BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Hakikat Membaca
Dengan kemajuan ilmu dan teknologi yang sangat pesat, manusia harus terus menerus memperbaruhi pengetahuan dan keterampilannya. Pengetahuan dan keterampilan itu sebagian besar diperoleh melalui membaca. Hal ini selaras dengan pendapat Pendapat Learner dalam (Mulyana, 2003: 200) mengemukakan bahwa, “kemampuan membaca
merupakan dasar untuk menguasai berbagai bidang studi”. Jika anak pada
usia sekolah permulaan tidak segera dapat membaca, maka anak akan mengalami kesulitan dalam mempelajari berbagai mata pelajaran pada kelas-kelas berikutnya. Membaca merupakan salah satu jenis kemampuan berbahasa tulis yang reseptif. Disebut reseptif karena dengan membaca seseorang akan dapat memperoleh informasi, memperoleh pengetahuan, dan memperoleh pengalaman baru. Dengan membaca, orang dapat meningkatkan daya pikir, mempertajam pandangan dan memperluas wawasan. Begitu pentingnya kegiatan membaca tersebut, sehingga pembelajaran membaca di sekolah mempunyai peranan yang esensial. 2. Minat Baca
senang. Jadi, berbeda dengan perhatian karena perhatian sifatnya sementara dan belum tentu diikuti dengan perasaan senang, sedangkan minat selalu diikuti dengan perasaan senang dan dari situ diperoleh kepuasaan.
Minat merupakan dorongan dalam diri seseorang atau faktor yang menimbulkan ketertarikan atau perhatian secara efektif, yang menyebabkan dipilihnya suatu objek atau kegiatan yang menguntungkan, menyenangkan, dan lama kelamaan akan mendatangkan kepuasan dalam dirinya (Susanto 2015: 58).
Aspek minat terdiri atas aspek kognitif dan aspek afektif. Aspek kognitif berupa konsep positif terhadap suatu objek dan berpusat pada manfaat dari objek tersebut. Aspek afektif tampak dalam rasa suka atau tidak suka dan kepuasan pribadi terhadap objek tertentu.
Dari pengertian minat seperti yang telah diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa minat adalah sesuatu keinginan atau kemauan yang disertai perhatian dan keaktifan yang disengaja pada suatu mata pelajaran. Pada akhirnya akan melahirkan rasa senang, timbul rasa kepuasan dan terjadi perubahan tingkah laku, baik berupa pengetahuan, sikap dan keterampilan sejalan dengan tujuan pembelajaran suatu mata pelajaran.
isyarat (graphoponic, semantic, syntactic) secara bersama-sama. Anak tertarik pada bacaan, dapat mengingat tulisan dalam konteks tertentu, berusaha mengenal tanda-tanda pada lingkungan dan membaca berbagai tanda pada kotak susu, iklan, maupun pasta gigi. Indikator yang digunakan adalah dapat membaca gambar yang memiliki kata sederhana.(5) Tahap Membaca Lancar (independent reader stage): (a) Pada tahap ini anak dapat membaca berbagai jenis buku yang berbeda secara bebas. Menyusun pengertian dari tanda, pengalaman dan isyarat yang dikenalnya, dapat membuat perkiraan bahan-bahan bacaan. Bahan-bahan yang berhubungan dengan pengalaman anak akan semakin mudah dibaca. Indikator yang digunakan adalah dapat mengerti dan mengenal beberapa suku kata.
Menurut Saputra (2009) beberapa manfaat membaca awal adalah: (1) Secara otomatis mengajarkan mereka dasar-dasar cara membaca. (2) Membuat interaksi aktif yang merangsang anak untuk memulai berbicara. (3) Semakin banyak kata yang kita bacakan maka secara otomatis anak akan merekamnya dan menjadikan perbendaharaan kata mereka. (4) Merangsang imajinasi mereka dan menumbuhkan rasa ingin tahu alami mereka. (5) Mempererat hubungan orang tua dan anak dengan interaksi yang lebih harmonis.
anak untuk belajar, khususnya belajar membaca serta keterbatasan neurologis (cacat otak) dan kekurang matangan secara fisik merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan anak gagal dalam meningkatkan kemampuan membaca pemahaman. (2) Faktor intelektual: merupakan suatu kegiatan berfikir dari suatu pemahaman yang esensial tentang situasi yang diberikan dan merespon secara tepat. Karena membaca merupakan proses berfikir yang mana pemikiran tersebut bersifat komplek sehingga kemampuan intelektual dapat mempengaruhi kemampuan membaca. (3) Faktor lingkungan: mencakup latar belakang dan pengalaman siswa di rumah dan sosial ekonomi keluarga siswa.
Motivasi yang baik dapat menciptakan minat baca pada anak. Jika seseorang tersebut akan berusaha mendapatkan bahan bacaan dan kemudian menbacanya atas kesadarannya sendiri. Anak-anak yang mudah marah, menangis, dan bereaksi secara berlebihan ketika mereka tidak mendapatkan sesuatu atau menarik diri akan mendapatkan kesulitan dalam pelajaran membaca.
Sebaliknya anak-anak yang lebih mudah mengontrol emosinya akan lebih mudah memusatkan perhatiannya pada teks yang dibacanya, sehingga kemampuan membacanya akan meningkat. Siswa yang mempunyai rasa percaya diri yang baik juga dapat meningkatkan kemampuan membacanya. Mereka mempunyai harga diri yang baik pula saat belajar membaca.
Menurut Rinta (2009: 2) Metode membaca cantol roudhoh adalah sebuah metode membaca yang berpegang pada prinsip dengan mengembangkan aspek visual, auditurial dan kinestetik yang didalamnya terdapat unsur warna, gambar, nada, irama, dan rasa nyaman. Metode cantol roudhoh menyediakan media pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah diuraikan, yaitu: (1) VCD Lagu: VCD lagu ini terdiri dari 21 suku kata ba, bi, bu, be, bo …… za, zi, zu, ze, zo, ditambah nga, ngi, ngu,
nge, ngo dan nya, nyi, nyu, nye, nyo. Untuk kelompok „fa tidak ada lagu
yang berhubungan dengan suku kata tersebut. Untuk mempercepat anak hafal cantolan dari kelompok suku katanya, dalam VCD ini ditampilkan gambar cantolan berikut dengan suku katanya, contoh: suku kata “ba, bi,
VCD Penuntun: VCD penuntun ini terdiri dari dua keeping yaitu side A dan side B yang berisi tentang : (a) Cerita dan lagu dari tiap-tiap cantolan. (b) Tebak suku kata. (c) Bacaan suku kata sampai penggabungan suku kata: Dalam VCD ini ada 19 kelompok barisan yang dikenalkan kepada anak. VCD ini memperlihatkan sesuai dengan tahapan yang akan diberikan kepada anak. Contoh, bila anak baru dapat menguasai kelompok “ba”, maka kelompok itulah yang menjadi titik tekannya sampai anak
menguasainya dan begitu pula selanjutnya.(3) Lingkaran Cantol: Lingkaran cantol atau menebak kata dengan gambar adalah salah satu media untuk mengevaluasi anak sampai dimana penguasaan anak terhadap kelompok suku kata. Gambar cantolan-cantolan itu sebagai pengingat anak terhadap suatu suku kata.
Bagi tahap awal permainan mengambil 1 kelompok barisan dan diperkenalkan secara bertahap yaitu mulai dari kelompok ba-bi-bu-be-bo sampai ga-gi-gu-ge-go. Kenalkan pada anak satu kelompok pada satu pertemuan dengan lagunya hingga anak dapat menguasai kelompok tersebut. (4) Kartu Bacaan: Kartu bacaan terdiri dari 26 buah, 21 buah kartu bergambarkan cantolan dan buah kartu sebagai penguasaan akhir anak membaca. Kartu bacaan berfungsi sebagai evaluasi akhir anak dalam menguasai setiap tahapan yang diberikan. Pemberian kartu bacaan ini bersamaan dengan pengenalan lingkaran cantol, jadi setiap pengenalan suatu barisan dalam lingkaran cantol berikan pula kartu kata yang sesuai.
pembentuk kata dalam bahasa Indonesia. Metode Cantol Roudhoh dalam meningkatkan membaca. Membaca merupakan salah satu persiapan bagi anak Taman Kanak-kanak agar dapat membaca kata-kata sederhana, mengetahui tulisan, dan makna katanya, sedangkan metode Cantol Roudhoh merupakan sebuah metode membaca yang berpegang pada prinsip dengan mengembangkan aspek visual auditurial dan kinestetik yang didalamnya terdapat unsur warna, gambar, nada, irama, dan rasa nyaman. Sehingga untuk menciptakan sesuatu yang baru diperlukan teknik pembelajaran yang menyenangkan, salah satunya dengan menggunakan metode Cantol Roudhoh.
Dengan menggunakan Cantol Roudhoh dapat memperlancar anak dalam meningkatkan kemampuan membaca awal. Lerner (Mulyono, 2003: 200) mengungkapkan bahwa kemampuan membaca merupakan dasar untuk menguasai berbagai bidang studi. Apabila anak pada usia sekolah permulaan tidak segera memiliki kemampuan membaca, maka anak akan mengalami banyak kesulitan dalam mempelajari berbagai bidang studi pada kelas berikutnya. Anak harus belajar membaca agar dapat membaca untuk belajar.
kesempatan untuk mendapatkan tujuan hidup. Memberikan pelajaran membaca pada anak harus memperhatikan banyak sekali faktor diantaranya penyesuaian dengan kemampuan anak, minat anak dan faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar membaca. Banyak guru dan orang tua yang kurang dan bahkan belum menyadari pentingnya faktor tersebut, terutama metode yang efektif mengajarkan membaca pada anak usia Taman Kanak-kanak. Pemberian metode yang salah bisa menyebabkan terganggunya perkembangan psikologis anak.
Mulyasa (2005; 205) mengungkapkan bahwa kurikulum 1994 yang disempurnakan dianggap tidak mampu memenuhi perkembangan kebutuhan dunia kerja, sehingga lahirlah Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang sedang dikembangkan Departemen Pendidikan Nasional yang mencakup Taman Kanakanak (TK) dan audhatul Athfal (RA), Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Sekolah Menengah. Pertimbangan bahwa pendidikan di Taman Kanak-kanak bukan merupakan pendidikan prasekolah yang menjadi persyaratan untuk memasuki pendidikan di Sekolah Dasar (SD), struktur kurikulumnya disebut sebagai program kegiatan belajar yang mencakup tiga (3) bidang pengembangan yaitu pengembangan moral dan nilai agama, pengembangan sosial dan emosional dan pengembangan kemampuan dasar meliputi antara lain pengembangan berbahasa, kognitif, fisik dan akademik.
yang sifatnya pemaksaan, kegiatan belajar anak harus lebih bersifat menyenangkan.
Metode pengajaran diharapkan tidak membebani anak, yang bisa membuat anak kelihatan murung dan bingung. Pengenalan huruf sejak usia Taman Kanak-kanak atau bahkan sejak usia tiga tahun, sebenarnya bukan hal yang aneh, yang terpenting adalah metode pengajarannya.
Doman (1991:13) mengatakan bahwa waktu terbaik untuk belajar membaca kira-kira bersamaan waktunya dengan anak belajar bicara, dimana masa pekanya terjadi pada rentang umur tiga (3) sampai lima (5) tahun, ketika kemampuan anak untuk belajar membaca sedang dipuncak. Gates dalam (Suara Pembaharuan, 17 Mei 2006:9) menjelaskan bahwa hal ini disebabkan secara psikologis sesungguhnya hampir tidak ada perbedaan antara membaca kata-kata yang diucapkan dengan belajar membaca kata-kata yang ditulis, yang membedakan hanyalah, kata-kata ucapan sampai ke telinga anak melalui gelombang suara sedangkan kata-kata berupa tulisan melalui gelombang cahaya. Salah satu satu sarana belajar adalah gambar yang digunakan dengan tujuan membuat anak agar tertarik pada pembelajaran yang diberikan, karena anak biasanya mudah tertarik dengan berbagai macam gambar.
bahwa ada banyak metode yang diterapkan untuk memberikan pelajaran membaca permulaan, tetapi sejauh ini belum ada yang mengetahui efektifitas dari metodemetode yang digunakan dalam meningkatkan kemampuan membaca permulaan seseorang. Metode pembelajaran dengan kata ataupun kalimat dapat digunakan untuk memberikan pelajaran membaca pada anak dalam meningkatkan kemampuan membaca permulaan.
3. Ciri-ciri Minat
Kebiasaan membaca memang harus diupayakan sedini mungkin pada anak - anak, namun demikian aktivitas untuk meningkatkan minat membaca itu perlu disesuaikan dengan usia dan kelas dimana siswa berada.
Menurut Elizabeth B. Hurlock (1978: 115), ciri-ciri minat adalah: a) minat tumbuh bersamaan dengan perkembangan fisik dan mental, b) minat bergantung pada kesiapan belajar, c) minat bergantung pada kesempatan belajar, d) perkembangan minat mungkin terbatas, e) minat dipengaruhi pengaruh budaya, f) minat berbobot emosional, dan g) minat itu egosentris.
a. Minat tumbuh bersamaan dengan perkembangan fisik dan mental Minat dalam semua bidang berubah selama terjadi perubahan fisik dan mental. Anak yang pertumbuhannya cepat akan lebih stabil minatnya. Anak yang lambat pertumbuhannya akan mengalami masalah sosial dengan teman sebayanya karena minatnya masih minat anak, sedangkan minat teman sebayanya sudah minat remaja.
b. Minat bergantung pada kesiapan belajar
c. Minat bergantung pada kesempatan belajar
Minat anak awalnya masih terbatas pada lingkungan rumah. Dengan bertambah luasnya lingkup sosial, anak-anak biasanya tertarik pada minat orang di luar rumah yang mulai mereka kenal
d. Perkembangan minat mungkin terbatas
Ketidakmampuan fisik dan mental serta pengalaman sosial yang terbatas akan membatasi minat anak. Misalnya anak yang cacat fisik tidak akan memiliki minat yang sama pada olah raga seperti teman sebayanya yang perkembangan fisiknya normal.
e. Minat dipengaruhi pengaruh budaya
Anak-anak mendapat kesempatan dari guru, orang tua, dan orang dewasa lain untuk mempelajari dan menekuni minat yang sesuai dengan kelompok budayanya.
f. Minat berbobot emosional
Bobot emosional yang tidak menyenangkan melemahkan minat dan bobot emosional yang menyenangkan akan memperkuat minat.
g. Minat itu egosentris
Sepanjang masa kanak-kanak, minat itu egosentris. Misalnya minat anak laki-laki pada Matematika sering dilandasi keyakinan bahwa kepandaian di bidang Matematika merupakan langkah penting menuju kedudukan yang menguntungkan dan bergengsi.
c) minat erat hubungannya dengan motivasi, mempengaruhi, dan dipengaruhi motivasi, dan d) minat merupakan sesuatu yang dipelajari, bukan bawaan lahir, dan dapat berubah tergantung pada kebutuhan, pengalaman, dan mode.
Berdasarkan pendapat ahli di atas, dapat dinyatakan bahwa ciri-ciri minat adalah: a) minat tumbuh bersama dengan pertumbuhan fisik dan mental, b) minat bergantung pada kesiapan belajar, c) minat bergantung pada kesempatan belajar, d) perkembangan minat mungkin terbatas, e) minat dipengaruhi pengaruh budaya, f) minat berbobot emosional seperti motivasi, g) minat itu egosentris, h) minat bersifat pribadi, dan i) minat bukan bawaan lahir sehingga bisa dipelajari.
4. Cara Meningkatkan Minat Baca
Menurut Suwaryono Wiryodijoyo (1989: 193-202), usaha meningkatkan minat baca siswa dapat dilakukan melalui kerja sama yang erat antara orang tua dan guru. Kerja sama tersebut berwujud dorongan dari: a) orang tua, dan b) guru.
a. Dorongan orang tua
membaca, 5) menyediakan tempat yang nyaman untuk membaca dan bahan-bahan bacaan, 6) mengajak anak untuk berkunjung ke perpustakaan, dan 7) memberikan hadiah berupa buku.
b. Dorongan guru
Dorongan guru dalam rangka meningkatkan minat baca siswa dilakukan dengan cara-cara: 1) mengevaluasi tingkat minat baca siswa, 2) menempatkan siswa di lingkungan kelas yang memotivasi untuk giat membaca, 3) memberikan tugas-tugas membaca secara terarah, 4) senantiasa mengingatkan pentingnya membaca, 5) memberikan referensi judul-judul buku yang baik disertai alasannya, dan 6) mengundang tokohtokoh masyarakat pecinta buku untuk mendiskusikan banyak hal tentang buku. Henry Guntur Tarigan (2008: 106-108) menyatakan bahwa untuk meningkatkan minat membaca, maka seseorang perlu melakukan: a) menyediakan waktu luang dan b) memilih bacaan yang baik.
1). Menyediakan waktu untuk membaca
Pemilihan waktu dalam rangka meningkatkan minat baca dapat dilakukan dengan cara meluangkan waktu kurang lebih lima belas menit disela-sela kesibukan. Hal ini dilakukan secara berulang-berulang dan konsisten sehingga tanpa disadari semakin lama keinginan untuk membaca menjadi sebuah kebutuhan yang harus dipenuhi dan memerlukan waktu tersendiri.
Memilih bacaan yang baik sangat erat hubungannya dengan salah satu aspek penting dari membaca kritis, yaitu mengetahui apa yang baik dan bermanfaat untuk dibaca. Pembaca yang baik adalah pembaca yang mengetahui apa yang dibutuhkan dan bermanfaat untuk dirinya, sehingga untuk memilih bacaan yang baik seseorang harus mempertimbangkan banyak hal seperti tujuan membaca, apakah untuk kesenangan atau mengetahui informasi yang baru, memilih bacaan karena rekomendasi dari orang lain, maupun bacaan yang sesuai dengan minatnya. Pemilihan bacaan yang sesuai dengan bidang yang disenangi akan meningkatkan minat membacanya.
Berdasarkan pendapat ahli di atas, dapat dinyatakan bahwa untuk meningkatkan minat baca dapat dilakukan dengan cara menyediakan waktu, tempat, dan suasana yang nyaman untuk membaca, tersedianya bahan bacaan yang menarik untuk dibaca, memberikan role model membaca, memberi hadiah dengan buku, mengingatkan pentingnya membaca, dan pemberian referensi judul-judul buku yang baik untuk dibaca.
5. Kemampuan Membaca
dasar kelas permulaan. Jika kita amati secara cermat, membaca tentu memiliki nilai lebih dari hanya sekedar menyuarakan lambang-lambang grafis. Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh penulis melalui media bahasa tulis (H.G.Tarigan, 1986: 7).
Hal senada juga dikemukakan oleh Ahmad S. Harjasujana (1985: 3) yang menyatakan bahwa membaca merupakan kagiatan merespons lambang-lambang tertulis dengan menggunakan pengertian yang tepat. Lebih lanjut H.G. Tarigan (1986: 7) berpendapat membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata- kata/bahasa tulis. Suatu proses yang menuntut agar kelompok kata yang merupakan suatu kesatuan akan terlihat dalam suatu pandangan sekilas, dan agar makna kata- kata secara individual akan dapat diketahui. Hal senada pendapat di atas membaca merupakan perbuatan yang dilakukan berdasarkan kerja sama beberapa keterampilan, yakni mengamati, memahami dan memikirkan (Jazir Burhan, 1971: 90).
menurutnya para pakar masih bersilang pendapat dalam memberikan definisi membaca yang benar-benar akurat. Meskipun demikian menurutnya ada satu yang disepakati oleh seluruh pakar ihwal membaca, yakni bahwasannya unsur yang harus ada dalam setiap kegiatan membaca yakni pemahaman (understanding). Hal ini disebabkan karena kegiatan membaca yang tidak disertai dengan pemahaman bukanlah kegiatan membaca. Pendapat tersebut diperkuat Broto dalam (Mulyono Abdurrahman, 1999: 200) yang mengungkapkan bahwa membaca bukan hanya mengucapkan bahasa tulis atau lambang bunyi bahasa, melainkan juga menanggapi dan memahami isi bahasa tulisan. Meskipun tujuan akhir membaca adalah untuk memahami isi bacaan, namun tujuan itu belum dapat sepunuhnya dicapai oleh anak-anak terutama saat awal belajar membaca. Pendapat senada juga disampaikan Jazir Burhan (1971: 90) bahwa membaca sesungguhnya ialah perbuatan yang dilakukan berdasarkan kerjasama beberapa keterampilan yaitu mengamati, memahami, dan memikirkan. Membaca dengan demikian adalah interaksi aktif antara pembaca dan teks, oleh karenanya diperlukan pengetahuan tentang bahasa dan topic bacaan yang cukup. Tarigan (1986: 7) berpendapat lebih khusus bahwa membaca merupakan suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata- kata atau bahasa tulis.
maupun dari luar (Sujana, 1985: 123). Hal ini selaras dengan pendapat Tarigan (1986: 65) yang menyatakan bahwa membaca ialah suatu aktivitas di mana si pembaca mencoba mengkomunikasikan isi pesannya melalui suatu teks.
Lebih lanjut Anderson dalam (Tarigan, 1986: 8) membaca adalah suatu metode yang digunakan untuk berkomunikasi dengan diri sendiri dan kadang- kadang terkandung atau tersirat pada lambang- lambang tertulis. Pendapat yang hampir sama dengan pendapat di atas adalah pendapat Smith dalam (Tarigan, 1991: 42) yang menyatakan bahwa membaca adalah suatu proses pengenalan, penafsiran, dan penilaian terhadap gagasan-gagasan yang berkenaan dengan bobot mental ataupun kesadaran total diri pembaca. Kegiatan membaca dapat diartikan sebagai suatu proses yang bersifat kompleks yang bergantung pada perkembangan bahasa seseorang, latar belakang pengalaman, kemampuan kognitif, dan sikap pembaca terhadap bacaan. Sedangkan kemampuan membaca adalah sebagai penerapan faktor - faktor tersebut di atas oleh pembaca dalam rangka mengenali, menginterpretasi, dan mengevaluasi, gagasan atau ide yang terdapat dalam bacaan. Teew (1983: 12) berpendapat bahwa “Proses
membaca yaitu memberi makna pada sebuah teks tertentu, yang kita pilih, ataupun yang dipaksakan kepada kita (dalam pengajaran misalnya) adalah proses yang memerlukan pengetahuan sistem kode yang cukup rumit, komplek dan aneka ragam”. Sedangkan Anderson dalam (Tarigan ,1979: 7) mengemukakan bahwa “Membaca adalah suatu proses penyandian
berlainan dengan berbicara dan menulis yang justru melibatkan penyandian (encoding). Sebuah aspek pembacaan sandi (decoding ) adalah menghubungkan kata- kata tulis (written word) dengan makna bahasa lisan (oral language meaning) yang mencakup perubahan tulisan/cetakan menjadi bunyi yang bermakna“. Lebih lanjut, Soedarsono dalam (Mulyono Abdurrahman 2003: 200) mengemukakan bahwa membaca merupakan aktivitas komplek yang memerlukan sejumlah besar tindakan terisah-pisah, mencakup penggunaan pengertian, khayalan, pengamatan, dan ingatan.
Membaca adalah suatu cara untuk mendapatkan informasi dari sesuatu yang ditulis. Membaca melibatkan pengenalan simbul yang menyertai sebuah bahasa. Membaca dan mendengar adalah dua cara paling umum untuk mendapatkan informasi. Sebagain besar kegiatan membaca dilakukan dari kertas, batu atau kapur di sebuah papan tulis maupun komputer Tarmizi (2009: 14). Sedangkan dari sudut pandang psikolinguistik, Goodman dalam (Dubin,1988: 26) berpendapat bahwa membaca merupakan diskusi jarak jauh antara pembaca dan pengarang yang didalamnya terdapat interaksi antara bahasa dan pikiran. Penulis menyandikan pikirannya ke dalam bahasa, sedangkan pembaca menguraikan sandi bahasa tersebut ke dalam pikirannya.
yang memerlukan partisipasif aktik pembaca. Pendapat tersebut diperkuat Soedarsono (dalam Mulyono Abdurrahman 2003: 200) mengemukakan bahwa membaca merupakan aktivitas komplek yang memerlukan sejumlah besar tindakan terisah-pisah, mencakup penggunaan pengertian, khayalan, pengamatan, dan ingatan. Sebagai suatu proses, membaca terdiri atas tahap- tahap yang saling berkaitan. Tahapantahapan membaca pada hakikatnya terdiri atas lima tahapan yaitu: (1) mengidentifikasikan pernyataan tesis dalam kalimat topik, (2) mengidentifikasikan kata- kata dan frasa- frasa kunci, (3) mencari kosakata baru, (4) mengenali organisasi tulisan, dan (5) mengidentiffikasi teknik pengembangan paragraph.
Berkaitan dengan tahapan membaca Goodman dalam (Dubin,1988: 126) menyatakan bahwa kegiatan membaca adalah suatu permainan tebak-tebakan psikolingistik (“a psikolingistic guessing game”) yang terdiri atas tahap-tahap tertentu. Artinya, dalam proses penguraiaan sandi atau pemberian makna suatu teks tertulis, pembaca harus melalui tahap- tahap tertentu secara berurutan. Tahap pertama yang harus dilakukan pembaca dalam proses pemberian makna suatu bacaan adalah mengenali keseragaman penanda linguistic yang dimilikinya tersebut. Tahap berikutnya, pembaca memilih di antara semua informasi yang ada, data- data yang sekiranya cocok, koheren, dan bermakna.
menentukan apa yang harus diterima atau ditolak dan seterusnya yang semuanya mengandung resiko. Bertolak dari pendapat tersebut, untuk menghasilkan suatu tebakan yang tepat, pembaca perlu memanfaatkan informasi, pengetahuan, perasaan, pengalaman, dan budaya yang dimilikinya sehingga dapat memaknai pesan- pesan yang terdapat dalam suatu bacaan dengan tepat.
Di samping itu, pembaca juga perlu memiliki strategi yang dapat menemukan pesan yang terkandung dalam bacaan. Strategi yang dimaksud dapat berbentuk membuat out line dan ringkasan dengan kata-kata sendiri, mencari kata kunci, mengidentifikasi ide pokok, membuat catatan-catatan khusus, menggarisbawahi hal-hal yang dianggap penting atau pun membuat pertanyaanpertanyaan yang berkaitan dengan bacaan. Dari uraian di atas karena membaca merupakan aktivitas komunikatif yang memiliki hubungan timbal balik antara pembaca dan isi teks, maka faktor- faktor seperti pendidikan, intelgensi, sikap, dan kemampuan berbahasa akan menentukan proses penyerapan bahan bacaan (Sartinah Harjono, 1988: 49).
Bertolak dari beberapa definisi membaca tersebut di atas, dapat disimpulkan membaca adalah suatu aktivitas kompleks yang mencakup aktivitas fisik dan mental untuk dapat memahami isi bacaan. Hakikat membaca adalah suatu proses aktivitas untuk memahami isi bacaan yang disampaikan penulis melalui wacana.
Farida Rahim (2011: 28) menyatakan bahwa minat baca adalah keinginan yang kuat disertai usaha-usaha seseorang untuk membaca. Orang yang mempunyai minat membaca yang kuat akan diwujudkannya dalam kesediaanya untuk mendapat bahan bacaan dan kemudian membacanya atas kesadarannya sendiri. Minat baca selalu berkaitan dengan perasaan senang dan adanya perhatian terhadap kegiatan membaca.
Ahli pendidikan seperti Bloom dan Piaget dalam (Farida Rahim, 2011: 20) menjelaskan bahwa pemahaman, interpretasi, dan asimilasi merupakan dimensi hierarkis kognitif. Akan tetapi, semua aspek kognisi tersebut bersumber dari aspek afektif seperti minat, rasa percaya diri, pengontrolan perasaan negatif, serta penundaan dan kemauan untuk mengambil resiko. Sejalan dengan hal tersebut, Buron dan Claybaung dalam(Samsu Somadayo, 2011: 28) menjelaskan bahwa tingkat pencapaian kemampuan membaca seseorang sangat dipengaruhi oleh hal yang disebut kesiapan membaca. Kesiapan membaca tersebut berwujud intelegensi, kematangan emosi dan minat, pengalaman, kepemilikan fasilitas bahasa lisan, dan sikap dan minat.
B. Program B3
Siswa yang lancar membaca tidak berarti pemahamannya terhadap isi buku juga baik. Ada kalanya, mereka hanya terampil membaca dengan cepat tetapi mengabaikan hal-hal penting yang ditemui di setiap kalimat dalam buku tersebut.
Strategi Membaca Bersama, Membaca Terbimbing, dan Membaca Mandiri memecahkan problema di atas dengan tujuan akhir untuk meningkatkan keterampilan anak dalam membaca dan memahami isi buku yang dibacanya. Ketiga strategi tersebut dikembangkan dalam empat keterampilan. Keterampilan tersebut adalah kemampuan memprediksi, mengenal kosakata dan tanda baca, kelancaran membaca yang termasuk di dalamnya berupa intonasi suara, pemahaman isi buku, dan merangkum.
Membaca bersama merupakan proses pembelajaran yang penting untuk menunjukkan dan mendukung pembelajaran membaca. Dalam membaca bersama, siswa melihat teks, mengamati ahli (guru) yang membaca dengan fasih dan ekspresif, dan diajak membaca bersama.
1. Membaca Bersama dengan Menggunakan Big Book
guru. Penelitian menunjukkan bahwa Membaca Bersama dapat meningkatkan kemampuan membaca siswa terutama di Kelas Awal. 2. Membaca Terbimbing
Membaca terbimbing adalah sebuah pelatihan dimana seorang guru atau pengajar menuntun kelompok kecil siswa melalui teks pendek untuk memfasilitasi pembelajaran kefasihan, pemahaman, dan strategi pemecahan masalah. Kegiatan Membaca Terbimbing juga memungkinkan guru untuk bisa menghubungkan bacaan dengan buku lainnya, dan dunia yang lebih luas.
Membaca bersama berhubungan dengan membaca terbimbing karena membaca bersama mempraktikkan beberapa strategi yang digunakan di kegiatan membaca terbimbing. Beberapa penelitian menunjukkan keberhasilan membaca bersama pada kelas 2 dalam meningkatkan keterampilan membaca. “Setelah 4 bulan, siswa yang
memiliki pengalaman Membaca Bersama di dalam kelasnya memiliki kemampuan menganalisa dan memahami materi dengan lebih baik, dan kelancaran dalam kelompok meningkat.
