BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Landasan Teori
2.1.1. Laba Akuntansi dan Laba Fiskal
Laba merupakan selisih pendapatan dengan biaya yang dikeluarkan
suatu perusahaan. Investor atau stakeholder melihat laba perusahaan yang dilaporkan melalui laporan laba rugi (Income Statement) untuk pengambilan kebijakan investasi terhadap perusahaan tersebut.
Namun bagi penyelenggara pajak (Fiskus) laba dalam perusahaan
yang disajikan dalam laporan laba rugi belum sesuai dengan peraturan
perpajakan sehingga ada 2 jenis laba dalam perusahaan. Adanya 2
jenis laba menyebabkan terjadi perbedaan antara laba akuntansi dan
laba fiskal. Perbedaan tersebut disebabkan oleh ketentuan pengakuan
dan pengukuran laba menurut SAK (Standar Akuntansi Keuangan)
dan peraturan perpajakan.
Menurut PSAK 46 paragraf ketujuh laba akuntansi adalah laba atau
rugi bersih selama satu periode sebelum dikurangi beban pajak.
Sedangkan menurut Belkaoui (2000:332) dalam Asma (2013)
menyatakan bahwa laba akuntansi secara operasional didefinisikan
sebagai perbedaan antara pendapatan yang direalisasikan yang berasal
dari transaksi suatu periode dan berhubungan dengan biaya historis.
Selain itu laba menurut akuntansi merupakan jumlah yang berasal dari
serta kerugian dari pendapatan atau pendapatan operasi dan biaya lain
(Hamzah, dkk 2014).
Definisi laba sebagai pendapatan dikurangi biaya merupakan
pendefinisian secara struktural atau sintatik karena laba tidak
terdefinisi secara terpisah dari pengertian pendapatan dan biaya selain
itu laba akuntansi dilandasi oleh konsep kontuinitas usaha yang
memandang aset sebagai sisa potensi jasa sehingga kos historis
menjadi basis pengukurannya. Selain itu Hendriksen dan Van Breda
(1992) mengemukakan laba akuntansi yang sekarang berjalan masih
problematik secara teoritis (Suwardjono (2005:455)).
Ketiga angka laba akuntansi yakni laba kotor, laba operasi dan laba
bersih bermanfaat untuk pengukuran efisiensi manajer dalam rangka
mengelola perusahaan. Laba kotor adalah selisih dari pendapatan
perusahaan dengan cost barang yang terjual. Laba operasi adalah selisih laba kotor dengan biaya operasi yang merupakan
biaya-biaya yang berhubungan operasi perusahaan. Sedangkan laba bersih
merupakan laba yang menunjukan selisih antara seluruh pendapatan
dari kegiatan operasi maupun non operasi perusahaan yang akan
dibagikan sebagai deviden.
Belkoui (1993) menyebutkan bahwa laba akuntansi memiliki lima
karakteristik berikut :
a. Laba akuntansi didasarkan pada transaksi aktual terutama yang
b. Laba akuntansi didasarkan pada postulat periodesasi dan mengacu
pada kinerja perusahaan selama periode tertentu.
c. Laba akuntansi memerlukan pengukuran tentang biaya (expense) dalam bentuk biaya historis.
d. Laba akuntansi menghendaki adanya penandingan (matching) antara pendapatan dengan biaya yang relevan dan berkaitan dengan
pendapatan tersebut.
Perbedaan laba yang terbagi menjadi 2 berikutnya adalah laba
fiskal yang merupakan laba yang berdasarkan perhitungan dan
pengukuran dari peraturan perpajakan. Dalam PSAK Nomor 46 Revisi
2010, laba kena pajak atau laba fiskal adalah laba (rugi) selama satu
periode yang dihitung berdasarkan peraturan yang ditetapkan oleh
Otoritas Pajak atas pajak penghasilan yang terutang (dilunasi).
Menurut Zain (2003:133) dalam Hamzah, dkk (2014) menyatakan
bahwa laba fiskal merupakan laba (rugi) selama satu periode yang
dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan yang menjadi dasar
perhitungan pajak penghasilan dan satu periode dalam perpajakan
meliputi satu tahun pajak.
