PROBABILITAS PENYIMPANGAN AWAL MUSIM DAN SIFAT CURAH HUJAN
TERKAIT ANOMALI SUHU MUKA LAUT PASIFIK DAN HINDIA DI BALI
Ardin
1, Nuryadi
2Sekolah Tinggi MeteorologiKlimatologi dan Geofisika
Email : ardin.bmkg@gmail.com
Abstrak
Datangnya awal musim hujan dan awal musim kemarau di Bali tidaklah selalu sama
setiap tahun akibat adanya variabilitas curah hujan. Anomali suhu muka laut di samudera Pasifik
dan di samudera Hindia yang sering dikaitkan sebagai faktor yang menyebabkan variasi curah
hujan di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak dari anomali suhu muka
laut di samudera Pasifik dan Hindia terhadap variasi awal musim dan sifat curah hujan di ZOM
Bali. Penelitian dilakukan dengan tahapan melakukan analisis anomali suhu muka laut di Pasifik
dan Hindia untuk mengidentifikasi tahun El Nino/La Nina serta Dipole Mode (+) dan Dipole
Mode (-).Selanjutnya menghitung awal musim setiap tahun serta normal musimnya dari curah
hujan dasarian. Metode Conditional Probability digunakan untuk menganalisis peluang maju dan
mundurnya awal musim terkait anomali suhu muka laut di kedua wilayah tersebut. Hasil
penelitian menunjukan ketika El Nino dan DM (+) berlangsung, secara signifikan menyebabkan
datangnya awal musim hujan di seluruh ZOM Bali menjadi lebih lambat dengan peluang
rata-rata 97,8%. Untuk sifat curah hujannya baik periode musim kemarau maupun musim hujan
dominan bawah normal. Ketika La Nina dan DM (-) berlangsung menyebabkan awal musim
kemarau lebih lambat dengan peluang rata-rata 67,8%. Fenomena ini juga menyebabkan sifat
curah hujan pada periode musim kemarau menjadi di atas normal.
Kata Kunci : Variabilitas, Musim, Zona Musim
Abstract
The onset of wet season and dry season in Bali are not always similar in avery year
caused by rainfall variability. Sea surface temperature anomaly in Pasific and Indian ocean
often related as a factor affects the vary of rainfall in Indonesia.The goal of this research is
understanding the effect of sea surface temperature anomaly of Pasific and Indian ocean toward
the avry of season onset and rainfall characteristic in Bali ZOM. The research was conducted by
doing analysis of sea surface temperature anomaly of Pasific and Indian ocean to identify the
year of El Nino/La Nina and Dipole Mode (+) / Dipole Mode (-). Then, calculate the onset of
each year and also normal of the season of ten days (dasarian) rainfall. The method of
Conditional Probability is used for analyzing the forward and backward probablity of season
related to the sea surface temperature anomaly in both regions. The results show when El Nino
and DM (+) occur, significantly causes the onset of wet season comes later by the probablity
average of 97,8%. The rainfall characteristic of dry and wet season dominantly under normal.
When La ina and DM (-) occur, causes the onset of dry season come later by the probablity
average of 67,8%. This phenomena also causes the rainfall characteristic of dry season become
above the normal.
1.
PENDAHULUAN
Wilayah Bali merupakan wilayah dengan tipe hujan monsunal dimana terdapat batas yang jelas antara periode musim hujan dan musim kemarau yang disebut sebagai daerah Zona Musim (ZOM) oleh BMKG. Akan tetapi, datangnya awal musim hujan dan musim kemarau di Bali tidaklah selalu sama setiap tahun akibat adanya variabilitas curah hujan. Adanya variabilitas curah hujan ini di wilayah Indonesia ini diakibatkan oleh berbagai faktor baik lokal, regional, maupun global. Menurut Swarinoto dan Erwin terdapat tiga wilayah lautan yang mempengaruhi cuaca di Indonesia yaitu disebabkan oleh anomali suhu muka laut Indonesia, suhu muka laut Nino 3.4, dan suhu muka laut Samudera Hindia (Pribadi, 2012).
