercapainya Perdamaian

Dalam hal antara kreditor dengan debitor pailit telah sepakat melakukan perdamaian21

20

Sunarmi. Prinsip Keseimbangan Dalam Hukum Kepailitan Di Indonesia. (Medan: Softmedia. 2010). hal.391-393.

dengan cara membuat rencana penyelesaian atau pembagian harta pailit, maka kesepakatan rencana perdamaian tersebut perlu disahkan oleh Majelis

21

Sutan Remy Sjahdeini berpendapat bahwa hal yang harus diperhatikan untuk menilai kelayakan rencana perdamaian adalah (a) Debitor Pailit masih memiliki prospek usaha yang baik dan mampu melunasi utang; (b) pelunasan utang kreditor lebih besar daripada tidak dilakukan perdamaian; dan (c) syarat-syarat perdamaian lebih menguntungkan kreditor dan debitor daripada tidak dilakukannya perdamaian. Sutan Remy Sjahdeini. Op.Cit. hal. 380.

(9)

Hakim Pengadilan Niaga dalam sidang homologasi.22 Setelah putusan perdamaian tersebut telah disahkan dan mempunyai kekuatan hukum tetap, maka kepailitan tidak perlu dilanjutkan dan kepailitan berakhir. 23

2. Pencabutan putusan pernyataan pailit oleh Majelis Hakim Pengadilan Niaga Dalam hal harta pailit tidak cukup membayar biaya kepailitan maka Hakim Pengawas dapat mengajukan usulan kepada Majelis Hakim Pengadilan Niaga untuk mencabut putusan pernyataan pailit. Pengadilan Niaga dapat mencabut putusan pernyataan pailit setelah mendengar pendapat dari panitia kreditor dan debitor pailit dalam sidang yang terbuka untuk umum. Kepailitan akan berakhir apabila Majelis Hakim Pengadilan Niaga memutuskan mencabut pernyataan pailit. 24

3. Pasca pemberesan harta pailit

Dalam hal kurator telah melakukan pemberesan harta pailit (termasuk penyusunan daftar piutang dan pembagian) dan melakukan pembayaran seluruh hutang kreditor ataupun setelah pembayaran daftar pembagian penutup, maka kepailitan tersebut demi hukum berakhir. 25

4. Pembatalan putusan pernyataan pailit di tingkat kasasi atau peninjauan kembali.

26

22

Pengadilan Niaga wajib menolak pengesahan perdamaian apabila harta debitor jauh lebih besar daripada jumlah yang disetujui dalam perdamaian, pelaksanaan perdamaian tidak cukup terjamin dan perdamaian tercapai karena penipuan atau itikad tidak baik. Lihat Pasal 159 ayat (2) Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

23

Pasal 166 ayat (1) Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

24

Pasal 18 ayat (1) Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

25

Pasal 202 ayat (1) Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

26

Pembatalan putusan pailit harus diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia dan paling sedikit 2 (dua) surat kabar harian dengan skala beredar nasional dan lokal di tempat domisili debitor merupakan bentuk azas transparansi dalam proses kepailitan yang bertujuan agar semua orang yang berurusan dengan kepailitan dapat mengetahui secara pasti proses kepailitan tersebut. Lilik Mulyadi. Perkara Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Teori dan Praktek. (Bandung: Alumni. 2010), hal. 235.

(10)

Putusan pernyataan pailit oleh Pengadilan Niaga berlaku secara serta merta sehingga sejak saat putusan pailit diucapkan status debitor sudah dalam keadaan pailit. Akan tetapi jika dalam tingkat kasasi atau peninjauan kembali putusan pailit itu dibatalkan, maka status kepailitan debitor berakhir pula. Dalam hal ini, seluruh perbuatan yang telah dilakukan kurator sebelum atau pada saat kurator menerima pemberitahuan tentang putusan pembatalan dari Mahkamah Agung adalah sah. 27