2.1.2. Perbedaan Antara Laba Akuntansi dan Laba Fiskal
bergerak dalam bidang bisnis akan menyusun dua laporan keuangan
yaitu laporan keuangan komersial yang berdasarkan Standar Akuntansi
Keuangan dan laporan keuangan fiskal yang berdasarkan Peraturan
Perpajakan.
Penyebab perbedaan laporan keuangan komersial dan laporan
keuangan fiskal adalah karena terdapat prinsip perbedaan akuntansi,
perbedaan metode dan prosedur akuntansi, perbedaan pengakuan
penghasilan dan biaya serta perbedaan perlakuan penghasilan dan
biaya. Perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal berupa perbedaan
permanen dan perbedaan temporer.
a. Perbedaan Permanen/Tetap
Dalam perbedaan tetap karena adanya perbedaan pengakuan
penghasilan dan beban menurut akuntansi dengan pajak, yaitu
adanya penghasilan dan beban yang diakui menurut akuntansi
komersial namun tidak diakui menurut fiskal atau sebaliknya.
(Soekrisno dan Estralita: 218). Pada umumnya perbedaan
permanen mengharuskan hal-hal berikut dikeluarkan dari
perhitungan Penghasilan Kena Pajak (PKP), yaitu :
1. Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang PPh Nomor 36 Tahun 2008
yaitu penghasilan yang berkenaan dengan penghasilan yang
bukan merupakan objek pajak (Zain: 224)
2. Pasal 9 ayat (1) dan (2) Undang-Undang PPh yang berkenaan
kelompok pengeluaran yang tidak boleh dibebankan sebagai
biaya (non deductible expenses) dan tidak termasuk dalam
deductible expenses yang diatur dalam Pasal 6 ayat 1.
3. Pasal 18 Undang-Undang Pajak Penghasilan yang berkenaan
dengan kewenangan Menteri Keuangan atau Direktur Jenderal
Pajak untuk mengatur keperluan perhitungan pajak (Zain :
224).
4. Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan yakni
mengenai penghasilan yang telah dipotong final (Soekrisno
dan Estralita: 218)
b. Perbedaan Temporer/Sementara
Perbedaan temporer merupakan perbedaan perlakuan
akuntansi dan perpajakan yang sifatnya temporer, artinya secara
keseluruhan beban atau pendapatan akuntansi maupun perpajakan
sebenarnya sama tetapi tetap beda alokasi setiap tahunnya.
Menurut Harnanto (2002), perbedaan temporer yang
mengakibatkan harus diakuinya aktiva atau kewajiban pajak
tangguhan terjadi apabila :
a. Adanya penghasilan dan/atau beban yang harus diakui untuk
perhitungan laba fiskal dan untuk perhitungan laba
b. Bagian dari biaya perolehan dalam suatu penggabungan usaha
yang secara subtansi merupakan suatu akuisisi, dialokasikan
kepada aktiva atau kewajiban tertentu berdasar nilai wajarnya
dan penyesuaian atau perlakuan akuntansi demikian tidak
diperkenankan oleh peraturan perpajakan
c. Goodwill yang timbul dalam konsolidasi
Dalam Soekrisno dan Estralita (2012: 218) beda waktu
biasanya timbul karena perbedaan metode yang dipakai antara
pajak dengan akuntansi dalam hal :
a. Akrual dan realisasi
b. Penyusutan dan amortisasi
c. Penilaian dan persediaan
d. Kompensasi kerugian fiskal
2.1.3. Rekonsiliasi Fiskal
Perbedaan permanen dan perbedaan temporer menyebabkan Wajib
Pajak harus melakukan penyesuaian atau rekonsiliasi sehingga tidak
perlu membuat pembukuan ganda. Rekonsiliasi fiskal adalah proses
penyesuaian atas laba komersial yang berbeda dengan ketentuan fiskal
untuk menghasilkan penghasilan neto/laba yang sesuai dengan
ketentuan perpajakan (Soekrisno dan Estralita: 218). Hampir semua
perhitungan laba akuntansi yang dihasilkan harus mengalami koreksi
ketentuan perpajakan yang tidak sama dengan Standar Akuntansi