Terkait anomali positif suhu muka laut Pasifik terhadap, penyimpangan musim di jawa tengah, Sudaryatno dkk. (2003) menguraikan bahwa fenomena El Niño mengakibatkan awal musim hujan mundur dan awal musim kemarau maju. Ketika terjadi anomali negatif yakni fenomena La Niña mengakibatkan awal musim hujan terjadi lebih cepat dan awal musim kemarau mundur. Terkait anomali suhu muka laut di samudera Hindia, telah diteliti sebelumnya oleh Mulyana (2002) yang menyimpulkan bahwa pada saat terjadi Dipole Mode positif, terjadi penurunan curah hujan di sebagian wilayah Indonesia yakni di Sumatera selatan, Jawa, dan Nusa tenggara.
Lebih jauh Bayong (2008) menguraikan dalam penelitiannya bahwa kombinasi fenomena La Niña disertai Dipole Mode negatif akan meningkatkan curah hujan musiman. Kombinasi fenomena El Nino dan Dipole Mode positif dan dan menyebabkan awal musim hujan di wilayah Banten lebih lambat Pribadi (2012). Fenomena El Niño disertai Dipole Mode positif secara umum akan mempengaruhi wilayah tipe hujan monsunal baik di musim kemarau maupun musim hujan (Kasihairani, dkk 2014).
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis berapa besar peluang penyimpangan awal musim dan sifat curah hujan di ZOM Bali terkait kombinasi anomali suhu
muka laut di samudera Pasifik dan anomali di samudera Hindia. Kombinasi Anomali suhu muka laut di Pasifik dan Hindia yakni ketika fenomena El Nino berlangung bersamaan dengan Dipole Mode Positif dan fenomena La Nina bersamaan dengan Dipole Mode negatif.
Informasi peluang penyimpangan musim tersebut diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi awal bahan pertimbangan dalam melakukan justifikasi terkait pembuatan dan peningkatan keakuratan prakiraan awal musim beserta sifat hujannya oleh BMKG di wilayah Provinsi Bali.
2.
DATA DAN METODE
2.1.
Data Penelitian
Data utama dalam menganalisis penyimpangan musim menggunakan data curah dasarian dari pos utama wilayah Bali sebanyak 27 titik pos pengamatan pada setiap Zona musim. Panjang series data selama 30 tahun yaitu periode tahun 1981-2010 dan berdasarkan data klimatologisnya pada periode yang sama, Provinsi Bali terdiri dari 15 Zona musim yang mana data tersebut didapat dari Stasiun Klimatologi Negara, Bali.
Data suhu muka laut merupakan data sekunder yang diperoleh dari JMA (Japan
Meteorological Agency) berdasarkan hasil
analisis berulang (Re-Analysis) dalam bentuk nilai suhu muka laut bulanan. Data reanalisis suhu muka laut tersebut diunduh melalui situs
http://www.extreme.kishou.go.jp yang
merupakan website berbasis aplikasi interaktif yang dikembangkan oleh JMA. Letak grid masing-masing lokasi penelitian anomali suhu muka laut secara geografis adalah wilayah Nino 3.4 pada posisi 50 LU-50 LS, 1800-1200 BB dan wilayah IOD pada posisi 10° LU – 10° LS ; 50° – 70° BT dan 900
-1100 BT, 100 LS- 00.
2.2.
