• Tidak ada hasil yang ditemukan

Amdani Afrizal Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Amdani Afrizal Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH,"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KESESUAIAN PERAIRAN UNTUK BUDIDAYA KERAPU MACAN (Epinephelus fuscoguttatus) DI KERAMBA JARING APUNG (KJA) BERBASIS EKOLOGI DI MADONG,

KELURAHAN KAMPUNG BUGIS, KECAMATAN TANJUNGPINANG KOTA

Amdani Afrizal

Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, virgo.dan93@gmail.com

Linda Waty Zen

Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, lindawzen@yahoo.com

Tengku Said Raza’i

Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, tengku.saidrazai@gmail.com

ABSTRAK

Amdani Afrizal. 2016. Analisis Kesesuaian Perairan Untuk Budidaya Kerapu Macan (Epinephelus

fuscoguttatus) di Keramba Jaring Apung (KJA) Berbasis Ekologi di Madong Kelurahan

Kampung Bugis, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Skripsi. Tanjungpinang: Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji. Pembimbing I: Ir. Linda Waty Zen, M. Sc. Pembimbing II : Tengku Said Raza’i, S. Pi, MP.

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi kesesuaian perairan untuk pengembangan budidaya ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) di keramba jaring apung (KJA) di perairan madong. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei lapangan, yaitu melakukan pengamatan langsung ke lapangan terhadap kondisi perairan di Madong. Pengamatan kualitas perairan menggunakan dua parameter yaitu parameter fisika dan parameter kimia, adapun parameter fisika terdiri dari suhu, salinitas, kecerahan, kedalaman dan kecepatan arus, sedangkan parameter kimia terdiri dari oksigen terlarut (DO) dan derajat keasaman (pH). Prosedur penelitian menggunakan teknik pembobotan dan skoring, untuk mencapai tujuan penelitian dilakukan pendekatan dengan teknik analisis perhitungan kriteria ekologi. Pembobotan dan penilaian (skoring) nilai atau skor kesesuaian perairan untuk budidaya kerapu macan titik 1, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 12, 13, 14, 15, 16, dan 20 di Madong memiliki skoring 76%. Kesesuaian perairan titik 1, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 12, 13, 14, 15, 16, dan 20 di Madong yang mengacu pada Cornelia (2005) dalam Saka (2014) masuk ke dalam kelas cukup sesuai (S2). Pembobotan dan penilaian (skoring) nilai atau skor kesesuaian perairan untuk budidaya kerapu macan titik 2, 3, dan 18 di Madong memiliki skor 68 %. Pembobotan dan penilaian (skoring) nilai atau skor kesesuaian perairan untuk budidaya kerapu macan titik 17 di Madong memiliki skor 70,66 %. Pembobotan dan penilaian (skoring) nilai atau skor kesesuaian perairan untuk budidaya kerapu macan titik 10, 11, dan 19 di Madong memiliki skor 73 %. yang mengacu pada Cornelia (2005) dalam Saka (2014) masuk ke dalam kelas sesuai marjinal (S3). Penilaian secara keseluruhan Madong memiliki tingkat kesesuaian lahan 65 % cukup sesuai (S2).

Kata Kunci : Metode survei lapangan, parameter fisika dan parameter kimia, kesesuaian perairan, pembobotan dan skoring.

(2)

ABSTRACT

Amdani Afrizal. 2016. Water Suitability Analysis for Cultivation Tiger Grouper (Epinephelus

fuscoguttatus) in Floating Net Cage (KJA) Based Ecology in Madong, Kampung Bugis,

District of Tanjungpinang City, Thesis. Tanjungpinang : Water Resource Management Department, Faculty of Marine Sciences and Fisheries, University of Maritime Raja Ali Haji. Advisor I: Ir . Linda Waty Zen, M. Sc. Co-advisor II: Tengku Said Raza'i , S. Pi , MP. The purpose of this research is to determine the condition of the suitability of water for the cultivation of tiger grouper (Epinephelus fuscoguttatus) in floating net cages (KJA) in the waters Madong. The method used in this research is a field survey methods, namely direct observation to the field of the condition of waters in Madong. Observation of water quality parameters using two parameters: physical and chemical parameters, while the physical parameters consisting of temperature, salinity, brightness, depth and current speed, while chemical parameters consist of dissolved oxygen (DO) and potential of hydrogen (pH). Research procedures using weighting and scoring techniques, to achieve the purpose of the research used technical analysis approach in the calculation of the ecological criteria. Weighting and assessment (scoring) value or suitability score tiger grouper aquaculture waters to point 1, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 12, 13, 14, 15, 16, and 20 in Madong had scoring 76%. Suitability waters of point 1, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 12, 13, 14, 15, 16, and 20 in Madong which refers to Cornelia (2005) in Saka (2014) into the classroom quite appropriate ( S2). Weighting and assessment (scoring) value or suitability score tiger grouper aquaculture waters to point 2, 3, and 18 in Madong has a score of 68%. Weighting and assessment (scoring) value or suitability score tiger grouper aquaculture waters for 17 points in Madong has a score of 70.66%. Weighting and assessment (scoring) value or suitability score tiger grouper aquaculture waters to point 10, 11, and 19 in Madong has a score of 73%. which refers to Cornelia (2005) in Saka (2014) into the appropriate class of marginal (S3). An overall assessment of land suitability Madong have a level of 65% is quite suitable (S2).

Keywords : Field survey methods, parameters of physical and chemical parameters, land suitability, weighting and scoring.

(3)

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Indonesia memiliki luas laut yang lebih besar dari pada daratan, salah satu contohnya Kepulauan Riau. Kepulauan Riau merupakan salah satu kepulauan yang terdapat di Indonesia. Kepulauan Riau terkenal dengan sumberdaya laut dan pesisirnya yang beraneka ragam jenis dan spesies. Dengan luas laut yang begitu luas sehingga banyak dari kalangan masyarakat melakukan pembudidayaan ikan, terutama komoditas ikan air laut.