Setelah kepailitan berakhir, maka kurator berhak memperoleh imbalan jasa kurator atas pekerjaan yang telah dilaksanakannya. 28 Imbalan jasa kurator ditetapkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Niaga pasca tercapainya perdamaian, pemberesan harta pailit maupun pencabutan putusan pernyataan pailit oleh Majelis Hakim Pengadilan Niaga.29

27

Pasal 16 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

Hal tersebut berbeda apabila kepailitan berakhir karena pembatalan putusan pernyataan pailit di tingkat kasasi atau peninjauan kembali sesuai Pasal 17 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan

28

Pedoman Imbalan Jasa Kurator diatur oleh Peraturan Menteri Kehakiman Republik Indonesia No. M.09-HT.05.10 Tahun 1998 yang kemudian dicabut oleh Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No. 01 Tahun 2013 tentang Pedoman Imbalan Bagi Kurator dan Pengurus sejak tanggal 11 Januari 2013. Walaupun sudah terdapat pedoman imbalan jasa kurator dengan menggunakan sistem prosentase sebagaimana diatur dalam Pedoman 1998 dan Pedoman 2013, namun dalam praktek ada beberapa putusan yang tidak menggunakan pedoman tersebut. Selain sistem prosentase, usulan imbalan jasa kurator menggunakan perhitungan sistem imbalan jam kerja (hourly fee). Aria Suyudi, Eryanto Nugroho, Herni Sri Nurbayanti. Kepailitan di Negeri Pailit.(Jakarta: Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia. 2004), hal. 111.

29

Pasal 18 ayat (3) Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang berbunyi “Majelis Hakim yang memerintahkan pencabutan pailit menetapkan jumlah biaya kepailitan dan imbalan jasa kurator”.

(11)

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang menyatakan “Majelis hakim yang membatalkan putusan pernyataan pailit juga menetapkan biaya kepailitan dan imbalan jasa kurator”. Pasal 17 ayat (2) UUKPKPU tersebut menunjuk pada Mahkamah Agung yang membatalkan putusan pernyataan pailit.

Penetapan imbalan jasa kurator oleh Majelis Hakim Pengadilan Niaga dalam hal putusan pailit dibatalkan oleh Mahkamah Agung juga terjadi dalam kepailitan Telkomsel. Telkomsel dinyatakan pailit berdasarkan permohonan PT. Prima Jaya Informatika oleh Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat melalui putusan No 48/Pailit/2012/PN.Niaga.JKT.PST tertanggal 14 September 2012. Putusan tersebut juga mengangkat Feri S. Samad, S.H., M.H., Edino Girsang, S.H., dan Mokhamad Sadikin, S.H. sebagai kurator untuk melaksanakan pengurusan dan pemberesan harta pailit. Tugas kurator tersebut berakhir sejak Mahkamah Agung mengeluarkan putusan kasasi No.704K/Pdt.Sus/2012 tertanggal 21 November 2012 yang pada intinya membatalkan putusan pernyataan pailit Telkomsel. Menindaklanjuti putusan tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat mengeluarkan Penetapan No 48/Pailit/2012/PN. Niaga JKT.PST jo No.704K/Pdt.Sus/2012 tertanggal 31 Januari 2013 yang pada intinya menetapkan imbalan jasa kurator berdasarkan perhitungan 0,5% dikalikan total aset yang dimiliki Telkomsel yakni sekitar Rp 58,723 triliun sehingga imbalan jasa kurator sebesar Rp 293.616.135.000,- (dua ratus Sembilan puluh tiga miliyar enam ratus enam belas juta seratus tiga puluh lima ribu rupiah) yang dibebankan kepada Pemohon Pailit dan Debitor masing-masing setengah bagian. Penetapan Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat tersebut juga

(12)

dinilai tidak sesuai dengan Pasal 17 ayat (2) UU Kepailitan dan PKPU yang pada intinya menyatakan bahwa pembebanan imbalan jasa kurator dalam hal pembatalan pailit ditentukan oleh Mahkamah Agung.

