• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi dan Seleksi Varietas Tanaman Kedelai Terhadap Naungan dan Intensitas Cahaya Rendah 1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Evaluasi dan Seleksi Varietas Tanaman Kedelai Terhadap Naungan dan Intensitas Cahaya Rendah 1)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Evaluasi dan Seleksi Varietas Tanaman Kedelai Terhadap Naungan dan

Intensitas Cahaya Rendah

1)

(Selection and Evaluation of Soybean to Shade and Low Intensity of Light)

Nerty Soverda2, Evita2 dan Gusniwati2

Key words : Soybean, Shading and Adaptation.

Kata Kunci : Kedelai, Naungan, Adaptasi

Abstract

The objectives of this research were to identify soybean lines tolerant to shade

and to generate knowledge on

physiological photosintetic mechanisms tolerance to shade. The ultimate goal of this study was to develop soybean varieties that have high adaptability to shade and yield adaptable to various

multiple cropping system. The study

consisted of two set of experiments, namely: (1) evaluation of 15 accession of soybean germplasms in low light stress conditions (paranet condition), and (2) evaluation of 15 accession of soybean germplasms in light stress conditions (no light condition). There were two soybean varieties that were classified as tolerant genotype, i.e: Ringgit and Petek, three as moderat genotypes that were Kawi, Cikurai, Argopuro, Anjasmoro and Tanggamus, and two as sensitive genotypes, namely: Seulawah and Jayawijaya.

Sari

Penelitian ini bertujuan untuk

mengidentifikasi tanaman kedelai yang

toleran terhadap naungan dan

mengetahui karakter fisiologi fotosintetik

penciri toleransi tanaman terhadap

naungan. Keutamaan penelitian ini adalah untuk mempelajari daya adaptasi

1) Bagian dari hasil penelitian atas biaya Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi , Departemen Pendidikan Nasional, 2009 2) Staf Pengajar pada Fakultas Pertanian

Universitas Jambi, Jalan Raya Mendalo

kedelai yang tahan naungan dan

mengembangkan kedelai sebagai tanaman sela pada areal di bawah tegakan. Penelitian yang dilakukan terdiri dari 2 tahap yaitu (1). Evaluasi dan seleksi varietas pada naungan buatan (naungan paranet) (2) Uji cepat pada ruang gelap (Pengelompokan tanaman toleran, moderat dan peka). Hasil evaluasi 15 varietas tanaman kedelai pada naungan buatan dan rumah gelap

menunjukkan bahwa dua varietas

menunjukkan konsistensi toleransi terhadap naungan, yaitu varietas Ringgit (V1), dan Petek (V13). Didapat juga tiga varietas yang moderat yaitu Kawi (V2), Cikurai (V8), dan Argopuro (5), sedangkan dua varietas peka terhadap

naungan yaitu Seulawah (V4) dan

Jayawijaya (V15).

Pendahuluan

Permintaan terhadap komoditas kedelai di Indonesia terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan jumlah penduduk, membaiknya pendapatan per kapita, meningkatnya kesadaran masyarakat

akan kecukupan gizi dan

berkembangnya berbagai industri makanan. Sementara itu produksi dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan sehingga masih diperlukan impor kedelai (Rukmana & Yuniarsih, 2004). Pada tahun 2003, Indonesia mengimpor kedelai sebesar 1,19 juta ton. Pada tahun yang sama produksi kedelai Indonesia 671.600 ton dengan luas panen 526.796 ha. Pada tahun 2004

(2)

produksinya meningkat mencapai 723.483 ton dengan luas panen 565.155 ha. Meskipun telah terjadi peningkatan produksi dan penambahan areal pertanaman dari tahun 2003 sampai tahun 2004, ternyata produktivitas kedelai di Indonesia baru mencapai 1,28 ton per ha (Badan Pusat Logistik dan Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura, 2005). Produktivitas tersebut masih rendah bila dibandingkan dengan potensi hasil tanaman kedelai yang dapat mencapai yaitu 1,5 - 2,5 ton per ha (Adisarwanto & Wudianto, 1999). Karena itu perlu upaya peningkatan produksi kedelai yang antara lain dapat dicapai melalui perluasan areal.

Mengingat luas lahan pertanian potensial semakin berkurang karena digunakan untuk industri, pemukiman dan keperluan non pertanian lainnya hingga mencapai 47 ribu hektar per tahun (Nasution, 2004), maka pemanfaatan lahan marginal seperti lahan kering menjadi alternatif pilihan. Lahan kering yang cukup luas di

Indonesia berpotensi bagi

pengembangan tanaman kedelai. Luas lahan kering yang telah dimanfaatkan pada tahun 1993 lebih kurang 50,5 juta hektar, seluas 14,4 juta hektar diantaranya dimanfaatkan sebagai lahan perkebunan (BPS, 1998). Menurut Wibawa & Rosyid (1995) pada perkebunan karet terdapat sekitar 1,2 juta hektar per tahun yang dapat dimanfaatkan untuk tanaman pangan sebagai tanaman sela, termasuk tanaman kedelai. Penggunaan lahan-lahan perkebunan ini, terutama pada areal tanaman muda, untuk pengembangan kedelai diharapkan dapat memberikan sumbangan yang berarti terhadap produksi kedelai nasional.