Seiring dengan perkembangan zaman permintaan terhadap pasokan jumlah ikan mengalami peningkatan, meningkatnya jumlah permintaan terhadap pasokan ikan ini disebabkan jumlah penduduk yang terus menerus mengalami peningkatan, sehingga tidak cukup hanya dengan memanfaatkan dari segi penangkapan saja. Oleh karena itu Direktorat Jendral Perikanan menerapkan sistem pembudidayaan ikan yang bertujuan agar dapat memenuhi pasokan ikan baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Berdasarkan data Direktorat Jendral Perikanan Budidaya pada tahun 2006 (Sudradjat, 2008), potensi budidaya laut sebesar 24,5 juta ha. Namun, tingkat pemanfaatannya masih rendah karena baru dimanfaatkan seluas 74.500 ha.

Kampung Madong merupakan salah satu wilayah yang terdapat di Kelurahan Kampung Bugis. Kelurahan Kampung Bugis memiliki luas wilayah ± 24,0 Km2 (Kantor Kelurahan Kampung Bugis, 2013). Di kampung Madong usaha pumbudidayaan ikannya sudah tergolong maju dan lebih berhasil dibandingkan dengan wilayah lain di kelurahan Kampung Bugis.

Kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) memiliki kelebihan dibandingkan kerapu jenis lain. Selain rasa dagingnya yang enak, ikan ini juga memiliki protein yang tinggi. Permintaan pasar domestik maupun ekspor akan kerapu macan makin meningkat dan belum dapat diimbangi dengan hasil tangkapan, maka untuk mengantisipasi peningkatan permintaan tersebut perlu dilakukan usaha budidaya (BBPBL, 2001 dalam Saka dkk. 2014).

Dampak positif dari melakukan budidaya tidak bisa terlepas dari kondisi lingkungan yang strategis dan mendukung, dapat ditinjau dari kondisi ekologis sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk melakukan kegiatan budidaya, dengan

melakukan analisis kesesuaian lokasi dengan parameter-parameter yang dijadikan acuan penelitian.

Terkait dengan permasalahan tersebut, maka perlu dilakukan sebuah kajian atau penelitian terhadap analisis kesesuaian perairan untuk pengembangan budidaya ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) berbasis ekologi di Madong Kelurahan Kampung Bugis tersebut.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi kesesuaian perairan untuk pengembangan budidaya ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) di keramba jaring apung (KJA) di perairan madong. C. Rumusan Masalah

Keberhasilan usaha budidaya perairan sangat dipengaruhi oleh kondisi ekologis, sehingga untuk pengembangan usaha budidaya perairan diperlukan data apakah kondisi ekologi di sekitar perairan Madong sudah sesuai sebagai lahan untuk pengembangan budidaya ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) di keramba jaring apung (KJA).

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah supaya dapat menjadi bahan pertimbangan kepada pihak pengembang ataupun pengelola untuk menjadikan lahan di sekitar Madong menjadi lahan untuk budidaya ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus).

BAB III METODE

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini berlokasi di Madong Kelurahan Kampung Bugis Kecamatan Tanjungpinang Kota Provinsi Kepulauan Riau yang dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2016. Peta titik stasiun penelitian disajikan pada Gambar 3, koordinat titik stasiun disajikan pada Lampiran 2.

(4)

Gambar 3. Peta Titik Statiun Penelitian B. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1:

Tabel 1. Alat dan bahan yang digunakan

No. Alat yang digunakan Kegunaan

1.

Kamera

Untuk dokumentasi

2.

Botol sampel &

kertas label

Sebagai wadah sampel

3.

GPS

Untuk menentukan titik

koordinat

4.

Thermometer

Untuk mengukur suhu

5.

Multitester

Untuk mengukur pH

Untuk mengukur oksigen

terlarut

6.

Handrefraktometer

Untuk mengukur salinitas

7.

Current Meter

Untuk mengukur kecepatan

arus

8.

Secchi Disk

Untuk mengukur kecerahan

C. Metode

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei lapangan, yaitu melakukan pengamatan langsung ke lapangan terhadap kondisi perairan di Madong Kelurahan Kampung Bugis Kecamatan Tanjungpinang Kota.

Tahap yang dilakukan dalam menentukan lokasi kesesuaian perairan budidaya pada titik yang ingin diteliti dengan pengumpulan data. Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung oleh peneliti dilapangan, seperti pengukuran kualitas

perairan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari studi literatur, yaitu buku-buku, jurnal, dan tesis.

D. Prosedur Kerja

1. Penentuan Titik Stasiun

Penentuan stasiun pengamatan adalah secara purposive sampling yaitu dari luasan perairan sekitar Madong didapat 20 titik penelitian, yang akan dijadikan perbandingan kesesuaian perairan untuk budidaya kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus).

2. Pengamatan Kualitas Air

Pengamatan untuk kualitas perairan dalam penelitian ini melalui dua parameter yaitu parameter fisika dan kimia.

a. Parameter Fisika

Adapun pengamatan yang dilakukan untuk parameter fisika ialah suhu, salinitas, kecerahan, kedalaman, dan kecepatan arus.

Suhu

Adapun Prosedur pengukuran Suhu menggunakan Thermometer adalah sebagai berikut:

a. Buka penutup Thermometer,

b. Letakkan ujung Thermometer yang berwarna silver ke dalam air,

c. Setelah ± 3 menit angkat thermometer ke

arah cahaya dan lihat berapa angka yang ditunjukkan oleh air raksa di

Thermometer.

d. Catat hasilnya.

Salinitas

Adapun Prosedur pengukuran Salinitas menggunakan Handrefraktometer adalah sebagai berikut:

a. Ambil air sampel menggunakan pipet tetes,

b. Teteskan air sampel ke prisma,

c. Tutup prisma, pastikan air sampel menyebar secara merata dan tidak terdapat gelembung udara pada permukaan prisma. d. Lihat skala salinitas pada eyeplace dengan cara diputar agar skala pembacaan terlihat dengan jelas, dan dilihat pada tempat yang terang (ada cahaya).

e. Catat hasil pembacaan skala,

f. Bilas prisma dengan aquades lalu keringkan dengan tisu.