Penetapan imbalan jasa kurator tersebut tidak sesuai dengan Pasal 17 ayat (2) UUKPKPU yang menyatakan “Majelis hakim yang membatalkan putusan pernyataan pailit juga menetapkan biaya kepailitan dan imbalan jasa kurator.” Sementara dalam putusan Mahkamah Agung terhadap kasus PT. Telkomsel tidak mengeluarkan penetapan imbalan jasa kurator, padahal seharusnya majelis hakim Mahkamah Agung yang memutus perkara kepailitan yang membatalkan putusan pailit PT. Telkomsel pada Pengadilan Niaga Jakarta Pusat mengeluarkan penetapan imbalan jasa kurator. Keadaan ini telah menimbulkan ketidakpastian bagi stakeholder seperti debitor pailit, kreditor maupun kurator.

Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan penelitian mengenai hak dan kewajiban kurator pasca pembatalan putusan pailit PT Telkomsel oleh Mahkamah Agung.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana hak dan kewajiban kurator menurut UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUKPKPU) ?

2. Bagaimana pengaturan tentang imbalan jasa kurator menurut Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

(13)

(UUKPKPU), Keputusan Menteri Kehakiman dan menurut Peraturan Menteri Hukum dan HAM terkait dengan putusan Kasasi PT. Telkomsel

versus (vs) PT. Prima Jaya Informatika?

3. Bagaimana hak dan kewajiban kurator pasca putusan pembatalan pailit pada tingkat kasasi oleh mahkamah agung terhadap kasus PT. Telkomsel vs PT. Prima Jaya Informatika?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk menganalisis hak dan kewajiban kurator menurut Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUKPKPU). 2. Untuk menganalisis pengaturan imbalan jasa kurator menurut ketentuan

UUKPKPU, Keputusan Menteri Kehakiman dan menurut Peraturan Menteri Hukum dan HAM terkait dengan putusan Kasasi PT. Telkomsel vs PT. Prima Jaya Informatika.

3. Untuk Menganalisis hak dan kewajiban kurator pasca putusan pembatalan pailit pada tingkat kasasi oleh Mahkamah Agung terhadap kasus PT. Telkomsel vs PT. Prima Jaya Informatika

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah :

(14)

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memberikan manfaat untuk mengembangkan pemikiran di bidang hukum Kepailitan. 2. Manfaat secara praktis

Secara praktis tulisan ini dapat menjadi referensi pemikiran kepada aparat penegak hukum dalam hal ini hakim dan advokat, agar dapat menegakkan hukum dan keadilan bagi para pihak dalam sengketa Kepailitan, terlebih mengetahui pola pikir hakim dalam menjatuhkan putusan Kepailitan dalam rangka penegakan hukum di Indonesia.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi yang ada dari penelusuran yang dilakukan di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara dan Perpustakaan sekolah Pasca sarjana, maka penelitian dengan judul “Hak dan Kewajiban Kurator Pasca Putusan pembatalan Pailit pada Tingkat Kasasi Oleh Mahkamah Agung (Studi Kasus Kepailitan PT.Telkomsel VS PT Prima Jaya Informatika)”, belum pernah diteliti sebelumnya. Namun ada beberapa penelitian yang mengangkat masalah terkait dengan kepailitan, namun permasalahan yang terdapat di dalam tesis tersebut tidak sama dengan permasalahan dalam tesis ini sehingga penelitian ini adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Permasalahan kepailitan yang terdapat dalam penelitian yang dimaksud tersebut adalah:

1. Halida Rahardini, tesis pada tahun 2002 dengan judul “Tanggung Jawab Direktur Dalam Hal Terjadi Kepailitan Perseroan Terbatas”, dimana

(15)

permasalahannya adalah mengenai; Kriteria untuk menentukan bahwa direktur telah melanggar prinsif fiduciary duty, Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kepailitan suatu perseroan terbatas, serta Tanggung jawab seorang direktur dalam hal terjadinya kepailitan terhadap perseroan yang dipimpinnya.

2. Atmawarni, tesis pada tahun 2003 dengan judul “Penyelesaian kredit macet melalui lembaga kepailitan (studi terhadap putusan pailit) permasalahannya adalah; Penyelesaian kredit macet di lembaga perbankan, Mekanisme penyelesaian kredit macet melalui lembaga kepailitan, serta Kendala-kendala yang dihadapi oleh bank dalam menggunakan lembaga kepailitan dalam penyelesaian kredit macet.