Keuangan. Penyesuaian diperlukan agar laba yang diperhitungkan
secara akuntansi dapat diperlakukan sebagai laba atau penghasilan
kena pajak. Koreksi fiskal berupa koreksi positif dan koreksi negatif
(Persada dan Martani, 2010). Koreksi positif terjadi apabila laba
menurut fiskal bertambah, biasanya dilakukan akibat adanya :
a. Beban yang tidak diakui oleh pajak
b. Penyusutan komersial lebih besar dari penyusutan fiskal
c. Amortisasi komersial lebih besar dari amortisasi fiskal
d. Penyesuaian fiskal positif lainnya
Sedangkan koreksi negatif terjadi apabila laba menurut fiskal
berkurang yang biasanya karena adanya :
a. Penghasilan yang tidak termasuk objek pajak
b. Penghasilan yang dikenakan PPh bersifat final
c. Penyusutan komersial lebih kecil dari penyusutan fiskal
d. Amortisasi komersial lebih kecil dari amortisasi fiskal
e. Penghasilan yang ditangguhkan pengakuannya
f. Penyesuaian fiskal negatif lainnya
2.1.4. Arus Kas Operasi
Informasi lain yang juga bermanfaat bagi investor dalam
perubahan bersih berkala dalam pendapatan dan beban yang
disebabkan oleh investasi berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan
Nomor 2 tahun 2004, arus kas merupakan arus kas masuk dan arus kas
keluar dalam periode tertentu yang terbagi menjadi aktivitas
operasional, investasi dan pendanaan.
Dalam PSAK Nomor 2 tahun 2009 aliran kas adalah aliran kas
masuk dan aliran kas keluar atau setara kas adalah investasi yang
sifatnya sangat liquid, berjangka pendek dan dapat dengan cepat
dijadikan kas dalam jumlah tertentu tanpa menghadapi resiko
perubahan pada nilai yang signifikan, informasi aliran kas sering
digunakan sebagai indikator dari jumlah waktu dan kepastian aliran
kas masa datang.
Menurut Kieso (2012:212) dalam Asma (2013) tujuan aliran kas
adalah menyediakan informasi yang relevan mengenai penerimaan
dan pembayaran kas sebuah perusahaan selama satu periode. Berikut
manfaat arus kas menurut Harnanto (2002:129-130) dalam Asma
(2013) :
a. Memberikan informasi mengenai penerimaan dan pengeluaran
kas perusahaan dalam satu periode akuntansi.
b. Membantu para pemodal dan kreditur untuk menilai kemampuan
c. Membantu para pemakai laporan untuk mengetahui alasan-alasan
tentang perbedaan laba bersih atau laba akuntansi dengan laba
tunainya.
d. Membantu para pemakai laporan keuangan untuk menentukan
efek dari transaksi-transaksi cash dan non cash investing serta pendanaannya terhadap posisi keuangan perusahaan.
Arus kas mempunyai beberapa kategori dalam Asma (2013), yaitu:
a. Arus kas dari aktivitas operasi
Arus kas dari aktivitas operasi (Operating cash flow) merupakan aliran kas yang diperoleh dari kegiatan usaha
perusahaan. Kegiatan utama perusahaan adalah menghasilkan
barang atau jasa dan menjualnya. Kegiatan ini mencakupi kegiatan
penerimaan kas, misalnya penjualan barang atau jasa tunai dan
penerimaan piutang. Disamping itu, kegiatan perusahaan juga
mencakupi pengeluaran kas, misalnya pembelian bahan secara
tunai dan pembayaran utang usaha.
b. Arus kas dari aktivitas investasi
Arus kas dari aktivitas investasi adalah yaitu perolehan dan
pelepasan aktiva jangka panjang serta investasi lain yang tidak
termasuk setara kas, contoh arus kas dari aktivitas ini yaitu
c. Arus kas dari aktivitas pendanaan
Arus kas dari aktivitas pendanaan yaitu aktivitas yang
mengakibatkan perubahan dalam jumlah serta komposisi modal
dan pinjaman perusahaan.
Dalam penelitian ini, akan memfokuskan pada kategori arus kas
dari aktivitas operasi. Informasi mengenai arus kas operasi sangat
berguna dalam menentukan kemampuan perusahaan menghasilkan kas
dan setara kas. Jumlah arus kas dari aktivitas operasi merupakan
indikator untuk menentukan apakah arus kas yang dihasilkan dari
aktivitas cukup untuk melunasi pinjaman, memelihara kemampuan
operasi perusahaan, membayar dividen dan melakukan investasi baru
tanpa mengandalkan pada sumber pendanaan dari luar.
Perhitungan arus kas operasi menurut SAK terdiri dari metode
langsung dan metode tidak langsung (Sofyan: 264).
a. Metode Langsung (Direct Method)
Dalam metode ini pelaporan arus kas dilakukan dengan
cara melaporkan kelompok-kelompok penerimaan kas dan
pengeluaran kas dari kegiatan operasi secara lengkap (gross), tanpa melihat laporan laba/rugi dan dilanjutkan dengan kegiatan
investasi dan pembiayaan.
b. Metode Tidak Langsung (Indirect Method)
Dalam metode ini penyajiannya dimulai dari laba rugi
mengurangi perubahan dalam pos-pos yang memengaruhi
kegiatan operasional seperti penyusutan, naik turun pos aktiva
lancar dan utang lancar. Dalam metode ini net income disesuaikan (reconcile) dengan menghilangkan non cash transaction.
Bila arus kas masuk lebih besar dibandingkan dengan arus kas
yang keluar maka hal ini menunjukan bahwa perusahaan tersebut
memiliki positive cash flow. Begitu pula sebaliknya apabila arus kas masuk lebih kecil daripada arus kas keluar maka menunjukan
perusahaan tersebut memiliki negative cash flow.
2.1.5. Ukuran Perusahaan
Investor dalam melakukan penilaian terhadap kinerja suatu
perusahaan biasanya juga akan melihat dari ukuran perusahaan,
karena semakin besar perusahaan akan dianggap mampu untuk
meningkatkan persistensi labanya. Ukuran perusahaan (size) merupakan keseluruhan dari aktiva yang dimiliki perusahaan yang
dapat dilihat dari sisi neraca (Romasari, 2013).
Sedangkan menurut Sudarsono (2005) dalam Romasari (2013)
ukuran perusahaan merupakan jumlah total hutang dan ekuitas
perusahaan yang akan berjumlah sama dengan total aktiva. Pada
Ukuran perusahaan menjadi indikator yang dapat menunjukan
kondisi atau karakteristik perusahaan dimana terdapat beberapa
parameter yang dapat menentukan besar kecilnya suatu perusahaan,
seperti jumlah karyawan, total penjualan, total aktiva dari neraca dan
jumlah saham yang beredar.
2.1.6. Persistensi Laba
Persistensi laba merupakan salah satu unsur nilai prediktif laba
dalam karakter relevan, dimana laba harus mampu membuat
perbedaan pengambilan keputusan dengan membantu pengguna untuk
memprediksi dari masa lalu, sekarang dan masa datang. Jadi bukan
hanya laba yang tinggi yang harus diperhatikan oleh investor tetapi
juga laba harus persisten.
Persistensi laba merupakan revisi laba yang diharapkan di masa
depan yang tercermin dari laba tahun berjalan (Meythi, 2006).
Menurut Scoot (2009) dalam Asma (2013) persistensi laba adalah
revisi laba yang diharapkan di masa depan (expected future earning) yang diimplikasikan pada laba tahun berjalan yang dihubungan
dengan perubahan harga saham.