Pengembangan usaha tani tanaman pangan seperti kedelai dilahan tegakan sebagai tanaman sela banyak menghadapi kendala, antara lain adalah

tanaman yang tumbuh di bawah naungan menunjukkan karakter tumbuh yang berbeda dengan tanaman tanpa naungan. Hasil penelitian Soverda (2002) pada tanaman padi gogo yang toleran (Jatiluhur) memperlihatkan bahwa pada kondisi naungan 50% memberikan hasil lebih tinggi dan memperlihatkan respon fisiologi fotosintetik yang berbeda dibandingkan dengan Varitas Kalimutu (peka). Adanya keragaman respon pertumbuhan dan hasil tanaman terhadap naungan antara lain dipengaruhi oleh sifat-sifat fisiologi fotosintetik tanaman tersebut yang dapat dijadikan sebagai penciri toleransi terhadap naungan. Kemampuan adaptasi dari tanaman yang toleran intensitas cahaya rendah dengan tanaman yang peka erat kaitannya dengan karakter-karakter fisiologi fotosintetik tanaman tersebut.

Penelitian bertujuan untuk

mengevaluasi daya adaptasi beberapa varietas dalam kondisi naungan dan dalam kondisi gelap, serta hasil dari evaluasi ini akan dilanjutkan dengan identifikasi beberapa karakteristik fofisiologi fotosintetik kedelai yang berkorelasi erat dengan toleransi terhadap naungan dan pewarisan sifatnya.

Bahan dan Metode

Penelitian ini dilakukan dalam 2 seri percobaan yaitu: (1) Evaluasi dan seleksi varietas pada naungan paranet, dan (2) Evaluasi dan seleksi varietas pada ruang gelap.

Evaluasi Varietas Toleran pada Naungan Buatan

Pada percobaan ini dilakukan pengelompokan tanaman yang toleran, moderat dan yang peka terhadap naungan dengan mengevaluasi tanaman pada naungan buatan dan evaluasi pada fase bibit dalam ruang gelap. Penelitian dilaksanakan di kebun

(3)

percobaan Fakultas Pertanian Universitas Jambi. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok dengan 3 ulangan. Faktor pertama yaitu N0 = tanpa naungan, dan N1 = naungan 50%, sedangkan faktor kedua adalah varietas kedelai yang terdiri dari 15 varietas kedelai.

Karakter yang diamati pada percobaan ini adalah : umur berbunga, umur panen, tinggi tanaman, jumlah cabang primer, bobot kering tanaman, berat polong per tanaman, jumlah polong per tanaman, jumlah polong berisi per tanaman, dan berat 100 biji dan kandungan karbohidrat daun.

Evaluasi genotype toleran naungan untuk toleransi pada kondisi gelap Percobaan ini bertujuan untuk menentukan tingkat konsistensi varietas toleran naungan tanaman kedelai terhadap kondisi gelap, serta untuk mempelajari mekanisme fisiologi toleransi terhadap kondisi gelap melalui analisis karbohidrat. Setiap varietas ditanam 40 tanaman untuk tiap ulangan. Tanaman ditumbuhkan terlebih dahulu dalam bak plastik berukuran 40 x 25 x 15 cm selama 10 hari pada kondisi cahaya penuh sebelum dipindahkan ke dalam ruang gelap. Tingkat toleransi terhadap kondisi gelap diidentifikasi berdasarkan pengamatan terhadap persentase tanaman hidup pada hari ke 3, 5, 7, 9, 11, dan 13 setelah tanaman dipindahkan ke ruang gelap. Persentase tanaman hidup ditentukan berdasarkan jumlah bibit dengan vigor yang baik dengan daun yang relatif masih segar (0 – 30% bagian daun yang mengering).

Hasil dan Pembahasan

Evaluasi Varietas Toleran pada Naungan Buatan

Perlakuan naungan pada tanaman kedelai menunjukkan bahwa jumlah

cabang primer berbeda nyata pada naungan 0 dan 50%. Jumlah cabang primer pada naungan 50% rata-rata meningkat dibandingkan dengan control pada semua varietas yang diuji kecuali V7 (Lumajang bewok) mengalami penurunan sebesar 3,4 % dibandingkan dengan control (Tabel 1).

Berdasarkan Tabel 1, varietas-varietas yang cenderung memberikan jumlah cabang primer yang tinggi pada naungan buatan adalah Cikurai (V8), Burangrang (V9), Ijen (V10), Tanggamus (V11), Menyapa (V12), Petek (V13), Tidar (V14) dan Jayawiyaya (V15) yang berbeda nyata dengan varietas-varietas lainnya. Perubahan yang terjadi menunjukkan bahwa varietas-varietas yang dievaluasi menunjukkan peningkatan jumlah cabang primer pada naungan 50 % kecuali varitas Lumajang Bewok mengalami penurunan jumlah cabang primer sebesar 3,4%. Peningkatan pada masing-masing varietas tidak sama. Varietas yang mengalami peningkatan lebih besar dari 60% adalah Anjasmoro (V6), Burangrang (V9), Tanggamus (V11), Menyapa (V12), Petek (V13), dan Tidar (V14), dengan masing- masing kenaikan berturut-turut adalah sebesar 96,2 %; 64,3%; 77,4; 61%; 64,2% dan 65%. Varietas yang mengalami kenaikan antara 30 – 59% adalah Ringgit (V1), Kawi (V2), Willis (V3), Seulawah (V4), Argopuro (V5), Cikurai (V8), Ijen (V10), dan Jayawijaya (V15) dengan masing- masing kenaikan sebesar 34,3%; 38,9%; 23,1%; 1,3%; 9,1%; 25,8%; 34,1%; dan 35,3%. Sedangkan varietas yang mengalami penurunan jumlah cabang primer pada naungan buatan adalah V7 dengan penurunan sebesar 3,4%.

