• Tidak ada hasil yang ditemukan

TESIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK - HAK PEKERJA DALAM HUKUM KEPAILITAN. Oleh : MARYANA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TESIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK - HAK PEKERJA DALAM HUKUM KEPAILITAN. Oleh : MARYANA"

Copied!
135
0
0

Teks penuh

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK

-

HAK PEKERJA

--

DALAM HUKUM KEPAILITAN

TESIS

Oleh

:

MARYANA

Nomor Mahasiswa

:

09912422

BKU

: Hukuni Bisnis

Program Studi

:

Ilmu Hukum

UNlVERSlTAS ISLAM INDONESIA

PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM

201 0

(2)

HUKUM KEPAlLlTAN

MARYANA

Nomor Pokok Mahasiswa : 09912422

Bidang Kajian Utama : Hukum Bisnis

Program Studi : llmu Hukum

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal: 5 Februari 2010 dan dinyatakan LULUS

Prof. Dr. Ridwan Khairandy, S.H., M.H. - . Dr. ~ i t i ~ n i s a h , S.H., M.Hum. ... Tanggal Tanggal

...

... Tanggal

(3)

KATA PENGANTAR

Assallamualaikum Wr. Wb

Puji dan syukur Penulis ucapk anakhirnya dapat menyelesaikan tesis ini tepat waktu dan sesuai dengan apa yang Penulis harapkan. Adapun tesis ini Penulis susun guna mewujudkan cita-cita Penulis untuk mencapai gelar Magister Hukum. Tesis yang Penulis susun adalah menyangkut mengenai Hukum Kepailitan yaitu mengenai Hak - hak Pekerja yang berjudul : PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP

HAK

-

HAK PEKERJA DALAM HUKLTM KEPAILITAN.

Secara m u m tesis ini membahas mengenai situasi yang akhir-akhir ini cukup menjadi perbincangan hangat yaitu mengenai Hukum Kepailitan terutama mengenai Perlindungan Hukum Terhadap Hak - hak Pekerja dalam Hukum Kepailitan.

Penulis berharap, hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Terutama bidang ilmu hukum, khusus nya bidang Hukum Kepailitan. Melalui kesempatan ini Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu Penulis selama mengikuti studi di bangku perkuliahan maupun selama Penulis menyelesaikan tesis ini, diantara nya :

1. Bapak Prof. Dr. Edy Suandi Hamid, M.Ec selaku Rektor Universitas Islam Indonesia Yogyakarta.

2. Ibu Dr. Hj. Ni'matul Huda, SH., M.Hum, Selaku Ketua Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta.

(4)

telah meluangkan waktu serta ilmunya kepada Penulis untuk menyelesaikan tesis ini

4. Ibu Dr. Siti Anisah,SH.M.Hum selaku Dosen Pembimbing Pembantu tesis Penulis, terima kasih atas waktu, nasehat dan ilmunya untuk kesempurnaan pembuatan tesis ini.

5. Guru besar dan Dosen Penulis pada Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta yang telah memberikan ilmu, nasehat dan pelajaran yang berharga kepada Penulis sehingga Penulis dapat menyelesaikan studi dengan hasil yang baik. Terima kasih kepada Guru Besar dan Dosen pengajar Penulis yaitu : Bapak Agus Triyanta, Dr. Drs., MA., Ph.D. Bapak Bagir Manan, Prof., Dr., SH., MCL. Bapak B. Arief Sidharta, Prof., Dr., SH. Bapak Bambang Sutiyoso, SH., M.Hum. Bapak Budi Agus Riswandhi, SH., M.Hum. Bapak E. Zainal Abidin, SH., M.S., M.P.A. Bapak Erman Rajagukguk, Prof., SH., LL.M., Ph.D. Bapak Hikrnahanto Juwana, Prof., SH., LL.M., Ph.D. Bapak Hendrik Budi Untung, Dr., SH., MM. Bapak M. Arif Setiawan, SH. MH. Bapak Machsun Thabroni, SH., M.Hum. Bapak Moh Mahfud MD, Prof., Dr.,SH., S.U. Bapak Mudzakkir, Dr., SH., IVIH. Bapak Mulyota, Dr.,SH., M.Kn. Ibu Muryati Marzuki, Hj., SH., SU. Bapak Nandang Sutrisno, SH., LL.M., M.Hum., Ph.D. Bapak Ridwan Khairandy, Prof., Dr.,SH., MH. Bapak Rohidin, Drs., M.Ag. Bapak Salman Luthan, Dr., SH., MH. Ibu Siti Anisah, Dr., SH., M.Hum. Ibu Sri Hastuti Puspitasari , SH., MH.

(5)

Bapak Suparman Marzuki, Dr., SH., MSi. Ibu Surach Winarni, Dr., SH., M.Hum. Bapak Syamsudin, SH., NIH.

6. Seluruh Staf tata usaha dan karyawan Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia yang telah membantu Penulis selama ini. Bapak Sutik, Mba Elmi Widiyastuti, Mba Desy Catur L, Bapak Yusri Fahmanto, NIba Nani Sudewi, Mba Ika Asriningsih P, Bapak Zuri Ikhwanta, Bapak M, Ashari, Bapak Bambang S, Bapak Ismanto.

7. Teman - teman Penulis angkatan XXII tahun 2009 Program Pasca Sarjana

Fakultas Hukum Universitas Islam Yogyakarta ; Ashibly. SH.MH, Bapak

Abu Bakar, Bapak Abdul Rozak, Dodi Haryadi, Bapak Andri Kurniawan, Mba Anie Susantie, Ariyanto, Bapak Bambang Purwadi, Bapak Beni Tri Prasetyo, Deni Agus Susanto, Eni Rahmawati, Mba Eny Puspita, Mba Evi Insiyati, Mas Heri Purwanto, Isnaina Rahmawati, Jamaludin Ghafur, Bapak Makhmud Yunus,Bapak Muhammad Luthfi, Bapak Nanang Zulkarnain, Nitri Songaji, Mba Novita Eka Sari, Mas Ari Sulistyawan, Bapak Heru Wibowo Sukaten, Bapak Rujito, Sigit Nugroho, Yenny Dwi Ningsih, Yundra Asmara Tirtana, Yuony Suwirda.

8. Teman dan Sahabat Penulis yang tergabung dalam Grup band "DIK BAND

" ( Bpk. Bambang Aji, Bpk. Sunarno, Bpk. Basuki, Bpk. Gatot, Mba Rias,

(6)

Kepentingan pekerja atau buruh suatu perusahaan yang dinyatakan pailit adalah berkaitan dengan pembayaran upah dan pesangon. Sebelum berlakunya Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, kedudukan upah pekerja atau buruh dianggap sebagai kreditor preferens dengan privelege atau hak istimewa atau prioritas.

Di dalam putusan Pengadilan Niaga berkaitan dengan perlindungan terhadap hak pekerja atau buruh jika perusahaan di mana mereka bekerja dinyatakan pailit, terdapat beberapa pandangan di dalam memutuskan suatu perkara pailit pada Pengadilan Niaga yang masih menimbulkan kontroversi, di antara nya kasus

Wiwin C dkk dengan PT Roxindo Mangun Apparel Industry, Pekerja PT. Starwin Indonesia versus Tafizal Hasan Gewang dun Duma Hutapea, Kurator PT. Starwin Indonesia, Karyawan PT. Daya Guna Samudra versus William Eduard Daniel, kurator PT. Daya Guna Samudra, dun TaJFizal Hasan Gewang, kurator PT. Indopanca Garmindo dkk, versus mantan pekerja PT. Indopanca Garmindo,

sehingga dalam penelitian Penulis akan membahas mengenai perlindungan hukum terhadap hak - hak pekerja ketika perusahaan yang mempekerjakan buruh

tersebut dinyatakan pailit di dalam kasus tersebut.

Putusan Pengadilan Niaga Berkaitan dengan perlindungan terhadap hak pekerja atau buruh jika perusahaan dimana mereka bekerja dinyatakan pailit, setidaknya terdapat tiga pandangan. Pertama, putusan yang menolak upah dan pesangon pekerja atau buruh sebagai utang pailit. Hal ini karena pekerja atau buruh saat mengajukan permohonan pernyataan pailit kepada Pengadilan Niaga hak pekerja berupa upah dan pesangon masih dalam sengketa di Pengadilan Tata Usaha Negara dan belum memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Kedua, putusan Pengadilan Niaga yang menempatkan kedudukan upah pekerja atau buruh bukan sebagai kreditor istimewa karena menurut undnag - undang hak pekerja

kedudukannya sebagai kreditor preferen. Meskipun pada putusan yang lain Mahkamah Agung mangakui kedudukan pekerja atau buruh sebagai kreditor istimewa. Ketiga, putusan Pengadilan Niaga yang memberikan perlindungan terhadap kepentingan pekerja atau buruh.