Persistensi laba menunjukan laba yang berkualitas karena
menunjukan bahwa perusahaan mampu mempertahankan labanya dari
waktu ke waktu tanpa fluktuatif tajam. Laba yang persisten adalah
tidak mengandung gangguan (noise) dan dapat mencerminkan kinerja keuangan yang sesungguhnya, gangguan laba juga disebabkan oleh
peristiwa transitori (transitory event) atau penerapan konsep akrual dalam akuntansi (Fanani, 2010).
Persistensi laba sangat penting bagi informasi investor dalam
keputusan investasi, karena mencerminkan harapan laba yang akan
datang dan berkualitas sehingga akan menghasilkan investasi dan
mendapatkan profit yang sesuai dengan harapan. Oleh karena itu
pengguna laporan keuangan harus waspada apabila laba dalam
perusahaan tidak persisten. Menurut Lako (2007:50) dalam Hasan,
dkk (2014) bila perusahaan tiba-tiba melaporkan laba tingkat
penurunan yang sangat drastis atau mengalami kerugian dalam jumlah
besar untuk tanpa keterangan yang memadai juga patut untuk
diwaspadai karena mungkin saja manajemen menghindari pajak.
2.2.Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu dalam penelitian yang terkait dengan
pengaruh book tax differences, arus kas dan ukuran perusahaan terhadap persistensi laba yaitu mengacu pada jurnal penelitian dari Dewi dan Putri
(2015) yang berjudul Pengaruh Book tax differences, Arus Kas Operasi, Arus Kas Akrual dan Ukuran Perusahaan pada Persistensi Laba. Dalam penelitian
yang dilakukan oleh Dewi dan Putri (2015) pada perusahaan Perhotelan dan
perusahaan yakni pada tahun periode 2009-2011 menyimpulkan bahwa book tax differences, arus kas operasi dan ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap persistensi laba, sedangkan arus kas akrual tidak memiliki pengaruh
terhadap persistensi laba.
Berbeda dengan penelitian dari Barus dan Rica (2014) yang
menyimpulkan bahwa secara simultan aliran kas operasi, perbedaan laba
akuntansi dengan laba fiskal dan tingkat hutang berpengaruh signifikan
terhadap persistensi laba, namun secara parsial hanya aliran kas berpengaruh
positif dan signifikan terhadap persistensi laba, sedangkan perbedaan laba
akuntansi dengan laba fiskal dan tingkat hutang tidak berpengaruh signifikan
terhadap persistensi laba.
Selain itu dengan penelitian dari Persada dan Martani (2010) yang
berjudul Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Book Tax Gap dan Pengaruhnya terhadap Persistensi Laba, menyimpulkan bahwa book tax gap
permanen dan temporer secara signifikan mempengaruhi persistensi laba dan
hasil penelitian juga menunjukan bahwa ada faktor-faktor lain yang
mempengaruhi persistensi laba, seperti arus kas operasi dan kas akrual.
Sedangkan Fanani (2010) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis
Faktor-faktor Penentu Persistensi Laba menyimpulkan bahwa volatilitas arus
kas, besaran akrual, volatilitas penjualan, tingkat hutang berpengaruh
signifikan terhadap persistensi laba, namun siklus operasi tidak memiliki
Dalam penelitian Hasan, dkk (2014) tentang pengaruh perbedaan antara
laba akuntansi dan laba fiskal terhadap persistensi laba menunjukan bahwa
perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal berpengaruh signifikan terhadap
persistensi laba.
Rangkuman penelitian terdahulu yang menjadi acuan pada penelitian kali
ini tersaji dalam tabel 2.1
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil
1. Ni Putu Dewi Dewi dan Asri Dwija Putri (2015)
Pengaruh Book tax differences, Arus Kas Operasi, Arus Kas Akrual dan Ukuran Perusahaan terhadap Persistensi Laba
Perbedaan permanen, perbedaan temporer, arus kas operasi dan ukuran perusahaan berpengaruh positif pada persistensi laba sementara arus kas akrual tidak berpengaruh terhadap persistensi laba dengan penelitian pada perusahaan Perhotelan dan Pariwisata yang terdaftar di BEI periode 2009-2011
2. Andreani Caroline Barus dan Vera Rica (2014)
Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persistensi Laba pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia
persistensi laba
2.1.Kerangka Pemikiran
Dalam penelitian ini dapat dibuat suatu kerangka pemikiran yang dapat
menjadi landasan dalam penulisan ini yang pada akhirnya dapat diketahui
bagaimana variabel independen yaitu book tax differences yang diukur dari perbedaan temporer, book tax differences yang diukur dari perbedaan permanen, arus kas operasi dan ukuran perusahaan mempengaruhi persistensi
laba.
