• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Berbagai Umur Pemotongan Tanaman Rami...Delia R.O.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengaruh Berbagai Umur Pemotongan Tanaman Rami...Delia R.O."

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1 PENGARUH BERBAGAI UMUR PEMOTONGAN TANAMAN RAMI (BOEHMERIA

NIVEA) TERHADAP PRODUKSI NH3 DAN VFA CAIRAN RUMEN DOMBA (IN

VITRO)

THE INFLUENCE OF VARIOUS DEFOLIATION TIME OF RAMIE PLANT (BOEHMERIA NIVEA) ON PRODUCTION NH3 AND VFA RUMEN LIQUOR OF

SHEEP (IN VITRO)

Delia Rakhmah Oktafiani *, U.H.Tanuwiria **, Rahmat Hidayat ** Universitas Padjadjaran

* Alumni Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Tahun 2015 ** Dosen Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

e-mail: Deliarakhmah@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian mengenai pengaruh berbagai umur pemotongan tanaman rami terhadap produksi NH3 dan VFA cairan rumen domba (in vitro) telah dilaksanakan pada tanggal 16 Februari - 15 Maret 2015 di Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh berbagai umur pemotongan tanaman rami (Boehmeria

nivea) terhadap produksi NH3 dan VFA cairan rumen domba (in vitro). Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat perlakuan (P1: tanaman rami yang dipotong umur 15 hari, P2: tanaman rami yang dipotong umur 30 hari, P3: tanaman rami yang dipotong umur 45 hari, dan P4: tanaman rami yang dipotong umur 60 hari) dari pertumbuhan kembali dan lima pengulangan. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa umur pemotongan yang berbeda pada tanaman rami berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap produksi NH3 dan produksi VFA. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tanaman rami yang dipotong umur 15 hari (P1) menghasilkan produksi NH3 tertinggi dan tanaman rami yang dipotong umur 30 hari (P2) menghasilkan produksi VFA tertinggi.

Kata Kunci : Tanaman rami, Umur Pemotongan, Produksi NH3 dan VFA

ABSTRACT

The research of “The Influence of Various Defoliation Time of Ramie Plant (Boehmeria nivea) on Production NH3 And VFA Rumen Liquor of Sheep (In Vitro)” was conducted from February 16th until March 15th 2015 at Ruminant Nutrition and Feed Chemistry Laboratory, Faculty of Animal Husbandry Universitas Padjadjaran. The objective of this research was to determine the influence of various defoliation time of ramie plant which had maximum NH3 and VFA production (in vitro). The experimental method used a Completely Randomized Design (CRD) with four treatments (P1: the ramie plant that cut of 15 days old, P2: the ramie plant that cut of 30 days old, P3: the ramie plant that cut of 45 days old, and P4: the ramie plant that cut of 60 days old)from regrowthand five replications. The differences defoliation time of ramie plant have significant effect (P<0,05) both on the NH3 production and VFA production. The result of the research showed that maximum production

(2)

2 of NH3 was reached from ramie plant that defoliated of 15 days old (P1) and maximum production of VFA was reached from 30 days old (P2) defoliated of ramie plant.

Key Word : Ramie Plant, Time of Defoliation, NH3 and VFA Production

PENDAHULUAN

Tanaman rami merupakan tanaman tahunan yang berbentuk rumpun mudah tumbuh dan dikembangkan di daerah tropis, serta tahan terhadap penyakit dan hama. Tanaman ini tumbuh dari tunas akar sehingga dapat tumbuh dan berkembang biak berumpun dengan cepat seperti halnya bambu. Oleh karena itu, tanaman rami sangat efektif untuk menahan erosi sehingga dapat mendukung pelestarian alam dan lingkungan. Bagian tanaman rami yang dimanfaatkan baru serat kulit kayunya sebagai bahan baku tekstil, sementara daunnya dibuang atau dijadikan kompos (Balitbang Kemhan, 2011). Berdasarkan hasil analisis kimia di Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak Fakultas Peternakan Unpad (2014), tanaman rami mengandung serat kasar sebesar 24-45% ; protein kasar 21-32% ; lignin 3-10%. Jika dilihat dari kandungan nutriennya, tanaman rami merupakan salah satu tanaman alternatif yang dapat dimanfaatkan sebagai hijauan pakan.

Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas hijauan pakan adalah umur pemotongan hijauan. Pemotongan tanaman sebaiknya dilakukan sebelum tumbuhan berbunga karena kualitas nutriennya masih tinggi dan akan menurun ketika tanaman tersebut telah berbunga. Menurut Balittas (2012), tanaman rami khususnya klon Pujon 10 mulai berbunga pada umur 20-30 hari dan umur untuk panen serat dilakukan pada umur dua bulan. Umur pemotongan terbaik tanaman rami sebagai tanaman pakan ternak ruminansia adalah pada umur 30 hari (Sari, 2015).

Perbedaan umur potong tanaman akan menyebabkan perbedaan kandungan nutriennya yang kemudian akan mempengaruhi kecernaan dan produk hasil fermentasi rumen yaitu NH3 dan VFA. Produksi NH3 yang tinggi mencerminkan banyaknya protein ransum yang mudah didegradasi oleh mikroba rumen, sedangkan produksi VFA total yang tinggi mencerminkan banyaknya bahan organik ransum yang mudah didegradasi oleh mikroba rumen (Tanuwiria dkk., 2005). Amonia merupakan sumber nitrogen utama dan penting untuk sintesis protein mikroba. Volatile Fatty Acid (VFA) merupakan produk utama dari pencernaan karbohidrat dalam rumen dan merupakan produk akhir dari fermentasi bahan organik yang dimanfaatkan sebagai sumber energi utama ruminansia asal rumen (Siska dkk., 2013).

(3)

3 MATERI DAN METODE PENELITIAN

1. Materi Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan adalah tanaman rami (Boehmeria nivea) yaitu bagian batang dengan daunnya yang dipanen umur 15, 30, 45, dan 60 hari dari pertumbuhan kembali. Setiap kali pemanenan, sampel yang didapat dikeringkan dengan cara dijemur di bawah sinar matahari. Sampel yang sudah kering digunakan untuk dianalisis in vitro. Bahan lainnya adalah cairan rumen domba, saliva buatan, gas karbondioksida (CO2), HgCl2, dan zat kimia untuk analisis NH3 dan VFA.

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas timbangan digital merk Sartorius, box plastik, label, termos, corong, kain saring jenis muslin, tabung fermentor,

waterbath, rak tabung, alat sentrifugasi, tabung plastik kapasitas 30 mL, Gas CO2, seperangkat alat analisis NH3 (terdiri atas pipet, cawan conway, buret, stirer), dan seperangkat alat analisis VFA (terdiri atas pipet, kompor gas, tabung destilasi, pendingin, erlemeyer,

stirer).

2. Metode Penelitian

Pengujian Fermentabilitas Ransum dengan Metode in vitro dilakukan pertama-tama penangas air disiapkan dengan tempratur 39-40 0C. Sampel bahan ditimbang sebanyak ± 1 gram kering udara untuk setiap tabung, kemudian sampel tersebut dimasukkan ke dalam tabung fermentor yang telah diberi label. Saliva buatan sebanyak 40 mililiter dan cairan rumen sebanyak 10 mililiter dimasukkan ke dalam tabung fermentor yang telah diisi sampel. Gas karbondioksida dialirkan ke dalam tabung, kemudian lubang fermentor tersebut ditutup dengan menggunakan tutup karet berventilasi. Tabung fermentor dimasukkan ke dalam rak yang telah tersedia di dalam waterbath yang berisi air dengan pengaturan suhu 39-40 0C selama 3 jam sambil dilakukan pengocokan secara kontinyu setiap 30 menit sekali. Setelah inkubasi selama 3 jam dalam keadaan anaerob, tutup karet dibuka kemudian ditambahkan 2-3 tetes larutan HgCl2 jenuh untuk menghentikan aktivitas mikroba. Tabung fermentor dikocok secara perlahan agar larutan HgCl2 jenuh bercampur homogen dengan cairan fermentor. Cairan fermentor dimasukkan ke dalam tabung sentrifugasi, kemudian diputar selama 15 menit dengan kecepatan 4500 putaran per menit (rpm) untuk mendapatkan supernatan yang akan dianalisis kandungan Volatile Fatty Acid dan NH3.