(4)

Tabel 1. Perubahan Jumlah Cabang Primer beberapa Varietas Kedelai pada Naungan 50%

No Varietas Jumlah cabang primer NR Perubahan

(%) Naungan 0% Naungan 50% 1. Ringgit 2,73 b 3,67 c 134,27 34,3 2. Kawi 2,07 d 2,87 d 138,87 38,9 3. Willis 2,87 b 3,53 c 123,14 23,1 4. Seulawak 1,53 d 2,33 c 101,30 1,3 5. Argopuro 3,67 a 4,00 b 109,09 9,1 6. Anjasmoro 1,73 d 3,40 c 196,15 96,2 7. Lumajang Bewok 3,80 a 3,67 b 96,57 -3,4 8. Cikurai 3,60 a 4,53 a 125,83 25,8 9. Burangrang 2,80 b 4,60 a 164,29 64,3 10. Ijen 3,33 a 4,47 a 134,10 34,1 11. Tanggamus 2,67 c 4,73 a 177,38 77,4 12. Menyapa 2,73 c 4,40 a 160,98 61,0 13. Petek 2,60 c 4,27 a 164,23 64,2 14. Tidar 2,87 b 4,73 a 165,00 65,0 15. Jayawijaya 3,40 a 4,60 a 135,29 35,3

Keterangan : Angka rata-rata pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama, tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT (0.05). NR=Nilai Relatif (%kontrol)

Pemberian naungan pada tanaman kedelai memberikan pengaruh pada tinggi tanaman. Tinggi tanaman pada semua varietas yang dicoba mengalami peningkatan. Berdasarkan respon kelima belas varietas yang diuji menunjukkan bahwa varietas yang mengalami kenaikan tinggi tanaman diatas 60 % dibandingkan control adalah Kawi (V2), Willis (V3), Seulawah (V4), Argopuro (V5), Anjasmoro (V6), Burangrang (V9), Ijen (V10), Tanggamus (V11), Menyapa (V12), Petek (V13), Tidar (V14), dan Jayawijaya (V15) dengan kenaikan masing-masing 80%, 68%, 77%, 83 %, 67 %, 99%, 75%, 76%, 92%, 118%, 118%, dan 88% (Tabel 2). Varietas yang mengalami kenaikan tinggi tanaman antara 30 - 59% adalah Ringgit (V1), Lumajang Bewok (V7) dan Cikurai (V8) yang masing-masing naik sebesar 58%, 32% dan 47%,

sementara itu tidak terdapat varietas yang mengalami kenaikan tinggi tanaman dibawah 30%.

Varietas yang mengalami peningkatan tinggi yang tidak lebih dari 30% dibandingkan dengan control diasumsikan merupakan varietas yang cenderung dapat beradaptasi dengan lingkungan ternaung, sebaliknya varietas yang mengalami kenaikan yang melebihi 60% dibandingkan dengan control diasumsikan merupakan tanaman yang peka terhadap naungan karena dengan penambahan tinggi yang melebihi 60% dibandingkan dengan control maka tanaman cenderung mengalami kerebahan. Sedangkan tanaman yang pertambahan tingginya antara kedua criteria diatas cenderung merupakan varietas yang moderat, yaitu dengan pertambahan tinggi antara 30 – 59 %.

(5)

Tabel 2. Perubahan Tinggi Tanaman beberapa Varietas Kedelai pada Naungan 50%

No Varietas Tinggi tanaman NR Perubahan

(%) Naungan 0% Naungan 50% 1. Ringgit 36,47 bc 57,6 f 158 58,0 2. Kawi 36,40 bc 65,6 c 180 80,2 3. Willis 43,27 b 72,6 e 168 67,8 4. Seulawak 36,07 bc 63,9 d 177 77,2 5. Argopuro 32,07 d 58,7 f 183 83,1 6. Anjasmoro 43,80 b 73,3 c 167 67,4 7. Lumajang Bewok 50,33 a 66,3 e 132 31,7 8. Cikurai 40,40 bc 59,4f 147 47,0 9. Burangrang 55,53 a 110,3 a 199 98,6 10. Ijen 40,07 bc 70,1 e 175 75,0 11. Tanggamus 36,64 b 64,6 e 176 76,3 12. Menyapa 33,73 b 64,7 d 192 91,8 13. Petek 46,07 b 100,6 a 218 118,4 14. Tidar 34,53 d 75,2 b 218 117,8 15. Jayawijaya 36,93 bc 69,3 e 188 87,6

Keterangan : Angka rata-rata pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama, tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT (0.05). NR=Nilai Relatif (%kontrol)

Pengamatan umur berbunga pada naungan 50% menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata, namun bila dilihat dari nilai relative menunjukkan bahwa sebagian besar varietas menunjukkan umur berbunga yang lebih cepat dibandingkan dengan kontrol. Rata-rata umur berbunga pada varietas-varietas yang diuji pada

naungan 50% menunjukkan bahwa semua varietas mengalami pembungaan yang lebih cepat dibandingkan dengan control kecuali pada varietas Kawi (V2) yang berbunga lebih lama dibandingkan control. Varietas Cikurai (V8), Burangrang (V9), dan Tidar (V14) mempunyai umur berbunga yang sama dibandingkan control (Tabel 3). Tabel 3. Umur Berbunga beberapa Varietas Kedelai pada Naungan 50%

No Varietas Umur berbunga NR Perubahan

(%)

Naungan 0% Naungan 50%

1. Ringgit 6,50a 6,00a 92,31 -7,69

2. Kawi 5,71a 5,93a 103,78 3,77

3. Willis 6,07a 5,80a 95,60 -4,40

4. Seulawak 6,50a 6,00a 92,31 -7,69

5. Argopuro 6,36a 6,00a 94,38 -5,62

6. Anjasmoro 6,00a 5,67a 94,50 -5,50

7. Lumajang Bewok 6,00a 5,27a 87,83 -12,17

8. Cikurai 6,00a 6,00a 100,00 0,00

9. Burangrang 6,00a 6,00a 100,00 0,00

10. Ijen 6,00a 5,27a 87,83 -12,17

11. Tanggamus 6,86a 6,00a 87,50 -12,50

12. Menyapa 6,87a 6,00a 87,38 -12,62

13. Petek 6,00a 5,07a 84,50 -15,50

14. Tidar 6,00a 6,00a 100,00 0,00

15. Jayawijaya 6,60a 6,00a 90,91 -9,09

Keterangan : Angka rata-rata pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama, tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT (0.05). NR=Nilai Relatif (%kontrol)

(6)

Pemberian naungan 50% pada 15 varietas kedelai meningkatkan kandungan karbohidrat pada beberapa varietas, antara lain yaitu pada varietas Ringgit (V1) naik sebesar 182,3 %, Willis (V3) 68,69 %, Seulawak (V4) 57,76 %, Anjasmoro (V6) 0,73 %, Lumajang Bewok (V7) 23,23 %, Tidar (V14) 24,64 % dan Jayawijaya (V15) sebesar 9,9 % dibandingkan dengan kontrol.

Kenaikan kandungan karbohidrat yang dicapai oleh masing-masing varietas terlihat berbeda. Varietas Ringgit dan Willis mengalami kenaikan lebih dari 60%, sedangkan Seulawah, Anjasmoro, Lumajang Bewok, Tidar dan Jayawijaya mengalami kenaikan antara 30 - 59%. Sedangkan pada beberapa varietas lainnya karbohidrat cenderung menurun yaitu varietas Kawi turun sebesar 15,23 %, Argopuro 5,15%, Cikurai 28,85%, Burangrang 11,20%, Ijen 20,51%, Tanggamus 41,72%, Menyapa

11,75%, dan Petek 1,51% dibandingkan dengan control. (Gambar 1).

Meningkatnya kandungan karbohidrat pada Ringgit , Willis, Seulawak, Anjasmoro, Lumajang Bewok, Tidar dan Jayawijaya ini diduga disebabkan

oleh kemampuannya untuk

mempertahankan fotosintesis yang cukup tinggi dan triosa fosfat yang dihasilkan cukup banyak, sehingga perbandingan antara triosa fosfat dan orthofosfat (Pi) akan meningkat di sitosol dan sukrosa terbentuk lebih banyak. Menurut Marschner (1995), kandungan sukrosa yang tinggi pada genotipe toleran akan mengaktifkan distribusi hasil fotosintat yang melewati floem dari tulang daun yang paling halus dengan bantuan sel-sel transfer. Distribusi hasil fotosintat ini dikendalikan oleh pH dan diduga terjadi ko-transport sukrosa H+ menembus

membran-membran sel floem.

Gambar 1. Kandungan karbohidrat pada 15 varietas kedelai pada naungan 50% Menurunnya kandungan karbohidrat

pada varietas Kawi, Argopuro, Cikurai, Burangrang, Ijen, Tanggamus, Menyapa, dan Petek ini diduga berkaitan dengan penurunan aktivitas PGK yang terjadi pada kondisi naungan dan triose fosfat yang merupakan produk awal fotosintesis berkurang

pembentukannya, sehingga kandungan karbohidrat juga menurun pada kondisi naungan 50%.

Pada tabel 4 dapat dilihat bahwa pemberian naungan 50% memberikan pengaruh yang nyata terhadap produksi tanaman kedelai. Pada naungan 50%

(7)

terlihat bahwa dari 15 varietas yang diuji menunjukkan bahwa varietas yang memberikan hasil yang cenderung tinggi adalah varietas Seulawah (V4) yang berbeda nyata dengan varietas lainnya. Sementara varietas yang menunjukkan hasil terendah pada naungan 50% adalah varietas Jayawijaya (V15).

