SKALA PRIORITAS PENERIMA SEDEKAH DALAM HADIS
Fitrotun Nafsiyah
I
Sedekah merupakan ibadah yang mempunyai dimensi ganda, yaitu horizontal dan vertikal. Dimensi horizontal berkaitan dengan bentuk dan pola hubungan antar manusia, sementara dimensi vertikal merupakan hubungan yang berkaitan antara manusia dengan Zat Yang Maha Tinggi, yakni Allah. Oleh karena itu, sedekah dapat disebut sebagai ibadah sosial sekaligus ibadah transcendental. Kedua dimensi tersebut merupakan nilai yang ditawarkan sedekah bagi orang-orang yang melakukannya. Di balik ibadah sedekah, terdapat berbagai manfaat dan hikmah besar yang dapat dipetik. Salah satunya adalah keberkahan dan keluasaan rezeki bagi si pemberi sedekah.
Dari segi penerima (objeknya), sedekah boleh diberikan kepada siapa saja dengan skala prioritas sesuai dengan kondisi dan kebutuhan penerima yang ada. Artinya, boleh diserahkan kepada anggota keluarga yang menjadi tanggungan (anggota keluarga pokok) atau yang bukan tanggungan (anggota keluarga cabang). Selain itu, sedekah juga boleh diberikan kepada delapan golongan, dan juga boleh diberikan kepada tetangga, orang yang sedang ditawan, pelayan, dan lainnya.
Sebagaimana telah disebutkan di atas, bahwasanya penerima sedekah itu sangatlah luas, oleh karenanya, sedekah seharusnya diberikan kepada orang yang benar-benar mendambakan uluran tangan. Dari situlah muncul yang namanya skala prioritas bagi penerima sedekah, membuat skala prioritas menjadi penting ketika di antara keadaan kaum muslim ada yang perlu untuk diprioritaskan. Prioritas ini tidak mengakibatkan nilai sedekah seseorang hilang di mata Allah, tetapi idealnya mendahulukan yang lebih membutuhkan dari pada yang lain, akan menjadi lebih bermanfaat dibanding sebaliknya.
Tentang urutan prioritas yang berhak menerima sedekah yang bersifat kebendaan atau materi, sedekah hendaknya diberikan terlebih dahulu kepada orang yang menjadi tanggungan dan saudara atau kerabat, jika memang benar-benar membutuhkannya. Tapi jika mampu dan tidak sedang memerlukan bantuan, maka yang lebih diutamakan adalah orang-orang yang ada di sekitar yang memang benar-benar memerlukan bantuan.
Oleh sebab itu, dalam penelitian ini, akan membahas tentang sedekah, siapa saja yang harus diprioritaskan dalam menerima sedekah, serta dalil-dalil atau nash-nash hadis yang telah membahasnya, dan hikmah dari adanya skala atau urutan penerima sedekah yang harus diprioritaskan.
II
Al-S{adaqah atau yang dalam istilah Indonesia disebut juga dengan sedekah,
dari segi bahasa berasal dari kata s{adaqa yang berarti benar. Kata ini seakar kata
dengan Al-s{idq (
قدِصلا
) yang merupakan lawan kata dari al-kidhb (بذكلا
). Dikatakanseperti itu karena kebenaran mempunyai kekuatan data, sementara kebohongan tidak mempunyai kekuatan data.
Dengan demikian, orang yang bersedekah adalah orang yang benar pengakuan imannya. Begitulah seharusnya, orang yang benar pengakuan imannya akan selalu bersedekah, tidak akan berdiam diri melihat kondisi di sekitarnya yang membutuhkan bantuannya, juga tidak akan menyia-nyiakan peluang untuk beramal baik jika kesempatan itu datang padanya.
Sedekah merupakan bukti (burha>n) bagi diri seseorang yang benar-benar
mengatakan telah beriman kepada Allah (kebenaran iman seorang hamba), bahwa orang tersebut benar pengakuan imannya, bukan hanya sekedar diucapkan tetapi juga diaplikasikan pada perbuatannya, yakni dengan bersedekah.
