i
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun Oleh :
Rr. Th. Avila Debby Herawati Is Swastanti
NIM : 009114139
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
Jesus Sang Maestro
Terima kasih atas hidupku yang indah ini…
Bapakku Petrus Yoseph Heru Kuntjoro Budi Susetyo
Ibuku Vincentia Tries Tantie Wibowati
…terimakasih mengenalkan tentang perjuangan hidup yang
indah…
Kakakku Richardus Derry Hertanto Is Setyawan
Adikku Dominicus Dhikka Perguri Is Galihing Tyas
…makasih atas persaudaraan yang indah…
v
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta,
Penulis,
vi
…akupun tak bergerak.
Debu menebal, jejak memudar
panik dan gemetar
…gentar.
Mengapa harus kutelusur jejak itu untuk kupergi ke sana
Jalan bisa ada dimana saja.
Kulangkahkan kaki
tanpa membaca jejak-jejak
karna yakinku
pun ku sampai.
Saat kulihat ke belakang
Ada jejak-jejak baru di sana
yang kubuat sendiri
untuk menuntunmu
Yang mungkin belum temukan keyakinan.
vii Universitas Sanata Dharma.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan religiositas antara orang yang sering pergi ke tempat ibadah dan orang yang jarang pergi ke tempat ibadah. Religiositas adalah perilaku tampak maupun tidak tampak yang mengekspresikan keimanan manusia kepada Allah, diungkap dalam agama dan diwujudnyatakan dalam kehidupan sehari-hari yang memberikan kekuatan jiwa bagi seseorang dalam menghadapi tantangan dan cobaan hidup, memberi bantuan moral dalam menghadapi krisis serta menimbulkan kerelaan manusia menerima kenyataan sebagaimana telah ditakdirkan Tuhan. Asumsinya adalah ada perbedaan religiositas antara orang yang sering pergi ke tempat ibadah dan orang yang jarang pergi ke tempat ibadah.
Subyek dalam penelitian ini adalah orang yang sering pergi ke tempat ibadah dan orang yang jarang pergi ke tempat ibadah yang berjumlah 80 orang dengan rincian 40 orang sering pergi ke tempat ibadah dan 40 orang jarang pergi ke tempat ibadah.
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala religiositas yang disusun dan dikembangkan oleh peneliti sendiri. Dari data statistik item dan reliabilitas skala religiositas diperoleh 45 item yang dinyatakan lolos seleksi dengan koefisien reliabilitas alpha sebesar 0,9173. Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan religiositas antara orang yang sering pergi ke tempat ibadah dan orang yang jarang pergi ke tempat ibadah menggunakan metode analisis data uji. t (Independent Sample Test).
viii Program, Sanata Dharma University.
This research has a goal to find out the difference of religiousity among people who often go to the house of worship and people who rarely go to the house of worship. Religiousity are overt and covert behavior that expressing human faith of God, expressed in religion and daily life that give spiritual power for someone to face the challenge and life trial, giving moral support in facing crisis and making human’s favor to receive the facts as God has predestined. The assumption is there a difference among people who often go to the house of worship and people who rarely go to the house of worship.
The subjects of this research are 80 people, 40 people who often go to the house of worship and 40 people who rarely go to the house of worship in details.
The measurement being used in this research is the scale of religiousity which being arranged and developed by the researcher herself. From the statistic data item and the reliability of the religiousity scale, there are 45 item that pass the selection with alpha reliability coefficient 0, 9173. To find out the existence of the difference of religiousity among people who often go to the house of worship and people who rarely go to the house of worship, the researcher uses t. test analysis data method ( Independent Sample T. Test).
ix
berkat limpahan kasihNya yang melebihi batas kemampuan pemahaman pikir sempitku ini, akhirnya dapat kuselesaikan juga karya sederhana ini. Tak ada sesuatu yang berarti, yang mampu kupersembahkan kepada orang-orang rendah hati, yang telah berkenan membantuku dari awal hingga akhir proses panjang ini. Hanya ucapan terima kasih yang tulus kupersembahkan kepada:
1. Sang Maestro Jeshua Hamasiach dan Bunda Maria yang tak bosan mengasihiku.
2. P. Eddy Suhartanto, S. Psi. , M. Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi. 3. Dr. T. Priyo Widiyanto, M. Si. , bapak pembimbingku yang teramat sabar
menuntunku dan selalu memahami kesulitanku. Terima kasih telah menjadi Dosen paling humanis di Fakultas Psikologi. Juga Pak Didik dan Pak Heri, pengujiku yang baik hati.
4. Semua dosen yang rela membagikan ilmunya dengan murah hati selama aku di Fakultas Psikologi.
5. Mas Gandung, Mbak Nanik, Mas Muji, Mas Doni, Pak Gi, beserta seluruh keceriaan di sekretariat, dan ketulusan dalam setiap pelayanan pada kami,matur nuwun sanget.
x
jadi tergelitik neh…hiks..hiks..sedih juga perpisahan ini. ^,^
8. Pak Markus, Pak Paena, Pak Pirngadi yang memberi banyak bantuan selama penelitian di SMA PL Sedayu, terima kasih. Juga adik-adik yang rela berkurang jam belajarnya buat ngisi skalaku, makacih…
9. Ibu terbaikku…,”mbok, gendhukmu lulus…bernafaslah..!!” Mas Derry “Ndhols” dan Dik Dhikka “Lampbe_muach”…aahh kita ini keluarga bahagia koq...aku sayang kalian.
10.Sahabat-sahabat centilku Aini, Asti, Etty, Astri (PSI ‘00). Aku selalu jadi korban tapi aku sayang kalian. Ingat, namaku sekarang juga pakai S.Psi..catet! Lulus bukan berarti akhir persahabatan kan? As, nuwun banget printernya. ^,^
11.Max. Brahms J. B (Dobleh alias Brambang Gosong alias Topeng Ireng), makasih buat perhatianmu. Berjiwa sosial itu bagus, tapi ingat Brahms, pedulikan juga orang-orang dekatmu. Merapi dan gempa membawa berkah.
xi
mengingatkanku pada Sang Khalik..terimakasih atas banyak pujian yang kurasa terlalu berlebihan hingga aku serasa bagai orang hebat.
15.Kawul (Pak Dukuh yang nyasar ke sekolah) yang sampai nawarin mau ngetikin, katanya biar bisa segera nglamar kerjaan lewat aku, makasih sudah setia berteriak: ”Tangi..tangi..tangi!!!” tiap jam 05.00. Kang, aku sido lulus..
16.Para donatur misterius yang dermawan dan yang paling berjasa dalam mengantarku ke garis finish, tanpa kalian perjalanan ini mungkin masih panjang. Terima kasih dari hatiku yang terdalam.
17.Sheggy yang dah bantuin nunggu satu kelas saat penelitian, kamu selalu jadi kawan baik meski aku sering kurang care ma kamu…makasih dan maaf ya.
18.Blue-koethoequ, AB 4384 EG si Kaze R biru yang setia nemani aku menyusuri jalan-jalan buat cari inspirasi. Juga Cuprut si motor cinta yang tangguh meski kian renta. Hey, Kaze R tua, aku_padamu.
19.Gubug reot A5.55 yang selalu menghadirkan dan menampung banyak cinta.
20.Theresia Gaudeta Choir dan Volante Voice, ajang gossip paling asyik. 21.Lina ‘Si Boss’ (P.Mat ’00), Anna yang sudah tidak takut brambang (PBI
xii
22.Bulik Ambar, Om Yanto, Wulan, Tyas, Dik Icha yang dah ngebolehin aku jedhal-jedhul numpang ngetik sebelum di rumah ada kompi, matur nuwun nggih..
23.Murid-muridku di TK PGRI Janti yang lucu-lucu dan aneh-aneh, horeee…Bu Guru dah lulus..jangan bilang lagi murid punya murid yach.. 24.Angel, sumber inspirasiku. Kita memang harus terus belajar…semoga
kamu bisa merasakan apa yang dirasakan oleh anak lain. Berbicaralah dengan semua orang, setiap kata adalah berharga..
25.Danang (Omponk) n zeni (nyienk2) makasih pinjaman dananya. Aku jadi bisa daftar ulang deh…mbak Novi Eksi, makasih dah masarin produkku sampe Semarang , hasilnya bisa tak pake buat ngrampungin skripsi neh. 26.Semua saja yang membantuku berproses, terima kasih banyak.
Penulis menyadari bahwa karya ini masih jauh dari sempurna karena memiliki berbagai keterbatasan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.
Akhir kata, semoga skripsi ini berguna bagi kita semua.
