• Tidak ada hasil yang ditemukan

Produksi Karbon Aktif dari Limbah Kulit Kopi Menggunakan Aktivasi Kimia Kalium Karbonat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Produksi Karbon Aktif dari Limbah Kulit Kopi Menggunakan Aktivasi Kimia Kalium Karbonat"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

Produksi Karbon Aktif dari Limbah Kulit Kopi Menggunakan

Aktivasi Kimia Kalium Karbonat

Adi Prasetyo1, Mahmud Sudibandriyo2

1. Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Kampus Baru Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia

2. Riset Grup Energi Berkelanjutan, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia

E-mail: adi.prasetyo01@yahoo.com

Abstrak

Semakin tingginya kebutuhan karbon aktif dunia menuntut pembuatan karbon aktif yang lebih efektif, mudah didapat, dan bahan baku yang dapat diperbaharui. Penelitian ini membuat karbon aktif dari limbah kulit kopi karena sampai saat ini pemanfaatan limbah kulit kopi belum maksimum. Aktivasi yang digunakan adalah aktivasi kimia menggunakan Kalium Karbonat karena berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, luas permukaan yang dihasilkan dapat bersaing dengan activating agent lain. Variasi yang dilakukan adalah variasi rasio massa activating agent/massa bahan baku 1/1, 3/2, dan 2/1 dan variasi suhu 600°C, 700°C, dan 800°C. Karbon aktif yang dihasilkan memilki bilangan iod 228-949 mg/g dan telah sesuai dengan syarat bilangan iod minimum SII No. 0258-79 sebesar 200 mg/g. Luas permukaan diperoleh dari konversi bilangan iod dengan hasil tertinggi adalah 891 m2/gram yang didapatkan dari suhu aktivasi 800°C dan rasio impregnasi 3/2. Sebagai pembanding, luas

permukaan yang diperoleh dari aktivasi fisika menggunakan CO2 adalah 176 m2/gram.

Production of Activated Carbon From Coffee Shell Waste Using Chemical Actication Potassium Carbonate

Abstract

High demand of activated carbon requires more effective, easily obtained production of activated carbon, and renewable raw materials. This research aims to produce activated carbon from coffee shell waste due to utilization of coffee shell waste that far from maximum. Activation that will be used in this research is chemical activation using Potassium Carbonate because in previous researches show that surface area obtained by this activating agent can compete with other activating agent. The variation in this research is impregnation ratio and temperature. The impregnation ratio is 1/1, 3/2, and 2/1 while the temperature variation is 600°C, 700°C, and 800°C. Activated carbon that produced in this research has iod number 228-949 mg/g which complied the minimum requirement of iod number SII No.0258-79 200 mg/g. The surface area is obtained by conversion of iod number with the highest result is 891 m2/gram which produced at temperature 800°C and impregnation ratio 3/2. Physical activation using CO2 is done for comparison and obtains surface area 176 m2/gram.

(2)

1. Pendahuluan

Karbon aktif adalah karbon yang diaktivasi pada suhu tinggi sehingga memiliki luas permukaan tinggi karena adanya pori pada permukaan karbon dan dapat digunakan sebagai bahan penjerap atau adsorben. Proses adsorpsi menggunakan karbon aktif ini dapat diaplikasikan ke dalam berbagai hal, misalnya penjernihan air, pemurnian gas, pemurnian emas, penghilang warna atau bau pada makanan.

Di dunia, kebutuhan karbon aktif terbilang besar. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya permintaan dunia terhadap karbon aktif lebih dari 10% per tahunnya dan diduga mencapai 1,9 juta metrik ton pada tahun 2016 dengan rincian 39% untuk Asia/Pasifik, 33% Amerika Utara, 12% Eropa Barat, serta 16% untuk negara lainnya (Freedonia Group. 2012). Data tersebut menunjukkan bahwa karbon aktif sangat dibutuhkan di dunia sehingga dibutuhkan bahan pembuat karbon aktif yang lebih efektif, mudah didapat, dan dapat diperbaharui

Terdapat banyak bahan yang dapat digunakan untuk membuat karbon aktif, misalnya tempurung kelapa, batu bara, bagas tebu, kelapa sawit, dan lain-lain. Salah satu bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah kulit kopi. Kulit kopi merupakan salah satu limbah terbesar yang dihasilkan dari industri kopi di Indonesia. Di Indonesia, limbah kulit kopi ini belum termanfaatkan secara baik dan maksimum. Oleh karena itu, potensi pemanfaatan kulit kopi ini untuk menjadi bahan pembuat karbon aktif sangatlah besar dengan kandungan karbon pada kulit kopi sebesar 45.3 % massa(Syafira Lia I. 2012).

Indonesia merupakan negara produsen kopi terbesar ketiga didunia dengan nilai produksi 600.000 ton per tahun. Berdasarkan angka ini, Indonesia telah menyuplai 7% dari produksi kopi dunia. Dengan demikian, pemanfaatan kulit kopi sebagai bahan karbon aktif adalah salah satu solusi dalam mengatasi limbah kulit kopi dan menjawab permasalahan bahan baku karbon aktif yang dapat diperbaharui.

Apabila melihat penelitian-penelitian sebelumnya, activating agent yang umum digunakan adalah ZnCl2, NaOH, KOH, H3PO4. Akan tetapi, alkali hidorksida (KOH dan

NaOH), bersifat korosif, berbahaya, dan mahal(Lillo-Rodenas, dkk. 2004), sedangkan ZnCl2

tidak ramah lingkungan dan menimbulkan masalah pada proses pembuangannya (Guo J Lua. 2002) sehingga Kalium Karbonat (K2CO3) digunakan sebagai activating agent dengan

pertimbangan zat ini ramah lingkungan, tidak berbahaya, dan tidak merusak (Adinata Doni, dkk. 2005). Selain itu, pada kondisi tertentu, yaitu pembuatan karbon aktif dari lignin, aktivasi dengan K2CO3 menghasilkan karbon aktif dengan luas permukaan lebih tinggi dibandingkan

(3)

aktivasi menggunakan KOH, NaOH, ZnCl2, atau H3PO4, pada suhu karbonisasi 700 sampai

900°C[6]. Oleh karena itu, pembuatan karbon aktif dengan K2CO3 sebagai activating agent

diharapkan dapat memperoleh karbon aktif dengan luas permukaan per satuan massa tinggi.

