UJI DAYA HAMBAT EKSTRAK ETANOL RIMPANG
TEMU GIRING (Curcuma heyneana Val.) TERHADAP PERTUMBUHAN Escherichia coli SECARA IN VITRO
Rustifah1, Aditya Maulana P. P., S.Farm., M.Sc., Apt.2, Muhammad Arsyad, S.Pd.,
M.Pd.3
INTISARI
Infeksi merupakan masalah besar yang menyedot perhatian dunia. Penyakit infeksi telah menyebabkan kematian sebesar 13 juta orang di seluruh dunia setiap tahun, terutama di negara-negara berkembang seperti indonesia (Salni, dkk., 2011). Salah satu dari spesies bakteri penyebab infeksi adalah Escherichia coli. Rimpang temu giring (Curcuma heyneana Val.) merupakan salah satu tanaman yang sering digunakan sebagai obat tradisional untuk antibakteri. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas daya hambat dan konsentrasi hambat minimum (KHM) dari penggunaan ekstrak etanol rimpang temu giring (Curcuma heyneana Val.) terhadap pertumbuhan Escherichia coli secara in vitro.
Ekstraksi rimpang temu giring (Curcuma heyneana Val.) dilakukan menggunakan metode maserasi dengan pelarut etanol. Setiap ekstrak dilakukan identifikasi golongan senyawa aktif yang terdiri dari flavonoid, saponin, kurkumin, minyak atsiri, dan tanin. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik menggunakan metode difusi kertas cakram, dengan 10 kelompok perlakuan yaitu konsentrasi 100%, 50%, 25%, 12,5%, 6,25%, 3,12%, 1,56%, 0,78%, kontrol positif dan kontrol negatif dengan tiga kali pengulangan.
Hasil skrining fitokimia menunjukkan ekstrak etanol rimpang temu giring (Curcuma heyneana Val.) mengandung flavonoid, saponin, kurkumin, minyak atsiri, dan tanin. Ekstrak etanol rimpang temu giring (Curcuma heyneana Val.) memiliki efektivitas dalam menghambat pertumbuhan Escherichia coli. Konsentrasi hambat minimum (KHM) dari penggunaan ekstrak etanol rimpang temu giring (Curcuma
heyneana Val.) terhadap pertumbuhan Escherichia coli secara in vitro adalah 12,5%
dengan rata-rata zona hambat 9,77 mm. Diameter zona hambat menunjukkan seiring dengan kenaikan konsentrasi maka hambatan semakin meningkat . Analisis data dengan uji Kruskal-Wallis didapatkan (sig) = 0,001 yang lebih kecil dari α<0,05. Hal ini memiliki makna bahwa ada perbedaan yang nyata dari diameter zona hambat yang terbentuk pada masing-masing konsentrasi ekstrak etanol rimpang temu giring (Curcuma heyneana Val.) dalam menghambat pertumbuhan Escherichia coli secara
in vitro.
Kata Kunci: Antibakteri, Rimpang Temu giring (Curcuma heyneana Val.), Konsentrasi Hambat Minimum
TEST INHIBITION ETHANOL EXTRACT RHIZOME INTERSECTION DRIBBLES (Curcuma Heyneana Val.) ON THE GROWTH FOR IN VITRO
ESCHRTICHIA COLI
Rustifah1, Aditya Maulana P. P., S.Farm., M.Sc., Apt.2, Muhammad Arsyad, S.Pd., M.Pd.3
ABSTRACT
Infection is a major problem that the world's attention. Infectious diseases have caused the death of over 13 million people worldwide every year, particularly in the developing countries such as Indonesia. One of the species of bacteria that cause infections are Escherichia coli. Curcuma heyneana rhizome (Curcuma heyneana Val.) is a plant that is often used as a traditional medicine to antibacterial. This study was intended to determine the antibacterial inhibition activity, and minimum inhibitory concentrations (MIC) from the usage of an ethanol extract in the curcuma
heyneana rhizome (Curcuma heyneana Val.) for the growth of an Escherchia coli by in vitro.
Curcuma heyneana rhizome (Curcuma heyneana Val.) was extracted using maseration method with solvent ethanol. Each extracts identified the active compounds group consisting of flavonoids, saponins, curcumin, volatile oil, and tannins. This study was an experimental laboratoric by using the diffusion method with discs blank with 10 treatment groups concentration which are 100%, 50%, 25%, 12,5%, 6,25%, 3,12%, 1,56%, 0,78%, positive control and negative control with three repetitions.
The phytochemical screenings analysis showed curcuma heyneana rhizome (Curcuma heyneana Val.) of ethanol extract containing flavonoids, saponins, curcumin, volatile oil, and tannins. Ethanol extract in the curcuma heyneana rhizome (Curcuma heyneana Val.) had an effectiveness in inhibiting the growth of an
Escherchia coli by in vitro. Minimum inhibitory concentrations (MIC) from the
usage of an ethanol extract in the curcuma heyneana rhizome (Curcuma heyneana Val.) for the growth of an Escherchia coli by in vitro is 12,5% with average inhibition zone 9,77 mm. The results showed that the ethanol extract curcuma
heyneana rhizome (Curcuma heyneana Val.) had an effectiveness in inhibiting the
growth of an Escherchia coli, it showed inhibition zone diameter due to higher concentrations of the resistance is increasing. Analysis of the test data with Kruskal-Wallis (sig) = 0,001 which is smaller than α < 0,05. It means that there are significant differences in the average diameter of an each concentration of ethanol extract of curcuma heyneana rhizome in inhibiting (Curcuma heyneana Val.) the growth of
Escherchia coli by in vitro.