Yogyakarta, Penulis,
xiii
HALAMAN PERSETUJUAN……….……ii
HALAMAN PENGESAHAN………iii
HALAMAN PERSEMBAHAN………....….iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………....……..v
ABSTRAK………...………….…..vi
ABSTRACT………...…………..…..vii
KATA PENGANTAR………...viii
DAFTAR ISI………...………...xiii
DAFTAR TABEL………...……xvi
DAFTAR LAMPIRAN………...…..……...xvii
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang………...1
B. Rumusan Masalah………..……….…..8
C. Tujuan Penelitian………..…….…...8
D. Manfaat Penelitian………..….…….8
BAB II : LANDASAN TEORI A. Remaja………...………….……...9
1. Pengertian Remaja………...……9
xiv
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Religiositas………….…….…18
C. Tempat Ibadah dan Beribadah………...….…...20
1. Pengertian Tempat Ibadah………...….…....20
2. Pengertian Beribadah……….…...21
D. Dinamika Perbedaan………..…...…..…..22
E. Hipotesis………....……..……...…24
BAB III :METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian………....………...25
B. Identifikasi Variabel Penelitian………...….25
C. Subyek Penelitian………..……..……...26
D. Metode Pengumpulan Data………....……....27
1. Definisi Operasional Variabel Penelitian………....…….…27
2. Pengembangan Alat Pengumpul Data………..…29
E. Pengujian Kelayakan Alat Penelitian………...…35
1. Uji Preliminer……….……...…………....35
2. Uji Validitas ……….…...………..36
3. Uji Seleksi Item………...…………..37
4. Uji Reliabilitas……….…………..………..37
F. Metode Analisis Data………..…..….38
xv
1. Persiapan Penelitian………....………...….…..41
2. Orientasi Kancah………...………...………..41
3. Uji Coba Alat Ukur………....……...……...43
B. Pelaksanaan Penelitian………..………..……46
C. Hasil Penelitian………....…...47
1. Uji Asumsi Penelitian………..…..………...47
2. Uji Hipotesa………..…..………..49
3. Kategorisasi Skor Penelitian……….…….…..……….52
D. Pembahasan……….……...………....55
BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan………....………61
B. Saran……….………...……..61
xvi
xvii Lampiran 2 Skor Kasar Skala Uji Coba Lampiran 3 Reliabilitas Data Skala Uji Coba Lampiran 4 Skor Setelah Seleksi Item Lampiran 5 Reliabilitas Setelah Seleksi Item Lampiran 6 Skala Penelitian
Lampiran 7 Data Skala Penelitian
Lampiran 8 Reliabilitas Data Skala Penelitian Lampiran 9 Tabel Uji Normalitas
Lampiran 10 Tabel Uji Homogenitas Lampiran 11 Tabel T-Test
1 A. Latar Belakang
Kemajuan teknologi dan perubahan jaman yang sangat pesat
membawa dampak yang luar biasa bagi peradaban manusia. Kebutuhan
manusia semakin kompleks sehingga menuntut setiap individu untuk giat
bekerja tanpa henti. Produsen berlomba -lomba menciptakan produk terbaru,
diikuti oleh konsumen yang berlomba -lomba memiliki produk terbaru
tersebut. Dalam hal ini, uang menjadi sangat penting bagi tia p individu,
karena merupakan alat paling ampuh untuk mendapatkan segala yang
diinginkan. Praktis setiap orang menghabiskan waktunya untuk mencari uang
dan sisa waktu yang ada untuk mencari kesenangan dengan uang yang telah
didapat. Menghibur diri penting s etelah orang bekerja keras, sehingga tak ada
lagi waktu tersisa untuk hal lain. Manusia mampu merubah jaman dan jaman
mampu merubah manusia. Orang yang tak mampu mengikuti perkembangan
jaman akan tersisih dengan sendirinya. Dampak pergeseran itu, kehidupan
religius menjadi terbengkelai., bahkan Shihab (2003) menyatakan bahwa
manusia Indonesia tidak religius. Semakin jarang orang yang masih
memperhatikan kehidupan religiusnya.
Di lain pihak, banyak pengurus tempat ibadah yang giat mencari dana
mendatangi rumah-rumah untuk meminta sumbangan dengan atau tanpa
membawa proposal pembangunan Mesjid. Dewan Paroki sebuah gereja
bahkan ada yang sampai hati membagi kartu sumbangan pembangunan
bulanan pada umatnya seperti layaknya kartu SPP milik anak sekolah. Hal itu
dilakukan untuk membuat bangunan Gereja menjadi lebih megah dan banyak
dikunjungi oleh umat.
Monks (1989) mengatakan bahwa jumlah kaum muda yamg
mengunjungi Mesjid atau Gereja secara te ratur semakin bertambah. Hal ini
juga dikemukakan oleh Subandi (1994), yang mengungkapkan bahwa dalam
dua dasawarsa ini terlihat adanya fenomena peningkatan kehidupan beragama
di seluruh dunia. Kalangan generasi muda Negara -negara timur
memperlihatkannya dengan membanjiri rumah rumah ibadat. Adanya gejala
-gejala ini seakan menunjukkan suatu ironi dalam religiusitas dewasa ini
(Martalena, 2004).
Kata “religi” berasal dari bahasa latin religio yang akar katanya adalah religare yang berarti mengikat (Driyar kara, 1988). Maksudnya adalah
bahwa di dalam religi (agama) terdapat aturan -aturan dan kewajiban yang
harus dilaksanakan, yang semuanya itu berfungsi mengikat dan mengutuhkan
diri seseorang atau sekelompok orang dalam hubungannya dengan Tuhan,
sesama manusia dan alam sekitarnya.
Banyak ahli berpendapat bahwa agama atau religi memiliki peran yang
istilah agama lebih menunjuk kepada Tuhan atau kepada “Dunia Atas” dalam aspeknya yang resmi, yuridis, peraturan -peraturan dan hukumnya, serta
keseluruhan organisasi tafsir kitab -kitab keramat dan sebagainya yang
melingkupi segi-segi kemasyarakatan (Gessellschaft, bahasa Jerman).
Zimbardo (dalam Dwiatmoko, 1993) berpenda pat bahwa religiositas
memainkan peranan penting dalam cara hidup dan mengalami kehidupan.
Religiositas lebih melihat aspek yang “di dalam libuk hati”, riak getaran hati
nurani pribadi, sikap personal yang sedikit banyak misteri bagi orang lain,
karena merupakan intimitas jiwa, du Coeur dalam arti pascal, yakni cita rasa
yang mencakup totalitas (termasuk rasio dan rasa manusiawinya) kedalaman
si pribadi manusia. Dan karena itu, pada dasarnya religiositas mengatasi atau
lebih dalam dari agama yang tampak, fo rmal, resmi. Religiositas lebih
bergerak dalam tata paguyuban (Gemeinschaft) yang cirinya lebih intim
(Mangunwijaya, 1986).
Religiositas menurut Scneiders (dalam Caroline, 1999) merupakan
salah satu unsur yang mempengaruhi perkembangan kepribadian individu .
Religiositas dapat diartikan sebagai kehidupan beragama. Rm. Tom Jacobs
(2002) mengatakan bahwa religiositas, khususnya sebagai iman persona,
diungkapkan dalam agama dan diwujudkan dalam kehidupan sehari -hari.
Menurut Hartoko (1987) religiositas dapat ta mpil sebagai overt
behavior (perilaku tampak) dan covert behavior (perilaku tak tampak). Dalam
tertentu yang mengekspresikan keimanan manusia kepada Allah, misal:
gerakan tubuh tertentu umat Islam saat menjalankan sholat, membuat tanda
salib sebelum berdoa bagi umat Katolik. Perilaku tak tampak dari religiositas
dapat terekspresikan dari pandangan individu yang diwarnai oleh ajaran
agamanya. Tiap-tiap agama dan kepercayaan memilik i cara-cara yang khas
dalam mengungkapkan imannya kepada Allah, hal ini memberi corak khas
pula bagi penampilan religius penganutnya.
Glock (Paloutzian, 1996) membagi religiositas menjadi 5 aspek atau
dimensi:
a) Religiositas belief, merupakan dimensi ide ologi, memberi gambaran
sejauh mana seseorang menerima hal -hal yang dogmatik dalam ajaran
agamanya.
b) Religiositas practice, merupakan dimensi ritual, yakni sejauh mana
seseorang mengerjakan kewajiban -kewajiban ritual agamanya.
c) Religiositas feeling, merupakan dimensi perasaan, memberikan gambaran
tentang perasaan-perasaan keagamaan yang dialami individu.
d) Religiositas knowledge, merupakan dimensi intelektual, yaitu seberapa
jauh pengetahuan seseorang terhadap ajaran agama yang dianutnya,
terutama yang terdapat dalam Kitab Suci ataupun karya tulis lain yang
berpedoman pada Kitab Suci.
e) Religiositas effect, merupakan dimensi konsekuensial, yakni mengungkap
kehidupan sehari-hari.