Metode Penelitian
a. Pengolahan data Suhu Muka
Laut
Kondisi suhu muka laut bulanan yang didapat, kemudian diwujudkan dalam bentuk
data anomali bulanan yang didapatkan berdasarkan hasil pengurangan antara nilai suhu muka laut aktual dengan suhu muka laut rerata tempat yang bersangkutan. Persamaan yang digunakan untuk menghitung nilai anomali di wilayah Nino 3.4 (Philander, 1992) sebagai berikut :
ΔSML = SMLa –SMLm dimana :
ΔSML = nilai anomali suhu muka laut Pasifik (°C)
SMLa = nilai suhu muka laut aktual Pasifik (°C) SMLm = nilai suhu muka laut rata-rata Pasifik (°C)
Persamaan yang digunakan untuk menghitung nilai anomali Indian Ocean Dipole Saji dkk., (1999) sebagai berikut :
ΔSML IOD = SMLmW – SMLmE
dimana :
ΔSML = nilai anomali suhu muka laut IOD (°C) SMLa = nilai suhu muka laut rata-rata box barat (°C)
SMLm = nilai suhu muka laut rata-rata box timur (°C)
Kejadian anomali suhu muka laut di samudera Pasifik dalam hal ini penentuan fenomena tahun El Niño dan La Niña ditentukan berdasarkan nilai hasil perhitungan rata-rata dominan indeks anomali bulanan Nino 3.4. Hasil nilai rata-rata dominan tersebut kemudian disesuaikan dengan kriteria apabila anomali positif > 0,5 diindikasikan sebagai tahun El Niño dan anomali negatif < 0,5 terjadi diindikasikan sebagai tahun La Niña.
Penentuan tahun kejadian fenomena Dipole
Mode positif maupun negatif juga ditentukan
berdasarkan hasil perhitungan rata-rata dominan indeks anomali bulanan Indian Ocean Dipole. Hasil nilai rata-rata dominan tersebut kemudian disesuaikan dengan kriteria apabila rata-rata anomali bernilai positif > 0,4 diindikasikan sebagai tahun fenomena Dipole Mode (+) dan rata-rata anomali negatif < 0,4 terjadi diindikasikan sebagai tahun Dipole Mode (-).
b. Pengolahan data Curah hujan
dan Awal Musim
Pengolahan curah hujan menggunakan periode waktu dasarian, dimana dalam satu bulan terbagi dalam 3 dasarian, Yang mana curah hujan dasarian I merupakan penjumlahan curah hujan tanggal 1 hingga 10, curah hujan dasarian II merupakan penjumlahan mulai tanggal 21 hingga akhir bulan. Bulan dengan jumlah hari 31, curah hujan dijumlah sampai tanggal 31 dan untuk bulan februari dengan jumlah hari 28 atau 29. Perhitungan curah hujan per dasarian ini dilakukan untuk setiap pos hujan untuk masing-masing ZOM.
CH Dasarian I = CH1 +CH2 +...+ CH10 CH Dasarian II = CH11+CH12 +...+ CH20 CH Dasarian III = CH21+CH22 +...+ CH28/29/30
Setelah didapatkan data dasarian Jan I 1981 hingga Des III 2010 pada setiap pos hujan, kemudian dihitung curah hujan rata–rata aritmatik dari setiap pos hujan di wilayah ZOM tersebut sebagai mana berikut :
n iXij
n
Xdasarian
11
………(1) dimana ;Xdasarian = rata-rata curah hujan dasarian pada suatu zona musim
N = banyaknya pos hujan utama
Xij = data dasarian bulan ke i tahun ke j, i =1,2,3,...,36, j=1,2,3,..,12.
Penentuan indeks AMK dan AMH berdasarkan kriteria BMKG dimana Awal musim hujan ditentukan berdasarkan acuan yang digunakan oleh BMKG yaitu jumlah curah hujan per dasarian ≥ 50 mm diikuti dua dasarian berikutnya di sekitar periode rata-rata musim hujan begitu pula sebaliknya untuk kriteria awal musim kemarau. Nilai masing-masing indeks tersebut kemudian dibandingkan terhadap indeks AMK dan AMH normalnya untuk mendapatkan
nilai penyimpangan awal musim setiap tahunnya. Pergeseran musim terhadap normal ditentukan dengan membandingkan pola musim pada saat tahun tersebut dengan periode normalnya dengan mengklasifikasikan pergeseran musim sebagai berikut:
1. Awal musim dikategorikan “maju” bila indeks awal musim bernilai sama atau kurang dari -1, kategori “sama” bila indeks bernilai 0 dan kategori “mundur” bila indeks bernilai sama atau lebih besar dari +1.
