• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA DURASI MENONTON TELEVISI DENGAN PERILAKU KONSUMTIF PADA USIA AKHIR MASA KANAK-KANAK SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA DURASI MENONTON TELEVISI DENGAN PERILAKU KONSUMTIF PADA USIA AKHIR MASA KANAK-KANAK SKRIPSI"

Copied!
148
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA DURASI MENONTON TELEVISI

DENGAN PERILAKU KONSUMTIF

PADA USIA AKHIR MASA KANAK-KANAK

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh: MELLIDA CHRISTIANY

NIM : 069114021

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

i

HUBUNGAN ANTARA DURASI MENONTON TELEVISI

DENGAN PERILAKU KONSUMTIF

PADA USIA AKHIR MASA KANAK-KANAK

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh: MELLIDA CHRISTIANY

NIM : 069114021

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

iv

T

T

e

e

k

k

u

u

n

n

d

d

a

a

n

n

j

j

a

a

n

n

g

g

a

a

n

n

p

p

u

u

t

t

u

u

s

s

a

a

s

s

a

a

,

,

s

s

a

a

m

m

p

p

a

a

i

i

t

(6)

v

Dengan

rasa

yang

tak

bisa

kuungkapkan,

ku

persembahkan karya sederhanaku ini buat Tuhan

Yesus…kemudian untuk kedua orangtuaku dan

kakak-kakakku beserta teman-temanku yang sudah banyak

(7)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 17 Februari 2012 Penulis

(8)

vii

HUBUNGAN ANTARA DURASI MENONTON TELEVISI DENGAN PERILAKU KONSUMTIF PADA USIA AKHIR MASA KANAK-KANAK

Mellida Christiany

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menguji ada tidaknya hubungan antara durasi menonton televisi dengan perilaku kosumtif pada usia akhir masa kanak-kanak. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara durasi menonton televisi dengan perilaku konsumtif pada usia akhir masa kanak-kanak. Subyek yang digunakan dalam penelitian ini adalah anak usia 9-10 tahun yang berjumlah 110 orang. Penelitian ini menggunakan dua alat pengumpulan data yang berupa skala psikologis. Skala pertama adalah skala perilaku konsumtif yang terdiri dari 38 aitem pernyataan dan skala kedua skala durasi menonton televisi terdiri dari 1 aitem pernyataan. Metode statistik yang digunakan untuk menganalisis data penelitian ini adalah

Spearman.Hasil analisa statistik menunjukkan adanya korelasi ( r ) sebesar 0,708 dengan probabilitas 0,000 (p<0,01). Dengan demikian, penelitian ini memiliki korelasi positif antara durasi menonton televisi dengan perilaku konsumtif. Artinya, semakin tinggi durasi menonton televisi maka perilaku konsumtifnya akan semakin tinggi. Demikian juga sebaliknya, semakin rendah durasi menonton televisi maka perilaku konsumtifnya akan semakin rendah.

(9)

viii

CORRELATION BETWEEN DURATION OF WATCHING TELEVISION WITH CONSUMTIVE BEHAVIOUR ON LATE CHILDHOOD

Mellida Christiany

ABSTRACT

This research aim is to examine the correlation between duration of watching television with consumptive behaviour on late childhood. The hypothesis which raise in this research is there is a positive correlation between duration of watching television with consumptive behaviour on late childhood. The subject of this research are children which have age 9 till 10 years old amounting to 110 people. This research used two data collecting appliance which in the form of psychological scale. The first scale is duration of watching television that consists from 38 statement items and the second scale is consumptive behaviour scale that consists from 1 statement item. Statistical methods that used to analyze was Spearman.Result of statistical analyze show there was correlation ( r ) 0,708 with probability 0,000 (p<0,01). There for, these researches have a positive correlation between duration television with consumptive behaviour. That’s mean if the children had more duration of watching television, their consumptive behaviour will progressively increased. And so the contrary, if they had a low duration of watching television, their consumptive behaviour would be lower.

(10)

ix

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Mellida Christiany Nomor Mahasiswa : 06 9114 021

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan Kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

Hubungan Antara Durasi Menonton Televisi Dengan Perilaku Konsumtif Pada Usia Akhir Masa Kanak-Kanak

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan Kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam Bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya ataupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan saya sebagai penulis.

Demikian pernyatan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta,

Pada tanggal: 17 Februari 2012

Yang menyatakan

(11)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus yang selalu mendampingi dalam penyelesaian skripsi ini yang disusun sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas Sanata Dharma.

Penulis menyadari banyak kesulitan dan kendala selama penulisan skripsi ini. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menghaturkan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Tuhan Yesus kristus yang selalu memberikan keajaiban-keajaiban yang tak terduga…memang semua ada waktunya.

2. Ibu Dr. Siwi Handayani, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang memberi ijin untuk melakukan penelitian ini.

3. Ibu Tjipto Susana ,selaku dosen pemimbing skripsi. Terimakasih ya Bu sudah mau membimbing saya, moga gak bosen ya sama saya…hehehehe...semangat selalu Bu!

4. Orangtua saya, mama dan papa. Terimakasih atas doa dan jerih payahnya untuk memberi saya kesempatan belajar, memenuhi kebutuhan sehari hari saya dari sandang pangan papan….hahahahaha…..terutama untuk laptop na… 5. Kakak-kakak saya hingga calon ipar saya, dari Onik-Marshal, Yoyo-Ruth dan

(12)

xi

6. Buat adik-adik yang sudah mau mengisi angket kakak ^^ rajin belajar selalu dan semoga cita-cita kalian tercapai ya….

7. Pak Gie, Mas Muji, Mas Doni dan Bu Nanik yang sudah membantu kelancaran studi saya.

8. Ibu Santi (PKKN), Pak Wihadi dan Pak Damar (Teknik) karena sudah mengajarkan kepada saya banyak hal dari bekerja, memahami seseorang dan tempat bercerita.

9. Teman-teman sekerja di PKKN, di dancer, teman-teman sepelayanan di gereja, kakak-kakak dan adik-adik tingkat yang sudah mendukung saya dalam pengerjaan.

10. Buat Kak Dito dan Tia. Makasih banget ya dah bolehin dirinya untuk direpotin buat installin program pek berkali-kali. Pokok na kak ditto teknisi aku yang hebat deh ^^

11. Buat Dian, Bekti, Nita, Andien, Thea (yang sering aku tanya-tanyain ^^), Ina, Cha-Cha, Jina. Makasih banget buat canda tawanya dan dukungannya. Semangat!

12. Buat Brudie, Feri, Chris, Yoga. Makasih ya dah nemenin selama aku kuliah dan teman jalan-jalan kayak yang lain.

(13)

xii

14. Buat Mbak Nem dan Mas Wakijan….wah tenkyu banget ya dah banyak bantuin selama aku hidup ^^ hehehe…ayo tetap berjuank!!!

15. Buat Keke dan Dede yang sudah menyumbang partisipasinya dalam pengambilan data. Kalian adik-adik yang baik…yang rukun ya kalian berdua 16. Buat Lolita, tengkyu dah banyak kasih saran.

17. Buat Ko Roy, Ko Yusak dan Ko Jco…kalian hebat ^^

Akhir kata, penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat berguna dan memberikan manfaat bagi siapa saja yang membacanya.