F. Kerangka Teori dan Kerangka Konsepsi 1. Kerangka Teori

Adanya perbedaan pandangan dari berbagai pihak terhadap suatu objek, akan melahirkan teori-teori yang berbeda, oleh karena itu dalam suatu penelitian termasuk penelitian hukum, pembatasan-pembatasan (kerangka) baik teori maupun konsepsi merupakan hal yang penting agar tidak terjebak dalam polemik yang tidak terarah. ”Pentingnya kerangka konsepsional dan landasan atau kerangka teoritis dalam penelitian hukum, seperti yang dikemukakan juga oleh Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, bahkan menurut mereka kedua kerangka tersebut merupakan

(16)

unsur yang sangat penting.30 “Kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi, aktifitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori”.31

Apabila ditinjau secara teoritis, lahirnya Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 adalah sebagai konsekwensi dari keadaan krisis ekonomi dan moneter di Indonesia yang pada akhirnya juga menimbulkan krisis sosial dan politik akibat terjadinya euphoria reformasi segala bidang. Maka untuk mengantisipasi adanya kecenderungan dunia usaha yang bangkrut, Pemerintah pun menerbitkan Undang-Undang ini menjadi suatu kaedah hukum positif dalam sistem perundang-undangan di Indonesia.

”Teori merupakan serangkaian asumsi, konsep, defenisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep”.32

30

Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji. Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat. (Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2003), hal.7.

Teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian ini adalah Teori Kepastian Hukum. Dalam Konteks aplikatif, kaedah hukum positif tidak dapat dipisahkan dengan penegakan hukum, karena kaedah hukum akan tampak ketika penegakan hukum tersebut terjadi. Fungsi penegakan hukum adalah untuk mengaktualisasikan aturan-aturan hukum agar sesuai dengan yang dicita-citakan oleh hukum itu sendiri, yakni mewujudkan sikap atau tingkah

31

Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. (Jakarta: UI Press.1986), hal. 6.

32

(17)

laku manusia sesuai dengan bingkai (frame-work) yang ditetapkan oleh suatu Undang-Undang atau hukum.33

Bila hal itu dikaitkan dengan pembangunan hukum, maka pendekatannya tidak sekadar pembaharuan aturan-aturan hukum. Pembangunan hukum bertujuan membentuk atau mewujudkan sistem hukum Indonesia yang bersifat nasional (Legal

system). Dalam pembangunan, pembaharuan atau pembinaan sistem hukum Indonesia

yang bersifat nasional harus diikuti oleh pembangunan, pembaharuan atau pembinaan substansi dari sistem hukumnya. Substansi dari sistem hukum itulah yang akan menentukan sejauh mana sistem hukum Indonesia yang bersifat nasional mencerminkan Indonesia baru dan mampu melayani kebutuhan Indonesia baru. Dengan demikian dalam pembangunan sistem hukum nasional harus mencakup pembangunan bentuk dan isi dari peraturan perundang-undangan.

34

33

Calire Seltz et.,al:1977, seperti dikutip oleh Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. (Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press).1986), hal. 9.

Bagaimana pembangunan, pembaharuan atau pembinaan bentuk dan isi dari peraturan perundang-undangan inilah yang menjadi substansi dari kebijakan legislatif. Kebijakan Legislatif atau kebijakan perundang-undangan adalah kebijakan politik dalam menyusun dan mewujudkan ide-ide para pembuat undang-undang (Legislator) dalam bentuk norma-norma baku yang terumus secara eksplisit dalam bentuk

34

Bagir Manan. Sistem Peradilan Berwibawa (Suatu Pencarian), (Yogyakarta: FH UII Press. 2005), hal.157-158. Lihat juga pendapat Von Savigny yang dikutip Theo Huijbers, Filsafat Hukum dalam Lintasan sejarah, (Yogyakarta: Kanisius.1990), hal.114., yang menyatakan, hukum adalah pernyataan jiwa bangsa-Volgheist-karena pada dasarnya hukum tidak dibuat oleh manusia tetapi tumbuh dalam masyarakat, yang lahir, berkembang, dan lenyap dalam sejarah. Dalam pembentukan hukum perlu pula diperhatikan cita-cita bangsa dan nilai – nilai yang terdapat dalam bangsa tersebut.