2. Tinjauan Teoritis 2.1 Karbon Aktif

Karbon aktif adalah karbon yang telah teraktivasi, baik fisika maupun kimia, sehingga memiliki luas permukaan besar. Luas permukaan merupakan salah satu parameter penting

dalam hal adsorpsi menggunakan karbon aktif karena luas permukaan menunjukkan area kontak antara karbon aktif dan fluida yang akan dimanfaatkan untuk tempat terjadinya adsorpsi sehingga semakin besar luas permukaan suatu karbon aktif maka akan semakin besar

juga area terjadinya proses adsorpsi. Karbon aktif dapat dibuat dengan 2 cara aktivasi, yaitu aktivasi fisika (tanpa reaksi kimia) dan kimia (terjadi reaksi yang menyebabkan pori).

Penelitian ini akan menggunakan aktivasi kimia sebagai proses aktivasinya. 1.2.1. Proses Pembuatan

1. Proses Dehidrasi

Dehidrasi merupakan proses penghilangan kandungan air dalam bahan baku karbon aktif dengan memanaskannya dalam oven sampai didapatkan massa yang konstan sehingga proses karbonisasi dapat berjalan lebih baik.

2. Proses Karbonisasi

Karbonisasi adalah proses pembuatan arang karbon dari bahan baku dengan cara pemanasan pada suhu tertentu sehingga unsur selain karbon dan pengotor-pengotor lain akan hilang yang menyebabkan pori-pori terbentuk.terbuka.

3. Proses Aktivasi

a. Aktivasi Kalium Karbonat

Proses aktivasi kimia dilakukan dengan suhu yang telah ditentukan selama periode waktu 90 menit. Pemilihan waktu aktivasi ini didasarkan pada data sebelumnya yang menunjukkan bahwa pada waktu aktivasi 90 menit menghasilkan luas permukaan karbon aktif paling tinggi. Pada proses aktivasi kimia ini, larutan K2CO3 akan mengikis permukaan karbon aktif sehingga membentuk pori pada karbon

aktif tersebut. Pengikisan ini disebabkan oleh terjadinya reaksi antara larutan K2CO3

(4)

Mekanisme reaksi antara larutan K2CO3 dengan kandungan selulosa tersebut adalah

sebagai berikut (Chunlan Lu, et.al., 2010):

      (2.1)       (2.2)                       (2.3)                 (2.4) Reaksi (2.1) dan (2.2) akan terjadi secara sempurna setelah proses karbonisasi atau pada saat proses aktivasi berlangsung dan akan berlanjut ke reaksi (2.3) dan (2.4). b. Aktivasi fisika menggunakan gas CO2

Pada aktivasi fisika, karbon diaktivasi menggunakan panas yang sangat tinggi. Biasanya, pada aktivasi fisika ini digunakan uap air atau gas CO2. Aliran gas sebagai activating agent ini juga memiliki fungsi lain yaitu untuk purging sehingga dalam

reaktor tidak ada oksigen. Oksigen di dalam reaktor pada saat aktivasi akan menyebabkan terjadinya oksidasi yang dapat mempengaruhi kualitas karbon aktif. Selain itu, proses aktivasi dilakukan pada suhu tinggi sehingga kehadiran oksigen sangatlah berbahaya.

2.2 Kulit Kopi

Kulit kopi merupakan salah satu limbah perkebunan di Indonesia. Seperti yang kita ketahui bahwa Indonesia merupakan salah satu penghasil kopi terbesar di dunia sehingga limbah yang berasal dari kopi pun tidaklah sedikit. Limbah industri kopi, samapai saat ini masih sangat kurang pemanfaatannya sehingga pemanfaatan limbah kopi ini memiliki potensi yang cukup besar, khususnya untuk limbah kulit kopi.

Kulit kopi dapat dimanfaatkan salah satunya sebagai bahan baku pembuatan karbon aktif. Hal ini dapat dilihat dari kandungan karbon ulit kopi yang cukup besar, yaitu 45,3 % massa (Lia Indah Syafira, 2012). Dengan latar belakang tersebut, pada penelitian ini diharapkan akan mendapatkan karbon aktif dengan luas permukaan tinggi yang dibuat dari kulit kopi sebagai bahan baku utama.

2.3 Karakterisasi Luas Permukaan dengan Metode Bilangan Iod

Pada metode ini diasumsikan larutan iodin berada dalam kesetimbangan pada konsentrasi 0,02 N yaitu dengan terbentuknaya lapisan tunggal pada permukaan karbon aktif. Jika kemampuan karbon aktif dalam menyerap iodin tinggi maka luas permukaan karbon aktif

(5)

juga memiliki nilai yang tinggi dan juga memiliki struktur mikropore dan mesopore yang besar. Berdasarkan Standar Industri Indonesia karbon aktif yang baik mampu menyerap iodin minimum 20%.

