BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Legitimasi (Legitimacy Theory)
Beberapa studi tentang PSL (pengungkapan sosial dan lingkungan) telah
menggunakan teori legitimasi sebagai basis menjelaskan praktik PSL
(Wilmshurts dan Frost 2000; Patten 1992; Guthrie dan Parker 1989; Tinker dan
Neimark 1987; Hogner 1982). Dowling dan Pfeffer (1975) dalam Ghozali dan
Chariri (2007) menjelaskan bahwa teori legitimasi sangat bermanfaat dalam
menganalisis perilaku organisasi:
“Karena legitimasi adalah hal yang penting bagi organisasi,
batasan-batasan yang ditekankan oleh norma-norma dan nilai-nilai sosial, dan reaksi
terhadap batasan tersebut mendorong pentingnya analisis perilaku organisasi
dengan memperhatikan lingkungan”.
Gary, Kouhy dan Lavers (1994) dalam Rahmawati (2012) berpendapat
bahwa teori legitimasi dan teori stakeholder merupakan perspektif teori yang
berada dalam kerangka teori ekonomi politik. Karena pengaruh masyarakat luas
dapat menetukan alokasi sumber keuangan dan sumber ekonomi lainnya,
perusahaan cenderung menggunakan kinerja berbasis lingkungan dan
pengungkapan informasi lingkungan untuk membenarkan atau meligitimasi
aktivitas perusahaan di mata masyarakat. Tidak seperti teori stakeholder yang
laporan sesuai dengan keinginan dan power dari kelompok stakeholder yang
berbeda (Ullman, 1982 dalam Rahmawati, 2012) teori legitimasi memfokuskan
pada interaksi antara perusahaan dengan masyarakat.
Yang melandasi teori legitimasi adalah “kontrak sosial” yang terjadi antara
perusahaan dengan masyarakat dimana perusahaan beroperasi dan menggunakan
sumber ekonomi. Shocker dan Sethi (1974) dalam Rahmawati (2012)
memberikan penjelasan tentang konsep kontrak sosial sebagai berikut:
“Semua institusi sosial tidak terkecuali perusahaan beroperasi di
masyarakat melalui kontrak sosial baik eksplisit maupun implisit dimana
kelangsungan hidup dan perumbuhannya didasarkan pada”:
1. Hasil akhir (output) yang secara sosial dapat diberikan kepada
masyarakat luas.
2. Distribusi manfaat ekonomi, sosial atau politik kepada kelompok
sesuai dengan power yang dimiliki.
Di dalam masyarakat yang dinamis, tidak ada sumber power institusional
dan kebutuhan terhadap pelayanan yang bersifat permanen. Oleh karena itu suatu
institusi harus lolos uji legitimasi dan relevansi dengan cara menunjukkan bahwa
masyarakat memang memerlukan jasa perusahaan dan kelompok tertentu yang
memperoleh manfaat dari penghargaan yang diterimanya betul-betul mendapat
Teori legitimasi adalah organisasi bukan hanya harus terlihat
memperhatikan hak-hak investor namun secara umum juga harus memperhatikan
hak-hak publik (Deegan dan Rahmawati, 2012). Dalam usaha memperoleh
legitimasi, perusahaan melakukan kegiatan sosial dan lingkungan yang memiliki
implikasi akuntansi pada pelaporan dan pengungkapan dalam laporan tahunan
perusahaan melalui pelaporan sosial dan lingkunga yang dipublikasikan. Teori
legitimasi menegaskan bahwa perusahaan terus berupaya untuk memastikan
bahwa mereka beroperasi dalam bingkai dan norma yang ada dalam masyarakat
atau lingkungan dimana perusahaan berada, dimana mereka berusaha untuk
memastikan bahwa aktivitas mereka (perusahaan) diterima oleh pihak luar
sebagai suatu yang “sah” (Deegan, 2004 dalam Rahmawati, 2012).
Legitimasi organisasi dapat dilihat sebagai sesuatu yang diberikan
masyarakat kepada perusahaan dan sesuatu yang diinginkan atau dicari
perusahaan dari masyarakat. Dengan demikian, legitimasi dapat dikatakan
sebagai manfaat atau sumber potensial bagi perusahaan untuk bertahan hidup
(Ashforth dan Gibbs 1990; Dowling dan Pfeffer 1975; O’Donovan 2002). Oleh
karena itu, teori legitimasi ini menekankan pada perusahaan dalam melakukan
kegiatannya perlu mempertimbangkan keselarasan norma dan nilai-nilai sosial
agar dapat diakui dan diterima dalam lingkungannya. Hal ini penting guna
menjaga eksistensi sebuah perusahaan
2.2 Penilaian Kinerja Lingkungan Perusahaan Melalui PROPER
Pengertian kinerja lingkungan menurut UU No.9 Tahun 1960 adalah segala
sesuatu yang terdapat di sekitar manusia dalam kehidupan sehari-hari, misalnya:
udara, tempat kediaman dan tanah sekitarnya (Silalahi, 2001 dalam Amelia,
2008). Menurut Suratno (2007), Kinerja lingkungan perusahaan (environmental
performance) adalah kinerja perusahaan dalam menciptakan lingkungan yang
baik (green). Dalam penelitian Rakhiemah dan Agustia (2009) dan Rahmawati
dan Achmad (2012) Kinerja lingkungan diukur dari prestasi perusahaan
mengikuti program PROPER (Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan
dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup). Program ini merupakan salah satu upaya
yang dilakukan oleh Kementrian Lingkungan Hidup sesuai dengan SK Nomor :
250/MENLH/2004 untuk mendorong penataan perusahaan dalam pengelolaan
lingkungan hidup. PROPER diumumkan secara rutin kepada masyarakat
sehingga perusahaan yang dinilai akan memperoleh insentif maupun disinsentif
reputasi tergantung pada tingkat ketaatannya.
Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan
mulai dikembangkan Kementrian Lingkungan Hidup, sebagai alternative
instrument sejak 1995. Pada awalnya, program ini dikenal dengan nama
PROPER PROKASIH. Alternative instrument penataan dilakukan melalui
penyebaran informasi tingkat kinerja penataan masing-masing perusahaan
kepada stakeholder pada skala nasional. Dengan adanya program ini diharapkan
perusahaan untuk meningkatkan kinerja pengelolaan lingkungannya. Dengan
demikian, dampak lingkungan dari kegiatan perusahaan dapat diminimalisasi.
PROPER bukan merupakan pengganti instrumen konvensional yang ada,
seperti penegak hukum lingkungan perdata maupun pidana. Program ini
bersinergi dengan instrument lainnya agar kualitas lingkungan dapat
dilaksanakan lebih efisien dan efektif. PROPER merupakan bentuk kebijakan
pemerintah meningkatkan kinerja pengelolaan lingkungan perusahaan sesuai
dengan yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. PROPER
juga perwujudan transparansi, demokratisasi dalam pengelolaan lingkungan di
Indonesia.
Penggunaan warna di dalam penilaian PROPER merupakan bentuk
komunikatif penyampaian kinerja kepada masyarakat. Sistem peringkat kinerja
PROPER dengan mencakup pemeringkatan perusahaan dalam lima (5) warna
yaitu :
• Emas : Sangat sangat baik Skor = 5
• Hijau : Sangat baik Skor = 4
• Biru : Baik Skor = 3
• Merah : Buruk Skor = 2
• Hitam : Sangat Buruk Skor = 1
Secara sederhana masyarakat dapat mengetahui tingkat penataan
yang ada. Bagi pihak-pihak yang memerlukan informasi yang lebih rinci, KLH
dapat menyampaikan secara khusus. Penilaian PROPER mengacu pada
persyaratan penataan lingkungan yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah
terkait dengan pengendalian pencemaran air, pengendalian pencemaran udara,
pengelolaan limbah B3, AMDAL, dan pengendalian pencemaran laut. Ketentuan
ini wajib untuk dipenuhi, jika perusahaan memenuhi seluruh peraturan tersebut
(in compliance) maka akan diperoleh peringkat BIRU, jika tidak maka MERAH
atau HITAM, tergantung kepada aspek ketidaktaatannya.
2.3 Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility)
Menurut The World Business Council For Sustainable Development
(WBCSD) corporate social responsibility atau tanggungjaawab social
perusahaan adalah komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan
ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan para karyawan perusahaan, keluarga
karyawan tersebut, beserta komunitas-komunitas setempat dan masyarakat serta
keseluruhan, dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan dengan cara yang
bermanfaat baik bagi bisnis sendiri maupun untuk pembangunan. Corporate
Social Responsibility (CSR) adalah tanggung jawab social perusahaan. CSR
memiliki arti perusahaan mempunyai tanggung jawab terhadap kegiatannya yang
mempengaruhi manusia, komunitas, dan lingkungan dimana manusia dan
komunitas tersebut berada. Perusahaan tidak hanya bertanggung jawab terhadap
pegawai, kreditur, dsb) yang memiliki kontribusi penting bagi keberhasilan
perusahaan. (Frederick et.al 1992 dalam Sudaryanto, 2011). Sedangkan dalam
penelitian Lindrawati (2008) CSR merupakan komitmen perusahaan untuk
memberikan kontribusi jangka panjang terhadap suatu isu tertentu di masyarakat
atau lingkungan yang lebih baik. Kontribusi dari perusahaan ini bisa berupa
banyak hal, misalnya : bantuan dana, bantuan tenaga ahli dari perusahaan,
bantuan berupa barang, dan bantuan lainnya. Corporate social responsibility
(CSR) disclosure adalah pengungkapan informasi yang berkaitan dengan
lingkungan didalam laporan tahunan perusahaan. Corporate social responsibility
(CSR) disclosure diukur dengan menggunakan CSR index yang merupakan luas
pengungkapan relatif setiap perusahaan sampel atas pengungkapan sosial yang
diungkapkannya (Zuhro dkk, 2003 dalam Sudaryanto, 2011)
Area pengungkapkan corporate social responsibility menurut Sembiring
(2005) yang mengadopsi penelitian yang dilakukan oleh Hackston dan Milne
(1996) ada 78 item area pengungkapan, yaitu 13 area lingkungan, 7 area energi, 8
area kesehatan dan keselamatan kerja, 29 area lain-lain tentang tenaga kerja, 10
area produk, 9 area keterlibatan masyarakat, 2 area umum. Dalam penelitian
Rahmawati dan Achmad (2012) dan CSR diukur dengan menggunakan Index
CSR Majemuk. Disini variabel intervening yang berupa CSR (Ekonomi,
Lingkungan, Tenaga Kerja, Hak Asasi Manusia, Produk, dan Sosial) diukur
secara simultan dan parsial pengaruhnya terhadap variabel dependen. Untuk
yang sesuai dengan distribusi data perusahaan-perusahaan di Indonesia menurut
Global Reporting Initiative (2006) sebagai pedoman pengungkapan laporan
sosial perusahaan.Ini menggambarkan upaya transasional untuk memperpanjang
kredibilitas pelaporan keuangan pada area tanggung jawab sosial dengan
menggunakan standar penyusunan pelaporan yang digunakan secara
internasional (Robert dan Koeplin, 2007) dalam (Sudaryanto, 2011).
Dalam standar Global Reporting Inititives (GRI, 2006), indicator kinerja
dibagi menjadi tiga komponen utama, yaitu ekonomi, lingkungan hidup, dan
sosial yang mencakup hak asasi manusia, praktek ketenagakerjaan dan
lingkungan kerja, tanggungjawab produk dan masyarakat. Total indicator kinerja
mencapai 79 indikator, terdiri dari 9 indikator ekonomi, 30 indikator lingkungan
hidup, 14 indikator praktek tenanga kerja, 9 indikator hak asasi manusia, 8
indikator kemasyarakatan, dan 9 indikator tanggungjawab produk
Ruang lingkup CSR antara lain (Almilia, 2011)
a. Basic Responsibility, tanggung jawab yang muncul karena keberadaan
perusahaan, contohnya kewajiban membayar pajak, manaati hukum,
memenuhi standar pekerjaan, dan memuaskan pemegang saham.
b. Organizational Responsibility, tanggung jawab perusahaan untuk
memenuhi kepentingan stakeholder, yaitu karyawan, konsumen,
c. Societal Responsibility, tanggung jawab yang menjelaskan tahapan ketika
interaksi antara bisnis dan masyarakat sehingga perusahaan dapat tumbuh
dan berkembang secara berkesinambungan.
Pengungkapan CSR menurut Manuel dan Lucia (2006) dalam Tandanu dan
Wibowo (2008) dikelompokkan dalam empat kategori, yaitu :
1. Lingkungan : kebijakan lingkungan atau kepedulian perusahaan terhadap
lingkungan, manajemen lingkungan, sistem dan audit, kebijakan pinjaman
dan investasi. Konservasi sumber daya alam dan daur ulang kegiatan,
keberlanjutan dan konservasi energy dalam menjalankan operasi bisnis.
2. Sumber daya manusia : kesehatan dan keselamatan karyawan, minoritas
pekerjaan atau perempuan, pelatihan karyawan, bantuan karyawan /
tunjangan, remunerasi karyawan, profit karyawan, skema pembelian
saham karyawan, moral karyawan, dan hubungan industrial.
3. Produk dan konsumen : produk berkualitas, keluhan pelanggan /
kepuasan, penyisihan dinonaktifkan, usia, dan kesulitan mendapatkan
pelanggan.
4. Keterlibatan masyarakat : sumbangan amal dan kegiatan, dukungan untuk
pendidikan, dukungan untuk seni budaya. Dan dukungan untuk kesehatan
masyarakat, dan proyek-proyek rekreasi atau sponsor.
Corporate Social Responsibility menurut Bapepam No X. K.6 (2012)
yang meliputi kebijakan, biaya yang dikeluarkan untuk setiap aspek dan jenis
program, yang terkait dengan aspek:
1. Lingkungan hidup, seperti penggunaan material dan energi yang ramah
lingkungan dan dapat didaur ulang, sistem pengolahan limbah
perusahaan, sertifikasi di bidang lingkungan yang dimiliki, dan lain-lain;
2. Praktik ketenagakerjaan, kesehatan, dan keselamatan kerja, seperti
kesetaraan gender dan kesempatan kerja, sarana dan keselamatan kerja,
tingkat turnover karyawan, tingkat kecelakaan kerja, pelatihan, dan
lain-lain
3. Pengembangan sosial dan kemasyarakatan, seperti penggunaan tenaga
kerja lokal, pemberdayaan masyarakat sekitar perusahaan, perbaikan
sarana dan prasarana sosial, bentuk donasi lainnya, dan lain-lain, dan
4. Tanggung jawab produk, seperti kesehatan dan keselamatan konsumen,
informasi produk, sarana, jumlah dan penanggulangan atas pengaduan
konsumen, dan lain-lain.
2.4 Kinerja Finansial Perusahaan
Menurut Indra (2001) dalam Adi (2009) kinerja adalah gambaran mengenai
tingkat pencapaian suatu kegiatan atau kebijaksanaan dalam mewujudkan sarana,
misi dan visi organisasi yang tertuang dalam perumusan skema strategis (strategic
planning) suatu organisasi. Kinerja finansial adalah kinerja perusahaan secara
perusahaan tersebut (Imas, 2008). Kinerja finansial perusahaan dapat diartikan
sebagai prestasi yang telah diwujudkan melalui kerja yang telah dilakukan secara
maksimal yang telah tertuang dalam suatu laporan laba rugi, neraca, dan laporan
perubahan modal yang dapat digunakan sebagai alat ukur untuk mengetahui
kinerja keuangan perusahaan pada periode tertentu (Ria, 2008). Kinerja finansial
yang baik akan menarik perhatian para investor untuk berinvestasi karena para
investor tidak ingin mempunyai resiko yang tinggi dalam berinvestasi.
Kinerja finansial perusahaan dapat diukur dari laporan keuangan yang
dikeluarkan secara periodik yang memberikan suatu gambaran tentang posisi
keuangan perusahaan. Informasi yang terkandung dalam laporan keuangan
digunakan oleh investor untuk memperoleh perkiraan tentang laba dan dividen di
masa mendatang dan resiko atas penilaian tersebut. Informasi keuangan
dibutuhkan oleh investor berupa informasi kuantitatif dan kualitatif baik yang
bersumber dari pihak internal perusahaan (manajemen) maupun pihak eksternal
perusahaan. Informasi keuangan internal merupakan data akuntansi perusahaan
yang dapat berupa penjualan, profit margin, pendapatan operasional, aktiva, dan
lain-lain. Sedangkan informasi keuangan eksternal berupa kajian dari para analis
dan konsultan keuangan yang dipublikasikan. Selain informasi keuangan,
informasi non keuangan juga dapat digunakan sebagai dasar pengukuran kinerja
perusahaan, seperti kepuasan pelanggan atas layanan perusahaan (Ghazali dan
Kinerja sebuah perusahaan lebih banyak diukur berdasarkan rasio-rasio
keuangan selama periode tertentu. Ada dua kelompok yang menganggap rasio
keuangan berguna. Pertama, terdiri dari manajer yang menggunakannya untuk
mengukur dan melacak kinerja perusahaan selama periode tertentu. Kedua,
laporan keuangan mencakup para analis yang merupakan pihak eksternal bagi
perusahaan. Berikut ini rasio keuangan yang digunakan untuk mengukur kinerja
perusahaan. (Fahmi, 2011)
a. Rasio likuiditas
Rasio likuiditas adalah rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan
untuk memenuhi kewajiban jangka pendek tepat pada waktunya.
Rasio likuiditas ada 4, yaitu :
• Cureent ratio adalah ukuran yang umum digunakan atas solvensi
jangka pendek, kemampuan suatu perusahaan memenuhi
kebutuhan utang ketika jatuh tempo.
Current ratio = Current assets Current liabilitas
• Quick ratio adalah ukuran uji solvensi jangka pendek yang lebih
teliti daripada rasio lancer karena pembilangnya mengeliminasi
persediaan yang dianggap aktiva lancar yang sedikit tidak likuid
dan kemungkinan menjadi sumber kerugian.
Quick ratio = Curren
t assets-Inventories
• Net working capital ratio adalah suatu ukuran dari likuiditas
perusahaan. Sumber modal kerja adalah pendapatan bersih,
peningkatan kewajiban yang tidak lancer, kenaikan equitas
pemegang saham, penurunan aktiva yang tidak lancar.
Net working capital ratio = Current assets – Current liabilitas • Cash flow likuidity ratio adalah rasio likuiditas rasio
menggunakan pembilang sebagai suatu perkiraan sumber kas.
Cash flow likuidity ratio = Cash+Commercial paper+CFO Current liabilitas
b. Rasio Aktivitas
Rasio aktivitas adalah rasio yang menunjukkan bagaimana sumber daya
alam telah dimanfaatkan secara optimal, kemudian dengan
membandingkan rasio aktivitas dengan standar industri, maka dapat
diketahui tingkat efisiensi perusahaan dalam industri.
• Inventory turnover ini melihat sejauh mana tingkat perputaran
persediaan yang dimiliki oleh suatu perusahaan.
Inventory turnover = Cost of good sold Average inventory
• Day sales outstanding disebut juga rata-rata periode pengumpulan
piutang.
• Fixed assets turnover disebut juga dengan perputaran aktiva tetap.
Fixed asssets turnover = Salles Fixed asset-net
• Total assets turnover disebut juga dengan perputaran total aset,
sejauh mana keseluruhan aset yang dimiliki oleh perusahaan
terjadi perputaran secara efektif.
Total assets turnover = Sales Total asset
• Long term asset turnover disebut juga dengan rasio perputaran
aset jangka panjang.
Long term asset turnover = Sales Long term asset
c. Rasio Profitabilitas
Rasio profitabilitas dapat mengukur seberapa besar kemampuan
perusahaan memperoleh laba baik dalam hal hubungan dengan penjualan,
aktiva, maupun laba bagi modal sendiri
• Gross profit margin yaitu mengenai laba kotor yang
memperlihatkan hubungan antara penjualan dan beban pokok
penjualan.
• Net profit margin disebut juga rasio pendapatan terhadap
penjualan.
Net profit margin = Earning after tax (EAT)
Sales
• Return on assets (ROA) merupakan rasio yang menunjukkan
berapa besar laba bersih diperoleh perusahaan bila diukur dari
nilai aktiva.
ROA = Earning after tax (EAT)
Total assets
• Return on equity (ROE) disebut juga dengan laba atas equity.
Rasio ini mengkaji sejauh mana suatu perusahaan
mempergunakan sumber daya yang dimiliki untuk mampu
memberikan laba atas ekuitas.
ROE = Earning after tax (EAT)
Shareholders'equity
d. Rasio Leverage
Rasio leverage adalah mengukur seberapa besar perusahaan dibiayai
dengan utang.
• Debt to total assets atau Debt Ratio, dimana rasio ini disebut juga
rasio yang melihat perbandingan utang perusahaan.
• Debt to equity ratio, adalah ukuran yang dipakai dalam
menganalisis laporan keuangan untuk memperlihatkan besarnya
jaminan yang tersedia untuk kreditor.
Debt to equity ratio = Total liabilities
Total shareholders'equity
e. Rasio pasar (Market Rasio)
Rasio ini menunjukkan informasi penting perusahaan yang diungkapkan,
pengukurannnya berdasarkan harga saham saat ini terhadap beberapa nilai
akuntansi tertentu.
• Earning per share (EPS) adalah bentuk pemberian keuntungan
yang diberikan kepada para pemegang saham dari setiap lembar
saham yang dimiliki.
Earning per share = 𝐸𝐴𝑇
𝑗𝑠𝑏
• Price earning ratio (PER), perbandingan antara market price
pershare (harga pasar per lembar saham) dengan earning pershare
(laba per lembar saham).
PER = 𝑀𝑃𝑆
𝐸𝑃𝑆
• Book value per share (BVS)
BVS = Total shareholders
'equity-preferred stock
• Dividen yield
Dividen yield = Dividen per share Marker price per share
• Dividen payout ratio
Dividen payout ratio = Dividen per share Earning per share
Kinerja perusahaan sangat penting untuk dinilai atau diukur dengan tujuan
memotivasi karyawan untuk mencapai sasaran organisasi dan mematuhi standar
perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya agar menghasilkan tindakan dan hasil
yang diinginkan. Standar perilaku bisa berupa kebijakan manajemen atau rencana
formal yang dituangkan dalam anggaran (Erica dalam Sudaryanto, 2011). Kinerja
finansial perusahaan dapat diukur melalui kinerja pasar dan kinerja fundamental
perusahaan. Kinerja pasar diukur menggunakan return tahunan industri yang
merupakan kinerja perusahaaan secara relatif dalam suatu industri yang sama
yang ditandai dengan return tahunan industri yang bersangkutan, dengan
menghitung return tahunan perusahaan untuk kemudian dibandingkan dengan
return tahunan industri pertambangan. Return tahunan perusahaan diukur dengan
harga saham tahun akhir dikurangi harga saham tahun awal kemudian ditambah
dengan dividen dan membagi saham awal tahun kemudian dikurangkan dengan
median return industri pertambangan pada tahun tersebut.Menurut Al-Tuwaijri,
et al (2004) dalam Sudaryanto (2011) sedangkan kinerja fundamental yang
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan bagi perusahaan
dengan memanfaatkan aktiva yang dimiliki perusahaan. Kinerja perusahaan
dinilai baik apabila nilai ROA meningkat. Yang berarati perusahaan semakin
efisien dalam memanfaatkan aktiva yang dimiliki untuk memperoleh laba.
Sehingga kinerja finansial perusahaan semakin baik.
Penelitian Anwar (2010) mendefinisikan kinerja perusahaan adalah hasil
banyak keputusan yang dibuat secara terus-menerus oleh pihak manajemen
perusahaan untuk mencapai suatu tujuan tertentu secara efektif dan efisien.
Pengukuran Kinerja Perusahaan yang dipakai dalam penelitian ini rasio
keuntungan (profitability ratio),yakni ditujukan untuk menilai seberapa bagus
tingkat laba suatu perusahaan. Return on Assets (ROA), Return on Equity (ROE),
Economic Value Added (EVA) merupakan suatu pendekatan baru dan juga
merupakan ukuran profitabilitas dalam menilai kinerja perusahaan dengan
mempertimbangkan secara adil harapanharapan pemegang saham dan kreditur.
Harapan para pemilik modal tersebut dapat diwakili dari masing-masing biaya
modalnya dan derajat keadilan yang dinyatakan dengan ukuran rata-rata
tertimbang dari struktur modalnya. EVA merupakan tujuan perusahaan untuk
meningkatkan nilai atau value added dari modal yang telah ditanamkan
pemegang saham dalam operasi perusahaan. Oleh karenanya EVA merupakan
selisih laba operasi setelah pajak (Net Operating Profit After Tax atau NOPAT)
2.5 Kerangka Pemikiran
Perusahaan yang memiliki kinerja lingkungan yang baik merupakan berita
baik bagi investor maupun calon investor. Diharapkan dengan adanya kinerja
lingkungan pada perusahaan akan berpengaruh positif terhadap kinerja finansial
perusahaan. Perusahaan akan mendapatkan keuntungan yaitu ketertarikan pada
pemegang saham dan juga stakeholder yang berpengaruh terhadap peningkatan
kualitas produk yang dihasilkan dan pada akhirnya akan meningkatkan
keuntungan bagi perusahaan yaitu kinerja perusahaan itu sendiri. Namun
logikanya perusahaan yang melaksanakan kinerja lingkungan akan
mengakibatkan biaya yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang
tidak melakukan kinerja lingkungan.
Dari hasil penelitian sebelumnya mengenai pengaruh dari kinerja
lingkungan terhadap kinerja finansial dilakukan oleh Suratno dkk (2007) dan
Al-Tuwaijri dkk (2004) menyatakan bahwa kinerja lingkungan (invironmental
performance) berpengaruh signifikan positif terhadap kinerja ekonomi (economic
performance). Begitu pula dengan Restuningdiah (2010) menemukan adanya
hubungan yang positif karena terdapat pengaruh yang signifikan antara kinerja
lingkungan dengan kinerja finansial (ROA).
Menurut (Varrencia, 1983 dalam Suratno dkk, 2007) dengan discretionary
disclosure teorinya mengatakan pelaku lingkungan yang baik percaya bahwa
dengan mengungkapkan performance mereka berarti menggambarkan good news
mengungkapakan pertanggungjawaban sosial perusahaan, karena mereka percaya
bahwa dengan adanya CSR disclosure maka akan memperoleh legitimasi. Dalam
teori legitimasi menganjurkan perusahaan untuk meyakinkan bahwa aktivitas dan
kinerjanya dapat diterima oleh masyarakat. Perusahaan menggunakan laporan
tahunan mereka untuk menggambarkan kesan tanggung jawab terhadap
lingkungan, sehingga mereka diterima oleh masyarakat. Mereka akan lebih
menyukai perusahaan atau produk yang perusahaan menerapkan corporate social
responsibility, dan pada akhirnya untuk mencapai tujuan utama perusahaan yaitu
profit.
Penelitian dari Rakhiemah dan Agustia (2009) dan Rahmawati dan
Achmad (2012) menemukan bahwa kinerja lingkungan berpengaruh positif
signifikan terhadap corporate social responsibility (CSR) disclosure. Begitu pula
dengan penelitian yang dilakukan oleh Suratno (2007) menemukan bahwa
kinerja lingkungan (environmental performent) berpengaruh positif signifikan
terhadap environmental disclosure.
Dari perspektif ekonomi, perusahaan akan mengungkapkan suatu informasi
jika informasi tersebut akan meningkatkan nilai perusahaan (Verecchia, 1983,
dalam Rakhiemah dan Agustia, 2009). Dengan menerapkan CSR, diharapkan
perusahaan akan memperoleh legitimasi sosial dan memaksimalkan kekuatan
keuangannya dalam jangka panjang (Kiroyan, 2006 dalam Rakhiemah dan
Agustia, 2009). Pengaruh antara CSR disclosure dengan kinerja finansial
pertanggungjawaban sosial dalam laporan keuangannya akan menimbulkan
ketertarikan para investor dan stakeholder terhadap keuntungan perusahaan.
