• Tidak ada hasil yang ditemukan

AKTUALISASI PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA DALAM KEHIDUPAN BERMASYARAKAT. Abstrak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "AKTUALISASI PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA DALAM KEHIDUPAN BERMASYARAKAT. Abstrak"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1

AKTUALISASI PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA DALAM KEHIDUPAN BERMASYARAKAT

Abstrak

Sebuah kebijakan atau keputusan barulah nampak apabila diterapkan. Untuk menerapkan kebijakan atau aturan tersebut, kelompok yang akan menerapkannya haruslah mengetahui terlebih dahulu latar belakang dan maksud serta tujuan dari sebuah kebijakan atau keputusan tadi dibuat. Sama halnya dengan Pancasila, sebagai sebuah ideologi adalah omong kosong apabila hal tersebut tidak diterapkan oleh masyarakat Indonesia yang juga harus mengetahui latar belakang, maksud, dan tujuan di balik Pancasila. Dalam karya tulis ini, penulis ingin membahas tentang aktualisasi atau penerapan Pancasila di masyarakat Indonesia.

1. Latar Belakang Masalah

Setiap negara memiliki ideologi atau landasan negara. Ideologi negara berfungsi sebagai fondasi berdirinya negara tersebut. Seberapa kuat ideologi itu tertanam pada masyarakat pada suatu negara, sekuat itulah negara itu. Ideologi negara Indonesia adalah Pancasila. Pancasila yang merupakan landasan negara Indonesia merupakan kesepakatan politik dari para pendiri Indonesia ketika negara ini didirikan. Pada saat didirikannya Indonesia, para pendiri Indonesia beserta masyarakat Indonesia bersepakan untuk mendasarkan diri pada Pancasila dan menerapkan UUD 1945 untuk mengatur dan menjalankan kehidupan bernegara.

Namun dalam perjalanan panjang kehidupan berbangsa dan bernegara, Pancasila sering mengalami berbagai deviasi dalam aktualisasi nilai-nilainya. Deviasi pengamalan Pancasila tersebut bisa berupa penambahan, pengurangan, dan penyimpangan dari makna yang seharusnya. Walaupun seiring dengan itu sering pula terjadi upaya pelurusan kembali.

Pancasila sering digolongkan ke dalam ideologi tengah di antara dua ideologi besar dunia yang paling berpengaruh, sehingga sering disifatkan bukan ini dan bukan itu. Pancasila bukan berpaham komunisme dan bukan berpaham kapitalisme. Pancasila tidak berpaham individualisme dan tidak berpaham kolektivisme. Bahkan bukan berpaham teokrasi dan bukan perpaham sekuler. Posisi Pancasila inilah yang merepotkan aktualisasi nilai-nilainya ke dalam kehidupan praksis berbangsa dan bernegara.

Idelogi negara barulah dapat dilihat ketika diterapkan ke dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan diterapkannya ideologi negara oleh masyarakat di negara tersebut

(2)

2

dapat juga diartikan bahwa ideologi negara memiliki pengaruh terhadap masyaraktnya, terhadap proses berjalannya negara itu sendiri. Tulisan ini akan membahas bagaimana masyarakat Indonesia menerapkan ideologi negaranya dalam kehidupan bermasyarakat. 2. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan sebuah masalah yang akan dibahas pada karya tulis ini yaitu; bagaimanakan penerapan Pancasila pada masyarakat Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat mereka.