Perubahan yang terjadi pada masing- masing varietas akibat pemberian naungan menunjukkan bahwa semua

varietas mengalami penurunan berat polong per tanaman, tetapi masing- masing penurunan tidak sama. Varietas yang menunjukkan penurunan terkecil akibat naungan adalah Ringgit (V1), Willis (V3), Seulawah (V4) dan Petek (V13). Varietas yang mengalami penurunan paling besar yaitu Jayawijaya (V15) dengan penurunan sebesar 77,80% dibandingkan dengan control. Sedangkan varietas lainnya mengalami penurunan antara 30 – 59%.

Tabel 4. Perubahan produksi dan komponen produksi pada naungan 50%

No Varietas

Berat polong per tanaman Jumlah polong/tanaman Jumlah polong berisi

0% 50% NR Peru- bahan 0% 50% NR Peru- bahan 0% 50% NR Peru- bahan 1. Ringgit 59.17f 43.78e 74.00 -26.00 160.00d 114.00a 71.25 -28.75 48.67e 99.00b 203.42 103.42 2. Kawi 88.38c 45.02e 50.93 -49.07 172.17c 83.00a 48.21 -51.79 146.33b 80.67e 55.13 -44.87 3. Willis 82.75d 59.52a 71.92 -28.08 135.67e 93.67a 69.04 -30.06 127.50c 92.33b 72.42 -27.58 4. Seulawak 71.00f 61.12a 86.08 -13.92 252.00a 166.17a 65.94 -34.06 35.83e 141.00a 393.49 293.49 5. Argopuro 88.50c 51.77c 58.49 -41.51 183.50c 110.50a 60.22 -39.78 158.33a 108.83a 68.74 -31.26 6. Anjasmoro 77.57e 45.30e 58.40 -41.60 91.67f 53.83c 58.73 -41.27 67.67e 52.50g 77.59 -22.41 7. Lumajang

Bewok 93.18b 45.85e 49.20 -50.80 131.67e 81.83a 62.15 -37.85 127.67c 78.17e 61.23 -38.77 8. Cikurai 104.02b 52.67b 50.63 -49.37 166.83d 69.83a 41.86 -58.14 155.50a 66.50f 42.77 -57.23 9. Burangrang 111.87a 70.40a 62.93 -37.07 122.50f 85.17a 69.52 -30.48 111.50d 83.50e 74.89 -25.11 10. Ijen 116.13a 52.07c 44.83 -55.17 372.17a 89.33a 24.00 -76.00 171.00a 87.50c 51.17 -48.83 11. Tanggamus 91.67b 46.55d 50.78 -49.22 214.17a 98.83a 46.15 -53.85 184.33a 87.67c 47.56 -52.44 12. Menyapa 87.92c 48.78c 55.49 -44.51 203.50b 103.83a 51.02 -48.98 93.17e 94.67b 101.61 1.61 13. Petek 79.55e 57.92a 72.81 -27.19 123.17f 85.83a 69.69 -30.31 114.50d 84.83d 74.09 -25.91 14. Tidar 95.77b 46.17e 48.21 -51.79 171.17c 110.33a 64.46 -35.54 162.50a 102.33a 62.97 -37.03 15. Jayawijaya 94.80b 21.05f 22.20 -77.80 232.50a 66.67b 28.67 -71.33 135.33b 56.17f 41.50 -58.50

Keterangan : Angka rata-rata pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama, tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT (0.05). NR = Nilai Relatif (%kontrol)

Pemberian naungan berpengaruh nyata terhadap jumlah polong per tanaman. Varietas yang memberikan jumlah polong tertinggi adalah varietas Ringgit (V1) yang berbeda nyata dengan varietas lainnya. Dilihat dari hasil

relative menunjukkan bahwa varietas- varietas yang diuji memberikan penurunan jumlah polong per tanaman pada naungan 50%. Bila dibandingkan dengan control maka varietas Ringgit (V1), Willis (V3), Burangrang (V9)

(8)

dan Petek (V13) mengalami penurunan dengan masing-masing penurunan sebesar 28,75%; 30,06%; 30,48% dan 30,31%. Varietas Kawi (V2), Seulawah (V4), Argopuro (V5), Anjasmoro (V6), Lumajang Bewok (V7), Cikurai (V8), Tanggamus (V11), Menyapa (V12), dan Tidar (V14) mengalami penurunan antara 30 - 59%, sedangkan Ijen (V10) dan Jayawijaya (V15) mengalami penurunan yang lebih dari 60% yaitu sebesar 76% dan 71,33% (Tabel 4). Pemberian naungan berpengaruh nyata terhadap jumlah polong per tanaman. Varietas yang memberikan jumlah polong tertinggi adalah varietas Ringgit (V1) yang berbeda nyata dengan varietas lainnya. Dilihat dari hasil relative menunjukkan bahwa varietas- varietas yang diuji memberikan penurunan jumlah polong per tanaman pada naungan 50%. Bila dibandingkan dengan control maka varietas Ringgit (V1), Willis (V3), Burangrang (V9) dan Petek (V13) mengalami penurunan dengan masing-masing penurunan sebesar 28,75%; 30,06%; 30,48% dan 30,31%. Varietas Kawi (V2), Seulawah (V4), Argopuro (V5), Anjasmoro (V6), Lumajang Bewok (V7), Cikurai (V8), Tanggamus (V11), Menyapa (V12), dan Tidar (V14) mengalami penurunan antara 30 - 59%, sedangkan Ijen (V10) dan Jayawijaya (V15) mengalami penurunan yang lebih dari 60% yaitu sebesar 76% dan 71,33% (Tabel 4). Penurunan jumlah polong per tanaman yang lebih rendah pada varietas yang diduga toleran dibandingkan dengan yang diduga peka dalam kondisi naungan 50%, karena pendistribusian hasil ke bulir lebih besar dibandingkan dengan varietas yang peka. Penurunan produksi pada naungan 50% disebabkan oleh berkurangnya intensitas cahaya yang diterima tanaman. Hasil penelitian Haris (1998) menunjukkan bahwa rata- rata intensitas cahaya pada naungan 50% adalah sebesar 130.14