Kadar NH3 ditentukan dengan teknik mikrodifusi Conway (General Laboratory

(4)

4 berasal dari proses fermentasi diambil 1 mililiter, kemudian ditempatkan pada salah satu ujung alur cawan Conway. Larutan NaOH jenuh sebanyak 1 mililiter ditempatkan pada salah satu ujung cawan Conway yang bersebelahan dengan supernatan. Larutan asam borat berindikator metil red dan brom kressol green sebanyak 1 mililiter ditempatkan dalam cawan kecil yang terletak di tengah cawan Conway. Cawan Conway yang sudah diolesi vaselin ditutup rapat hingga kedap udara, larutan NaOHdicampur dengan supernatan hingga merata dengan cara menggoyang-goyangkan dan memiringkan cawan tersebut. Setelah itu dibiarkan selama 24 jam dalam suhu kamar. Setelah 24 jam suhu kamar dibuka, asam borat berindikator dititrasi dengan H2SO4 0,005 N sampai terjadi perubahan warna dari hitam menjadi merah muda. Kadar produksi NH3 dalam cairan rumen dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

NH3 (mM) = (V H2SO4 xN H2SO4 x 1000) mM

Keterangan :

V = Volume H2SO4 yang terpakai untuk titrasi N = Normalitas H2SO4

Produksi VFA ditentukan dengan destilasi tekanan uap (General Laboratory

Procedure, 1966). Sebanyak 5 mililiter supernatan dimasukkan ke dalam tabung destilasi

yang dipanaskan dengan uap air. Tabung segera ditutup rapat setelah ditambahkan 1 mililiter H2SO4 15%. Tabung destilasi dihubungkan dengan labu yang berisi air mendidih dan dipanaskan terus selama proses destilasi.

Uap panas akan mendesak VFA melewati tabung pendingin terkondensasi dan ditampung dengan erlemeyer berisi 5 mililiter NaOH 0,5 N sampai mencapai volume sekitar 300 mililiter, selanjutnya ditambah indikator phenolptalen sebanyak 2-3 tetes dan dititrasi dengan HCl 0,5 N. Penetesan berakhir sampai didapatkan perubahan warna dari merah muda menjadi bening atau tidak berwarna. Dilakukan pula titrasi blangko terhadap 5 mililiter H2SO4. Kadar VFA dihitung dengan rumus :

VFA total (mM) = ( ) Keterangan :

b = Volume titrasi blangko s = Volume titrasi sampel N = Normalitas larutan HCl

(5)

5 Penelitian dilakukan dengan metode eksperimental. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat perlakuan umur dan setiap perlakuan diulang lima kali. Adapun masing-masing perlakuan yaitu P1; tanaman rami yang dipotong umur 15 hari, P2; tanaman rami yang dipotong umur 30 hari, P3; tanaman rami yang dipotong umur 45 hari, dan P4; tanaman rami yang dipotong umur 60 hari

Analisis yang dilakukan terhadap data yang diperoleh yaitu analisis ragam yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap peubah yang diamati. Apabila terdapat perbedaan antar perlakuan kemudian dilakukan uji lanjut dengan menggunakan Uji Jarak Berganda Duncan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1 Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi NH3

Protein yang berasal dari pakan pertama kali dihidrolisa oleh mikroba rumen. Hidrolisa protein menjadi asam amino diikuti oleh proses deaminasi untuk membebaskan amonia (Arora, 1995). Kadar amonia di dalam cairan rumen mencerminkan proses degradasi dan sintesis protein oleh mikroba rumen (McDonald dkk., 2002). Rataan produksi NH3 ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Rata-rata Produksi Amonia (NH3) pada berbagai Perlakuan

Ulangan Perlakuan P1 P2 P3 P4 ...NH3 (mM)... 1 6,73 5,73 4,20 4,00 2 6,80 5,85 5,10 4,05 3 6,45 5,50 5,20 4,05 4 6,35 5,45 4,30 3,80 5 6,80 5,70 4,90 4,20 Rata-rata 6,63 5,65 4,74 4,02

Keterangan Perlakuan : P; tanaman rami yang dipotong umur 15 hari, P2;tanaman rami yang dipotong umur 30 hari, P3; tanaman rami yang dipotong umur 45 hari, P4; tanaman rami yang dipotong umur 60 hari.