Yogyakarta, November 2011

(14)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……….. i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ………. ii

HALAMAN PENGESAHAN ……….. iii

HALAMAN MOTTO ………... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ……… v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……….. vi

ABSTRAK ……… vii

ABSTRACT ……….. viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ………. ix

(15)

xiv

1. Pengertian Perilaku Konsumtif ………... 8

2. Aspek-aspek Perilaku Konsumtif ………...……. 9

3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Konsumtif……... 10

1. Kebudayaan ………...………... 10

2. Kelas Sosial ……….…… 12

3. Kelompok Acuan Kecil ... 12

4. Keluarga ………...………..……. 14

5. Pengalaman Belajar ………..… 14

6. Kepribadian dan Konsep Diri ………..…………. 15

7. Sikap dan Keyakinan ….. …...……….. 16

B. Durasi Menonton Televisi …………...………. 17

C. Usia Akhir Masa Kanak-Kanak………..…….. 23

D. Teori-Teori Dari Beberapa Tokoh Psikologi Mengenai Hubungan Menonton Televisi dan Perilaku Konsumtif ……….…………. 25

1. Freud ……… 25

2. Bandura ……… 25

3. Piaget ………... 29

E. Hubungan Durasi Menonton Televisi Dengan Perilaku Konsumtif Pada Usia Akhir Masa Kanak-Kanak……… 29

F. Hipotesa……… 33

BAB III. METODE PENELITIAN ……...……….. 36

A. Jenis Penelitian ……… 36

(16)

xv

C. Definisi Operasional ……… 36

D. Subjek Penelitian ………... 37

E. Metode Pengumpulan Data ………... 38

F. Uji Coba Alat Ukur ……… 41

G. Validitas dan Reliabilitas ……….... 42

1. Validitas ………...………. .. 42

2. Reliabilitas ……….. 43

H. Seleksi Item ……… 44

I. Metode Analisis Data ………... 47

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………... 49

A. Pelaksanaan Penelitian ……….………... 49

B. Deskripsi Subjek Penelitian ……….….. 49

C. Hasil Penelitian ……….…. 50

1. Deskripsi Data Penelitian ……….. 50

D. Analisis Data Penelitian ………... 52

(17)

xvi

(18)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Blue Print Skala Perilaku Konsumtif Sebelum Uji Coba ………. 40

Tabel 2 : Blue Print Angket Durasi Menonton Televisi Sebelum Uji Coba... 41

Tabel 3 : Distribusi Aitem Sahih dan Gugur Pada Skala Perilaku Konsumtif………. 45

Tabel 4 : Blue Print Skala Perilaku Konsumtif Setelah Uji Coba………… 46

Tabel 5 : Distribusi Subjek Penelitian……….. 50

Tabel 6 : Deskripsi Data Penelitian………..………... 51

Tabel 7 : Hasil Uji Normalitas Sebaran ……….. 52

Tabel 8 : Hasil Uji Linearitas Hubungan Antar Variabel ……… 53

(19)

xviii

DAFTAR SKEMA

(20)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Informed Consent ……… 65

Lampiran 2. Nota Kesepahaman ……… 68

Lampiran 3. Skala Perilaku Konsumtif dan Angket Durasi Menonton Televisi ..70

Lampiran 4. Hasil Wawanacara ………. 75

Lampiran 5. Skor Kasar Data Uji Coba Variabel Perilaku Konsumtif dan Durasi Menonton Televisi ……… 100

Lampiran 6. Uji Reliabilitas Butir Skala Perilaku Konsumtif Uji Coba …….. 113

Lampiran 7.Skala Perilaku Konsumtif dan Angket Durasi Menonton Televisi Setelah Uji Coba ……….…. 116

Lampiran 8. Uji Reliabilitas Butir Skala Perilaku Konsumtif Setelah Uji Coba………. 120

Lampiran 9. Uji Normalitas ………. 123

Lampiran 10. Uji Linearitas ………. 125

(21)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Media televisi telah menjadi barang utama di setiap rumah yang digunakan sebagai sarana hiburan keluarga sehingga mudah ditiru, dijiplak dan dipakai sesuka hati oleh setiap orang (Chaney, 2004). Media ini dapat mempengaruhi tindakan seseorang dalam melakukan sesuatu karena merupakan media komunikasi yang bersifat informatif dan persuasif dalam mengemas suatu acara dengan menarik dan efektif untuk memberikan pengalaman, nilai massa, dan tidak memerlukan pengetahuan khusus (Mowen & Minor, 2002). Media ini bersifat informatif karena dapat memberikan penerangan beserta penjelasannya mengenai suatu hal atau peristiwa. Bersifat persuasi berarti ajakan, bujukan atau rayuan yang bersifat psikologis-manusiawi, halus dan luwes, sehingga khalayak terangsang untuk melakukannya dengan rela dan senang hati (Effendy, 2008).

(22)

mempengaruhi cara berpikir dan perilaku mereka (Chen dalam Ibrahim, 2004).

Hasil penelitian Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) pada tahun 1996 menemukan bahwa TV adalah media yang paling banyak dipilih anak untuk dikonsumsi dengan alasan paling menghibur (Daud & Khumas, 2005). Penelitian ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan pada +6000 anak usia 5-15 tahun di Columbia memberikan hasil bahwa 75% anak-anak paling suka menonton televisi di antara semua media (Wibowo, 2007).

Penelitian Singer (dalam Tucher, 1987) mengungkapkan bahwa rata-rata menonton televisi anak 3-4 jam sehari. Penelitian tersebut belum jauh berbeda dengan hasil penelitian Yayasan Pengembangan Media Anak (YPMA) tahun 2002 dan 2006 yang menunjukkan adanya peningkatan jumlah jam anak dalam menonton televisi, yaitu yang semula 30-35 jam seminggu menjadi 35-40 jam seminggu. Demikian pula dengan Nina (“Pola Menonton Televisi”,2010) menunjukkan bahwa anak-anak menghabiskan waktu menonton televisi sebanyak 4-5 jam sehari atau 30-35 jam seminggu.

(23)

membangun dan mengembangkan sikap-sikap yang mengarah pada kelompok sosial (Hurlock, 1989).

Pada usia akhir masa kanak-kanak, anak sedang mengembangkan keterampilannya untuk menghasilkan dan mengerjakan hal-hal dengan rajin dan tekun sehingga anak dapat memperoleh pengakuan dari orang lain dengan memperlihatkan apa yang telah sanggup dia lakukan (Erikson dalam Cremers,1989). Perilaku tersebut diperkuat dengan teori Piaget (dalam Santrock, 1995) bahwa motivasi dasar seorang anak memperoleh pengetahuan baru adalah meniru contoh-contoh di lingkungan sekitarnya termasuk tayangan televisi untuk dijadikan model dalam bertingkah laku.

(24)

dilihatnya, baik dari kehidupan tayangan televisi maupun kehidupan nyata ke dalam permainannya. Setelah melalui fase memproduksi maka akan masuk ke dalam fase motivasi. Anak memiliki dorongan untuk mengulangi tingkah laku serupa dalam beberapa situasi karena adanya penguatan dari menonton televisi berulang kali.

Hal tersebut membuktikan bahwa televisi mempengaruhi pikiran anak tentang macam-macam profesi dan bagaimana orang harus hidup. Anak akan memiliki gaya hidup yang mengutamakan keinginan untuk mengkonsumsi barang atau jasa secara berlebihan agar bisa diterima dalam kelompoknya. Hal ini dikarenakan anak-anak masih sangat labil dan masih dalam proses pencarian jati diri karena terkadang apa yang mereka lihat, dengar dan rasakan sering mereka terima begitu saja tanpa memikirkan dampak bagi diri mereka sendiri. Dengan kata lain, anak berpikir secara konkret yaitu menghadapi setiap masalah tersendiri dan tidak mengintegrasikan keputusannya dengan mempergunakan teori-teori umum yang ada yang daripadanya dapat diabstraksikan suatu prinsip umum (Piaget dalam Cremers, 1988).

(25)

konsumtif terjadi karena adanya dorongan untuk bisa diterima oleh lingkungannya dan tidak ketinggalan jaman. Hal serupa juga dinyatakan oleh Peter dan Olson (1999) bahwa seringkali pembelian dan pemakaian produk didorong oleh keinginan yang kurang berguna seperti: mengikuti mode, menaikkan dan menjaga prestige, sekedar ikut-ikutan, dan berbagai alasan yang kurang penting lainnya. Maka, orang cenderung menjadi materialistik dan berperilaku konsumtif dengan melihat kepemilikan materi untuk mencapai kebahagiaan, merasa dihargai, dan pengakuan sosial.

Perilaku konsumtif yang demikian akan membuat seseorang lebih mementingkan keinginan-keinginannya untuk membeli barang daripada membeli sesuai dengan kebutuhan. Perilaku konsumtif juga akan membuat seseorang menjadi boros untuk menutupi segala kekurangan yang ada pada dirinya. Jika tingkat perilaku konsumtif cukup tinggi pada anak-anak maka mereka akan selalu mencari cara untuk mendapatkan uang pada orangtua tanpa memedulikan tata krama lagi. Anak minta dibelikan barang-barang aneh dan baru yang menarik perhatiannya (Iryani & Astuti,2004).

(26)

berkualitas canggih, berpakaian seperti orang dewasa, menggunakan asesoris-asesoris perhiasan, membeli mainan seperti idolanya seperti Spongebob, Naruto dan lain-lain merupakan gaya hidup yang dipamerkan melalui media televisi. Anak-anak mulai memperhatikan cara berpenampilan dan harus sama dengan apa yang dipakai teman-temannya (Hurlock, 1980). Dengan begitu, orangtua mereka dianggap sebagai mesin uang yang akan selalu memberi mereka uang. Hal ini pun akan berdampak pula jika anak terbiasa dengan perilaku meniru ini, maka anak-anak kurang bersikap bijaksana ketika dihadapkan pada-pada barang sesuai keinginan mereka.

Meskipun demikian beberapa proses pembentukan perilaku selain televisi dapat berasal dari stimulus eksternal secara sosial seperti budaya, kelompok acuan, keluarga serta peran dan status sosial yang kemudian terinternalisasi dan membentuk kepribadian (Kotler, 2005). Pembentukan perilaku secara internal merupakan proses belajar dalam diri seseorang antara kognitif, afektif dan konatif. Menurut Azwar (2005) pembentukan sikap dipengaruhi oleh pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama, serta faktor emosi dalam diri individu.

(27)

Khumas, 2005), pencegahan perilaku anak dan remaja dari pengaruh negatif tayangan televisi (Sugiyatma & Wahyuni, 2006), anak menonton film kartun (Obed & Reny, 2006),dan orangtua sebagai pendamping anak dalam menonton televisi (Salamah, 2006).

B. RUMUSAN MASALAH

Apakah terdapat hubungan antara durasi menonton televisi dengan perilaku konsumtif pada usia akhir masa kanak-kanak.

C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara durasi menonton televisi dengan perilaku konsumtif pada usia akhir masa kanak-kanak.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Memberikan informasi mengenai kemungkinan pengaruh televisi terhadap perilaku konsumtif pada anak.

(28)

8 BAB II

LANDASAN TEORI

A. PERILAKU KONSUMTIF

1. Pengertian Perilaku Konsumtif

Perilaku konsumtif menurut Gilarso (dalam Dewi, 2006) adalah kecenderungan perilaku membeli yang didasari oleh keinginan tanpa pertimbangan secara rasional dan terencana melainkan ingin memiliki dan memanfaatkannya. Hal ini membawa konsumen untuk membeli barang atau jasa karena ingin kebutuhannya terpenuhi dan dapat merasakan kepuasan (Swastha, 1984).

Menurut penelitian Parma (2007) perilaku konsumtif merupakan perilaku membeli secara berlebihan tanpa mempertimbangkannya terlebih dahulu secara rasional. Diungkapkan pula oleh Anggarasari (dalam Sriningsih, 2006) bahwa perilaku konsumtif terjadi karena adanya kecenderungan keinginan memiliki barang yang tidak diperlukan dan bersifat berlebihan. Perilaku konsumtif ini akan memunculkan kebiasaan membeli yang disebut impulsive buying yaitu pembelian yang dilakukan tanpa perencanaan.

(29)

perilaku konsumtif terjadi karena adanya dorongan untuk memenuhi keinginan yang menyenangkan bagi diri individu.

Fromm (1995) mengemukakan bahwa perilaku konsumtif sering dilakukan secara berlebihan untuk memperoleh kesenangan atau kebahagiaan meskipun sebenarnya kebahagiaan yang diperoleh hanya bersifat semu. Perilaku tersebut menggambarkan sesuatu yang tidak rasional dan bersifat kompulsif sehingga menimbulkan pemborosan dan inefisiensi biaya. Konsumen dalam membeli sesuatu bukan untuk memenuhi kebutuhan saja melainkan didorong oleh keinginan untuk memuaskan kesenangan. Keinginan tersebut mendorong seseorang membeli barang yang sebenarnya bukan menjadi prioritas utama dan menimbulkan pemborosan. Hal ini dapat dilihat dari keinginan untuk meniru orang lain atau model. Keputusan pembelian yang didominasi oleh faktor emosi ini juga mampu menyebabkan timbulnya perilaku konsumtif.

Berdasarkan uraian sebelumnya maka dapat diambil kesimpulan bahwa perilaku konsumtif adalah tindakan konsumen untuk mendapatkan atau membeli dan menggunakan barang tanpa memperhatikan prioritas utama dalam pemenuhan kebutuhan melainkan hanya untuk kepuasan sesaat.

2. Aspek-aspek Perilaku Konsumtif

(30)

a. Impulsif

Perilaku konsumtif terjadi karena adanya keinginan sesaat dan bersifat emosional. Perilaku konsumtif ini juga dilakukan tanpa perencanaan dan pertimbangan terlebih dahulu.

b. Pemborosan

Perilaku konsumtif merupakan perilaku membeli secara berebihan dan menghamburkan banyak uang

c. Mencari kesenangan

Perilaku konsumtif dilakukan untuk mencari kesenangan. d. Mencari kepuasan

Perilaku konsumtif terjadi karena adanya rasa ketidakpuasan untuk selalu bisa lebih dari yang lain. Aspek perilaku konsumtif ini terjadi untuk memperoleh pengakuan, serta biasanya diikuti oleh rasa bersaing yang tinggi.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumtif

Menurut Stanton (1986) perilaku membeli konsumen dipengaruhi oleh:

1. Kebudayaan

(31)

paling dasar karena budaya meliputi pola pikir, perasaan, dan keyakinan (Boeree, 2006). Kebudayaan terdiri atas kesatuan ide dan konsep yang diwujudkan dalam cara hidup, nilai-nilai sosial, normal, kepercayaan, dan kesenangan yang dikomunikasikan secara simbolis (Mowen & Minor, 2002). Kepercayaan, nilai-nilai, dan kebiasaan budaya terus diikuti selama menghasilkan kepuasan. Tetapi, jika standar tertentu tidak lagi memuaskan para anggota suatu masyarakat, maka akan diubah atau diganti, sehingga standar yang dihasilkan lebih sesuai dengan kebutuhan dan keinginan sekarang.

Saat ini kebudayaan tersebut dengan mudah tersampaikan melalui media televisi. Televisi menurut Gerbner (dalam Junaedi, 2007) merupakan agen penghomogen dalam kebudayaan. Sehingga secara tidak langsung, budaya merupakan keseluruhan kepercayaan, nilai-nilai, dan kebiasaan yang dipelajari untuk membantu mengarahkan perilaku konsumen para anggota masyarakat tertentu (Schiffman & Kanuk, 2004).

(32)

contohnya budaya memberikan wawasan mengenai pakaian yang cocok untuk ke sekolah, ke kantor, ke gereja, ke restoran, atau ke mall. Selain itu budaya memberikan standar dan ‘kaidah’ mengenai kapan harus makan, di mana harus makan, dan apa yang cocok untuk dimakan sesuai waktunya.

2. Kelas sosial

Kelas sosial merupakan pembagian masyarakat ke dalam golongan atau kelompok berdasarkan pertimbangan tertentu. Kelas sosial ditunjukkan dengan pemilihan produk maupun merk tertentu yang dinilai memiliki presitige yang tinggi. Dengan demikian kelas sosial mempengaruhi perilaku membeli seseorang untuk bisa diterima dalam kelompoknya.

3. Kelompok acuan kecil

(33)

Kelompok acuan juga menuntut seseorang untuk mengikuti kebiasaan kelompok.

Machfoedz (2010) menyatakan bahwa kelompok acuan berpengaruh secara informasional karena pengalaman orang lain merupakan komunikasi informatif. Kelompok acuan juga berpengaruh komparatif karena adanya perbandingan kepercayaan, sikap, dan perilaku individu dengan apa yang dimiliki oleh kelompok acuan. Kelompok acuan bersifat normatif karena secara langsung mempengaruhi sikap dan perilaku berdasarkan norma kelompok tersebut.

Salah satu perilaku konsumtif yang terjadi pada anak usia akhir adalah pembelian peralatan sekolah. Mereka berusaha memiliki peralatan sekolah yang sama dengan temannya atau berusaha untuk memiliki peralatan sekolah yang lebih bagus daripada temannya.

(34)

pada anak untuk berperilaku konsumtif karena secara tidak sadar mereka telah menyimpan informasi ke dalam memori terhadap seringnya menonton tokoh yang diidolakan dalam televisi.

4. Keluarga

Keluarga merupakan unit masyarakat yang terkecil namun perilakunya sangat mempengaruhi dan menentukan dalam pengambilan keputusan membeli untuk mengkonsumsi banyak produk seperti jenis makanan yang bergizi baik, dan cara berpakaian yang pantas pada beberapa acara (Mangkunegara, 2002). Keputusan membeli keluarga untuk memberikan yang terbaik untuk anak dibantu melalui tayangan-tayangan televisi. Televisi memberikan segala informasi kebutuhan setiap orang baik orang dewasa hingga anak-anak. Sehingga anak akan mengikuti perilaku dan gaya hidup dari keluarganya sendiri. Namun demikian, sikap permisif keluarga terhadap anak juga akan mempengaruhi segala keinginan anak untuk meniru tokoh atau idola dalam televisi tersebut. Sehingga jika anak kurang mendapatkan pendampingan dalam menonton televisi dan keluarga atau orangtua sering mengikuti keinginan anak, maka anak akan berperilaku konsumtif.

5. Pengalaman belajar

(35)

Pembelajaran terjadi karena adanya dampak langsung atau tidak langsung dari pengalaman yang berpengaruh terhadap pembentukan perilaku pada masa mendatang (Machfoedz, 2010). Anak usia akhir tanpa disadari melakukan pembelajaran melalui pengamatan yaitu meniru dan mengamati perilaku seseorang. Salah satunya adalah anak membeli suatu produk karena ia melihat gaya hidup model di tayangan televisi

6. Kepribadian dan konsep diri

(36)

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa anak berperilaku konsumtif karena cenderung membandingkan kepribadian dan konsep diri yang mereka miliki dengan model atau tokoh dalam televisi.

7. Sikap dan keyakinan

Seseorang memiliki keyakinan dan sikap melalui bertindak dan belajar. Keyakinan merupakan pengertian pemikiran seseorang tentang gambaran sesuatu. Keyakinan terhadap merek tertentu mempengaruhi keputusan membeli. Sedangkan sikap merupakan pengorganisasian motivasi, emosi, persepsi dan kognitif dalam melakukan evaluasi serta kecenderungan tindakan yang menguntungkan atau tidak menguntungkan dan bertahan lama pada seseorang terhadap objek atau gagasan tertentu. Solomon (dalam Ferrinadewi, 2008) mengemukakan mengenai komponen sikap seperti kognitif, afektif dan konatif ke dalam hirarki pengalaman yaitu sikap konsumen muncul karena adanya dorongan motivasi hedonis atau keinginan untuk mendapatkan perasaan senang.

(37)

akhir akan dengan mudah dipengaruhi oleh televisi pada motivasi, emosi, persepsi dan kognitif anak. Dengan demikian anak akan mudah meniru apa yang disajikan oleh televisi.

B. DURASI MENONTON TELEVISI

1. Televisi

a. Televisi dan Fungsinya sebagai Media Massa

Menurut Ibrahim (1984) televisi secara universal merupakan media massa berupa audio-visual yang berfungsi sebagai informasi, mendidik, menghibur, dan mempengaruhi. Sedangkan menurut Swastha (1984) televisi merupakan media komunikasi untuk menyampaikan informasi, membujuk dan mempengaruhi, menciptakan kesan dan memuaskan keinginan.

Tondowidjojo (1998) menjelaskan bahwa televisi adalah seperangkat elektronik untuk menyampaikan pesan, ide, gagasan maupun informasi kepada orang lain dalam bentuk audio visual. Sedangkan oleh Chen (dalam Isyam, 2006) mengungkapkan bahwa televisi merupakan serangkaian gambar yang berkesan bergerak dan hidup yang diproyeksikan dalam layar audio visual sehingga dapat dilihat oleh para penonton.

(38)

1. Informasi. Media massa memberikan informasi akan kondisi yang sedang terjadi dalam masyarakat.

2. Korelasi. Media massa berfungsi menghubungkan bagian-bagian dari masyarakat agar sesuai dengan lingkungannya serta memberikan berbagai pilihan dan alternatif dalam penyelesaian masalah yang dihadapi masyarakat. Secara tidak langsung media massa seringkali memasukkan kritik dan cara bagaimana seseorang harus bereaksi terhadap kejadian tertentu, sehingga akan membuat khalayak menginterpretasikan informasi, mendukung otoritas serta norma-norma dan membangun konsensus.

3. Kontinuitas. Media massa merupakan tempat untuk mengekspresikan budaya yang cenderung mendominasi yaitu kebudayaan baru namun juga berfungsi untuk memelihara nilai-nilai bersama.

4. Hiburan. Media massa memberikan kesenangan dan pelengah waktu, mengurangi ketegangan sosial.

5. Mobilisasi. Media massa mendorong khalayak untuk mendukung tujuan-tujuan sosial bersama yang berkaitan dengan bidang pekerjaan dan perkembangan sosial.

(39)

1. Pengawasan. Media massa berfungsi untuk memberi informasi dan menyediakan berita baik dalam bidang ekonomi, publik dan masyarakat. Salah satu contohnya adalah memberikan sebuah informasi mengenai bencana alam, dan norma akan suatu peristiwa. Namun dapat memberikan disfungsi yaitu membuat khalayak menjadi panik, apatis karena adanya penekanan yang berlebihan akibat tayangan yang terlalu terekspos.

(40)

3. Penyampaian warisan sosial. Media massa sebagai alat perantara untuk menyampaikan informasi, nilai, dan norma dari satu generasi ke generasi berikutnya karena media massa memberikan tayangan budaya massa berupa seni dan musik. Dengan cara ini, media bertujuan untuk meningkatkan kesatuan masyarakat dengan cara memperluas dasar pengalaman umum mereka. Media membantu integrasi individu ke masyarakat dengan cara melanjutkan sosialisasi. Namun demikian media dapat menyebabkan berkurangnya keanekaragaman budaya dan membantu meningkatkan masyarakat massa karena media massa cenderung membicarakan hal yang sama, berpakaian dengan cara yang sama, bertindak dan bereaksi dengan cara yang sama.

4. Hiburan. Media massa berfungsi untuk memberi waktu istirahat dari masalah setiap hari dan mengisi waktu luang. Namun demikian, hal ini akan berdampak kepada khalayak untuk lari dari kesibukan, sibuk mencari hiburan, merusak kesenian, menurunkan selera, dan menghalangi pertumbuhan.

(41)

1. Pengalihan. Televisi dapat menjadi tempat pelarian dari rutinitas dan masalah, seperti melepaskan ketegangan dari rutinitas.

2. Hubungan personal. Televisi memberikan manfaat sosial informasi dalam percakapan atau dengan kata lain pengganti media untuk kepentingan perkawanan.

3. Identitas pribadi atau psikologi individu. Televisi memberikan penguatan nilai atau menambahkan keyakinan, pemahaman diri, eksplorasi realitas, dan sebagainya.

4. Pengawasan. Televisi memberikan informasi mengenai hal-hal yang mungkin mempengaruhi seseorang atau akan membantu seseorang melakukan atau menuntaskan sesuatu.

Adapun fungsi media massa menurut Perse dan Courtright (dalam Severin & Tankard, 2005) untuk memenuhi kebutuhan manusia adalah sebagai berikut:

1. Untuk bersantai 2. Untuk dihibur

3. Untuk melupakan pekerjaan atau hal-hal lain 4. Untuk melakukan sesuatu bersama teman-teman

5. Untuk mempelajari berbagai hal tentang diri sendiri maupun orang lain

(42)

8. Agar tidak kesepian

9. Untuk memenuhi kebiasaan

10.Agar orang lain tahu bahwa saya peduli akan perasaan mereka 11.Untuk mengajak seseorang melakukan sesuatu demi saya b. Kebutuhan Menonton Televisi

Katz, Gurevitch, dan Haas (dalam Severin & Tankard, 2005), menggolongkan kebutuhan manusia menonton televisi ke dalam lima kategori, yaitu:

1. Kebutuhan kognitif. Seseorang menonton televisi untuk memperoleh informasi, pengetahuan, dan pemahaman.

2. Kebutuhan afektif. Seseorang menonton televisi karena adanya emosi, adanya pengalaman menyenangkan, atau estetis.

3. Kebutuhan integratif personal. Seseorang menonton televisi untuk memperkuat kredibilitas, rasa percaya diri, stabilitas, dan status.

4. Kebutuhan integratif sosial. Seseorang menonton televisi untuk memperat hubungan dengan keluarga, teman.

5. Kebutuhan pelepasan ketegangan. Seseorang menonton televisi karena pelarian dan pengalihan.

(43)

masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat dengan memberikan tayangan yang bersifat informatif maupun hiburan.

2. Durasi Menonton Televisi

Dalam penelitian ini, durasi menonton televisi memiliki arti lamanya menonton televisi atau rentang waktu menonton televisi (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2007).

C. USIA AKHIR MASA KANAK-KANAK

Pada tahapan ini anak-anak mampu memahami beberapa dimensi konsep baik dari tugas maupun masalah lebih mudah untuk memahami hubungan. Pada masa kanak-kanak ini ditandai oleh kondisi yang mempengaruhi penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial anak sehingga anak sudah mulai berusaha menemukan identitas diri mereka (Hurlock, 1989).

(44)

Para psikolog memberikan ciri bahwa pada anak-anak yang berada masa akhir masa kanak-kanak berada pada usia berkelompok. Pada usia ini anak memiliki dorongan untuk bisa diterima oleh teman sebayanya. Anak juga memiliki kebutuhan untuk bermain, kebutuhan untuk diterima dan mendapatkan pembenaran dari lingkungannya agar tidak mengalami frustrasi dan perasaan yang tidak berharga. Maka dalam pergaulannya anak berusaha mulai memiliki konsep diri ideal untuk menyesuaikan dirinya dengan keadaan kelompoknya seperti gaya berpenampilan, berbicara dan berperilaku.

(45)

D. TEORI-TEORI DARI BEBERAPA TOKOH PSIKOLOGI

MENGENAI HUBUNGAN MENONTON TELEVISI DAN

PERILAKU KONSUMTIF

1. Freud

Pendekatan psikodinamika ini menekankan adanya libido atau dorongan instink biologis yang tak terpuaskan pada diri individu. Teori ini menjelaskan pula bahwa untuk memuaskan libido setiap individu memiliki dorongan untuk menjadi sama dengan orang lain yang disebut identifikasi. Identifikasi merupakan cara belajar seseorang untuk mencontoh orang lain yang dianggapnya ideal.

Tahapan identifikasi mula-mula berlangsung secara tidak sadar kemudian irrasional, yaitu berdasarkan perasaan yang tidak rasional. Identifikasi ini hanya menghendaki bahwa yang satu ingin menjadi seperti yang lain dalam sifat-sifatnya yang dikagumi (Ahmadi, 1991). Salah satu proses identifikasi adalah menonton televisi. Ketika individu mulai memberikan perhatian penuh pada apa yang ditontonnya, individu tersebut cenderung meniru perilaku atau gaya hidup dari tokoh idolanya. Apabila perilaku meniru ini terus dibiarkan maka individu tersebut memiliki perilaku konsumtif yang cukup tinggi.

2. Bandura

(46)

faktor-faktor lingkungan. Salah satu faktor lingkungan tersebut adalah televisi. Aktivitas menonton televisi akan memberikan penguatan, penghargaan dan hukuman, serta pengondisian pada individu dalam mengamati, dan menyimpan pengamatan tersebut untuk meniru tingkah laku model.

Di sisi lain, penguat dan hukuman bukanlah faktor yang paling penting dalam belajar melainkan melakukan satu tindakan (performance). Bila anak dihargai karena mengungkapkan perasaannya ia akan sering melakukannya. Tetapi jika ia dihukum ia akan menahan diri untuk berbicara walaupun ia memiliki kemampuan untuk melakukannya. Melakukan satu perilaku ditentukan oleh peneguhan, sedangkan kemampuan potensial untuk melakukan ditentukan peniruan (Bandura dalam Severin & Tankard, 2005).

(47)
(48)

mendapatkan penguat positif baik dari keluarga maupun teman sebayanya maka anak akan berperilaku konsumtif.

(49)

Kemudian diinterpretasi dan dievaluasi sebelum menjadi sikap yang relatif menetap dalam ruang kognisi.

3. Piaget

Anak pada usia akhir masa kanak-kanak berada pada tahap operasional konkret yaitu anak dapat berpikir logis tentang peristiwa-peristiwa yang konkret dan mengklasifikasikan benda-benda ke dalam bentuk-bentuk yang berbeda. Anak mampu mencerna informasi lebih baik dibanding anak usia dibawahnya.

Teori dari tokoh Piaget ini juga memberikan dari segi kognitif yaitu adanya unsur pengetahuan dimana pengetahuan itu dipelajari dan perubahan pengetahuan akan memungkinkan timbulnya perubahan perilaku. Perilaku tersebut dapat terjadi karena manusia sebagai pencari pengetahuan yang aktif dalam bertindak di dunia berdasarkan pengetahuan ini (Neisser dalam Severin & Tankard, 2005). Dalam pandangan ini, orang dilihat sebagai ‘pemecah masalah’ daripada sebagai objek pengondisian atau manipulasi.

E. HUBUNGAN DURASI MENONTON TELEVISI DENGAN

PERILAKU KONSUMTIF PADA USIA AKHIR MASA KANAK-KANAK

(50)

bahwa pada usia ini anak mulai membangun dan mengembangkan sikap-sikap yang mengarah pada kelompok sosial.

Anak-anak akan berusaha mengikuti gaya hidup kelompoknya sebagai cara untuk dapat bergaul dan dapat diterima oleh kelompoknya atau lingkungannya. Salah satu cara agar anak-anak dapat diterima oleh kelompoknya adalah anak mulai mencari informasi dari menonton televisi. Informasi-informasi tersebut disimpan dengan baik untuk digunakan dalam pergaulannya dengan teman sebaya. Selain itu, anak bisa mendapatkan pembenaran dari lingkungannya agar tidak mengalami frustrasi dan perasaan yang tidak berharga.

Anak memberikan perhatian penuh saat menonton televisi. Anak dapat memenuhi rasa ingin tahunya dalam memahami dan memperoleh arti dari dunia luar, memenuhi rasa amannya dengan membuktikan bahwa ia mampu mengatasi persoalan kehidupan dan dapat diterima dalam masyarakat. Anak menjadi mudah memperoleh norma-norma maupun nilai-nilai dari suatu kebudayaan yang menjadi gaya hidup saat ini. Selain itu anak dapat memperoleh penguatan nilai dalam menambahkan keyakinan, pemahaman diri, eksplorasi realitas (Hartanto, 2000). Hal ini akan membuat anak meniru gaya hidup instan yang dilakukan oleh artis, tokoh idolanya baik dari tutur kata, pola pikir dalam bertindak hingga gaya hidup.

(51)

penyimpanan, produksi, dan motivasi. Fase perhatian merupakan stimulus yang membuat anak merasa tertarik dan berminat terhadap suatu kegiatan, benda-benda, tokoh-tokoh idola atau peristiwa tertentu. Kemudian fase tersebut berlanjut pada fase penyimpanan (retention) di mana stimulus tersebut disimpan di dalam memori anak. Pada fase production (memproduksi) anak akan melakukan peniruan terhadap tindakan model. Setelah itu terjadi fase motivasi yaitu dorongan untuk mengulangi tingkah laku serupa dalam beberapa situasi karena adanya penguatan. Misal anak tertarik pada sebuah kartun atau talent show anak. Pada fase perhatian anak akan memperhatikan dengan sungguh dari gaya bicara dan perilaku idola tersebut. Kemudian anak akan menyimpannya ke dalam memori mereka. Setelah itu akan berlanjut ke fase produksi yaitu melakukan peniruan terhadap tindakan model dengan permainan pura-pura. Pada fase ini anak-anak akan berusaha mereproduksi situasi yang telah dilihatnya, baik dari kehidupan kartun atau talent show maupun kehidupan nyata ke dalam permainannya. Setelah melalui fase memproduksi maka akan masuk ke dalam fase motivasi. Anak memiliki dorongan untuk mengulangi tingkah laku serupa dalam beberapa situasi karena adanya penguatan dari menonton televisi berulang kali. Jika perilaku ini terus mendapatkan penguat positif baik dari keluarga maupun teman sebayanya maka anak akan berperilaku konsumtif.

(52)

berpikir abstrak dan hanya menerima informasi apa adanya tanpa dipahami lebih dalam lagi. Informasi-informasi yang disimpan ke dalam memorinya akan mengalami perubahan dalam segi kognitif, afektif, keyakinan, sikap, identitas dan kepribadian. Dalam hal kognitif, anak mendapatkan pengetahuan dan pemahaman yang lebih luas. Sedangkan dari segi afektif, anak merasa senang atau puas karena terhibur oleh tayangan-tayangan televisi dan mengasyikkan jika dapat meniru tokoh idolanya. Di sisi lain, televisi dapat membuat anak menjadi yakin karena informasi tersebut disertai dengan bukti-bukti yang meyakinkan seperti sebuah produk atau barang. Dalam segi behavioral, televisi dapat mempengaruhi seseorang dalam bentuk perilaku, tindakan, atau kegiatan dalam kehidupan sehari-hari. Televisi juga dapat membantu anak untuk mencari identitas dirinya dan secara tidak langsung anak akan memiliki kepribadian seperti tokoh-tokoh idolanya sehingga tanpa sadar maupun tidak sadar anak akan terbawa arus dari pola pikir dan berperilaku konsumtif (Effendy, 2008).