Persistensi laba menunjukan laba yang berkualitas karena dengan laba
yang persisten berarti perusahaan mampu mempertahankan labanya dari
waktu ke waktu tanpa fluktuatif tajam. Faktor persistensi laba yang diteliti
dalam penelitian ini adalah book tax differences, arus kas operasi dan ukuran perusahaan.
Perbedaan pengakuan beban dan pendapatan pada Standar Akuntansi
Keuangan dan peraturan perpajakan menyebabkan adanya book tax differences yakni perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal membuat perusahaan melakukan rekonsiliasi fiskal. Hal ini tentu akan berpengaruh
terhadap laba diperusahan yakni perusahaan akan mengatur laba sedemikian
rupa sehingga menunjukan laba yang stabil. Selain itu perbedaan akuntansi
dan pajak merupakan komponen yang bersifat transitori, sehingga akan
mempengaruhi persistensi di laba masa mendatang.
Arus kas operasi juga dapat menunjukan pengaruh terhadap persistensi
H1(+)
H2(+)
H4(+) H3(+)
masuk dalam perusahaan tersebut. Arus kas yang cenderung meningkat, laba
perusahaan juga stabil karena jumlah arus kas dari aktifitas operasi merupakan
indikator untuk menentukan apakah arus kas yang dihasilkan dari aktifitas
cukup untuk memelihara kemampuan operasi perusahaan dan melakukan
investasi baru tanpa mengandalkan pada sumber pendanaan dari luar. Laba
yang dilaporkan stabil maka akan semakin baik perusahaan tersebut. Selain
itu perusahaan yang besar semakin baik dalam meningkatkan kinerjanya
menjaga kestabilan laba perusahaan.
Dengan demikian kerangka pemikiran yang digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.1
Kerangka Konseptual Penelitian
Pengaruh Book tax differences, Arus Kas Operasi dan Ukuran Perusahaan terhadap Persistensi Laba
2.2.Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara dari suatu rumusan masalah
penelitian, dikatakan sementara karena jawaban yang telah diberikan baru
didasarkan pada teori yang relevan dan belum didasarkan pada fakta-fakta
empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat Perbedaan Permanen (X1)
Perbedaan Temporer (X2)
Ukuran Perusahaan (X4) Arus Kas Operasi (X3)
dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah suatu
penelitian namun belum jawaban empirik (Sugiono, 2013).
Perumusan hipotesis dapat dikembangkan berdasarkan pengaruh
perbedaan temporer, perbedaan permanen, arus kas operasi dan ukuran
perusahaan pada persistensi laba.
2.2.1. Pengaruh Book tax differences yang Diukur dari Perbedaan Permanen terhadap Persistensi Laba
Perbedaan tetap terjadi karena adanya pengakuan penghasilan dan
beban menurut akuntansi dengan pajak, yaitu adanya penghasilan dan
beban yang diakui menurut akuntansi komersial namun tidak diakui
menurut fiskal atau sebaliknya. Beda tetap mengakibatkan laba/rugi
menurut akuntansi (pre tax income) berbeda secara tetap dengan laba kena pajak menurut fiskal (taxable income) (Soekrisno:218).
Selain itu akibatnya tidak ada konsekuensi pajak yang
ditangguhkan yang harus diakui. Dengan adanya perbedaan permanen
maka perusahaan akan membuat rekonsiliasi fiskal terhadap laporan
keuangan sesuai dengan peraturan perpajakan baik koreksi positif
ataupun koreksi negatif. Koreksi positif menyebabkan laba fiskal
bertambah sedangkan koreksi negatif menyebabkan laba fiskal
berkurang sehingga beban pajak yang harus dibayarkan semakin kecil.