Tabel 1 menunjukkan bahwa perlakuan umur potong yang berbeda terhadap tanaman rami menyebabkan bervariasinya nilai rata-rata produksi NH3 cairan rumen. Rataan produksi NH3 dari setiap perlakuan yang dihasilkan berkisar antara 4,02–6,63 mM. Nilai tersebut masih dalam kisaran yang normal untuk pertumbuhan optimum mikroba rumen.

(6)

6 Sebagaimana terdapat dalam Sutardi (1979) yang menyatakan bahwa kadar NH3 yang baik untuk pertumbuhan optimum mikroba rumen adalah 4-12 mM. Selanjutnya untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap produksi NH3 dilakukan analisis ragam. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa umur pemotongan tanaman rami berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap produksi NH3. Uji lanjut dengan menggunakan Uji Jarak Berganda Duncan dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh perbedaan antar perlakuan terhadap rata-rata produksi NH3.

Berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan, umur pemotongan yang berbeda pada tanaman rami berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap tingkat degradasi protein oleh mikroba rumen yang tercemin dari nilai rata-rata produksi NH3. Hasil Uji Jarak Berganda Duncan menunjukkan bahwa rata-rata produksi NH3 pada perlakuan P1 (tanaman rami yang dipotong umur 15 hari) berbeda nyata (P<0,05) dengan rata-rata produksi NH3 tanaman rami yang dipotong umur 30 hari, 45 hari, dan 60 hari (P2, P3, dan P4). Rata-rata produksi NH3 pada perlakuan P4 (tanaman rami yang dipotong umur 60 hari) lebih rendah (P<0,05) dibandingkan dengan rata produksi NH3 tanaman rami yang dipotong umur 45 hari, 30 hari, dan 15 hari (P3, P2, dan P1).

Rata-rata produksi NH3 tertinggi terdapat pada perlakuan P1 yaitu tanaman rami yang dipotong umur 15 hari. Penurunan rata-rata produksi NH3 terjadi pada perlakuan P2 sampai P4 sehingga didapatkan rata-rata produksi NH3 terendah pada perlakuan P4 yaitu tanaman rami yang dipotong umur 60 hari. Dari hubungan antara umur pemotongan tanaman rami dengan produksi NH3, diperoleh persamaan regresi linier Yx = 7,433 – 0,058x (R2 = 0,93). Semakin tua umur pemotongan maka akan semakin rendah produksi NH3.

Salah satu faktor yang mempengaruhi produksi amonia (NH3) di dalam rumen adalah jumlah protein yang dikonsumsi (Subronto, 2003). Jumlah protein yang dikonsumsi dapat terlihat dari persentase kandungan protein pakan perlakuan. Persentase kandungan protein pakan perlakuan ini dipengaruhi oleh umur potong tanaman. Persentase kandungan protein pada berbagai umur pemotongan tanaman rami disajikan pada Tabel 2.

(7)

7 Tabel 2. Kandungan Protein berbagai Umur Pemotongan Tanaman Rami

Umur Pemotongan Kandungan Protein Kasar (%)

15 hari 32

30 hari 29

45 hari 25

60 hari 21

Sumber : Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran (2014)

Tabel 2 menunjukkan bahwa semakin tua umur pemotongan tanaman rami maka kandungan proteinnya akan semakin menurun sehingga mengakibatkan menurunnya produksi NH3 di dalam rumen. Produksi NH3 yang maksimum pada perlakuan P1 sebesar 6,63 mM menunjukkan tingkat degradasi protein oleh mikroba di dalam cairan rumen yang maksimum. Hal ini disebabkan karena masih mudanya umur pemotongan perlakuan P1 (umur pemotongan 15 hari). Hijauan pakan yang masih muda proteinnya mudah larut (soluble

protein) serta mengandung proporsi nitrogen yang tinggi dalam bentuk senyawa Non Protein

