• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. hanya dari bahan alami tetapi juga bahan buatan untuk maksud meningkatkan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. hanya dari bahan alami tetapi juga bahan buatan untuk maksud meningkatkan"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kosmetika

Kosmetika berasal dari kata kosmein (Yunani) yang berarti “berhias”. Bahan yang dipakai dalam usaha untuk mempercantik diri ini, dahulu diramu dari bahan – bahan alami yang terdapat disekitarnya. Sekarang kosmetika dibuat manusia tidak hanya dari bahan alami tetapi juga bahan buatan untuk maksud meningkatkan kecantikan. Sejak semula kosmetik merupakan salah satu segi ilmu pengobatan atau ilmu kesehatan, sehingga para pakar kosmetik dahulu adalah juga pakar kesehatan seperti para tabib, dukun, bahkan penasihat keluarga istana. Oleh karena itu tidak mengherankan bila antara kosmetika dan obat sejak dahulu sampai sekarang pun sangat sukar untuk ditarik garis batasnya.

Sejak tahun 1938, di Amerika Serikat dibuat Akta tentang defenisi kosmetika yang kemudian menjadi acuan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 220/Menkes/Per/X/76 tanggal 6 September 1976 yang menyatakan bahwa :

Kosmetika adalah bahan atau campuran bahan untuk digosokkan, dilekatkan, dituangkan, dipercikkan atau disemprotkan pada, dimasukkan ke dalam, dipergunakan pada badan atau bagian badan manusia dengan maksud untuk membersihkan, memelihara, menambah daya tarik atau mengubah rupa, dan tidak termasuk golongan obat.

Defenisi tersebut jelas menunjukkan bahwa kosmetika bukan suatu obat yang dipakai untuk diagnosis pengobatan maupun pencegahan penyakit.

(2)

Dewasa ini terdapat ribuan kosmetika di pasar bebas. Kosmetika tersebut adalah produk kosmetika di dalam dan luar negeri yang jumlahnya telah mencapai ribuan. Data terakhir menunjukkan lebih dari 300 pabrik kosmetika terdaftar secara resmi di Indonesia, dan diperkirakan ada sejumlah dua kali lipat pabrik kosmetika yang tidak terdaftar secara resmi yang berupa usaha rumahan atau salon kecantikan. Jumlah yang demikian banyak memerlukan usaha penyederhanaan kosmetika, baik untuk tujuan pengaturan maupun pemakaian. Usaha tersebut berupa penggolongan kosmetika. Sub Bagian Kosmetika Medik Bagian Ilmu Kulit dan Kelamin FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta, membagi kosmetika atas :

1. Kosmetika pemeliharaan dan perawatan, yang terdiri atas : a. Kosmetika pembersih (cleansing)

b. Kosmetika pelembab (moisturizing) c. Kosmetika pelindung (protecting) d. Kosmetika penipis (thinning)

2. Kosmetika rias/dekoratif, yang terdiri atas : a. Kosmetika rias kulit terutama wajah b. Kosmetika rias rambut

c. Kosmetika rias kuku d. Kosmetika rias bibir e. Kosmetika rias mata

3. Kosmetika pewangi/parfum, yang terdiri atas : a. Deodoran dan antiperspiran

b. Pelembab c. Parfum

(3)

Dengan penggolongan yang sangat sederhana ini, setiap jenis kosmetika akan dapat dikenal kegunaannya dan akan menjadi bahan acuan bagi konsumen di dalam bidang kosmetologi. Penggolongan ini juga dapat menampung setiap jenis sediaan kosmetika (bedak, cairan, krim, pasta, semprotan, dan lainnya) dan setiap tempat pemakaian kosmetika (kulit, mata, kuku, rambut, seluruh badan, alat kelamin, dan lainnya).

Kosmetika pembersih digunakan untuk menghilangkan berbagai zat yang tidak berguna lagi yang terdapat pada permukaan kulit yang telah tercemar kotoran. Namun bukan berarti harus membersihkan seluruh zat yang ada, karena ada zat yang tetap diperlukan untuk kulit agar kulit tetap sehat seperti lapisan lemak permukaan kulit. Kosmetika pembersih mengandung bahan dasar dalam beberapa bentuk yaitu cair, minyak, dan padat. Bahan dasar cair yang banyak digunakan adalah air yang merupakan pelarut yang baik untuk sebagian besar zat/kotoran yang menmpel pada kulit. Air mudah didapat dan murah harganya, sehingga penggunaannya dalam kosmetika cukup efektif dan efisien. Oleh karena itu pada setiap tindakan pembersihan kulit, membersihkan dengan air biasanya dilakukan pada awal dan akhir tahap pembersihan. Namun untuk membersihkan kulit hanya dengan air dirasakan kurang estesis sehingga ditambahkan wewangian, penyegar dan alkohol atau lainnya.

Pembersihan dengan bahan dasar air mempunyai beberapa keuntungan dan kerugian. Keuntungannya adalah air dapat melunakkan lapisan tanduk sehingga mudah dibersihkan, tidak toksik bagi umumnya kulit sensitif, tidak menimbulkan efek samping selain mudah didapat dan murah harganya. Kerugian pemakaian air sebagai pembersih adalah tidak dapat membersihkan seluruh kotoran yang melekat pada kulit, tidak membersihkan jasad renik yang terdapat pada permukaan kulit, bukan merupakan pembersih kulit yang baik dan sukar mencapai lekuk dan pori kulit.

(4)

Oleh karena alasan tersebut pembersih dengan bahan dasar air sering ditambah dengan alkohol (20% - 40%) sebagai bahan dasar lain. Penggunaan alkohol mempunyai beberapa keuntungan namun tidak terlepas pula beberapa kerugian. Keuntungan penambahan alkohol adalah bukan saja sebagai pelarut lemak ringan yang bersifat menyegarkan, tetapi juga pelarut parfum dan warna yang baik, mempunyai efek desinfektan lemah dan merupakan astrigen lemah. Kedua hal yang terakhir tidak dapat ditingkatkan dengan meningkatkan kadar alkohol lebih dari 40% oleh karena dapat menimbulkan iritasi kulit dan mengeringkan kulit.

Kosmetik pengharum digunakan untuk menghilangkan bau badan yang bersumber dari kulit, rambut, hidung (saluran napas), mulut (saluran cerna atas), anus (saluran cerna bawah), vagina (saluran kelamin luar), dan terutama ketiak. Bahan aktif yang digunakan dalam kosmetik pengharum dapat berupa :

1. Pewangi (parfum) untuk menutupi bau yang tidak disukai.

2. Pembunuh mikroba yang dapat mengurangi jumlah mikroba pada tempat asal bau. Contohnya adalah antiseptik yang dapat membunuh kuman apatogen atau patogen misalnya triklosan. (Wasitaatmadja, S.M. 1997)

2.2 Antiseptik

Antiseptik berasal dari bahasa Yunani (sepsis = busuk) adalah zat – zat yang dapat mematikan atau menghentikan pertumbuhan mikroba setempat/lokal di jaringan – jaringan hidup, khususnya di atas kulit atau selaput lendir seperti mulut, tenggorokan, vagina, hidung, telinga, dan lain – lain. (Mansjoer,S dan Fauzia. 1989)

Bahan atau zat yang digunakan untuk mencegah pertumbuhan atau aktivitas mikroorganisme dengan cara menghambat atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme disebut antiseptik.

(5)

Faktor-faktor yang berpengaruh pada efektivitas antiseptik antara lain ialah sebagai berikut :

1. Konsentrasi

2. Lamanya paparan antiseptik

3. Tipe populasi mikroba yang akan dibunuh

4.Kondisi lingkungan seperti suhu, pH dan tipe dari material dimana bakteri berada Secara umum antiseptik adalah desinfektan yang nontoksik karena digunakan kulit, mukosa, atau jaringan hidup lainnya. Sebagai antiseptik haruslah memiliki persyaratan diantaranya :

1. Memiliki spektrum luas yang artinya efektif untuk membunuh bakteri, virus, jamur dan sebagainya.

2. Tidak merangsang kulit ataupun mukosa.

3. Toksisitas atau daya absorbsi melalui kulit dan mukosa rendah. 4. Efek kerjanya cepat dan bertahan lama.

5. Efektivitasnya tidak berpengaruh oleh adanya darah atau pus.

Bahan tersebut harus bersifat homogen, tidak mudah dinetralisir atau diinaktivasi oleh bahan lain, dapat bekerja pada suhu biasa dan mempunyai kemampuan penetrasi. Saat ini belum ada antiseptik yang ideal, tidak jarang bersifat toksik bagi jaringan, menghambat penyembuhan luka, dan menimbulkan sensifitas. Khasiatnya seringkali berkurang oleh adanya cairan tubuh seperti darah atau pus. Adapun jenis larutan antiseptik seperti alkohol 60% - 90%, stremid atau klorheksidglukonat (savlon), klorheksidinglukonat 4% (hibiscrub, hibitane, hibiclens), heksalorofen 3% (phisohex), triklosan, paraklorometaksilenol (PCMX atau klorosilenol/dettol), iodine 1 - 3% serta iodofor berbagai konsentrasi (betadine). Antiseptik juga dapat terkontaminasi, mikroorganisme yang mengkontaminasi dapat menyebabkan infeksi berantai jika

(6)

digunakan untuk mencuci tangan. Cara untuk mencegah kontaminasi tersebut seperti menggunakan air matang untuk mengencerkan jika diperlukan pengenceran, hati-hati pada saat menuangkan larutan kewadah yang lebih kecil, mengosongkan dan mencuci wadah sabun dan air serta membiarkannya kering dengan cara di angin-anginkan minimal sekali dalam seminggu, tempelkan label bertuliskan tanggal pengisian ulang, serta menyimpan larutan ditempat yang diinginkan dan gelap.

2.2.1 Alkohol

Alkohol banyak digunakan sebagai antiseptik/desinfektan untuk disinfeksi permukaan dan kulit yang bersih, tetapi tidak untuk luka. Alkohol sebagai disinfektan mempunyai aktivitas bakterisidal, bekerja terhadap berbagai jenis bakteri, tetapi tidak terhadap virus dan jamur. Akan tetapi karena merupakan pelarut organik maka alkohol dapat melarutkan lapisan lemak dan sebum pada kulit, dimana lapisan tersebut berfungsi sebagai pelindung terhadap infeksi mikroorganisme.

Alkohol yang digunakan pada sediaan kosmetik adalah etil alkohol atau isopropil alkohol.

1. Etil alkohol atau lebih dikenal dengan etanol (CH3CH2OH) merupakan salah satu antiseptik yang bekerja cepat pada konsentrasi yang tepat. Kemampuan bakterisidnya akan lebih baik bila ada air. Etanol 70% mempunyai potensi antiseptik yang optimum, karena air membantu denaturasi protein bakteri. Penggunaan etanol 70% pada umumnya untuk antiseptik kulit sebelum penyuntikan dapat membasmi hampir 90% bakteri pada kulit dalam waktu 2 menit dengan cara mengoleskannya. (Mansjoer,S dan Fauzia. 1989)

(7)

2. Isopropil alkohol (CH3CH2CH2OH) mempunyai aktivitas bakterisid lebih besar dibanding etil alkohol atau etanol, karena lebih efektif dalam menurunkan tegangan permukaan sel bakteri dan denaturasi protein. Isopropil alkohol lebih efektif sebagai antiseptik pada kadar 50% - 95% tetapi bersifat lebih iritatif dibandingkan etil alkohol atau etanol.

Kedua alkohol tersebut segera aktif membunuh bakteri vegetatif, M.

tuberculosis, dan banyak jamur dan virus lipofilik yang tidak aktif. Alkohol ini tidak

digunakan sebagai sterilan karena tidak bersifat sporisid, tidak mempenetrasi materi organik yang mengandung protein, mungkin tidak aktif melawan virus hidrofilik, dan tidak memiliki sisa kerja karena agen tersebut menguap seluruhnya. Disamping itu alkohol mudah terbakar dan pada pemakaian berulang menyebabkan kekeringan dan iritasi pada kulit. (Katzung, B.G. 2001)

2.2.2 Triklosan

Triklosan merupakan antiseptik non-ionik dari golongan bisphenolsintesis, bisphenol yaitu gabungan 2 fenol yang dihubungkan oleh rantai yang bermacam macam. Triklosan tersusun dari 2 cincin benzene, tiap cincin terdiri dari 6 atom karbon. Terdapat dua kelompok antiseptik yang sering digunakan pada golongan ini yaitu triklosan dan hexachlorophene. Namun karena toksisitasnya, maka saat ini penggunaan hexachlorophene sangat terbatas. Saat ini triklosan telah digunakan secara luas dalam berbagai produk seperti sabun, obat kumur, pasta gigi, kosmetik dan pembersih peralatan dapur.

(8)

Gambar 2.4. Struktur Triklosan

Triklosan bersifat tidak larut dalam air kecuali pH alkali. Antiseptik ini larut dalam hampir semua pelarut organik. Secara kimiawi triklosan bersifat stabil dan tahan dalam pemanasan hingga 200oC selama 2 jam. Aktivitas triklosan dalam produk pencuci tangan dipengaruhi oleh pH, adanya surfaktan, emollient, humectants, dan sifat ionik suatu formulasi. Triklosan mempunyai spektrum aktivitas yang luas, mencakup hampir semua bakteri gram positif dan gram negatif. Aktivitas triklosan terhadap gram positif lebih besar daripada gram negatif dan antiseptik ini efektif melawan Methicilinresistant Staphylococcus aureus (MRSA), namun aktivitasnya rendah terhadap Pseudomonas aeruginosa. Triklosan tidak efektif terhadap spora. Aktivitas fungisidal triklosan terbatas, terhadap yeast cukup baik, sedangkan terhadap mold kurang. Aktivitasnya terhadap virus belum diketahui.