(18)

peraturan perundang-undangan nasional, dengan berkekuatan sebagai apa yang dikatakan oleh Austin , “The Command of the Sovereign”.35

Teori Kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian yaitu pertama adanya

aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan. Terkait dengan hal ini, maka dalam hukum kepailitan khususnya menyangkut hak dan kewajiban kurator, perbuatan yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan oleh kurator ditentukan berdasarkan kewajiban yang ditetapkan melalui aturan hukum dalam hukum kepailitan dalam hal ini tertuang dalam UUKPKPU dan aturan pelaksanaannya yang dijelaskan dalam bab 2. Kedua, berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan hukum yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh negara terhadap individu. Berdasarkan pengaturan hukum yang bersifat umum tersebut, negara dalam hal ini melalui undang-undang tentang kepailitan memberikan kepastian hukum akan keamanan individu/kurator terhadap jasa dari kurator dalam pelaksanaan tugasnya terhadap pengurusan dan pemberesan harta pailit. Atas jasa kurator tersebut, maka kurator mendapatkan imbalan jasa yang ditetapkan melalui putusan hakim, sehingga melalui putusan hakim tersebut akan berdampak pada putusan hakim berikutnya dalam kasus yang serupa menjadi konsisten, sebab kepastian hukum bukan hanya berupa pasal-pasal dalam undang-undang melainkan juga adanya konsistensi

35

Oko Setyono dalam Muladi (Edt). Hak Asasi Manusia, Hakekat, Konsep & Implikasinya Dalam Perspektif Hukum dan Masyarakat. (Bandung: PT. Refika Aditama. 2005), hal.123.

(19)

dalam putusan hakim antara putusan hakim yang satu dengan putusan hakim lainnya untuk kasus yang serupa yang telah diputuskan.36

Menurut Gustav Radbruch bahwa kepastian hukum merupakan bagian dari tujuan hukum .37 Tujuan hukum menurut Utrecht adalah untuk menjamin suatu kepastian di tengah-tengah masyarakat dan hanya keputusan dapat membuat kepastian hukum sepenuhnya, maka hukum bersifat sebagai alat untuk mencapai kepastian hukum.38 Kepastian hukum dimaknai dalam suatu aturan yang bersifat tetap, yang bisa dijadikan sebagai pedoman dalam menyelesaikan masalah-masalah.39

Kepastian hukum dalam hal menjamin adanya imbalan jasa bagi kurator yang ditentukan di dalam UUKPKPU maupun peraturan yang khusus mengatur imbalan jasa bagi kurator perlu diimplementasikan dalam suatu keputusan baik di tingkat Pengadilan Niaga maupun tingkat kasasi di Mahkamah Agung. Imbalan jasa sebagai hak kurator yang ditentukan dalam Pasal 17 ayat 2, ayat (4), Pasal 18 ayat (3-7) serta Pasal 75 dan Pasal 76 Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUKPKPU) dan Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor : m.09-ht.05.10 Tahun 1998 Tentang pedoman Besarnya imbalan jasa bagi kurator dan pengurus (disingkat Kepmen) bahwa ketentuan Pasal 69

36

Peter Mahmud Marzuki. Pengantar Ilmu Hukum. (Jakarta: Kencana Pranada Media Group. 2008), hal. 158.

37

Muhamad Erwin. Filsafat Hukum: Refleksi Kritis Terhadap Hukum. (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2011), hal. 123.

38

Utrecht & Moh. Saleh Jindang. Pengantar Dalam Hukum Indonesia. (Jakarta: Ichtiar Baru.1983), hal. 14.