Nitrogen (NPN) sehingga dapat didegradasi dengan cepat di dalam rumen menjadi NH3. Hasil penelitian Sari (2015) menunjukkan bahwa tanaman rami yang dipotong umur 15 hari (perlakuan P1) memiliki persentase kandungan protein yang paling tinggi (32%) dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

Meskipun tanaman yang dipotong umur 15 hari (perlakuan P1) kandungan proteinnya masih tinggi, tetapi tanaman yang dipotong pada umur ini kurang menguntungkan dari segi produktivitas tanaman serta kesehatan ternak yang memakannya. Hal ini sejalan dengan pernyataan Syamsuddin (2012), tanaman yang dipotong terlalu muda (periode perkecambahan) memang masih memiliki nilai gizi yang relatif tinggi, tetapi pemotongan yang dilakukan pada periode ini kurang menguntungkan karena produksi biomassa tanaman rendah dan akan memperlemah pertumbuhan kembali. Subronto (2003) menambahkan bahwa tanaman yang dipanen sebelum berbunga atau sesudah turunnya hujan banyak mengakibatkan terjadinya kembung rumen.

Tanaman rami yang dipotong pada umur 30 hari (P2) menghasilkan rata-rata produksi NH3 tertinggi kedua yaitu sebesar 5,65 mM. Hal ini disebabkan karena pada umur 30 hari, tanaman rami berada pada periode vegetatif tanaman. Pada periode ini tanaman masih memiliki kualitas serta produktivitas yang cukup tinggi. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Syamsuddin (2012), pemotongan sebaiknya dilakukan pada saat tanaman tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua yaitu pada saat tanaman menjelang berbunga (periode vegetatif). Pada

(8)

8 periode ini tanaman masih memiliki nilai gizi yang cukup, produktivitasnya masih cukup tinggi, palatabilitasnya masih baik, serta kemampuan tanaman untuk tumbuh kembali masih tinggi. Sari (2015) melaporkan bahwa umur pemotongan terbaik tanaman rami sebagai tanaman pakan ternak ruminansia adalah pada umur 30 hari. Dengan demikian tanaman yang baik digunakan sebagai hijauan pakan dengan rata-rata produksi NH3 tertinggi kedua dan memiliki kualitas serta produktivitas yang masih cukup tinggi adalah tanaman rami yang dipotong umur 30 hari (P2).

Peningkatan umur pemotongan tanaman rami (P2 sampai P4) menyebabkan menurunnya rata-rata produksi NH3 pada setiap perlakuan. Rata-rata produksi NH3 perlakuan P2, P3, P4 sebesar (5,65 ; 4,74 ; 4,02) mM. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Syamsuddin (2012), tanaman yang dipotong terlalu tua (periode berbuah) kurang tepat dilakukan. Hal ini dikarenakan sebagian besar zat makanan yang berguna bagi keperluan hewan sudah hilang untuk pembentukan buah dan biji.

2 Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi VFA

Asam lemak terbang atau Volatile Fatty Acid (VFA) merupakan produk akhir fermentasi karbohidrat oleh mikroorganisme di dalam rumen. Asam lemak terbang yang sangat menonjol dan sering digunakan untuk menghitung efisiensi fermentasi karbohidrat dalam rumen adalah asam asetat, asam propionat, dan asam butirat (Sutardi, 1977). Produksi VFA total yang tinggi mencerminkan banyaknya bahan organik ransum yang didegradasi oleh mikroba rumen (Tanuwiria dkk., 2005). Rataan produksi VFA ditampilkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Rata-rata Produksi VFA pada berbagai Perlakuan

Ulangan Perlakuan P1 P2 P3 P4 ...VFA (mM)... 1 114,5 121,0 111,0 96,5 2 109,0 121,0 107,5 102,0 3 117,0 120,5 111,5 97,5 4 119,0 117,5 110,5 102,5 5 116,5 126,5 107,5 94,0 Rata-rata 115,2 121,30 109,60 98,50

Keterangan Perlakuan : P; tanaman rami yang dipotong umur 15 hari, P2;tanaman rami yang dipotong umur 30 hari, P3; tanaman rami yang dipotong umur 45 hari, P4; tanaman rami yang dipotong umur 60 hari.