2. Panjang musim dikategorikan lebih pendek bila indeks musim bernilai sama atau kurang dari -1, “sama” bila indeks bernilai 0 dan “lebih panjang” bila indeks bernilai sama atau lebih besar dari +1.
Sifat hujan merupakan perbandingan antara jumlah curah hujan selama rentang waktu yang ditetapkan dengan jumlah curah hujan normalnya. Sifat hujan menurut BMKG dibagi menjadi 3 kategori, yaitu :
a. Atas Normal (AN), jika nilai curah hujan lebih dari atau sama dengan 115 % terhadap rata-ratanya.
b. Normal (N), jika nilai curah hujan antara 85 % - 115% terhadap rata-ratanya.
c. Bawah Normal (BN), jika nilai curah hujan kurang dari atau sama dengan 85 % terhadap rata-ratanya.
C. Conditional Probability
Nilai peluang tersebut dihitung nilai menggunakan metode Conditional Probabilty. Formula matematik probabilitas diturunkan berdasarkan pendekatan hukum data yang banyak (law of large number). Formula
Probabilitas E, dengan notasi P(E), sebagai
berikut :
P(E) = Probabilitas E n(E) = Frekuensi relatif E n(S) = Total frekuensi dalam S
Probabilitas bersyarat (Conditional
Probability) adalah probabilitas sebuah kejadian
A dengan syarat kejadian B terjadi atau akan terjadi lebih dahulu.
Notasi Probabilias bersyarat :
P (A | B) Probabilitas terjadinya A dengan syarat B terjadi lebih dahulu. Formula matematik untuk Probabilias Bersyarat adalah :
3.
HASIL DAN PEMBHASAN
3.1.
Anomali Suhu Muka Laut di
Pasifik
Gambar 1. Grafik Kombinasi Anomali suhu
muka laut Tahunan di Samudera Pasifik dan Hindia
Gambar 1 menunjukan grafik kombinasi indeks anomali suhu muka laut rata-rata tahunan di Samudera Pasifik dan Hindia. Dari grafik tersebut diketahui bahwa pernah terjadi tahun kombinasi El Nino dengan fenomena Dipole Mode (+) dan tahun kombinasi La Nina dengan fenomena Dipole Mode (-). Fenomena El Nino diikuti Dipole Mode (+) terjadi pada tahun 1982, 1997, 2006 dan Fenomena La Nina diikuti Dipole Mode (-) terjadi pada tahun 1989, 1998, 2010
.
3.2.
Anomali
Suhu
Muka
Laut
Terhadap Peluang Penyimpangan
Musim dan Sifat
Curah Hujan di Bali
Pemilihan tahun–tahun pada saat terjadi kombinasi anomali suhu muka laut di Samudera Pasifik dan Samudera Hindia kemudian
)
(
)
(
)
(
S
n
E
n
E
P
)
(
)
(
)
(
B
P
B
A
P
AIB
P
dikaitkan dengan peluang penyimpangan awal musim hujan dan kemarau serta sifat curah hujannya pada masing-masing ZOM di wilayah Bali. Setiap penyimpangan awal musim dan sifat curah hujan dari normalnya pada masing-masing ZOM dihitung nilai persentase peluangnya dengan syarat terjadi kombinasi fenomena El Nino dan DM+ atau syarat kombinasi La Nina dan DM-. Nilai persentase tersebut kemudian dipetakan sehingga dapat dianalisis peluang penyimpangan awal musim dan sifat curah hujan secara spasial seluruh ZOM di Bali.