(7)

Nalbman Motto Dan Persem6afkn

ImajinastnaSt Le6ih Berfkrga DariSe&dar Ilmu Pasti ( A ffiert Einstein)

Gsis ini kupersem6ah&an untu&:

1. Orang lica &u Tercinta (Bp&Alm Sumardi

Cipto Sdanno, dun Almh I6u Suenah Cipto Sud2nno

2. Mertua ( A h . Bp& Slbmet J y o Sudilo &n

Ahh I6u S a r i m J y o S d i r o )

3. Istriku tercinta (Samirah)

4. %dm ana&&u (Anang Wzjiaya &n Fitnh) 5. M6a Il(prtin< A&& &u Sampom, Su6roj0,

Maryani Ibm, Kpktina

6. Sadara Ipar, @&a&&u Sumif< Samijo, A h h

Samilhh, Sudilo, Saifi Sam6di, Samiran

7. Safk6at Tercinta angkatan 22 Mqhter

(8)

Judul Lembaran Pengesahan Kata Pengantar Abstrak Mot0 Daftar Isi BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

...

...

B. Rumusan Masalah

...

C. Tujuan Penelitian

D. Kerangka Teori dan Konseptual

...

...

E. Metode Penelitian

BAB 11 TINJAUAN UMUM TENTANG KEPAILITAN DAN

PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG

A. Pengertian dan Prinsip-prinisp Kepaiilitan

...

...

B. Persyaratan Permohonan Pernyataan Pailit

...

(9)

BAB I11 SEKILAS TENTANG HUKUM KETENAGAKERJAAN A. Pengertian hukum Ketenagakerjaan

... 68

B. Hubungan Kerja dan Perjanjian Kerja

....

.

. ..

..

. . .

.

. . .

. .

..

. . .

70

C . Hubungan Indutrial

...

80

D. Penyelesaian Sengketa Ketenagakerjaan

....

...

.

8 1

BAB IV PERLINDUNGAN m T M TERHADAP HAK

-

HAK PEKERJA DALAM HUKUM KEPAILITAN

A. Perlindungan Hukum Terhadap Hak - Hak Pekerja Dalam

Hukum Kepailitan

.

. .

. . .

.

. . .

. .

. . .

.

. . .

. .

. .

. .

. . .

..

.

...

.

. .

. . . .

99 B. Pekerja PT. Stanvin Indonesia versus Tafrizal Hasan Gewang

dan Duma Hutapea, Kurator PT. Stanvin Indonesia

. . .

. .

.

1 13 C. Karyawan PT. Daya Guna Samudra versus William Eduard

Daniel, Kurator PT. Daya Guna Samudra

.

.

. . .

. .

. .

. .

. .

. .

. . .

11 6 D. Tafrizal Hasan Gewang, Kurator PT. Indopanca Garmindo, dkk

versus Mantan Pekerja PT. lndopanca Garmindo

. .

.

.

.

..

. ..

119

BAB V PENUTUP

E. Kesimpulan

...

122 F. Saran-saran

...

122

(10)

PENDAHITLUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam suatu negara, tidak dapat di pungkiri buruh atau pekerja merupakan salah satu penggerak roda perekonomian bangsa yang memiliki pengaruh sangat signifikan. Adalah sebuah konsekuensi logis, dengan tidak adanya atau dengan berhentinya buruh bekerja, maka aktivitas produksi perusahaan akan terhenti dan ha1 itu akan mengakibatkan terhentinya pula aktivitas produksi barang dan jasa suatu negara. Oleh karena itu keberadaan buruh tidak dapat dipandang sebelah mata dalam sistem perekonomian negara, khususnya pada negara berkembang seperti Indonesia.

Buruh adalah manusia biasa, yang memiliki hasrat akan terpenuhinya kebutuhan pokok dalam kehidupannya; sandang, pangan, dan papan. Hasrat tersebut dapat tenvujud apabila buruh mendapatkan hak-haknya atas kesejahteraan yang ada padanya, yaitu secara umum berupa pembayaran upah ketika bekerja dan ketika berhenti bekerja. Pemberi kerjdperusahaan memiliki tanggung jawab atas pemenuhan hak-hak tersebut, setelah sebelumnya perusahaan telah mendapatkan hak-haknya dari buruh yaitu, kerja yang menghasilkan barang danlatau jasa. Keadaan tersebut ada dalarn kondisi normal, yakni perusahaan secara normal dan reguler dapat membayar seluruh upah bagi buruh dan ketika buruh berhenti bekerja atau terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) pesangon dapat di bayarkan juga kepada buruh sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perburuhan atau ketenagakerjaan yang ada. Pada awalnya hubungan kerja antara pengusaha dan pekerjdburuh hanya menyangkut kepentingan perdata, yang dalam ha1 ini

(11)

berarti terkait dengan aspek hukum perdata. Akan tetapi, ketika diantara mereka terjadi perbedaan pendapat/perselisihan atau pennasalahan, maka dari sini intervensi dan otoritas Pemerintah sangat diperlukan, sehingga pada tahap ini hukum ketenagakerjaan sudah terkait dengan hukum publik, baik dalam aspek hukum tata usaha negara maupun hukum pidana.'

Dalam hubungan perburuhan, karena pada umumnya dilaksanakan berdasarkan perjanjian kerja, akan timbul hak dan kewajiban antara pemberi kerja (majikan atau pengusaha) dan penerima kerja (buruh atau pekerja)2. Pengusaha memiliki hak, misalnya mendapatkan hasil produksi barang atau jasa yang dilakukan oleh buruh. Buruh dalam proses produksi tersebut juga memiliki hak, misalnya untuk mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan selama bekerja dan juga mendapatkah upah sebagai prestasi dari pekerjaan yang telah dilakukannya. Adapun pengertian hak menurut J.B Daliyo, adalah kewenangan yang diberikan oleh hukum objektif kepada subjek h ~ k u m . ~

Sebaliknya, kedua belah pihak juga memiliki kewajiban satu sama lain. Pengusaha berkewajiban untuk menyediakan sarana kesehatan dan keselamatan kerja (K3) dan membayar upah kepada para buruhnya sesuai dengan ketentuan yang ada. Buruh juga memiliki kewajiban, yaitu mematuhi dan menggunakan sarana K3 yang ada dalam melakukan pekerjaan. Adapun

'

Abdul Khakim, Dasar - Dasar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Citra Aditya BaMi, Bandung, 2009, hlm 7

Iman Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, Djarnbatan, Bandung ,1976, hlm 64-65 3

J.B Daliyo, Pengantar Ilmu Hukum Buku Panduan Mahasiswa, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1994, hlm 32 dan 34

(12)

ataupun badan h ~ k u m . ~

Salah satu hak dari buruh adalah pembayaran upah. Secara umum upah adalah pembayaran yang diterima pekerjalburuh selama ia melakukan pekerjaan atau dipandang melakukan pekerjaan.5 Setiap buruh berhak memperoleh pengahasilanlupah yang memenuhi penghidupan yang layak bagi keman~siaan.~ Pemerintah (negara) menetapkan kebijakan upah buruh tersebut meliputi:7

a. Upah minimum b. Upah kerja lembur

c. Upah tidak masuk kerja karena berhalangan

d. Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerj aannya

e. Upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya f. Bentuk dan cara pembayaran upah

g. Denda dan potongan upah

h. Hal-ha1 yang diperhitungkan dengan upah

i. Struktur dan skala pengupahan yang proporsional

Ishaq, Dasar - Dasar IImu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm 82

Zaeni Asyhadie, Hukum Kerja; Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja, Edisi Revisi, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm 75

Hardijan Rusli, Hukum Ketenagakerjaan 2003, Ghalia Indonesia, Jakarta. 2004, hlm. 115

(13)

j. Upah untuk pembayaran pesangon

k. Upah untuk perhitungan pajak penghasilan

Dari urutan dari "a" sampai "k" maka akan dapat dilihat a sampai i terkait dengan upah buruh semasa bekerja, dan j (pesangon) adalah upah pada saat selesainya hubungan kerja, misalnya terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) atau terjadi kepailitan.

Kepailitan merupakan suatu keadaan setelah ada putusan Pengadilan Niaga yang meletakkan seluruh harta dari seorang debitur pailit dalam status sita umum (public ~ttachment).' Rezim pengaturan mengenai kepailitan muncul, pada dasarnya diakibatkan karena akan terjadi perebutan harta pailit, yang biasanya harta dari debitor tidak mencukupi untuk dibagikan kepada para kreditor. Oleh karena itu, dalam pengaturan mengenai kepailitan juga diatur mengenai urutan kreditor atau prioritas kreditor mana yang didahulukan pembayarannya.g

Berbicara mengenai status buruh maka akan membahas mengenai macam-macam atau jenis-jenis kreditor berdasarkan Kitab Undang-Undang

*

Ricardo Simanjuntak,UU Kepailitan Versus Hak-Hak Buruh, htt~://www.hukumonline.com, 2008, diakses pada tanggal 20 November 2009

Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan: Memahami Undang-undang No. 37 tahun 2004 tentang Kepailitan, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2009) hlm. 6

(14)

Fidusia, dan UU KUP."