(9)

9 Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan umur potong yang berbeda terhadap tanaman rami menyebabkan bervariasinya nilai rata-rata produksi VFA cairan rumen. Rataan produksi VFA dari setiap perlakuan berkisar 98,5 – 121,3 mM. Nilai tersebut masih dalam kisaran yang normal untuk pertumbuhan optimum mikroba rumen. Sebagaimana terdapat dalam Sutardi (1979), yang menyatakan bahwa kadar VFA yang baik untuk pertumbuhan optimum mikroba rumen adalah 80-160 mM.

Terdapat peningkatan rata-tata produksi VFA dari perlakuan P1 ke P2 dengan rata-rata produksi VFA tertinggi terdapat pada perlakuan P2 yaitu tanaman rami yang dipotong umur 30 hari. Selanjutnya terjadi penurunan produksi VFApada perlakuan P3 sampai P4 sehingga didapatkan rata-rata produksi VFA terendah pada perlakuan P4 yaitu tanaman rami yang dipotong umur 60 hari. Selanjutnya untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap produksi NH3 dilakukan analisis ragam. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa umur pemotongan tanaman rami berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap produksi NH3. Uji lanjut dengan menggunakan Uji Jarak Berganda Duncan dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh perbedaan antar perlakuan terhadap rata-rata produksi VFA.

Berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan, umur pemotongan yang berbeda pada tanaman rami berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap nilai rata-rata produksi VFA. Hasil Uji Jarak Berganda Duncan menunjukkan bahwa rata-rata produksi VFA pada perlakuan P1 (tanaman rami yang dipotong umur 15 hari) berbeda nyata (P<0,05) dengan rata-rata produksi VFAtanaman rami yang dipotong umur 30 hari, 45 hari, dan 60 hari (P2, P3, dan P4). Rata-rata produksi VFA pada perlakuan P4 (tanaman rami yang dipotong umur 60 hari) lebih rendah (P<0,05) dibandingkan dengan rata produksi VFAtanaman rami yang dipotong umur 45 hari, 15 hari, dan 30 hari (P3, P1, dan P2). Tanaman rami yang dipotong umur 30 hari (P2) menghasilkan rata-rata produksi VFA yang tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Dengan kata lain umur pemotongan yang maksimum pada keempat perlakuan tersebut adalah umur pemotongan 30 hari.

Salah satu faktor yang mempengaruhi produksi VFA di dalam rumen adalah jumlah dan fermentabilitas pakan sumber karbohidrat (Hindratiningrum dkk., 2011). Komponen struktural jaringan tanaman seperti selulosa dan hemiselulosa merupakan karbohidrat yang paling lambat laju fermentasinya. Laju fermentasi dipengaruhi oleh umur tanaman serta derajat lignifikasi tanaman. Persentase kandungan serat kasar dan lignin pada berbagai umur pemotongan tanaman rami disajikan pada Tabel 4.

(10)

10 Tabel 4. Kandungan Serat kasar dan Lignin berbagai Umur Pemotongan Tanaman Rami

Umur Pemotongan Kandungan Nutrien (%)

Serat Kasar Lignin

15 hari 24 3

30 hari 29 4

45 hari 40 7

60 hari 45 10

Sumber : Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran (2014)