a. Peluang Bersyarat Awal Musim
Kemarau Maju dan Sifat Curah
Hujan
Bawah
Normal
Saat
Kombinasi Tahun El Nino dan
DM (+)
Gambar 2. Peluang bersyarat awal musim
kemarau maju saat tahun kombinasi El Nino
dan Dipole Mode (+) Peluang AMK maju dari normalnya
dengan syarat El Nino dan DM+ secara spasial di ZOM Bali cukup bervariasi seperti yang terlihat pada Gambar 2. Nilai peluang AMK maju terbesar hingga 100 % terdapat pada 3 ZOM yaitu ZOM 213, 214, 215 dan nilai peluang terbesar berikutnya adalah sebesar 66,7 % terdapat pada 5 ZOM yaitu ZOM 206, 209, 211, 217, 218. Untuk 5 ZOM lainnya memliki nilai peluang kurang dari 50 %. Terdapat kondisi yang cukup menarik yaitu pada ZOM 210 yang memiliki peluang 0 %. Ini mengindikasikan bahwa pada ZOM 210 ini memiliki pola lokal yang cukup kuat sehingga dampak El Nino dan
DM+ tidak mampu mempengaruhi datangnya awal musim kemarau di wilayah tersebut. Dari total 15 ZOM di Bali, hanya terdapat 8 ZOM yang memiliki peluang AMK maju cukup besar yakni nilai persentasenya lebih besar sama dengan 50 % ketika El Nino dan DM+ berlangsung bersamaan. Jika seluruh nilai persentase dari setiap ZOM dirata-rata maka didapat nilai peluang AMK maju dengan syarat El Nino dan DM+ berlangsung bersamaan adalah sebesar 57,8%. Ini artinya lebih dari setengah ZOM dari total seluruhnya AMK berpeluang maju jika El Nino dan DM+ berlangsung secara bersamaan. Secara spasial terlihat wilayah ZOM yang memiliki peluang AMK maju cukup besar terdapat pada daerah pesisir timur laut pesisir selatan hingga barat daya pulau Bali.
Gambar 3. Peluang bersyarat sifat curah hujan
musim kemarau bawah normal saat tahun
kombinasi El Nino dan Dipole Mode (+) Gambar 3 merupakan peta peluang sifat
CHMK bawah normal secara spasial di ZOM Bali dengan syarat El Nino dan DM+. Terdapat 11 ZOM dengan nilai peluang sifat CHMK bawah normal hingga 100 % dan 4 ZOM lainnya memiliki nilai persentase peluang sebesar 66,7 %. Nilai persentase peluang rata-rata dari seluruh ZOM sifat CHMK di bawah Normal dengan syarat El Nino dan DM+ berlangsung bersamaan adalah sebesar 91,1%. Ini menunjukan bahwa ketika El Nino dan DM+
berlangsung secara bersamaan dapat menyebabkan sifat CHMK hampir di seluruh ZOM Bali berpeluang besar berada di bawah normalnya.
b. Peluang Bersyarat Awal Musim
Hujan Maju dan Sifat Curah
Hujan
Atas
Normal
Saat
Kombinasi Tahun La Nina dan
DM (-)
Gambar 4. Peluang bersyarat awal musim
hujan maju saat tahun kombinasi La Nina dan
Dipole Mode (-) Peluang AMH maju dari normalnya
secara spasial di ZOM Bali dengan syarat La Nina dan DM- cukup bervariasi seperti yang terlihat pada Gambar 4. Nilai peluang AMH maju hingga 100 % terdapat pada ZOM 207. Selain itu sebanyak 9 ZOM memiliki nilai peluang sebesar 66,7 % terdapat pada ZOM 205, 208, 209, 210 211, 213, 216 217, 218. Selebihnya terdapat 5 ZOM lainnya memliki nilai peluang kurang dari 50 %. Secara umum, terdapat 9 ZOM memiliki peluang AMH maju lebih besar sama dengan 50 % ketika El Nino dan DM+ berlangsung bersamaan. Sehingga jika nilai persentase dari seluruh ZOM dirata-rata maka nilai peluang AMH maju dengan syarat El Nino dan DM+ berlangsung bersamaan adalah sebesar 51,1 %. Lebih dari setengah ZOM dari total seluruhnya AMH berpeluang maju jika terjadi kombinasi secara bersamaan El Nino dan DM+. Secara spasial terlihat wilayah ZOM yang memiliki peluang AMH maju cukup besar terkonsentrasi dari daerah tengah hingga pesisir selatan hingga barat daya pulau Bali.