Penentuan golongan kreditur di dalam kepailitan adalah berdasarkan pasal 1 13 1 sampai dengan pasal 1 138 KUH Perdata jo. UU No. 20 tahun 2007 tentang perubahan UU No.6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), dan UU No. 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU (UU Kepailitan).

Berdasarkan peraturan-peraturan di atas, golongan kreditur meliputi:

1. Kreditur yang kedudukannya di atas kreditur pemegang jaminan kebendaan, misalnya utang pajak. Dasar hukum: Pasal 21 UU KUP jo. pasal 1 137 KLTH Perdata.

2. Kreditur pemegang jaminan kebendaan yang disebut sebagai kreditur separatis. Dasar hukum: 1134 ayat (2) KUH Perdata).Beberapa jaminan kebendaan yang diatur di Indonesia antara lain; gadai, fidusia, hak tanggungan, hipotik kapal

3. Kreditor yang memegang piutang dan dianggap sebagai utang harta pailit (Istimewa), antara lain:

a. Upah buruh, baik untuk waktu sebelum debitor pailit maupun sesudah debitor pailit (Pasal39 ayat (2) UU Kepailitan)

b. Biaya kepailitan dan fee Kurator.

l o Kreditur Pailit, Golongad Tingkatan Kreditur, http//krediturpailit.wordpress.com, diakses

(15)

c. Sewa gedung sesudah debitor pailit dan seterusnya (pasal 38 ayat (4) UU Kepailitan)

4. Kreditor preferen khusus, sebagaimana disebutkan pada pasal 1139 KUH Perdata dan Kreditor preferen umum sebagaimana terdapat pada pasal

1 149 KUH Perdata.

5. Kreditor konkuren, yaitu kreditor yang tidak termasuk pada kreditor separatis dan kreditor preferen, baik umum maupun khusus. (Pasal 11 3 1 jo pasal 1 1 3 2 KLTH Perdata)

Sebelum adanya UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenegakerjaan, penentuan status buruh adalah berdasarkan KUH Perdata dan UU No. 4 tahun 1998 tentang Kepailitan. Dalam kedua undang-undang tersebut, buruh hanya dianggap sebagai kreditor, yang pembayaran utangnya dilakukan setelah utang negara (pajak) dan utang pada kreditor separatis selesai dibayarkan. Dengan kata lain, buruh memiliki hak istimewa yang tidak lebih tinggi dari kreditor separatis dan utang pajak.

Pasal 95 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) menyatakan:

"Dalam hal perusahaan dinyatakan pailit atau dilikuidasi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka upah dan hak-hak lainnya dari pekerjalburuh merupakan utang yang didahulukan pembayarannya.

"'

'

' I Indonesia, Undang-Undang Ketenagakerjaan, UU No. 13 Tahun 2003, LN. tahun 2003 No.

(16)

"Yang dimahud dengan didahulukan pembayarannya adalah upah pekerja/buruh hams dibayar lebih dahulu dari pada utang lainnya."

Masalah akan timbul ketika perusahaan yang mempekerjakan buruh tersebut dinyatakan pailit (bankrupt) oleh putusan Pengadilan Niaga. Maka

akan timbul persoalan karena perusahaan tidak lagi menjadi pihak yang memenuhi hak-hak atas kesejahteraan bagi buruh, melainkan telah berpindah kepada kurator. Kepentingan pekerja atau buruh suatu perusahaan yang dinyatakan pailit adalah berkaitan dengan pembayaran upah dan pesangon. Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, kedudukan upah pekerja atau buruh dianggap sebagai kreditor preferens dengan privelege atau hak istimewa atau prioritas.

Di dalam putusan Pengadilan Niaga berkaitan dengan perlindungan terhadap hak pekerja atau buruh jika perusahaan di mana mereka bekerja dinyatakan pailit, terdapat beberapa pandangan di dalam memutuskan suatu perkara pailit pada Pengadilan Niaga yang masih menimbulkan kontroversi, di antara nya kasus Wiwin C dkk dengan PT Roxindo Mangun Apparel Industry, Pekerja PT. Starwin Indonesia versus Tafrizal Hasan Gewang dan Duma Hutapea, Kurator PT. Starwin Indonesia, Karyawan PT. Daya Guna Samudra versus William Eduard Daniel, kurator PT. Daya Guna Samudra, dan Tafrizal Hasan Gewang, kurator PT. Indopanca Garmindo dkk, versus mantan pekerja PT. Indopanca Garmindo, sehingga dalam

(17)

penelitian Penulis akan membahas mengenai perlindungan hukum terhadap hak - hak pekerja ketika perusahaan yang mempekerjakan buruh tersebut dinyatakan pailit didalam kasus tersebut.

Dengan uraian di atas untuk lebih mengetahui dan memahami tentang pengaturan hak - hak pekerja dalam Undang - Undang Ketenagakerjaan dan

Undang - Undang Kepailitan serta hak - hak pekerja apakah sudah

memperoleh perlindungan dalam putusan pengadilan niaga, maka Penulis akan melakukan penelitian tesis dengan judul Perlindungan Hukum Terhadap Hak - Hak Pekerja Dalam Hukum Kepailitan.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana perlindungan hukum terhadap hak - hak pekerja dalam putusan pengadilan niaga ?

C. Tujuan Penelitian

Atas rumusan masalah diatas, tujuan penelitian ini adalah:

1.Untuk mengkaji perlindungan hukum terhadap hak - hak pekerja dalam

putusan pengadilan niaga.

D. Kerangka Teori

Pailit merupakan suatu keadaan di mana debitor tidak mampu untuk melakukan pembayaran - pembayaran terhadap utang - utang dari pada

kreditornya. Keadaan tidak mampu membayar lazimnya disebabkan karena kesulitan kondisi keuangan (pnancial distress ) dari usaha debitor yang telah mengalami kemunduran. Sedangkan kepailitan merupakan putusan pengadilan

(18)

telah ada maupun yang akan ada kemudian hari. Pengurusan dan pemberesan kepailitan dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas dengan tujuan utama menggunakan hasil penjualan harta kekayaan tersebut untuk membayar seluruh utang debitor pailit tersebut secara proposional (

proprate parte ) dan sesuai dengan struktur kreditor.I2

Dalam kepustakaan, Algra mendefinisikan kepailitan adalah

"Fallissementis een gerechtelijk beslag op het gehele vermogen van een schuldenaar ten behoeve van zijn gezamenlijke schuldeiser "I3. ( kepailitan

adalah suatu sitaan umum terhadap semua harta kekayaan dari seorang debitor

( si berutang ) untuk melunasi utang-utang nya kepada kreditor (si berpiutang). Henry Campbell Black dalam Black's Law Dictionary nya menyatakan "

Bankrupt is the state or condition of one who is unable to pay his debts as they are, or become, due"14.

Terminologi kepailitan sering dipahami secara tidak tepat oleh kalangan umum. Sebagian dari mereka menganggap kepailitan sebagai vonis yang berbau tindakan kriminal serta merupakan suatu cacat hukum atas subjek hukum, karena itu kepailitan harus dijauhkan serta dihindari sebisa mungkin. Kepailitan secara apriori dianggap sebagai kegagalan disebabkan karena

- - - -

12

Hadi Shubhan, Hukum Kepailifan; Prinsip, Norma, dun Prakfik di Peradilan, Prenada Media Group,2008, hlm 1

l 3 Algra, N.E, Inleiding tot Hef Nederlands Privaafrechf, Tjeenk Willink, Groningen, 1974,

hlm 425 14

Henry Cambell Black, Black's Law Dictionary, West Publishing Co, St. Paul Minnesota, 1979, hlm 134

(19)

kesalahan dari debitor dalam menjalankan usahanya sehingga menyebabkan utang tidak mampu di bayar. Oleh karena itu, kepailitan sering di identikan sebagai pengemplangan utang atau penggelapan terhadap hak - hak yang

seharusnya dibayarkan kepada kreditor. Kartono menyatakan, bahwa kepailitan memang tidak merendahkan martabatnya sebagai manusia, tetapi apabila ia berusaha untuk memperoleh kredit, disanalah baru terasa baginya apa artinya sudah pernah dinyatakan pailit. Dengan perkataan lain, kepailitan mempengaruhi " credietwaardigheid " nya dalam arti yang merugikannya, ia tidak akan mudah mendapatkan kredit.15