3. Pendekatan a. Historis

Seperti yang kita ketahui, para pendiri Indonesia beserta masyarakat Indonesia bersepakat untuk mendasarkan diri pada Pancasila dan menerapkan UUD 1945 untuk mengatur dan menjalankan kehidupan bernegara. Namun, sejak November 1945 sampai sebelum Dekrit Presiden 5 Juli 1959 pemerintah Indonesia mengubah haluan politiknya dengan mempraktekkan sistem demokrasi liberal. Pemerintah Indonesia menjadi pro Liberalisme. Deviasi ini dikoreksi dengan keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Dengan keluarnya Dekrit Presiden ini haluan politik negara dirubah. Kebijakan ini sangat menguntungkan dan dimanfaatkan oleh kekuatan politik di Indonesia yang berhaluan kiri (baca: PKI). Hal ini tampak pada kebijaksanaan pemerintah yang anti terhadap Barat (kapitalisme) dan pro ke Kiri dengan dibuatnya poros Jakarta - Peking dan Jakarta- Pyong Yang. Puncaknya adalah peristiwa pemberontakan Gerakan 30 September 1965. Peristiwa ini menjadi pemicu tumbangnya pemerintahan Orde Lama (Ir. Soekarno) dan berkuasanya pemerintahan Orde Baru (Jenderal Suharto). Pemerintah Orde Baru berusaha mengoreksi segala penyimpangan yang dilakukan oleh rezim sebelumnya dalam pengamalan Pancasila dan UUD 1945. Pemerintah Orde Baru merubah haluan politik yang tadinya mengarah ke posisi Kiri dan anti Barat menariknya ke posisi Kanan. Namun rezim Orde Baru pun akhirnya dianggap penyimpang dari garis politik Pancasila dan UUD 1945, Ia dianggap cenderung ke praktek Liberalisme-kapitalistik dalam menggelola negara. Pada tahun 1998 muncullah gerakan reformasi yang dahsyat dan berhasil mengakhiri 32 tahun kekuasaan Orde Baru. Setelah tumbangnya regim Orde Baru telah muncul 4 regim Pemerintahan Reformasi sampai saat ini. Pemerintahan-pemerintahan regim Reformasi ini semestinya mampu memberikan koreksi terhadap penyimpangan

(3)

3

dalam mengamalkan Pancasila dan UUD 1945 dalam praktek bermasyarakat dan bernegara yang dilakukan oleh Orde Baru.

b. Sosiologis

Dimensi sosial ekonomi memandang perlunya diaktualisasikan oleh dan bagi bangsa Indonesia karena Pancasila sebagai falsafah negara yang mewujudkan sistem ekonomi Pancasila serta sebagai sumber sistem ekonomi kerakyatan. Pandangan ini diperkuat oleh realita tentang keadaan negara yang labil yang telah berdampak pada efektifnya pengaruh globalisasi terhadap penguatan campur tangan asing (badan-badan internasional) terhadap perekonomian nasional.

Untuk melihat transformasi Pancasila menjadi norma hidup sehari-hari dalam bernegara orang harus menganalisis pasal-pasal penuangan sila ke-4 yang berkaitan dengan negara, yang meliputi; wilayah, warganegara, dan pemerintahan yang berdaulat. Selanjutnya, untuk memahami transformasi Pancasila dalam kehidupan berbangsa, orang harus menganalisis pasal-pasal penuangan sila ke-3 yang berkaitan dengan bangsa Indonesia, yang meliputi; faktor-faktor integratif dan upaya untuk menciptakan persatuan Indonesia. Sedangkan untuk memahami transformasi Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, orang harus menganalisis pasal-pasal penuangan sila ke-1, ke-2, dan ke-5 yang berkaitan dengan hidup keagamaan, kemanusiaan dan sosial ekonomis (Suwarno, 1993: 126).

c. Yuridis

Secara yuridis atau ketatanegaraan, Pancasila adalah dasar negara Indonesia yang dirumuskan dalam (Pembukaan) UUD 1945. Kelahirannya ditempa dalam proses perjuangan kebangsaan Indonesia sehingga perlu dipertahankan dan diaktualisasikan walaupun konstitusinya berubah. Di samping itu, Pancasila perlu melindungi proses reformasi untuk diarahkan pada pembaharuan dan pembangunan ulang. Indonesia berpegangan pada perundang-undangan dan berlandaskan pada Pancasila pada dasar negara. Melalui UUD 1945 sebagai payung hukum, Pancasila perlu diaktualisasikan agar dalam praktek berdemokrasinya tidak kehilangan arah dan dapat meredam konflik yang tidak produktif .