Gambar 5. Peluang bersyarat sifat curah hujan
musim hujan atas normal saat tahun kombinasi
La Nina dan Dipole Mode (-) Peluang sifat CHMH atas normal secara
spasial di ZOM Bali dengan syarat La Nina dan DM- dapat terlihat pada Gambar 5. Sebanyak 10 ZOM memiliki sifat CHMH atas normal dengan nilai peluang lebih besar sama dengan 50 % sedangkan 5 ZOM lainnya nilai peluangnya kurang dari 50 %. Terdapat 8 ZOM yang memliki nilai peluang 50 % dan selebihnya Nilai peluang sifat CHMH atas normal hingga 100 % hanya terdapat pada ZOM 213 dan 219. Secara rata-rata nilai persentase peluang dari seluruh ZOM untuk sifat CHMH di atas normal hanya sebesar 40,0 %. Ini mengindikasikan bahwa total seluruh ZOM, peluang sifat CHMH di atas normal dengan syarat La Nina dan DM- tidak terlalu signifikan. Pengaruh La Nina dan DM+ terhadap peluang sifat CHMH menjadi atas normal di ZOM bali sangat kecil. Nilai peluang yang kecil CHMH menjadi atas normal tersebar di daerah timur laut pulau Bali. Sementara hampir merata di daerah tengah hingga selatan dan bagian barat pulau Bali masih berpeluang CHMH berada di atas normalnya.
c. Peluang Bersyarat Awal Musim
Kemarau
Mundur
dan
Sifat
Curah Hujan Atas Normal Saat
Kombinasi Tahun La Nina dan
DM (-)
Gambar 6. Peluang bersyarat awal musim
kemarau mundur saat tahun kombinasi La Nina
dan Dipole Mode (-) Peluang AMK mundur dari normalnya
dengan syarat La Nina dan DM- secara spasial di ZOM Bali terlihat pada Gambar 6. Terlihat bahwa nilai peluang AMK mundur yang lebih sama dengan 50% cukup dominan. Nilai persentase peluang AMK mundur dari normal hingga 100 % terdapat pada 4 ZOM yaitu ZOM 205, 207, 209, 214 dan nilai peluang sebesar 66,7 % terdapat pada 7 ZOM yaitu ZOM 206, 208, 210 211, 212, 213, 216. Hanya 4 ZOM yang memliki nilai peluang kurang dari 60 % yaitu ZOM 219 sebesar 50% dan ZOM 216, 217, 218 sebesar 33,3 %. Nilai persentase peluang kecil terlihat pada daerah ZOM di pesisir tenggara pulau Bali. Secara keseluruhan persentase peluang AMK mundur akibat dampak dari fenomena La Nina diikuti DM- cukup besar. Nilai rata-rata dari persentase peluang setiap ZOM juga menunjukan nilai peluang AMK mundur dengan syarat El Nino dan DM+ sangat dominan yaitu sebesar 67, 8%. Ini artinya lebih dari setengah ZOM dari total seluruhnya AMK berpeluang mundur dari normalnya jika fenomena El Nino dan DM+ terjadi bersamaan. Sebagian besar daerah tengah, pesisir barat hingga pesisir utara berpeluang kuat untuk AMK mundur dari normal.