(5)

Kecerahan

Adapun prosedur pengukuran kecerahan menggunakan secchi disk adalah seagai berikut:

a. Secchi disk dicelupkan ke dalam perairan sampai batas pertama kali tidak tampak, ukur panjang tali dan dicatat sebagai hasil D1 (jarak tampak)

b. Kemudian tarik tali pelan-pelan sampai batas pertama kali tampak dan catat sebagai hasil D2 (jarak tidak tampak) c. Kemudian masukkan hasil tadi kedalam

rumus , catat hasilnya.

Kedalaman

Pengukuran kedalaman dilakukan dengan meggunakan tali penduga kedalaman berskala, yaitu tali panajang yang berskala tiap 0,5 m dan di ujung tali diberikan pemberat. Korelasi kedalaman dengan pasang surut dengan menggunakan rumus (Ongkoson dan Suryano, 1989 dalam Susetya, 2014):

d = dt = (ht – MSL)

Ket :

∆d = Kedalaman suatu titik pada dasar perairan (m)

dt = Kedalaman suatu titik pada dasar laut pada waktu t (m)

ht =

Ketinggian permukaan air laut pada

pukul t (m)

MSL = Means Sea Level (duduk

tengah muka air) (m)

Kecepatan Arus

Kecepatan arus diukur dengan menggunakan current meter, caranya sebagai berikut:

a. Pasangkan kipas pada batang besi yang telah disediakan,

b. Sambungkan kabel jeck dengan kotak pencatat (monitor),

c. Kemudian celupkan kipas ke dalam air, d. Catat kecepatan arus yang tertera pada

layar dalam m/s. b. Parameter Kimia

Adapun pengamatan yang dilakukan untuk parameter kimia ialah oksigen terlarut (DO) dan derajat keasaman (pH).

Oksigen Terlarut (DO)

Ada dua metode yang digunakan untuk menentukan oksigen terlarut yang dapat diandalkan, yaitu metode Winkler atau metode

titrasi atau disebut juga metode indiometri dan metode elektrometris (DO Meter). Metode Winkler berdasarkan sifat oksidasi oleh oksigen yang terlarut dan metode elektrometris berdasarkan jumlah oksigen yang berdifusi melewati membran (Ghufran dkk 2007).

Adapun prosedur pengukuran oksigen terlarut menggunakan Multitester adalah seagai berikut:

a. Buka penutup ujung probe,

b. Hidupkan dengan menekan tombol on/off, c. Dicelupkan probe kedalam air sampel, d. Putar ujung probe di dalam air sampel

secara perlahan dan tunggu hingga muncul tanda panah ke arah OK,

e. Ditekan tombol HOLD,

f. Di catat nilai DO (mg/l),

g. Matikan dengan menekan tombol on/off, h. Bilas ujung probe dengan aquades lalu

keringkan dengan tisu,

i. Tutup kembali penutup ujung probe. Derajat Keasaman (pH)

Untuk penggunaan aquamate test atau pH meter, maka prosedurnya seperti pada pengukuran oksigen. Sedangkan untuk pengkalibrasian dimulai dengan membuka tutup pH elektroda (karet ban hitam) pada ujung elektroda dan geserlah karet ban putih (transparan) yang menutupi lubang pada bagian badan elektroda hingga lubang kecil tersebut terlihat. Isilah cangkir polyhylene dengan larutan buffer pH 6,86 sebanyak sekitar 1 cm (cangkir tersebut dicuci terlebih dahulu dengan air aquadest, lalu hidupkan switch

knop pH). Kemudian masukkan sensor ke

dalam cangkir yang telah berisi larutan buffer serta atur knop kalibrasi pH hingga angka 6,9. Goyanglah sensor tersebut pelan-pelan, bila selesai angkatlah sensor tersebut dari cangkir lalu bilas dengan aquadest. Setelah itu pasangkan pelindung elektroda (Electroda

Protector). Kemudian lubang kecil yang

dibuka tadi ditutup kembali. Bila segera dioperasikan maka masukkan sensor secara perlahan-lahan ke dalam air yang akan diukur, alat dapat dioperasikan lagsung dengan memutar pH.

Adapun prosedur pengukuran pH menggunakan Multitester adalah seagai berikut:

a. Buka penutup ujung probe,

b. Hidupkan dengan menekan tombol

on/off,

c. Dicelupkan probe kedalam air sampel,

(6)

e. Dicatat nilai pH mencapai angka yang stabil,

f. Matikan dengan menekan tombol on/off, g. Bilas ujung probe dengan aquades lalu

keringkan dengan tisu,

h. Tutup kembali penutup ujung probe. E. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian ini dengan menggunakan teknik pembobotan dan skoring, maka untuk mencapai tujuan penelitian dalam analisis ini dilakukan pendekatan dengan teknik analisis dalam perhitungan kriteria ekologi.

1. Kriteria Ekologi

Untuk penelitian kriteria ekologi perairan menggunakan parameter fisika dan kimia dengan rumusan yang dimodifikasi dari jurnal Saka dkk. 2014 dengan mengurangi beberapa parameter seperti posfat, nitrat, kelimpahan plankton, dan klorofil-a.

Tabel 2. Parameter-parameter Kesesuaian Kawasan Budidaya KJA

No. Parameter Kelas Angka

Penilaian

Sumber Baku Mutu * 1. Oksigen Terlarut (mg/L) ≥ 5,0 ≥ 4,0 – 4,9 ≤ 3,9 5 3 1 Evalawati dkk (2001) > 5 2. Kedalaman (m) 15,0 – 24,9 5,0 – 14,9 dan 25,34,9 ≤ 4,9 dan ≥35 5 3 1 BBPBL (2001) - 3 Kecepatan Arus (cm/dt) 20,0 – 49,9 10 – 19,9 dan 50 ≥75 5 3 1 BBPBL (2001) 20-25 4. Kecerahan (m) ≥ 5,0 ≥3 – 4,9 ≤ 2,9 5 3 1 Hargreaves (1999) > 3 5. Suhu Perairan (oC) 27,0 – 30,9 25,0 – 28,9 dan 31 – 31,9 < 24,9 dan ≥ 32 5 3 1 Romimohtarto dan Juwana (1999) 26 – 32 6. Salinitas (ppt) 30,0 – 32,9 20,0 – 29,0 ≤ 19,9 dan ≥33 5 3 1 Evalawati dkk. (2001) 31 – 34 7. Derajat Keasaman (pH) 8,0 – 8,20 4,0 – 7,9 dan 8,20 – 8,9 ≤3,90 dan ≥9.0 5 3 1 Effendi (2003) 7 – 8,5

Sumber: Modifikasi Jurnal Saka dkk. (2014)

(7)

F. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode matching dan skoring. Menurut Hartoko (2000) dalam Saka dkk. (2014), tahapan analisis kesesuaian perairan dengan pembuatan matrik kesesuaian diawali dengan mengumpulkan berbagai referensi mengenai kondisi wilayah perairan yang harus dipenuhi untuk pembudidayaan kerapu macan yang menggunakan keramba jaring apung (KJA). Kemudian menentukan batas-batas nilai (klasifikasi kelas kesesuaian) untuk setiap parameter fisika, kimia perairan yang memenuhi persyaratan budidaya kerapu macan. Kelayakan perairan untuk budidaya ikan diukur berdasarkan kualitas air laut (pH, suhu, salinitas, kecerahan, kedalaman, kecepatan arus, oksigen terlarut, pH). Parameter tersebut akan digunakan sebagai dasar skala penilaian dan bobot pada kelayakan perairan budidaya laut. Pembobotan pada setiap parameter ditentukan berdasarkan pada dominannya parameter tersebut terhadap suatuperuntukan kelayakan perairan budidaya laut (Gerking, 1978 dalam Saka dkk. 2014). Parameter yang dapat memberikan pengaruh lebih kuat sebagai faktor pembatas bagi organisme budidaya diberi bobot lebih tinggi. Tingkat kesesuaian menurut (Cornelia, 2005 dalam Saka dkk. 2014) dibagi atas empat kelas antara lain: sangat sesuai (highly suitable), cukup sesuai (moderately suitable), sesuai marginal (marginally suitable), tidak sesuai (not suitable).

Matriks kesesuaian perairan disusun melalui kajian pustaka dan pertimbangan teknis budidaya, sehingga diketahui variabel syarat yang dijadikan acuan dalam pemberian bobot (Tabel 3).

Total skor matrik kesesuaian selanjutnya dipakai untuk menentukan kelas kesesuaian perairan budidaya ikan kerapu macan berdasarkan karakteristik kualitas perairan dan dapat dihitung dengan perhitungan (DKP, 2005 dalam Saka dkk. 2014):

Total Skoring =

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑠𝑘𝑜𝑟

(8)

Tabel 3. Parameter Penilaian Kesesuaian Perairan Untuk Budidaya Kerapu Macan (Epinephelus Fuscoguttatus)

No. Parameter Kelas Angka

Penilaian Bobot (B) Karakteristik 1. Oksigen Terlarut (mg/L) ≥ 5,0 ≥ 4,0 – 4,9 ≤ 3,9 5 3 1 4 Sangat Berpengaruh untuk Kerapu Macan dapat hidup 2. Kedalaman (m) 15,0 – 24,9 5,0–14,9 dan 25,34,9 ≤ 4,9 dan ≥35 5 3 1 3 Cukup Berpengaruh untuk pemilihan lokasi budidaya kerapu macan 3 Kecepatan Arus (cm/dt) 20,0 – 49,9 10 – 19,9 dan 50 ≥75 5 3 1 2 Berpengaruh terhadap pemilihan lokasi budidaya kerapu macan 4. Kecerahan (m) ≥ 5,0 ≥3 – 4,9 ≤ 2,9 5 3 1 2 Berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan kerapu macan 5. Suhu Perairan (oC) 27,0 – 30,9 25,0–28,9 dan 31–31,9 <24,9 dan ≥32 5 3 1 2 Berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan kerapu macan 6. Salinitas (ppt) 30,0 – 32,9 20,0 – 29,0 ≤ 19,9 dan ≥33 5 3 1 1 Berpengaruh pertumbuhan dan perkembangan kerapu macan 7. Derajat Keasaman (pH) 8,0 – 8,20 4,0 – 7,9 dan 8,20 – 8,9 ≤3,90 dan ≥9.0 5 3 1 1 Berpengaruh pertumbuhan dan perkembangan kerapu macan

Sumber : Evalawati dkk. (2001); BBPBL, (2001); Hargreaves, (1999); Romimohtarto dkk. (1999);

Effendi, (2003) dalam Saka dkk. 2014. Berdasarkan rumus dan perhitungan di atas diperoleh nilai (skor) kesesuaian perairan menurut (Cornelia, 2005 dalam Saka dkk., 2014), yaitu sebagai berikut:

85,00 % - 100 % = Sangat Sesuai (S1) 75,00 % - 84,99 % = Cukup Sesuai (S2) 65,00 % - 74,99 % = Sesuai Marginal (S3) 0 % - 64,99 % = Tidak Sesuai (N) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kondisi Umum Madong

Wilayah Kampung Madong merupakan wilayah yang terletak di Kelurahan Kampung Bugis, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Provinsi Kepulauan Riau. Luas wilayah yang dimiliki kelurahan Kampung Bugis yaitu

24,0 Km2. Adapun batas wilayah Kampung Madong adalah sebagai berikut:

 Sebelah Utara : Desa Tembeling

 Sebelah Selatan: Kelurahan Tanjungpinang Kota

 Sebelah Barat : Kelurahan Air Raja  Sebelah Timur : Kelurahan Senggarang

Vegetasi yang tumbuh di wilayah perairan Kampung Madong berupa hutan mangrove, dan di perairan Kampung Madong memiliki substrat dasar yaitu kerikil, pasir, dan lumpur. Kampung Madong terdapat keramba jaring apung yang digunakan nelayan sebagai tempat memelihara atau membudidayakan ikan. Terdapat 5 kelompok nelayan yang melakukan pembudidayaan ikan di sekitar perairan kampung madong, masing-masing kelompok nelayan memiliki 10 anggota yang bekerja secara bergantian untuk merawat dan

(9)

menjaga ikan yang terdapat di dalam keramba. Selain keramba jaring apung, juga terdapat aktivitas penangkapan ikan (pancing, jaring, dan bubu), pemukiman penduduk, alur pelayaran, serta restoran seafood yang merupakan tempat masyarakat Kampung Madong menjual sebagian hasil tangkapannya sehabis melaut.

Madong termasuk daerah yang mendapatkan bantuan KJA HDPE ( High

Density Polyethylene) dari pemerintah,

keramba ikan ini terbuat dari bahan plastik berkualitas tinggi, mempunyai daya tahan lebih lama dan lebih kuat. Bantuan sarana produksi berupa KJA HDPE yang telah diberikan oleh pemerintah Provinsi Kepri kepada masyarakat sampai dengan tahun 2014 adalah berjumlah 1.250 Kantong yang tersebar di 7 kab/Kota dengan rincian Kota Batam sebanyak 250, Tanjungpinang 40 Kantong, Kabupaten Bintan 280 kantong, Kab. Karimun 150 kantong, Kab.Lingga 80 kantong, Kab. Natuna sebanyak 260 kantong dan Kab.Kep. Anambas sebanyak 100 kantong. Bantuan-bantuan tersebut tidak lain adalah bentuk kepedulian pemerintah daerah Provinsi Kepulauan Riau kepada masyarakat khususnya dalam hal pengembangan usaha budidaya perikanan dalam rangka peningkatan perekonomian masyarakat dan

perluasan lapangan kerja

(www.dkpkepri.info).

Sabagai bentuk apresiasi atas keberhasilan masyarakat pembudidaya dalam memanfaatkan fasilitas bantuan sarana budidaya dari pemerintah maka Bapak Gubernur Kepulauan Riau pada tanggal 12 Februari 2015 berkesempatan melakukan panen raya ikan Bawal Bintang, Kerapu dan Kakap pada Kelompok Pembudidaya Ikan di Kampung Madong Kecamatan Tanjungpinang Kota, Tanjungpinang. Kampung Madong Kecamatan Tanjungpinang Kota berhasil memanen ikan Bawal Bintang hasil bantuan bibit dari BBI Pengujan dan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepri sebanyak 2 ton, dari bantuan Balai Perikanan Budidaya Laut Batam juga sebanyak 2 ton. Disamping itu juga dipanen ikan Kerapu ukuran panen hasil bantuan dari Dinas KPPE dan PUMP-PB sebanyak 2 ton dan panen ikan Kakap Putih hasil bantuan BBI Pengujan sebesar 1 ton sehingga total jumlah panen pada kesempatan tersebut adalah sebanyak 7 ton yang berasal dari 6 kelompok pembudidaya (www.dkpkepri.info). Secara umum kawasan perairan Kampung Madong dimanfaatkan oleh

masyarakat sebagai sumber pendapatan dari hasil budidaya hewan laut yang memiliki nilai ekonomis tinggi, salah satunya adalah kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus).

B. Hasil Pengukuran Kondisi Ekologi Mengacu pada prosedur penelitian, pengukuran ekologi berdasarkan analisis kesesuaian perairan untuk budidaya ikan kerapu macan (Epinephalus fuscoguttatus) menggunakan parameter fisika dan kimia dengan menggunakan teknik pembobotan dan skoring.

1. Parameter Fisika

a. Suhu

Suhu merupakan salah satu faktor untuk menentukan kelayakan lokasi untuk budidaya ikan kerapu macan di KJA. Secara tidak langsung, suhu perairan dapat mempengaruhi laju tingkat pertumbuhan biota yang dibudidayakan.

Hasil pengukuran suhu di perairan Madong berkisar antara 29,9oC – 30,5oC, dari hasil pengukuran yang dilakukan di 20 titik didapati bahwa titik yang memiliki suhu terendah terdapat pada titik 3 dan 4 sedangkan yang memiliki suhu tertinggi terletak pada titik 18.

Menurut Effendi (2003), suhu perairan berhubungan dengan kemampuan matahari menyampaikan panasnya ke dalam air, meskipun lambat menyerap panas tetapi air akan menyimpan panas lebih lama dibandingkan dengan daratan.

Menurut Sudradjat (2008), ikan kerapu macan dapat hidup dan tumbuh pada air bersuhu antara 26 – 31oC. Berdasarkan dari hasil penelitian, maka 20 titik yang di pilih sudah sesuai dengan kriteria tersebut. Data hasil pengukuran suhu disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4. Grafik Hasil Pengukuran Suhu b. Salinitas

Hasil pengukuran salinitas di perairan Madong berkisar 18 – 23 ppt, dari hasil pengukuran yang dilakukan di 20 titik didapati bahwa titik yang memiliki salinitas terendah

29.6 29.8 30 30.2 30.4 30.6 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

(10)

adalah titik 11 dan 18 sedangkan titik ang memiliki salinitas tertinggi ialah titik 7.

