• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimasi komposisi dan kecepatan alir fase gerak sistem kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik pada pemisahan salbutamol sulfat dan guaifenesin dalam sediaan obat sirup ``Merek X`` - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Optimasi komposisi dan kecepatan alir fase gerak sistem kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik pada pemisahan salbutamol sulfat dan guaifenesin dalam sediaan obat sirup ``Merek X`` - USD Repository"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

OPTIMASI KOMPOSISI DAN KECEPATAN ALIR FASE GERAK SISTEM KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI FASE TERBALIK PADA PEMISAHAN SALBUTAMOL SULFAT DAN GUAIFENESIN DALAM

SEDIAAN OBAT SIRUP “MEREK X”

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh : Aries Mulyawan NIM: 108114037

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

i

OPTIMASI KOMPOSISI DAN KECEPATAN ALIR FASE GERAK SISTEM KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI FASE TERBALIK PADA PEMISAHAN SALBUTAMOL SULFAT DAN GUAIFENESIN DALAM

SEDIAAN OBAT SIRUP “MEREK X”

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh : Aries Mulyawan NIM: 108114037

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)

ii

Persetujuan Pembimbing

OPTIMASI KOMPOSISI DAN KECEPATAN ALIR FASE GERAK SISTEM KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI FASE TERBALIK PADA PEMISAHAN SALBUTAMOL SULFAT DAN GUAIFENESIN DALAM

SEDIAAN OBAT SIRUP “MEREK X”

Skripsi yang diajukan oleh: Aries Mulyawan NIM : 108114037

Telah disetujui oleh:

Pembimbing

(4)

iii

Pengesahan Skripsi Berjudul

OPTIMASI KOMPOSISI DAN KECEPATAN ALIR FASE GERAK SISTEM KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI FASE TERBALIK PADA PEMISAHAN SALBUTAMOL SULFAT DAN GUAIFENESIN DALAM

SEDIAAN OBAT SIRUP “MEREK X”

Oleh : Aries Mulyawan NIM : 108114037

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma pada tanggal : 01 April 2014

Mengetahui Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

Dekan

Ipang Djunarko, M.Sc., Apt.

Panitia Penguji : Tanda Tangan

1. Prof. Dr. Sudibyo Martono, M.S., Apt. …………..

2. Jeffry Julianus, M.Si. …………..

(5)

iv

Halaman Persembahan

“Ask, and it will be given to you; seek, and you will find; knock, and it

will be opened to you.” –

Matthew 7:7

Aku tak akan pernah menyerah untuk terus memikul salib-Mu Tuhan,

dan aku tak akan pernah berhenti untuk percaya bahwa Engkau selalu

ada untukku. Aku tahu ini semua tidak akan ada artinya tanpa ada

campur tangan-Mu, Terima Kasih Tuhan Yesus Kristus

Impian itu ada untuk dicapai bukan tuk diimpikan

terus-menerus tanpa tahu cara mencapainya”

- Aries mulyawan

Karya ini saya persembahkan kepada Allah Bapa, Yesus Kristus, Roh

kudus pelindung-ku, Papa, Mama, Saudara-ku, Almamater ku, seluruh

dosen dan teman-teman yang telah banyak membantu dalam penyusunan

skripsi ini.

~KEEP MOVING FORWARD~

“For God so loved the world that he gave his only son. So that everyone who believes in him may not perish

but may have eternal life”

(6)

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan

dalam kutipan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Apabila di kemudian hari diberlakukan indikasi plagiarisme dalam naskah

ini, maka saya bersedia menanggung segala sangsi sesuai peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Yogyakarta, Febuari 2014

Penulis

(7)

vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Aries Mulyawan

Nomor Mahasiswa : 108114037

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

OPTIMASI KOMPOSISI DAN KECEPATAN ALIR FASE GERAK SISTEM KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI FASE TERBALIK PADA PEMISAHAN SALBUTAMOL SULFAT DAN GUAIFENESIN DALAM

SEDIAAN OBAT SIRUP “MEREK X”

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat sebenarnya

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: Febuari 2014

Yang menyatakan

(8)

vii PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat

dan anugerah yang telah diberikan sehingga penelitian dan penyusunan skrupsi yang

berjudul “Optimasi Komposisi dan Kecepatan Alir Fase Gerak Sistem Kromatografi

Cair Kinerja Tinggi Fase Terbalik pada Pemisahan Salbutamol Sulfat dan

Guaifenesin dalam Sediaan Obat Sirup “Merek X”” dapat diselesaikan dengan baik.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana farmasi

(S.Farm) di Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Dalam pelaksanaan penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini,

penulis mendapat banyak dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,

penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku dekan Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma, Yogyakarta.

2. Prof. Dr. Sudibyo Martono, M.S., Apt. selaku Dosen Pembimbing yang telah

membimbing, memberi masukan dan jalan keluar serta saran yang sangat

bermanfaat dalam menyelesaikan penelitian ini hingga penyusunan naskah

skripsi.

3. Jeffry Julianus, M.Si. dan Florentinus Dika Octa Riswanto, M. Sc. selaku

dosen penguji yang telah memberikan saran dan kritik yang membangun

(9)

viii

4. Seluruh Dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah

mendampingi, membagi ilmu dan pengalamannya yang sangat bermanfaat

dalam bidang farmasi.

5. Seluruh Staf laboratorium kimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma terutama Mas Agung, Mas Bimo, Mas Kayat, Pak Parlan, Mas

Ottok, Pak Mus, dan Pak Iswanto yang telah banyak membantu dan bersedia

untuk direpotkan selama penulis menyelesaikan penelitian skripsi ini.

6. PT. Ifars Pharmaceutical Laboratories yang telah bersedia memberikan

senyawa standar salbutamol sulfat yang berguna bagi penelitian.

7. Yani Ardiyanti, SF., Apt. selaku mahasiswa Strata-2 Universitas Gadjah

Mada Yogyakarta, yang telah bersedia memberikan senyawa standar

guaifenesin yang berguna bagi penelitian.

8. Orang Tua, Hendra wijaya, Dicky Chandra keluargaku tercinta yang telah

memberikan semangat, doa dan dukungan dalam penyusunan skripsi ini.

9. Agustinus Hendy L., Priscilla Novelia S. sebagai teman seperjuangan skripsi

satu tema yang telah membantu dan memberi semangat dalam penelitian ini.

10.Teman-teman “three musketeers”, terima kasih atas persahabatan,

kegembiraan, dan semangat yang diberikan sejak SMA sampai sekarang.

11.Lelo, Stevan, Christian, Didit, Daniel, dan semua teman-teman FST A 2010

yang bersama-sama berjuang dalam skripsinya masing-masing, terima kasih

(10)

ix

12.Teman-Teman angkatan 2010 Fakultas Farmasi Sanata Dharma, terima kasih

atas pengalaman dan kebersamaan selama ini.

13.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu

penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Terima kasih atas dukungannya.

Penulis menyadari bahwa masih di dalam skripsi ini masih banyak

kekurangan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang membangun sangat penulis

harapkan. Semoga skripsi ini dapat membantu dan bermanfaat bagi pembaca dan

dapat berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

(11)

x DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... vi

(12)

xi

C. Metode analisis salbutamol sulfat dan guaifenesin ... 10

D. Spektrofotometer UV ... 11

1. Radiasi Elektromagnetik ... 11

2. Serapan Senyawa ... 13

3. Gugus-Gugus Yang Berperan Dalam Penyerapan Radiasi Elektromagnetik ... 15

E. Larutan bufer ... 15

F. Kromatografi cair kinerja tinggi ... 17

1. Pengenalan dan instrumentasi KCKT ... 17

a. Kolom ... 19

b. Fase Gerak ... 20

c. Detektor ... 22

2. Mekanisme Pemisahan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Fase Terbalik ... 22

3. Parameter-Parameter Penting Dalam Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ... 23

a. Parameter Waktu Retensi ... 23

b. Faktor Kapasitas ... 24

c. Efisiensi Kolom ... 24

d. Asymmetry factor dan Tailing Factor ... 26

G. Landasan teori ... 28

(13)

xii

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 30

B. Variabel Penelitian ... 30

1. Variabel bebas ... 30

2. Variabel tergantung ... 30

3. Variabel pengacau terkendali ... 31

C. Definisi Operasional ... 31

D. Bahan Penelitian ... 31

E. Alat penelitian ... 32

F. Tatacara Penelitian ... 33

1. Pembuatan asam fosfat 0,1M ... 33

2. Pembuatan bufer kalium dihidrogen fosfat 0,01M ... 33

3. Pembuatan fase gerak ... 33

4. Pembuatan larutan baku salbutamol sulfat dan guaifenesin yang digunakan untuk penentuan panjang gelombang ... 33

5. Pembuatan Pembuatan larutan baku salbutamol sulfat dan guaifenesin yang digunakan untuk optimasi dengan metode KCKT ... 34

6. Pembuatan larutan baku campuran salbutamol sulfat dan guaifenesin ... 35

7. Penentuan panjang gelombang pengamatan salbutamol sulfat dan guaifenesin dengan spektrofotometer UV-Vis ... 35

8. Preparasi sampel ... 36

9. Optimasi salbutamol sulfat dan guaifenesin dengan menggunakan metode KCKT fase terbalik ... 36

G. Analisis Hasil ... 38

(14)

xiii

2. Waktu retensi ... 40

3. Nilai resolusi ... 40

4. Nilai HETP ... 40

5. Nilai koefisien variansi ... 41

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pemilihan pelarut ... 42

B. Penentuan fase gerak ... 43

C. Pembuatan larutan baku ... 47

D. Penentuan panjang gelombang pengamatan salbutamol sulfat dan guaifenesin menggunakan spektrofotometer UV-Vis ... 49

E. Optimasi komposisi dan kecepatan alir fase gerak ... 53

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 81

B. Saran ... 81

DAFTAR PUSTAKA ... 82

LAMPIRAN ... 84

(15)

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel I. Jenis bufer yang sering digunakan pada sistem KCKT fase terbalik ... 17

Tabel II. Karakteristik beberapa pelarut yang digunakan dalam sistem KCKT ... 21

Tabel III. Indeks polaritas campuran fase gerak metanol : bufer fosfat 0,01M pH3 ... 46

Tabel IV. Waktu retensi baku salbutamol sulfat dan guaifenesin ... 54

Tabel V. Nilai tailing factor salbutamol sulfat dan guaifenesin ... 58

Tabel VI. Hasil optimasi salbutamol sulfat dan guaifenesin berdasarkan bentuk puncak ... 59

Tabel VII. Nilai resolusi pada sampel yang mengandung salbutamol sulfat dan guaifenesin pada fase gerak metanol : bufer fosfat 0,01M 40:60; 45:55; 50:50; 55:45 dan 60:40 dengan kecepatan alir 0,5 dan 1 mL/menit ... 60

Tabel VIII. Uji kesesuaian sistem salbutamol sulfat pada pemisahan larutan baku campuran salbutamol sulfat 1,6 µg/mL dan guaifenesin 120 µg/mL dengan fase gerak metanol : bufer fosfat 0,01M 40:60 pada kecepatan alir 1,0 mL/menit ... 78

Tabel IX. Uji kesesuaian sistem guaifenesin pada pemisahan larutan baku campuran salbutamol sulfat 1,6 µg/mL dan guaifenesin 120 µg/mL dengan fase gerak metanol : bufer fosfat 0,01M 40:60 pada kecepatan alir 1,0 mL/menit ... 78

(16)

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Struktur salbutamol sulfat... 8

Gambar 2. Struktur guaifenesin... 9

Gambar 3. Skema panjang gelombang ... 12

Gambar 4. Skema eksitasi elektron ... 13

Gambar 5. Skema sistem KCKT ... 19

Gambar 6. Struktur oktadesilsilan (C18) ... 19

Gambar 7. Penentuan waktu retensi (tR) dan waktu mati (t0) ... 24

Gambar 8. Penentuan parameter efisiensi kolom ... 25

Gambar 9. Penentuan parameter asymmetry factor... 26

Gambar 10. Perbedaan bentuk peak tailing dan fronting ... 27

Gambar 11. Penentuan asymmetry factor dan tailing factor ... 27

Gambar 12. Gugus kromofor dan auksokrom dari salbutamol sulfat ... 50

Gambar 13. Gugus kromofor dan auksokrom dari guaifenesin ... 50

Gambar 14. Spektra salbutamol sulfat pada 3 seri konsentrasi ... 51

Gambar 15. Spektra guaifenesin pada 3 seri konsentrasi ... 51

Gambar 16. Spektra gabungan salbutamol sulfat dan guaifenesin ... 52

(17)

xvi

Gambar 18. Interaksi zat analit dengan fase gerak ... 56

Gambar 19. Kromatogram salbutamol sulfat konsentrasi 10 µg/mL, guaifenesin konsentrasi 60 µg/mL dan sampel pada komposisi fase gerak metanol : bufer fosfat 0,01M (40:60) dengan kecepatan alir 0,5 mL/menit ... 62

Gambar 20. Kromatogram salbutamol sulfat konsentrasi 10 µg/mL, guaifenesin konsentrasi 60 µg/mL dan sampel pada komposisi fase gerak metanol : bufer fosfat 0,01M (40:60) dengan kecepatan alir 1,0 mL/menit ... 63

Gambar 21. Gugus residu silanol bebas ... 64

Gambar 22. Kromatogram salbutamol sulfat konsentrasi 10 µg/mL, guaifenesin konsentrasi 60 µg/mL dan sampel pada komposisi fase gerak metanol : bufer fosfat 0,01M (45:55) dengan kecepatan alir 0,5 mL/menit ... 66

Gambar 23. Kromatogram salbutamol sulfat konsentrasi 10 µg/mL, guaifenesin konsentrasi 60 µg/mL dan sampel pada komposisi fase gerak metanol : bufer fosfat 0,01M (45:55) dengan kecepatan alir 1,0 mL/menit ... 67

Gambar 24. Kromatogram salbutamol sulfat konsentrasi 10 µg/mL, guaifenesin konsentrasi 60 µg/mL dan sampel pada komposisi fase gerak metanol : bufer fosfat 0,01M (50:50) dengan kecepatan alir 0,5 mL/menit ... 69

(18)

xvii

komposisi fase gerak metanol : bufer fosfat 0,01M (50:50) dengan kecepatan alir 1,0 mL/menit ... 70

Gambar 26. Kromatogram salbutamol sulfat konsentrasi 10 µg/mL, guaifenesin konsentrasi 60 µg/mL dan sampel pada komposisi fase gerak metanol : bufer fosfat 0,01M (55:45) dengan kecepatan alir 0,5 mL/menit ... 72

Gambar 27. Kromatogram salbutamol sulfat konsentrasi 10 µg/mL, guaifenesin konsentrasi 60 µg/mL dan sampel pada komposisi fase gerak metanol : bufer fosfat 0,01M (55:45) dengan kecepatan alir 1,0 mL/menit ... 73

Gambar 28. Kromatogram salbutamol sulfat konsentrasi 10 µg/mL, guaifenesin konsentrasi 60 µg/mL dan sampel pada komposisi fase gerak metanol : bufer fosfat 0,01M (60:40) dengan kecepatan alir 0,5 mL/menit ... 75

(19)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Certificate of Analysis (CoA) baku salbutamol sulfat ... 85

Lampiran 2. Certificate of Analysis (CoA) baku guaifenesin ... 87

Lampiran 3. Perhitungan polaritas fase gerak yang dioptimasi ... 90

(20)

xix INTISARI

Salbutamol sulfat dan guaifenesin merupakan zat aktif yang terdapat dalam sediaan obat sirup yang ditujukan pada pasien yang mengalami batuk yang disertai dengan sesak nafas (asma). Kombinasi salbutamol sulfat dan guaifenesin dalam sediaan obat harus dapat menghasilkan efek farmakologis yang diinginkan sehingga perlu adanya penjaminan mutu terkait kadar salbutamol sulfat dan guaifenesin dalam sediaannya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi optimal dari metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik sebagai metode yang digunakan dalam penetapan kadar salbutamol sulfat dan guaifenesin dalam sediaan

obat sirup “merek X”. Dilakukan optimasi untuk menentukan sistem KCKT fase terbalik menggunakan kolom C18 dengan fase gerak metanol : 0,01M kalium dihidrogen fosfat pH 3,0 (40:60), (45:55), (50:50), (55:45) dan (60:40) serta kecepatan alir 0,5 dan 1,0 mL/menit dengan parameter uji berupa: bentuk peak, retention time (tR), nilai resolusi, nilai koefisien variansi dari resolusi, tailing factor,

HETP, area under curve (AUC) dan waktu retensi salbutamol sulfat dan guaifenesin.

Kondisi optimum sistem KCKT fase terbalik yang diperoleh adalah fase gerak metanol : 0,01M kalium dihidrogen fosfat pH 3,0 (40:60) pada kecepatan alir 1,0 mL/menit. Kondisi ini memenuhi parameter pemisahan yang baik yaitu tailing factor salbutamol sulfat 1,439 dan guaifenesin 0,767, waktu retensi salbutamol sulfat

2,905 dan guaifenesin 8,750 menit, dan nilai resolusi yaitu 10,462, nilai HETP paling kecil yaitu 48,440 dan nilai %RSD < 2%.

(21)

xx ABSTRACT

Salbutamol sulphate and guaifenesin are active substances contained in syrup dosage form for cough disease accompanied by dyspnoea (asthma). Combination of salbutamol sulphate and guaifenesin in drug preparation have to produce pharmacological effect, so the drug preparation needs the quality assurance of product related to levels of salbutamol sulphate and guaifenesin.

This study aims to determine the optimum conditions for Reverse Phase High Performance Liquid Chromatography (RP-HPLC) to analysis of salbutamol

sulphate and guaifenesin in syrup dosage form brand “X”. RP-HPLC system using C18 column with methanol : potassium dihydrogen phosphate 0.01M pH 3.0 (40:60), (45:55), (50:50), (55:45) and (60:40) as mobile phase with varying flow rate 0,5 and 1,0 mL/min to determine peak shape, retention time (tR), resolution, coefficient of variation value of resolution, tailing factor, HETP, area under curve (AUC), and retention time of salbutamol sulphate and guaifenesin.

The optimum condition of RP-HPLC that could be achieved is methanol : potassium dihydrogen phosphate 0.01M pH 3.0 (40:60) in the flow rate 1.0 mL/min. this optimum condition has fulfill the good separation parameters which are tailing factor value for salbutamol sulphate 1.439 and guaifenesin 0.767, retention time of salbutamol sulphate 2.905 and guaifenesin 8.750 min, with resolution value is 10.462, and coefficient of variation (%CV) value is more than 2%.

(22)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Batuk merupakan aksi untuk perlindungan dan pertahanan tubuh dengan cara

mengeluarkan mucus, zat asing, dan infeksi oleh mikroorganisme dari laring, trakea

atau bronkus menuju keluar tubuh (Asdie, 1995). Salah satu obat yang digunakan

dalam pengobatan batuk berdahak adalah guaifenesin.

Asma merupakan penyakit kronik pada saluran pernapasan yang ditandai

dengan adanya hiperaktivitas bronkus yaitu kepekaan saluran napas terhadap berbagai

ransangan. Penyakit asma termasuk dalam lima besar penyakit yang dapat

menyebabkan kematian, di dunia ada sekitar 5-30% manusia yang menderita akibat

penyakit asma. Prevalensi penyakit asma di Indonesia diperkirakan 3,32% dari

jumlah penduduk (Oemiati dkk., 2010). Salah satu obat yang digunakan dalam

pengobatan asma adalah salbutamol sulfat.

Pada penggunaannya, kombinasi salbutamol sulfat dan guaifenesin dalam

sediaan obat sirup ditujukan pada pasien yang mengalami batuk yang disertai oleh

sesak nafas (asma). Seperti obat-obat pada umumnya, kombinasi salbutamol sulfat

(23)

farmakologis yang diinginkan. Oleh karena itu, perlu penetapan kadar salbutamol

sulfat dan guaifenesin dalam sediaannya untuk menjamin ketepatan dosis tiap sediaan

sehingga dapat menjamin dihasilkannya efek farmakologis dan keamanan obat dalam

pemakaiannya.

Guaifenesin (3-(2-metoksifenoksi)-1,2-propanadiol) merupakan obat batuk

yang memiliki aktivitas sebagai ekspektoran dengan meningkatkan volume dan

mengurangi kekentalan sputum dengan cara merangsang selaput lendir lambung,

sehingga sekresi bronkial naik melalui reflex parasimpatik untuk membuang sputum

(Walode dkk., 2013). Guaifenesin berbentuk serbuk hablur, putih sampai agak

kelabu. Guaifenesin larut dalam air, etanol, kloroform, dan propilen glikol tetapi agak

sukar larut dalam gliserin (Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan RI,

1995). Guaifenesin memiliki bobot molekul 198,2 g/mol; titik lebur 78-82oC; nilai

log P (oktanol/air)= 1,4; dalam suasana asam memiliki panjang gelombang

maksimum (λmax) 273 nm dengan nilai 𝐴11%𝑐𝑚 =125a (Moffat dkk., 2011).

Salbutamol sulfat merupakan salah satu obat yang banyak digunakan dalam

pengobatan penyakit asma. Salbutamol sulfat biasanya diberikan melalui rute inhalasi

untuk efek langsung pada otot polos bronkus. Salbutamol bekerja pada reseptor β

2-adrenergik agonis dengan menghasilkan efek bronkodilatasi. Dosis salbutamol sulfat

(24)

Salbutamol sulfat mengandung tidak kurang dari 98,5% dan tidak lebih dari

101,0% (C13H21NO3)2.H2SO4 dihitung terhadap zat anhidrat. Salbutamol sulfat

berbentuk serbuk putih atau hampir putih, mudah larut dalam air, sukar larut dalam

etanol, kloroform, dan dalam eter (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan

Makanan RI, 1995). Salbutamol sulfat dalam suasana asam memiliki λmax 276nm,

𝐴11%𝑐𝑚 = 71a dan dalam suasana basa memiliki λmax 245nm dan 𝐴11%𝑐𝑚 = 510a; serta

λmax 295nm dan 𝐴11%𝑐𝑚 = 133a. Sifat kimia salbutamol sulfat antara lain nilai log P

(oktanol/air) = 0,6 serta nilai pKa 9,3 dan 10,3 (Moffat dkk., 2011).

Penelitian mengenai salbutamol dan guaifenesin dilakukan oleh Walode,

S.G., Deshpande, S.D., dan Deshpande, A.V. (2013) dalam indikasi stabilitas metode

metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) fase terbalik untuk estimasi simultan

salbutamol sulfat dan guaifenesin menggunakan jenis kolom ODS-3V C18 (250 x 4,6

mm), fase gerak campuran asetonotril : 50 mM bufer dinatrium hidrogen fosfat dan

0,1% trietilamin (36:64 v/v pH 3,0) dan kecepatan alir fase gerak 0,8 mL/menit

memberikan hasil % recovery antara 99,82-101,07%, % RSD < 1,81 dan koefisien

korelasi 0,998 untuk salbutamol sulfat dan 0,999 untuk guaifenesin. Penelitian yang

akan dilakukan adalah optimasi pemisahan campuran salbutamol dan guaifenesin

sebagai zat aktif dalam sediaan obat sirup “merek X” mengunakan jenis kolom C18

fase gerak metanol : 0,01M kalium dihidrogen fosfat dan pengaturan pH dilakukan

dengan penambahan asam fosfat 0,1M hingga mencapai pH 3,0 dengan perbandingan

(25)

dua zat aktif sehingga diperlukan metode yang dapat memisahkan dan menetapkan

kedua jenis zat aktif tersebut. Metode KCKT merupakan metode yang tepat untuk

melakukan pemisahan dan menetapkan kadar sejumlah senyawa organik dan senyawa

anorganik. Metode KCKT merupakan metode yang dapat digunakan untuk analisis

kualitatif dan kuantitatif dalam waktu bersamaan (Rohman dan Gandjar, 2007). Hal

ini yang menjadi alasan penulis untuk menentukan metode yang optimal dalam

pemisahan dan penetapan kadar kedua zat aktif tersebut agar dapat digunakan secara

luas dalam uji kontrol kualitas sediaan obat sirup yang mengandung salbutamol sulfat

dan guaifenesin. Terdapat beberapa perbedaan analisis yang dilakukan oleh penulis

dibandingkan dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Perbedaan

tersebut terdapat pada beberapa sistem dalam instrumen KCKT yang digunakan

seperti jenis dan komposisi fase gerak, serta kecepatan alir fase gerak. Dengan adanya

perbedaan tersebut maka perlu dilakukan optimasi kondisi atau sistem analisis agar

tercapai pemisahan optimal dari campuran salbutamol sulfat dan guaifenesin agar

dapat dilakukan analisis kualitatif dan analisis kuantitaif.

1. Rumusan masalah:

Bagaimanakah komposisi dan kecepatan alir fase gerak yang dapat

memberikan pemisahan dengan bentuk puncak, waktu retensi (tR), nilai resolusi, dan

nilai koefisien variansi yang optimum pada hasil pemisahan salbutamol sulfat dan

guaifenesin dalam sediaan obat sirup dengan menggunakan metode KCKT fase

(26)

2. Keaslian penelitian

Pengembangan dan validasi metode kuantifikasi salbutamol sulfat dan

guaifenesin dengan menggunakan metode KCKT pernah dilakukan oleh Walode dkk.

(2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Stability Indicating RP-HPLCMethod for

the Silmultaneous Estimation of Salbutamol Sulfate and Guaifenesin”. Pada

penelitian tersebut menggunakan jenis kolom ODS-3V C18 (250 x 4,6 mm), fase

gerak campuran asetontril : 50 mM bufer dinatrium hidrogen fosfat dan 0,1%

trietilamin (36:64 v/v pH 3,0) dan kecepatan alir fase gerak 0,8 mL/menit.

Pengukuran dilakukan pada panjang gelombang 225 nm.

Penelitian lain mengenai salbutamol sulfat dan guaifenesin dilakukan oleh

Korany, A.M., Fahmy, O.T., Mahgoub, H., and Maher, H.M. (2010) dalam

penelitiannya yang berjudul “High Performance Liquid Chromatographic

Determination of Some Guaifenesin-containing cough-cold preparation”. Metode

yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan jenis kolom ThermoHypersil C18

analytical column (250 x 4,6 mm), fase gerak yang digunakan adalah campuran

metanol : bufer fosfat pH 3,2 dengan perbandingan 40:60 pada kecepatan alir fase

gerak 1,5 mL/menit. Pengukuran dilakukan pada panjang gelombang 275 nm.

Penelitian yang dilakukan oleh Dubey, N., Sahu, S., and Singh, G.N. (2012)

dengan judul “Development of HPLC Method for Simultaneous Estimation of

Ambroxol, Guaifenesin and Salbutamol in Single Dose Form” menggunakan metode

(27)

metanol : bufer dinatrium hydrogen fosfat (pH 4,5) 40:60 pada kecepatan alir 1,0

mL/menit. Pengamatan dilakukan pada panjang gelombang pengamatan 220 nm.

Penelitian yang penulis lakukan adalah optimasi pemisahan campuran baku

salbutamol sulfat dan guaifenesin sebagai zat aktif dalam sediaan obat sirup “merek

X” dengan metode KCKT dengan menggunakan jenis kolom C18, fase gerak yang

merupakan campuran fase gerak metanol : 0,01M kalium dihidrogen fosfat dan

pengaturan pH dilakukan dengan penambahan asam fosfat 0,1M hingga mencapai pH

3,0 dengan perbandingan dan kecepatan alir dari hasil optimasi. Dalam Farmakope

Indonesia edisi IV tahun 1995 juga belum tercantum sistem KCKT untuk pemisahan

dan kuantifikasi salbutamol sulfat dan guaifenesin.

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis. Memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan

tentang pegembangan metode yang optimal dalam memisahkan dan

menentukan kadar salbutamol dan guaifenesin.

b. Manfaat metodologis. Memberikan contoh aplikasi teknologi KCKT

yang optimal mengenai jenis, komposisi dan kecepatan alir fase

gerak yang optimum sebagai metode pemisahan dan penentuan kadar

(28)

B. Tujuan

A. Tujuan umum

Mengetahui metode yang optimum dalam memisahkan dan menetapkan

kadar salbutamol dan guaifenesin dalam sediaan obat sirup merek “X” dengan

metode KCKT fase terbalik.

B. Tujuan Khusus

Mengetahui komposisi dan kecepatan alir fase gerak yang dapat

memberikan pemisahan dengan bentuk puncak yang simetris, waktu retensi (tR)

< 10 menit, nilai resolusi ≥ 1,5 terhadap puncak terdekat, dan nilai koefisien

variansi ≤ 2% pada hasil pemisahan salbutamol sulfat dan guaifenesin dalam

(29)

8 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Salbutamol Sulfat

Salbutamol sulfat (gambar 1) adalah salah satu obat yang sering digunakan

dalam pengobatan penyakit asma. Salbutamol atau yang dikenal sebagai α'

-[[1,1-dimetiletil)amino]metil]-4-hidroksi-1,3-benzendimetanol merupakan golongan agonis

reseptor β2-adrenergik (Moffat dkk., 2011). Salbutamol berefek sebagai

bronkodilatasi yaitu meringankan kejang otot bronkus dalam kondisi penyakit seperti

asma dan obstruktif paru kronis (Priyanka dkk., 2011).

Gambar 1. Struktur salbutamol sulfat (Moffat dkk., 2011)

Salbutamol sulfat memiliki bobot molekul (BM) 576,70 g/mol, mengandung

tidak kurang dari 98,5% dan tidak lebih dari 101,0% (C13H21NO3)2.H2SO4 dihitung

terhadap zat anhidrat. Berbentuk serbuk putih atau hampir putih. Salbutamol sulfat

(30)

Salbutamol sulfat disimpan dalam wadah yang tertutup rapat dan tidak tembus cahaya

(Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995).

Salbutamol sulfat dalam suasana asam memiliki λmax 276nm dengan nilai

𝐴11%𝑐𝑚 = 71a dan dalam suasana basa memiliki λmax 245nm dengan nilai 𝐴11%𝑐𝑚 = 510a;

serta λmax 295nm dan 𝐴11%𝑐𝑚 = 133a. Salbutamol sulfat memiliki nilai log P

(oktanol/air) = 0,6 serta nilai pKa 9,3 dan 10,3 (Moffat dkk., 2011).

B. Guaifenesin

Guaifenesin (3-(2-metoksifenoksi)-1,2-propanadiol) merupakan obat batuk

yang memiliki aktivitas sebagai ekspektoran dengan meningkatkan volume dan

mengurangi kekentalan sputum dengan cara merangsang selaput lendir lambung,

sehingga sekresi bronkial naik melalui reflex parasimpatik untuk membuang sputum

(Walode dkk., 2013). Mekanisme kerja dari ekspektoran adalah membantu

melembabkan sekresi dan mempermudah pasien untuk mengeluarkan semua sputum

yang diproduksinya (Schwartz, 1995).

(31)

Guaifenesin (gambar 2) mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak

lebih dari 102,0% C10H14O4 dihitung terhadap zat yang teah dikeringkan. Guaifenesin

berbentuk serbuk hablur, putih sampai agak kelabu. Guaifenesin larut dalam air,

etanol, kloroform, dan propilen glikol tetapi agak sukar larut dalam gliserin

(Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995). Guaifenesin memiliki

bobot molekul 198,2 g/mol; titik lebur 78oC-82oC; nilai log P (oktanol/air)= 1,4;

dalam suasana asam memiliki panjang gelombang maksimum (λmax) 273 nm dengan

nilai 𝐴1%1𝑐𝑚 =125a (Moffat dkk., 2011).

C. Metode Analisis Salbutamol sulfat dan Guaifenesin

Pada penelitian yang dilakukan oleh Walode dkk. (2013), dilakukan

penetapan kadar salbutamol sulfat dan guaifenesin berserta hasil degradasi kedua

senyawa tersebut dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik dengan

menggunakan jenis kolom ODS-3V C18 (250 x 4,6 mm), fase gerak campuran

asetontril : 50 mM bufer dinatrium hidrogen fosfat dan 0,1% trietilamin (36:64 v/v

pH 3,0) dan kecepatan alir fase gerak 0,8 mL/menit. Pengamatan dilakukan pada

panjang gelombang 225 nm. Pada penelitian ini, didapatkan hasil waktu retensi

salbutamol sulfat 2,9 menit dan guaifenesin 6,5 menit, nilai %recovery antara

99,82-101,07%, %RSD < 1,81 dan koefisien korelasi 0,998 untuk salbutamol sulfat dan

0,999 untuk guaifenesin.

Penelitian lain mengenai salbutamol sulfat dan guaifenesin dilakukan oleh

(32)

Determination of Some Guaifenesin-containing cough-cold preparation”. Metode

yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan jenis kolom ThermoHypersil C18

analytical column (250 x 4,6 mm), fase gerak untuk campuran salbutamol sulfat dan

guaifenesin adalah metanol : bufer fosfat pH 3,2 dengan perbandingan 40:60 pada

kecepatan alir fase gerak 1,5 mL/menit. Pengukuran dilakukan pada panjang

gelombang 275 nm dengan menghasilkan waktu retensi untuk salbutamol dan

guaifenesin masing-masing 2,86 dan 4,90 menit. Tailing factor yang dihasilkan untuk

salbutamol 1,01 dan guaifenesin 1,07 dengan nilai resolusi 7,33.

Penelitian yang dilakukan oleh Dubey dkk. (2012) dengan judul

Development of HPLC Method for Simultaneous Estimation of Ambroxol,

Guaifenesin and Salbutamol in Single Dose Form”. Metode KCKT yang digunakan

merupakan kromatografi fase terbalik dengan jenis kolom C8 (250 x 4,6 mm), fase

gerak metanol : bufer dinatrium hydrogen fosfat (pH 4,5) 40:60 pada kecepatan alir

1,0 mL/menit. Pengamatan dilakukan pada panjang gelombang pengamatan 220 nm.

Penelitian yang dilakukan menghasilkan nilai %RSD <2% dan nilai tailing factor

salbutamol 1,59; guaifenesin 1,44 dan ambroksol 1,49.

D. Spektrofotometer UV

1. Radiasi elektromagnetik

Gelombang radiasi elektromagnetik terdiri atas dua komponen yaitu

(33)

tegak lurus satu sama lain dan tegak lurus pada arah penjalaran radiasi seperti pada

gambar 3 di bawah ini (Sastrohamidjojo, 2007).

Radiasi elektromagnetik terutama untuk sinar ultraviolet dan sinar tampak

dapat dianggap sebagai energi yang merambat dalam bentuk gelombang. Suatu

gelombang memiliki panjang gelombang yang merupakan jarak linier dari suatu titik

pada suatu gelombang ke titik yang bersebelahan pada gelombang yang berdekatan

(Rohman dan Gandjar, 2007). Panjang gelombang (gambar 3) merupakan jarak linier

dari suatu titik pada satu gelombang ke titik yang bersebelahan pada gelombang yang

berdekatan. Panjang gelombang serapan sinar ultraviolet terletak antara 200 nm

sampai 400 nm, sedangkan untuk daerah serapan sinar tampak terletak antara panjang

gelombang 400 nm sampai 750 nm (Fessenden and Fessenden, 1997).

Gambar 3. Skema panjang gelombang (Rohman dan Gandjar, 2007)

Hubungan kuantitas energi yang diserap oleh suatu senyawa dengan panjang

gelombang terlihat pada persamaan di bawah ini:

(34)

Keterangan:

∆E = jumlah energi yang diserap h = tetapan Planck (6,6× 10-27 erg-det.) c = kecepatan cahaya (3×1010 cm/det.)

λ = panjang gelombang (sentimeter) (Fessenden and Fessenden, 1997).

2. Serapan senyawa

Bila cahaya (radiasi elektromagnetik) mengenai suatu senyawa, maka

sebagian cahaya akan diserap oleh molekul-molekul senyawa tersebut. Serapan

cahaya oleh molekul dalam daerah spectrum ultraviolet tergantung pada struktur

elektronik molekul hal ini erat kaitannya dengan transisi-transisi diantara tingkat

energi elektronik tiap senyawa (Sastrohamidjojo, 2007).

Senyawa yang menjerap radiasi elektromagnetik di daerah panjang

gelombang UV-Vis akan mengakibatkan tereksitasinya elektron ketingkat energi

yang lebih tinggi. Elektron akan tereksitasi dari ground state menuju excited state

(gambar 4).

Gambar 4. Skema eksitasi elektron (Rohman dan Gandjar, 2007)

Molekul-molekul yang memerlukan energi yang lebih banyak untuk

(35)

pendek, sedangkan untuk molekul-molekul yang memerlukan energi yang lebih

sedikit untuk mengeksitasikan elektron maka akan menyerap pada panjang

gelombang yang lebih panjang (Fessenden and Fessenden, 1997). Jumlah energi yang

diserap oleh molekul-molekul disebut absorban. Hukum Lambert-Beer menunjukkan

bahwa serapan suatu senyawa dipengaruhi oleh absorptivitas molar, tebal kuvet dan

konsentrasi molekul dalam zat analit (Rohman dan Gandjar, 2007). Hukum

Lambert-Beer dapat dilihat melalui persamaan di bawah ini:

A =ε b c (2)

Keterangan: A = absorban

ε = absorptivitas molar (M-1cm-1) b = tebal kuvet (cm)

c = konsentrasi molekul dalam zat analit (Rohman dan Gandjar, 2007).

Absorptivitas molar merupakan suatu konstante yang tergantung pada suhu,

pelarut, struktur molekul, dan panjang gelombang radiasi. Disebut absorptivitas molar

jika konsentrasi molekul zat analit dalam satuan Molar. Jika konsentrasi molekul zat

analit dalam satuan persen berat/volume (g/100 mL) maka absorptivitas dapat ditulis

dengan 𝐴11%𝑐𝑚(Rohman dan Gandjar, 2007). Hubungan antara 𝐴 1𝑐𝑚

1% dengan

absorptivitas molar (ε) dapat dilihat pada persamaan di bawah ini:

ε≡ A1%1cm ×BM 10 M

-1cm-1 (3)

Keterangan:

ε = absorptivitas molar (M-1cm-1)

𝐴11%𝑐𝑚= absorptivitas molekul dalam satuan konsentrasi (g/100 mL)

(36)

3. Gugus-gugus yang berperan dalam penyerapan radiasi elektromagnetik

Gugus kromofor adalah gugus pada senyawa organik yang merupakan ikatan

kovalen tak jenuh. Gugus inilah yang bertanggung jawab terhadap penyerapan radiasi

elektromagnetik. Gugus fungsional yang memiliki pasangan elektron bebas dan

berikatan langsung dengan gugus kromofor disebut gugus auksokrom. Peranan gugus

auksokrom adalah meningkatkan intensitas serapan yang dihasilkan oleh suatu

senyawa serta memperpanjang gugus kromofor sehingga menaikkan intensitas

serapan pada senyawa tersebut (Sharma, 2007).

E. Larutan Penyangga

Larutan bufer sering digunakan dalam bidang kimia analisis seperti pada

pembuatan fase gerak dalam sistem KCKT. Jenis bufer paling sederhana tersususn

atas asam atau basa lemah dengan basa atau asam konjugatnya (Rohman dan Gandjar,

2007).

Larutan penyangga (bufer) memiliki peranan penting dalam pemisahan

senyawa yang bersifat asam dan basa. Bufer dalam fase gerak akan memberikan pH

yang relatif konstan dan mengakibatkan waktu retensi senyawa selama pemisahan

menjadi lebih reprodusibel. Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam

penggunaan bufer pada sistem KCKT fase terbalik, yaitu:

1. Nilai pKa asam lemah atau basa lemah dan kapasitas bufer.

(37)

3. Serapan pada daerah UV (berkaitan dengan pengguaan detektor UV pada

sistem KCKT).

4. Stabilitas bufer (Snyder dkk., 2010).

Kapasitas bufer merupakan kemampuan suatu bufer untuk mempertahankan

pH, tergantung pada nilai pKa asam lemah atau basa lemah, konsentrasi bufer, dan

pH dari fase gerak. Kapasitas bufer akan menurun ketika ada perbedaan nilai pKa

dari bufer dengan pH fase gerak yang diinginkan. Asam lemah atau basa lemah

sebagai komponen penyusun bufer yang digunakan hendaknya memiliki nilai pKa

dalam rentang ±1,0 unit dari pH fase gerak yang diinginkan (Snyder dkk., 2010).

Dalam sistem KCKT dengan detektor UV, penggunaan bufer yang dikatakan

ideal jika memiliki serapan pada panjang gelombang di bawah 220 nm. Tabel I di

bawah ini menunjukkan beberapa jenis bufer yang sering digunakan dalam KCKT

(38)

Tabel I. Jenis Bufer yang sering digunakan pada sistem KCKT fase terbalik (Kazakevich and Lobrutto, 2007)

F. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

1. Pengenalan dan instrumentasi KCKT

Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan salah satu metode yang

digunakan dalam pemisahan dan analisis campuran senyawa kimia. KCKT

dikarakteristikkan pada penggunaan pompa bertekanan tinggi untuk mengalirkan fase

gerak dengan tujuan agar pemisahan lebih cepat, terkontrol dan lebih efektif.

Pemisahan yang baik dipengaruhi oleh kondisi eksperimental seperti kondisi kolom,

(39)

Kromatografi cair kinerja tinggi mulai dikembangkan pada akhir tahun 1960

dan awal tahun 1970 (Rohman dan Gandjar, 2007). Pemisahan pada kromatografi

didasarkan pada fase gerak yang dapat berinteraksi dengan senyawa analit dan

membawanya melewati fase diam, perbedaan interaksi zat analit dengan permukaan

fase diam dan fase geraklah yang menghasilkan perbedaan waktu migrasi zat-zat

analit tersebut (Kazakevich and Lobrutto, 2007).

Pemisahan KCKT dapat dilakukan dengan fase normal atau fase terbalik.

KCKT fase normal merupakan sistem KCKT yang menggunakan fase diamnya lebih

polar dibandingkan dengan fase geraknya, sedangkan KCKT fase terbalik merupakan

sistem KCKT yang menggunakan fase diamnya lebih non polar dibandingkan dengan

fase geraknya (Gritter dkk., 1991).

Sistem KCKT digambarkan secara sistematik pada gambar 5, garis panah

utuh menunjukkan jalur alir fase gerak, sedangkan garis panah putus menunjukkan

masuknya zat analit. Sampel yang diinjeksikan melalui katub injeksi akan mengalami

pemisahan yang terjadi di dalam kolom (fase diam), sehingga komponen di dalam

sampel akan terpisah dan meninggalkan kolom menuju detektor. Jenis detektor yang

biasa digunakan dalam sistem KCKT adalah spektrofotometri ultraviolet (UV) atau

(40)

Gambar 5. Skema sistem KCKT (Snyder dkk., 2010)

Bagian-bagian dalam sistem KCKT fase terbalik, terdiri atas:

a. Kolom. Oktadesilsilan (ODS atau C18) termasuk dalam tipe kolom yang

dapat berinteraksi pada fase alkil (alkyl-type phases). Oktadesilsilan merupakan fase

diam yang dapat digunakan dalam KCKT fase terbalik. C18 (gambar 6) memiliki

ukuran partikel sebesar 630 Å/mol dan panjang rantai molekul 24Å (Kazakevich and

Lobrutto, 2007).

Gambar 6. Struktur oktadesilsilan (C18) (Kazakevich and Lobrutto, 2007)

Panjang kolom pada sistem KCKT berkisar antara 5-25 cm, dengan tekanan

tinggi sampai 6000 psi (Gritter dkk., 1991). Diameter kolom KCKT sekitar 4-5 mm

dan diameter partikel berada pada kisaran 4-7 µm untuk kolom pada umumnya

(41)

b. Fase gerak. Eluen atau fase gerak terdiri atas campuran pelarut yang dapat

bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam elusi (pemisahan) dan resolusi.

Daya elusi dan resolusi ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase

diam, dan sifat sampel. Untuk fase terbalik kemampuan elusi akan menurun dengan

meningkatnya polaritas pelarut (Rohman dan Gandjar, 2007).

Komposisi fase gerak yang dipilih akan mempengaruhi waktu retensi zat

analit (Willard dkk., 1998). Pemilihan fase gerak perlu mempertimbangkan beberapa

hal seperti kompatibilitas terhadap pelarut yang digunakan, kelarutan zat analit dalam

fase gerak, polaritas, transmisi cahaya, viskositas, stabilitas dan pH (Kazakevich and

Lobrutto, 2007).

Kompatibilitas antar komponen fase gerak sangat penting untuk

memastikan bahwa komponen penyusun fase gerak dapat bercampur dengan baik.

Fase gerak yang digunakan harus dapat melarutkan zat analit dengan baik sehingga

tidak menimbulkan mengendapnya zat analit ketika penginjekan. Transmisi cahaya

dari suatu fase gerak sangat penting dalam pengaruhnya terhadap detektor ultraviolet

yang digunakan. Setiap eluen memiliki nilai UV-cutoff yang berbeda sehingga perlu

diiperhatikan pemilihan komponen fase gerak yang tidak mengganggu pembacaan

pada detektor uv. Viskositas fase gerak yang digunakan perlu diperhatikan karena

semakin besar viskositas fase gerak yang digunakan akan menaikkan tekanan dalam

kolom. Tabel II di bawah ini menunjukkan beberapa karakteristik pelarut yang sering

(42)

Tabel II. Karakteristik beberapa pelarut yang digunakan dalam sistem KCKT

Parameter selanjutnya yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan fase

gerak adalah kepolaran campuran komponen fase gerak. Tingkat kepolaran fase gerak

akan mempengaruhi kemampuan fase gerak dalam mengelusi zat analit. Nilai

polaritas fase gerak yang digunakan dapat dihitung melalui persamaan di bawah ini:

P′camp = ϕ1 P′1 +ϕ2 P′2 +⋯+ϕn P′n (4)

Keterangan :

P′ camp = indeks polaritas campuran P′n = indeks polaritas pelarut ke-n

Φ = fraksi volume pelarut (Gritter dkk., 1991).

Indeks polaritas menunjukkan sifat kepolaran suatu pelarut, semakin

besar nilai indeks polaritas maka semakin polar pelarut tersebut dan sebaliknya

semakin kecil nilai indeks polaritas maka semakin non-polar pelarut tersebut (Synder

dkk., 2010).

Pada dasarnya, hampir seluruh obat-obatan yang berada dipasaran dapat

terionisasi. Oleh karena itu, pengaturan pH pada fase gerak menjadi sangat penting

(43)

dalam pengaturan pH suatu fase gerak sangat direkomendasi karena pH yang

diperoleh menjadi lebih stabil tidak berubah-ubah. Hal yang perlu diperhatikan dalam

penggunaan bufer adalah tingkat kelarutan bufer dalam pelarut yang digunakan

karena pemilihan bufer yang salah akan mengakibatkan mengendap atau terpisahnya

komponen bufer dalam fase gerak (Kazakevich and Lobrutto, 2007).

c. Detektor. Pada umumnya detektor harus memiliki karakteristik tertentu

yaitu memiliki respon cepat terhadap solut, reprodusibel, memiliki sensitivitas tinggi,

stabil dalam pengoperasian, signal yang dihasilkan berbanding lurus dengan

konsentrasi zat analit, tidak dipengaruhi temperatur dan kecepatan alir fase gerak

(Rohman, 2009). Detektor spektrofotometri UV-Vis didasarkan pada adanya

penyerapan radiasi ultraviolet dan sinar tampak (Vis) pada kisaran panjang

gelombang 190-800 nm oleh zat analit yang mempunyai struktur atau gugus

kromoforik (Rohman dan Gandjar, 2007).

2. Mekanisme pemisahan kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik

Pemisahan pada kromatografi cair kinerja tinggi berdasarkan pada perbedaan

afinitas atau interaksi antar zat analit dengan fase diam dan fase gerak (Kazakevich

and Lobrutto, 2007). Kromatografi cair merupakan metode pemisahan yang

didasarkan pada hukum termodinamika. Pada kromatografi cair setiap komponen

dalam sampel akan mengalami kesetimbangan dalam fase diam dan fase gerak.

Sampel akan terdistribusi pada fase diam dan fase gerak berdasarkan koefisien

(44)

K = [Xs]

[Xm] (5)

Keterangan: K = koefisien partisi

[Xs] = konsentrasi zat analit dalam fase diam

[Xm] = konsentrasi zat analit dalam fase gerak (Ahuja and Dong, 2005).

3. Parameter-parameter penting dalam kromatografi cair kinerja tinggi

Tujuan utama penggunaan metode kromatografi cair kinerja tinggi adalah

untuk mendapatkan pemisahan zat analit dari komponen lain dalam sampel dan

akhirnya dapat dikuantifikasi kadar tiap-tiap zat analit secara akurat. Parameter

penting dalam mengontrol resolusi pemisahan zat-zat analit antara lain parameter

waktu retensi, selektivitas dan efisiensi (Ahuja and Dong, 2005).

a. Parameter waktu retensi. Waktu retensi (tR) merupakan waktu yang

terhitung antara penginjekan sampel hingga zat analit mencapai detektor sedangkan

waktu mati (t0) merupakan waktu suatu komponen yang tidak tertahan dalam suatu

kolom (ditandai oleh adanya gangguan baseline oleh terelusinya pelarut sampel).

Penentuan waktu retensi dan waktu mati dapat dilihat pada gambar 7 (Ahuja and

(45)

Gambar 7. Penentuan waktu retensi (tR) dan waktu mati (t0) (Ahuja and Dong, 2005)

b. Faktor kapasitas (k'). Parameter yang mengukur tingkat retensi zat analit

adalah faktor kapasitas atau faktor retensi (k'). Faktor kapasitas menunjukkan berapa

kali zat analit terelusi secara relatif terhadap puncak fase geraknya. Faktor kapasitas

dapat dihitung melalui persamaan di bawah ini:

k′ =tR−t0

t0 (6)

Keterangan: k'= faktor kapasitas tR= waktu retensi

t0= waktu mati (Ahuja and Dong, 2005).

Sebuah nilai k' sama dengan nol maka menunjukkan bahwa zat analit

tidak tertahan dalam kolom sehingga terelusi terlebih dahulu di depan pelarut yang

digunakan. Jika nilai k' sama dengan 20 maka zat analit sangat tertahan dalam kolom

sehingga memerlukan waktu yang sangat lama untuk dapat terelusi (Ahuja and Dong,

2005).

c. Efisiensi Kolom. jumlah lempeng teoritis (N) merupakan parameter

penting untuk menentukan secara kuantitatif dari efisiensi kolom. Jumlah lempeng

(46)

(Ahuja and Dong, 2005). Penentuan nilai N dapat dilihat melalui persamaan di bawah

ini:

N = tσR 2 (7)

Nilai Wbsetara dengan 4σ sehingga persamaan menjadi :

N = 16 tR

Wb 2

= 5,54 tR

W1 2h 2

(8)

Penentuan parameter efisiensi kolom dapat dilihat pada gambar 8 di bawah ini:

Gambar 8. Penentuan parameter efisiensi kolom (Ahuja and Dong, 2005)

Jumlah lempeng teoritis (N) berbanding lurus terhadap panjang kolom (L)

dan berdanding terbalik terhadap HETP (Height Equivalent Theoretical Plate).

Tinggi ekivalen lempeng teoritis atau HETP merupakan panjang kolom yang

dibutuhkan untuk menghasilkan suatu lempeng teoritis (Rohman, 2009). Persamaan

yang menunjukkan korelasi antara jumlah lempeng teoritis (N), panjang kolom (L)

dan HETP adalah sebagai berikut:

N = L

(47)

d. Asymmetry factor and tailing factor. Bentuk puncak yang tidak simetri

akan mengakibatkan tidak akuratnya penentuan resolusi, kuantitatif kadar suatu zat

analit tidak menunjukkan presisi yang baik dan reprodusibilitas retensi zat analit yang

jelek. Salah satu parameter penting untuk menilai bentuk puncak adalah asymmetry

factor (As) yang dapat ditentukan pada 10% tinggi puncak. Nilai As yang baik adalah

0,95-1,1. Gambar 9 di bawah ini menunjukkan bentuk puncak yang berbeda-beda

akan mempengaruhi nilai As.

Gambar 9. Parameter asymmetry factor (Ahuja and Dong, 2005)

Penentuan nilai As dapat dilihat pada persamaan di bawah ini:

AS(𝑎𝑠𝑦𝑚𝑚𝑒𝑡𝑟𝑦𝑓𝑎𝑐𝑡𝑜𝑟) = B

A (10)

Penentuan nilai A dan B pada persamaan diatas dapat dilihat pada gambar 11.

Parameter lain yang menunjukkan bentuk puncak yang ideal adalah tailing factor (Tf)

yang ditentukan pada 5% dari tinggi puncak (Snyder dkk., 2010). Gambar 10

menunjukkan gambaran bentuk puncak tailing dan fronting. Tailing merupakan

keadaan yang ditunjukkan oleh bentuk puncak yang bagian depan naik dengan tajam Excellent Acceptable Unacceptable Awful

(48)

sedangkan bagian belakang turun dengan landai, sedangkan bentuk puncak yang

bagian depan naik landai dan bagian belakang turun tajam disebut fronting

(Noegrohati, 1994).

Gambar 10. Perbedaan bentuk peaktailing dan fronting (Snyder dkk., 2010)

Nilai Tf yang masih dapat diterima adalah 0,9-1,4 (Ahuja and Dong, 2005). Besarnya

nilai Tf dapat dihitung melalui persamaan di bawah ini:

𝑇𝑓 𝑡𝑎𝑖𝑙𝑖𝑛𝑔𝑓𝑎𝑐𝑡𝑜𝑟 = 𝐴2+𝐴𝐵 (11)

(49)

Bentuk puncak yang tidak simetris dapat dipengaruhi oleh konsentrasi

sampel dalam fase gerak terlalu besar, ketidaksesuaian zat analit dengan kolom,

pengemasan kolom yang tidak seragam, dan faktor yang terjadi di luar kolom seperti

pada injektor (Noegrohati, 1994).

G. Landasan teori

Salbutamol sulfat merupakan senyawa obat untuk bronkodilatasi yang

memiliki sifat basa (pKa 9,3 dan 10,3) serta mudah larut dalam air, sukar larut dalam

etanol, kloroform dan dalam eter. Salbutamol sulfat dalam suasana asam memiliki

λmax 276nm dengan nilai 𝐴11%𝑐𝑚 = 71a dan dalam suasana basa memiliki λmax 245nm

dengan nilai 𝐴11%𝑐𝑚 = 510a; serta λ

max 295nm dengan nilai 𝐴11%𝑐𝑚 = 133a.

Guaifenesin merupakan senyawa obat batuk yang bekerja sebagai

ekspektoran yang memiliki bentuk serbuk hablur, putih sampai agak kelabu, larut

dalam air, etanol, kloroform, dan propilen glikol tetapi agak sukar larut dalam

gliserin. Guaifenesin memiliki bobot nilai log P (oktanol/air)= 1,4; dalam suasana

asam memiliki panjang gelombang maksimum (λmax) 273 nm dengan nilai

𝐴11%𝑐𝑚 =125a.

Sediaan sirup untuk pengobatan batuk yang disertai sesak nafas pada

umumnya mengandung kombinasi antara salbutamol sulfat dan guaifenesin dengan

konsentrasi 0,24 mg/mL salbutamol sulfat dan 10 mg/mL guaifenesin. Untuk

(50)

kadar kecil dengan komponen matriks sirup yang cukup rumit maka dibutuhkan

metode yang sensitif dan selektif. Optimasi dengan KCKT fase terbalik dilakukan

untuk memperoleh keadaan optimum pada pemisahan campuran salbutamol sulfat

dan guaifenesin. Parameter pemisahan dengan metode KCKT yang menunjukkan

diperolehnya kondisi optimum yaitu: bentuk peak simetri, tR kurang dari 10 menit,

nilai resolusi ≥ 2 dan nilai HETP yang semakin kecil.

H. Hipotesis

Metode KCKT fase terbalik dengan komposisi fase gerak dan kecepatan alir

fase gerak yang optimum dapat menghasilkan pemisahan campuran salbutamol sulfat

dan guaifenesin yang memenuhi persyaratan bentuk puncak dengan nilai tailing

factor < 2, waktu retensi (tR) kurang dari 10 menit, nilai resolusi > 1,5, dan nilai

koefisien variansi ≤ 2% sehingga dapat digunakan untuk penetapan kadar salbutamol

(51)

30 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian yang dilakukan ini merupakan jenis rancangan penelitian

eksperimental analitik karena pada subjek uji diberikan perlakuan yaitu

komposisi dan kecepatan alir fase gerak.

B. Variabel Penelitian 1. Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah perbandingan komposisi

fase gerak yaitu metanol : 0,01M kalium dihidrogen fosfat pH 3,0 dan

kecepatan alir fase gerak yang digunakan.

2. Variabel tergantung

Variabel tergantung pada penelitian ini adalah pemisahan peak dari

tiap komponen yaitu salbutamol sulfat dan guaifenesin yang terlihat dari

bentuk peak, retention time (tR), nilai resolusi, nilai koefisien variansi dari

resolusi, tailing factor, HETP, area under curve (AUC) dan waktu retensi

(52)

3. Variabel pengacau terkendali

a. Kemurnian pelarut yang digunakan, untuk mengatasinya digunakan

pelarut yang memiliki kemurnian tinggi yaitu pelarut pro analysis.

b. Kemurnian bahan baku yang digunakan, untuk mengatasinya

digunakan bahan baku yang telah terjamin kualitasnya dengan

adanya Certificate of Analysis (CoA).

C. Definisi Operasional

1. Salbutamol sulfat dan guaifenesin merupakan senyawa aktif yang

terdapat dalam sediaan obat sirup “merek X”.

2. Sistem KCKT fase terbalik yang digunakan adalah seperangkat alat

KCKT menggunakan kolom C18 dengan fase gerak metanol p.a:

0,01M kalium dihidrogen fosfat dan pengaturan pH dilakukan dengan

penambahan asam fosfat hingga mencapai pH 3.

3. Optimasi dilakukan dengan mengubah komposisi fase gerak dan

kecepatan alir fase gerak.

4. Parameter optimasi dengan menggunakan metode KCKT adalah

bentuk peak, retention time (tR), nilai resolusi, dan reprodusibilitas

resolusi dan waktu retensi.

D. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah baku

(53)

SSL/SS/0312030, kemurnian 98,83%) (PT. Ifars Pharmaceutical

Laboratories), baku pembanding Guaifenesin (No. kontrol 205158,

kemurnian 99,88%) (Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional), metanol,

asam fosfat dan Kalium dihidrogen fosfat p.a (E.Merck), penyaring Whatman

0,45 µm, Akuabides hasil penyulingan di laboratorium Kimia Analisis

Instrumental Fakultas Farmasi Universtas Sanata Dharma, obat sirup “merek

X”.

E. Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat alat

KCKT dengan detektor ultraviolet, Shimadzu LC-2010C, kolom C-18 merek

Shimadzu column Shim-pack (LC-C18 CM) (No. column 4252787 part.

228-17874-92), seperangkat computer (merek Dell B6RDZ1S Connexant system

RD01-D850 A03-0382 JP France S.A.S, printer HP Deskjet D2566

HP-024-000 625730), UV/Vis Spectrophotometer SP-3000plus merek OPTIMA dengan

deterktor silicon photo diode, millipore, ultrasonifikator Refsch., Tipe : T460

(Schwing.1 PXE, FTZ-Nr. C-066/83, HF-Frequ.:35 kHz), timbangan analitik

Ohaus Carat Series PAJ 1003 (max 60/120 g, min 0,001 g, d = 0,01/0,1 mg),

alat vakum, dan seperangkat alat gelas yang lazim digunakan di laboratorium

(54)

F. Tatacara Penelitian 1. Pembuatan asam fosfat 0,1M

Larutan pekat H3PO4 dengan konsentrasi 85% diambil sebanyak

1,2 mL, kemudian diencerkan dalam akuabides 100,0 mL sehingga

konsentrasi H3PO4 menjadi 0,1 M.

2. Pembuatan bufer kalium dihidrogen fosfat 0,01M

Sebanyak 0,68 g KH2SO4 ditimbang seksama dan dilarutkan dalam

akuabides hingga 500,0 mL sehingga konsentrasi menjadi 0,01 M, kemudian

pH diatur dengan penambahan asam fosfat 0,1 M hingga mencapai pH 3,0.

3. Pembuatan fase gerak

Fase gerak dibuat dengan perbandingan antara metanol : 0,01 M

kalium dihidrogen fosfat pH 3,0 40:60; 45:55; 50:50; 55:45 dan 60:40

kemudian dicampurkan dalam labu takar 1000 mL. Campuran fase gerak

tersebut disaring dengan penyaring Whatman 0,45 µm yang dibantu dengan

pompa vakum kemudian didegassing selama 15 menit menggunakan

ultrasonicator.

4. Pembuatan larutan baku salbutamol sulfat dan guaifenesin yang digunakan untuk penentuan panjang gelombang pengamatan

a. Pembuatan larutan baku salbutamol sulfat. Sebanyak lebih kurang

10,0 mg salbutamol sulfat ditimbang seksama dan dilarutkan dalam

(55)

kemudian dibuat larutan seri dengan 3 konsentrasi berbeda yaitu 100;

300; dan 600 µg/mL dengan mengencerkan 1,0; 3,0 ; dan 6,0 mL

larutan stok tersebut dalam metanol hingga 10,0 mL.

b. Pembuatan larutan baku guaifenesin. Sebanyak lebih kurang 20,0 mg

guaifenesin ditimbang seksama dan dilarutkan dalam metanol hingga

50,0 mL sehingga konsentrasi menjadi 400 µg/mL, kemudian dibuat

larutan seri dengan konsentrasi berbeda yaitu 20; 60; dan 100 µg/mL

dengan mengencerkan 0,5; 1,5; dan 2,5 mL larutan stok tersebut

dengan metanol hingga 10,0 mL.

5. Pembuatan larutan baku salbutamol sulfat dan guaifenesin yang digunakan untuk optimasi dengan metode KCKT

a. Pembuatan larutan stok salbutamol sulfat. Sebanyak 20,0 mg

salbutamol sulfat ditimbang seksama dan dilarutkan dalam metanol

hingga 100,0 mL sehingga konsentrasi menjadi 200 µg/mL.

b. Pembuatan larutan baku intermediate salbutamol sulfat. Sebanyak 2,5

mL larutan stok diambil, diencerkan dalam metanol hingga 25,0 mL

sehingga konsentrasi larutan intermediet menjadi 20 µg/mL.

c. Pembuatan larutan kerja salbutamol sulfat. Larutan intermediate

salbutamol sulfat dengan konsentrasi 20 µg/mL diambil 5,0 mL,

kemudian diencerkan dalam metanol 10,0 mL sehingga konsentrasi

menjadi 10,0 µg/mL. Larutan disaring dengan menggunakan millipore

(56)

d. Pembuatan larutan stok guaifenesin. Sebanyak lebih kurang 20,0 mg

guaifenesin ditimbang seksama dan dilarutkan dalam metanol hingga

50,0 mL sehingga konsentrasi menjadi 400 µg/mL.

e. Pembuatan larutan kerja guaifenesin. Larutan stok guaifenesin dengan

konsentrasi 400 µg/mL diambil 1,5 mL, kemudian diencerkan dalam

metanol 10,0 mL sehingga konsentrasi menjadi 60,0 µg/mL. Larutan

disaring dengan menggunakan millipore dan didegassing dengan

ultrasonifikator selama 15 menit.

6. Pembuatan larutan baku campuran salbutamol sulfat 1,2 µg/mL dan guaifenesin 80,0 µg/mL

Larutan baku intermediate salbutamol sulfat dengan konsentrasi

sebesar 20,0 µg/mL diambil 0,6 mL dan dimasukkan ke dalam labu takar

10,0 mL, kemudian dicampurkan dengan 2,0 mL larutan stok guaifenesin

dengan konsentrasi 400,0 µg/mL, setelah itu diencerkan dengan metanol

hingga batas tanda, maka didapatkan konsentrasi guaifenesin 80,0 µg/mL dan

salbutamol sulfat 1,2 µg/mL. Larutan tersebut disaring dengan menggunakan

millipore dan didegassing denganultrasonifikator selama 15 menit.

7. Penentuan panjang gelombang pengamatan salbutamol sulfat dan guaifenesin dengan spektrofotometer UV-Vis

Masing-masing konsentrasi larutan seri baku salbutamol sulfat

100,0; 300,0; dan 600,0 µg/mL dan guaifenesin 20,0; 60,0; dan 100,0 µg/mL

dengan pelarut metanol, discan pada panjang gelombang 200-400 nm dengan

(57)

panjang gelombang maksimum yang akan digunakan pada sistem KCKT

yaitu panjang gelombang yang menghasilkan serapan maksimum pada ketiga

konsentrasi tersebut.

8. Preparasi sampel

Sediaan obat sirup “merek X” mengandung 0,24 mg/mL salbutamol

sulfat dan 10 mg/mL guaifenesin, diambil lebih kurang 0,50 mL dimasukkan

ke dalam labu takar 100 mL, kemudian diencerkan dengan metanol sampai

100 mL sehingga didapatkan konsentrasi salbutamol 1,2 µg/mL dan

guaifenesin 50 µg/mL, kemudian larutan sampel tersebut disaring dengan

menggunakan millipore dan didegassing dengan ultrasonifikator selama

15 menit.

9. Optimasi pemisahan salbutamol sulfat dan guaifenesin dengan menggunakan metode KCKT fase terbalik

a. Pengamatan nilai Asymmetry factor (AF) dan waktu retensi salbutamol

sulfat. Larutan baku salbutamol sulfat dengan konsentrasi 10,0 µg/mL

diinjeksikan sebanyak 20 µL ke sistem KCKT. Optimasi dilakukan

pada panjang gelombang pengamatan dengan menggunakan fase gerak

metanol : 0,01M kalium dihidrogen fosfat pH 3,0 40:60; 45:55;

50:50; 55:45 dan 60:40 pada kecepatan alir fase gerak 0,5 dan

1,0 mL/menit. Berbagai perbandingan dan kecepatan alir fase gerak

tersebut akan dipilih yang nilai AF < 2 dan waktu retensi kurang dari

(58)

b. Pengamatan nilai Asymmetry factor (AF) dan waktu retensi

guaifenesin. Larutan baku guaifenesin dengan konsentrasi 60,0 µg/mL

diinjeksikan sebanyak 20 µL ke sistem KCKT. Optimasi dilakukan

pada panjang gelombang pengamatan dengan menggunakan fase gerak

metanol : 0,01M kalium dihidrogen fosfat pH 3,0 40:60; 45:55;

50:50; 55:45 dan 60:40 pada kecepatan alir fase gerak 0,5 dan

1,0 mL/menit. Berbagai perbandingan dan kecepatan alir fase gerak

tersebut akan dipilih yang nilai AF < 2 dan waktu retensi kurang dari

10 menit agar pemisahan yang dilakukan lebih efektif.

c. Pemisahan campuran salbutamol sulfat dan guaifenesin dengan fase

gerak hasil optimasi. Baku campuran salbutamol sulfat dan guaifenesin

dengan konsentrasi salbutamol 1,2 µg/mL dan guaifenesin 80,0 µg/mL

diinjeksikan sebanyak 20 µL ke sistem KCKT menggunakan

komposisi dan kecepatan alir fase gerak hasil optimasi. Pengamatan

dilakukan pada panjang gelombang pengamatan dan kemudian

mengamati kromatogram yang didapatkan dan dihitung parameter uji

kesesuaian sistem yang meliputi nilai resolusi, luas area, N dan HETP

dari pemisahan campuran salbutamol sulfat dan guaifenesin. Resolusi

(Rs) yang baik jika nilainya ≥1,5 (Rohman, 2009).

d. Uji kesesuaian sistem KCKT. Baku campuran salbutamol sulfat

dengan konsentrasi 1,2 µg/mL dan guaifenesin dengan konsentrasi

(59)

menggunakan fase gerak dan kecepatan alir fase gerak hasil optimasi.

Penginjekan larutan ini dilakukan replikasi penginjekan sebanyak

6 kali. Pengamatan dilakukan pada panjang gelombang pengamatan

dan kemudian mengamati kromatogram yang didapatkan dan dihitung

nilai koefisien variansi resolusi, tailing factor, HETP, area under

curve (AUC) dan waktu retensi salbutamol sulfat dan guaifenesin hasil

pemisahan campuran tersebut. Nilai koefisien variansi (CV) yang baik

adalah kurang dari 2% (Rohman, 2009).

G. Analisis Hasil

Hasil optimasi komposisi fase gerak dan kecepatan alir fase gerak

tertentu menghasilkan data kromatogram. Data yang didapatkan yaitu

kromatogram baku dan kromatogram sampel, sehingga dapat diketahui sistem

KCKT fase terbalik yang memberikan pemisahan salbutamol sulfat dan

guaifenesin paling baik yaitu dengan mengamati bentuk puncak, retention

time (tR), nilai resolusi, nilai koefisien variansi resolusi, tailing factor, HETP,

area under curve (AUC) dan waktu retensi salbutamol sulfat dan guaifenesin

hasil pemisahan. Pemisahan yang baik adalah pemisahan dengan bentuk

puncak yang simetri, waktu retensi (tR) kurang dari 10 menit, memiliki nilai

resolusi ≥1,5 terhadap peak terdekat, dan nilai koefisien variansi

(60)

1. Bentuk peak pemisahan salbutamol sulfat dan guaifenesin

Bentuk peak yang diharapkan adalah simetris. Sebagai

parameternya adalah asymmetry factor (As) dan tailing factor (Tf). Nilai

assimmetry factor (As) dihitung pada 10% tinggi puncak. Perhitungan As

melalui persamaan berikut:

AS(𝑎𝑠𝑦𝑚𝑚𝑒𝑡𝑟𝑦𝑓𝑎𝑐𝑡𝑜𝑟) = B A

Apabila AF=1 maka puncak dikatakan simetri dan pada nilai AF < 2, peak

masih dikatakan baik (Snyder dkk., 2010).

tailing factor (Tf) dihitung melalui persamaan dibawah ini:

Tf 𝑡𝑎𝑖𝑙𝑖𝑛𝑔𝑓𝑎𝑐𝑡𝑜𝑟 = A + B 2A

(61)

2. Waktu retensi (tR)

Pengamatan waktu dilakukan untuk melihat waktu yang dibutuhkan

untuk pemisahan senyawa. Apabila waktu yang didapatkan kurang dari 10

menit maka dapat dikatakan efisien (Snyder dkk., 1997).

3. Nilai resolusi

Nilai resolusi pemisahan peak dihitung dengan persamaan sebagai

berikut:

𝑅𝑠= 𝑡𝑅2− 𝑡𝑅1 0,5 (𝑊2 +𝑊1)

Pemisahan yang baik menghasilkan nilai Rs ≥1,5.

(Willard dkk..,1988).

4. Nilai HETP

Nilai HETP dapat dihitung melalui persamaan berikut:

Gambar

Gambar 25.  Kromatogram salbutamol sulfat konsentrasi 10 µg/mL,
Gambar 26. Kromatogram salbutamol sulfat konsentrasi 10 µg/mL,
Gambar 1. Struktur salbutamol sulfat (Moffat dkk., 2011)
Gambar 2. Struktur Guaifenesin (Moffat dkk., 2011)
+7

Referensi

Dokumen terkait

OPTIMASI FASE GERAK METANOL-AIR DAN LAJU ALIR PADA PENETAPAN KADAR CAMPURAN TEOFILIN DAN EFEDRIN HCl DALAM TABLET DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR.. KINERJA

VALIDASI METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) FASE TERBALIK PADA PENETAPAN KADAR NIKOTINi. DALAM EKSTRAK TEMBAKAU PADA ROKOK

Metode yang dipilih adalah kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) fase terbalik karena metode ini pernah digunakan untuk menetapkan kadar parasetamol dan natrium

Salah satu metode yang pernah digunakan untuk menetapkan kadar campuran parasetamol dan natrium fenobarbital adalah Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik..

Fase gerak pada KCKT sangat berpengaruh pada tambatan sampel dan pemisahan komponen dalam campuran. Pada fase terbalik, kandungan utama fase geraknya adalah air. Pelarut yang

Penelitian ini juga bertujuan untuk menghitung kadar asam ursolat dalam ekstrak daun binahong dengan menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase

Dilakukan pemisahan dengan fase gerak metanol : aquabidest (90:10) pH 4 pada kecepatan alir 1,5 ml/menit terhadap tiga level konsentrasi dengan parasetamol : ibuprofen sebesar 70 ppm

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi optimal fase gerak dari KLT densitometri sehingga dapat menghasilkan pemisahan optimal dan dapat menetapkan