kalori/cm2/hari, sedangkan untuk menunjang pertumbuhan padi gogo dibutuhkan intensitas cahaya matahari minimum sebesar 256 kalori /cm2/ hari (Las, 1983). Pada penelitian ini diasumsikan kebutuhan cahaya tanaman kedelai sama dengan padi gogo.

Jumlah polong berisi per tanaman juga menunjukkan perbedaan yang nyata pada naungan 50%. Varietas yang memberikan hasil cenderung lebih tinggi pada naungan adalah V4 (Seulawak) yang menunjukkan beda nyata dengan varietas lainnya. Perubahan yang yang terjadi pada varietas yang diuji masing-masingnya tidak sama. Varietas Ringgit (V1), Seulawah (V4) dan Menyapa (V12) menunjukkan kenaikan dibandingkan dengan control. Varietas lainnya mengalami penurunan jumlah polong berisi per tanaman. Penurunan yang lebih kecil dari 30% terjadi pada varietas Willis (V3), Anjasmoro (V6), Burangrang (V9), Menyapa (V12) dan Petek (V13). Penurunan jumlah polong berisi lebih tinggi pada varietas yang mengalami penurunan lebih besar dari 60% diduga berkaitan dengan peningkatan persentase polong hampa. Disamping itu, penurunan jumlah polong berisi yang rendah pada varietas toleran didukung oleh jumlah polong berisi per tanaman lebih tinggi.

Evaluasi Varietas Toleran dalam Ruang Gelap

Kemampuan hidup tanaman pada fase bibit dalam ruang gelap setelah 3, 5, 7, 9, 11 dan 13 hari disimpan di dalam ruang gelap disajikan pada Tabel 7. Angka yang disajikan adalah persen tanaman bertahan hidup.

Tanaman fase bibit yang bertahan hidup dalam keadaan tanpa cahaya terlihat berbeda nyata antar masing-masing varietas. Hari ketujuh setelah disimpan di ruang gelap diduga merupakan waktu

(9)

yang paling sesuai untuk metode seleksi toleransi terhadap naungan pada fase bibit di dalam ruang gelap. Pada hari ke 7 ini bibit yang bertahan hidup berkisar antara 25,71% sampai dengan 71,43%. Tanaman yang bertahan hidup diatas 60% pada hari ketujuh ini adalah

varietas Ringgit (V1), Lumajang Bewok (V7), Ijen (V10), Menyapa (V12), Petek (V13) dan Tidar (V14) dengan persentase masing-masing sebesar 68,57% ;71,43%; 62,86%; 65,71%; 62,86%; dan 68,57%.

Tabel 5. Rata-rata Jumlah Tanaman Hidup setelah 3 sampai 11 Hari Disimpan dalam Ruang Gelap.

No Varietas Lama dalam Ruang Gelap Total (hari)

3 5 7 9 11 1 Ringgit 92,5 92,5 68,57 5,71 0 2 Kawi 87,5 87,5 31,43 8,57 0 3 Willis 85 85 48,57 11,43 0 4 Seulawak 77,5 77,5 45,71 8,57 0 5 Argopuro 90 82,5 25,71 8,57 0 6 Anjasmoro 70 70 28,57 8,57 0 7 Lumajang Bewok 95 87,5 71,43 17,14 0 8 Cikurai 85 82,5 57,14 17,14 0 9 Burangrang 85 77,5 42,86 11,43 0 10 Ijen 85 85 62,86 28,57 0 11 Tanggamus 85 85 48,57 11,43 0 12 Menyapa 87,5 87,5 65,71 14,29 0 13 Petek 100 95 62,86 11,43 0 14 Tidar 97,5 97,5 68,57 8,57 0 15 Jayawijaya 87,5 82,5 31,43 20,00 0

Keterangan : Angka yang disajikan persentase tanaman hidup. Tanaman yang hidup antara 30 – 59%

pada hari ke 7 ini adalah Kawi (V2), Willis (V3), Seulawah (V4), Cikurai (V8), Burangrang (V9), Tanggamus (V11) dan Jayawijaya (V15), sedangkan tanaman yang hidup dibawah 30% pada hari ke 7 adalah Argopuro (V5) dan Anjasmoro (V6) dengan persentase hidup sebesar 25,71% dan 28,57%. Pada hari ke 9 semua tanaman yang bertahan hidup adalah dibawah 30% dengan jumlah tertinggi adalah pada varietas Ijen yaitu bertahan hidup sebanyak 28,57 %. Varietas lainnya pada hari ke 9 bertahan hidup dibawah 25%. Pada hari ke 11 semua tanaman sudah mati.