Menurut Sudradjat (2008), ikan kerapu macan dapat hidup dan tumbuh pada air berkadar garam antara 22 – 32 ppt. Berdasarkan dari hasil penelitian, maka 20 titik yang di pilih masih banyak titik yang belum sesuai dengan kriteria tersebut. Data hasil pengukuran salinitas disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5. Grafik Hasil Pengukuran Salinitas

c. Kecerahan

Kecerahan merupakan parameter yang berhubungan erat dengan besarnya penetrasi cahaya ke dalam perairan. Hasil rata-rata pengukuran kecerahan di perairan Madong berkisar 1,07 m – 1,60 m, dari hasil pengukuran yang dilakukan di 20 titik didapati bahwa titik yang memiliki kecerahan terendah adalah titik 3 sedangkan titik yang memiliki salinitas tertinggi ialah titik 13.

Intensitas sinar cahaya matahari yang menembus ke dalam perairan sangat bergantung dari kecerahan air. Semakin cerah perairan tersebut akan semakin dalam cahaya yang tembus ke dalamnya. Ketika kandungan partikel tersuspensi di periran meningkat maka penetrasi cahaya yang masuk akan berkurang (Hutabarat dan Evans, 2008 dalam Susetya 2014).

Menurut Setianto (2015), pemilihan lokasi untuk budidaya kerapu macan harus memiliki kecerahan perairan > 3 m. Berdasarkan dari hasil penelitian, maka 20 titik yang di pilih masih belum sesuai dengan kriteria tersebut. Data hasil pengukuran kecerahan disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6. Grafik Hasil Pengukuran Kecerahan

d. Kedalaman

Kedalaman perairan merupakan aspek yang cukup penting untuk diperhitungkan dalam penentuan lokasi budidaya Keramba Jaring Apung, hal ini dikarenakan apabila kedalaman kurang dari atau lebih dari standar untuk melakukan budidaya KJA dikhawatirkan akan berdampak pada produktivitas hasil yang dibudidayakan (Susetya, 2014).

Hasil pengukuran kedalaman di perairan Madong berkisar 4,44 m – 8,00 m, dari hasil pengukuran yang dilakukan di 20 titik didapati bahwa titik yang memiliki kedalaman terendah adalah titik 3 sedangkan titik yang memiliki kedalaman tertinggi ialah titik 18.

Kedalaman perairan sangat berpengaruh terhadap kualitas air pada lokasi tersebut. Lokasi yang dangkal akan lebih mudah terjadinya pengadukan dasar akibat dari pengaruh gelombang yang pada akhirnya menimbulkan kekeruhan. Sebagai dasar patokan pada saat surut terendah sebaiknya kedalaman perairan lebih dari 3 m dari dasar waring/jaring (Setianto, 2015). Data hasil pengukuran kedalaman disajikan pada Gambar 7.

Gambar 7. Grafik Hasil Pengukuran Kedalaman 5 10 15 20 25 30 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

(11)

e. Kecepatan Arus

Arus merupakan faktor utama dalam pemilihan lokasi budidaya KJA, karena arus akan menghantarkan sedimen dalam perairan yang pada akhirnya mempengaruhi cahaya dan mempengaruhi laju pertumbuhan ikan dalam keramba jarring apung.

Arus adalah penggerak massa air secara vertikal dan horizontal sehingga menuju keseimbangannya. Gerakan yang terjadi merupakan hasil resultan dari berbagai macam gaya yang bekerja pada permukaan, kolom, dan dasar perairan (Susetya, 2014).

Hasil pengukuran kecepatan arus di perairan madong berkisar 0,1 m/s – 0,3 m/s, dari hasil pengukuran yang dilakukan di 20 titik didapati bahwa titik yang memiliki kecepatan arus terendah adalah titik 17 – 20 sedangkan titik yang memiliki kecepatan arus tertinggi ialah titik 1 – 3.

Arus air pada lokasi yang dipilih diusahakan tidak terlalu kuat namun tetap ada arusnya agar tetap terjadi pergantian air dengan baik dan kandungan oksigen terlarut dalam wadah budidaya ikan tercukupi, selain itu dengan adanya arus maka dapat menghanyutkan sisa-sisa pakan dan kotoran ikan yang terjatuh di dasar perairan (Setianto, 2015). Data hasil pengukuran kecepatan arus disajikan pada Gambar 8.

Gambar 8. Grafik Hasil Pengukuran Kecepatan Arus

2. Parameter Kimia a. Oksigen Terlarut (DO)

Oksigen terlarut adalah kandungan oksigen yang terlarut dalam perairan yang merupakan suatu komponen utama bagi metabolism perairan yang digunakan untuk pertumbuhan biota perairan. Oksigen terlarut dianggap sebagai parameter yang primer karena berhubgungan langsung dengan KJA (Susetya, 2014).

Hasil pengukuran oksigen terlarut di perairan Madong berkisar 5,3 mg/L – 7,7 mg/L, dari hasil pengukuran yang dilakukan di

20 titik didapati bahwa titik yang memiliki oksigen terlarut terendah adalah titik 4 sedangkan titik yang memiliki kecepatan arus tertinggi ialah titik 1. Data hasil pengukuran oksigen terlarut disajikan pada Gambar 9.

Gambar 9. Grafik Hasil Pengukuran Oksigen Terlarut (DO) b. Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman (pH) adalah satu parameter lingkungan yang sangat mempengaruhi organisme dalam perairan. Hasil pengukuran derajat keasaman di perairan Madong berkisar 5,17 – 6,25, dari hasil pengukuran yang dilakukan di 20 titik didapati bahwa titik yang memiliki derajat keasaman (pH) terendah adalah titik 15 sedangkan titik yang memiliki derajat keasaman (pH) tertinggi ialah titik 10. Data hasil pengukuran derajat keasaman (pH) disajikan pada Gambar 10.