Kepailitan adalah merupakan pelaksanaan lebih lanjut dari prinsip

paritas creditariurn dan prinsip pari passu prorate dalam rezim hukum harta kekayaan ( verrnogensrechts ). Prinsip paritas creditariurn berarti bahwa semua kekayaan debitor baik yang berupa barang bergerak ataupun barang tidak bergerak maupun harta yang sekarang telah dipunyai debitor dan barang - barang di kemudian hari akan dimiliki debitor terikat kepada penyelesaian kewaj iban debitor.16 Sedangkan prinsip pari passu prorate berarti bahwa harta kekayaan tersebut merupakan jaminan bersama untuk para kreditor dan hasilnya harus dibagikan secara proposional antara mereka, kecuali apabila

I S Kartono, Kepailitan dun Pengunduran Pembayaran, Pradnya Paramita, Jakarta, 1982, hlm 42

l6 Kartini Mulyadi, Kepailitan dun Penyelesaian Utang Piutang, dalam Rudhy A. Lontoh

(ed), Penyelesaian Utang Piutang Melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang , Alumni, Bandung, 200 1, hlm 168

(20)

dalam menerima pembayaran tagihannya.17

Untuk dapat menganalisis data mengenai hak-hak buruh sebagai kreditor dalam putusan pailit, maka perlu di kemukakkan teori di dalam hukum kepailitan di antara nya creditor's bargain the~ly,'~value based account theoV,lg dan the team production theory of corporate law.

Menurut Thomas H. Jackson di dalam teori "creditor's bargain",

dijelaskan bahwa semua kreditor mempunyai prioritas yang sama dalam kepailitan. Teori ini mengemukakan bahwa semua kreditor berada dalam situasi yang sama sebagai kreditor konkuren, termasuk kreditor separatis, yaitu kreditor yang berdasarkan perjanjian memiliki hak prioritas untuk didahulukan dari kreditor lainnya. Tujuannya adalah terlebih dahulu dilakukan pengumpulan harta pailit sehingga jumlah aset debitor terkumpul menjadi maksimal. Pasal 1 132 KUHPerdata bahwa setiap kreditor memiliki kedudukan yang sama terhadap kreditor lainnya, kecuali ditentukan lain oleh Undang- undang karena memiliki alasan - alasan yang sah untuk didahulukan dari pada kreditor - kreditor lainnya.20

l 7 Ibid, hlm 168

l 8 Thomas H. Jackson, " Bankruptcy, Non-Bankruptcy Entitlements, and The Crediitor's Bargain", Westley Journal, Faculty of Law Indonesian Islamic University, Yogyakarta, 2006, hlm 857

l9 Siti Anisah, Perlindungan Kepentingan Kreditor Dan Debitor Dalam Hukum Kepailitan Di Indonesia; Studi Putusan - Putusan Pengadilan, Total Media,2008, hlm 21

20 Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan : Memahami FaiNissementsverordening Juncto Undang-undang Nomor 4 Tahun 1998, Cetakan Pertama, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta,2002, hlm 8

(21)

Teori ini berangkat dari asumsi ditemukan in efisiensi pada sistem kolektif di luar mekanisme kepailitan, dimana hukum kepailitan dilihat dari elemen dan tujuan hukum kepailitan. Elemen dalam hukum kepailitan meliputi tiga ha1 yaitu : substansi hukum, aspek prosedural, dan kerangka institusional. Sedangkan tujuan Hukum kepailitan Yaitu pertama adalah bahwa hukum kepailitan dibuat untuk menciptakan suatu sistem yang mengalokasikan resiko diantara para pihak dengan parameter predictable,2'

equitable22, dan tranparent2j, serta yang kedua adalah bahwa hukum

kepailitan berguna untuk melindungi dan meningkatkan nilai untuk keuntungan para pihak berkepentingan.

Donald R. Korobin dengan value based account theory nya memberikan penjelasan bahwa hukum kepailitan memang merupakan jawaban atas masalah kesulitan keuangan yang dialami debitor namun kesulitan keuangan tersebut bukan sebagai masalah ekonomi semata. Teori ini memberikan pandangan bahwa hukum kepailitan merupakan jawaban atas masalah kesulitan keuangan yang bukan hanya sebagai masalah ekonomi tetapi juga merupakan masalah moral, politik, personal dan masalah sosial yang berakibat pada partisipasinya.24

21 Predictable adalah peraturan yang berkaitan dengan proses kepailitan yang harus dengan

mudah di identifikasikan melalui proses hukum dan harus ditetapkan secara konsisten.

22 Equitabl berarti mengharuskan, misalnya semua kkreditor bersarna - sama menanggung dan

mencegah penipuan

23 Tranparent adalah para pihak yang berkepentingan harus diberikan informasi yang cukup

dan memadai serta alasan - alasan yang jelas untuk dijadikan dasar alam pembuatan keputusan.

(22)

keberadaan dan prioritas hak yang dimiliki oleh kreditor separatis terhadap harta debitor sesuai dengan nilai jaminan yang diberikan selama masa pengajuan permohonan pernyataan pailit?5

Analisis kebijakan yang berkaitan dengan kepailitan harus mempertimbangkan kepentingan banyak pihak dan tidak hanya sebagai alat sederhana untuk membebaskan utang dan membagikan aset debitor yang pailit kepada para kreditor berbagai kepentingan dalam kasus kepailitan diseimbangkan dalam suatu peradilan yang adil, dimana pengadilan diizinkan untuk mempertimbangkan berbagai kepentingan yang berkaitan dengan

Selain kedua teori di atas, masih terdapat satu teori lagi yang berkaitan dengan kepailitan, yaitu the team production theory of corporate law, Menurut

Blair and Stout :27

" This theory is reaches the opposite Jaskson. All who made j-om speczjk investment have right that need to be accounted for in a collective proceeding. This theory, derives j-om the team production concept in the institutional economics literature. Regarding the actual bargain among the constituent group that compose the public corporation".

"The team members solve the problem by delegating authority over the division ofproduction rents and surpluses to an independent group. The board of directors the team members intend and expect the board to divide the rents and surplus among teams members based on each member's contribution to the team".

25 Ibid, hlm 30 26 Ibid

2 7 . ~ Theteamproductiontheoryofcorporatelaw",LoPucki,p

(23)

Penjelasan dari Blair dan Stout di atas dapat diketahui bahwa meskipun sekilas proses yang berjalan hampir mirip seperti teori Thomas H. Jackson akan tetapi ini teori memiliki perbedaan dari teori sebelumnya.

Teori ini membagi aset di dalam perusahaan, mana yang termasuk kedalam rent ( production rents ) dan surpluses, sehingga dengan adanya pembagian semacam ini akan terlihat semakin jelas bagian aset perusahaan mana yang akan memberi nilai tambah dan keuntungan dan aset mana yang justru akan mendatangkan kerugian bagi perusahaan. Berdasarkan teori ini dapat di bagi menjadi dua bagian teori yaitu as a positive theory dan as a

normative theory.

" as a positive theory, this theory is purpots to describe the actual

understanding among members of the team. The theory could be falsifed by sharing the existence of substantial members of the

contracts that are not in accoord with i t ~ ~ r e d i c t e d " . ~ ~

" As a normative theory is purpots to be the most eflcient and

therefore the most desirable basis on which to organize firms that will solicit capital fiom public equity markets".29

Menurut Prof. Radin dalam bukunya " The Nature of Bankruptcy", sebagaimana dikutip oleh Jordan, tujuan semua Undang-undang kepailitan

(Bankruptcy Law) adalah untuk memberikan suatu forum kolektif untuk

memilah - milah hak - hak dan berbagai penagihan terhadap aset seorang debitor yang tidak cukup nilainya.30

28 Ibid hlm 15 29 Ibid

30 Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan: Memahami Faillissementsverordening Juncto

Undang-undang Nomor 4 Tahun 1998, Cetakan Pertama, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta,2002, hlm 38

(24)

Epstein mengemukakan bahwa :

"

In bankruptcy, with an inadequate pie to devide and the looming discharge of unpaid debts, the disputes center on who is entitled to shares

of the debtor S assets and how these shares are to be divided. Distribution

among creditors is no incidental to other concerns; it's the center of the

bankruptcy scheme jJ3'

Menurut pendapat Sutan Remi Sjahdeini, terdapat 6 ( enam ) tujuan dari hukum kepailitan32, yaitu :

1 . melindungi para kreditor konkuren untuk memperoleh hak mereka

sehubungan dengan berlakunya asas jaminan, bahwa " semua harta kekayaan debitor baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang telah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi jaminan bagi perikatan debitor", yaitu dengan cara memberikan fasilitas

dan prosedur untuk mereka dapat memenuhi tagihannya terhadap debitor 2. menjamin agar harta kekayaan debitor diantara para kreditor sesuai dengan

asas pari passu ( membagi secara proporsional harta kekayaan debitor kepada para kreditor konkuren berdasarkan pembagian besarnya tagihan masing - masing kreditor)

3. mencegah agar debitor tidak melakukan perbuatan - perbuatan yang dapat merugikan kepentingan para kreditor

3 ' Ibid

(25)

4. di dalam hukum kepailitan Amerika Serikat, hukum kepailitan memberikan perlindungan kepada debitor yang beritikad baik dari para kreditornya dengan cara memperoleh pembebasan utang melalui Jinancial

JFesh start. Menurut Undang - undang Kepailitan Indonesia, Jinancial

JFesh start tidak diberikan terhadap debitor

5. menghukum pengurus yang karena kesalahanya telah mengakibatkan perusahaan mengalami keadaan keuangan yang buruk sehingga mengalami keadaan insolvensi dan kemudian dinyatakan pailit oleh pengadilan

6 . memberikan kesempatan kepada debitor dan para kreditor untuk berunding dan membuat kesepakatan mengenai restrukturisasi utang debitor.