Perhitungan untuk mendapatkan bilangan iod (iodine number) dapat dilakukan dengan persamaan berikut:

     (        )             (2.5) Keterangan :

V = Larutan Natrium Tio-Sulfat yang diperlukan (mL) N = Normalitas larutan Natrium Tio-Sulfat

12,69 = Jumlah Iod sesuai dengan 1 mL larutan Natrium Tio-Sulfat 0,1 N W = Massa sampel karbon aktif (gram)

3. Metode Penelitian

3.1 Alat dan Bahan Penelitian

3.1.1 Alat

1. Timbangan 2. Beaker glass 3. Cawan petri

4. Spatula dan pengaduk kaca 5. Kompor listrik (Hot plate) 6. Oven

7. Gelas ukur (50 mL) 8. Labu Erlenmeyer 9. Buret

3.1.2 Bahan

a) Kulit Kopi Robusta c) Gas CO2

b) Gas N2

c) K2CO3

d) Air Distilasi

10. Penggiling

11. Penyaring 100 dan 120 mesh 12. Reaktor 13. Pompa vakum 14. Pipet 15. Kertas saring 16. Alumunium foil 17. Stirrer e) Latutan HCl 5 N f) Larutan Iodin g) Larutan Na2S2O3 0.1 N h) Larutan Amilum 1 %

(6)

3.2 Diagram Alir Penelitian

3.2.1 Diagram Pembuatan Karbon Aktif

Gambar 3. 1 Diagram Alir Penelitian Pembuatan Karbon Aktif

3.2.2 Diagram Karakterisasi Bilangan Iod

(7)

3.3 Prosedur Pembuatan Karbon Aktif

3.3.1 Variabel Percobaan

o Variabel kontrol: Jenis kulit kopi, massa karbon aktif, laju alir nitrogen, suhu dan waktu karbonisasi, waktu aktivasi dan ukuran karbon aktif

o Variabel terikat: Luas permukaan karbon aktif o Variabel bebas: Rasio impregnasi dan suhu aktivasi 3.3.2 Prosedur Percobaan

3.3.2.1 Persiapan

Sebelum melakukan penelitian, alat dan bahan harus dipastikan telah tersedia. Alat-alat yang digunakan pada penelitian harus dipastikan dapat berfungsi dengan baik dan dikalibrasi terlebih dahulu untuk menghindari kesalahan dalam perhitungan atau pengukuran.

3.3.2.2 Karbonisasi

Kulit kopi yang sudah diberikan perlakuan sebelumnya akan melalui proses karbonisasi pada kompor listrik (Hot plate) dengan temperatur 400°C dan tekanan atmosefer selama 5 jam sampai kulit kopi menjadi karbon. Tujuan proses karbonisasi ini adalah untuk menghilangkan zat pengotor pada bahan baku sehingga kandungan karbon dapat meningkat. Pada proses karbonisasi ini akan dihasilkan arang/karbon dengan ukuran kecil yang kemudian disaring dengan ukuran 100-120 mesh.

3.3.2.3 Aktivasi

Pada penelitian ini akan dilakukan aktivasi kimia menggunakan larutan Kalium Karbonat. Sebelum melewati tahap karbonisasi, bahan baku akan dicampur dengan larutan K2CO3 dengan variasi rasio massa K2CO3/massa bahan baku 1/1, 3/2,

2/1 pada suhu 200°C selama 45 menit. Tujuan dari pencampuran ini adalah sebagai impregnasi dari activating agent ke bahan baku sebelum diaktivasi di dalam reaktor. Selama proses pencampuran, bahan diaduk sehingga activating agent dapat bercampur dan terimpregnasi secara sempurna.

Proses aktivasi akan dilakukan di dalam reaktor setelah pencampuran selesai pada variasi suhu selama 90 menit dengan dialirkan gas nitrogen dengan laju 200 ml/menit. Pengaliran gas nitrogen ini bertujuan untuk purging sehingga tidak ada gas oksigen dalam reaktor. Selain itu, fungsi gas nitrogen ini adalah untuk meratakan suhu di dalam reaktor dan membawa sisa zat pengotor. Seteleh proses aktivasi ini selesai, akan diperoleh karbon aktif yang telah teraktivasi secara kimia dengan luas permukaan tertentu.

(8)

Selain aktivasi kimia, pada penelitian ini juga dilakukan aktivasi fisika menggunakan gas CO2 sebagai pembanding. Pada aktivasi fisika ini, kulit kopi yang

telah melewati proses karbonisasi langsung diaktivasi menggunakan gas CO2 yang

dilakukan pada waktu yang sama, yaitu 90 menit, suhu 700°C, dan dengan laju alir 200 ml/menit

3.3.2.4 Penyelesaian

Setelah karbon aktif terbentuk, akan dicuci menggunakan larutan HCl 5 N untuk menghilangkan zat-zat pengotor yang mungkin tersisa dan dilanjutkan dengan pencucian menggunakan air distilasi untuk menghilangkan pengaruh larutan HCl.

Setelah semua tahapan selesai, tahap akhir adalah pengeringan karbon aktif di dalam oven selama 24 jam pada suhu 120°C untuk menghilangkan kandungan air dan penyimpanan di dalam desikator agar karbon aktif tetap kering dan terhindar dari zat pengotor lain.

3.3.3 Prosedur Pengambilan Sampel

Pengambilan data sampel pada penelitian ini adalah dengan melihat karakterisasi luas permukaan karbon aktif dengan menggunakan metode bilangan Iod. Sampel yang siap diukur luas permukaannya akan terlebih dahulu ditimbang karena pengukuran luas permukaannya per satu gram.

3.3.4 Prosedur Analisis

Analisis yang dilakukan terhadap hasil penelitian yaitu luas permukaan karbon aktif yang didapat dari konversi bilangan iod dengan variabel-variabel kontrol yang telah ditentukan. Percobaan dilakukan untuk variasi variabel bebas sebanyak masing-masing tiga kali. Setelah didapatkan data untuk masing-masing variabel, dibuat grafik antara rasio, suhu, dan luas permukaan untuk melihat hubungan ketiganya dan kondisi optimum dalam pembuatan karbon aktif berbahan baku kulit kopi.

3.4 Metode Bilangan Iod

3.4.1 Pembuatan Larutan Iodin

1. Melarutkan 25 gram KI dengan 30 mL aquadest ke dalam labu ukur 1.000 mL. 2. Menambahkan 13 gram I2 ke dalam larutan tadi dan mengocok sampai larut.