Gambar 10. Grafik Hasil Pengukuran Derajat Keasaman (pH)

C. Kesesuaian Lingkungan untuk

Budidaya Kerapu Macan

(Epinephelus fuscoguttatus)

Dari hasil penelitian yang dilakukan, jika dibandingkan dengan baku mutu (SNI 01-6488.4-2000) madong memiliki prospek yang cukup baik untuk lokasi budidaya, khususnya kerapu macan. Analisis tentang kesesuaian perairan pada penelitian ini menunjukkan beberapa parameter yang dianggap penting seperti oksigen terlarut, kecepatan arus, suhu, dan pH memiliki angka penilaian yang sangat baik untuk budidaya kerapu macan. Adapun 0 5 10 15 20 25 30 35 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 0 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

(12)

parameter kecerahan, salinitas, dan kedalaman memiliki penilaian yang baik.

Untuk penelitian kriteria ekologi perairan hanya menggunakan parameter fisika dan kimia dengan rumusan yang mengacu pada jurnal saka dkk. (2014) adalah sebagai berikut :

Tabel 4. Total Skor Kelayakan di 20 titik penelitian Titik Total Skor Tingkat Kesesuaian 1 57 Cukup Sesuai (S2) 2 51 Sesuai Marjinal (S3) 3 51 Sesuai Marjinal (S3) 4 57 Cukup Sesuai (S2) 5 57 Cukup Sesuai (S2) 6 57 Cukup Sesuai (S2) 7 57 Cukup Sesuai (S2) 8 57 Cukup Sesuai (S2) 9 57 Cukup Sesuai (S2) 10 55 Sesuai Marjinal (S3) 11 55 Sesuai Marjinal (S3) 12 57 Cukup Sesuai (S2) 13 57 Cukup Sesuai (S2) 14 57 Cukup Sesuai (S2) 15 57 Cukup Sesuai (S2) 16 57 Cukup Sesuai (S2) 17 53 Cukup Marjinal (S3) 18 51 Sesuai Marjinal (S3) 19 55 Sesuai Marjinal (S3) 20 57 Cukup Sesuai (S2)

Hasil perhitungan kesesuaian perairan dapat dilihat pada Lampiran 2. Pembobotan dan penilaian (skoring) nilai atau skor kesesuaian perairan untuk budidaya kerapu macan titik 1, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 12, 13, 14, 15, 16, dan 20 di Madong memiliki skoring 76%. Kesesuaian perairan titik 1, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 12, 13, 14, 15, 16, dan 20 di Madong yang mengacu pada Cornelia (2005) dalam Saka (2014) masuk ke dalam kelas cukup sesuai (S2).

Pembobotan dan penilaian (skoring) nilai atau skor kesesuaian perairan untuk budidaya kerapu macan titik 2, 3, dan 18 di Madong memiliki skor 68 %. Pembobotan dan penilaian (skoring) nilai atau skor kesesuaian perairan untuk budidaya kerapu macan titik 17 di Madong memiliki skor 70,66 %. Pembobotan dan penilaian (skoring) nilai atau skor kesesuaian perairan untuk budidaya kerapu macan titik 10, 11, dan 19 di Madong memiliki skor 73 %. yang mengacu pada

Cornelia (2005) dalam Saka (2014) masuk ke dalam kelas sesuai marjinal (S3).

Artinya lokasi penelitian yang titiknya belum memenuhi standar untuk kesesuaian perairan kerapu macan, diperlukan penanganan lebih lanjut dikarenakan terdapat parameter yang belum memenuhi syarat untuk budidaya kerapu macan seperti kedalaman dan kecerahan yang hanya memiliki angka penilaian 1. Kedalaman yang rendah dapat berdampak pada rendahnya kecerahan. Adapun penanganan untuk kedalaman adalah dengan cara menggali tanah dasar perairan agar dapat menambah kedalamannya, sedangkan kecerahannya sangat rendah ini dapat berakibat pada kotornya jaring/waring sehingga sirkulasi air dapat terganggu dan akan berakibat menurunya kesehatan ikan yang akan dipelihara nantinya. Adapun penanganan yang harus dilakukan adalah dengan sering mengganti jaring/waring keramba, ini bertujuan agar jarring/waring tidak kotor tertutupi oleh lumpur sehingga sirkulasi air bisa lancar. Salinitas sangat berpengaruh dalam proses osmoregulasi organisme perairan, salinitas yang terlalu tinggi dan terlalu rendah dapat mengakibatkan terganggunya tekanan osmotik kultivan (Bocek dkk. 1991 dalam Erlina, 2006). Penanganan yang dapat dilakukan untuk mengatasi rendahnya salinitas adalah dengan melakukan penggalian tanah dasar perairan agar dapat menambah kedalamannya, karena semakin dalam suatu perairan dapat meningkatkan salinitas di kawasan tersebut.

Berikut adalah gambar titik lokasi yang mendapatkan nilai skor sesuai (S2) dan sesuai marjinal (S3):

Keterangan :

- Titik yang berwarna merah adalah titik yang mendapatkan nilai sesuai (S2). - Titik yang berwarna biru adalah titik yang

mendapatkan nilai sesuai marjinal (S3).

Gambar 11. Peta Titik Lokasi Sesuai (S2) dan Sesuai Marjinal (S3)

(13)

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan dari penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan, Madong memliliki prospek yang cukup baik untuk di jadikan lokasi budidaya kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus), seperti terdapat pada titik 1, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 12, 13, 14, 15, 16, 20 mendapatkan total skor 57 dan skoring 76 % masuk ke dalam kelas cukup sesuai (S2). Penilaian secara keseluruhan Madong memiliki tingkat kesesuaian perairan 65 % cukup sesuai (S2).

B. Saran

Adapun saran dalam penelitian ini adalah:

a. Masyarakat harus bisa menjaga dan melindungi ekosistem yang ada disekitar Kampung madong, agar kualitas perairan di Kampung Madong dapat terjaga dengan baik, serta harus jeli melihat komoditas yang akan dibudidayakan, utamakan komoditas yang memiliki nilai jual tinggi. b. Bagi para pembudidaya hendaknya dapat melihat hasil penelitian ini untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan sebelum melakukan budidaya di sekitar perairan Kampung Madong.