39 Theo Huijbers. Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah. (Yogyakarta: Kanisius. 1992), hal.

(20)

dan Pasal 247 ayat (1) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang tentang Kepailitan yang telah ditetapkan menjadi Undang-undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang tentang Kepailitan menjadi undang-undang menentukan bahwa besarnya imbalan jasa yang harus dibayarkan kepada kurator dan pengurus sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia, yang kemudian dicabut dan diganti dengan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Pedoman Imbalan Bagi Kurator dan Pengurus perlu ditegakkan di persidangan melalui penetapan hakim mengenai imbalan jasa kurator. Melalui penetapan hakim tersebut perlindungan hukum akan hak kurator juga dapat dijamin dan direalisasikan.

Melalui peraturan-peraturan yang mengatur imbalan jasa kurator diharapkan kepastian hukum akan tercipta akan tetapi dalam kenyataannya pola penetapan imbalan kurator yang dilakukan hakim pasca putusan pembatalan pailit PT. Telkomsel pada tingkat kasasi sudah bertentangan dengan hukum positif yang berlaku di Indonesia.

2. Kerangka Konsepsi

Adapun kerangka konsepsi yang menjadi defenisi operasional dalam penelitian ini adalah :

(21)

a. Hak adalah kuasa dan berhak, kepunyaan.40

b. Kewajiban adalah Tanggung Jawab, Keharusan.

Dalam hal ini kurator setelah melakukan kewajibannya sesuai dengan yang digariskan oleh Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUKPKPU) maka kurator wajib memperoleh hak sebagai imbalan jasa atas kewajiban yang telah dilakukannya.

41

c. Imbalan adalah upah yang harus dibayarkan kepada kurator atau pengurus setelah kepailitan berakhir.

Kewajiban yang dimaksud disini adalah tanggung jawab yang harus dilaksanakan dan diemban oleh kurator setelah hakim pengawas resmi menunjuk sang kurator dalam melaksanakan sebagian proses kepailitan sebagaimana yang diatur oleh Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUKPKPU).

42

d. Kurator adalah balai harta peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh pengadilan untuk orang perseorangan yang diangkat oleh pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta debitor pailit di bawah pengawasan hakim pengawas sesuai dengan undang-undang.

43

40

Dody Darmis Daaly. 8000 Kata Populer Kamus Bahasa Indonesia. (Semarang: Aneka Ilmu. 1985), hal.41.

41

Ibid., hal. 274.

42

Pasal 1 huruf a Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 1 Tahun 2013 tentang Pedoman Imbalan Bagi Kurator dan Pengurus.

43

Pasal 1 angka 5 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

(22)

e. Mahkamah Agung adalah pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.44

f. Kepailitan adalah Sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator dibawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam undang-undang.45

g. Pembatalan adalah proses, cara, perbuatan membatalkan. 46

G. Metode Penelitian

1. Jenis dan Sifat penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian Hukum normatif adalah metode penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan,47

Penelitian hukum normatif (Legal Research) terdiri dari inventarisasi hukum positif, penemuan asas-asas dan dasar falsafah hukum positif, serta penemuan hukum yang berkaitan dengan hak dan kewajiban kurator pasca putusan pembatalan pailit tingkat kasasi oleh Mahkamah Agung antara PT. Telkomsel dengan PT. Prima Jaya Informatika.

44

Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.

45

Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

46

Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Jakarta: Pusat Bahasa. 2008.

47

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif. (Jakarta: Raja GrafindoPersada. 2004), hal.14.

(23)

in concreto. Penelitian hukum normatif yang dipakai dalam penelitian adalah

penemuan hukum in concreto. Norma-norma hukum in abstracto dalam penelitian ini diperlukan mutlak untuk berfungsi sebagai premisa mayor, sedangkan fakta-fakta yang relevan dalam perkara (Legal facts) dipakai sebagai premisa minor. Melalui proses silogisme akan diperolehlah sebuah konklusi, yaitu hukum in concreto, yang dimaksud.48 Adapun sifat penulisan ini adalah deskriptif analitis,yaitu untuk mendapatkan deskripsi mengenai jawaban atas masalah yang diteliti.