3. Menambahkan aquadest ke dalam labu ukur sehingga volume larutan menjadi 1.000 mL.

(9)

3.4.2 Pembuatan larutan Na2S2O3

1. Melarutkan 26 gram Natrium Tio-Sulfat dengan 0,2 gram Na2S2O3 dengan 1.000

mL aquadest ke dalam labu ukur.

2. Menambahkan 10 mL isoamil alkohol dan mengocok larutan sampai larut merata. 3. Menutup labu ukur dan menyimpannya selama 2 hari.

3.4.3 Pembuatan Larutan Amilum

1. Melarutkan 1 gram kanji dengan 10 mL aquadest ke dalam beaker glass.

2. Menambahkan 90 mL air panas, mengaduk, dan mendidihkan larutan tersebut dengan menggunakan hot plate.

3.4.4 Analisis dengan Metode Bilangan Iod

Tahapan awal dalam karakterisasi bilangan iod adalah dengan mengeringkan sampel pada suhu 120°C selama 30 menit untuk menghilangkan air yang terdapat dalam karbon aktif sehingga adsorpsi dapat maksimum. Karbon aktif kering, dicampurkan dengan larutan iodin di dalam labu erlenmeyer tertutup untuk menghindari terjadinya kontak antara iodin dengan udara sehingga dapat mencegah reaksi oksidasi. Labu Erlenmeyer diaduk dengan menggunakan stirrer selama 30 menit agar terjadi proses adsorpsi iodin dengan karbon aktif secara maksimum.

Selanjutnya adalah memisakan larutan iodin dengan karbon aktif menggunakan bantuan pompa vakum sehingga pemisahan cepat. Larutan yang telah dipisahkan dari karbon aktif

kemudian dititrasi dengan menggunakan larutan Na2S2O3 hingga berwarna kuning pucat.

Kemudian, dilakukan penambahan larutan kanji sebagai indicator sehingga warna larutan berubah menjadi biru gelap. Setelah itu, larutan kembali dititrasi menggunakan Na2S2O3

hingga bwarna larutan berubah menjadi bening. Volum total Na2S2O3 yang digunakan untuk

menitrasi larutan hingga berwarna bening akan digunakan untuk perhitungan bilangan iod.

4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Karbonisasi

Sebelum proses pencampuran, Kalium Karbonat yang berbentuk padatan dilarutkan ke dalam akuades sesuai dengan kelarutannya. Hal ini bertujuan untuk menjaga agar konsentrasi larutan Kalium Karbonat maksimum sehingga Kalium Karbonat yang tercampur dengan bahan baku sesuai dengan rasionya. Penelitian ini juga melakukan aktivasi fisika sebagai pembanding sehingga untuk karbon aktif yang akan diaktivasi secara fisika tidak dilakukan

(10)

proses pencampuran. Dengan demikian, bahan baku dapat langsung memasuki proses karbonisasi.

Proses karbonisasi kulit kopi dilakukan pada suhu 400°C. Suhu tersebut digunakan karena pada suhu 400°C, kandungan air dan senyawa volatil yang terkandung pada kulit kopi sudah menghilang sehingga karbon dapat diperoleh secara optimum. Selama proses karbonisasi berlangsung, kulit kopi mengeluarkan banyak asap yang menunjukkan bahwa terjadi penguapan senyawa-senyawa volatil yang terkandung pada kulit kopi. Proses karbonisasi selesai ketika kulit kopi yang awalnya berwarna coklat-putih sudah sepenuhnya berubah warna menjadi hitam-putih dan hanya sedikit asap yang keluar. Hal ini menandakan bahwa arang sudah terbentuk dan senyawa-senyawa volatil sudah menguap. Warna putih didapatkan dari warna Kalium Karbonat yang sebelumnya telah dicampur dengan kulit kopi.

Tabel 4.1. Yield Karbonisasi

Aktivasi Sampel Massa

K. Kopi (g) Yield Karbonisasi Fisika (CO2) 1 50,06 45,03 % 2 25,01 72,72 % Kimia (Rasio 1/1) Kimia (Rasio 3/2) Kimia (Rasio 2/1) 3 25,01 72,64 % 4 25,02 72,16 % 5 25,01 77,58 % 6 25,00 77,12 % 7 25,03 77,16 % 8 25,02 79,46 % 9 25,01 76,71 % 10 25,01 79,74 %

Dari data Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa yield karbonisasi yang tidak dilakukan pencampuran sebesar 45%, sedangkan untuk karbonisasi yang didahului dengan pencampuran

yield yang diperoleh berkisar antara 72-79%. Hal ini disebabkan oleh adanya senyawa K2CO3

yang tidak menguap sehingga menambah massa dari arang itu sendiri. Meskipun demikian, tidak semua senyawa K2CO3 ini masih terdapat dalam arang karena sudah pada suhu 400°C

sudah terjadi sedikit reaksi antara K2CO3 dengan rantai hidrokarbon arang sehingga perbedaan

massa tidak berdasarkan pada rasio.

Hasil ini dapat dikatakan cukup baik karena pada sampel karbon aktif yang tidak dicampur dengan K2CO3, diperoleh massa arang sebesar 45% yang menunjukkan bahwa

senyawa-senyawa volatil lain telah hilang dari arang dan jumlah ini dapat dijadikan acuan dasar untuk jumlah karbon yang masih terdapat pada arang dengan pencampuran K2CO3.