Keyword: Antibacterial, Curcuma heyneana rhizome (Curcuma heyneana Val.), Minimum inhibitory concentrations.
BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
Infeksi merupakan masalah besar yang menyedot perhatian dunia. Penyakit infeksi telah menyebabkan kematian sebesar 13 juta orang di seluruh dunia setiap tahun, terutama di negara-negara yang sedang berkembang seperti indonesia. Indonesia dengan iklim tropis dan curah hujan yang cukup tinggi, merupakan tempat yang cocok bagi pertumbuhan dan perkembangbiakan berbagai mikroorganisme. Penggunaan antibakteri merupakan keharusan dalam penanggulangan penyakit infeksi. Dalam beberapa tahun terakhir terdapat peningkatan angka resistensi terhadap antibakteri (Salni dkk., 2011).
Salah satu dari spesies bakteri penyebab infeksi adalah Escherichia coli.
Escherichia coli merupakan bagian dari flora saluran cerna yang normal pada
manusia, tetapi juga merupakan penyebab umum infeksi saluran kemih, diare, dan penyakit lainnya. Tempat timbulya infeksi tersering yang penting secara klinis adalah saluran kemih, saluran empedu, dan tempat lain dalam rongga abdomen Bakteri enterik lain yang juga ditemukan sebagai anggota flora normal usus adalah spesies
Proteus, Enterobecter, Klebsiella, Morganella, Providencia, Citrobacter, dan Serratia tetapi jauh lebih jarang dibandingkan Escherichia coli (Brooks et al., 2012).
Infeksi Saluran Kemih bagian bawah pada perempuan muda kurang lebih 80% disebabkan oleh kuman Gram-negetif, yaitu Escherichia coli. Selain itu, penyebab umum diare dinegara berkembang yang paling sering dijumpai adalah Escherichia
coli (Brooks et al., 2012). Tidak hanya berhenti dari itu saja, bakteri Escherichia coli
ini ternyata juga mulai lebih sulit dalam penanganannya. Padahal hampir sebagian besar antibakteri cukup sensitif terhadap bakteri ini. Sebuah penelitian di India mengemukakan bahwa sejumlah obat antibakteri yang mulai resisten terhadap jenis bakteri ini. Menurut Okoli (2005) melakukan penelitian resistensi bakteri
Escherichia coli pada beberapa antibakteri, dengan cara memberi antibakteri pada
Hasilnya menunjukkan bahwa bakteri ini sudah cukup resisten terhadap
ampicillin, cotrimoxazole, dan nalidixic acid. Beda lagi menurut Olson dkk., (2008)
yang meneliti resistensi antibakteri pada Escherichia coli yang diisolasi dari urin. Mahasiswi dengan riwayat infeksi saluran kemih 11,8% resistensi terhadap ciprofloxacin dan sebanyak 1.8% yang resisten terhadap ciprofloxacin tanpa riwayat infeksi saluran kemih.
Akhir-akhir ini masyarakat dunia, khususnya di dunia barat mulai memusatkan perhatiannya ke alam, yang terkenal dengan semboyannya back to nature, mengikuti Asia termasuk Indonesia yang sejak zaman dahulu memanfaatkan obat-obat dari alam dalam upaya pelayanan kesehatan di samping obat-obat farmasetik. Kembalinya perhatian dunia barat ke obat-obat alam ini tidak lain adalah karena kembali tumbuhnya kepercayaan masyarakat bahwa obat-obat tradisional dapat memberikan peranannya dalam upaya pemeliharaan, peningkatan dan pemulihan kesehatan serta pengobatan penyakit. Disamping itu diyakini pula bahwa obat-obat tradisional kurang memberikan efek samping jika dibandingkan dengan obat-obat farmasetik. Sementara itu negara maju seperti Inggris, Amerika Serikat, Jerman dan Jepang berlomba-lomba melakukan penelitian intensif untuk pengadaan bahan baku antibakteri. Jadi untuk mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap negara lain dalam penyediaan bahan baku antibakteri, sudah saatnya kita memikirkan dan melakukan penelitian-penelitian dasar untuk memanfaatkan kekayaan alam kita sendiri (Sriwidodo, 1996).
Temu giring (Curcuma heyneana Val.) banyak ditemukan tumbuh liar di hutan-hutan kecil atau peladangan dekat rumah penduduk, terutama di kawasan Jawa Timur (Muhlisah, 1999). Rimpang temu giring (Curcuma heyneana Val.) mengandung senyawa kurkumin yang dapat memberi warna kuning, minyak atsiri 0,8-3%, amilum, damar, lemak, tanin, saponin dan flavonoid (Santoso, 2008). Penelitian Widiana (2012) dalam e-Journal Pelangi menyebutkan bahwa daun teh (Camellia sinensis L.) mengadung senyawa diantaranya saponin, flavonoid dan tanin yang berkhasiat menghambat pertumbuhan Escherichia coli. Penelitian tersebut juga menyebutkan bahwa Kadar Hambat Minimum (KHM) ekstrak daun teh pada
Escherichia coli adalah 3,12%. Berdasarkan hasil penelitian Meilisa (2009)
formulasi dalam sediaan kapsul dari ekstrak etanol rimpang temu lawak (Curcuma
xanthorrhiza, Roxb.) yang memiliki suku yang sama dengan rimpang temu giring
(Curcuma heyneana Val.) yaitu Zingiberaceae mengadung senyawa diantaranya kurkumin, saponin, flavonoid dan minyak atsiri yang berkhasiat menghambat pertumbuhan Escherichia coli. Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian uji daya hambat ekstrak etanol rimpang temu giring (Curcuma