Selain materi tentang membaca bersama, diberikan juga materi tentang membaca terbimbing. Membaca terbimbing memberikan informasi mengenai kemajuan dan perkembangan kemampuan membaca siswa. Membaca terbimbing memiliki hal positif seperti berikut:
b) menciptakan standar penilaian berbasis kelas. c) memberikan target dan tolok ukur yang jelas.
d) memberikan informasi yang spesifik untuk setiap siswa. e) mengomunikasikan informasi yang jelas kepada orang tua.
3. Membaca Mandiri
Membaca mandiri adalah suatu aktifitas untuk mendorong siswa membaca sesuai level mereka. Ketika siswa membaca secara mandiri, sebagian besar wacana harus mudah dibaca dengan ketepatan tinggi dan pemahaman yang bagus. Hal ini akan membantu mengembangkan kelancaran dan kepercayaan dirinya dalam membaca. Siswa diharapkan dapat membaca dengan percaya diri dan memahami wacana dengan bantuan minimal. Keyakinan guru bahwa siswa mampu memahami dan menikmati wacana yang dibacanya sangatlah penting bagi kesuksesan siswa.
Siswa membaca berbagai buku secara individu atau berpasangan. Buku yang dibaca bisa diambil dari koleksi buku di sekolah. Bahan bacaan juga bisa diambil dari koleksi buku berjenjang sesuai tingkat kemampuan membaca siswa
C. Penelitian Yang Relevan
Penelitian Yusniwati (2013) tentang Peningkatan Kemampuan Membaca Awal Pada Anak Kelas A Dengan Metode Cantol Roudhoh Di Tk Trisula Perwari Sragen yang menunjukkan hasil bahwa kemampuan membaca awal pada usia awal anak mencakup aspek kognitif, motivasi, nilai dan perkembangan penginderaan siswa.
Penelitian Kasiyanto (2014) tentang “Pengaruh Metode Survey, Question,
Read, dan Recite, Review (SQ3R) Terhadap Kemampuan Membaca pada
hasil adanya peningkatan minat membaca pada siswa kelas VI SDN 3 Purwokerto Kulon setelah mengikuti pembelajaran membaca dengan metode SQ3R dan adanya hasil t hitung yang signifikan pada kemampuan membaca pemahaman.
Penelitian Ahmad Sarjita (2012) dengan judul “Meningkatkan Minat Baca dan Hasil Belajar dengan Menerapkan Metode Classraoom Reading Program pada Siswa Kelas 6 SD Negeri 1 Kalibeber Kecamatan Mojotengah Kabupaten Wonosobo Tahun Pelajaran 2011/2012 hasil penelitian menunjukkan Penerapan Classroom Reading Program untuk meningkatkan minat membaca pada siswa kelas 6 SD Negeri I Kalibeber semester I tahun 2011 yang ditandai dengan peningkatan jumlah siswa yang meminjam buku di perpustakaan di setiap siklus. Dari kondisi awal berangsur meningkat di siklus I dan siklus II masing – masing 30%, 65% dan 75%.
Penelitian Basuki (2011) Pengembangan Model Pembelajaran Membaca dengan Teknik Pelabelan Objek Sekitar (POS) Bagi Murid Taman Kanak-kanak mengembangkan model pembelajaran membaca di TK yang mudah dilaksanakan, efektif mencapai tujuan dan sesuai dengan prinsip-prinsip pembelajaran anak usia dini, yaitu “bermain sambil belajar dan belajar
sambil bermain”. Model pembelajaran membaca yang dikembangkan adalah
pembelajaran membaca dengan teknik Pelabelan Objek Sekitar (POS). Model POS adalah model pembelajaran membaca awal dengan teknik pelabelan objek yang berada di sekitar anak yang bersifat konkret dan familier sehingga mudah diterima anak-anak. Objek dapat berupa benda dan tiruannya yang berupa gambar atau foto. Materi pembelajaran membaca dipilih dengan mempertimbangkan aspek-aspek perkembangan lingkungan yang terjadi baik lingkungan budaya, sosial, maupun religiusitas yang melatarbelakangi para siswa. Model POS merupakan model pembelajaran dengan nuansa menyenangkan karena dikemas dalam bentuk permainan dengan media gambar menarik, kartu huruf, kartu suku kata, dan kartu kata
menunjukkan bahwa semakin tinggi minat baca siswa maka semakin tinggi pula kemampuan memahami bacaannya, begitu juga sebaliknya.