(11)

4.2 Aktivasi

Proses aktivasi ini diawali dengan memasukkan sampel yang telah melalui proses karbonisasi ke dalam reaktor. Proses aktivasi dilakukan pada suhu tinggi dengan dialirkan gas inert Nitrogen ke dalam reaktor aktivasi untuk mencegah adanya oksigen di dalam reaktor. Peniadaan Oksigen pada proses ini karena oksigen bersifat oksidatif dan dapat menyebabkan terjadinya reaksi pembakaran sehingga dapat merusak struktur pori-pori dari karbon aktif. Pada proses aktivasi ini, diharapkan yang bereaksi adalah K2CO3 dengan rantai hidrokarbon

karbon aktif.

Proses aktivasi dilakukan pada suhu 600°C, 700°C, 800°C untuk aktivasi kimia dan 700°C untuk aktivasi fisika dengan mengganti gas Nitrogen dengan gas Karbon Dioksida. Proses aktivasi ini dilakukan selama 90 menit dan dengan laju aliran gas 200 ml/menit. Pemilihan suhu, waktu, dan rasio massa merupakan parameter penting pada proses aktivasi. Pada suhu dan waktu tertentu, activating agent akan bereaksi dengan karbon sehingga membentuk pori-pori. Jika suhu yang digunakan terlalu rendah, dikhawatirkan karbon dengan

activating agent tidak bereaksi optimum bahkan belum bereaksi sehingga pori-pori belum

terbentuk sempurna. Akan tetapi, bila suhu yang digunakan terlalu tinggi maka terdapat kemungkinan pemutusan ikatan matriks karbon yang mengakibatkan kerusakan pada struktur karbon sehingga pori-pori berkurang dan luas permukaan yang diperoleh tereduksi (Teng, 2000). Lama waktu aktivasi juga mepengaruhi luas permukaan suatu karbon aktif. Apabila waktu aktivasi terlalu singkat, maka reaksi antara activating agent dengan karbon aktif akan tidak optimum dan jika terlalu lama maka akan menyebabkan reaksi yang terlalu lama sehingga pori-pori karbon aktif akan habis dan luas permukaan menurun. Begitu pula dengan rasio massa activating agent dengan bahan baku. Rasio massa untuk setiap activating agent memiliki titik optimum yang berbeda-beda. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan digunakan rasio massa sebagai variabel bebas untuk mengetahui rasio optimum penggunaan K2CO3 sehingga diperoleh karbon aktif dengan luas permukaan tinggi.

Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa perbedaan yang mencolok terjadi antara aktivasi kimia dan aktivasi fisika. Pada proses aktivasi fisika, asap putih yang timbul akibat tingginya suhu tidak terlalu banyak. Hal ini menunjukkan bahwa pada aktivasi fisika, asap putih timbul akibat masih adanya sedikit zat-zat volatil yang terdapat pada arang yang menguap pada suhu di atas 400°C dan seiring dengan kenaikan suhu serta lamanya waktu aktivasi, asap putih mulai menghilang yang berarti zat-zat volatil sudah tidak ada lagi di dalam karbon. Berbeda dengan aktivasi fisika, pada saat proses aktivasi kimia berlangsung timbul asap putih yang sangat banyak karena pada aktivasi kimia terdapat activating agent

(12)

Massa Sebelum Aktivasi (g)

Suhu Aktivasi

C) Massa Setelah Aktivasi (g)

22,54 700 14,45 36,37 600 28,35 36,33 700 28,01 36,11 800 27,52 48,50 600 40,22 48,20 700 39,40 48,25 800 39,13 59,62 600 52,31 57,55 700 50,12 59,82 800 51,46

dan terjadi reaksi kimia. Sama halnya dengan aktivasi fisika, dalam aktivasi kimia asap putih mulai menghilang pada suhu tinggi yang menandakan bahwa reaksi antara activating agent dengan hidrokarbon telah berlangsung. Banyaknya asap putih dalam aktivasi kima dipengaruhi oleh besarnya rasio massa antara activating agent dengan massa bahan baku. Semakin tinggi rasio maka reaksi akan semakin banyak sehingga asap putih yang ditimbulkan juga semakin banyak.

Tabel 4.2. Yield Aktivasi

Aktivasi Fisika (CO2) Kimia (Rasio 1/1) Kimia (Rasio 3/2) Kimia (Rasio 2/1) Yield Aktivasi 64,11 77,95 77,10 76,21 82,93 81,74 81,10 87,74 87,09 86,02

Berdasarkan data Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa terjadi pengurangan massa sebelum dan setelah aktivasi. Pengurangan massa ini menunjukkan bahwa terdapat sisa zat volatil yang menguap dan reaksi telah berlangsung serta pori telah terbentuk Apabila melihat data persen

yield aktivasi maka semakin tinggi suhu aktivasi maka semakin banyak reaksi yang terjadi

sehingga massa yang hilang juga semakin besar yang diiringi dengan penurunan persen yield. Secara teori, konversi reaksi endotermis akan meningkat dengan seiringnya kenaikan suhu. Oleh karena itu, hasil yang diperoleh pada proses aktivasi telah menunjukkan bahwa pengurangan massa terjadi karena meningkatnya konversi reaksi dari kulit kopi.

Akan tetapi, hal ini tidak sebanding dengan kenaikan rasio. Data di atas menunjukkan bahwa semakin tinggi rasio maka semakin tinggi yield. Hal ini berlawanan dengan teori semakin tinggi rasio maka semakin banyak pula reaksi yang terjadi. Oleh karena itu, dapat dianalisis bahwa hasil-hasil reaksi masih terendap/terperangkap di dalam karbon aktif yang mengakibatkan massa karbon aktif tidak berkurang seiring dengan kenaikan rasio. Selain itu, terikatnya air pada suhu mendekati suhu ruang juga menyebabkan pengendapan atau penggumpalan dan kenaikan massa. Banyaknya massa dalam reaktor juga mengakibatkan

(13)

Suhu Aktivasi (°C) Massa Sebelum Pencucian (g) Massa Setelah Pencucian (g) % Massa Hilang 700 14,45 10,01 30,72 600 28,35 6,20 78,13 700 28,01 5,75 79,47 800 27,52 5,53 79,91 600 40,22 5,96 85,18 700 39,40 5,70 85,53 800 39,13 5,10 86,97 600 52,31 5,37 89,73 700 50,12 5,11 89,80 800 51,46 4,89 90,50

semakin padatnya karbon aktif sehingga zat-zat hasil reaksi sulit untuk keluar dari struktur karbon aktif.