Menurut al-Taha>nawi>, sedekah adalah suatu pemberian yang menginginkan
pahala dan bukan karena paksaan, karena dengan sedekah dapat menampakkan
kebenaran iman seseorang dari segi ibadah atau ‘ubu>diyyah, dan sedekah lebih umum
dari pada zakat, meskipun terkadang dalam pengucapannya juga kerap kali sama. Nabi Muhammad Saw. pun sangat menganjurkan untuk bersedekah bagi umatnya. Hal ini dapat dilihat dari adanya beberapa hadis Nabi Saw. yang menganjurkan untuk bersedekah. Anjuran mengenai amalan sedekah tersebut, tidak hanya diperuntukkan bagi orang yang kaya saja, tetapi juga ditujukan untuk semua orang muslim, dengan banyak jalan alternatif agar dapat mencapai ibadah sedekah yang telah dianjurkan olehnya.
Dari segi yang disedekahkan, sedekah yang diberikan tidak terbatas pada harta secara fisik, perkataan yang baik, tenaga, memberi maaf kepada orang lain, memberi pertolongan kepada yang membutuhkannya baik materi atau sumbangsih ide atau pikiran, memberi solusi masalah, menunjukkan jalan orang yang sesat, menyebrangkan orang dari jalan yang penuh dengan kendaraan atau orang yang buta, melainkan mencakup semua kebaikan.
Di antara hikmah yang bisa dipetik dari sedekah adalah: Mendapat naungan Allah pada hari kiamat, Menentramkan jiwa, Terhindar dari murka Allah dan
mencegah kematian su>’ al-kha>timah, Sedekah sebagai pelindung dari api neraka,
Membuat harta berkah dan bertambah, Sedekah dapat menghapuskan dosa, dan lain sebagainya.
III
1. Hadis pertama tentang Sedekah kepada Diri Sendiri
Hadis ini adalah hadis riwayat Abu> Da>wud, dengan rangkaian sanad Abu> Da>wud menerima dari Muh{ammad ibn Kathi>r - Sufya>n al-Thawri> - Muh{ammad ibn ‘Ajla>n - Sa’i>d ibn Abi> Sa’i>d al-Maqbu>ri> - Abu> Hurayrah dari tingkat sahabat. Namun
dalam jajaran perawi di atas, terdapat Muh{ammad ibn Kathi>r al-‘Abdi> yang dinilai
d{a’i>f oleh al-‘Ajli> dan ada juga kritukus lain yang menilainya thiqah. Ketika terjadi perbedaan penilaian pada satu perawi, maka akan dihadapkan pada teori
jarh{ wa ta’di<l. Dalam hal ini, memakai teori ( لاإ لدعملل مكحلاف لدعملا و حراجلا ضراعت اذإ رسفملا حرجلا تبث اذإ) yakni apabila terjadi pertentangan antara kritikus yang memuji dan mencela, maka dimenangkan kritikan yang memuji, kecuali jika kritikan yang
mencela disertai alasan yang jelas. Sedangkan Sufya>n, yang disebutkan oleh
seorang kritikus bahwa ia terkadang melakukan tadli>s, namun dalam hadis ini
ternyata tidak melakukan tadli>s. Oleh karenanya hadis di atas, dapat disimpulkan
sebagai hadis yang bernilai s{ah{i>h{. Selain itu, hadis ini banyak yang meriwayatkan,
seperti halnya al-Nasa>’i> dan Ah{mad ibn H{anbal. Matan hadis ini juga terhindar
dari shudhu>dh dan ‘illat. Hadis pertama ini menjelaskan tentang nafkah mutlak.