Akibat dari komponen permanen lebih banyak mencakup beban
yang tidak diperkenankan secara menurut pajak seperti biaya jamuan
akan lebih kecil daripada laba fiskal dan jika laba fiskal bertambah
dan Pajak Penghasilan yang dikenakan naik maka persistensi laba
akan meningkat. Sesuai dengan penghasilan permanen tidak
terpulihkan di masa mendatang, sehingga bersifat permanen, maka
perbedaan permanen memiliki persistensi laba yang tinggi (Persada
dan Martani, 2010). Seperti dalam Dewi dan Putri (2015) bahwa
perbedaan permanen berpengaruh positif terhadap persistensi laba.
Hipotesis yang dirumuskan adalah:
H1 : Book tax differences yang diukur dari perbedaan permanen
berpengaruh positif terhadap persistensi laba
2.2.2. Pengaruh Book tax differences yang Diukur dari Perbedaan Temporer terhadap Persistensi Laba
Perbedaan temporer disebabkan oleh perbedaan metode
pembebanan yang digunakan oleh akuntansi komersial dan akuntansi
fiskal dalam akhir tahun buku atau tahun pajak. Perbedaan temporer
akan membuat rekonsiliasi fiskal sesuai dengan peraturan perpajakan
baik koreksi positif maupun koreksi negatif. Koreksi positif
menyebabkan laba fiskal bertambah sedangkan koreksi negatif
menyebabkan laba fiskal berkurang sehingga beban pajak yang harus
dibayarkan semakin kecil.
Akibat adanya perbedaan metode pegakuan beban antara akuntansi
berbeda dengan fiskal. Jika beban diakui menurut akuntansi lebih
kecil daripada menurut fiskal maka akan menyebabkan laba fiskal
menjadi menurun. Laba yang menurun maka beban pajak juga akan
menurun, akibatnya laba yang dilaporkan akan meningkat, maka
persistensi meningkat. Seperti dalam Dewi dan Putri (2015) bahwa
perbedaan temporer berpengaruh positif terhadap persistensi laba.
Hipotesis ketiga dalam penelitian ini adalah :
H2 : Book tax differences yang diukur dari perbedaan temporer
berpengaruh positif terhadap persistensi laba.
2.2.3. Pengaruh Arus Kas Operasi terhadap Persistensi Laba
Arus kas operasi merupakan aliran kas yang diperoleh dari
kegiatan usaha perusahaan. Jumlah arus kas dari aktivitas operasi
dapat menunjukan indikator apakah arus kas yang dihasilkan dari
aktivitas cukup untuk melunasi pinjaman, memelihara kemampuan
operasi perusahaan, membayar deviden dan melakukan investasi baru
tanpa mengandalkan pada sumber pendanaan dari luar sehingga dapat
mempertahankan kestabilan laba.
Dengan demikian semakin tinggi nilai aliran kas operasi pada
perusahaan maka akan semakin baik kemampuan operasi perusahaan
sehingga semakin baik pula dalam mempertahankan kualitas laba
maka persistensi laba akan meningkat. Maka hipotesis keempat dalam
H3 : Arus kas operasi berpengaruh positif terhadap persistensi laba
2.2.4. Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Persistensi Laba
Ukuran perusahaan menjadi indikator yang dapat menunjukan
kondisi atau karakteristik perusahaan. Besar kecilnya suatu
perusahaan biasanya diukur berdasarkan total penjualan, rata-rata
tingkat penjualan dan total aktiva. Perusahaan yang besar akan
memiliki aset yang besar pula maka perusahaan akan baik dalam
mempertahankan kestabilan laba.
Dengan demikian semakin besar ukuran perusahaan akan semakin
baik perusahaan dalam meningkatkan kinerja dalam mempertahankan
laba dan harapan laba yang tinggi oleh investor maka akan
mempengaruhi persistensi laba. Hipotesis kelima dalam penelitian ini
adalah :