Tingginya rasio mengakibatkan reaksi yang terjadi pada proses aktivasi semakin banyak sehingga menimbulkan jumlah pori-pori pada karbon aktif meningkat. Pori-pori yang terbentuk ini akan menentukan luas permukaan karbon aktif. Namun demikian, reaksi yang berlebihan juga akan menimbulkan rusaknya struktur pori-pori sehingga luas permukaan karbon aktif akan berkurang. Di sisi lain, untuk aktivasi fisika tidak terjadi reaksi kimia dan pori-pori terbentuk akibat proses fisika yaitu pengikisan permukaan karbon aktif dengan gas CO2. Pengurangan massa terjadi karena hilangnya sebagian karbon aktif akibat pengikisan

tersebut.

4.3 Pencucian dan Pengeringan

Tabel 4.3. Massa yang Hilang pada Proses Pencucian

Aktivasi Fisika (CO2)

Kimia (Rasio 1/1)

Kimia (Rasio 3/2)

Kimia (Rasio 2/1)

Proses selanjutnya adalah proses pencucian. Proses pencucian ini bertujutan untuk menghilangkan sisa-sisa K2CO3 tidak bereaksi dan zat-zat hasil reaksi yang tertinggal pada

permukaan karbon aktif. Bila pencucian tidak dilakukan, maka zat-zat tersebut dapat menutupi permukaan pori sehingga mengurangi luas permukaan dan luas permukaan yang diperoleh bukan merupakan luas permukaan yang sebenarnya.

Pencucian ini diawali dengan melarutkan/merendam karbon aktif hasil keluaran reaktor pada larutan HCl 5N. Larutan ini berfungsi untuk menghilangkan sisa K2CO3 +dan zat-

zat lain hasil aktivasi. Pada saat penambahan larutan HCl 5N ke karbon aktif, timbul gelembung-gelembung gas dan asap putih berbau menyengat. Hal ini menandakan bahwa pada karbon aktif terdapat gas-gas hasil reaksi sewaktu aktivasi, yaitu gas H2, CO, dan K yang

(14)

Suhu Aktivasi (°C)

Massa Awal Bahan Baku (g)

Massa Akhir Karbon Aktif (g) 700 50,06 10,01 600 25,01 6,20 700 25,01 5,75 800 25,02 5,53 600 25,01 5,96 700 25,00 5,70 800 25,03 5,10 600 25,02 5,37 700 25,01 5,11 800 25,01 4,89

menutupi pori-pori karbon aktif atau terperangkap sehingga gas-gas ini keluar dari pori-pori karbon aktif tersebut pada saat dilarutkan dengan HCl,. Pencucian karbon aktif dengan HCl ini dilakukan sampai tidak ada lagi asap atau gelembung gas yang mengindikasikan bahwa gas-gas hasil reaksi dan sisa activating agent K2CO3 sudah hilang dari karbon aktif.

Setelah pencucian dengan HCl, karbon aktif dibilas dengan akuades. Pencucian dengan akuades dimaksudkan agar pengaruh larutan HCl, yaitu sisa-sisa ion –Cl yang masih terdapat pada karbon aktif hilang. Pencucian dengan air distilasi ini dilakukan secara terus menerus sampai air distilasi hasil bilasan karbon aktif mencapai pH netral. Proses pencucian ini dilakukan dengan bantuan alat pompa vakum sehingga proses dapat dilakukan dengan cepat. Setelah dicuci dengan akuades, karbon aktif dikeringkan dalam oven untuk menguapkan air selama 24 jam. Hilangnya air pada karbon aktif ditandai dengan konstannya/tidak berubahnya massa karbon aktif setelah dilakukan proses pengeringan.

Dari data di atas dapat dilihat bahwa semakin tinggi suhu dan rasio massa maka semakin besar pula massa yang hilang karena sifat reaksi yang endotermis, yaitu semakin tinggi suhu maka semakin baik konversi reaksi sehingga pori yang terbentuk akan semakin banyak. Banyaknya pori dan hasil reaksi yang terbentuk ini akan mengakibatkan massa yang hilang akan semakin banyak. Begitu pula dengan rasio massa, semakin tinggi rasio impregnasi maka semakin banyak reaksi. Banyaknya reaksi ini menimbulkan pembentukan pori yang semakin banyak pula sehingga massa yang hilang pun semakin banyak.

4.4 Burn Off

Tabel 4.4. Persen Burn Off

Aktivasi Fisika (CO2) Kimia (Rasio 1/1) Kimia (Rasio 3/2) Kimia (Rasio 2/1) % Burn Off 80 75,21 77,01 77,9 76,17 77,2 79,63 78,54 79,57 80,45

(15)

Burn off merupakan persentase massa yang hilang pada bahan baku kulit kopi mulai

dari proses awal, yaitu pencampuran dengan activating agent, sampai dengan proses akhir, pencucian dan pengeringan. Persentase burn off dapat dijadikan parameter untuk dapat menunjukkan bahwa terbentuk pori pada karbon aktif. Semakin tingginya nilai burn off maka dapat dikatakan bahwa volume pori yang terbentuk semakin tinggi. Burn off dapat dihitung dengan pengurangan 100% massa bahan baku dengan persen yield total.