2. Sumber Bahan Hukum

a. Bahan hukum primer, yakni bahan hukum yang bersifat autoratif artinya mempunyai otoritas.49

1) Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

Bahan hukum primer terdiri dari aturan hukum yang terdapat pada berbagai perangkat hukum atau peraturan perundang-undangan maupun putusan-putusan pengadilan. Bahan hukum primer yang digunakan adalah peraturan perundang-undangan yang memiliki relevansi dengan penelitian ini yakni:

2) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Pedoman Imbalan Bagi Kurator dan Pengurus

48

Bambang Sunggono. Metodologi Penelitian Hukum. (Jakarta: Raja GrafindoPersada. 2006), hal. 91-92.

49

(24)

b. Bahan hukum sekunder, yaitu berupa buku, majalah dan jurnal-jurnal ilmiah yang ada relevansinya dengan hak dan kewajiban kurator pasca putusan pembatalan pailit pada tingkat kasasi oleh Mahkamah Agung (Studi Kasus Kepailitan PT. Telkomsel vs PT. Prima Jaya Informatika) dan dapat memberi petunjuk dan inspirasi dalam rangka melakukan penelitian.50

c. Bahan hukum tertier, yakni memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder,51 seperti kamus umum, kamus hukum, dan bahan-bahan di luar bidang hukum yang relevan dan dapat dipergunakan untuk melengkapi hasil penelitian ini.

3. Tehnik Pengumpulan Bahan Hukum

Untuk mengumpulkan bahan hukum yang diperlukan, dipergunakan tehnik

penelitian kepustakaan (Library research) yaitu suatu penelitian terhadap bahan pustaka dengan mengumpulkan bahan hukum primer melalui peraturan perundang-undangan, bahan hukum sekunder melalui dokumen-dokumen, buku-buku serta karya ilmiah lainnya dan mengumpulkan bahan hukum tersier yang dapat memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer seperti kamus hukum, majalah atau jurnal serta kamus besar Bahasa Indonesia yang memiliki relevansi dengan pembahasan dalam penelitian ini.

50

Ibid, hal.155.

51

(25)

4. Analisis Hasil Penelitian

Hasil penelitian yang telah diperoleh dianalisa secara kualitatif dengan cara melakukan inventarisasi dan analisis terhadap peraturan perundang-undangan yang digunakan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini. Analisis terhadap peraturan perundang-undangan tersebut diharapkan dapat menemukan asas atau kaidah serta konsep dari peraturan tersebut sehingga diperoleh hubungan antar asas, kaidah dan/atau konsep dengan menggunakan kerangka teori yang selanjutnya dapat dirumuskan kesimpulan dari permasalahan dalam penelitian ini.

Referensi

Dokumen terkait

Lahan pasang surut tipe luapan C merupakan lahan suboptimal dan sangat berpotensi dalam pengembangan tanaman kedelai, namun lahan pasang surut mempunyai kendala

Dengan mengucapkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

Berdasarkan hasil análisis data diperoleh kesimpulan bahwa minat belajar siswa mempunyai pengaruh yang positif terhadap hasil belajar matematika siswa SMA Negeri 1 Uluiwoi

Alasan penulis memilih film animasi (kartun) sebagai objek penelitian ini karena penulis tertarik untuk mengetahui jenis dan fungsi kesopanan apa saja yang terdapat dan

Metode yang digunakan dalam penyusunan Tafsir al-Qur’an Tematik Kementerian Agama RI ini adalah metode tematik, atau dikenal juga dengan istilah maudhu’i..

Kemampuan Imperta cylindrica dan Leersia hexandra dalam menempati sebagian besar lokasi penelitian menunjukkan bahwa kedua jenis ini merupakan jenis dominan yang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran ICM dengan pendekatan problem posing berbantuan software MATLAB memiliki

Tujuan dari penelitian ini adalah mengadopsi model pengukuran kinerja rantai pasok di konstruksi yang berkelanjutan dari SCOR 12.0.. Metode penelitian dengan mengadopsi