Kelima aspek di atas tidak dapat berdiri sendiri, mereka berhubungan
satu dengan yang lainnya. Orang yang memiliki religiositas belief yang tinggi
bisa dikatakan memiliki religiositas feeling dan menunjukkannya dalam
religiositas practice(Paloutzian, 1996).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi religiositas. Thouless (1992)
membedakan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sikap
religiositas menjadi:
a) Faktor sosial, yang meliputi pengaruh pendidikan atau pengajaran dan
berbagai tekanan sosial. Hal ini mencakup semua pengaruh sosial dalam
perkembangan sikap religius, yaitu pendidikan dari orang tua, tradisi
-tradisi sosial, tekanan lingkungan sosial untuk menyesuaikan diri dengan
berbagai pendapat dan sikap yang disepakati lingkungan itu.
b) Berbagai pengalaman yang membangun sikap religius, terutama
pengalaman-pengalaman yang termasuk dalam:
1) Faktor alami, yang meliputi keindahan, keselarasan, dan kebaikan di
dunia lain.
2) Faktor moral, yaitu konflik moral.
3) Faktor afektif, meliputi pengalaman emosional keagamaan.
c) Faktorfaktor yang seluruhnya atau sebagian timbul dari kebutuhan
-kebutuhan yang tidak terpenuhi terutama terhadap -kebutuhan keamanan,
d) Faktor-faktor intelektual, yaitu berbagai proses pemikiran verbal. Tiap
orang memiliki perkembangan sikap religius yang berbeda karena proses
pemikiran verbal tiap orang berbeda -beda pula.
Dari uraian tersebut, Hurlock (1991) menganggap pentingnya tingkat
perkembangan manusia sebagai faktor yang mempengaruhi kadar religiositas
seseorang. Masa dewasa dini dianggap sebagai masa yang paling tidak
religius, hal ini ditandai dengan menurunnya minat keagamaan, dan ini
seringkali menimbulkan hambatan dalam bidang keagamaan .
Tiap-tiap agama atau kepercayaan memiliki cara -cara yang khas dalam
mengungkapkan imannya kepada Allah, hal ini memberi corak khas pula bagi
penampilan religiositas penganutnya. Setiap agama juga memiliki tempat
ibadah sendiri dimana umat dapat melaksana kan salah satu kewajibannya
sebagai salah satu makhluk religius, yakni pergi ke tempat ibadah untuk
beribadah. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1998), tempat berarti
ruang yang tersedia untuk melakukan sesuatu, sedangkan ibadah artinya
perbuatan untuk menyatakan bakti kepada Allah yang didasari ketaatan
mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan -Nya. Jadi tempat ibadah
berarti tempat yang tersedia untuk menyatakan bakti kepada Allah, yang
didasari ketaatan mengerjakan perintah -Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Setiap agama memiliki tempat ibadah sendiri, misalnya: Mesjid milik umat
Islam, Gereja milik umat Kristen dan Katolik, Pura milik umat Hindu dan
Di Mekah, ada Batu Hitam yang dihormati oleh orang -orang Arab
sebelum Muslim, oleh Muhammad digabungkan ke dalam Mesjid yang
paling penting dalam dunia Islam. Batu itu dipasang dalam bangunan Ka’ba (‘kubus’) di sebuah lapangan Mekah dan tak seorang nonMuslim pun boleh
mendekatinya. Adalah harapan setiap muslim untuk melakukan pezi arahan
sekurang-kurangnya sekali selama hidupnya dan menyentuh atau mencium
Batu itu. Peziarahan ke rumah Allah itu adalah satu dari ‘rukun Islam’. Mesjid
adalah rumah Allah dan sedemikian suci. Seseorang yang tidak dalam
keadaan bersih tidak boleh memasuk i suatu Mesjid. Lagi pula hanyalah
mereka yang murni yang dapat memperoleh manfaat dengan mengunjunginya.
Sebagai tempat-tempat untuk ibadat-ibadat Ilahi, mesjid-mesjid pada
prinsipnya adalah ‘rumah-rumah di mana Allah mengijinkan pendiriannya dan penyebutan nama-Nya di dalamnya’. Itu berarti bahwa mesjid-mesjid dimaksudkan untuk pelayanan sebagaimana dituntut oleh hukum, untuk
ibadah, doa, dan kewajiban -kewajiban religius lain. Sangat mulialah pergi ke
Mesjid, karena untuk setiap langkah yang diambil, sese orang mendapat
ampun bagi dosa-dosanya, Allah melindunginya pada penghakiman terakhir
dan para malaikat juga membantunya (Dhavamony, 1995).
Dari paparan di atas, maka peneliti berasumsi bahwa ada perbedaan
religiositas antara orang yang sering pergi ke t empat ibadah dan orang yang
B. Rumusan Masalah
Penelitian ini untuk menggali, apakah ada perbedaan religiusitas antara
orang yang sering pergi ke tempat ibadah dan orang yang jarang pergi ke
tempat ibadah.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan data empiris yang
menunjukkan ada tidaknya perbedaan religiositas antara orang yang sering
pergi ke tempat ibadah dan orang yang jarang pergi ke tempat ibadah.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
Memberikan wacana tambahan bagi bidang Psikologi,
khususnya Psikologi Agama, sehingga hasil penelitian ini dapat
digunakan sebagai bahan literatur untuk penelitian yang lebih relevan
di masa yang akan datang.
2. Manfaat Praktis
Sebagai masukan bagi para pemuka agama, kaum religius
maupun umat awam dalam menjalani dan mengimani kehidupan
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Remaja
1. Pengertian Remaja
Remaja (Adolescene) berasal dari bahasa Yunani (pada akhir abad
ke-16) yaitu Adolescere , yang berarti tumbuh dan berkembang menjadi
dewasa.
Hurlock (1990) dan Rita (dalam Pengantar Psikologi, ed.XI jilid I)
mengatakan bahwa masa remaja merupakan masa peralihan dari masa
kanak-kanak ke masa dewasa yang penuh gejolak dan tekanan serta
perubahan yang penuh dengan perkembangan baru. Masih menurut Hurlock
(1990), ada 8 ciri remaja yaitu: masa remaja sebagai periode yang penting,
sebagai periode peralihan, sebagai periode perubahan, sebagai usia
bermasalah, masa mencari identitas, usia yang menimbulkan ketakutan,
masa yang tidak realistik, dan masa r emaja sebagai ambang masa dewasa.
Masa remaja disebut sebagai ambang masa dewasa karena remaja mulai
memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa
agar mereka dianggap dewasa oleh lingkungannya. Oleh karena itu banyak
diantara mereka yang merokok, minum minuman keras, menggunakan obat
-obatan terlarang, dan mulai memperhatikan penampilan ataupun merubah
penampilan agar mereka dianggap sudah dewasa.
WHO (dalam Sarwono, 1991) menyebutkan 3 hal mengenai masa
remaja, yaitu:
sekunder sampai saat ia mencapai kematangan seks.
2. Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari
kanak-kanak menjadi dewasa.
3. Individu mengalami peralihan dari ketegantun gan sosial ekonomi yang
penuh ke keadaan yang relatif lebih mandiri.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan
tentang remaja yaitu bahwa remaja berarti tumbuh dan berkembang menjadi
dewasa, sedangkan masa remaja merupakan masa pe ralihan dari
kanak-kanak ke dewasa yang penuh gejolak, tekanan, dan perubahan -perubahan
bentuk-bentuk fisik, yang dapat menyebabkan timbulnya konsep diri kurang
baik karena ketidakpuasan terhadap fisiknya.
2. Tahap Perkembangan Remaja
Hurlock (dalam Andi, 1982), memberikan rentangan usia remaja
antara 13-21 tahun, yang dibagi menjadi dua yaitu remaja awal (13/14 tahun
sampai 17 tahun), dan remaja akhir (17 -21 tahun).
WHO (dalam Sarwono, 1991), membagi tahapan perkembangan
remaja menjadi dua yaitu remaja awal (10 14 tahun) dan remaja akhir (15
-20 tahun). Remplein (dalam Monks, 1996), memberikan batasan usia remaja
yaitu 12-21 tahun, dan menambah masa krisis diantara masa pubertas dan
adolescene. Remplein memberikan 4 tahapan dalam pembent ukan/
perkembangan remaja, yaitu:
(laki-laki).
2. Pubertas, pada umur 13 -15,5 tahun (wanita) dan 14 -16 tahun (laki-laki).
3. Masa kritis, pada umur 15,5 -16,5 tahun (wanita) dan 16 -17 tahun
(laki-laki).
