• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan sebuah negara dengan sistem pemerintahan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan sebuah negara dengan sistem pemerintahan"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1 A. Latar Belakang

Indonesia merupakan sebuah negara dengan sistem pemerintahan demokrasi. Partisipasi masyarakat diperlukan sebagai penunjang sistem dalam pemilihan presiden setiap periodenya. Ikut serta sebagai pemilih dalam pemilihan presiden 2014 merupakan salah satu bagian dari partisipasi politik. Partisipasi politik sendiri menurut Weiner (1980) merupakan usaha terorganisasi oleh warga negara untuk memilih pemimpin yang mempengaruhi bentuk serta jalannya kebijakan umum.

Indonesia memiliki tiga periode sistem pemerintahan sejak dinyatakan sebagai negara merdeka pada 1945 hingga saat ini. Ketiga sistem pemerintahan itu adalah demokrasi terpimpin (orde lama), orde baru dan masa reformasi. Setiap periode memiliki catatan sejarah masing-masing. Selama menjadi negara merdeka, Indonesia telah melalui dua kali pemilihan presiden secara langsung oleh rakyat. Pada tahun 1999 pemilihan presiden dilakukan oleh anggota MPR. Pada dua periode pemerintahan berikutnya, sesuai dengan amandemen keempat Undang-Undang Dasar 1945 pemilihan presiden dilakukan secara langsung oleh rakyat seperti halnya pemilihan umum untuk memilih anggota legislatif. Perubahan dalam kebijakan ini diharapkan mampu membawa sistem pemerintahan lebih baik lagi. Kebijakan ini mengacu pada pengertian tentang demokrasi yaitu suatu sistem pemerintahan oleh rakyat dan untuk rakyat (Gaffar, 2013).

(2)

Pemilihan presiden secara langsung pertama kali dilakukan oleh Indonesia pada tahun 2004 menghasilkan 79,76% rakyat yang bersedia memilih dari sejumlah pemilih terdata oleh KPU (sumber: data KPU, 2013). Pada periode berikutnya, di tahun 2009 terdata 74,81% pemilih. Berdasarkan data tersebut, hanya sekitar 94% yang sah dan ± 60,8% suara dimiliki oleh presiden terpilih (sumber: data KPU, 2013). Apabila terdapat asumsi bahwa rakyat akan lebih percaya pada presiden yang mereka pilih secara langsung, data yang dicatat oleh KPU menunjukkan bahwa penduduk Indonesia yang percaya terhadap presiden tidak mencapai setengah dari jumlah penduduk pemilih untuk periode ini. Faktor yang sering muncul berkaitan dengan rendahnya partisipasi politik yaitu adanya kekecewaan serta ketidakpercayaan masyarakat terhadap kinerja elit politik (Utama, 2004).

Grönlund dan Setälä (2007) menemukan hubungan positif antara kepercayaan dengan keputusan memilih dalam pemilihan umum. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dermody, Hanmer-Lloyd dan Scullion (2010) menyatakan bahwa kepercayaan mempengaruhi 51% perilaku memilih. Penelitian yang lain melihat korelasi negatif antara kepercayaan dengan persepsi politik (Poon, 2003; Othman, 2008). Hochwarter, Perrewe, Ferris dan Guercio (1999) menyatakan bahwa konsekuensi negatif dari politik adalah meningkatnya penolakan pada komitmen individu. Penelitian yang dilakukan oleh Poon (2003) juga menemukan hubungan yang negatif antara persepsi politik dengan tingkat kepuasaan yang berujung pada intensi tidak memilih yang rendah, namun terdapat hubungan yang positif antara persepsi politik dan intensi tidak memilih. Penelitian lain menyatakan hubungan positif antara kepercayaan dan intensi memilih

(3)

(Goeddeke, 2004; Yao & Murphy, 2007; Carter & Campbell, 2011; dan El Sahn, El Sahn & Tantawi 2013).

Penelitian yang dilakukan oleh Utama (2004) menunjukkan pengaruh jenis kelamin, keterlibatan mahasiswa dalam organisasi politik kampus dan budaya kolektivis sebesar 65% terhadap intensi memilih dalam pemilihan umum 2004. Penelitian ini menunjukkan bahwa jenis kelamin mempengaruhi intensi memilih hanya pada aspek norma saja, dan jenis kelamin tidak mempengaruhi intense memilih pada aspek sikap. Penelitian lain juga menyatakan ada perbedaan partisipasi politik antara laki-laki dan perempuan dalam pemberian suara tanpa mengontrol tingkat pendidikan (Gaasholt & Togeby, 1995; dan Jackson, 1995).

Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Coffé dan Bolzendahl (2010) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan sebesar 21% lebih besar laki-laki di dalam partisipasi politik untuk konteks keikutsertaan dalam partai dengan mengontrol variabel sosioekonomi. Sebaliknya, mereka menemukan partisipasi memilih perempuan lebih besar daripada laki-laki saat variabel sikap politik (keterpercayaan pemerintah dan efikasi politik) ditambahkan. Sehingga perempuan memiliki kemungkinan lebih besar daripada laki-laki dalam memberikan suara. Soemardjan (1981) menyatakan bahwa partai politik pasca pemilu tahun 1955 memiliki pengaruh besar pada laki-laki, akan tetapi tidak berpengaruh banyak terhadap perempuan. Partisipasi politik konvensional melalui pemberian suara dalam pemilu lebih banyak dilakukan oleh perempuan, sementara laki-laki cenderung memberikan partisipasi politik dalam bentuk kampanye atau demonstrasi serta menjalin hubungan dengan institusi politik (Taylor, Peplau & Sears, 2000).

(4)

Dermody dan Scullion (2008) mengidentifikasi sikap politik sebagai tingkat kepercayaan pada pemerintah dan tokoh politik, efikasi politik para pemilih, serta tingkat sinisme masyarakat. Mereka mengidentifikasi dampak psikologis terhadap intensi memilih pada pemilih pemula di UK. Penelitian ini menghasilkan dampak dari sikap politik pada pemilih pemula terhadap perilaku politik mereka. Penelitian yang lain dilakukan oleh Singh, Leong, Tan dan Wong (1995) mengenai konsep perilaku konsumen dalam dunia politik dengan pendekatan teori tindakan beralasan. Pengukuran dengan menggunakan model ini menunjukkan dampak terhadap norma subyektif yang digambarkan ke dalam pengaruh media massa dan kelompok sosial, sikap pemilih terhadap kandidat, dan sikap pemilih terhadap partai politik dalam intensi memilih kandidat partai tersebut.

Di sisi lain, kepercayaan individu kepada pihak lain merupakan dasar untuk individu tersebut menunjukkan sikap dan perilakunya kepada individu lain. Teori-teori psikologi menggolongkan keadaan seperti ini sebagai kepercayaan. Rotter (1980) menjelaskan kepercayaan sebagai harapan seseorang pada orang lain dan sistem sosial.

Kepercayaan diperlukan dalam hubungan individu satu dengan lainnya untuk berbagai konteks kehidupan. Kepercayaan seseorang dapat dilihat melalui keterpercayaan (sifat layak dipercaya) yang mereka miliki. Ini dijadikan sebagai jawaban dari situasi di Indonesia untuk partisipasi politik masyarakat. Khususnya, pada konteks pemilihan presiden. Sejalan dengan Rotter (1980), Mayer, Davis dan Schoorman (1995) membagi keterpercayaan menjadi tiga komponen yang menjadi faktor pembentuk kepercayaan seseorang terhadap orang lain. Pada penelitian ini tiga komponen tersebut digunakan sebagai karakteristik kandidat

(5)

presiden agar dapat dipercaya oleh mahasiswa sebagai pemilih pemula (keterpercayaan kandidat presiden). Sehingga dapat meningkatkan partisipasi mereka dalam pemilihan presiden.

Mahasiswa adalah sekelompok elit terpelajar pada masyarakat Indonesia. Namun, jumlah mereka yang melanjutkan keperguruan tinggi tidak sebanyak mereka yang putus sekolah. Sehingga, para mahasiswa diharapkan untuk ikut memberdayakan masyarakat yang masih tertinggal. Salah satu bentuk partisipasi mahasiswa dalam menyuarakan aspirasi masyarakat melalui keikutsertaan mereka dalam organisasi kampus. Mereka yang terlibat dalam organisasi kampus memiliki dua pemaknaan yang berbeda untuk gerakan politik, yaitu perjuangan secara moral dan politis (Usman, 1999). Pertama, gerakan secara moral dianggap sebagai kontrol masyarakat terhadap pemerintah. Kedua, gerakan secara politis dianggap sebagai kekuatan politik nyata yang tidak dapat diabaikan oleh pemerintah. Istilah golput (golongan putih) yang telah melekat di masyarakat pada saat ini sebagai sikap tidak memilih dalam pemilihan umum tidak terlepas dari gerakan yang dilakukan oleh mahasiswa melalui organisasi kampus.

Hal ini memperlihatkan organisasi kampus berperan sebagai agen kritis sekaligus independen terhadap kekuasaan (Usman, 1999). Namun, perlu diketahui bahwa terdapat pula organisasi mahasiswa yang merupakan underbouw partai politik (kekuatan politik). Organisasi ini menjadi alat yang efektif bagi partai untuk melakukan kaderisasi, sehingga melemahkan daya kritis dan independensinya terhadap kekuasaan.

(6)

Kondisi politik yang labil akan membentuk ketertarikan dalam melihat sejauh mana hubungan antara mahasiswa sebagai masyarakat dan partisipasi mereka dalam pemilihan presiden. Kekecewaan terhadap kinerja para politikus memunculkan apatisme dikalangan mahasiswa. Mereka menjadi enggan terlibat dalam partisipasi politik konvensional dan cenderung memilih partisipasi non konvensional, seperti demonstrasi (Utama, 2004).

Berdasarkan paparan diatas peneliti ingin melihat hubungan keterpercayaan kandidat presiden dan partisipasi politik pemilih pemula dengan jenis kelamin sebagai moderator. Hal ini dapat menjadi informasi dan pengetahuan tambahan bagi pemilih maupun para tokoh politik yang mencalonkan diri dalam pemilihan presiden.