2. Hadis kedua tentang Sedekah kepada Anak dan Istri
Hadis ini adalah hadis riwayat dari al-Bukha>ri>, dengan rangkaian sanad al-Bukha>ri> menerima dari A>dam ibn Abi> Iya>s, Muslim ibn Ibrahi> >m, dan H{ajja>j ibn Minha>l - Shu’bah - ‘Addi> ibn Tha>bit - ‘Abd Allah ibn Yazi>d al-Ansa{ >ri> - Abi> Mas’u>d al-Ans{a>ri> dari tingkatan sahabat. Para perawi yang terdapat dalam jajaran sanad di
atas, disebutkan bahwa semuanya dinilai thiqah tanpa ada yang men-d{a’i>f-kan.
Jadi, hadis di atas dapat dinilai s{ah{i>h{ dari segi sanadnya. Selain itu, hadis ini banyak yang meriwayatkan, seperti halnya imam al-Turmudhi>, al-Nasa>’i>, Ah{mad ibn H{anbal, dan juga al-Da>rimi>. al-Turmudhi> menilai hadis ini dengan h{asan
s{ah{i>h{. Matan hadis ini juga tidak bertentangan dengan hadis lain yang bernilai
s{ah{i>h{ dan tidak terjadi shudhu>dh maupun ‘illat. Sebagaimana hadis yang pertama, hadis kedua ini juga menjelaskan tentang nafkah secara mutlak.
3. Hadis ketiga tentang Sedekah kepada Kerabat
Hadis ini adalah hadis riwayat dari al-Bukha>ri>, dengan rangkaian sanad al-Bukha>ri>
menerima hadis dari Isma>’i>l ibn ‘Abd Allah, ‘Abd Allah ibn Maslamah, ‘Abd
Salamah dan Ma>lik ibn A>nas - Ish{aq ibn ‘Abd Allah ibn Abi> > T{alh{ah - A>nas dari
tingkatan sahabat. Namun dalam jajaran sanad al-Bukha>ri> di atas, terdapat
periwayat yang dinilai d{a’i>f (dari sisi ked{o>bit{an), yakni Isma’i>l ibn ‘Abd Allah,
selain menjarh{ para kritikus juga menta’di>lnya. Meskipun demikian, ternyata
perawi tersebut terdapat dalam hadis yang hanya berfungsi sebagai pendukung dari hadis pokok (yang s{ah{i>h) yang telah disebutkan oleh al-Bukha>ri> sebelumnya
(riwayat dari ‘Abd Allah ibn Yu>suf). Oleh karenanya, hadis di atas dapat dinilai
s{ah{i>h dari segi sanad-nya. Selain itu, hadis ini banyak yang meriwayatkan, seperti halnya Muslim, Ah{mad ibn H{anbal, al-Da>rimi>, dan Ma>lik ibn A>nas. Matan hadis ini juga terhindar dari shudhu>dh dan ‘illat.
4. Hadis keempat tentang Sedekah kepada Tetangga
Hadis ini adalah hadis riwayat Muslim, dengan rangkaian sanad Muslim
meriwayatkan hadis ini dari Abu> Bakr ibn Abi> Shaybah dan Abu> Kurayb - ‘Abd Allah ibn Idri>s - Shu’bah - Abi> ‘Imra>n al-Jawni> - ‘Abd Allah ibn S{a>mit - Abi> Dhar
dari tingkatan sahabat. Namun, terdapat beberapa periwayat yang dinilai d{a’i>f oleh
para ulama, di antaranya dalam jajaran sanad Ibn Ma>jah terdapat Abu> ‘A>mir al-Khazza>z dan dalam jajaran sanad Ah{mad ibn H{anbal yakni Yah{ya> ibn Sa’i>d,
al-A’mash, serta H{ammad ibn Salamah. Namun riwayat dari Ah{mad dan Ibn Ma>jah
tersebut hanya sebagai pendukung bagi riwayat Muslim. Selain dari keduanya, Muslim juga mendapatkan dukungan dari al-Nasa>’i> dan al-Da>rimi>, yang keduanya mempunyai sanad yang s{ah{i>h{. Oleh karenanya, hadis di atas dapat dinilai s{ah{i>h{
dari segi sanadnya. Matan hadis ini juga tidak bertentangan dengan hadis lain
yang bernilai s{ah{i>h{ dan tidak terjadi shudhu>dh maupun ‘illat.