4. Adolescene / remaja, pada umur 16,5 -20 tahun (wanita) dan 17 -21 tahun
(laki-laki).
Hurlock (1990), membedakan usia remaja menjadi d ua periode
yaitu: awal (13-16/16 tahun) dan akhir (16/17 -18/19 tahun) dengan diawali /
dimulai dengan masa pubertas pada umur 12,5 14,5 tahun (wanita) dan 14
-16,5 (laki-laki). Berbeda dengan Hurlock, Thornburg (1982) mengacu pada
masyarakat Amerika, usia r emaja terbagi dalam pandangan masyarakat
yaitu: modern (11-22 tahun) dan tradisional (13 -18 tahun). Pada masyarakat
modern anak-anak sudah memiliki pengetahuan seperti orang dewasa,
sedangkan masyarakat tradisional menganggap usia 13 tahun masuk ke usia
remaja yang diperpendek, karena anak -anak sudah dipaksa untuk hidup
mandiri dan tidak tergantung pada orang tua.
Hurlock (1990) menyatakan garis pemisah antara masa remaja awal
dan masa remaja akhir sekitar 17 tahun. Pada masa ini mereka memasuki
sekolah menengah tingkat atas, dan saat ini diakui secara hukum di
Indonesia sebagai usia remaja.
Menjadi remaja menurut Furter (Monks, 1994) berarti juga mengerti
menjalankannya. Diharapkan sej alan dengan taraf perkembangan
intelektualnya, remaja sudah dapat menginternalisasi penilaian moral,
menjadikannya sebagai nilai pribadi sendiri, termasuk nilai dan ajaran
agama. Nilai dan ajaran tersebut kemudian diamalkan dalam kehidupan
sehari-hari.
Pada penelitian ini, remaja yang akan diambil sebagai sampel
penelitian adalah remaja menurut definisi dari Hurlock, yakni remaja akhir
atau remaja yang berusia 17 -21 tahun.
B. Religiositas
1. Pengertian Religiositas
Kata “religi” berasal dari bahasa latin religio yang akar katanya ialahreligare yang berarti mengikat (Driyarkara, 1988). Maksudnya ialah
bahwa di dalam religi (agama) terdapat aturan -aturan dan kewajiban yang
harus dilaksanakan, yang semuanya itu berfungsi mengikat dan
mengutuhkan diri seseo rang atau sekelompok orang dalam hubungannya
dengan Tuhan, sesama manusia dan alam sekitarnya.
Banyak ahli berpendapat bahwa agama atau religi memiliki
peran yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Menurut
Mangunwijaya (1986), istilah agama lebih menunjuk kepada Tuhan atau
kitab-kitab keramat dan sebagainya yang melingkupi segi -segi
kemasyarakatan (Gessellschaft, bahasa Jerman). Zimbardo (dalam
Dwiatmoko, 1993) berpendapat bahwa religiositas memainkan peranan
penting dalam cara hidup dan mengalami kehidupan. Religiositas lebih
melihat aspek yang “di dalam lubuk hati”, riak getaran hati nurani
pribadi, sikap personal yang sedikit banyak merupakan misteri bagi orang
lain, karena menapaskan intimitas jiwa, du Coeur dalam arti pascal,
yakni cita rasa yang mencakup totalitas (termasuk rasio dan rasa
manusiawinya) ke dalam si pribadi manusia. Dan karena itu, pada
dasarnya religiositas mengatasi atau lebih dalam dari agama yang tampak,
formal, resmi. Religiositas lebih berg erak dalam tata paguyuban
(Gemeischaft) yang cirinya lebih intim (Mangunwijaya, 1986).
Dalam Bambang Sugiharto (2004), Kierkegaard menyatakan
bahwa religius adalah tahap dimana orang sepenuhnya hidup dalam iman.
Motivasi dasar perilaku orang dalam tahap in i adalah bagaimana
menjalankan kehendak Tuhan. Hidup religius yang sejati adalah hidup
tersenyum dalam duka, damai dalam aneka ketegangan, melangkah
ringan dalam saat-saat yang berat dan menyesakkan. Baginya hidup,
betapapun bopengnya selalu merupakan pera yaan yang tak berkesudahan.
Terlepas dari pendapat tersebut, J. B. Pratt (dalam Ahmad N. P., 2000)
mengartikan religi sebagai sikap yang serius dan sosial dari individu
mereka anggap memiliki kekuasaan tertinggi terhadap kepentingan dan
nasib mereka.
Manusia religius menurut Mangunwijaya (1986) adalah orang
yang cinta pada kebenaran dan benci segala kebohongan serta
kemunafikan. Dia seorang perasa yang halus, peka terhadap getaran
-getaran sedih orang lain, dan suka menolong. Dia banyak merenung
tentang hakikat hidup dan mencari dengan tekun serta kritis lika -liku
perangkap penipuan pada dirinya maupun masyarakat sekelilingnya. Dia
dapat bergema terhadap segala yang indah dan luhur, sampai orang lain
merasakan kedamaian dan kepastian bila dekat dengannya. Dia boleh jadi
bukan orang yang sempurna atau teladan, akan tetapi toh terasa dan jujur
harus diakui, dia manusia baik, dia punya antena religius.
Religius menurut Scneiders (dalam Carolin e, 1999) merupakan
salah satu unsur yang turut mempengaruhi perkembangan kepribadian
individu. Religiositas dapat diartikan sebagai kehidupan beragama. Rm.
Tom Jacobs (2002) mengatakan bahwa religiositas, khususnya sebagai
iman personal, diungkapkan dalam agama dan diwujudnyatakan dalam
kehidupan sehari-hari.
Menurut Hartoko (1987) religiositas dapat tampil sebagai overt
behaviour (perilaku tampak) serta covert behaviour (perilaku tak
tampak). Dalam perilaku tampak, religius dapat dilihat dari gerak tubuh
kepada Allah, misal: gerakan tubuh tertentu umat Islam saat menjalankan
sholat; membuat tanda salib sebelum berdoa bagi umat Katholik. Perilaku
tak tampak dari religiositas dapat terekspres ikan dari pandangan individu
yang diwarnai oleh pandangan agamanya. Tiap -tiap agama atau
kepercayaan memiliki cara -cara yang khas dalam mengungkapkan
imannya kepada Allah, hal ini memberi corak khas pula bagi penampilan
religiositas penganutnya.
Religiositas menurut Meichati (dalam Caroline, 1999) dapat
memberikan kekuatan jiwa bagi seseorang dalam menghadapi tantangan
dan cobaan hidup, memberikan bantuan moral dalam menghadapi krisis,
serta menimbulkan kerelaan manusia menerima kenyataan sebagaimana
telah ditakdirkan Tuhan.
Berdasarkan teori-teori mengenai religiositas, maka dalam
penelitian ini pengertian mengenai religiositas lebih mengacu pada
pengertian kolaborasi antara Rm. Tom Jacobs (2002), Hartoko (1987),
dan Meichati (dalam Caroline, 1999).
2. Aspek-Aspek Religiositas
Banyak ahli membagi religiositas ke dalam aspek -aspek. Drewes
dan Mojau (2003) menyebut lima aspek religiositas yakni:
a. aspek ajaran atau doktrin, setiap agama mengajarkan kebenaran
tertentu,
cerita atau hikayat dengan makna yang luar biasa, misalnya mengenai
terjadinya dunia,
c. aspek etika, setiap agama memberi petunjuk -petunjuk mengenai
perilaku yang dianggap tepat,
d. aspek upacara, setiap agama memiliki ritual -ritual yang dilakukan
secara kolektif atau secara pribadi, misalnya perayaan tertentu,
e. aspek pengalaman, agama-agama mengenal (supranatural), misalnya:
kontak langsung dengan “kekuasaan tertinggi”.
Glock (Paloutzian, 1996) membagi religiositas menjadi 5 aspek
atau dimensi:
a. Religiositas belief, merupakan dimensi ideology, memberi gambaran
sejauh mana seseorang menerima hal -hal yang dogmatik dalam ajaran
agamanya. Misalnya: percaya adanya surga, neraka, malaikat, kiamat,
dan lain-lain.
b. Religiositas practice, merupakan dimensi ritual, yakni sejauh mana
seseorang mengerjakan kewajiban -kewajiban ritual agamanya.