(4)

4

Kondisi masyarakat Indonesia saat ini dalam memahami, menghayati dan mengamalkan Ideologi Pancasila sangat mempengaruhi terhadap persatuan dan kesatuan bangsa, bahkan integritas Indonesia di masa yang akan datang, karena penyelenggaraan suatu bangsa sangat bergantung pada kualitas sumber daya manusia yang ada di dalamnya. Bagi masyarakat dan negara Republik Indonesia, Pancasila adalah kenyataan yang tidak dapat diganggu gugat. Maksudnya adalah bahwa Pancasila sebagai ideologi negara yang makin hari makin perlu dipahami, dihayati dan diamalkan. Namun, kedudukan formal Pancasila yang sangat kuat tidak selalu sejajar dengan pengamalan Pancasila dalam kehidupan sosial sehari-hari. Pada kenyataannya nilai-nilai Pancasila yang terkandung di dalamnya sering diabaikan bahkan belum ditaati sebagaimana mestinya. Hal ini disebabkan adanya berbagai faktor. Salah satu diantaranya adalah kurangnya pengertian dan pemahaman mengenai Pancasila itu sendiri serta latar belakang proses pertumbuhan Pancasila sebagai falsafah negara.

Oleh karena itu, diperlukan penanaman wawasan kebangsaan di setiap warga negara Indonesia kepada seleuruh masyarakat Indonesia. Hal ini perlu disadari, bahwa dalam pengamalan serta penghayatan terhadap nilai-nilai Pancasila di dalamnya terdapat rasa kebangsaan, paham kebangsaan dan semangat kebangsaan (nasionalisme) yang kenyataannya pada akhir-akhir ini cenderung menurun, sehingga dapat membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa.

Cara pandang yang berwawasan nusantara pada masa-masa ini bisa dikatakan sudah luntur dan hampir berada pada titik terendah pada diri sikap anak bangsa ini. Kita bisa dengan mudah menyaksikan berbagai komponen bangsa terlibat dalam konflik dan terpecah-belah. Banyak di antara mereka yang terjebak dalam sekat-sekat primordialisme dan terpecah dalam golongan suku, ras, agama, daerah dan kepentingan yang sempit Mencermati perilaku seperti itu, dapat dipastikan bahwa ikatan nilai-nilai kebangsaan yang merupakan pengejawantahan dari rasa cinta tanah air, bela negara dan semangat patriotisme bangsa mulai luntur dan longgar, bahkan hampir sirna. Bahkan akhir-akhir ini telah berkembang pula sebuah kesadaran etnis yang sempit berupa tuntutan pemisahan wilayah dari beberapa daerah, seperti tuntutan referendum seiring dengan pemberlakuan otonomi daerah yang tidak dipahami secara mendalam.

(5)

5

Berdasarkan kondisi ini, maka dapat dikatakan bahwa adanya penghayatan nilai rasa kebangsaan, paham kebangsaan dan semangat kebangsaan menurun, antara lain pada:

a. Rasa Kebangsaan. Rasa kebangsaan tercermin pada perasaan rakyat, masyarakat dan bangsa terhadap kondisi bangsa Indonesia yang dalam perjalanan hidupnya menuju cita-cita bangsa yaitu masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Hal ini masih dirasakan jauh untuk menggapainya, karena lunturnya rasa kebangsaan yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari dengan berbagai peristiwa, baik perasaan mudah tersinggung yang mengakibatkan emosional tinggi yang berujung pada pembunuhan, bahkan pada peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan 17 Agustus yang setiap tahun dirayakan kurang menggema, karena kurangnya penghayatan dan pengamalan terhadap Pancasila. Di samping itu, adanya tuntutan sekelompok masyarakat dengan isu putra daerah terutama dalam Pilkada masih terjadi amuk massa dengan kepentingan sektoral, sehingga akan mengakibatkan pelaksanaan pembangunan nasional terhambat.

b. Paham Kebangsaan. Paham Kebangsaan merupakan pengertian yang mendalam tentang apa dan bagaimana bangsa itu mewujudkan masa depannya. Dalam mewujudkan paham tersebut belum diimbangi adanya legitimasi terhadap sistem pendidikan secara nasional, bahkan masih terbatas muatan lokal, sehingga muatan nasional masih diabaikan. Tidak adanya materi pelajaran Moral Pancasila atau Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) atau sertifikasi terhadap Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) di setiap strata pendidikan, baik formal, nonformal, maupun di masyarakat luas.