Gambar 7. Peluang bersyarat sifat curah hujan
musim kemarau atas normal saat tahun
kombinasi La Nina dan Dipole Mode (-) Gambar 7 memperlihatkan secara
spasial nilai peluang sifat CHMK atas normal di ZOM Bali dengan syarat La Nina dan DM-. Terlihat bahwa nilai persentase peluang sifat CHMK atas normal sebesar 100 % sangat mendominasi sebagian besar ZOM di Bali yaitu sebanyak 11 ZOM. Sedangkan 4 ZOM lainnya yaitu 208, 215, dan 217 memiliki nilai peluang sebesar 66,7 %. Nilai rata-rata persentase peluang seluruh ZOM juga menunjukan nilai yang besar yaitu sebesar 91,1%. Hal ini mengindikasikan bahwa ketika fenomena El Nino dan DM+ berlansung bersamaan berpeluang besar menyebabkan sifat CHMK seluruh ZOM di Bali menjadi di atas normal. Kondisi ini CHMK atas normal merata di seluruh daerah di Bali.
d. Peluang Bersyarat Awal Musim
Hujan Mundur dan Sifat Curah
Hujan Bawah Normal Kombinasi
Tahun El Nino dan DM (+)
Gambar 8. Peluang bersyarat awal musim
hujan mundur saat tahun kombinasi El Nino dan
Dipole Mode (+) Gambar 8 menunjukan secara spasial nilai
Peluang AMH mundur dari normalnya di ZOM Bali dengan syarat La Nina dan DM-. Nilai persentase peluang AMH mundur sebesar 100 % sangat mendominasi sebagian besar ZOM di Bali yaitu sebanyak 14 ZOM. Hanya 1 ZOM yang memiliki nilai peluang sebesar 66,7 % yaitu 206. Hasil ini sudah cukup untuk mengindikasikan bahwa ketika fenomena El Nino dan DM+ terjadi bersamaan berpeluang sangat besar untuk menyebabkan AMH seluruh ZOM di Bali akan mundur dari normalnya. Nilai rata-rata persentase peluang seluruh ZOM juga menunjukan nilai yang besar yaitu sebesar 97,8%. Nilai rata-rata persentase peluang seluruh ZOM tersebut semakin menunjukan pengaruh yang kuat fenomena El Nino dan DM+ terhadap penyimpangan AMH di Bali dimana secara spasial kondisi tersebut hampir merata di seluruh daerah di Bali.
Gambar 9. Peluang bersyarat sifat curah hujan
musim hujan bawah normal saat tahun
kombinasi El Nino dan Dipole Mode (+) Peluang sifat CHMH bawah normal
secara spasial di ZOM Bali dengan syarat El Nino dan DM+ juga cukup bervariasi seperti yang terlihat pada Gambar 9 Nilai peluang sifat CHMH bawah normal hingga 100 % terdapat pada 5 ZOM yaitu ZOM 208, 217, 218, 219, 213 dan nilai peluang terbesar berikutnya sebesar 66,7 % sebanyak 6 ZOM yaitu ZOM 206, 207, 209, 210, 211, 215, 216. Sehingga total ZOM yang memiliki persentase peluang lebih besar sama dengan 50 % sebanyak 12 ZOM. Secara keseluruhan, ini menunjukan bahwa dampak El Nino dan DM+ terhadap sifat CHMH menjadi berada di bawah Normal cukup dominan pada sebagian besar ZOM di Bali. Sedangkan sebanyak 3 ZOM lainnya memliki nilai peluang kurang dari 50 % yaitu pada ZOM 205, 210 dan 212. Nilai rata-rata persentase peluang dari seluruh ZOM untuk sifat CHMK di bawah normal dengan syarat El Nino dan DM+ berlangsung bersamaan adalah sebesar 65,6 %. Ini artinya lebih dari setengah daerah ZOM Bali sifat CHMH berpeluang berada di bawah normalnya jika El Nino dan DM+ berlangsung secara bersamaan. Wilayah dengan peluang paling besar berada di tengah hingga pesisir selatan pulau Bali.