5. Hadis kelima tentang sedekah kepada Anak Yatim, Orang Miskin, dan Musafir
Hadis ini adalah hadis riwayat dari al-Bukha>ri>, dengan rangkaian sanad al-Bukha>ri> menerima hadis ini dari Mu’a>dh ibn Fad{a>lah – Hisha>m Abi> ‘Abd Allah al-Dastawa>’i> - Yah{ya ibn Abi> Kathir - Hila> >l ibn Abi> Maymu>nah - ‘Atha>’ ibn Yasa>r - Abi> Sa’i>d al-Khudri> dari tingkatan sahabat. Terdapat beberapa perawi yang dinilai
d{a’i>f oleh para kritikus, di antaranya terdapat dalam sanad al-Bukha>ri> yakni Fulayh{ dan Isma>’i>l ibn ‘Abd Allah (dalam riwayat al-Bukha>ri> lainnya) yang keduanya dinilai d{a’i>f dalam hal ke-d{o>bit{-annya. Kemudian terdapat juga Yah{ya> ibn Abi> Kathi>r yang terdapat dalam jajaran semua sanad, baik al-Bukha>ri>, Muslim, al-Nasa>’i>, dan Ah{mad ibn H{anbal meriwayatkan darinya. Yah{ya> dinilai thiqah
oleh al-‘Ajli>, Ibn H{ibba>n, dan Abu> H{a>tim. Selain itu, Abu> Ja’far al-‘Uqayli> menyebutnya tadli>s. Namun dalam hadis ini, Yah{ya> tidak melakukan tadli>s. Dan
ternyata hadis yang diriwayatkan oleh Fulayh{ dan Isma>’i>l tersebut hanyalah hadis
pendukung dari hadis s{ah{i>h{ yang disebutkan sebagai hadis pokok dan telah
disebutkan oleh al-Bukha>ri> sebelumnya (riwayat dari Yah{ya). Oleh karena itu,
sanad hadis ini dapat dinilai s{ah{i>h{. Matan hadis ini juga tidak bertentangan dengan hadis lain yang bernilai s{ah{i>h{ dan tidak terjadi shudhu>dh maupun ‘illat. Hadis kelima ini merupakan sedekah yang diberikan kepada orang-orang yang termasuk dalam delapan golongan menerima zakat.
IV
Sedekah harta benda ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu sedekah wajib dan sedekah sunnah. Sedekah wajib ini disebut juga dengan nafkah dan zakat. Sedangkan sedekah sunnah itu meliputi hibah, hadiah, wasiat, dan wakaf. Oleh karenanya dapat dikatakan bahwa penulis lebih menekankan dan membahas masalah sedekah yang bersifat wajib.
Berdasarkan hadis-hadis Nabi Saw. yang telah dipaparkan di atas, bahwa urutan pertama yang seharusnya menerima sedekah adalah diri orang yang akan bersedekah itu sendiri, di mana Nabi Saw. menganjurkan sedekah kepada diri sendiri sebelum kepada orang lain. Sedekah itu dianjurkan untuk orang yang mempunyai kelebihan harta dari kebutuhannya sendiri, karena orang yang tidak mempunyai kelebihan harta, apalagi masih dalam kategori orang yang membutuhkan bantuan dari
segi harta juga tidak akan dapat memberi sedekah harta kepada orang lain. Selain itu, sedekah kepada diri sendiri merupakan bentuk perwujudan syukur atas karunia yang telah diberikan oleh Allah.
Setelah kepada diri sendiri, maka Nabi saw. menganjurkan untuk bersedekah kepada orang yang menjadi tanggungannya, yakni anak dan istri. Pada dasarnya, sedekah kepada orang yang menjadi tanggungan adalah sama saja dengan bersedekah kepada diri sendiri. Sedekah dalam bentuk ini disebut dengan nafkah mutlaq. Oleh karenanya, sedekah kepada kategori ini merupakan hal yang harus diutamakan terlebih dahulu sebelum kemudian kepada orang lain.