(53)

perilaku konsumtif ini terjadi karena adanya rasa kurang puas untuk mengkonsumsi barang dan adanya dorongan untuk terus bersaing dengan temannya atau usaha untuk menjadi sama dengan orang lain.

Perilaku konsumtif yang demikian akan membuat anak lebih mementingkan keinginan-keinginannya untuk membeli barang daripada membeli sesuai dengan kebutuhan. Sehingga perilaku konsumtif ini membuat anak menjadi boros untuk menutupi segala kekurangan yang ada pada dirinnya seperti rendah diri dan diakui atau dapat diterima oleh kelompoknya. Jika tingkat perilaku konsumtif cukup tinggi pada anak-anak maka mereka akan selalu mencari cara untuk mendapatkan uang pada orangtua tanpa memedulikan tata krama lagi. Anak minta dibelikan barang-barang aneh dan baru yang menarik perhatiannya (Iryani & Astuti, 2004). Dengan begitu, orangtua mereka dianggap sebagai mesin uang yang akan selalu memberi mereka uang. Hal ini pun akan berdampak pula jika anak terbiasa dengan perilaku ini, maka anak-anak kurang bersikap bijaksana ketika dihadapkan pada-pada barang sesuai keinginan mereka. F. HIPOTESA

(54)
(55)
(56)

36 BAB III

METODE PENELITIAN

A. JENIS PENELITIAN

Jenis penelitian kuantitatif yang akan dilakukan adalah korelasional. Penelitian korelasional ini bertujuan menemukan suatu hubungan antara kedua variabel yang akan diteliti berdasarkan koefisien korelasi (Azwar, 2001).

B. VARIABEL PENELITIAN

Variabel merupakan simbol yang nilainya dapat bervariasi, yaitu angkanya dapat berbeda-beda dari satu subyek ke subyek yang lain atau dari objek ke objek yang lainnya (Azwar, 2001).

Pada penelitian ini, variabel yang akan diteliti yaitu: 1. Variabel bebas : durasi menonton televisi 2. Variabel tergantung : perilaku konsumtif

C. DEFINISI OPERASIONAL

Definisi operasional berfungsi untuk mempermudah dan memperjelas pengamatan penelitian. Berikut definisi operasional dari tiap variabel:

1. Durasi menonton televisi

(57)

2. Perilaku konsumtif

Perilaku konsumtif adalah tindakan konsumen untuk mendapatkan, menggunakan, dan mengambil keputusan tanpa pertimbangan dalam memilih suatu barang yang belum menjadi kebutuhannya serta bukan menjadi prioritas utama, melainkan kepuasan sesaat. Perilaku konsumtif dalam penelitian ini terdiri atas 4 aspek:

a. Impulsif

Perilaku konsumtif terjadi karena adanya keinginan sesaat dan bersifat emosional. Sehingga perilaku konsumtif dilakukan tanpa perencanaan dan pertimbangan terlebih dahulu.

b. Pemborosan

Perilaku konsumtif merupakan perilaku membeli secara berlebihan dan menghamburkan banyak uang.

c. Mencari kesenangan

Perilaku konsumtif dilakukan untuk mencari kesenangan. d. Mencari kepuasan

Perilaku konsumtif terjadi karena adanya rasa ketidakpuasan untuk selalu bisa lebih dari yang lain. Aspek perilaku konsumtif ini terjadi untuk memperoleh pengakuan, serta biasanya diikuti oleh rasa bersaing yang tinggi.

D. SUBYEK PENELITIAN

(58)

individu yang berada pada tahap usia akhir masa kanak-kanak. Besarnya populasi tersebut akan dilakukan penarikan sampel dari populasi agar lebih efisien dalam penggunaan waktu, biaya dan tenaga. Metode pengambilan sampel dilakukan dengan cara convenience sampling yaitu mengambil sampel yang sesuai dengan ketentuan atau persyaratan sampel dari populasi tertentu yang paling mudah dijangkau atau didapatkan (Tatang, 2011).

Peneliti mengambil sampel usia 9-10 tahun karena berada di bangku kelas 4-5 SD dan tidak dalam masa persiapan ujian nasional. Selain itu, karakteristik anak usia 9-10 tahun ialah anak telah mampu memberikan jawaban karena memiliki kemampuan membaca dan menulis yang baik sehingga ketidakbisaan mengerjakan karena tidak memahami diharapkan tidak muncul. Anak usia tersebut diharapkan telah memiliki kemampuan verbal dan mampu melakukan instropeksi sederhana (Hidayati, 1998). Dengan demikian subyek mampu memahami isi pertanyaan atapun pernyataan sehingga mampu memberikan jawaban yang sesuai dengan apa yang mereka alami dan rasakan.

E. METODE PENGUMPULAN DATA

(59)

1. Skala Perilaku Konsumtif

Skala perilaku konsumtif digunakan untuk mengungkap perilaku konsumtif dalam diri subyek yang merupakan refleksi dari keadaan diri subyek yang biasanya tidak disadari oleh responden yang bersangkutan. Dalam skala ini subyek diminta untuk memberikan jawaban secara jujur atas pernyataan-pernyataan yang telah dirumuskan secara favorabel dan unfavorabel berdasarkan metode rating.

Skala perilaku konsumtif ini terdiri atas 38 pernyataan atas dasar subyek penelitian tidak dapat dikenai pernyataan aitem yang panjang dengan pengerjaan sampai dua jam. Hal ini akan muncul faktor kelelahan yang sangat mempengaruhi hasil jawaban mereka.

(60)

Tabel 1

Blue Print Skala Perilaku Konsumtif Sebelum Uji Coba

Aspek

2. Pemborosan 3,12,25,32,50 9,17,19,37,43 10 3. Mencari

(61)

Tabel 2

Blue Print Angket Durasi Menonton Televisi Sebelum Uji Coba

Angket Durasi Menonton Televisi

Pilihlah salah satu jawaban dari banyaknya waktu yang dihabiskan untuk menonton televisi!

Jumlah waktu yang aku gunakan untuk menonton televisi dalam seminggu:

a) 7 jam – 12 jam seminggu b) 13 jam – 18 jam seminggu c) 19 jam – 25 jam seminggu d) 25 jam – 30 jam seminggu

Angket yang dibuat didasarkan dengan pertimbangan bahwa anak menonton kurang lebih 1 jam hingga 2 jam per harinya. Durasi menonton per minggu dibuat berdasarkan masa anak-anak mendekati ujian kenaikan kelas. Angket ini kemudian akan di skor dengan metode rating.

F. UJI COBA ALAT UKUR

(62)

memberikan alasan berdasarkan pilihan jawaban yang mereka pilih. Setalah melakukan wawancara, peneliti melakukan proses uji coba yang pertama dengan penyebaran alat ukur dilakukan pada tanggal 23-24 Mei 2011 pukul 07.30-09.00 WIB sebanyak 122 eksemplar. Berdasarkan karakteristik subyek penelitian, terdapat 37 eksemplar yang tidak memenuhi syarat karena usia sampel tidak sesuai dengan batasan yang telah ditetapkan.

G. VALIDITAS dan RELIABILITAS

1. Validitas

Validitas diartikan sebagai ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi alat ukurnya. Alat ukur yang memiliki validitas tinggi merupakan alat ukur yang memiliki skor tidak jauh berbeda antara skor yang sesungguhnya dengan skor yang diperoleh subyek. Maka validitas yang tinggi tersebut telah menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran (Awar, 2001).

(63)

pernyataan dalam skala telah mewakili komponen variabel yang hendak diukur (Azwar, 2001).

2. Reliabilitas

Reliabilitas (Azwar, 2004) adalah sejauhmana hasil dari suatu pengukuran dapat dipercaya. Reliabilitas diperoleh dari beberapa kali pengukuran terhadap subyek yang diukur dengan alat yang sama atau alat yang setara pada kondisi yang berbeda sehingga diperoleh hasil yang relatif sama. Reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas yang angkanya berada dalam rentang dari 0 sampai 1,00. Semakin tinggi koefisien reliabilitas mendekati angka 1,00 berarti makin tinggi reliabilitasnya. Sebaliknya koefisien yang semakin rendah mendekati 0 berarti semakin rendahnya reliabilitasnya.