Dalam Pasal - pasal BW, diatur pula mengenai urutan prioritas di antara para kreditor. Apabila tidak ditentukan bahwa suatu piutang merupakan hak istimewa yang berkedudukan lebih tinggi dari pada piutang yang dijamin dengan suatu hak jaminan ( gadai

.

fidusia, hak tanggungan, dan hipotek ),

maka urutan kreditor adalah sebagai berikut :

1. kreditor yang memiliki piutang yang dijamin dengan hak jaminan 2. kreditor yang memiliki hak istimewa

3. kreditor konkuren

Sedangkan apabila suatu hak istimewa ditentukan harus dilunasi terlebih dahulu dari pada para kreditor lainnya termasuk para kreditor pemegang hak jaminan, maka urutan para kreditor adalah sebagai berikut :

1. kreditor yang mempunyai hak istimewa

(26)

Undang - undang kepailitan hams memberikan manfaat bukan saja bagi kreditor tetapi juga debitor. Sejalan dengan itu, Undang - Undang Kepailitan juga hams memberikan perlindungan yang seimbang bagi kreditor dan debitor. Undang - Undang Kepailitan diadakan untuk memberikan manfaat dan perlindungan kepada para kreditor apabila debitor tidak membayar utang - utangnya. Dengan Undang - Undang Kepailitan, di harapkan para kreditor

dapat memperoleh akses terhadap harta kekayaan dari debitor yang dinyatakan pailit karena tidak mampu lagi membayar utang - utangnya. Namun demikian, manfaat dan perlindungan yang diberikan oleh Undang - Undang Kepailitan bagi kepentingan kreditor dan para stakeholder kreditor tidak boleh sampai

merugikan kepentingan debitor dan para stehzholder debitor yang

bersangkutan.

Perlindungan kepentingan yang seimbang itu adalah sejalan dengan dasar Negara

RI,

yaitu Pancasila. Pancasila bukan saja mengakui kepentingan seseorang, tetapi juga kepentingan orang banyak atau masyarakat. Pancasila bukan saja harus memperhatikan hak asasi, tetapi harus memperhatikan juga kewajiban asasi seseorang. Berdasarkan sila " Kemanusiaan yang adil dan beradab " harus dikembangkan sikap tidak semena - mena terhadap orang lain, lebih - lebih lagi terhadap orang banyak.

Dalam peristiwa kepailitan terdapat banyak kepentingan yang terlibat, yaitu selain kepentingan para kreditornya juga kepentingan para stahzholders

(27)

adalah perusahaan. UU NO. 14 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas mengakui bahwa yang terkait dengan kehidupan suatu perseroan i a ~ a h ~ ~ :

1. Kepentingan perseroan;

2. Kepentingan pemegang saham minoritas;' 3. Kepentingan karyawan perseroan;

4. Kepentingan masyarakat;

5. Kepentingan persaingan sehat dalam melakukan usaha.

Undang - undang No.37 Tahun 2004 mengadopsi asas keseimbangan disamping masih menyebut pula asas adil.

E. METODE PENELITIAN 1. Objek Penelitian

Objek penelitian ini yaitu mengenai :

a. perlindungan hak - hak pekerja apakah sudah memperoleh perlindungan dalam putusan pengadilan niaga

2. Sumber Data

a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan yang mempunyai kekuatan mengikat seperti norma, dasar peraturan perundang-undangan yang meliputi: Undang-undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Undang - Undang

Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang -

Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan

33 Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan ; Memahami Undang - Undang No.37 Tahun

(28)

mengenai Kepailitan.

b. Bahan hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang memberi penjelasan mengenai bahan hukum primer. Bahan hukum yang dimaksud disini tidak mengikat, bahan hukum sekunder ini terdiri dari: buku, artikel, jurnal, majalah dan koran maupun makalah- makalah yang terkait dengan topik penulisan ini.

c. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan hukum yang bersifat melengkapi kedua bahan diatas yang terdiri dari: kamus hukum, kamus bahasa, kamus politik dan ensiklopedia.

3. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dilakukan melalui studi pustaka. Metode ini digunakan untuk memperoleh data sekunder dengan cara menggali sumber - sumber tertulis, instansi terkait maupun buku literature yang ada relevansinya dengan masalah penelitian yang digunakan sebagai kelengkapan dalam penelitian.

4. Teknik Pendekatan

Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif. Menggunakan pendekatan perundang-undangan yang berlaku. Seperti Undang-undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2003

(29)

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Dan Putusan Hakim Pengadilan Niaga mengenai Kepailitan.

5. Teknik Analisis Data

Data primer yaitu melalui bahan yang mempunyai kekuatan mengikat seperti norma, dasar peraturan perundang-undangan serta data sekunder yang telah dipilih melalui studi kepustakaan seperti tersebut diatas kemudian disusun sistematis sehingga diperoleh gambaran yang menyeluruh mengenai asas hukum, kaidah hukum dan ketentuan hukum yang berkaitan. Selanjutnya data penelitian yang diperoleh dianalisis secara kualitatif secara logis dan mendalam. Data yang diperoleh melalui penelitian akan dikaji secara mendalam sebagai suatu kajian yang komprehensif. Hasil analisis akan disajikan secara deskriptif analitis.

6. Sistematika Pembahasan

Penelitian direncanakan terdiri dari 5 (lima) bab dengan penjelasan masing-masing bab sebagai berikut:

Bab I merupakan bab pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, kerangka teori, metode penelitian dan sistematika pembahasan.

Bab 11 membahas tentang tinjauan umum tentang hukum kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang yang menguraikan tentang pengertian dan prinsip hukum kepailitan. Persyaratan permohonan pernyataan pailit, dan akibat kepailitan.

(30)

kerja, perjanjian kerja, hubungan industrial, dan penyelesaian sengketa ketenagakerjaan.

Bab IV membahas tentang hak - hak pekerja apakah sudah memperoleh perlindungan dalam putusan pengadilan niaga.

Bab V Penutup, merupakan bab terakhir yang terdiri dari kesimpulan dan saran.

(31)

22

BAB I1

TINJAUAN UMUM TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG

A. Pengertian dan Prinsip

-

prinsip Kepailitan

Di Indonesia, pengaturan mengenai kepailitan telah diatur sejak zaman Hindia Belanda yaitu melalui peraturan yang disebut dengan Faillissementsverordingdening yaitu melalui Staatblad 1905 - 217 juncto

Staatblad 1 9 0 6 - 3 4 ~ ~ ~ . Faillissementsverordingdening ini kemudian berlaku

sampai dengan tahun 1998 yaitu sampai dengan diundangkannya Undang - Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang - Undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang - Undang Tentang Kepailitan menjadi Undang - ~ n d a n ~ . ~ ~

Pelaksanaan Undang - Undang Nomor 4 Tahun 1998 Tentang

Kepailitan ini hanya berlangsung selama 6 ( enam ) tahun, dimana pada pada tahun 2004 kemudian diundangkan Undang - Undang Nomor 37 Tahun 2004 kemudian diundangkan Undang - Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Diundangkannya Undang - Undang Kepailitan yang baru ini dirnaksudkan untuk lebih mampu

mengakomodasi kepentingan semua pihak yang terkait di dalam proses kepailitan, mengingat di dalam Undang - Undang Nomor 4 Tahun 1998

34 Munir Fuady, Hukum Pailit dalam Teori dan Praktek, Edisi Revisi ( Disesuaikan dengan

UU Nomor 37 Tahun 2004), Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, hlm 1

35 Siti Anisah, Perlindungan Kepentingan Kreditor dan Debitor dalam Hukum Kepailitan di

(32)

Tentang Kepailitan belum mampu menyelesaikan permasalahan utang-piutang di antara para pihak.36

Menelusuri istilah kepailitan, pailit, atau bangkrut itu sendiri sesungguhnya telah ada sejak zaman Romawi ( Hukum Romawi ) yaitu di tahunll8 SM.~' Secara etimologis, kata bangkrut di dalam bahasa Inggris disebut " bangkrupt " yang berasal dari Undang - Undang di Itali yang

disebut dengan " Banca rupta ".38

Pada abad pertengahan di Eropa, terdapat praktik - praktik

kebangkrutan dimana dilakukan penghancuran bangku - bangku dari para bankir atau pedagang yang melarikan diri secara diam - diam dengan membawa harta kreditor. Hal ini juga terjadi di Venezia, Itali, yang pada waktu itu, dimana para pemberi pinjarnan ( bankir ) yang saat itu " banca "

( bangku ) mereka tidak mampu lagi membayar utang atau gaga1 dalarn usahanya, bangku tersebut benar-benar patah dan h a n c ~ r . ~ '

Istilah Kepailitan secara etimologis berasal dari kata " pailit

".