B. Rumusan Permasalahan

Berdasarkan latar belakang masalah yang dipaparkan, rumusan permasalahan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah ada hubungan antara keterpercayaan kandidat presiden dan partisipasi politik pemilih pemula?

2. Apakah terdapat perbedaan peran hubungan antara keterpercayaan kandidat presiden dan partisipasi politik pemilih pemula bila jenis kelamin menjadi moderator?

(7)

C. Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Mengetahui hubungan antara keterpercayaan kandidat presiden dan partisipasi politik pemilih pemula.

2. Mengetahui perbedaan peran hubungan antara keterpercayaan kandidat presiden dan partisipasi politik pemilih pemula bila jenis kelamin sebagai moderator.

Berdasarkan tujuan tersebut, dapat diketahui beberapa manfaat dari penelitian ini, yaitu:

1. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai referensi tambahan dibidang kajian ilmu sosial pada umumnya dan kajian keilmuan psikologi politik pada khususnya.

2. Penelitian ini dapat memberikan sumbangan informasi hubungan antara keterpercayaan kandidat presiden dan partisipasi politik pemilih pemula secara empirik.

3. Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai peran perbedaan jenis kelamin sebagai mederator hubungan keterpercayaan kandidat presiden dan partisipasi politik pemilih pemula secara empirik.

4. Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan tokoh politik yang akan menjadi kandidat presiden dan/atau partai politik dalam memilih kandidat presiden serta komisi pemilihan umum dalam menetapkan syarat calon presiden.

(8)

D. Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya

Penelitian ini berbeda dari penelitian sebelumnya yang digunakan oleh peneliti sebagai referensi untuk menunjang pengetahuan peneliti terkait variabel yang akan diuji. Penelitian yang dilakukan oleh Utama (2004) menghasilkan bahwa budaya individual-kolektif, jenis kelamin serta keterlibatan di organisasi politik kampus memiliki sumbangan 65% sebagai faktor yang mempengaruhi intensi memilih dalam pemilu 2004. Pada penelitian ini, jenis kelamin adalah moderator hubungan keterpercayaan kandidat presiden dan partisipasi politik pemilih pemula.

Penelitian lainnya yang dilakukan oleh El Sahn, dkk., (2013) menghasilkan sembilan faktor yang berpengaruh positif terhadap intensi memilih yaitu: respon keterlibatan, kelompok interpersonal, kerugian memilih, kebermanfaatan memilih, media massa, perbedaan partai, identifikasi partai, kepercayaan politik, serta efikasi politik. Penelitian ini dilakukan di Mesir pasca revolusi dan menjadi negara demokrasi. Penelitian yang dilakukan di kota Malang ini melihat pengaruh keterpercayaan kandidat presiden terhadap partisipasi politik pemilih pemula.

Penelitian lainnya juga dilakukan oleh Singh, dkk., (1995) yang melihat perilaku pemberian suara di Singapura melalui perspektif teori reasonned action. Penelitian ini menggambarkan terbentuknya intensi memilih serta perilaku memilih masyarakat Singapura berdasarkan teori tindakan beralasan yang dimiliki oleh Fishben dan Ajzen (1975). Sedangkan penelitian ini menunjukkan pengaruh keterpercayaan kandidat presiden berdasarkan tiga komponen keterpercayaan oleh Mayer et al., (1995), yaitu ability, integrity dan benevolence terhadap partisipasi politik pemilih pemula.

Referensi

Dokumen terkait

Kunci pas berfungsi untuk membuka/memasang baut/mur yang tidak terlalu kuat momen pengencangannya dan juga untuk melepas baut yang sudah dikendorkan dengan kunci

Pemanfaatan limbah buah dan sayuran untuk pembuatan pupuk nabati, dan sosialisasi kepada masyarakat Desa Lengau Serpang dalam pemakaian masker serta membudayakan cuci tangan

Berdasarkan hasil analisa SWOT yang telah dilakukan, es krim Magnum membutuhkan promosi tambahan untuk memperkenalkan produk varian baru yaitu dengan

Teori tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Sari (2014) bahwa dari 54 responden berpengetahuan baik tentang senam hamil (72,2%) dan menunjukan hal

Penelitian ini dinilai penting untuk dikaji dengan tujuan, agar mengetahui eksistensi kesenian tradisional Debus di tengah arus globalisasi dan modernisasi saat ini,

Pada sistem ini adalah untuk membantu konsumen mempermudah mereka dalam melihat resep makanan yang disediakan dengan berbagai variasi makanan.. Merancang

Namun hasil penelitian lainnya menunjukkan bahwa kesadaran perpajakan tidak berbengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak, seperti penelitian yang dilakukan oleh Siahaan

 Kode 4: Rumah Tangga Baru adalah kondisi dimana rumah tangga ditemukan pada saat pemutakhiran tetapi tidak tercantum dalam Daftar SUPAS2015-P, pada umumnya