Misalnya: mengikuti misa kudus pada hari Minggu bagi umat Katolik,
kebaktian hari Minggu bagi umat Kristen Prot estan, berpuasa di bulan
Ramadhan bagi umat Islam, tidak melakukan aktivitas pada hari raya
Nyepi bagi umat Hindu, dan lain -lain.
c. Religiositas feeling, merupakan dimensi perasaan, memberi gambaran
Misalnya: merasa dicintai Tuhan, merasa dosanya diampuni, merasa
doanya dikabulkan Tuhan.
d. Religiositas knowledge, merupakan dimensi intelektual, yaitu seberapa
jauh pengetahuan seseorang terhadap ajaran agama yang dianutnya,
terutama yang terdapat dalam Kitab Suci ataupun karya tulis lain yang
berpedoman pada Kitab Suci. Misalnya: orang tahu maksud hari raya
agamanya, hukum/ dogma agamanya, memahami isi Kitab Suci, dan
lain-lain.
e. Religiositas effect, merupakan dimensi konsekuensional, yakni
mengungkap sejauh mana perilaku seseorang dimotivasi olehajaran
agamanya dalam kehidupan sehari -hari. Misalnya: mau mengampuni
kesalahan sesama, mendoakan dan mencintai musuh, dan lain -lain.
Kelima aspek diatas tidak dapat berdiri sendiri, mereka
berhubungan satu dengan yang lainnya. Orang yang memiliki religiositas
belief yang tinggi bisa dikatakan memiliki religiositas feeling dan
menunjukkannya dalam religiositas practice (Paloutzian, 1996).
Lima aspek yang diungkapkan Glock diatas searah dengan aspek
religiositas Islam sebagaimana yang diungkapkan Kementerian
Kependudukan dan Lingkungan Hidup (dalam Diana, 1999), yaitu:
a. Aspek iman, menyangkut keyakinan dan hubungan manusia dengan
Tuhan, malaikat, para Nabi dan sebagainya,
yang telah ditetapkan, misalnya shalat, zakat dan puasa,
c. Aspek ihsan, menyangkut pengalaman dan perasaan tentang kehadiran
Tuhan, takut melanggar larangan, dan lain -lain,
d. Aspek ilmu, menyangkut pengetahuan seseorang tentang ajaran -ajaran
agama, dan
e. Aspek amal, menyangkut tingkah laku dalam kehidupan
bermasyarakat, misalnya menolong orang lain, membela orang lemah,
bekerja dan sebagainya.
Pembagian aspek religiositas yang akan dig unakan dalam
penelitian ini mengacu kepada rumusan Glock (dalam Paloutzian, 1996).
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi religiositas
Thouless (1992) membedakan faktor -faktor yang mempengaruhi
perkembangan sikap religiositas menjadi:
a. Faktor sosial, yang meliputi pengaruh pendidikan atau pengajaran dan
berbagai tekanan sosial. Hal ini mencakup semua pengaruh sosial
dalam perkembangan sikap religius, yaitu pendidikan dari orang tua,
tradisi-tradisi sosial, tekanan lingkungan sosial untuk menyesuaikan
diri dengan berbagai pendapat dan sikap yang disepakati lingkungan
itu.
b. Berbagai pengalaman yang membangun sikap religius, terutama
1. Faktor alami, yang meliputi keindahan, keselarasan, dan kebai kan di
dunia lain.
2. Faktor moral, yaitu konflik moral.
3. Faktor afektif, meliputi pengalaman emosional keagamaan.
c. Faktorfaktor yang seluruhnya atau sebagian timbul dari kebutuhan
-kebutuhan yang tidak terpenuhi terutama terhadap -kebutuhan
keamanan, cinta kasih, harga diri, dan ancaman kematian.
d. Faktor-faktor intelektual, yaitu berbagai proses pemikiran verbal. Tiap
orang memiliki perkembangan sikap religius yang berbeda karena
proses pemikiran verbal tiap orang berbeda -beda pula.
Dari uraian mengenai faktor -faktor yang mempengaruhi
religiositas, ternyata Hurlock (1991) menganggap pentingnya tingkat
perkembangan manusia sebagai faktor yang mempengaruhi kadar
religiositas seseorang. Masa dewasa dini dianggap sebagai masa paling
tidak religius, hal ini ditandai dengan menurunnya minat keagamaan, dan
ini seringkali menimbulkan hambatan dalam bidang keagamaan. Greely
(1988) mengatakan bahwa dalam sebagian besar penelitian mengenai
religiositas, kaum muda tampaknya kurang religius dibandi ngkan dengan
golongan usia setengah umur dan golongan setengah umur barangkali
lebih sedikit religius dibandingkan kaum tua. Biasanya kurangnya
ketaatan beragama pada kaum muda dihubungkan dengan proses
C. Tempat Ibadah dan Beribadah
1. Pengertian Tempat Ibadah
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1994), tempat berarti
ruang yang tersedia untuk melakukan sesuatu, sedangkan ibadah artinya
perbuatan untuk menyatakan bakti kepada Allah yang dida sari ketaatan
mengerjakan perintah -Nya dan menjauhi larangan -Nya. Jadi, tempat
ibadah berarti ruang yang tersedia untuk menyatakan bakti kepada Allah
yang didasari ketaatan mengerjakan perintah Nya dan menjauhi laragan
-Nya.
Di Indonesia ada 5 agama dan kep ercayaan yang diakui
keberadaan-Nya. Masing-masing agama tersebut memiliki tempat ibadah
sendiri-sendiri. Tempat ibadah dari 5 agama yang ada di Indonesia
menurut pengertian Peter dan Yeni (dalam Kamus Bahasa Indonesia
Kontemporer, 1991) yakni:
a. Agama Islam
1) Mesjid: bangunan suci yang digunakan untuk tempat sembahyang
orang Islam.
2) Musala: bangunan tempat sholat yang lebih kecil daripada Mesjid.
3) Surau: Langgar, tempat ibadah umat Islam.
b. Agama Kristen dan Katolik
1) Gereja: gedung (rumah) tempat berdoa dan melakukan upacara
2) Kapel:
Tempat beribadah umat Kristen yang lebih kecil daripada
Gereja.
Ruangan kecil di Gereja yang mempunyai altar.
Ruangan atau bangunan yang digunakan sebagai tempat
kebaktian, misalnya di sekolah.
c. Agama Hindu
1) Pura: tempat beribadat umat Hindu Dharma.
2) Puri: rumah pemujaan umat Hindu.
d. Agama Budha
1) Wihara: biara yang didiami oleh para biksu atau pendeta Budha.
2) Candi: bangunan kuno yang terbuat dari batu (sebagai tempat
pemujaan, penyimpanan abu jenasah raja -raja atau
pendeta-pendeta Hindu atau Budha pada zaman dulu).
2. Pengertian Beribadah
Beribadah berasal dari kata “ibadah” yang artinya perbuatan yang dilakukan berdasarkan rasa bakti dan taat kepada Allah, untuk
menjalankan perintah-Nya, serta menjauhi larangan -Nya. Beribadah
berarti mengerjakan segala kewajiban yang diperintahkan Allah (Peter
D. Dinamika perbedaan religiositas antara orang yang sering pergi ke tempat
ibadah dan orang yang jarang pergi ke tempat ibadah
Dewasa ini kehidupan b eragama pada individu-individu semakin
kurang diperhatikan, oleh karena itu masyarakat di mana di dalamnya masih
terdapat individu-individu yang peduli terhadap keberagamaan, mencoba
melakukan berbagai upaya untuk mempertahankan keberagamaan tersebut. Saat
ini mulai banyak bermunculan tempat peribadatan pada tiap -tiap kantor yang
semakin lama semakin banyak juga para pegawai yang memanfaatkannya.
Banyak sekolah yang sudah memiliki Musala, sehingga siswa -siswanya dapat
menjalankan ibadahnya (misalnya: sholat Jumat yang merupakan ibadah wajib
bagi setiap laki-laki muslim). Beribadah di tampat ibadah dipandang efektif
untuk memupuk religiositas bagi kalangan tertentu.
Berdoa dan beribadah sejatinya dapat dilakukan di mana saja dan
kapan saja, namun tak jarang p ula orang memandang bahwa tempat ibadah
adalah tempat paling tepat untuk memupuk religiositas. Contohnya saja
Seminari Menengah Mertoyudan yang mewajibkan siswa -siswanya mengikuti
misa harian di Kapel dan asrama putri SMA Pangudi Luhur Sedayu yang
mengharuskan para penghuninya untuk mengikuti misa harian di Gereja St.
Theresia Sedayu, semuanya itu dimaksudkan untuk memupuk religiositas pada
diri kaum muda-kaum muda tersebut. Padahal tanpa pergi ke Kapel atau ke
Gereja pun mereka juga dapat melakukan ibadah dengan cara berdoa sendiri
pribadi, bukan semata-mata sebagai suatu kewajiban atau tradisi belaka.
Benarkah berdoa dan beribadah di tempat ibadah lebih efektif untuk memupuk
religiositas seseorang?
Crichton (1987) mengatakan bahwa sikap sadar akan panggilan Tuhan
adalah sikap yang harus dipersiapkan seseorang sebelum mengikuti misa,
karena setiap kali jemaat Kristen berkumpul untuk perayaan ekaristi, mereka
dipanggil oleh Tuhan. Dari pernyataan tersebut, muncul asumsi bahwa semakin
sering seseorang mengikuti misa (baik di Kapel atau di Gereja) maka orang
tersebut akan semakin sadar akan panggilan Tuhan, semakin “dekat” pada
Tuhan. Dister (1982) menyatakan bahwa semakin semakin se seorang mengakui
adanya Tuhan dan kekuasaan -Nya, maka akan semakin tinggi tingkat
religiositasnya. Daradjad (1978) mengemukakan tentang kesadaran agama
(religious counsciousness) yang merupakan aspek kognisi dari aktivitas agama
dan pengalaman agama (religious experience) yang membawa perasaan pada
keyakinan yang dihasilkan oleh tindakan (alamiah). Dari ketiga pendapat
tersebut dapat dibuat suatu analogi: semakin sering orang pergi ke tempat
ibadah, ia semakin mengakui Tuhan. Semakin seseorang mengakui Tuha n, ia
makin religius. Jadi, semakin sering seseorang pergi ke tempat ibadah, maka ia
akan semakin religius.
Berlawanan dengan pendapat di atas, Drewes dan Mojau (2003)
menyatakan bahwa bahaya bagi agama yang terorganisir ialah, bahwa
menghadiri ibadah hanya pada saat -saat tertentu, tanpa memperhatikan isinya,
sudah dianggap cukup untuk hidup sebagai orang beragama. Dalam suasana
seperti itu bisa terjadi ketidaksesuaian antara kata (yang salah) dan perbuatan
(yang jahat). Ketidaksesuaian antara kata dan perbuatan ini pada gilirannya
akan menghasilkan sikap sinis terhadap ajaran agama. Senada dengan Drewes
dan Mojau, Bouyer (1994) mengungkapkan bahwa dalam menghayati
agamanya, orang dapat jatuh dalam literalisme yakni hanya terpaku pada
medium atau sarana pewahyuan Ilahi (modus significandi) dan tidak melihat apa
yang dimaksudkan (res significata). Dari dua pendapat tersebut dapat
dimengerti bahwa seringnya orang menjalani rutinitas keagama an, termasuk
rajin pergi ke tempat ibadah justru mengancam religiositas seseorang, apakah
benar-benar religius, ataukah hanya sebagai “pangkat” saja.
Dua kutub pendapat yang saling bertolak belakang tersebut tetap
memunculkan asumsi bahwa ada perbedaan rel igiositas antara orang yang
sering pergi ke tempat ibadah dan orang yang jarang pergi ke tempat ibadah.
Hal tersebut mendorong peneliti untuk menggali tentang perbedaan religiositas
antara orang yang sering pergi ke tempat ibadah dan orang yang jarang perg i ke
tempat ibadah.
E. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada perbedaan
religiositas antara orang yang sering pergi ke tempat ibadah dan orang yang
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah komparatif dengan menggunakan metode
kuesioner. Penelitian komparasi akan menemukan perbedaan tentang benda, orang,
kerja dan ide-ide terhadap orang, kelompok, ide atau prosedur kerja ( Arikunto,
1989). Penelitian ini adalah komparatif, yang bertujuan untuk melihat perbedaan
religiositas antara orang yang sering pergi ke tempat ibadah dan orang yang jarang
pergi ke tempat ibadah.
B. Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel adalah objek p enelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu
penelitian (Arikunto, 1983). Variabel adalah suatu sifat yang dapat memiliki
bermacam-macam nilai dan bervariasi (Kerlinger, 2000).
Variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Variabel Bebas (Independent Variable)
Variabel bebas adalah variabel yang menjadi sebab kemunculan variabel
terikat yang dipandang sebagai akibatnya (Kerlinger, 2000). Variabel bebas
dalam penelitian ini adalah frekuensi pergi ke tempat ibadah.
2. Variabel Terikat (Dependent Variable)
Variabel terikat adalah variabel yang diramalkan dan dipandang sebagai
terikat dalam penelitian ini adalah religiositas.
C. Subyek Penelitian
Subyek dalam penelitian ini adalah siswa -siswi SMA Pangudi Luhur
Sedayu yang termasuk dalam usia remaja menurut definisi dari Hurlock, yakni
remaja akhir atau remaja yang berusia 17 -21 tahun. Adapun kriteria subyek yang
diambil sebagai sampel penelitian in i antara lain:
1. Laki-laki atau Perempuan
Jenis kelamin subyek dalam penelitian ini tidak dibedakan karena
pengambilan subyek memakai teknik sampling kuota.
2. Usia Remaja Akhir
Menjadi remaja menurut Furter (Monks, 1994) berarti juga mengerti
nilai-nilai, tidak hanya memperoleh pengertian saja, melainkan juga dapat
menjalankannya. Sejalan dengan taraf perkembangan intelektualnya, remaja
sudah dapat menginternalisasi penilaian moral, menjadikannya sebagai nilai
pribadi sendiri, termasuk nilai dan ajaran ag ama. Dari pernyataan tersebut,
peneliti berasumsi bahwa masa remaja akhir memang sudah saatnya memiliki
kepedulian terhadap kehidupan religiusnya dan kita akan dapat melihat
perbedaan religiositas antara orang yang sering pergi ke tempat ibadah dan
orang yang jarang pergi ke tempat ibadah sejak awal, yakni sejak religiositas
3. Beragama
Subyek harus menganut salah satu dari lima agama yang diakui di
Indonesia, yakni: Islam, Kristen, Katholik, Hindu atau Budha, karena yang
dilihat dalam penelitian ini adalah perbedaan religiositas dan itu tak bisa lepas
dari kehidupan beragama seseorang.
D. Metode Pengumpulan Data
1. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Definisi operasional adalah spesifikasi kegiatan penelitian dalam
mengukur variabel dengan kata lain penegasan arti dari konstruk atau variabel
yang digunakan dengan cara tertentu untuk mengukurnya (Kerlinger, 2000).
Dalam penelitian ini akan dijelaskan definisi operasional tentang variabel
religiositas dan frekuensi pergi ke tempat ibadah.
a. Religiositas
Religiositas dalam penelitian ini adalah perilaku tampak maupun tidak
tampak yang mengekspresikan keimanan manusia kepada Allah, diungkap
dalam agama dan diwujudnyatakan dalam kehidupan sehari -hari yang
memberikan kekuatan jiwa bagi seseorang dalam menghad api tantangan dan
cobaan hidup, memberi bantuan moral dalam menghadapi krisis serta
menimbulkan kerelaan manusia menerima kenyataan sebagaimana telah
ditakdirkan Tuhan. Atau secara sederhana, religiositas yang dimaksud disini
ekspresi iman, kekuatan jiwa dan kepasrahan kepada Tuhan. Dalam
penelitian ini akan digunakan 4 aspek dari 5 aspek religiositas menurut
rumusan Glock (dalam Paloutzian, 1996), yakni aspek ideologi, perasaan,
intelektual, dan konsekuensional. Aspek ritual dibuang dengan alasan untuk
menghindari tumpang tindih antara aspek ritual dengan variable bebas dalam
penelitian ini, yakni frekuensi pergi ke tempat ibadah.
b. Frekuensi pergi ke tempat ibadah
Frekuensi pergi ke tempat ibadah yang dimaksud disini adalah
seberapa sering seseorang pergi ke tempat ibadah. Di sini peneliti
mengelompokkan subyek ke dalam dua kelompok, yakni kelompok sering
dan kelompok jarang. Patokan yang digunakan dalam pengelompokan
tersebut disesuaikan dengan agama yang dianut oleh tiap -tiap subyek. Yang
termasuk dalam kelompok sering sesuai dengan agamanya adalah:
1. Islam:
subyek yang rutin pergi ke Mesjid pada jam -jam sholat, dan subyek
laki-laki yang selalu mengikuti sholat Jumat di Mesjid,
subyek yang selalu mengikuti pengajian di Mesjid, baik pada hari
-hari biasa dan sholat I’ed di -hari raya.
2. Kristen :
Minimal selalu mengikuti kebaktian setiap hari minggu di Gereja
3. Katholik:
Minimal rutin menghadiri misa mingguan
Rutin menghadiri misa harian
Mengikuti misa harian, mingguan dan misa hari raya
4. Hindu:
Menghadiri upacara keagamaan secara rutin pada waktu -waktu
yang telah ditentukan dan juga setiap hari raya
5. Budha:
Minimal megikuti puja bakti seminggu sekali, dan juga menghadiri
puja bakti setiap hari raya.
2. Pengembangan Alat Pengumpul Data
a. Alat Pengumpul Data
Alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah kuesioner berskala
(Scaled Questionare) yaitu kuesioner religiositas yang disusun dan
dikembangkan oleh peneliti sendiri berdasarkan teori religiositas dari Rm.
Tom Jacobs (2002), Hartoko (1987) dan Meichati (dalam Caroline, 1999)
dalam bentuk skala bertingkat yang memuat pernyataan -pernyataan yang
dapat memperlihatkan tingkat religiositas baik orang yang sering pergi ke
tempat ibadah maupun orang yang jarang pergi ke tempat ibadah. Skala
(summated rating), yaitu metode penskalaan pernyataan sikap yang
menggunakan distribusi respon sebagai dasar penentuan nilai skalanya
(Gable, dalam Azwar, 1999). Dalam skala yang menggunakan rating yang
dijumlahkan (summated rating) ini, subyek diminta untuk merespon
pernyataan-pernyataan yang dirumuskan sec ara favorable maupun
unfavorable tentang suatu obyek. Dalam hal ini obyek skala adalah
religiositas.
Untuk masing-masing indikator terdapat pernyataan favorable dan
pernyataan unfavorable dalam jumlah yang seimbang. Pernyataan favorable
adalah pernyataan yang mendukung secara teknis atau memihak obyek yang
akan diukur, sebaliknya pernyataan yang tidak mendukung ataupun kontra
terhadap obyek yang hendak diukur disebut pernyataan unfavorable.
b. Penyusunan Item
Item-item dalam penelitian ini disusun berdasa rkan blue print yang
berisi rincian aspek-aspek religiositas menurut rumusan Glock (dalam
Paloutzian, 1996). Skala religiositas yang disusun terdiri dari 56 butir item
dan secara keseluruhan butir -butir pernyataan di dalam skala terdiri atas
pernyataanfavorable danunfavorable yang meliputi 4 komponen, yaitu:
1) Ideologi
Individu yang memiliki religiositas tinggi memiliki kepercayaan
tentang adanya Tuhan yang mencipta alam semesta, percaya mengenai
Tuhan terjadi dalam diri manusia. Indikator perilaku dari aspek ideologi
adalah percaya bahwa Tuhan yang mencipta alam semesta, percaya
mengenai kehendak Tuhan untuk manusia dan percaya adanya surga,
neraka, Malaikat, kiamat, dan lain -lain.
2) Perasaan
Gambaran suasana yang dimiliki individu yang religius selalu
berkaitan dengan kerinduan, keinginan untuk bersatu dengan Yang Ilahi,
pengalaman fisik, psikologis dan spiritual seseorang dan keinginan untuk
menganut suatu agama tertentu. Indikator peril aku yang mungkin digali
adalah merasa dicintai Tuhan, merasa doanya dikabulkan, dan merasa
dosanya diampuni.
3) Intelektual
Secara teoritis, individu yang religius memiliki pengetahuan yang
baik mengenai kepercayaan agamanya, sumber -sumber tentang agamanya,
dan sejarah naskah suci dalam agamanya. Indikator perilaku yang
diselidiki melalui penelitian ini adalah memahami hukum atau dogma dan
Kitab Suci agamanya, mengetahui maksud hari raya agamanya dan
mengetahui sejarah naskah suci dalam agamanya.
4) Konsekuensional
Aspek ini mengungkap sejauh mana perilaku seseorang dimotivasi
oleh ajaran agamanya dalam kehidupan sehari -hari. Indikator perilaku
kesalahan sesama dan mendoakan serta mencintai musuhnya.
Komponen religiositas secara rinci dapat dilihat pada blue print di
bawah ini:
Tabel III. 1
Blue Print Skala Religiositas
No. Aspek dan Indikator Perilaku Favorable Unfavorable Bobot (%)
dan spiritual.
d. Merasa dosanya diampuni. 22, 56 49, 55
3 Intelektual
Keterangan: setiap aspek diberi bobot persentase sama karena tidak ada dasar yang
c. Pemberian Skor
Dalam skala ini, subyek dihadapkan pada berbagai pernyataan dari
tiap-tiap item dengan empat pilihan jawaban sebagai alternatifnya. Alternatif
jawaban dibuat menjadi empat, maksudnya agar subyek dapat
memperkirakan sendiri jawaban yang paling sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya, masuk dalam kategori yang mana. Dari total skor yang diperoleh
nantinya, akan didapat gambaran yang lebih mendekati kondisi yang
sebenarnya. Untuk mengetahui kelompok subyek mana yang lebih religius,
akan dilihat dari rerata yang muncul.
Untuk pernyataan yang mendukung atau item yang favorable,
pemberian skor pada alternatif jawabannya adalah sebagai berikut:
Sangat Sesuai (SS) : 4
Sesuai (S) : 3
Tidak Sesuai (TS) : 2
Sangat Tidak Sesuai (STS) : 1
Untuk pernyataan yang tidak mendukung atau item yang unfavorable
pemberian skor pada alternatif jawabannya adalah sebagai berikut:
Sangat Tidak Sesuai (STS) : 4
Tidak Sesuai (TS) : 3
Sesuai (S) : 2
E. Pengujian Kelayakan Alat Penelitian
1. Uji Preliminer
Sebelum kuesioner dikirimkan pada responden yang sesungguhnya, pada
umumnya diadakan try out preliminer terlebih dahulu. Tujuannya adalah untuk
mengetahui apakah item -item yang telah disusun dapat dimengerti oleh subyek
seperti dimaksud oleh penyusun item.
Maksud try out preliminer ini adalah untuk menghindari pernyataan
-pernyataan yang kurang jelas maksudny a, untuk meniadakan kata -kata yang
terlalu asing atau yang menimbulkan kecurigaan, untuk memperbaiki
pernyataanpernyataan yang bisa dilewati atau hanya menimbulkan jawaban
-jawaban dangkal, untuk menambah item yang sangat perlu atau meniadakan
item yang ternyata tidak relevan dengan tujuan penelitian (Hadi, 1995).
2. Uji Validitas
Validitas dapat diartikan sebagai ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur
dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu alat ukur dapat dikatakan mempunyai
validitas yang tinggi apabi la alat tersebut mampu memberikan hasil ukur yang
sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut (Azwar, 1999). Pada
penelitian ini pengukuran validitas alat tes yang digunakan adalah metode
validitas isi. Validitas isi (Content Validity) ini merupakan validitas yang
sejauh mana isi tes tersebut mencerminkan atribut yang hendak diukur,
sehingga alat tes tersebut harus relevan dan tidak keluar dari batas tujuan ukur
(Azwar, 1999). Validitas isi dilakukan melalui professional judgement yang
dilakukan oleh dosen pembimbing. Jumlah item yang diajukan untuk uji coba
adalah 56 item.
Dasar kerja yang digunakan dalam professional judgement adalah memilih
item-item yang fungsi ukurnya selaras atau sesuai dengan fungsi ukur tes
sehingga item yang disusun tidak memperlihatkan kualitas yang baik, harus
disingkirkan atau direvisi lebih dahulu sebelum menjadi bagian dari tes (Azwar,
1995).
Validitas isi akan tercapai apabila item -item tes memberi kesimpulan
bahwa tes tersebut mengukur aspek -aspek yang relevan. Untuk menentukan
apakah item tes telah aspek -aspek yang relevan dilakukan dengan cara
pemeriksaan ulang kecocokan isi item dengan blue print-nya.
3. Uji Seleksi Item
Uji seleksi item dilakukan dengan cara menguji kualitas item -itemnya.
Seleksi item dalam penelitian ini yaitu melalui pendekatan konsistensi internal,
dimana pengujian konsistensi item dilakukan dengan menghitung koefisiensi
korelasi antara skor subyek pada setiap ite m dengan skor total skala sehingga
akan diperoleh suatu indeks daya beda item. Indeks daya beda item inilah yang
skala yang bersangkutan.
Adapun syarat item yang terpakai yaitu apabila k oefisien item totalnya
memiliki daya diskriminasi lebih atau sama dengan 0,30. Menurut Azwar
(1999), indeks diskriminasi item lebih atau sama dengan 0,30 dianggap
memiliki daya beda yang memuaskan, namun apabila koefisien validitas itu
kurang dari 0,30 biasanya dianggap sangat tidak memuaskan.
4. Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah keterpercayaan, keterandalan, keajegan, kestabilan dan
konsistensi (Azwar, 1999). Suatu hasil pengukuran dapat dipercaya apabila
dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran t erhadap kelompok subyek yang
sama menghasilkan angka yang relatif sama, selama aspek yang diukur dalam
diri subyek memang belum berubah.