Tabel 4 menunjukkan bahwa semakin tua umur pemotongan tanaman rami maka kandungan serat kasar dan ligninnya akan semakin meningkat yang kemudian akan menurunkan produksi VFA cairan rumen. Produksi VFA yang tertinggi pada perlakuan P2 sebesar 121,3 mM menunjukkan tingkat degradasi pakan sumber karbohidrat oleh mikroba rumen yang maksimum. Hal ini disebabkan karena tanaman rami yang dipotong umur 30 hari (P2) berada pada preriode vegetatif tanaman dengan kandungan serat kasar dan lignin yang belum terlalu tinggi (29% serat kasar dan 4% lignin) sehingga masih mudah didegradasi oleh mikroba rumen. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Syamsuddin (2012), salah satu keuntungan pemotongan tanaman pada periode vegetatif yaitu serat kasar belum terlalu tinggi. Anggorodi (1994) menambahkan bahwa pada umumnya hijauan yang mengandung lignin itu akan sulit dicerna karena lignin adalah bagian serat yang paling tahan terhadap serangan mikroba rumen sehingga hanya sedikit sekali yang dapat dicerna.

Tanaman rami yang dipotong pada umur 15 hari (P1) menghasilkan rata-rata produksi VFA tertinggi kedua yaitu sebesar 115,2 mM. Hal ini disebabkan karena umur pemotongan 15 hari merupakan umur pemotongan yang masih sangat muda. Masih mudanya umur pemotongan ini menandakan kandungan serat dan lignin yang mengerasakan tanaman juga masih rendah. Jika dibandingkan dengan perlakuan P2, perlakuan P1 memiliki kandungan serat kasar dan lignin yang lebih rendah (serat kasar 24% dan lignin 4%). Menurut Arora (1995), selulosa, hemiselulosa, dan pektin dapat dicerna dengan baik, sedangkan lignin tidak dapat dicerna sama sekali. Oleh karena itu, hijauan pakan muda dengan kandungan lignin yang rendah masih dapat dicerna oleh ternak karena belum banyak lignin yang berikatan dengan selulosa dan hemiselulosa.

Penurunan rata-rata produksi VFAterjadi pada perlakuan P3 sampai P4 (umur potong 45 hari dan 60 hari). Rata-rata produksi VFAperlakuan P3 dan P4 sebesar (109,6 dan 98,5) mM. Semakin tua umur potong tanaman maka kandungan serat kasarnya akan semakin meningkat. Meningkatnya kandungan serat diiringi dengan mengingkatnya kandungan lignin

(11)

11 tanaman. Lignin akan berikatan dengan selulosa dan hemiselulosa membentuk ikatan yang sulit dicerna. Ikatan tersebut akan menghambat mikroba rumen dalam mendegradasi pakan sumber karbohidrat sehingga produksi VFA yang dihasilkan rendah. Sebagaimana terdapat dalam Tillman dkk., (1998), lignin bersama-sama selulosa dan hemiselulosa membentuk komponen yang disebut ligno-selulosa dan ligno-hemiselulosa, yang mempunyai koefisien cerna sangat kecil. Pada tanaman muda kandungan lignin rendah, tetapi akan bertambah dengan bertambahnya umur tanaman dan mencapai level tertinggi pada saat tanaman sudah dewasa.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, umur pemotongan yang berbeda pada tanaman rami (Boehmeria nivea) berpengaruh nyata terhadap produksi NH3 dan VFA cairan rumen domba (in vitro). Tanaman rami yang dipotong umur 15 hari menghasilkan produksi NH3 tertinggi sedangkan produksi VFA tertinggi didapat pada umur pemotongan 30 hari.

SARAN

Umur pemotongan tanaman rami sebagai pakan disarankan adalah pada umur pemotongan 30 hari karena pada umur ini tanaman rami memiliki kualitas yang optimal. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh berbagai umur pemotongan tanaman rami in vivo (diberikan langsung kepada ternak) khususnya ternak ruminansia. DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hal. 33.

Arora, S. P. 1995. Pencernaan Mikroba Pada Ruminansia. Gadjah Mada University Press,Yogyakarta. (diterjemahkan oleh B. Srigandoro dan Retno Murwani). Hal. 14-53.

Balai Penelitian dan Pengembangan Kementrian Pertahanan RI. 2011. Rami Tanaman Asli

Indonesia Untuk Meningkatkan Kemandirian Kebutuhan Alat Pertahanan. Available

(12)

12 Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat. 2012. Ramindo 1. Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat. Available at http://balittas.litbang.pertanian.go.id (Diakses 02 November 2014, 15.30 WIB).