Tabel 4.4 memperlihatkan persentase burn off bahan baku berkisar antara 75-80%. Hasil ini menunjukkan bahwa selama proses pembuatan berlangsung terjadi pengurangan massa akibat reaksi rantai hidrokarbon dari karbon aktif dengan activating agent K2CO3 dan

penguapan zat volatil pada bahan baku. Peningkatan persen burn off yang diperlihatkan pada data di atas menunjukkan bahwa pembentukan pori semakin bertambah seiring dengan peningkatan suhu dan rasio impregnasi. Akan tetapi, untuk sampel karbon aktif dengan aktivasi fisika, pembentukan pori tidaklah sebaik dengan aktivasi kimia meskipun persen burn

off yang diperoleh tinggi. Tingginya persen burn off pada aktivasi fisika diakibatkan

banyaknya massa yang hilang pada proses aktivasi dan pencucian.

Pengurangan massa ini terjadi karena sifat karbon aktif yang terbentuk memiliki massa yang sangat ringan dan kering sehingga pada saat aktivasi dan pencucian banyak massa karbon aktif yang terbawa oleh gas nitrogen ataupun air.

4.5 Luas Permukaan

Tabel 4.6. Konversi Bilangan Iod ke BET

Sampel Rasio Impregnasi Bilangan Iod (mg/g) BET (m2/g)

Aktivasi CO2 228 176 T = 600°C 373 320 T = 700°C 1/1 519 465 T = 800°C 920 863 T = 600°C 467 412 T = 700°C 3/2 709 653 T = 800°C 949 891 T = 600°C 412 359 T = 700°C 2/1 676 620 T = 800°C 933 875

Luas permukaan karbon aktif merupakan salah satu parameter penting yang harus dipertimbangkan untuk melihat kualitas dari karbon aktif. Karbon aktif dengan luas permukaan tinggi merupakan adsorben yang memiliki potensial tinggi untuk proses adsorpsi

(16)

karena memiliki area kontak yang tinggi. Luas permukaan karbon aktif pada umumnya diukur dengan metode BET, tetapi pada penelitian ini akan digunakan metode bilangan iod untuk menentukan luas permukaannya.

Sebelum dilakukan prosedur dalam menentukan bilangan iod, karbon aktif terlebih dahulu disaring dengan ukuran 100-120 mesh agar karbon aktif yang akan diuji bilangan iod homogen. Setelah dilakukan penyaringan, karbon aktif dikeringkan di dalam oven pada suhu 100°C selama 30 menit untuk menghilangkan air yang mungkin teradsorp oleh permukaan karbon aktif. Kemudian, karbon aktif dengan massa konstan di campur dengan larutan iodin untuk melihat kuntitas iodin yang dapat diadsorp oleh karbon aktif. Banyaknya iodin yang teradsorp oleh karbon aktif (mg iodin/gram karbon aktif) menunjukkan luas permukaan yang dimiliki oleh karbon aktif.

Jika dilihat dari data yang terdapat pada Tabel 5 maka bilangan iod tertinggi diperoleh dari sampel karbon aktif dengan rasio impregnasi 3/2 pada suhu 800°C yaitu sebesar 949 mg/gram, sedangkan hasil terendah didapatkan dari karbon aktif dengan rasio 1/1 pada suhu 600°C yaitu sebesar 373 mg/gram. Selain itu, karbon aktif hasil aktivasi fisika (pembanding) bahkan menghasilkan luas permukaan yang paling rendah yaitu sebesar 228 mg/gram. Dari hasil pengujian ini dapat dilihat bahwa metode aktivasi yang digunakan, suhu aktivasi, dan rasio impregnasi mempengaruhi luas permukaan karbon aktif yang dihasilkan

Selain menggunakan metode bilangan iod, dilakukan juga perkiraan luas permukaan spesifik (m2/gram) BET. Perkiraan ini dilakukan dengan melakukan konversi berdasarkan korelasi antara bilangan iod dan luas permukaan karbon aktif. Korelasi ini didapat dari regresi linear yang berdasar pada penelitian sebelumnya yang telah melakukan perbandingan antara bilangan iod dan luas permukaan BET. Persamaan konversi dari bilangan iod ke luas permukaan BET (A) (Miranti, S T. 2012) adalah

      (1) Dengan menggunakan persamaan di atas dapat dikonversi bilangan iod karbon aktif ke luas permukaan BET (A) dan hasil konversi dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Data di atas merupakan data luas permukaan dimana pada data tersebut juga dapat dilihat hubungan antara rasio impregnasi dan perubahan suhu terhadap luas permukaan. Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa semakin tinggi suhu maka luas permukaan yang diperoleh akan semakin tinggi dikarenakan reaksi yang berlangsung antara activating

agent dengan arang adalah reaksi endotermis sehingga semakin tinggi suhu maka semakin

(17)

banyaknya pori-pori yang terbentuk sehingga luas permukaan karbonn aktif pun semakin meningkat

Rasio impregnasi juga mempengaruhi luas permukaan suatu karbon aktif. Dilihat dari data, semakin tinggi rasio impregnasi maka tidak menjamin luas permukaan yang diperoleh juga semakin tinggi. Hal ini karena semakin tinggi rasio impregnasi maka akan semakin banyak pula reaksi kimia yang terjadi selama proses aktivasi. Banyaknya reaksi ini menyebabkan pori-pori yang terbentuk pada permukaan karbon aktif semakin banyak sehingga luas permukaan juga meningkat. Namun, reaksi yang berlebihan kana menyebabkan struktur pori rusak, yaitu semakin bertambahnya mesopori dan berkurangnya mikropori, sehingga luas permukaan akan berkurang. Hal inilah yang terjadi pada karbon aktif kulit kopi dengan rasio impregnasi 2:1.

Rendahnya luas permukaan yang didapatkan pada aktivasi fisika dikarenakan pada aktivasi fisika tidak terjadi reaksi kimia. Proses pembentukan pori pada aktivasi fisika hanya terjadi pada permukaan karbon aktif secara fisika sehingga pori yang terbentuk tidak terlalu sempurna jika dibandingkan pori yang terbentuk pada aktivasi kimia. Kurang sempurnanya pori yang terbentuk ini menyebabkan luas permukaan yang diperoleh pada proses aktivasi fisika rendah.