c. Semangat Kebangsaan. Belum terpadunya semangat kebangsaan atau nasionalisme yang merupakan perpaduan atau sinergi dari rasa kebangsaan dan paham kebangsaan. Hal ini tercermin pada sekelompok masyarakat mulai luntur dalam memahami adanya pluralisme, karena pada kenyataannya bangsa Indonesia terdiri atas bermacam suku, golongan dan keturunan yang memiliki ciri lahiriah, kepribadian, kebudayaan yang berbeda, serta tidak menghapus kebhinekaan, melainkan melestarikan dan mengembangkan kebhinekaan sebagai dasarnya.

(6)

6

Penghayatan dan pengamalan Pancasila dalam wawasan kebangsaan yang terasakan saat ini, belum mampu menjaga jati diri, karakter, moral dan kemampuan dalam menghadapi berbagai masalah nasional. Padahal dengan pengalaman krisis multidimensional yang berkepanjangan, agenda pemahaman, penghayatan dan pengamalan Pancasila dalam bentuk wawasan kebangsaan bagi bangsa Indonesia harus diarahkan untuk membentuk serta memperkuat basis budaya agar mampu menjadi tumpuan bagi usaha pembangunan di segala aspek kehidupan maupun di segala bidang. 5. Kesimpulan dan Saran

Dinamika dalam mengaktualisasikan nilai Pancasila ke dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan benegara adalah suatu keniscayaan, agar Pancasila tetap selalu relevan dalam fungsinya memberikan pedoman bagi pengambilan kebijaksanaan dan pemecahan masalah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Agar loyalitas warga masyarakat dan warganegara terhadap Pancasila tetap tinggi. Di lain pihak, apatisme dan resistensi terhadap Pancasila bisa diminimalisir.

Substansi dari adanya dinamika dalam aktualisasi nilai Pancasila dalam kehidupan praksis adalah selalu terjadinya perubahan dan pembaharuan dalam mentransformasikan nilai Pancasila ke dalam norma dan praktek hidup dengan menjaga konsistensi, relevansi, dan kontekstualisasinya. Sedangkan perubahan dan pembaharuan yang berkesinambungan terjadi apabila ada dinamika internal (self-renewal) dan penyerapan terhadap nilai-nilai asing yang relevan untuk pengembangan dan penggayaan ideologi Pancasila.Muara dari semua upaya perubahan dan pembaharuan dalam mengaktualisasikan nilai Pancasila adalah terjaganya akseptabilitas dan kredibilitas Pancasila oleh warganegara dan wargamasyarakat Indonesia.

(7)

7 6. Referensi

(8)

8

TUGAS AKHIR PANCASILA

STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

NAMA

: Dimas Bayu Prakoso

NIM

: 11.01.2827

KELOMPOK

: B

JURUSAN

: D3 Teknik Informatika

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah Untuk menganalisis kepemimpinan transformasional dan kepuasan kerja sebagai prediktor terhadap kinerja pegawai

Dan penelitian ini berhasil membuktikan adanya hubungan tingkat pengetahuan dengan motivasi melakukan latihan jasmani pada klien Diabetes Mellitus di Desa

Penyakit demam berdarah deng- ue adalah penyakit menular yang di- sebabkan oleh virus dengue golong-an Anthropoda Born Virus dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, yang di-

Dalam beberapa kasus kepailitan tentang “tema yang sama” yaitu kepailitan terkait tanggung jawab Organ Perseroan, hakim. mendasarkan pertimbangannya pada doktrin-doktrin

[r]

Lingkup pekerjaan : Pengadaan dan pemasangan Jaringan Instalasi Listrik pada RSUD Undata Palu dengan spesifikasi teknis dan jumlah yang ditentukan;. Nilai total HPS

814.980.000 (delapan ratus empat belas juta Sembilan ratus delapan. puluh

(4) Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, tim transisi, atau pejabat dan pegawai di Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia yang terkait dengan fungsi, tugas,