Reliabilitas telah dianggap memuaskan apabila koefisien alpha-nya mencapai 0,900. Dengan koefisien reliabilitas 0,900 berarti perbedaan (variasi) yang tampak pada skor skala tersebut mampu mencerminkan 90 % dari variasi yang terjadi pada skor murni kelompok subyek yang bersangkutan. Atau dengan kata lain bahwa hanya 10 % dari perbedaan skor yang tampak disebabkan oleh variasi atau kesalahan pengukuran tersebut (Azwar, 1999).

(64)

untuk pengambilan data. Uji coba skala perilaku konsumtif menghasilkan

reliabilitas α= 0,922.

H. SELEKSI AITEM

Seleksi aitem skala psikologis parameter yang dilakukan adalah daya beda atau daya diskriminasi aitem. Daya diskriminasi aitem merupakan pengujian keselarasan fungsi aitem dengan fungsi tes. Daya diskriminasi dilakukan dengan memilih aitem yang mengukur hal yang sama dengan apa yang diukur oleh tes sebagai keseluruhan. Seleksi daya diskriminasi aitem berupa koefisien korelasi aitem total melalui komputasi koefisien korelasi antara distribusi skor aitem dengan distribusi skor skala itu sendiri.

Batasan yang digunakan untuk memilih aitem berdasarkan koefisien korelasi aitem total sebesar (rix) ≥ 0,30. Semua aitem yang mencapai koefisien

minimal 0,30 dianggap memiliki daya beda yang baik dan dapat digunakan. Sebaliknya, aitem dengan koefisien korelasi kurang dari 0,30 dinyatakan gugur atau tidak layak digunakan (Azwar, 2001).

(65)

Berdasarkan seleksi aitem pada skala perilaku konsumtif dengan menggunakan teknik koefisien korelasi dan koefisien alpha didapat 38 aitem yang sahih dengan nilai rix berkisar antara 0,313 hingga 0,635. Berikut tabel

distribusi aitem yang sahih dan gugur :

Tabel 3

Distribusi Aitem Sahih dan Gugur Pada Skala Perilaku Konsumtif

Aspek

(66)

Tabel 4

Blue Print Skala Perilaku Konsumtif Setelah Uji Coba

Aspek

(67)

I. METODE ANALISIS DATA

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang dilakukan dengan penghitungan statistik. Hal ini dilakukan karena dapat mewujudkan kesimpulan penelitian dengan memperhitungkan faktor kesalahan generalisasi (Hadi, 1996).

1. Uji Asumsi Data Penelitian a. Uji Normalitas

Uji normalitas data dilakukan untuk mengetahui normal tidaknya distribusi data yang akan dianalisis. Cara untuk menguji normalitas suatu data menurut Uyanto (2006) dengan metode Kolmogrov-Smirnov yang dapat diproses dalam SPSS for windows versi 18.00 dengan melihat nilai signifikasinya. Apabila nilai signifikasi > 0,05 maka data tersebut memiliki distribusi normal.

b. Uji Linearitas

Sugiyono (2008) mengungkapkan bahwa uji linearitas dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dan variabel tergantung apakah membentuk garis lurus atau tidak. Proses ini dilakukan dengan menggunakan SPSS for windows versi 18.00 pada bagian test for linearity. Hubungan linear antara variabel bebas dan tergantung ditunjukkan dengan nilai p untuk test for linearity < 0,05. 2. Uji Hipotesis Penelitian

(68)
(69)

49 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.PELAKSANAAN PENELITIAN

Penelitian hubungan antara perilaku konsumtif dengan durasi menonton televisi dilakukan pada tanggal 12,13,15 dan 16 Juli 2011 di sekolah, gereja dan lingkungan rumah peneliti. Penelitian ini dilakukan dengan cara membagikan dan meminta kembali skala yang telah diisi subjek secara langsung. Hal ini dilakukan untuk menghindari tidak kembali atau hilangnya skala penelitian.

Sebelum subjek mengisi skala peneletian, peneliti menjelaskan petunjuk pengerjaan dan meminta subjek untuk mengisi identitas yang terdapat di lembar informed consent. Informed consent merupakan hak dan kewajiban yang dimiliki subjek dan peneliti. Tidak ada batas waktu pengerjaan namun rata-rata subjek memerlukan waktu 10 hingga 15 menit. Peneliti menyebar 120 eksemplar, setelah dilakukan verifikasi terpilih 110 skala yang dapat dianalisis, 8 eksemplar tidak memenuhi syarat karena usia subjek tidak sesuai dengan batasan yang dipakai dalam penelitian ini dan 1 eksemplar sebagai outlier. B.DESKRIPSI SUBJEK PENELITIAN

(70)

Tabel 5

Distribusi Subjek Penelitian

Usia

Jenis Kelamin

Jumlah Laki-laki Perempuan

9 28 23 51

10 27 32 59

TOTAL 110

C.HASIL PENELITIAN 1. Deskripsi data penelitian

(71)

Tabel 6

Data tersebut merupakan perhitungan untuk mean empiris sehingga perlu dilakukan perhitungan mean teoretik. Berikut uraian perolehan mean teoretik variabel tersebut:

Mean teoretik Perilaku Konsumtif = Titik Tengah Skor Skala Χ Jumlah Aitem

= 2,5 X 38 = 95

Mean teoretik Durasi Menonton TV=Titik Tengah Skor Skala Χ Jumlah Aitem

= 2,5 x 1

= 2,5

(72)

D.Analisis data penelitian 1. Uji Asumsi

Uji asumsi dilakukan untuk mengetahui apakah data yang kita peroleh sudah memenuhi syarat untuk dilakukan analisis. Untuk mengetahui pemenuhan syarat tersebut peneliti melakukan uji normalitas dan linearitas. a. Uji Normalitas

Teknik yang digunakan untuk uji normalitas dalam penelitian ini adalah Kolmogoroz Smirnov Test pada program SPSS for windows versi 18.00. Uji ini dilakukan untuk mengetahui distribusi data yang diperoleh normal atau tidak. Berikut hasil dari penghitungan uji normalitas :

Tabel 7

Perilaku Konsumtif 1,315 0,063 Normal

Durasi Menonton TV 2,116 0,000 Tidak

Normal

(73)

Meskipun demikian, data ini dapat di analisis lanjut dengan Spearman karena merupakan metode statistk yang bebas distribusi atau tanpa memperhatikan bentuk distribusi populasi (Supranto, 2009).

b. Uji Linearitas

Untuk menguji linearitas digunakan Test for Linearity yang berfungsi untuk menguji hubungan antara variabel bebas dan tergantung memiliki hubungan linear atau tidak. Berikut hasil penghitungan linearitas dalam penelitian ini :

Tabel 8

Hasil Uji Linearitas Hubungan Antar Variabel

Uji Linearitas F Sig.

(74)

2. Uji Hipotesis

Data dalam penelitian ini berdistribusi normal untuk variabel perilaku konsumtif dan tidak berdistribusi normal pada variabel durasi menonton televisi namun memiliki hubungan yang linear. Oleh karena itu, dapat dilakukan uji koefisen korelasi dengan Spearman. Berikut tampilan data uji korelasi :

Tabel 9

Hasil Uji Hipotesis

Hasil analisis menunjukkan bahwa koefisien korelasi Spearman r = 0,708 dan P-value = 0,000 lebih kecil dari α = 0.01 maka ada hubungan linear yang signifikan antara durasi menonton televisi dengan perilaku konsumtif. Perhitungan ini dilakukan pada taraf signifikansi p < 0,01 dan memakai uji satu ekor (1-tailed). Pemakaian uji satu ekor dalam penelitian

Perilaku

Spearman Correlation 1 ,708**

Sig. (1-tailed) ,000

N 110 110

Durasi

Menonton TV

Spearman Correlation ,708** 1

Sig. (1-tailed) ,000

(75)

ini didasarkan karena hipotesis yang diajukan sudah memiliki arah yaitu adanya hubungan positif antara durasi menonton televisi dengan perilaku konsumtif. Hasil analisis data yang diperoleh membuktikan bahwa hipotesis penelitian ini diterima. Artinya semakin tinggi durasi menonton televisinya, maka semakin tinggi pula perilaku konsumtifnya.