Setelah didapatkan sampel karbon aktif berdasarkan variabel-variabel yang telah ditetapkan sebelumnya, kemudian hasil ini akan dibandingkan dengan Standar Industri Indonesia (SII) No. 0258-79 Departemen Perindustrian Republik Indonesia untuk karbon aktif. Berdasarkan standar tersebut syarat minimum karbon aktif yang layak digunakan adalah karbon aktif dengan bilangan iod 200 mg/g. Dari persyaratan tersebut, karbon aktif yang diproduksi pada penelitian ini telah memenuhi syarat minimum bilangan iod dengan bilangan iod berkisar antara 228-949 mg/g. Dengan demikian, produksi karbon aktif dari limbah kulit kopi dapat memperoleh karbon aktif dengan luas permukaan tinggi.

5. Kesimpulan

Kulit kopi dapat digunakan untuk membuat karbon aktif dengan bilangan iod 228-949 mg/g yang memenuhi syarat bilangan iod minimum SII No. 0258-79 sebesar 200 mg/g. Perbedaan luas permukaan antara karbon aktif dengan aktivasi fisika dan kimia pada suhu 700°C mencapai 164% untuk rasio 1:1, 271% untuk rasio 3:2, dan 252% untuk rasio 2:1 dengan luas permukaan aktivasi fisika adalah 176 m2/gram. Suhu aktivasi berpengaruh terhadap luas permukaan karbon aktif. Semakin tinggi suhu maka luas permukaan akan

(18)

semakin tinggi dengan luas permukaan tertinggi 891 m2/g pada suhu aktivasi 800°C. Semakin tinggi rasio impregnasi maka reaksi semakin meningkat. Rasio optimum yang diperoleh untuk menghasilkan karbon aktif dengan luas permukaan tertinggi adalah 3:2.

6. Saran

Melakukan pembuatan karbon aktif dari kulit kopi pada suhu aktivasi 900°C untuk melihat titik optimumnya. Menambahkan variabel waktu aktivasi dan melakukan analisis SEM untuk melihat perubahan struktur pori pada karbon aktif. Melakukan uji FTIR untuk mengetahui komponen yang masih terdapat dalam sampel setelah proses karbonisasi. Melakukan uji BET untuk membandingkan antara bilangan iod dengan luas permukaan karbon aktif. Melakukan impregnasi activating agent setelah proses karbonisasi untuk melihat pengaruhnya terhadap karbon aktif yang dihasilkan.

7. Daftar Referensi

Adinata, Donni, Wan Daud, Wan Mohd, Ashri. 2005. Preparation and characterization of

activated carbon from palm shell by chemical activation with K2CO3. Bioresource

technology 145-149

Chunlan Lu, et.al., 2010. The role of K2CO3 during the chemical activation of petroleum coke with KOH. Dalian, China.

Freedonia Group. 2012. World Activated Carbon Industry Study with Forecasts for 2016 &

2021.

Guo, J., Lua, A.C., 2002. Textural and chemical characterization of adsorbent prepared from palm shell by potassium hydroxide impregnation at different stages. J. Colloid Interface Sci. 254, 227–233.

Lillo-Rodenas, M.A., Juan-Juan, J., Cazorla-Amoros, D., Linares- Solano, A., 2004. About reactions occurring during chemical activation with hydroxides. Carbon 42, 1371–1375. Miranti, Siti Tias. 2012. Pembuatan Karbon Aktif dari Bambu dengan Metode Aktivasi

Terkontrol Menggunakan Activating Agent H3PO4 dan KOH. Depok : Departemen

Teknik Kimia Universitas Indonesia

Syafira, L I. 2012. Skripsi :Pembuatan Pupuk Bokashi dariLimbah Organik dan Analisis

Kandungan Unsur Nitrogen, Karbon, Fosfor, dan Kalium. Medan: Universitas Negeri

Gambar

Gambar 3. 1 Diagram Alir Penelitian Pembuatan Karbon Aktif  3.2.2  Diagram Karakterisasi Bilangan Iod
Tabel 4.1. Yield Karbonisasi
Tabel 4.2. Yield Aktivasi
Tabel 4.3. Massa yang Hilang pada Proses Pencucian
+3

Referensi

Dokumen terkait

terhadap hama dibanding ikan lele biasa. Hal ini menjadikan kami harus melakukan kerjasama dengan RW 1 dan RW 2 desa Karangpaing. Tujuan utama yang dibidik

Masalah pertama yang kami berikan kepada siswa sebagai calon guru adalah cara mereka menyadarkan keberadaan pecahan desimal kepada siswa sekolah dasar. Pada

Hipotesis tersebut hasilnya diterima, karena terbukti dari pengujian hipotesis secara statistika yang menyatakan bahwa secara signifikan latihan dengan menggunakan

gumpalan-gumpalan besar (flok) dan mempercepat proses pengendapan... Setelah gumpalan-gumpalan terbentuk, akan terjadi pemisahan antara Setelah gumpalan-gumpalan terbentuk,

Dapat disimpulkan bahwa penambahan plasma semen ke dalam spermatozoa asal cauda epididimis domba sebelum diencerkan dengan pengencer Tris atau 20 dan 25% AndroMed

Berdasarkan hasil yang diperoleh, diketahui bahwa pembelajaran sains dengan pendekatan bermain sambil belajar, dapat meningkatkan hasil belajar kognitif karena pada mo-

Disisi lain hasil dari analisis data yang telah dilakukan oleh peneliti dari faktor lingkungan sosial ini sangat mempengaruhi terjadinya judi sabung ayam di Desa

5 Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro) merupakan salah satu penyedia plasma nutfah secara ex situ, yaitu pelestarian di luar habitat aslinya