Diharapkan ketika investor membaca laporan CSR disclosure mereka tetap
berinvestasi dalam perusahaan tersebut, bahkan akan menarik investor baru
untuk berinvestasi, dan perusahaan akan mendapat reputasi yang baik dari
stakeholder, mereka akan lebih menyukai perusahaan yang menerapkan
corporate social responsibility disclosure. Dengan begitu profitabilitas
perusahaan tinggi yang akan memperbaiki kinerja finansial perusahaa.
Penelitian Rahmawati dan Achmad (2012), Anwar dkk (2010), Lindrawati
(2008), Almilia dan Wijayanto (2007) menemukan bahwa corporate social
responsibility (CSR) disclosure berpengaruh signifikan tehadap kinerja finansial
perusahaan. Penelitian mengenai corporate social responsibility (CSR)
disclosure (environmental disclosure) juga dilakukan oleh Al.Tuwaijri (2004)
dan Suratno (2007) menemukan hubungan yang positif signifikan terhadap
kinerja finansial (economic performance) .
Pada dasarnya kinerja lingkungan tidak dicantumkan dalam laporan
tahunan perusahaan secara langsung. Kementrian Negara Lingkungan Hidup
yang mengeluarkan penilaian peringkat kinerja penataan dalam pengelolaan
lingkungan hidup, dan informasi tersebut disebarkan kepada stakeholder,
Diharapkan para stakeholder dapat menyikapi secara aktif atas informasi ini,
sehingga mendorong perusahaan untuk lebih meningkatkan kinerja pengelolaan
mengakibatkan para investor tidak tertarik untuk berinvestasi ke perusahaan
karena pada masa sekarang ini para investor tidak hanya memperhatikan kinerja
finansial perusahaan saja tetapi juga aktivitas sosial yang dilakukan oleh
perusahaan. Aktivitas tersebut akan dimasukkan ke dalam informasi
pertanggungjawaban sosial perusahaan yang nantinya akan dilaporkan ke laporan
tahunan perusahaan. Dengan begitu para investor dapat melihat aktivitas sosial
perusahaan melalui CSR disclosure yang ada dalam laporan tahunan. Sehingga
para investor tertarik untuk berinvestasi yang nantinya akan berpengaruh
terhadap kinerja finansial perusahaan.
Penelitian mendeteksi pengaruh corporate social responsibility (CSR)
disclosure dalam memediasi hubungan kinerja lingkungan dengan kinerja
finansial juga dilakukan dalam penelitian Rahmawati dan Achmad (2012),
penelitian tersebut menemukan bahwa ada pengaruh mediasi corporate social
responsibility (CSR) disclosure dalam hubungannya kinerja lingkungan terhadap
kinerja finansial. Melihat adanya hubungan dari kinerja lingkungan, Corporate
Social Responsibility disclosure dan kinerja finansial perusahaan maka kerangka
2.6 Hipotesis
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti empiris pengaruh kinerja
lingkungan terhadap kinerja finansial perusahaan dengan corporate social
responsibility (CSR) disclosure sebagai variabel intervening. Berdasarkan telaah
literatur dan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan, maka hipotesis dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
H1 : Kinerja lingkungan berpengaruh signifikan positif terhadap kinerja
finansial perusahaan.
H2 : Kinerja Lingkungan berpengaruh signifikan positif terhadap Corporate
Social Responsibility (CSR) Disclosure. Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
H2+ H3+
H4 H4
H1+
Kinerja Finansial Kinerja Lingkungan
H3 : Corporate social responsibility (CSR) disclosure berpengaruh signifikan
positif terhadap kinerja finansial perusahaan.
H4 : Corporate social responsibility (CSR) disclosure merupakan variabel yang
memediasi pengaruh kinerja lingkungan terhadap kinerja finansial