Untuk dapat memberikan besar kecilnya penafsiran terhadap koefisien korelasi yang ditemukan, maka dapat dilihat dalam analisis korelasi dimana terdapat koefisien determinasi yang besarnya adalah kuadrat dari koefisien korelasi ( ). Sumbangan durasi menonton televisi terhadap perilaku konsumtif dapat dilihat dari koefisien determinasinya, yaitu sebesar 0,507. Hal ini menunjukkan adanya sumbangan yang cukup efektif dari variabel durasi menonton televisi sebesar 51% terhadap perilaku konsumtif.

E.PEMBAHASAN

Pada penelitian ini diperoleh hasil koefisien korelasi sebesar 0,708 dengan p < 0,01 antara variabel perilaku konsumtif dan durasi menonton. Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara perilaku konsumtif dengan durasi menonton televisi. Artinya, semakin tinggi durasi menonton televisi, maka perilaku konsumtifnya semakin tinggi. Sebaliknya, semakin rendah durasi menonton televisi maka perilaku konsumtifnya rendah.

(76)

dijelaskan melalui teori Bandura yaitu teori modeling (Peter & Olson, 1999). Perilaku modeling atau meniru perilaku model di televisi terdiri atas fase perhatian, fase retensi, fase reproduksi, dan fase motivasi. Pada fase perhatian terjadi saat anak mulai menaruh perhatian yang kemudian menyimpan hasil pengamatannya dan memanggilnya kembali saat mereka akan bertindak sesuai dengan model yang diamatinya. Pada saat melakukan pengamatan, anak akan melibatkan panca indera, kognitif dan emosinya. Anak mulai merasa tertarik dan berminat pada tayangan televisi terutama tokoh idolanya sehingga anak akan memberikan perhatian penuh. Kemudian terjadi fase penyimpanan (retention), yaitu anak akan menyimpannya ke dalam memorinya.

Setelah itu akan berlanjut ke fase produksi yaitu melakukan peniruan terhadap tindakan model dengan permainan pura-pura. Pada fase ini anak-anak akan berusaha mereproduksi situasi yang telah dilihatnya, baik dari kehidupan yang ditayangkan melalui televisi maupun kehidupan nyata ke dalam permainannya. Setelah melalui fase memproduksi maka akan masuk ke dalam fase motivasi. Anak memiliki dorongan untuk mengulangi tingkah laku serupa dalam beberapa situasi karena adanya penguatan dari menonton televisi berulang kali. Jika perilaku ini terus mendapatkan penguat positif baik dari keluarga maupun teman sebayanya maka anak akan berperilaku konsumtif.

(77)

berempati dengan perasaan orang-orang yang diamatinya dan meniru perilakunya.

Berdasarkan tabel 6 mengenai deskripsi data penelitian, hasil analisis deskriptif pada variabel perilaku konsumtif menunjukkan nilai mean empiris yang lebih kecil dari mean teoretis (73,35 < 95). Hasil ini menunjukkan bahwa subjek memiliki tingkat perilaku konsumtif yang rendah. Sedangkan pada variabel durasi menonton televisi, nilai mean empiris lebih kecil daripada mean teoretisnya (2,15 < 2,5). Hasil menunjukkan bahwa rata-rata subjek memiliki durasi menonton televisi yang cenderung rendah. Kondisi tersebut menyatakan bahwa anak yang berada pada tahap usia akhir masa kanak-kanak memiliki penyesuaian diri yang cukup baik terhadap lingkungannya sehingga anak tidak perlu menghabiskan banyak uang agar dapat diterima dalam kelompoknya. Menurut analisa tahapan Erikson (dalam Cremers, 1989), mereka mampu mengatasi krisis kerajinan lawan perasaan rendah diri. Anak merasa bahwa dia telah memiliki peran yang jelas dan berarti dalam kelompoknya yang diakui dan dihargai.

(78)
(79)

59 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan dari penelitian antara durasi menonton TV dengan perilaku konsumtif pada usia akhir masa kanak-kanak sebagai berikut:

1. Terdapat hubungan positif antara durasi menonton TV dengan perilaku konsumtif pada usia akhir masa kanak-kanak. Pernyataan tersebut mengandung arti bahwa hipotesis dalam penelitian ini yang menyatakan ada hubungan antara durasi menonton TV dengan perilaku konsumtif, dapat diterima.

2. Ada hubungan positif antara durasi menonton TV dengan perilaku konsumtif pada usia akhir masa kanak-kanak. Semakin tinggi durasi menonton TV, maka semakin tinggi perilaku konsumtif pada anak yang berada pada tahap usia akhir masa kanak-kanak.

(80)

B. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat dikemukakan saran sebagai berikut:

1. Bagi pihak orang tua

Keluarga, terutama orang tua memegang peranan penting dalam perkembangan anak. Orang tua diharapkan mendampingi anak dalam menonton TV.

2. Bagi peneliti

(81)

61

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, H.A. (1991). Psikologi sosial. Jakarta: Rineka Cipta.

Azwar, S. (1999). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta :Pustaka Pelajar. Azwar, S (2001). Validitas dan reliabilitas. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Azwar, S. (2004). Metode penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Brand, J.E. (2007). Television advertising to children. Prepared for ACMA. Burton, G. (2008). Media dan budaya populer. Yogyakarta: Jalasutra.

Chaney, D. (2009). Lifestyles: Sebuah pengantar komprehensif. Yogyakarta: Jalasutra.

Chaplin, J. P. (2000). Kamus lengkap psikologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Chen, M. (1996). Anak-anak dan televisi: Buku panduan orangtua mendampingi

anak-anak menonton TV. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Cremers, A. (1988). Antara tindakan dan pikiran. Jakarta: PT Gramedia. Cremers, A. (1989). Identitas san siklus hidup manusia. Jakarta: PT Gramedia Daud, Kurniati Z., M & Khumas, A. (2005). Pengaruh Kebiasaan Menonton TV

Terhadap Pengendalian Emosi Anak. Jurnal Pemikiran dan Pendidikan Psikologi, ISSN 1412-8933.

Dewi, N.S. (2006). Hubungan antara kecerdasan emosional dengan kecenderungan perilaku konsumtif terhadap ponsel nokia pada remaja di Yogyakarta (Skripsi tidak diterbitkan). Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, Indonesia.

Effendy, O.C. (2008). Dinamika komunikasi. Bandung: PT. Temaja Rosdakarya. Febriana, H. R. (Desember, 2011). Populasi dan teknik pengambilan sampel

dalam penelitian sosial. Diakses dari http://hanni.blog.fisip.uns.ac.id/

Ferrinadewi, E. (2008). Merek dan psikologi konsumen implikasi pada strategi pemasaran (ed. Ke-1). Yogyakarta: Graha Ilmu.

Gilarso, T. (1985). Ekonomi Idonesia, sebuah pengantar I. Yogyakarta: Kanisius. Gunarsa, S. D. (2004). Dari anak sampai usia lanjut: Bunga rampai psikologi

perkembangan. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Gambar

Tabel 1  : Blue Print Skala Perilaku Konsumtif Sebelum Uji Coba ……….   40
Gambar 1. Hubungan Antara Durasi Menonton Televisi Dengan Perilaku Konsumtif Pada Usia Akhir Masa KAnak-
Tabel 1
Tabel 2
+7

Referensi

Dokumen terkait

menonton tayangan sinetron di televisi dengan citra diri pada

Ada hubungan positif yang sangat signifikan antara intensitas menonton tayangan kekerasan di televisi dengan perilaku agresi pada siswa sekolah dasar, yang berarti

Ada hubungan positif yang sangat signifikan antara intensitas menonton tayangan kekerasan di televisi dengan perilaku agresi pada siswa sekolah dasar, yang berarti

Dampak dari menonton televisi bisa bersifat positif dan negatif, jika anak terlalu banyak mengkonsumsi acara tayangan televisi ini akan banyak menyita waktu yang

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan tentang hubungan antara perilaku menonton tayangan film kartun di televisi dengan

Harapannya dengan memiliki pengetahuan yang baik, maka responden lebih mengerti akan pentingnya pengertian dampak sering menonton televisi pada anak usia sekolah,

Hal ini berarti bahwa baik berdiri sendiri maupun bersama-sama, kedua variabel bebas (intensitas menonton tayangan drama seri Korea di televisi dan motif menonton

Hasil penelitian Hernawati dan Palapah (2011) menjelaskan bahwa anak-anak dengan jumlah durasi menonton televisi yang terbatas memiliki tingkat interaksi dan sosialisasi lebih