Kemampuan bertahan hidup tanaman fase bibit pada keadaan gelap dipengaruhi oleh kandungan

karbohidrat dalam daun. Hasil uji kandungan karbohidrat tanaman pada 7 hari setelah pemindahan keruang gelap menunjukkan perbedaan pada varietas yang dicoba. Beberapa varietas mempunyai kandungan karbohidrat yang relative tinggi dibandingkan lainnya. Rata-rata kandungan karbohidrat pada masing-masing varietas dalam gram/100gram bahan adalah : Ringgit 0,48; Kawi 0,50; Willis 0,44; Seulawak 0,71; Argopuro 0,42; Anjasmoro 0,49; Lumajang Bewok 0,49; Cikurai 0,39; Burangrang 0,68; Ijen 0,95; Tanggamus 0,95; Menyapa 0,88; Petek 0,56; Tidar 0,88; Jayawijaya 0,63.

Varietas-varietas yang cenderung mengandung karbohidrat yang lebih besar diduga mempunyai kemampuan

(10)

bertahan hidup tanaman fase bibit pada keadaan gelap dipengaruhi oleh kandungan pati dan karbohidrat pada daun. Hal ini terlihat dari hasil analisis kandungan karbohidrat pada daun (Gambar 2). Alasannya adalah bahwa varietas yang memiliki kandungan karbohidrat yang relative tinggi atau cenderung toleran memiliki respirasi yang lebih rendah daripada yang cenderung peka.

Berdasarkan hasil evaluasi 15 varietas terhadap naungan menunjukkan bahwa terdapat beberapa varietas yang dapat digolongkan kepada varietas yang toleran, beberapa yang moderat dan beberapa yang peka. Tanaman yang telah digolongkan sebagai varietas toleran, moderat dan peka tersebut terdapat beberapa diantaranya konsisten toleran pada kedua metoda pengujian.

1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 V1 V 2 V 3 V 4 V 5 V 6 V 7 V 8 V 9 V V 10 11 V V V V 12 13 14 15

Gambar 2. Kandungan karbohidrat beberapa varietas kedelai pada uji cepat di ruang gelap pada umur 7 hari dalam ruang gelap.

Varietas-varietas yang dapat digolongkan sebagai tanaman yang cenderung toleran berdasarkan pengujian pada metoda uji cepat ruang gelap adalah varietas Ringgit, Ijen, Menyapa, Petek dan Tidar. Varietas yang cenderung moderat adalah Kawi, Wilis, Seulawah, Cikurai, Burangrang, Tanggamus dan Jayawijaya. Sedangkan varietas yang peka adalah varietas Argopuro dan Anjasmoro. Varietas- varietas yang dapat digolongkan sebagai tanaman yang cenderung toleran berdasarkan pengujian pada naungan 50% adalah Ringgit, Wilis, Burangrang, dan Petek. Varietas Kawi, Argopuro, Anjasmoro, Lumajang bewok, Cikurai, Ijen, Tanggamus, Menyapa dan Tidar termasuk moderat, sedangkan yang peka adalah Seulawah dan Jayawijaya. Hasil

evaluasi varietas toleran naungan buatan dan dengan uji cepat ruang gelap tersebut disajikan dalam Tabel 6. Berdasarkan evaluasi pada kedua metode yang berbeda, dari keenam varietas yang toleran berdasarkan uji cepat ruang gelap tersebut, 2 varietas diantaranya juga toleran berdasarkan evaluasi pada naungan buatan 50 %. Varietas-varietas yang konsisten toleran pada kedua metoda pengujian tersebut adalah varietas Ringgit, dan Petek. Varietas yang moderat adalah Kawi, Cikurai dan Tanggamus. Sedangkan yang peka adalah varietas Seulawah dan Jayawijaya. Pada Tabel 8 disajikan tabel hasil evaluasi varietas toleran naungan pada naungan buatan dan dengan metode uji cepat dalam ruang gelap.

(11)

Tabel 6. Hasil Evaluasi Varietas Toleran Naungan pada Naungan Buatan dan dengan Metode Uji Cepat Ruang Gelap.

No Varietas Metode Penyaringan

Naungan Buatan Uji Cepat Ruang Gelap

1 Ringgit T T 2 Kawi M M 3 Willis T M 4 Seulawak P P 5 Argopuro M P 6 Anjasmoro M P 7 Lumajang Bewok M T 8 Cikurai M M 9 Burangrang T M 10 Ijen M T 11 Tanggamus M M 12 Menyapa M T 13 Petek T T 14 Tidar M T 15 Jayawijaya P P

Keterangan : T = Toleran, M = Moderat dan P = Peka

Kesimpulan dan Saran

Hasil evaluasi terhadap 15 varietas yang diuji, diperoleh 2 varietas yang konsisten toleran pada kedua metoda tersebut yaitu varietas Ringgit dan Petek. Varietas yang moderat adalah varietas Kawi, Cikurai, Tanggamus, sedangkan yang peka terhadap naungan adalah varietas Seulawak dan Jayawijaya.