Istilah

pailit ini banyak dijumpai dalam perbendaharaan Bahasa Belanda, Perancis, Latin, dan Inggris dengan istilah yang berbeda. Di dalam bahasa Belanda, pailit berasal dari kata 'YaiZZiet" yang mempunyai arti ganda yaitu sebagai kata benda dan kata

ifa at.^'

Dalam Bahasa Perancis, pailit berasal dari kata "

faillite " yang berarti pemogokan atau kemacetan pembayaran, dan sedangkan

36

Rahayu Hartini, Hukum Kepailitan, Cetakan Kedua, UPT Penerbitan Universitas Muhamadiyah Malang, 2008, hlrn 8

37 Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan : Memahami Faillissementsverordingdening

juncto Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1998, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 2002, hlrn 17

38 Munir Fuady, Op cit, hlrn 3 39 Ibid

40

Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Kepailitan di Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2004, hlrn 11

(33)

24 orang mogok atau berhenti membayar dalam bahasa Perancis dinamakan "

lefaili" ( kata kerja " failir " berarti gaga1

)?'

Dalam bahasa Inggris dikenal kata " to fail " dengan arti yang sama dan dalam bahasa latin disebut " faillure ".42 Sehingga kata pailit di dalam

bahasa Indonesia dapat di artikan sebagai adanya suatu keadaan berhenti membayar?3 Sedang di dalam Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan pailit atau bangkrut antara lain adalah seseorang yang oleh suatu pengadilan dinyatakan " bankrupt ", dan yang aktivanya atau warisannya telah diperuntukan untuk membayar utang -

~ t a n ~ n ~ a . 4 ~

Namun demikian, orang pada umumnya sering mengatakan bahwa yang dimaksud dengan pailit atau bangkrut itu adalah suatu sitaan umum atas seluruh harta debitor agar dicapainya perdamaian antara debitor dan para kreditor atau agar harta tersebut dapat dibagi - bagi secara adil di antara para

kreditor

?'

Menurut Henry Campbell Black, kepailitan atau Bankruptcy

diterjemahkan sebagai :

1. A statutory procedure by which a ( usu. Insolvent ) debtor obstains

financial relief and undergoes a judicially supervised reorganization or liquidation of the debtor's asset for the benefit of creditors; a case under

the Bankruptcy Code (Title I I of the USA Code);

41 Ibid 42 Ibid

43 Bagus Irawan, Aspek

- Aspek Hukum Kepailitan ; Perusahaan;Asuransi, Alumni, Bandung, 2007, hlm 17

44 Munir Fuady, op cit hlm 8 45 Ibid

(34)

2. theJield of law dealing with the right of debtors who areJinancially unable to pay their debts and the right of their creditors;

3. the status of a party who has declared bankruptcy under a bankruptcy statute;

4. the fact of beingJinancially unable to pay one 's debt and obligations as the become due, insolvency.46

Melihat pengertian bankruptcy menurut Henry Campbell Black, dapat

diketahui bahwa kepailitan adalah keadaan dimana orang berutang ( dalam ha1 ini adalah debitor ) memiliki suatu utang yang tidak mampu untuk dibayar. Menurut Poemadarminto, " pailit " artinya bangkrut, dan bangkrut ini artinya

adalah menderita kerugian besar hingga jatuh ( perusahaan, toko, dan sebagainya ).47 Adapun pengertian mengenai kepailitan di dalam Hukum

Indonesia diatur dalam Pasal 1 angka 1 Undang - Undang Nomor 37 Tahun

2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Pasal 1 angka 1 Undang - Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang menyebutkan Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas sebagimana diatur di dalam undang - undang ini.

Berbeda ha1 nya dengan pengertian kepailitan sebagaimana tertuang di dalam Pasal 1 angka 1 Undang - Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, di dalarn bunyi Pasal tersebut tidak tertuang secara jelas syarat - syarat seorang debitor dapat

46 Bryan A. Gamer, et.al,

( eds ), Black's Law Dictionary, Revised Eight Edition, West Publishing Co, 2004, hlm 156

(35)

26 dinyatakan pailit. Dalam Pasal tersebut hanya menjabarkan bahwa kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit tanpa menjelaskan keadaan atau kondisi yang menyebabkan pailit debitor tersebut.

Hal ini berbeda pengaturannya dengan pengaturan mengenai kepailitan di dalam Undang - Undang IVomor 4 Tahun 1998. Didalam rumusan Pasal 1 angka 1 dapat diketahui bahwa " pailit " adalah suatu

keadaan debitor tidak mampu membayar utang-utangnya dan itu pun harus dinyatakan dengan putusan pengadilan. Di dalam Pasal 1 ayat 2 Undang -

Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan dinyatakan bahwa debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permintaan seorang atau lebih kreditornya.

Berdasarkan rumusan Pasal ini tampak jelas bahwa pengertian pailit adalah keadaan dimana seorang debitor tidak mampu melunasi utang- utangnya pada saat utang tersebut jatuh tempo. Adapun pengaturan mengenai syarat seorang debitor dapat dinyatakan pailit di dalam Undang - Undang

Kepailitan yang baru, diatur dalam Pasal 2 ayat 1 Undang - Undang Nomor

37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

Hukum Kepailitan itu sendiri terdiri atas prinsip - prinsip yang berlaku dan mengatur bagaimana semestinya hukum kepailitan tersebut harus berjalan dan ditegakkan. Prinsip - prinsip hukum di dalam hukum kepailitan

(36)

hukum merupakan jantung peraturan hukum dan landasan yang paling luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum yang berarti peraturan - peraturan hukum

itu pada akhirnya bisa dikembalikan pada asas - asas t e r s e b ~ t . ~ '

Prinsip - prinsip hukum ini diperlukan sebagai dasar pembentukan aturan hukum sekaligus sebagai dasar dalam memecahkan persoalan hukum yang timbul di saat aturan hukum yang tersedia tidak memadaL4' Penggunaan prinsip hukum ini digunakan sebagai dasar bagi hakim untuk memutus perkara kepailitan dengan tujuan memperoleh legalitas dalam Undang - Undang ~ e ~ a i l i t a n . ~ '

Undang - Undang Kepailitan, secara expressis verbis menyatakan bahwa sumber hukum tidak tertulis termasuk pula prinsip - prinsip hukurn

dalam kepailitan yang dapat dijadikan dasar bagi hakim untuk m e m ~ t u s . ~ ' Penjelasan mengenai pengertian atau makna prinsip-prinsip hukum di dalam hukum kepailitan, dapat diketahui dari beberapa prinsip hukum kepailitan yang ada, diantaranya adalah prinsip paritas creditorium, prinsip

pari passu pro rata parte, prinsip structuredpro rata, prinsip debt collection, prinsip utang, dan prinsip debtpooling.

a. Prinsip Paritas Creditorium

Prinsip paritas creditorium (kesetaraan kedudukan para kreditor) menentukan bahwa kreditor mempunyai hak yang sama terhadap semua harta benda debitor. Apabila debitor tidak dapat membayar utangnya, maka

48 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Alumni, Bandung, 1986, hlm 85

49 M. Hadi Subhan, Hukum Kepailitan; Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan, Kencana,

Jakarta, 2008, hlm 26

50 Ibid

(37)

harta kekayaan debitor menjadi sasaran k r e d i t ~ r . ~ ~

Prinsip paritas creditorium mengandung makna bahwa semua kekayaan debitor baik yang berupa barang bergerak ataupun barang tidak bergerak maupun harta yang sekarang telah dipunyai debitor dan barang-barang di kemudian hari akan dimiliki debitor terikat kepada penyelesaian kewajiban d e b i t ~ r . ~ ~

Adapun filosofi dari prinsip paritas creditorium adalah bahwa merupakan suatu ketidakadilan jika debitor memiliki harta benda, sementara utang debitor terhadap para kreditornya tidak terbayarkan. Hukum memberikan jaminan umum bahwa harta kekayaan debitor demi hukum menjadi jaminan terhadap utang-utangnya, meski harta tersebut tidak terkait langsung dengan ~ t a n ~ - u t a n ~ n ~ a . ~ ~

Menurut Kartini Muljadi, peraturan kepailitan di dalam UndangUndang Kepailitan adalah penjabaran dari Pasal 1131 Burgerlijk Wetboek dan Pasal 1132 Burgerlijk Wetboek. Hal ini dikarenakan :

a. Kepailitan hanya meliputi harta pailit dan bukan debitornya,

b. Debitor tetap pemilik kekayaannya dan merupakan pihak yang berhak atasnya, tetapi tidak lagi berhak menguasainya atau menggunakannya c. Sitaan konservatoir secara umum meliputi seluruh harta pailit.55

Namun demikian, prinsip ini tidak dapat diterapkan secara letterlijk karena ha1 ini akan menimbulkan ketidakadilan berikutnya.