4.
KESIMPULAN
1. Kombinasi El Nino dan DM (+) memiliki peluang yang besar untuk menyebabkan awal musim hujan mundur dan sifat curah hujan baik periode musim kemarau maupun musim hujan dominan berada di bawah normal.
2. Kombinasi La Nina dan DM (-) lebih dominan berpeluang menyebabkan awal musim kemarau mundur dan juga lebih dominan berpeluang menyebabkan sifat curah hujan periode musim kemarau menjadi berada di atas normal di seluruh ZOM Bali.
3. Jika ditinjau dari peluang sifat curah hujannya, dampak anomali suhu muka laut akan lebih nyata terlihat selama periode musim kemarau dibandingkan periode musim hujan baik pada saat kombinasi El Nino dan DM (+) maupun kombinasi La Nina dan DM (-).
DAFTAR PUSTAKA
Bayong, T.H.K., Lubis, A., Juaeni, I., Ruminta., dan Harijono, Sri Woro B., 2008,
Dampak Variasi Temperatur Samudera Pasifik dan Hindia Ekuatorial Terhadap Curah Hujan di Indonesia, Badan
Meteorologi dan Geofisika. Jakarta. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika,
2010, Kondisi Cuaca Ekstrem dan
Iklim Tahun 2010-2011, Jakarta.
Kasihairani, Dara., Virgianto, Rista Hernandi., Risnayah, Siti., 2014, Dampak El Niño
Southern Oscillation dan Indian Ocean Dipole Mode Terhadap Variabilitas Curah Hujan Musiman di Indonesia.
Prosiding Seminar Sains Atmosfer LAPAN, Bandung.
Katalog BPS 1102001.51. Bali Dalam angka
2014. BPS Provinsi Bali
Philander, S. G. H., 1990, El Nino, La Nina and the Southern Oscillation, Academic
Press, San Diego, 293 pp.
Pribadi, Yanuar Henry., 2012, Variabilitas
Curah Hujan dan Pergeseran Musim di Wilayah Banten Sehubungan dengan Variasi Suhu Muka Laut Perairan
Indonesia, Samudera Pasifik dan
Samudera Hindia, Universitas
Indonesia, Jakarta.
Saji, N.H., Goswami, B.N., Vinayachandran, P.N., Yamagata, T., 1999, A Dipole Mode in the Tropical Indian Ocean,
Nature, 401, 360-363.
Stasiun Klimatologi Negara. Peta Pembagian Zona Musim (ZOM) Provinsi Bali. : BMKG
Sudaryatno, A., Yahya, M., Kamarudin, N., Sulistiya, W., dan Musonef, Y. M., 2003, El Niño dan La Niña dan Penyimpangan Musim di Jawa Tengah,
Jurnal Meteorologi dan Geofisika,
Vol.4, No.3 pp. 5 – 10.
Sulistya, W., Swarinoto, Y.S., Zakir, A., Riyanto, H., dan Ridwan, B, (1998),
Pengaruh El Nino 1997/1998 di
Wilayah Indonesia, Buletin
Meteorologi dan Geofisika, 4, 44-55. Suprapto, J., 2009, Statistik Teori dan Aplikasi,
Jilid 2, Edisi 7, Erlangga, Jakarta. Wirjohamidjojo, S. dan Swarinoto, Y. S. (2007).
Praktek Meteorologi Pertanian. BMG.
Jakarta.
Wirjohamidjojo, Soerjadi dan Swarinoto, Yunus S., 2010, Iklim Kawasan Indonesia, Puslitbang BMKG, Jakarta.
Wirjohamidjojo, Soerjadi dan Swarinoto, Yunus S., 2007, Praktek Meteorologi Pertanian, BMG, Jakarta.
Zakir, Achmad., Sulistya, Widada., dan Khotimah, Mia K., 2010, Perspektif
Operasional Cuaca Tropis, Puslitbang