Dua varietas yang secara konsisten toleran pada dua metode pengujian tersebut yaitu varietas Ringgit dan Petek dapat dipertimbangkan untuk dikembangkan sebagai varietas toleran terhadap naungan.

Perlu penelitian lebih lanjut mengenai karakteristik fisiologi fotosintetik tanaman kedelai yang dapat dijadikan sebagai penciri toleransi terhadap naungan dan perlu penggabungan karakter-karakter yang berkaitan erat dengan toleransi terhadap naungan dengan melakukan persilangan dan mempelajari pola pewarisan sifatnya.

Ucapan Terima Kasih

Terima kasih penulis ucapkan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi , Departemen Pendidikan Nasional melalui Penelitian Hibah Kompetitif Penelitian sesuai Prioritas Nasional Nomor Kontrak 596/SP2H/DP2M/VII/2009 yang telah membiayai penelitian ini.

Daftar Pustaka

Adisarwanto & Wudianto. 1999. Meningkatkan Hasil Panen Kedelai di Lahan Sawah-Kering-Pasang- Surut. Penebar Swadaya. Jakarta. Badan Pusat Logistik & Direktorat

Jenderal Bina Produksi Hortikultura . 2005. Data Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura 2004 Tingkat Nasional dan Provinsi. Biro Pusat Statistik. 1998. Indonesia

Dalam Angka 1998. Jakarta.

Haris, A.B., M.A. Chozin, D. Sopandie dan I.Las. 1998. Karakteristik Iklim Mikro dan Respon Tanaman Padi

(12)

Gogo pada Pola Tanam Sela dengan Tanaman Karet. Seminar Hasil Penelitian PPS-IPB. 12p.

Las, I. 1983. Efisiensi Radiasi Surya dan Pengaruh Naungan terhadap Padi Gogo. Penelitian Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Bogor. 3 (1) : 30 - 35.

Marschner, H. 1995. Mineral Nutrition of Higher Plants. Second Edition. Academic Press inc. San Diego. USA. P. 131-183.

Nasution, M. 2004. Diversifikasi Titik Kritis Pembangunan Pertanian Indonesia : Pertanian Mandiri. Penebar Swadaya. Jakarta.

Rukmana, R & Y. Yuniarsih. 2004. Kedelai Budidaya dan Pasca Panen. Kanisius. Yogyakarta.

Soverda, N. 2002. Karakteristik Fisiologi Fotosintetik Padi Gogo Toleran terhadap Cekaman Naungan. Jurnal Agronomi Fakultas Pertanian Unja, Publikasi Nasional Ilmu Budidaya Pertanian, Vol 6, No 2, Juli – Desember 2002.

Wibawa, G & M.J. Rosyid. 1995. Peningkatan Produktivitas Padi sebagai Tanaman Sela Karet Muda. Warta Pusat Penelitian Karet. Assosiasi Penelitian dan

Pengembangan Perkebunan

Gambar

Tabel 1.   Perubahan Jumlah Cabang Primer beberapa Varietas Kedelai pada Naungan  50%
Tabel     2.     Perubahan     Tinggi     Tanaman     beberapa     Varietas     Kedelai     pada  Naungan  50%
Gambar 1.   Kandungan karbohidrat pada 15 varietas kedelai pada naungan 50%
Tabel 4. Perubahan produksi dan komponen produksi pada naungan 50%
+4

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan perbedaan lokasi dan waktu mencari makan, jumlah dan variasi pola mencari makan yang tampak pada Bubulcus ibis adalah sebagai berikut variasi pola

Perlakuan kemasan dengan ukuran rongga udara yang berbeda tidak memberikan pengaruh terhadap kadar protein dan kadar lemak, tetapi memberikan pengaruh yang nyata

Okratoksin merupakan mikotoksin yang banyak mengkontaminasi komoditas pertanian dan pakan terutama Okratoksin A (OA) diketahui sebagai penyebab keracunan ginjal pada manusia

Total hasil skoring pada Tabel 7 menje- laskan bahwa hasil penilaian terhadap keselu- ruhan aspek menghasilkan bahwa teknologi pe- nangkapan yang paling tepat (prioritas

Namun, sebagai tahap awal, penelitian terhadap model penilaian yang tersusun atas beberapa komponen model yang bersifat skematik adalah sangat mendesak, sehingga studi ini

2. Beberapa kinerja dalam lesson study masih belum optimal digunakan oleh mahasiswa karena kurang terbiasa dengan budaya kolaboratif.. Pencatatan pada bagian kinerja lesson study

Dan yang terakhir merupakan interleaved boost converter penelitian kali ini dilakukan dengan cara paralel dua buah boost konverter dengan sebuah kontrol hal ini

Variasi konsentrasi maltodekstrin dan ekstrak kayu secang menyebabkan perbedaan kualitas minuman serbuk buah kersen pada parameter kadar serat, kadar vitamin C,