'52 Mahadi, Falsafah Hukum : Suatu Pengantar, Alumni, Bandung, 2003, hlm. 135. 53 M. Hadi Subhan, op. cit., hlm. 27-28.

'54 Ibid, hlm. 28.

55 Kartini Muljadi, Actio Pautiana dun Pokok-Pokok tentang Pengadilan Niaga, dalam Rudhy A. Lontoh, et.al, Penyelesaian Utang Piufang Melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Dung, Alumni, Bandung, 2001, hlm. 300.

(38)

Letak ketidakadilan tersebut adalah para kreditor berkedudukan sama antara satu kreditor dengan kreditor lainnya. Prinsip ini tidak membedakan perlakuan terhadap kondisi kreditor, baik kreditor dengan piutang besar maupun kecil, pemegang jaminan, atau bukan pemegang jaminan. Oleh karenanya, ketidakadilan prinsip paritas

creditorium harus digandengkan dengan prinsip pari passu pro rata parte dan prinsip structured

creditor^.'^

Berbeda halnya dengan Undang- Undang Kepailitan yang menerapkan prinsip paritas creditorium, maka di dalam Faillissementsverordening (Peraturan Kepailitan sebelum Tahun 1998) tidak menganut prinsip paritas c r e d i t o riu m 5 7.

D i d a l a m P a s a l 1 P e r a t u r a n K e p a i l i t a n a t a u Faillissementsverordening menyatakan bahwa setiap debitor yang tidak mampu membayar kembali utang tersebut baik atas permintaan sendiri maupun atas permintaan seorang kreditor atau lebih, dapat diadakan putusan oleh hakim yang menyatakan bahwa debitor yang bersangkutan dalam keadaan pailit.58 Ketentuan tersebut, tersurat bahwa pernyataan pailit hanya memerlukan dua syarat saja, yaitu debitor harus berada dalam keadaan telah berhenti membayar, dan harus ada permohonan pailit baik oleh debitor sendiri maupun seorang kreditor atau ~ebih.~'

56 M. Hadi Subhan, op. cit., h l m . 29.

57 Ibid, hlm. 73.

58 Ibid, hlm. 73-74. 59 bid, h l m . 74.

(39)

3 0

Ketentuan di dalam Faillissementsverordening yang tidak menganut prinsip paritas creditorium merupakan kelalaian pembuat

undang-undang. Pentingnya prinsip paritas creditorium untuk dianut

di dalam peraturan kepailitan adalah sebagai pranata hukum untuk menghindari unlawful execution akibat berebutnya para kreditor untuk

memperoleh pembayaran piutangnya dari debitor dimana ha1 itu akan merugikan debitor sendiri maupun kreditor yang datang terakhir atau kreditor yang lemah60

b. Prinsip Pari Passu Pro Rata Parte

Prinsip pari passu pro rata parte berarti bahwa harta

kekayaan tersebut merupakan jaminan bersama untuk para kreditor dan hasilnya harus dibagikan secara proporsional diantara mereka, kecuali jika antara para kreditor itu ada yang menurut undang-undang harus

didahulukan dalam menerima pembayaran tagihannya."

Prinsip ini menekankan pada pembagian harta debitor untuk melunasi utang-utangnya terhadap kreditor secara lebih berkeadilan dengan cara sesuai dengan proporsinya (pond-pond gewijs) dan bukan dengan

sama rata.62

Prinsip pari passu pro rata parte ini bertujuan memberikan

keadilan kepada kreditor dengan konsep keadilan proporsional dimana

60 Ibid

6' Prinsip ini terdiri dari istilah pari passu yaitu bersama-sama memperoleh pelunasan

tanpa ada yang didahulukan, dan pro rata parte (proporsional) yaitu dihitung berdasarkan pada besarnya piutang masing-masing dibandingkan terhadap piutang mereka secara keseluruhan terhadap seluruh harta kekayaan debitor.

(40)

porsi pembayaran piutangnya dari debitor lebih besar dari kreditor yang memiliki piutang lebih kecil daripadanya.63 Adapun pengaturan mengenai prinsip ini diatur pula di dalam Pasal 189 ayat (4) dan (5) dan penjelasan Pasal 176 huruf a UndangUndang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran

tan^.^^

c. Prinsip Structured Pro Rata

Prinsip structured pro rata atau yang disebut juga dengan istilah structured creditors merupakan salah satu prinsip di dalam hukum

kepailitan yang memberikan jalan keluar atau keadilan di antara kreditor.

Prinsip ini adalah prinsip yang mengklasifikasikan dan

mengelompokkan berbagai macam kreditor sesuai dengan kelasnya masing-masing. Di dalarn kepailitan. kreditor diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu kreditor separates. kreditor preferen, dan kreditor konkuren. 65

-

63 [bid

Pasal 189 ayat (4) dan (5) Undang-Undana, Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang berbunyi

(4) Pembayaran kepada kreditor :

a . Y a n g m c m p u n y a i h a k y a n g d i d a h u l u k a n , t e r m a s u k d i d a l a m n y a y a n g h a k istimewanya dibantah: dan

b. Pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya, sejauh mereka tidak dibayar menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, dapat dilakukan dare hash penjualan benda terhadap mana mereka mempunyai hak istimewa atau yang diagunkan kepada mereka

(5) Dalam ha1 basil penjualan benda-benda sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak mencukupi untuk membayar seluruh piutang kreditor yang didahulukan, maka umuk kekurangannya mereka berkedudukan sebagai kreditor konkuren. Di dalam Penjelasan Pasal 176 huruf a Undang-Undang Nomor 3 7 Tabun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang berbunyi bahwa : "yang

(41)

Menurut Jerry Hoff, pembagian kreditor di dalam hukum kepailitan dijabarkan sebagai berikut :66

1. Secured Creditors

Right of secured creditors, security interests are in rem right that vest in the creditor by agreement and subsequent performance of certain formalities. A creditor whose interests are secured by in rem right is usually entitled to cause the foreclosure of the collateral without a judgement, to satisfy his claim from the proceeds with priority over the other creditors. This right to foreclosure without a jugdement called the right of immediate enforcement.

2. Preferred Creditors

The preferred creditors have a preference to their claim,. Obviously, the preference issue is only relevant if there is more than one creditor and i f the assets of the debtor are not sufficient to pay of all the creditors (there is a concursus creditorum). Prefewed creditor are required to present their claims to the the receiver for veriJication and are thereby charged a pro rata parse share of costs of the bankruptcy.

There are several categories of preferred creditors :

creditors who have statutory priority, creditors who have non-statutory priority, and estate creditors.

dimaksud dengan pro rata adalah pembayaran menurut besar kecilnya piutang masing-masing".

65 Pembagian atau pengklasifikasian kreditor di dalam kepailitan ini dapat dilihat dalam Sutan

Remy Sjandeini, op. cit., hlm. 280, dan dapat dilihat pula dalarn Jono, op. cit., hlm. 5-10.

(42)

3. Unsecured Creditors

The unsecured creditors do not have priority and will therefore he paid, ryany poceeds of the bankruptcy estate remain, aJ2er all trhe other creditors have received ved payment. Unsecured creditors are required to present their claims for verrfcation to their receiver and they are charged a pro rata parte share of the costs of the bankruptcy.

Kreditor yang berkepentingan terhadap debitor tidak hanya kreditor konkuren saja, melainkan juga kreditor pemegang hak jaminan kebendaan (kreditor separatis) dan kreditor yang menurut ketent uan hu kum harus didahulukan (kreditor preferen).67 Ketiga kreditor ini diakui eksistensinya dan bahkan di dalam undang-undang kepailitan Belanda tidak terdapat keraguan terhadap hak kreditor separatis dan kreditor preferen untuk mengajukan kepailitan.

d. Prinsip Debt Collection

Prinsip debt collection (debt collection principle) adalah suatu konsep pembalasan dare kreditor terhadap debitor pailit dengan menagih klaimnya terhadap debitor atau harta debitorV6'

67 Ibid him. 33.

68 Zaman dahulu, prinsip ini dimanifestasikan dalam bentuk perbudakan, pemotongan

sebagian tubuh debitor (mutilation), dan pencincangan tubuh debitor (dismemberment).