General Laboratory Procedure. 1966. General Laboratory Procedures, Departement of Dairy

Science. University of Wiscounsin. Madison

Hindratiningrum, N., Bata, M., dan Santosa, S. A. 2011. Produk fermentasi rumen dan

produksi protein mikroba sapi lokal yang diberi pakan jerami amoniasi dan beberapa bahan pakan sumber energi. Agripet 11 (2): 29-34

Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak. 2014. Analisis

Tanaman Rami. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Bandung.

McDonald, P., R. A. Edwards, and J. F. D. Greenhaly. 2002. Animal Nutrition. 6th Ed. Longman Sci. And Technical Co. Publ. In The United State with John Willey and Sons Inc., New York.179-196

Sari, Suryanah. 2015. Pengaruh Umur Pemotongan Terhadap Produktivitas Rami

(Boehmeria Nivea [L.] Gaud) Sebagai Tanaman Pakan Ternak Ruminansia. Thesis.

Universitas Padjadjaran.

Siska, N., T. Widiyastuti, dan T. R. Sutardi. 2013. Pengujian Kecernaan Bungkil Biji Jarak

Fermentasi Ditinjau dari Produksi VFA Dan N-NH3 Secara in vitro. Jurnal Ilmiah

Peternakan 1(2): 446–454.

Subronto. 2003. Ilmu Penyakit Ternak (Mamalia) I. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Hal. 24.

Sutardi, T. 1977. Ikhtisar Ruminologi. Bahan Penataran Khusus Peternakan Sapi Perah di

Karu Ambon, Lemban, BPPLP-Dirjen Peternakan FAO. 1-17.

________. 1979. Ketahanan Protein Bahan Makanan Terhadap Degradasi Oleh Mikroba

Rumen dan Manfaatnya Bagi Peningkatan Produktivitas Ternak. Prosiding Seminar Penelitian dan Penunjang Peternakan, Bogor : LPP IPB

Syamsuddin, Hasan. 2012. Hijauan Pakan Tropik. IPB Press, Bogor. Hal. 67-70.

Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, dan S. Labdosoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Hal. 22 ; 143-145 ; 195-202.

Tanuwiria, U. H., B. Ayuningsih, dan Mansyur. 2005. Fermentabilitas dan Kecernaan

Ransum Lengkap Sapi Perah Berbasis Jerami Padi dan Pucuk Tebu Teramoniasi (in vitro). Jurnal Ilmu Ternak, 5 (2): 64-69.

(13)

Referensi

Dokumen terkait

Pengenalan  kepada  Allah  adalah  suatu  respon  aktif  manusia  kepada  Allah  Penciptanya.  Yang 

a) Meneliti formulir informed consent yang telah diisi, kemudian menganalisis berdasarkan perundangan yang berlaku apakah semua bagian yang seharusnya diisi dan dilakukan

Perencanaan audit sistem informasi manajemen aset di PT.Pertamina Persero menghasilkan identifikasi ruang lingkup pada perspektif proses bisnis internal Balanced Scorecard,

Peluang ditemukan kotak berlalat buah pada Gambar 13A terlihat bahwa pada populasi kotak berlalat buah paling rendah yaitu 0,25% pada buah apel, jeruk, dan pir terlihat

Pendapat tersebut didukung dengan adanya UU Penananman Modal No 25 tahun 2007 yang menyebutkan bahwa salah satu tujuan dari investasi baik investasi PMDN (Penanaman Modal Dalam

Guillain Barre Syndrome (GBS) adalah salah satu penyakit demyelinating yang Guillain Barre Syndrome (GBS) adalah salah satu penyakit demyelinating yang menyerang

Halaman Form user digunakan untuk menambah user dengan menginputkan user name dan role.Secara default telah di inputkan data-data user oleh peneliti, pengguna dapat

Kurang lebih 1 minggu selama di rawat di RSJ ERBA Palembang, pasien berubah curiga bahwa sekarang mantan suami pasien sudah beristri lagi, anak-anak tidak menjenguknya