DAFTAR PUSTAKA

Arya., Wisnu., W. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan (Edisi Revisi). Andi. Yogyakarta. Cahyono., Bambang. 2011. Budidaya Ikan di Perairan Umum. Kanisius. Yogyakarta. Effendi., H. 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius. Yogyakarta.

Effendi., Irzal. 2004. Pengantar Akuakultur. Penebar Swadaya. Jakarta.

Erlina., A. 2006. Kualitas Perairan Di Sekitar BBPBAP Jepara Ditinjau Dari Aspek Produktivitas Primer Sebagai Landasan Operasional Pengembangan Budidaya Udang Dan Ikan. Tesis. Universitas Diponegoro. Semarang.

Evy., Ratna., K., Mujiutami., E., Sujono., K. 1997. Usaha Perikanan di Indonesia. PT. Mutiara Sumber Widya. Jakarta.

Fatuchri., M., Sukadi. 2002. Peningkatan Teknologi Budidaya Perikanan. Jurnal lktiologi Indonesia. Vol. 2 (2).

Ghufran., H., Kordi, M. 2011. Marikultur Prinsip dan Praktik Budi Daya Laut. Lily Publisher. Yogyakarta.

Ghufran, H., Kordi, M., Andi, B.T. 2007. Pengelolaan Kualitas Air Dalam Budidaya Peraiaran. Rineka Cipta. Jakarta.

Handajani., Hanny, Dwi Sri H., 2002. Budidaya Perairan. Bayu Media dan UMM Press. Malang.

Novriadi., R. 2013. Studi Komparasi Dan Dampak Hasil Keputusan Gugatan Perdata Pencemaran Lingkungan Budidaya Ikan Laut Di Pulau Bintan. Riset Sosek Kelautan dan Perikanan Vol. 8 (2). Pengendali Hama dan Penyakit Ikan Ahli. Balai Budidaya Laut Batam.

Rochdianto., A. 2002. Budidaya Ikan di Jaring Terapung. Penebar Swadaya. Jakarta.

Saka., Dwi., R. Hasani, Q., Yulianto., H. 2014. Analisis Ekologi Teluk Cikunyinyi Untuk Budidaya Kerapu Macan (Epinephelus Fuscoguttatus). E-Jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan. Vol. 3(1). Setianto., D. 2015. Usaha Budidaya Ikan Kerapu. Pustaka Baru Press. Yogyakarta. Sudradjat., A. 2008. Budidaya 23 Komoditas Laut Menguntungkan. Penebar Swadaya. Jakarta.

Susetya., A. 2014. Analisis Perbandingan Daya Dukung Kawasan Usaha Budidaya Keramba Jaring Apung di Kabupaten Bintan. Skripsi. Universitas Maritim Raja Ali Haji. Tanjungpinang.

Tim Penulis Penebar Swadaya. 2008. Agribisnis Perikanan (Edisis Revisi). Penebar Swadaya. Jakarta.

Wijayanti., Henni., M. 2007. Kajian Kualitas Perairan Di Pantai Kota Bandar Lampung Berdasarkan Komunitas Hewan Makrobenthos. Tesis. Universitas Diponegoro. Semarang.

(14)

Yani, A. 1999. Analisis Ekonomi Kelembagaan Usaha Budidaya Ikan dalam Keramba Jaring Apung (Floating Cage Net) Di Wilayah Kepulauan Riau. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. www.dkpkepri.info. 2015. Diakses tanggal 05 agustus 2016

www.google.co.id/search?q=Gambar+Kerapu +Macan&rlz. Diakses tanggal 04 agustus 2016

Gambar

Gambar 3. Peta Titik Statiun Penelitian
Gambar 7. Grafik Hasil Pengukuran  Kedalaman 51015202530123456789101112131415161718192000.20.40.60.811.21.41.61.812345678910111213 14 15 16 17 18 19 20012345678912345678910111213141516171819 20
Gambar 8. Grafik Hasil Pengukuran Kecepatan  Arus
Tabel  4.  Total  Skor  Kelayakan  di  20  titik  penelitian  Titik  Total  Skor  Tingkat Kesesuaian  1  57  Cukup Sesuai (S2)  2  51  Sesuai Marjinal (S3)  3  51  Sesuai Marjinal (S3)  4  57  Cukup Sesuai (S2)  5  57  Cukup Sesuai (S2)  6  57  Cukup Sesua

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Rivai gaji adalah balas jasa dalam bentuk uang yang diterima oleh pegawai karyawan/ pegawai sebagai konsekuensi dari statusnya sebagai seorang karyawan

Dalam penelitian ini peneliti menjadikan para kaum gay yang berinteraksi pada aplikasi Jack’D sebagai subjek dari objek penelitian yakni Pola Interaksi Sosial. Jika

Pembahasan ini memfokuskan pada pendapatan asli daerah, dana bagi hasil, jumlah penduduk dan anggaran belanja modal, hal ini dilakukan supaya penelitian ini terarah dan

Apa yang menyebabkan hati bapak untuk melakukan pembaharuan ajaran islam melalui Tarekat Naqsyabandiyah pada masyarakat Kampung Dalam Kecamatan Kinali, sehingga

Untuk Kawasan III tutupan mangrove yang terluas dijumpai pada jenis Rhizophora apiculata dengan jumlah 48,06 % dan Kawasan IV dan V masing-masing jenis Xylocarpus granatum

Dalam rangka mempermudah proses pembahasan dan pemahaman terhadap persoalan yang akan diteliti. Maka, dalam penyajian penulisan penelitian ini terdiri dari beberapa

Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa persyaratan kesehatan kamar dan ruang di Hotel Kusuma Kartika Sari untuk beberapa variabel masih belum memenuhi syarat yakni

“Ada beberapa anggota majelis dan bukan anggota majelis yang di maksud adalah masyarakat yang ikut serta dalam kegiatan ini mereka belum bisa membaca Al-Quran