Kemudian barulah Nabi Saw. menganjurkan untuk sedekah kepada kerabat. Logikanya, yakni jika bukan diri kita sendiri, siapa yang akan menolong kerabat kita. Keutamaan sedekah kepada keluarga atau kerabat selain pahala bersedekah, juga pahala menyambung tali silaturrahim, sebagaimana yang telah disebutkan dalam hadis di atas.
Selanjutnya, setelah semua golongan dari keluarga, baik keluarga yang menjadi tanggungan atau bukan, yang kesemuanya itu telah terpenuhi. Maka kemudian giliran tetangga yang perlu mendapat bantuan untuk segera dibantu. Dalam kehidupan bermasyarakat, tetangga merupakan orang terdekat setelah keluarga dan kerabat, yang mana di antara tetangga dianjurkan untuk saling tolong menolong dan saling membantu antara satu dengan yang lainnya.
Setelah semua golongan di atas telah mendapatkan haknya masing-masing, yakni memperoleh perhatian dan bantuan. Maka sekarang giliran orang lain dari
golongan anak yatim, orang miskin, dan musafir (ibn sabi>l), yang termasuk dalam
delapan golongan orang yang berhak menerima zakat.
Dari semua analisis di atas, maka dapat dikatakan bahwa urutan, rangking, atau skala prioritas tersebut ditentukan berdasarkan kategori kedekatan antara si pemberi sedekah dengan penerimanya, baik dari sisi kedekatan emosional maupun kedekatan secara geografis. Selain berdasarkan kategori kedekatan, juga didasarkan
atas dasar kategori kebutuhan si penerima tersebut. Setelah kebutuhan orang-orang terdekat terpenuhi barulah melihat dan memilih orang lain yang membutuhkan bantuannya. Jadi kedua kategori itu saling berkaitan antara satu sama lain.
Hikmah dari adanya skala prioritas penerima sedekah, di antaranya:
1. Menafkahkan rezeki adalah termasuk tanda-tanda keimanan dan ketakwaan.
Dalam hadis-hadis di atas, telah disebutkan menafkahkan rezeki adalah memberikan sebagian harta yang telah Allah berikan kepada diri sendiri, anak dan istri (keluarga yang menjadi tanggungan), kerabat, tetangga, anak yatim, dan seterusnya. Oleh karenanya,bersedekah kepada golongan-golongan tersebut merupakan bentuk kesempurnaan Iman dan Islam.
2. Dengan menjalankan skala prioritas di atas, sama halnya dengan melakukan
hal-hal yang wajib yang telah diperintahkan oleh Allah SWT, yakni memberi nafkah kepada orang-orang yang menjadi tanggungan dan juga zakat kepada delapan golongan.
3. Agar kaum muslim menjadi lebih tenang dalam menjalani ibadah bersedekah,
karena dengan adanya hadis-hadis Nabi Saw. yang telah disebutkan di atas merupakan sebuah petunjuk bagi kaum muslim untuk dapat mengaplikasikannya dengan baik, dan tidak akan takut bahwa sedekahnya tersebut salah sasaran.
4. Dengan mendahulukan diri dan keluarga terlebih dahulu, maka hal itu tidak akan
menyebabkan seseorang berdosa dan dituntut di Hari Kiamat kelak karena menelantarkan keluarga.
5. Memperkuat tali ikatan keluarga dan bertetangga dalam masyarakat.
6. Amalan sedekah ini merupakan salah satu jalan untuk mewujudkan keadilan
sosial, yang mana hal ini tercantum dalam pancasila dengan menempati sila kelima, yakni “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia” dan menjadi dasar Negara Indonesia.
7. Ketika urutan atau skala prioritas ini diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat