• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji aktivitas antioksidan menggunakan metode DPPH dan penetapan kandungan fenolik total fraksi etil asetat ekstrak etanolik daun dadap serep (Erythrina subumbrans (Hassk.) Merr.) - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Uji aktivitas antioksidan menggunakan metode DPPH dan penetapan kandungan fenolik total fraksi etil asetat ekstrak etanolik daun dadap serep (Erythrina subumbrans (Hassk.) Merr.) - USD Repository"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

i

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN MENGGUNAKAN METODE DPPH DAN PENETAPAN KANDUNGAN FENOLIK TOTAL FRAKSI ETIL

ASETAT EKSTRAK ETANOLIK DAUN DADAP SEREP (Erythrina subumbrans (Hassk.)Merr.)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Aldo Kristian

NIM : 098114038

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan untuk :

Tuhanku Yesus Kristus atas segala berkat dan penyertaan-Nya

Bapak, Ibu dan Kakak-kakakku atas kasih sayang

dan segala hal yang diberikan

(5)
(6)
(7)

vii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis kepada Tuhan atas segala rahmat, berkat, anugrah

dan penyertaan-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

yang berjudul “UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN MENGGUNAKAN METODE DPPH DAN PENETAPAN KANDUNGAN FENOLIK TOTAL FRAKSI ETIL ASETAT EKSTRAK ETANOLIK DAUN DADAP SEREP (Erythrina subumbrans (Hassk.) Merr.)” ini dengan baik. Skripsi ini disusun

untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi

(S.Farm) pada Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Penulis ingin berterima kasih kepada segala pihak yang telah memberikan

bantuan baik dukungan, bimbingan, sarana, materil maupun moril dalam

penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis

mengucapkan terima kasih atas segala bantuan yang telah diberikan kepada:

1. Ipang Djunarko,M.Sc.,Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma.

2. Prof.Dr.C.J. Soegihardjo,Apt., selaku Dosen Pembimbing yang telah

memberikan perhatian, bimbingan dan arahan dari awal pengusulan skripsi

sampai penulisan skripsi ini selesai.

3. Lucia Wiwid Wijayanti,M.Si., selaku Dosen Penguji atas ketersediaannya

untuk menguji dan juga memberikan masukan dan saran dalam skripsi ini.

4. Yohanes Dwiatmaka,M.Si., selaku Dosen Penguji atas ketersediaannya untuk

(8)

viii

5. Rini Dwiastuti S.Far.,Apt, M.Sc., selaku Dosen Pembimbing Akademik yang

telah membimbing dan memberi nasihat kepada penulis.

6. Sahabat seperjuangan skripsi DPPH, Anthony Felix, Mikhael Gustandy,

Willigis Danu Patria yang selalu membantu dan bekerjasama dengan luar biasa.

7. Teman-teman FSM dan FST A 2009, atas kerjasama, dukungan dan bantuan

yang diberikan.

8. Segenap laboran Laboratorium Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

atas segala bantuan selama penulis melakukan penelitian di laboratorium.

9. Pemerintah Kabupaten Bengkayang, Kal-Bar, atas bantuan dana yang

diberikan.

10.Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan yang tidak dapat

disebut satu per satu.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat ketidaksempurnaan dalam

penulisan skripsi ini. Dengan segala kerendahan hati penulis akan menerima

segala kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Akhir kata, semoga

skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan banyak pihak.

Yogyakarta, 10 Maret 2013

(9)

ix

(10)

x

2. Nama tumbuhan………. 6

3. Klasifikasi dadap serep…..……… 6

4. Gambaran umum……… 7

5. Kandungan kimia dadap serep……… 7

B. Senyawa Fenolik………. 8

C. Radikal Bebas……… 9

D. Antioksidan……… 11

E. Penyarian……… 13

F. Metode DPPH dan Folin-Ciocalteu……….... 14

G. Validasi Metode………...…… 16

H. Landasan Teori………. 18

I. Hipotesis……….. 19

BAB III METODOLOGI PENELITIAN……… 20

A. Jenis dan Rancangan Penelitian……….. 20

B. Variabel……… 20

C. Definisi Operasional………..……….… 20

D. Bahan dan Alat Penelitian……… 21

1. Bahan penelitian……….. 21

2. Alat penelitian……….…… 21

E. Tatacara Penelitian……… 22

1. Determinasi tumbuhan……… 22

2. Pengumpulan bahan……….…… 22

(11)

xi

4. Pembuatan larutan pembanding dan uji……….… 23

5. Uji pendahuluan………..… 24

6. Optimasi metode uji aktivitas antioksidan………..…… 25

7. Uji aktivitas antioksidan……….…… 26

8. Optimasi metode penetapan kandungan fenolik total…………. 27

9. Penetapan kandungan fenolik total………. 27

F. Analisis Hasil……… 28

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN……….… 31

A. Determinasi……….. 31

B. Hasil Pengumpulan Bahan……… 31

C. Hasil Preparasi Sampel……….…… 34

1. Ekstraksi sampel………..… 34

2. Fraksinasi ekstrak……….… 35

D. Hasil Uji Pendahuluan………... 37

1. Uji pendahuluan aktivitas antioksidan……….… 37

2. Uji pendahuluan senyawa fenolik……… 39

E. Hasil Optimasi Metode Uji Aktivitas Antioksidan………. 40

1. Penentuan panjang gelombang maksimun (λ maks)……… 40

2. Penentuan Operating Time(OT)………... 41

F. Hasil Validasi Metode Uji Aktivitas Antioksidan………. 43

1. Presisi metode uji aktivitas antioksidan ……… 45

2. Linearitas metode uji antioksidan……….. 46

(12)

xii

G. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan dengan Radikal DPPH……… 48

H. Hasil Optimasi Metode Penetapan Kandungan Fenolik Total……….. 55

1. Penentuan operating time(OT)……….. 55

2. Penentuan panjang gelombang maksimum……… 56

I. Hasil Validasi Metode Penetapan Kandungan Fenolik Total………… 57

1. Presisi metode penetapan kadar kandungan fenolik total……….. 57

2. Linieritas metode penetapan kandungan fenolik total……… 58

3. Spesifisitas metode penetapan kandungan fenolik total………. 59

J. Hasil Penetapan Kandungan Fenolik Total………. 59

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………. 62

A. Kesimpulan……….……. 62

B. Saran………... 62

DAFTAR PUSTAKA……….. 63

LAMPIRAN……….… 66

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel I. Berbagai Reactive Oxygen Species (ROS) dan

antioksidan sebagai penetral………. 13

Tabel II. Kisaran recoveryhasil analisis yang diterima………….. 17

Tabel III. Kriteria nilai presisi yang masih dapat diterima………... 17

Tabel IV. Hasil Scanningpanjang gelombang maksimum DPPH… 40

Tabel V. Hasil pengukuran absorbansi seri baku kuersetin

yang direaksikan dengan radikal DPPH……… 43

Tabel VI. Hasil pengukuran absorbansi seri fraksi etil asetat

ekstrak etanol daun dadap serep yang direaksikan

dengan DPPH……… 44

Tabel VII. Hasil presisi aktivitas antioksidan standar kuersetin……. 45

Tabel VIII. Hasil presisi aktivitas antioksidan fraksi etil asetat……… 45

Tabel IX. Hasil aktivitas antioksidan kuersetin dengan metode

DPPH………. 51

Tabel X. Hasil aktivitas antioksidan fraksi etil asetat ekstrak

etanol daun dadap serep dengan metode DPPH…………. 52

Tabel XI. Hasil perhitungan IC50 kuersetin dan Fraksi etil asetat

ekstrak etanol daun dadap serep………. 53

Tabel XII. Penggolongan tingkat kekuatan antioksidan kuersetin

(14)

xiv

Tabel XIII. Hasil scanning panjang gelombang maksimum………….. 57

Tabel XIV. Hasil presisi asam galat dari beberapa parameter……… 58

Tabel XV. Hasil pengukuran absorbansi asam galat yang

direaksikan dengan Folin-Ciocalteu……… 58

Tabel XVI. Hasil penentuan jumlah fenolik total fraksi etil asetat

(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Beberapa struktur senyawa isoflavonoid……… 8

Gambar 2. Klasifikasi flavonoid produk alam………. 9

Gambar 3. Usulan mekanisme reaksi antara BHT dan DPPH……….. 12

Gambar 4. Reaksi antara radikal DPPH dengan senyawa antioksidan.. 15

Gambar 5. Skema jalannya penelitian……….. 30

Gambar 6. Blanko DPPH , Fraksi etil asetat, Kuersetin…………..…. 38

Gambar 7. Blanko reagen Folin-ciocalteau , Fraksi+reagen

Folin-ciocalteau, Asam galat+ragen Folin-ciocalteatu…… 39

Gambar 8. Grafik penentuan OT kuersetin (Replikasi 2)……….. 42

Gambar 9. Grafik Penetuan OT Fraksi Etil Asetat (Replikasi 1)……... 42

Gambar 10. Reaksi antara radikal DPPH dengan senyawa……….. 48

Gambar 11. Struktur senyawa kuersetin……….. 49

Gambar 12. Usulan mekanisme reaksi kuersetin dan radikal DPPH…… 49

Gambar 13. Kurva persamaan regresi linier aktivitas antioksidan

kuersetin……….. 51

Gambar 14. Kurva persamaan regresi linier aktivitas antioksidan

fraksi etil asetat……… 52

Gambar 15. Grafik penentuan OT asam galat (Replikasi 1)……… 56

Gambar 16. Reaksi pembentukan kompleks molybdenum-blue……….. 60

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Surat determinasi tanaman dadap serep………. 66

Lampiran 2. Gambar tanaman dadap serep……… 67

Lampiran 3. Perhitungan rendemen………...… 68

Lampiran 4. Data penimbangan untuk pengujian

aktivitas antioksidan……….. ... 69

Lampiran 5. Data perhitungan konsentrasi pengujian

aktivitas antioksidan………. 70

Lampiran 6. Scanning pengkoreksi………... 72

Lampiran 7. Optimasi metode uji aktivitas antioksidan………. 73

Lampiran 8. Uji aktivitas antioksidan menggunakan radikal DPPH.. 74

Lampiran 9. Perhitungan nilai IC50 kuersetin dan fraksi air

ekstrak metanol daun dadap serep………... 84

Lampiran 10. Penimbangan bahan pengujian kandungan fenolik total... 85

Lampiran 11. Perhitungan konsentrasi pengujian fenolik total………… 85

Lampiran 12. Scanning kontrol asam galat………. 88

Lampiran 13. Optimasi penentuan kandungan fenolik total……… 88

Lampiran 14. Perhitungan kandungan fenolik total……… 93

(17)

xvii INTISARI

Dalam pengobatan tradisional di Indonesia, daun dari tanaman dadap serep berkhasiat untuk mengobati sakit kepala, batuk serta untuk minuman bagi wanita sehabis melahirkan. Senyawa fenolik merupakan salah satu kandungan bioaktif dari daun dadap serep. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas antioksidan fraksi etil asetat ekstrak etanol daun dadap serep secara in vitro yang didasarkan pada efek peredaman radikal bebas larutan 1,1-difenil-pikrilhidrazil (DPPH) yang dinyatakan dengan inhibition concentration 50 (IC50). Kandungan fenolik total juga ditentukan menggunakan pereaksi Folin-Ciocalteu dengan baku standar asam galat yang dinyatakan dengan massa ekivalen asam galat. Prinsip metode ini adalah senyawa fenolik teroksidasi dalam suasana basa dan pereaksi Folin-Ciocalteu tereduksi menjadi larutan berwarna biru yang dapat diukur dengan spektrofotometer visibel pada panjang gelombang 750 nm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fraksi etil asetat ekstrak etanol daun dadap serep mempunyai aktivitas antioksidan dengan nilai IC50 sebesar 245,15 ± 4,26 µg/mL dan kandungan fenolik total sebesar 8,51 ± 0,18 ekivalen asam galat per g fraksi etil asetat ekstrak etanol daun dadap serep dan metode yang digunakan belum tervalidasi.

(18)

xviii

ABSTRACT

In Indonesian traditional medicine, the leaves of dadaps (Erythrina subumbrans (Hassk.) Merr.) are efficacious to cure headaches, cough and can also be used as a drink for women after childbirth. Phenolic compound is one of the bioactive contents in dadaps leaves. This research was conducted to determine the antioxidant activities of ethyl acetate fraction of ethanol extract of dadaps leaves in vitro based on the reducing effect of free radical of 1,1-diphenyl-pikrilhidrazil (DPPH) solution expressed by inhibition concentration 50 (IC50). The total phenolic contents was also determined by using the Folin-Ciocalteu reagent with gallic acid standard expressed by the mass of gallic acid equivalents. The principle of this method is oxidized phenolic compounds in alkaline medium and Folin-Ciocalteu reagent is reduced to a blue solution that can be measured by the visible spectrophotometer at a wavelength of 750 nm. The results showed that the ethyl acetate fraction of ethanol extract of dadaps leaves had antioxidant activities with IC50 valued in the amount of 245.15 ± 4.26 µg/mL and the total phenolic content of 8.51 ± 0.18 gallic acid equivalent per g of ethyl acetate fraction of ethanol extract of dadaps leaves and the method has not been validated.

(19)

1 BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang

Paparan sistem biologis dari xenobiotik, polusi, radiasi pengion atau

cahaya UV dan perkembangan kondisi patologis tertentu menyebabkan tekanan

oksidatif, akibatnya meningkatkan produksi oksigen radikal. (Sapakal et al.,

2008). Pembentukan radikal bebas dan reaksi oksidasi pada biomolekul akan

berlangsung sepanjang hidup. Inilah penyebab utama dari proses penuaan dan

berbagai penyakit degeneratif (Silalahi, 2006). Radikal oksigen terus dibentuk

pada semua organisme hidup, dengan efek merusak yang menyebabkan cedera

dan kematian sel (Sapakal et al., 2008). Jenis Reaktif Oksigen Spesies (ROS)

termasuk radikal hidroksil, radikal anion superoksida, hidrogen peroksida, radikal

nitrat oksida, radikal hipoklorit, dan berbagai lipid peroksida mampu bereaksi

dengan membran lipid, asam nukleat, protein, enzim dan molekul kecil lainnya,

yang mengakibatkan kerusakan sel (Sapakal et al., 2008).

Antioksidan adalah zat yang berperan penting dalam menunda atau

mencegah penyakit degeneratif oleh kerusakan oksidatif dari komponen sel hidup

yang disebabkan oleh radikal bebas. Didalam tubuh secara alami telah

mengandung enzim-enzim yang berperan sebagai antioksidan dalam tubuh seperti

enzim glutation reduktase (GSH), superoksida dismutase (SOD), katalase (CAT),

glutation peroksidase (GPX), diketahui dapat melemahkan spesies oksigen reaktif

dengan menghilangkan potensi oksidan atau dengan mengubah spesies oksigen

(20)

tekanan oksidatif berlebih didalam tubuh, menyebabkan produksi radikal bebas

menjadi meningkat didalam tubuh yang berakibat dibutuhkannya tambahan

antioksidan yang cukup untuk menanggulangi tekanan oksidatif yang tinggi

tersebut sehingga dapat mengurangi dampak kerusakan sel sebagai akibat dari

reaksi radikal bebas.

Antioksidan sintetik seperti butylated hidroksitoluen (BHT), butylated

hydroxyanisole (BHA), tert-butylhydroquinone (TBHQ) dan propil gallate (PG)

telah digunakan selama bertahun-tahun, namun senyawa tersebut sedang diperiksa

untuk kemungkinannya dalam menimbulkan toksisitas. Oleh karena itu, sekarang

ini dilakukan penelitian intensif tentang antioksidan polifenol alami yang berasal

dari tumbuhan untuk menggantikan antioksidan sintetis (Qader et al.,2011).

Dadap serep (Erythrina subumbrans) adalah salah satu tanaman yang

secara tradisional digunakan untuk minuman bagi wanita sehabis melahirkan dan

untuk mengobati sakit kepala. Rebusan daunnya juga digunakan untuk mengobati

batuk (Anonim, 2007). Dalam tanaman dadap serep memiliki kandungan senyawa

bioaktif seperti alkaloid, flavonoid, isoflavonoid, saponin dan lektin. Senyawa

fenolik tersebut memiliki peranan penting dalam kaitan penggunaan tanaman

terhadap manfaatnya bagi kesehatan. Salah satu manfaat dari kandungan senyawa

fenolik pada tanaman dadap serep telah dibuktikan dalam penelitian

Rukachaisirikul et al.,(2007) yang menunjukan tanaman dadap serep (Erythrina

subumbrans) mengandung senyawa fenolik yang beraktivitas antibakteri lebih

kuat dibanding standar antibiotik vancomycin dan oxacillin terhadap beberapa

(21)

Senyawa fenolik merupakan senyawa bioaktif dari tumbuhan yang

merupakan sumber antioksidan alami yang aman. Untuk melihat potensi

antioksidan dari tanaman dadap serep, dalam penelitian ini dilakukan pemeriksaan

aktivitas antioksidan fraksi etil asetat ekstrak etanolik daun dadap serep yang

dilakukan dengan metode 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH) secara

spektrofotometri. Metode DPPH dipilih karena sederhana, mudah, cepat dan peka

serta hanya memerlukan sedikit sampel. Aktivitas diukur dengan menghitung

jumlah pengurangan intensitas warna ungu DPPH yang sebanding dengan

pengurangan konsentrasi larutan DPPH. Peredaman tersebut dihasilkan oleh

bereaksinya molekul Difenil Pikril Hidrazil dengan atom hidrogen yang

dilepaskan satu molekul komponen sampel sehingga terbentuk senyawa Difenil

Pikril Hidrazin dan menyebabkan terjadinya peluruhan warna DPPH dari ungu ke

kuning (Zuhra, Tarigan dan Sihotang, 2008). Penentuan kandungan fenolik total

dari fraksi etil asetat ekstrak etanolik daun dadap serep dilakukan menggunakan

metode Folin-Ciocalteu dimana merupakan salah satu metode yang cepat dan

sederhana dalam menentukan kandungan fenolik total (Fu et al., 2011).

B. Permasalahan

1. Berapakah nilai aktivitas antioksidan fraksi etil asetat ekstrak etanolik daun

dadap serep dengan menggunakan metode DPPH yang dinyatakan dengan IC50 ?

2. Berapakah kandungan fenolik total fraksi etil asetat ekstrak etanolik daun dadap

(22)

C. Keaslian Penelitian

Sejauh pengamatan penulis, penelitian tentang uji aktivitas antioksidan

daun dadap pernah dilakukan oleh :

Estrada, E.I., 2010, dengan judul “Actividad Antioxidante De Alcaloides De

Erythrina Americana Miller”. Penelitian ini menggunakan daun dadap spesies

Erythrina Americana Miller yang diperoleh di universitas nacional autonoma

de Mexico (Mexico) dan uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH (2,2

-diphenyl-1-picrylhydrazyl).

Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah

bahwa dalam penelitian ini daun dadap serep spesies Erythrina subumbrans

(Hassk.) Merr. yang digunakan dipanen dari dari kebun tanaman obat Fakultas

Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang aktivitas

antioksidan fraksi etil asetat ekstrak etanolik daun dadap serep dengan

menggunakan metode DPPH yang dinyatakan dengan IC50. 2. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang aktivitas

antioksidan daun dadap serep sehingga bisa dimanfaatkan sebagai alternatif untuk

(23)

E. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui aktivitas antioksidan menggunakan metode DPPH fraksi etil asetat

ekstrak etanolik daun dadap serep.

2. Mengetahui nilai aktivitas antioksidan fraksi etil asetat ekstrak etanolik daun

dadap serep dengan menggunakan metode DPPH yang dinyatakan dengan IC50 dan mengetahui nilai kandungan fenolik total fraksi etil asetat ekstrak etanolik

(24)

6

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA A. Dadap Serep 1. Keterangan botani

Dadap serep termasuk tanaman legum pohon, berasal dari Asia Tenggara

dan tersebar di seluruh kepulauan nusantara. Varietas tanaman ini dibedakan

berdasarkan ada tidaknya duri pada kulitnya (Purwanto, 2007).

2. Nama tumbuhan

Nama latin : Erythrina subumbrans Hassk. (Anonim, 2007).

Nama sinonim : Erythrina hypaphorus Boerl., Erythrina lithosperma

Miquel (Anonim, 2007).

Nama daerah : dadap minyak, dadap limit (sunda); dadap lengan,

dadap lisah (jawa); dadap lenga, thetheuk oleng

(Madura) (Purwanto, 2007).

3. Klasifikasi dadap serep menurut USDA (2011)

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Superdivisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Sub Kelas : Rosidae

Ordo : Fabales

Famili : Fabaceae

Genus : Erythrina

(25)

4. Gambaran umum

Dadap serep merupakan tanaman legum pohon, tumbuh tinggi agak

bengkok, ketinggian mencapai 15-22 m dengan diameter batang 40-100 cm,

sistem perakaran dalam. Kulit batang berwarna hijau, batang yang tua bercampur

garis-garis kecoklatan, cabang tumbuh lurus ke atas membentuk sudut 45o. Daunnya beranak tiga helai, berbentuk delta atau gemuk bundar ujung agak

meruncing, bagian bawah daun membundar, bila diremas terasa lunak ditangan.

Ukuran panjang tangkai daun 10-20,5 cm; panjang daun 9-19 cm; dan lebar daun

6-17 cm. Daun atas berukuran lebih besar daripada kedua daun penumpu.

Bunganya tumbuh diantara ketiak daun, daun mahkota bunyanya berwarna merah

kekuningan, berbentuk terompet. Polongnya berukuran kecil, berbentuk sabit,

berisi 4-8 biji per polong (Purwanto, 2007).

Dalam penggunaannya, bagian kulit kayu dan daun dadap serep secara

empiris digunakan untuk pengobatan tradisional sebagai campuran dengan

tanaman obat lainnya. Di Indonesia ditemukan daun mudanya digunakan untuk

minuman bagi wanita sehabis melahirkan dan untuk mengobati sakit kepala.

Rebusan daunnya digunakan untuk mengobati batuk (Anonim, 2007).

5. Kandungan kimia dadap serep

Tanaman dadap serep memiliki kandungan senyawa bioaktif seperti

alkaloid, flavonoid, isoflavonoid, saponin dan lektin. Flavonoid dan isoflavonoid

yang terkandung dalam tanaman dadap merupakan senyawa bioaktif yang

(26)

baru, senyawa bioktif tersebut juga menunjukan potensi sebagai senyawa

Gambar 1. Beberapa struktur senyawa isoflavonoid (Samanta, Das, dan Das, 2011)

B. Senyawa Fenolik

Senyawa fenolik merupakan metabolit sekunder dari alam dengan jumlah

senyawa yang besar (lebih dari 8.000) yang tersebar luas diseluruh kingdom

tanaman dan dikarakterisasi dengan setidaknya memiliki satu cincin aromatis

dengan satu atau lebih terikat dengan gugus hidroksil. Senyawa fenolik dapat

diklasifikasikan berdasarkan susunan dari atom karbon dalam flavonoid (flavonol,

flavon, flavan-3-ol, antosianidin, flavanon, isoflavon dan lainnya) dan

non-flavonoid (asam fenolat, hidroksinamat, stilben dan lainnya) dan

senyawa-senyawa tersebut umumnya berada terkonjugasi dengan gula dan asam organik

(27)

Flavonoid merupakan salah satu kelompok metabolit sekunder terbesar

sebagai senyawa fenolik. Flavonoid melindungi tanaman terhadap berbagai

ancaman biotik dan abiotik yang menunjukkan spektrum dengan beragam fungsi

biologis dan memainkan peran penting dalam interaksi antara tanaman dan

lingkungannya (Samanta et al., 2011). Senyawa fenolik mayoritas yang ada di

alam berada sebagai glikosida. Adanya gula dan gugus hidroksil membuat

senyawa fenolik larut dalam air sedangkan adanya gugus metil dan unit isopentil

membuat flavonoid menjadi lipofilik (Samanta et al., 2011).

Sebagian besar koleksi metabolit dari produk alam disebut dengan istilah

flavonoid yang mencakup senyawa dengan karbon berstruktur C6-C3-C6.

Tergantung pada posisi keterkaitan dari cincin aromatik ke bagian benzopiren,

kelompok produk alam ini dibagi menjadi tiga kelas: Flavonoid (2 -

fenilbenzopiren), isoflavonoid (3-benzopiren) dan Neoflavonoid (Samata et al.,

2011).

O

O

Flavonoids Isoflavonoids

(3-benzopyrans)

O

Neoflavonoids

Gambar 2. Klasifikasi flavonoid produk alam (Samata et al., 2011) C. Radikal Bebas

Reaktif oksigen spesies (ROS) adalah istilah yang meliputi semua

(28)

golongan radikal bebas. Jenis ROS termasuk radikal hidroksil, radikal anion

superoksida, hidrogen peroksida, singlet oksigen, radikal nitrat oksida, radikal

hipoklorit, dan berbagai lipid peroksida. Semua mampu bereaksi dengan membran

lipid, asam nukleat, protein, enzim dan molekul kecil lainnya, yang

mengakibatkan kerusakan sel (Sapakal et al, 2008).

Banyak bukti yang telah dikumpulkan untuk melihat kerusakan seluler

yang timbul akibat dari spesies oksigen reaktif (ROS), setidaknya sebagian, dalam

etiologi dan patofisiologi penyakit manusia seperti gangguan neurodegeneratif

(misalnya penyakit alzheimer, penyakit parkinson, multipel sklerosis, syndrom

down), peradangan, infeksi virus, autoimun patologi, dan gangguan sistem

pencernaan seperti peradangan pencernaan dan ulkus. Dalam sistem metabolisme

tubuh, radikal bebas dihasilkan sebagai bagian dari proses normal metabolisme

tubuh, dan reaksi berantai radikal bebas biasanya diproduksi di rantai pernapasan

mitokondria, campuran oksidase fungsi hati, dengan leukosit bakteri, melalui

aktivitas xantin oksidase, polusi atmosfer, dan dari transisi logam katalis, obat dan

xenobiotik. Selain itu, mobilisasi kimia dari cadangan lemak di bawah berbagai

kondisi seperti menyusui, olahraga, demam, infeksi dan bahkan puasa, dapat

menghasilkan peningkatan aktivitas radikal dan meningkatkan kerusakan,

khususnya yang berhubungan dengan kekebalan tubuh dan sistem saraf. Hormon

stres (adrenalin dan noradrenalin) yang disekresikan oleh kelenjar adrenal di

bawah kondisi stres emosional yang berkelanjutan dan berlebihan, yang

kemudian dimetabolisme menjadi lebih sederhana seperti molekul radikal bebas,

(29)

D. Antioksidan

Antioksidan merupakan suatu senyawa yang mampu menunda,

memperlambat atau menghambat reaksi oksidasi didalam tubuh. Antioksidan

mampu menstabilkan, atau menonaktifkan radikal bebas sebelum menyerang sel

dalam tubuh. Antioksidan merupakan senyawa yang penting untuk menjaga

kesehatan seluler dan kesehatan sistemik tubuh (Sapakal et al., 2008).

Senyawa antioksidan dapat dibedakan berdasarkan komposisi, sifat fisik

dan kimia, mekanisme dan tempat aksi dari senyawa antioksidan tersebut.

Enzim-enzim yang berperan sebagai antioksidan dalam tubuh seperti Enzim-enzim glutation

reduktase (GSH), superoksida dismutase (SOD), katalase (CAT), glutation

peroksidase (GPX), diketahui dapat melemahkan spesies oksigen reaktif dengan

menghilangkan potensi oksidan atau dengan mengubah spesies oksigen reaktif

dan spesies nitrogen reaktif menjadi senyawa yang stabil. Senyawa dengan bobot

molekul tinggi seperti protein : albumin, ceruplasmin, transferin, haptoglobin

mengikat logam aktif redoks dan membatasi produksi radikal bebas katalis logam.

Senyawa dengan berat molekul rendah dibagi menjadi antioksidan larut lemak

(tokoferol, karotenoid, kina dan beberapa polifenol) dan antioksidan yang larut air

(asam askorbat, asam urat dan beberapa polifenol). Senyawa antioksidan jenis

mineral: selenium, mangan, tembaga, dan seng diakui sebagai antioksidan yang

serbaguna. Senyawa antioksidan jenis vitamin: vitamin A, C, dan E ternyata

memiliki peran penting dalam mencegah atau meminimalkan kerusakan

peroksidasi dalam sistem biologis. Tanaman kaya antioksidan merupakan sumber

(30)

jeruk, biji sesame, daun teh hijau, biji kakao, anggur, tomat, jeruk, apel,

biji-bijian, zaitun, wortel (Sapakal et al.,2008).

Sumber-sumber antioksidan dapat berupa antioksidan sintetik maupun

antioksidan alami. Tetapi saat ini penggunaan antioksidan sintetik mulai dibatasi

karena ternyata dari hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa antioksidan

sintetik seperti BHT (Butylated Hydroxy Toluena) ternyata dapat meracuni

binatang percobaan dan bersifat karsinogenik. Oleh karena itu industri makanan

dan obat-obatan beralih mengembangkan antioksidan alami dan mencari

sumber-sumber antioksidan alami baru (Zuhra et al., 2008).

Gambar 3. Usulan mekanisme reaksi antara BHT dan DPPH ((a) donasi kedua atom hidrogen, (b) dimerisasi, (c) kompleksasi) (Bondet,

(31)

Tabel I. Berbagai Reactive Oxygen Species (ROS) dan antioksidan sebagai penetral (Sapakal et al., 2008)

Reactive Oxygen Species

(ROS) Senyawa antioksidan

Radikal hidroksil vitamin C, glutation, flavonoid, asam lipoid

Radikal superoksida vitamin C, glutation, flavonoid, SOD

Hidrogen peroksida

vitamin C, glutation, betakaroten, vitamin E, CoQ10, flavonoid, asam

lipoid

Lipid peroksida beta karoten, vitamin E, ubiquinon, flavonoid, glutation peroksidase

E. Penyarian

Penyarian adalah kegiatan penarikan zat atau metabolit aktif yang semula

berada didalam sel yang kemudian ditarik oleh cairan penyari sehingga zat aktif

tersebut larut dalam cairan penyari (Harborne, 1987). Secara umum, penyarian

dapat dibedakan menjadi infudasi, maserasi, perkolasi dan penyarian

berkesinambungan. Sebagai cairan penyari digunakan air, eter, atau campuran

etanol air (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1986).

Maserasi merupakan metode yang melibatkan perendaman dan

penggojogan bahan tanaman didalam pelarut tertentu yang kemudian pelarutnya

diuapkan (Raaman, 2006). Remaserasi merupakan modifikasi cara penyarian

maserasi. Pada proses remaserasi cairan penyari dibagi menjadi dua bagian.

(32)

diendap tuangkan dan diperas, ampas dimaserasi lagi dengan cairan penyari yang

kedua (Depkes, 1986). Alkohol didalam banyak penelitian merupakan pelarut

yang cocok untuk berbagai tujuan ekstraksi sebagai pelarut awal yang digunakan

dalam tahapan ekstraksi (Harborne, 1998).

Ekstraksi cair-cair digunakan sebagai cara untuk praperlakukan sampel

untuk memisahkan analit-analit dari komponen-komponen matriks yang mungkin

menganggu pada saat kuantifikasi atau deteksi analit. Ekstraksi cair-cair

ditentukan oleh distribusi Nerst atau hukum partisi yang menyatakan “pada

konsentrasi dan tekanan yang konstan, analit akan terdistribusi dalam proporsi

yang selalu sama diantara dua pelarut yang saling tidak campur”. Perbandingan

konsentrasi pada keadaan setimbang di dalam 2 fase disebut dengan koefisien

distribusi atau koefisien partisi (Kd) dan digambarkan dengan rumus : Kd = 𝑆 𝑜𝑟𝑔 𝑆 𝑎𝑞

Dimana [S]org dan [S]aq masing-masing merupakan konsentrasi analit dalam fase organik dan dalam fase air; Kd merupakan koefisien partisi. Efiseiensi proses ekstraksi tergantung pada nilai distribusinya dan juga tergantung pada

volume relative kedua fase. Adanya ekstaksi berulang (bertingkat) akan

meningkatkan efisiensi ekstraksi (Gandjar dan Rohman, 2007).

F. Metode DPPH dan Folin-Ciocalteu

Metode DPPH merupakan metode yang sering digunakan untuk menguji

aktivitas antioksidan. Metode ini bertujuan untuk mengetahui parameter

(33)

ini dapat dicapai dengan cara mengintepretasikan data eksperimental dari metode

tersebut (Molyneux, 2004).

Uji kuantitatif daya antioksidan dilakukan dengan metode DPPH

(1,1-difenil-2-pikrilhidrazil) secara spektrofotometri sinar tampak. Metode ini

didasarkan pada perubahan warna radikal DPPH. Perubahan warna tersebut

disebabkan oleh reaksi antara radikal bebas DPPH dengan satu atom hidrogen

yang dilepaskan senyawa yang terkandung dalam bahan uji untuk membentuk

senyawa 1,1-difenil-2-pikrilhidrazin yang berwarna kuning. Pada metode ini

absorbansi yang diukur adalah absorbansi larutan DPPH sisa yang tidak bereaksi

dengan senyawa antioksidan (Josephy, 1997).

NO2

DPPH Free Radical Phenolic Compounds DPPH Reduced Form

+ A

Gambar 4. Reaksi antara radikal DPPH dengan senyawa antioksidan (Irshad, Zafaryab, Singh, dan Rizvi, 2012)

Dalam metode DPPH, dengan adanya elektron bebas yang tidak

berpasangan pada senyawa radikal DPPH, senyawa tersebut memberikan serapan

maksimum yang kuat pada panjang gelombang 517 nm dan memberikan warna

(34)

absorptivitas molar radikal DPPH pada 517 nm dari 9660 ke 1640 ketika elektron

bebas radikal DPPH dipasangkan dengan hidrogen dari senyawa antioksidan

radikal bebas untuk membentuk senyawa DPPH-H. Dengan demikian hasil

dekolorisasi yang terjadi memberikan nilai stoikiometri sehubungan dengan

jumlah elektron yang ditangkap (Prakash, 2001).

Metode Folin-Ciocalteu (F-C) merupakan metode kolorimetri yang

sering digunakan yang berdasarkan reaksi oksidasi yang cepat dari fenol dengan

menggunakan senyawa alkali, umumnya menggunakan sodium karbonat, yang

akan menghasilkan ion fenolat yang cukup besar. Senyawa fenolat yang terbentuk

mereduksi warna kuning F-C menjadi berwarna biru, yang dapat diukur secara

spektrofotometri ( Cicco dan Lattanzio, 2011).

G. Validasi Metode

Validasi metode dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis dapat

memberikan hasil seperti yang diharapakan dengan akurat, spesifik, reprodusibel,

dan tahan pada kisaran analit yang akan dianalisis (Gandjar dan Rohman, 2007).

Akurasi merupakan ketelitian metode analisis atau kedekatan antara nilai

terukur dengan nilai yang diterima baik nilai konvensi, nilai sebenarnya atau nilai

rujukan. Untuk mendokumentasikan akurasi, ICH (International Conference on

Harmanization) merekomendasikan pengumpulan data dari 9 kali penetapan

kadar dengan 3 konsentrasi yang berbeda (misal 3 konsentrasi dengan 3 kali

replikasi). Data harus dilaporkan sebagai persentase perolehan kembali (recovery)

(Gandjar dan Rohman, 2007). Rata-rata persen recovery yang dihasilkan

(35)

Tabel II. Kisaran recovery hasil analisis yang diterima (APMVA, 2004)

% Senyawa

impuritis/aktif Rata-rata recovery yang diterima

≥ 10 98-102 %

≥ 1 90-110 %

0,1-1 80-120 %

< 1 75-125 %

Presisi merupakan ukuran keterulangan metode analisis dan biasanya

diekspresikan sebagai simpangan baku relatif dari sejumlah sampel yang berbeda

signifikan secara statistik (Gandjar dan Rohman, 2007).

Tabel III. Kriteria nilai presisi yang masih dapat diterima (APVMA, 2004)

Kadar zat aktif (%)

Nilai KVyang masih dapat diterima (%)

≥ 10 ≤ 2

1-10 ≤ 5

0,1-1 ≤ 10

<0,1 ≤ 20

Spesifisitas adalah kemampuan untuk mengukur analit yang dituju secara

tepat dan spesifik dengan adanya komponen-komponen lain dalam matriks sampel

seperti ketidakmurnian, produk degradasi, dan komponen matriks (Gandjar dan

Rohman, 2007). Jika respon yang dihasilkan dari suatu metode dapat

(36)

tersebut dapat dikatakan selektif. Selektifitas suatu metode analisis dapat

ditunjukan dengan menampilkan data yang menggambarkan tidak adanya

interferensi dari hasil produk degradasi dan senyawa yang dapat menyebabkan

interferensi lainnya dalam matriks (APVMA, 2004).

Linearitas merupakan kemampuan suatu metode untuk memperoleh

hasil-hasil uji yang secara langsung proporsional dengan konsentrasi analit pada

kisaran yang diberikan. Linearitas suatu metode merupakan ukuran seberapa baik

kurva kalibrasi yang menghubungkan antara respon (y) dengan konsentrasi (x)

(Gandjar dan Rohman, 2007).

H. Landasan Teori

Radikal bebas adalah atom atau molekul yang tidak stabil dan sangat

reaktif yang merupakan salah satu faktor penyebab kerusakan sel dalam tubuh.

Untuk mengurangi dampak kerusakan yang diakibatkan dari radikal bebas,

dibutuhkan senyawa antioksidan yang merupakan suatu senyawa yang mampu

menunda, memperlambat atau menghambat reaksi oksidasi didalam tubuh yang

dapat berasal dari radikal bebas. Antioksidan mampu menstabilkan atau

menonaktifkan radikal bebas sebelum menyerang sel dalam tubuh.

Sumber-sumber antioksidan dapat berupa antioksidan sintetik maupun antioksidan alami

yang berasal dari tanaman.

Secara empiris tanaman dadap serep digunakan sebagai bahan obat

tradisional yang digunakan untuk mengobati batuk, sakit kepala, demam dan

minuman bagi wanita sehabis melahirkan. Tanaman dadap serep memiliki

(37)

lektin. Adanya berbagai kandungan senyawa fenolik disamping saponin dan lektin

dalam tanaman dadap serep tersebut memberikan kemungkinan besar bahwa

tanaman ini memiliki aktivitas sebagai antioksidan.

Pengujian aktivitas antioksidan dari suatu sampel uji dapat dilakukan

dengan menggunakan metode DPPH. Metode ini didasarkan pada perubahan

warna radikal DPPH yang disebabkan oleh reaksi antara radikal bebas DPPH

dengan senyawa antioksidan yang menyumbangkan satu atom hidrogen yang

dilepaskan senyawa yang terkandung dalam bahan uji untuk membentuk senyawa

1,1-difenil-2-pikrilhidrazin yang berwarna kuning, sisa DPPH yang tidak bereaksi

diukur secara spektrofotometri sinar tampak.

Kandungan senyawa fenolik dari suatu sampel dapat diukur dengan

metode Folin-Ciocalteu (F-C). Metode ini berdasarkan reaksi oksidasi yang cepat

dari fenol dengan menggunakan senyawa alkali, umumnya menggunakan sodium

karbonat, yang akan menghasilkan ion fenolat yang cukup besar. Senyawa fenolat

yang terbentuk mereduksi warna kuning F-C menjadi berwarna biru, yang dapat

diukur secara spektrofotometri.

I.Hipotesis

Fraksi etil asetat ekstrak etanolik daun dadap serep mempunyai aktivitas

antioksidan yang dapat diukur dengan metode DPPH yang dinyatakan dengan

IC50. Kandungan fenolik total fraksi etil asetat ekstrak etanolik daun dadap serep dapat diukur dengan metode Folin-Ciocalteu yang dinyatakan dengan massa

(38)

20

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental karena subjek uji

diberi perlakuan.

B. Variabel

1. Variabel bebas berupa konsentrasi fraksi etil asetat ekstrak etanolik daun dadap

serep.

2. Variabel tergantung berupa aktivitas antioksidan dan kandungan fenolik total

fraksi etil asetat ekstrak etanolik daun dadap serep.

3. Variabel pengacau terkendali berupa tempat tumbuh tanaman, waktu

pemanenan dan cara panen.

4. Variabel pengacau tidak terkendali berupa cahaya matahari, cuaca, kelembaban,

curah hujan.

C. Definisi Operasional

1. Daun dadap serep adalah daun (folium) segar dari tanaman dadap serep yang

dipanen dari Kebun Tanaman Obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma (Yogyakarta) dengan bentuk daun belah ketupat, dengan lebar ± 10-17

cm, berwarna hijau.

2. Ekstrak etanolik daun dadap serep adalah sari hasil proses maserasi daun dadap

serep dengan penyari etanol.

3. Fraksi etil asetat adalah hasil fraksinasi ekstrak etanolik daun dadap serep

(39)

4. Persen inhibition concentration (%IC) adalah persen yang menyatakan

kemampuan fraksi etil asetat ekstrak etanolik daun dadap serep untuk

menangkap radikal DPPH.

5. Nilai inhibition concentration 50 (IC50) adalah nilai konsentrasi fraksi etil

asetat ekstrak etanolik daun dadap serep yang menghasilkan penangkapan 50%

radikal DPPH.

D. Bahan dan Alat Penelitian 1. Bahan penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: daun dadap serep

yang diambil dari kebun tanaman obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta, akuades (Laboratorium Kimia Analisis Instrumental

Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma); bahan kualitas p.a. E. Merck,

yaitu: metanol, bahan kualitas p.a. Sigma Chem. Co., USA, yaitu: DPPH, reagen

Folin-Ciocalteu, asam galat, dan kuersetin kualitas Sigma Chem. Co., USA; bahan

kualitas teknis Brataco Chemica, yaitu: wasbensin dan etil asetat; bahan kualitas

teknis CV. General Labora, yaitu: metanol; dan aluminium foil.

2. Alat penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: neraca analitik (Scaltec

SBC 22, BP 160P), vacuum rotary evaporator (Junke & Kunkel), waterbath

(labo-tech, Heraeus), vortex (Janke & Kunkel), spektrofotometer UV-Vis (Perkin

Elmer Lamda 20), blender, corong Buchner, oven, mikropipet 10-1000μL; 1-10

mL (Acura 825, Socorex), tabung reaksi bertutup, dan alat-alat gelas yang lazim

(40)

E. Tatacara Penelitian 1. Determinasi tumbuhan

Determinasi tanaman dadap serep dilakukan di Laboratorium

Farmakognosi-Fitokimian, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta.

2. Pengumpulan bahan

Tanaman dadap serep diperoleh dari kebun tanaman obat Fakultas

Farmasi Universitas Sanata Dharma di Yogyakarta. Pengumpulan pada musim

kemarau bulan Agustus tahun 2012. Pemanenan dilakukan pada tanaman saat pagi

hari.

3. Preparasi sampel

Daun dadap serep segar dicuci dengan air mengalir, dikering-anginkan,

dan ditimbang sebanyak 1 kg, kemudian dihaluskan dengan grinder. Ketika

dihaluskan, daun tersebut ditambahkan sedikit cairan penyari (etanol 76%).

Simplisia yang telah dihaluskan ditimbang 100 g dan dituang kedalam bejana

maserasi, ditambah etanol 76% sampai terendam sempurna, dan dicampur

homogen. Campuran dimaserasi pada suhu ruangan selama dua hari. Filtrat

diperoleh melalui penyaringan dengan corong Buchner. Ampas penyaringan

diremaserasi dengan etanol 76% secukupnya selama dua hari. Kemudian filtratnya

dicampurkan dengan filtrat terdahulu. Campuran filtrat kemudian disaring. Lalu

hasil penyaringan filtrat diuapkan pelarutnya dengan vacuum rotary evaporator

(41)

Ekstrak etanol daun dadap serep ditambah 300 mL air hangat dan

diekstraksi cair-cair menggunakan wasbensin dengan perbandingan larutan

ekstrak : wasbensin (1:1 v/v), kemudian didiamkan sampai terpisah sempurna.

Fase air akan berada pada bagian bawah, sedangkan fase wasbensin berada pada

bagian atas.

Dari hasil partisi diperoleh dua fraksi, yaitu fraksi wasbensin dan fraksi

air. Selanjutnya fraksi air diekstraksi cair-cair lagi menggunakan etil asetat dengan

perbandingan larutan fraksi air : etil asetat (1:1 v/v) sehingga didapatkan fraksi air

dan etil asetat. Setelah dipisahkan fraksi etil asetat diuapkan pelarutnya dengan

vacuum rotary evaporator. Hasil fraksi tersebut kemudian ditutup dengan plastik

serta aluminium foil lalu disimpan dalam desikator. Lalu hasil fraksi tersebut

digunakan untuk dianalisis lebih lanjut.

4. Pembuatan larutan pembanding dan uji

a. Pembuatan larutan DPPH

Sejumlah DPPH dilarutkan ke dalam metanol p.a sehingga diperoleh

larutan DPPH dengan konsentrasi 0,4 mM. Larutan tersebut ditutup dengan

alumunium foil dan harus selalu dibuat baru.

b. Pembuatan larutan stok kuersetin

Sebanyak 2,5 mg kuersetin dilarutkan dengan metanol p.a sampai 10,0

mL.

c. Pembuatan larutan pembanding

Diambil sebanyak 0,2; 0,3; 0,4; 0,5; 0,6 mL larutan stok kuersetin,

kemudian ditambahkan metanol p.a sampai 10,0 mL, sehingga diperoleh

(42)

d. Pembuatan larutan uji

1. Larutan uji untuk aktivitas antioksidan

Sebanyak 12,5 mg hasil fraksi etil asetat ditimbang, lalu di add

metanol p.a sampai 25,0 mL. Diambil sebanyak 1,5; 3; 4,5; 6; 7,5 mL larutan

tersebut, kemudian ditambahkan metanol p.a sampai 10,0 mL, sehingga

diperoleh konsentrasi larutan uji sebesar 75; 150; 225; 300; 375 μg/mL.

2. Larutan uji untuk penentuan kandungan fenolik total

Sebanyak 5,0 mg hasil fraksi etil asetat ditimbang, lalu ditambahkan

metanol p.a sampai diperoleh konsentrasi larutan uji sebesar 500,0 µg/mL.

e. Pembuatan larutan asam galat

Dibuat larutan asam galat dengan konsetrasi 500 µg/mL dalam

akuades : methanol p.a (1:1). Diambil sebanyak 1,0; 1,5; 2,0; 2,5; dan 3,0 mL

larutan tersebut, kemudian ditambahkan akuades : metanol p.a (1:1) sampai

10,0 mL, sehingga diperoleh konsentrasi larutan baku asam galat sebesar 50;

75; 100; 125; dan 150 µg/mL.

5. Uji pendahuluan

a. Uji fenolik

Sejumlah 0,5 mL larutan uji 500,0 µg/mL dan larutan pembanding

asam galat 150,0 µg/mL dimasukan ke dalam 3 tabung reaksi. Lalu

ditambahkan 5 mL pereaksi fenol Folin-Ciocalteu yang telah diencerkan

dengan akuades (1:10 v/v) kedalam tabung reaksi. Diamkan selama 10 menit.

Tambahkan 4 mL larutan natrium karbonat 1 M. Kemudian amati warna

(43)

b. Uji pendahuluan aktivitas antioksidan

Sebanyak 1 mL larutan DPPH dimasukan ke dalam masing-masing

tiga tabung reaksi. Ditambahkan masing-masing dengan 1 mL metanol p.a,

larutan pembanding kuersetin 37,5 μg/mL , dan larutan uji 200,0 μg/mL.

Selanjutnya, larutan tersebut ditambahkan dengan 3 mL metanol p.a. Larutan

tersebut kemudian divortex selama 30 detik. Setelah 30 menit, amati warna

pada larutan tersebut.

6. Optimasi metode uji aktivitas antioksidan

a. Penentuan panjang gelombang serapan maksimum

Pada 3 labu ukur 10 mL, dimasukan masing-masing 0,5; 1,0; 1,5 mL

larutan DPPH. Ditambahkan larutan tersebut dengan metanol p.a hingga tanda

batas sehingga konsentrasi DPPH menjadi 0,020; 0,040; dan 0,080. Larutan

tersebut kemudian divortex selama 30 detik. Diamkan selama OT. Lalu

dilakukan scanning panjang gelombang serapan maksimum dengan

spektrofotometer visibel pada panjang gelombang 400-600 nm.

b. Penentuan operating time (OT)

Sebanyak 2 mL larutan DPPH dimasukan kedalam masing-masing 3

labu ukur 10 mL, ditambahkan masing-masing dengan 2 mL larutan

pembanding kuersetin 5; 10 dan 15 μg/mL. Selanjutnya larutan tersebut

ditambahkan dengan metanol p.a hingga tanda batas. Larutan tersebut

kemudian divortex selama 30 detik. Setelah itu dibaca absorbansinya dengan

spektrofotometer visibel pada panjang gelombang serapan maksimum selama 1

(44)

7. Uji aktivitas antioksidan

Uji aktivitas antioksidan ditentukan dengan menggunakan metode

spoktrofotometri sesuai dengan penelitian Rollando (2012).

a. Pengukuran absorbansi larutan DPPH (kontrol)

Pada labu ukur 10 mL, dimasukan sebanyak 2 mL larutan DPPH.

Ditambahan larutan tersebut dengan metanol p.a hingga tanda batas. Kemudian

larutan tersebut dibaca absorbansinya pada saat OT dan panjang gelombang

maksimum. Pengerjaan dilakukan sebanyak 3 kali. Larutan ini digunakan

sebagai kontrol untuk menguji larutan pembanding dan uji.

b. Pengukuran absorbansi larutan pembanding dan uji

Sebanyak 1 mL larutan DPPH dimasukkan ke dalam tabung reaksi

bertutup kemudian ditambah dengan 1 mL larutan pembanding dan uji pada

berbagai seri konsentrasi telah dibuat. Selanjutnya larutan tersebut ditambah

dengan metanol p.a hingga tanda batas. Larutan tersebut kemudian divortex

selama 30 detik dan diamkan selama OT. Larutan dibaca absorbansinya dengan

spektrofotometer visibel pada panjang gelombang maksimum hasil optimasi.

Pengujian dilakukan dengan 3 kali replikasi.

c. Validasi metode uji aktivitas antioksidan

Hasil dari prosedur 7 a dan b, divalidasi presisi (%CV), spesifisitas

(spektra kontrol), dan linearitas (nilai r).

% CV = 𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 𝐷𝑒𝑣𝑖𝑎𝑠𝑖 𝑆𝐷 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑡𝑒𝑟𝑢𝑘𝑢𝑟

(45)

d. Estimasi aktivitas antioksidan

Hasil dari prosedur 7 a dan b, dihitung nilai % IC dan IC50 untuk kuersetin dan fraksi etil asetat ekstrak etanolik daun dadap serep.

8. Optimasi metode penetapan kandungan fenolik total

Optimasi metode penetapan kandungan fenolik total ditentukan dengan

menggunakan metode spektrofotometri.

a. Penentuan OT

Sebanyak 0,5 mL larutan asam galat 50; 100; dan 150 μg/mL

ditambahkan dengan 5 mL reagen Folin-Ciocalteu yang telah diencerkan dengan

air (1:10 v/v). Larutan selanjutnya ditambahkan dengan 4,0 mL natrium karbonat

1 M. Setelah itu, dibaca absorbansinya dengan spektrofotometer visibel pada

panjang gelombang 750 nm selama 30 menit.

b. Penentuan panjang gelombang maksimum

Sebanyak 0,5 mL larutan asam galat 50; 100; dan 150 μg/mL

ditambahkan dengan 5 mL reagen Folin-Ciocalteu yang telah diencerkan dengan

air (1:1 v/v). Larutan selanjutnya ditambahkan dengan 4,0 mL natrium karbonat 1

M. Diamkan selama OT, absorbansinya dibaca pada λ maksimum dengan

spektrofotometer visibel pada panjang gelombang 600-800 nm.

9. Penetapan kandungan fenolik total

a. Pembuatan kurva baku asam galat

Sebanyak 0,5 mL larutan asam galat 50; 75; 100; 125; dan 150 μg/mL

ditambah dengan 5 mL reagen Folin-Ciocalteu yang telah diencerkan dengan air

(46)

Setelah OT, absorbansinya dibaca pada λ maksimum terhadap blanko yang terdiri

atas akuades : metanol p.a (1:1), reagen Folin-Ciocalteu dan larutan natrium

karbonat 1 M. Pengerjaan dilakukan 3 kali.

b. Validasi metode penetapan kandungan fenolik total

Hasil dari prosedur 9 a , divalidasi presisi (%CV), spesifisitas (spektra

kontrol), dan linearitas (nilai r).

% CV = 𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 𝐷𝑒𝑣𝑖𝑎𝑠𝑖 𝑆𝐷 𝑘𝑜𝑛𝑠 𝑒𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑡𝑒𝑟𝑢𝑘𝑢𝑟

𝑟𝑎𝑡𝑎 −𝑟𝑎𝑡𝑎𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑡𝑒𝑟𝑢𝑘𝑢𝑟 x 100%

c. Estimasi kandungan fenolik total larutan uji

Diambil 0,5 mL larutan uji 500 μg/mL, lalu masing-masing dimasukan ke

dalam labu takar 10,0 mL dan dilanjutkan sebagaimana perlakuan pada

pembuatan kurva baku asam galat . Kandungan fenolik total dinyatakan sebagai

gram ekivalen asam galat (mg ekivalen asam galat per g fraksi etil asetat).

Lakukan 3 kali replikasi.

F. Analisis Hasil

Aktivitas penangkapan radikal DPPH (%) dihitung dengan rumus :

Absorbansi (larutan kontrol) – Absorbansi sampel (larutan pembanding/uji) X 100%

Absorbansi larutan control

Data aktivitas tersebut dianalisis dan dihitung nilai IC50 mengunakan persamaan regresi linear dengan sumbu x adalah konsentrasi larutan uji maupun

(47)

untuk menentukan ada atau tidak adanya perbedaan bermakna antara IC50 larutan pembanding dan larutan uji.

Uji kandungan fenolik total menghasilkan nilai mg ekivalen asam galat

dalam per g fraksi etil asetat. Nilai tersebut didapatkan dari analisis regresi linier

(48)

Gambar 5. Skema jalannya penelitian

Determinasi tanaman

Pengumpulan dan preparasi bahan

Pembuatan ekstrak etanol daun dadap serep

Ekstraksi cair-cair dengan wasbensin dan air

Fraksi wasbensin

Fraksi air

Ekstraksi cair-cair dengan etil asetat

(49)

31

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Determinasi

Dalam penelitian ini langkah pertama yang dilakukan adalah determinasi

tanaman yang akan digunakan sebagai sampel uji. Tujuan dilakukannya

determinasi adalah untuk mengetahui kebenaran identitas tanaman yang

digunakan serta untuk menghindari kesalahan dalam penggunaan tanaman saat

dilakukan penelitian. Determinasi tanaman dadap serep dilakukan di

Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia, Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma dengan acuan buku Flora of Java (Backer and Bakhuizen van den Brink,

1965). Dari hasil determinasi (lampiran 1) yang dilakukan terbukti bahwa

tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah dadap serep (Erythrina

subumbrans (Hassk.) Merr.).

B. Hasil Pengumpulan Bahan

Daun dadap serep yang digunakan diperoleh dari kebun tanaman obat

Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Daun dipanen tanggal

21 september 2012. Daun dadap serep dipilih yang tidak layu, tidak terdapat bekas

luka daun, masih berwarna hijau dan masih segar. Adanya luka daun pada

tanaman dapat menyebabkan timbulnya respon enzimatik terhadap luka pada daun

tanaman tersebut. Polifenol oksidase merupakan suatu enzim ekstraseluler yang

akan mengoksidasi senyawa fenolik menjadi bentuk radikal dan membentuk

(50)

(1987), senyawa fenol pada tanaman sangat peka terhadap adanya proses oksidasi

enzim yang mungkin dapat berakibat hilangnya senyawa fenol. Berkurangnya

senyawa fenolik pada daun maka dapat mengakibatkan pada berkurangnya

aktivitas antioksidan. Seleksi ini dilakukan untuk menjaga kualitas daun yang

akan digunakan sehingga kemungkinan terjadinya pengurangan mutu sampel daun

akibat sudah terjadinya perubahan kandungan kimia daun dari proses perubahan

metabolisme tumbuhan dapat dihindari. Daun kemudian dicuci, dibersihkan

dengan air bersih yang mengalir untuk menghilangkan sisa-sisa partikel debu,

pengotor lain serta kontaminan yang masih tertinggal di daun.

Proses pemanenan dan preparasi simplisia merupakan proses yang dapat

menentukan mutu simplisia daun dadap serep yang akan digunakan sebagai

sampel uji, oleh karena itu diperlukan prosedur baku dalam proses tersebut.

Waktu terbaik untuk pemanenan daun (kualitas pada puncak musim atau waktu

pada hari pemanenan) harus ditentukan sesuai dengan kualitas dan kuantitas

konstituen aktif biologis dari hasil vegetatif total bagian tanaman obat yang

ditargetkan. Dalam pemanenan daun dadap serep dipilih pada saat pagi hari untuk

mendapatkan hasil metabolit sekunder dari tanaman secara maksimal dan tidak

dalam kondisi basah (hujan atau embun) atau dalam kondisi kelembaban tinggi

untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kontaminasi oleh mikroba pada

tanaman. Kontaminasi mikroba pada tanaman dapat mengakibatkan berubahnya

metabolisme dari tanaman tersebut. Hal ini dikarenakan adanya senyawa

fitotoksin yang dihasilkan oleh mikroba yang merupakan hasil sintesis mikroba

(51)

menginduksi tanaman untuk memproduksi senyawa fitoaleksin yang merupakan

senyawa hasil metabolisme tanaman sebagai pertahanan atas serangan mikroba.

Menurut Harborne (1987), senyawa fitoaleksin pada tanaman dapat berupa

seskuiterpenoid, isoflavonoid, asetilena, atau senyawa fenol. Apabila senyawa

fitoaleksin diproduksi berlebih pada tanaman sebagai tanggapan atas serangan

mikroba, maka jumlah senyawa fenol yang dibutuhkan sebagai sumber fitoaleksin

akan bertambah. Hal ini dapat menimbulkan kandungan senyawa fenol yang

merupakan metabolit sekunder tanaman yang dapat berfungsi sebagai senyawa

antioksidan akan berkurang akibat digunakannya senyawa fenol sebagai sumber

fitoaleksin.

Daun dadap yang telah diperoleh dan dicuci kemudian dikeringkan

sebelum ekstraksi. Menurut World Health Organization (2003), dalam proses

pengeringan, kelembapan udara pada tempat pengeringan diperhatikan dan dijaga

untuk menghindari kelembapan udara berlebih yang dapat menimbulkan

tumbuhnya kontaminan jamur pada daun. Pengeringan dilakukan dalam keadaan

terawasi untuk mencegah terjadinya perubahan kimia yang mungkin terjadi. Daun

dadap serep yang diperoleh dikeringkan segera tanpa menggunakan suhu tinggi

dan dalam aliran udara yang baik. Setelah daun dadap serep benar-benar kering,

(52)

C. Hasil Preparasi Sampel

1. Ekstraksi sampel

Serbuk simplisia yang digunakan kemudian diekstraksi dengan cairan

penyari etanol 76%. Menurut Harborne (1998), etanol didalam banyak penelitian

merupakan pelarut yang cocok untuk berbagai tujuan ekstraksi sebagai pelarut

awal yang digunakan dalam tahapan ekstraksi. Metode penyarian yang digunakan

adalah dengan maserasi. Pemilihan metode ini karena dengan metode ini sampel

yang digunakan tidak mengalami perlakuan pemanasan sehingga senyawa yang

tidak cocok dengan pemanasan terjaga stabilitasnya. Maserasi dilakukan selama

dua hari dan dilanjutkan remaserasi selama dua hari. Selama proses maserasi

dilakukan, digunakan juga shaker sebagai alat untuk membantu penggojogan.

Penggojogan dilakukan untuk meningkatkan kontak antara cairan penyari yang

digunakan dengan sampel, sehingga proses ekstraksi metabolit yang terkandung

dalam sampel dapat berjalan lebih efektif dan mendapatkan hasil penyarian yang

maksimal. Remaserasi dalam penelitian ini dilakukan untuk memaksimalkan

hasil perolehan penyarian dari senyawa yang belum tersari akibat sudah jenuhnya

cairan penyari yang digunakan.

Hasil dari proses maserasi dan remaserasi dikumpulkan yang kemudian

disaring dengan corong Buchner yang dilapisi kertas saring dan diintegrasikan

dengan pompa vacuum sehingga proses penyaringan lebih cepat. Filtrat hasil

penyaringan tersebut kemudian diuapkan pelarutnya menggunakan alat vacuum

rotary evaporator. Alat tersebut dapat menguapkan pelarut yang digunakan

(53)

vakum, sehingga dapat memperkecil kemungkinan rusaknya senyawa yang

terkandung didalamnya. Perolehan bobot ekstrak daun dadap serep adalah sebesar

14,235 g.

2. Fraksinasi ekstrak

Struktur senyawa aktif dalam tanaman sangat bervariasi. Perbedaaan ini

dipengaruhi golongan dan substituen dari senyawa tersebut. Hal ini dapat

menyebabkan perbedaan polaritas dari tiap-tiap senyawa tersebut sehingga untuk

mengekstraksi senyawa aktifnya diperlukan pelarut dengan polaritas yang

bertingkat. Menurut Snyder (1997), proses fraksinasi akan memisahkan

komponen aktif dari ekstrak daun kedalam fraksi polar, semi polar dan fraksi non

polar. Etanol merupakan salah satu pelarut universal yang dapat menyari banyak

senyawa kimia seperti klorofil, minyak, vitamin dan mineral. Oleh sebab itu

dalam penelitian ini dilakukan fraksinasi yang bertujuan untuk memisahkan

senyawa didalam ekstrak sehingga yang didapat adalah

senyawa-senyawa yang dituju yaitu senyawa-senyawa fenolik. Dalam melakukan fraksinasi dalam

penelitian ini menggunakan prinsip ektraksi cair-cair dimana merupakan teknik

ekstraksi yang menggunakan dua pelarut yang tidak tercampurkan yang

menimbulkan perpindahan senyawa terlarut dari satu pelarut ke pelarut kedua.

Ekstrak yang didapat kemudian dilarutkan dengan air hangat agar lebih

mudah untuk melarutkan ekstrak kental. Fraksinasi dilakukan dengan wasbensin

yang merupakan pelarut non polar. Penggunaan wasbensin yang merupakan

senyawa non polar dimaksudkan untuk mengekstraksi senyawa-senyawa non

(54)

menggunakan corong pisah. Dalam corong pisah, fraksi air akan berada dibagian

bawah sedangkan fraksi wasbensin ada di bagian atas. Hal ini dikarenakan adanya

perbedaan bobot jenis antara wasbensin dan air. Fraksi air yang mengandung

senyawa polar seperti fenolik disimpan, sedangkan fraksi wasbensin yang

mengandung klorofil, minyak, lemak dan vitamin tidak digunakan dalam

penelitian ini.

Tahap selanjutnya melakukan fraksinasi kembali dari fraksi air yang

diperoleh menggunakan pelarut etil asetat. Menurut Robinson (1995),

pengekstraksian kembali fraksi air dengan pelarut organik yang tidak bercampur

dengan air tetapi agak polar sering kali bermanfaat untuk memisahkan golongan

fenolik seperti senyawa-senyawa flavonoid dari senyawa yang lebih polar seperti

karbohidrat. Etil asetat merupakan pelarut yang baik untuk ini. Fraksi air akan

berada dibagian bawah dan fraksi etil asetat yang berbobot jenis lebih kecil dari

bobot jenis air akan berada diatas. Fraksi etil asetat akan mengkestraksi senyawa

fenolik aglikon sedangkan senyawa seperti antosianin, glikosida flavonoid akan

berada dalam fraksi air.

Dalam melakukan fraksinasi, dilakukan dengan perbandingan yang sama

antara pelarut etil asetat, wasbensin dan air dengan masing-masing menggunakan

100 mL fraksi. Menurut Gandjar dan Rohman (2007), fraksinasi juga dilakukan

secara berulang sebanyak tiga kali karena ekstraksi berulang dengan volume yang

sama akan lebih efektif dibanding melakukan ekstraksi tunggal dengan volume

(55)

aglikonnya bersifat cenderung non polar, sehingga tidak menutup kemungkinan

adanya senyawa tersebut larut dalam air maupun etil asetat.

Setelah didapat fraksi etil asetat, fraksi kemudian diuapkan menggunakan

vaccum rotary evaporator untuk meminimalkan pemaparan pemanasan supaya

stabilitas senyawa fenolik tetap terjaga. Sisa fraksi etil asetat kemudian

dimasukkan kedalam oven dengan suhu 40 oC untuk menguapakan sisa pelarut sehingga didapatkan ekstrak kental. Fraksi kental etil asetat dalam cawan petri

kemudian dibungkus dengan plastik dan ditutup dengan alumunium foil supaya

tidak terkena udara dan tidak terpapar sinar UV yang dapat mendegradasi

senyawa fenolik yang ada didalam fraksi etil asetat. Fraksi etil asetat yang sudah

dibungkus dimasukan didalam desikator agar tidak terpapar lembab dan

ditumbuhi jamur atau mikroba. Bobot fraksi etil asetat yang didapat sebesar 0,424

g dan rendemen fraksi etil asetat yang didapat adalah 0,424 %.

D. Hasil Uji Pendahuluan

1. Uji pendahuluan aktivitas antioksidan

Tujuan uji pendahuluan aktivitas antioksidan adalah untuk mengetahui

secara kualitatif adanya senyawa yang berpotensi memiliki aktivitas antioksidan

di dalam fraksi etil asetat ekstrak etanolik daun dadap serep. Uji ini menggunakan

radikal DPPH dengan kuersetin sebagai pembanding dan fraksi etil asetat ekstrak

etanolik sebagai sampel uji. Uji ini perlu dilakukan sebelum uji kuantitatif dimana

dapat menentukan langkah perlu dilakukannya uji kuantitatif aktivitas antioksidan

(56)

Uji ini dilakukan menggunakan tabung reaksi dengan menambahkan

sejumlah larutan kuersetin dan fraksi etil asetat ekstrak etanolik daun dadap serep

ke larutan DPPH. Keberadaan senyawa antioksidan dapat menyebabkan terjadinya

peluruhan warna larutan dari ungu ke kuning.

Gambar 6. Blanko DPPH (B), Fraksi etil asetat (A), Kuersetin (C)

Dalam uji ini digunakan kontrol positif berupa larutan DPPH yang

ditambah kuersetin untuk menunjukan warna larutan jika hasilnya positif (Gambar

5). Kontrol negatif dalam penelitian ini menggunakan larutan DPPH untuk

menunjukan warna larutan apabila hasil uji negatif (Gambar 5). Dari hasil uji yang

dilakukan terlihat adanya penurunan intensitas warna larutan uji fraksi etil asetat

ekstrak etanolik dari warna ungu menjadi kuning (Gambar 5). Ini menunjukan

bahwa hasil pengujian positif dan didalam fraksi etil asetat ekstrak etanolik daun

(57)

1. Uji pendahuluan senyawa fenolik

Uji ini bertujuan untuk mengetahui adanya kandungan senyawa fenolik

dalam fraksi etil asetat ekstrak etanolik daun dadap serep. Pengujian dilakukan

dengan metode Folin-Ciocalteau yang didasarkan pada reaksi oksidasi-reduksi

dalam suasana basa. Pengujian dilakukan dengan mencampurkan fraksi etil asetat

ekstrak etanolik daun dadap serep dengan pereaksi Folin-Ciocalteau. Menurut

Cicco dan Lattanzio (2011), reaksi yang terjadi yaitu adanya oksidasi senyawa

fenol dalam suasana basa, yang pada umumnya menggunakan sodium karbonat,

yang mana biasanya akan menghasilkan ion fenolik yang cukup banyak. Ion

fenolat yang terbentuk akan mereduksi warna kuning dari reagen Folin-ciocalteau.

Reaksi positif dari metode ini membentuk kompleks warna biru. Semakin tinggi

kadar fenol pada sampel, semakin banyak produk molekul berwarna biru,

akibatnya intensitas warna biru semakin tinggi.

(58)

Uji ini menggunakan kontrol negatif, yaitu pereaksi Folin-Ciocalteu

untuk menunjukan warna larutan jika hasilnya negatif (Gambar 6). Kontrol

positif dalam uji ini menggunakan pereaksi Folin-Ciocalteu yang ditambah asam

galat untuk menunjukan warna larutan jika hasilnya positif (Gambar 6). Dari hasil

penelitian yang dilakukan, fraksi etil asetat yang diberi reagen Folin-Ciocalteu

menunjukan warna biru. Dapat disimpulkan fraksi etil asetat ekstrak etanolik daun

dadap serep mengandung senyawa fenolik.

E. Hasil Optimasi Metode Uji Aktivitas Antioksidan 1. Penentuan panjang gelombang serapan maksimum ( λ maks)

Tujuan penentuan panjang gelombang maksimum adalah untuk

menentukan panjang gelombang dimana larutan DPPH yang digunakan

memberikan absorbansi yang paling optimum. Menurut Gandjar dan Rohman

(2007), pada panjang gelombang maksimum, perubahan yang sedikit dari

konsentrasi akan memberikan perubahan yang paling besar pada absorbansi yang

dihasilkan. Dengan demikian diperoleh sensitivitas yang maksimum.

Panjang gelombang maksimum dilakukan dengan scanning tiga

konsentrasi larutan DPPH. Scanning panjang gelombang dilakukan pada panjang

gelombang 400-600 nm.

Tabel IV. Hasil Scanning panjang gelombang maksimum DPPH

Gambar

Tabel XIII.
Gambar tanaman dadap serep…………………………
Gambar 1. Beberapa struktur senyawa isoflavonoid (Samanta, Das,
Gambar 2. Klasifikasi flavonoid produk alam (Samata et al., 2011)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Biaya operasional listrik para penghuni Rusunawa Buring 2 yang menggunakan sistem token pra-bayar memiliki kecenderungan lebih banyak mengkonsumsi energi listrik dibanding

[9] yang merupakan penghasil arus yang andingkan dengan koil standar, sehingga akan diperoleh suhu bunga api busi yang tinggi yang dapat membantu proses pembakaran dalam

Berdasarkan hasil pengukuran terhadap kelima stasiun radio dengan menetapkan titik 0 km sebagai referensi pengukuran, titik terjauh pengukuran kuat medan terhadap stasiun radio

Berdasarkan perhitungan lotsizing dengan menggunakan 4 teknik yang berbeda serta serta perhitungan total biaya pembelian, langkah selanjutnya adalah menghitung biaya

Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampaui, Kepala Daerah atau Pejabat tidak memberikan keputusan, permohonan pengembalian kelebihan pembayaran

Latar Belakang : Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang mempunyai hubungan yang sangat erat dengan lansia. Perubahan yang terjadi pada lansia adalah masalah

Pasca gempa dan Tsunami yang melanda sebagian besar wilayah Aceh termasuk Nagan Raya, perekonomian Nagan Raya kembali bangkit meskipun masih mengalami fluktuasi, dengan

Uji normalitas menggunakan bantuan komputer dengan menggunakan paket program SPSS ( Statistical Product and Service Solutions ) 16.0 for Windows sebagaimana