Sedangkan h u k u m k e p a i l i t a n m o d e r n m e n e k a n k a n prinsip ini a n t a r a lain d a l a m b e n t u k l i k u i d a s i a s e t . S u s a n R e m y S-iandeini, op.cit., him. 38.

(43)

Menurut Tri Hernowo, Kepailitan dapat digunakan sebagai mekanisme pemaksaan dan pemerasan, Sedangkan menurut Emmy Yuhassarie, hukum kepailitan dibutuhkan sebagai alat collective proceeding, yang berarti tanpa adanya hukum kepailitan masing - masing

kreditor akan berlomba - lomba secara sendiri - sendiri mengklaim asset debitor untuk kepenntingan masing - masing. Oleh Karenanya, hukum kepailitan mengatasi apa yang disebut dengan collective action problem yang ditimbulkan dari kepentingan individu masing - masing k r e d i t ~ r . ~ ~

Fred BG. Tumbuan menyatakan bahwa di dalam sistem hukum Kepailitan Belanda, penerapan prinsip debt collection sangat ditekankan. Hal ini disitir Fred BG. Tumbuan dari Professor Mr. B. Wessels dari bukunya yaitu Faillietverklaring. Di dalam buku tersebut menyatakan bahwa sehubungan dengan pemohonan pernyataan pailit perlu kiranya diingat bahwa baik sita jaminan

(conservatoir beslaglegging) maupun permohonan pernyataan

pailit adalah prosedur penagihan yang tidak lazim (oineigenlijk

incassoprocedz~res). Dinamakan "tidak lazim" karma kedua upaya

hukum tersebut disediakan sebagai "sarana tekanan" (pressie

middle) untu k memaksa pemenuhan kewajiban oleh d e b i t ~ r . ~ '

- -

69 Ibid

70 Fred BG Tumbuan, "Komentar Atas Catatan Terhadap Putusan N o : 14 IUN12004 jo No

18PailitP.Niaga/Jkt.Pst" dalam Valerie Selvie Sinaga, Analisa Putzlsan Kepailifan Paah pengadilai~ Negeri Jakarfa, Fakultas Hukum Universitas Katholik Atmajaya, Jakarta, 2005, hlm.

(44)

Berkaitan dengan penggunaan permohonan pernyataan pailit sebagai sarana untuk menekankan atau memaksa debitor memenuhi kewajibannya. Di negeri Belanda, terdapat perlindungan yang layak bagi debitor, yaitu, 71.

a. Pemohon pernyataan pailit harus mempunyai kepentingan wajar

(redelijk belang;) dalam peimohonan pernyataan pailit. Syarat

"kepentingan wajar"' bersumber pada kaedah hukum "tanpa kepentingan, tidak ada hak gugat" (geen belang, geen actie). Kaedah

hukum ini dinyatakan secara jelas dalam Pasal 3 : 303 Burgerlijk

Wetboek Belanda (Netherland Burgerlijk Wetboek) yag berbunyi :

"zonder voldoende belang karat niemand een rechtvordering toe

"

(hanya orang yang mempunyai kepentingan yang cukup berhak mengajukan gugatan hukum).

Kaedah hukum ini menegaskan bahwa "kepentingan yang cukup" adalah kepentingan yang seimbang dan oleh karenanya m em ben ar kan diajukannya gugatan hukum(evenredigheidscriterium).

b. Hak untuk mengajukan pemol~onan pernyataan pailit tidak boleh disalahgunakan. Larangan ini bersumber pada kaedah hukum bahwa penyalahgunaan wewenang (misbruik van bevoegheid) tidak dibenarkan.

Kaedah hukum tersebut ditegaskan di dalam Pasal 3 : 13 (1) Burgerlijk

Wetboek Belanda yang berbunyi : "degene aan een bevoegheid toekomt,

kom haar niet inroepen, voor zoverhij haar misbrziikt" (orang

yang mempunyai suatu kewenangan tidak dapat menggunakan

(45)

kewenangan tersebut sejauh is menyalahgunakannya).

Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa segenap harta kekayaan debitor adalah menjadi jaminan terhadap utang dari para kreditor. Letak prinsip debt collction di dalam kepailitan yaitu berfungsi sebagai sarana pemaksa untuk merealisasikan hak-hak kreditor melalui proses likuidasi terhadap harta kekayaan d e b i t ~ r . ~ ~

Menurut Setiawan, peraturan kepailitan pada prinsipnya adalah debt collection law dan bahwa kepailitan merupakan suatu aksi koleklif

(collective action) dalam debt collection. Douglas G. Baird menyatakan bahwa hukum kepailitan bertujuan untuk digunakan sebagai alat collective proceeding.73

Debt collection principle merupakan prinsip yang menekankan bahwa utang dari debitor harus dibayar dengan harta yang dimiliki oleh debitor secara sesegera mungkin untuk menghindari itikad buruk dari debitor dengan cara menyembunyikan dan menyelewengkan terhadap segenap har t a bendanya yang sebenarnya adalah sebagai jaminan umum bagi k r e d i t ~ r n ~ a . ~ ~

Manifestasi dari prinsip debt collection di dalam kepailitan adalah ketentuan untuk inelakukan pemberesan aset dengan jalan likuidasi yang cepat dan pasti, prinsip pembuktian sederhana, diterapkannya putusan kepailitan secara Berta-merta (uitvoerbaar

bij voorraad), adanya ketentuan masa tunggu (stay) bagi pemegang

72

M. Hadi Subhan, op cit, hlm. 39.

73 Ibid, hlm 40 73 Ibid, hlm 41

(46)

jaminan kebendaan, dan kurator sebagai pelaksana pengurusan dan pemberesan.74

Berkaitan dengan peraturan atau hukum kepailitan yang ada di Indonesia, di dalam Pasal 2 ayat ( I ) dan Pasal I ayat (I) undang-undang kepailitan sangat memegang teguh bahwa kepailitan adalah sebagai pranata debt collection. Persyaratan dipailitkan hanya berupa dua syarat kumulatif, yakni debitor memiliki utang yang telah jatuh tempo yang dapat ditagih yang belum dibayar lunar, serta memiliki dua atau lebih k r e d i t ~ r . ~ ~ Di dalam undang-undang kepailitan tersebut tidak mensyaratkan adanya jumlah minimum utang tertentu atau disyaratkannya keadaan insolven dimana harta kekayaan debitor (aktiva) lebih kecil daripada utang-utang yang dimiliki (pasha). Prinsip debt collection di dalam undang-undang kepailitan Indonesia lebih mengarah kepada kemudahan umntuk melakukan permohonan kepailitan.76

Implementasi dari prinsip debt collection juga terdapat di dalam konsep mengenai sita umum harta kekayaan si pailit. Akan tetapi hal-ha1 yang berkaitan dengan konsep sita umum ini telah mengalami pergeseran makna dalam konteks hukum kepailitan. Hal ini terbukti dari adanya sanksi kehilangan hak keperdataan tertentu,

74 Ibid

75 Lihat ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

Referensi

Dokumen terkait

reduksi dan oksidasi (redoks) unity of sciences dengan kualitas yang baik berdasarkan hasil validasi dari para ahli dan keterbacaan, sehingga dapat mendukung peserta

Dengan adanya sistem informasi manajemen logistik ini diharapkan dapat mudahkan dalam melakukan penginputan data material, data proyek, data suplier dan memudahkan

Konsep dasar dari DDoS adalah memanfaatkan banyak ip untuk melakukan serangan pada jaringan dengan mengirim paket request yang sangat banyak membuat padatnya lalu lintas

Pada bagian ini analisis tentang pandangan fiqh siyasah terhadap pemberian remisi kepada narapidana tindak pidana khusus yang didukung oleh dasar hukum

Setelah dilakukan kajian yang mendalam, hasil penelitian menunjukkan bahwa pandangan Hamka terhadap urgensi pendidikan Islam dalam kehidupan manusia bukan hanya

Romadhoni Setyo Nugroho. PENGARUH KOMPETENSI GURU DAN LINGKUNGAN TEMAN SEBAYA TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA MATA PELAJARAN KORESPONDENSI KELAS X ADMINISTRASI

lembaga pendidikan yang belum memberikan jaminan secara maksimal terhadap. pelayanan yang mereka berikan kepada

Konstruksi sosial terhadap identitas pedagang kaki lima di perkotaan umumnya cenderung memberi sigma buruk terhadap mereka, yaitu sebagai parasit yang memngganggu