Pendekatan yang digunakan dalam penghitungan reliabilitas alat tes ini
adalah koefisien alpha Cronbach, sebab koefisien alpha (α) mempunyai nilai
praktis dan koefisien yang tinggi karena hanya dilakukan sekali pada
sekelompok subyek (Azwar, 1999). Reliabilitas telah dianggap memuaskan bila
koefisien mencapai (rxx’) = 0,900. Namun koefisien yang tidak setinggi itu
biasanya sudah dianggap cukup baik (Azwar, 1999). Dengan koefisien
reliabilitas 0,900 berarti ada perbedaan (variasi) yang terjadi pada skor murni
sekelompok subyek yang bersangkutan. Dengan kata lain bahw a 10% dari
pengukuran tersebut (Azwar, 1999).
Dalam aplikasinya, reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas (rxx’)
yang angkanya berada dalam rentang 0 sampai dengan 1,00. Semaki n tinggi
koefisien reliabilitas mendekati 1,00 berarti semakin tinggi pula reliabilitasnya.
Sebaliknya, koefisien yang semakin rendah mendekati angka 0, semakin rendah
reliabilitasnya (Azwar, 1999).
Pendekatan konsistensi internal melalui prosedur Cronbac h alpha ini
bertujuan melihat konsistensi antar item atau antar bagian dalan skala.
Pendekatan ini juga dimaksudkan untuk menghindari masalah yang biasanya
timbul dari pendekatan tes ulang dan bentuk pararel. Prosedur pendekatan ini
menggunakan satu bentuk tes yang dikenakan hanya sekali saja pada kelompok
subyek. Oleh karena itu, pendekatan ini mempunyai nilai praktis dan efisiensi
yang tinggi.
F. Metode Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan tujuan untuk mengolah data hasil penelitian
yang masih berupa data kasar menjadi data yang lebih mudah dibaca dan
diinterpretasikan. Metode yang digunakan untuk menganalisis data penelitian ini
adalah uji. t dengan menggunakan program independent sample t. test dari SPSS
10,00 for windows. Uji. t digunakan denga n alasan untuk melihat perbedaan
religiositas antara orang yang sering pergi ke tempat ibadah dengan orang yang
kedua sample (Hadi, 1992).
1. Uji Asumsi Analisis Data
Untuk memperoleh kesimpulan yang tidak menyimpang dari tujuan
penelitian, terlebih dulu dilakukan uji asumsi data yang meliputi:
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah distribusi sebaran
variabel bebas dan variabel tergantung be rsifat normal atau tidak. Uji
normalitas dilakukan dengan program SPSS versi 10,00 dengan One Sample
Kolmogorof-Smirnov Test.
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui apakah varians dari
sampel yang akan diuji tersebut sesuai atau sam a. Uji homogenitas dilakukan
dengan menggunakan Levene’s Test for Equality of Variance.
2. Uji Hipotesis Penelitian
Data yang telah diperoleh akan diberi skor secara kuantitatif sesuai dengan
cara penilaian terhsadap skala. Kemudian, akan diuji denga n menggunakan
teknik uji. t dengan menggunakan Independent Sampling t. Test. Adapun alat
bantu yang digunakan dalam pengolahan data tersebut menggunakan program
SPSS versi 10,00. Uji. t sendiri merupakan suatu cara untuk membandingkan
laku atau keadaan dua kelompok. Metode ini digunakan dengan alasan untuk
menguji apakah rata-rata (mean) religiositas remaja akhir yang sering pergi ke
tempat ibadah berbeda secara signifikan dengan religi ositas remaja akhir yang
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Persiapan Penelitian
1. Persiapan Penelitian
Langkah pertama yang dilakukan peneliti sebelum melaksanakan
penelitian adalah membuat surat keterangan dari Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma. Surat tersebut berfungsi sebagai surat pengantar
dari pihak universitas untuk memperoleh perijinan me lakukan penelitian di
instansi pendidikan yang dituju.
Peneliti mendapatkan surat ijin yang dikeluarkan oleh Fakultas
Psikologi Universitas Sanata Dharma dengan nomor: 07.a/D/Psi/USD/II/2006
yang pada langkah berikutnya diserahkan peneliti kepada pimpinan Sekolah
Menengah Atas Pangudi Luhur Sedayu sebagai lokasi penelitian yang
sesungguhnya.
2. Orientasi Kancah
SMA Pangudi Luhur Sedayu didirikan pada tahun1967 atas prakarsa
dari masyarakat dan Pastor Paroki Sedayu yang merasa prihatin melihat
bahwa banyak anak lulusan SMP pada masa itu yang kesulitan untuk
melanjutkan sekolah ke jenjang berikutnya. Jauhnya jarak dan sulitnya
transportasi dari sedayu ke Yogyakarta membuat sebagian besar lulusan SMP
menengah di Sedayu. Awalnya sekolah ini bernama SPG Santo Paulus,
namun pada perkembangan selanjutnya yakni pada tahun 1968, sekolah ini
berada dibawah naungan Yayasan Pangudi Luhur yang dikelola oleh Bruder
-bruder FIC. Setahun kemudian, atas kebijakan pemerintah bahwa semua SPG
harus ditutup dan dengan berdasar pada SK Mendikbud RI tertanggal 25
Februari 1989, maka SPG Santo Paulus beralih fungsi menjadi SMA.
Secara umum, SMA Pangudi Luhur Sedayu memiliki dua tujuan. Pertama,
meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan siswa agar mampu
melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi sejalan dengan perkembangan jaman
dan teknologi. Kedua, meningkatkan kemampuan siswa sebagai anggota
masyarakat dalam mengadakan interaksi sosial dengan budaya dan
lingkungan sosialnya. Berdasarkan tujuan tersebut, SMA Pangudi Luhur
Sedayu selalu berusaha memperkaya siswa dengan pendidikan nilai,
pembentukan pribadi dan pendidikan ketrampilan.
SMA Pangudi Luhur Sedayu memiliki tenaga pengajar yang rata -rata S1
dan merupakan persekutuan yang selalu menekankan kerjasama dengan
semangat Sang Guru Sejati. Dengan pengajar profesional dan berkompeten di
bidangnya tersebut, sekolah ini mengupayakan agar peserta didik dapat
berkembang secara utuh dalam keunggulan, keharmonisan, intelektualitas,
sosialitas, humanitas dan religiositasnya. Kesadaran bahwa pendidikan yang
baik bukan menjadikan murid hanya sebagai konsumen tapi juga sebagai
telah diberlakukan di sekolah ini dan didukung oleh hubungan yang baik dan
seimbang antar tiga komponen pendidikannya, yakni: murid, guru dan sistem
managerial yang baik dan rapi.
3. Uji Coba Alat Ukur
Hasil penelitian yang akurat memerlukan alat ukur yang akurat dan dapat
dipercaya. Untuk mendapatkan alat ukur yang handal tersebut maka skala yang
digunakan dalam penelitian ini diujicobakan terlebih dahulu, kemudian
dihitung validitas dan reliabilitas alat ukur tersebut sebelum dikenakan pada
subyek penelitian.
Uji coba alat ukur dikenakan pada 40 subyek yang memenuhi kriteria
yang telah ditentukan dalam penelitian ini. Pengambilan subyek uji coba alat
ukur dilakukan secara acak dari beberapa SMA yang berbeda-beda. Dari data
yang diperoleh tersebut kemudian diuji validitas dan reliabilitas alat ukurnya.
a. Validitas Isi
Uji validitas isi dilakukan sebelum uji coba dilaksanakan. Validitas isi
dilihat berdasarkan analisis rasional terhadap item -item pada skala yang
akan diberikan serta berdasarkan pendapat profesional.
Item-item yang telah disusun diperiksa relevansinya den gan
komponen atribut yang diukur. Pemeriksaan relevansi tersebut dilakukan
berdasarkan analisis rasional yang dilakukan oleh peneliti dan teman
-teman peneliti, sedangkan pendapat profesional diperoleh melalui koreksi
b. Analisis Item
Syarat item yang terpakai adalah apabila koefisien item totalnya
memiliki daya diskriminasi lebih atau sama dengan 0,30. Menurut Azwar
(1999), indeks diskriminasi item lebih atau sama dengan 0,30 dianggap
memiliki daya beda yang memuaskan, namun apabila koefisiennya kurang
dari 0,30 dianggap sangat tidak memuaskan.
Setelah dilakukan analisis item, ternyata terdapat 11 butir item yang
gugur yaitu item nomor 3, 4, 6, 7, 21, 22, 37, 49, 51, 55, 56. Dari 56 item
yang diujicobakan terdapat 45 i tem yang valid. Sebaran item yang valid
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel IV. 1
Distribusi Item Skala Religio sitas Setelah Uji Coba
No. Aspek dan Indikator Perilaku Favorable Unfavorable Bobot