Aktivitas antimikroba triklosan didapatkan pada konsentrasi 0,2% - 2%. Pada konsentrasi tersebut triklosan bersifat bakteriostatik. Kebanyakan sabun antiseptik menggunakan triklosan dengan konsentrasi 1%. Konsentrasi hambat minimal triklosan berkisar 0,1 - 20 µg/mL (0,01% - 1%). Sedangkan konsentrasi bakterisidal besarnya 25 µg/mL (2,5%) atau lebih.

Kelebihan triklosan dibandingkan dengan sabun biasa adalah efek kumulatif dan persisten pada kulit. Efek kumulatif merupakan peningkatan efek antimikroba suatu bahan antiseptik pada penggunaan berulang. Efek persisten merupakan perpanjangan efek antimikroba yang menghambat proliferasi

(9)

mikroorganisme setelah pemakaian suatu bahan antiseptik. Efek persisten disebut disebut juga dengan efek residual. Sabun yang mengandung bahan antiseptik akan meninggalkan lapisan tipis bahan antikbakteri pada permukaan kulit yang akan menghambat pertumbuhan bakteri secara berkelanjutan. Villalain menemukan bahwa triklosan juga mempunyai efek membranotropik, yaitu menggangu stabilitas struktur membran yang mengakibatkan penurunan integritas fungsional membran sel tanpa menginduksi terjadinya lisis tersebut. Pada konsentrasi bakterisidal, triklosan menyebabkan kebocoran kalium yang menandakan terjadinya kerusakan membran.

Kelebihan triklosan dibanding dengan antiseptik yang lain adalah kemampuannya menghilangkan MRSA secara efektif dari tangan petugas kesehatan setelah kontak 30 detik, sedangkan chlorhexidine 4% tidak dapat melakukan hal ini. Penelitian Loho U dan Utami (2007) mengenai efektivitas antiseptik larutan triklosan 1% secara in vitro terhadap Staphylococcus aureus, Enterococcusfaecalis, Echericiha coli dan Pseudomonas aeruginosa tampak bahwa triklosan tidak efektif terhadap

Pseudomonas aeruginosa.

Triklosan relatif tidak toksik terhadap manusia. Hingga saat ini tidak ada bukti yang menyatakan bahwa triklosan memiliki efek karsinogenik, mutagenik ataupun teratogenik. Sabun yang mengandung triklosan 1% lebih sedikit menimbulkan masalah kulit dibandingkan dengan formula yang mengandung iodophore, etanol 70%, chlorohexidine gluconate 0,5 % dan chlorhexidine gluconate 4%. Namun terdapat beberapa laporan mengenai terjadinya iritasi kulit dan dermatitis kontak fotoalergik akibat pemakaian triklosan. Dermatitis ini terjadi apabila bagian kulit yang terpajan triklosan terkena sinar matahari.

(10)

2.3 Kromatografi

Kromatografi adalah suatu istilah umum yang digunakan untuk bermacam-macam teknik pemisahan yang didasarkan atas partisi sampel diantara suatu fase gerak yang bisa berupa gas ataupun cair dan fase diam yang juga bisa berupa cairan ataupun suatu padatan. Penemu Kromatografi adalah Tswett yang pada tahun 1903, mencoba memisahkan pigmen-pigmen dari daun dengan menggunakan suatu kolom yang berisi kapur (CaSO4). lstilah kromatografi diciptakan oleh Tswett untuk melukiskan daerah - daerah yang berwarna yang bergerak kebawah kolom. Pada waktu yang hampir bersamaan, D. T. Day juga menggunakan kromatografi untuk memisahkan fraksi - fraksi petroleum, namun Tswett lah yang pertama diakui sebagai penemu dan yang menjelaskan tentang proses kromatografi.

Penyelidikan tentang kromatografi menurun untuk beberapa tahun sampai digunakan suatu teknik dalam bentuk kromatografi padatan cair (Liquid Solid Chromatography). Kemudian pada akhir tahun 1930-an dan permulaan tahun 1940-an, kromatografi mulai berkembang. Dasar kromatografi lapisan tipis (Thin Layer Chromatography) diletakkan pada tahun 1938 oleh Izmailov dan Schreiber, dan kemudian diperhalus oleh Stahl pada tahun 1958. Hasil karya yang baik sekali dari Martin dan Synge pada tahun 1941 (untuk ini mereka memenangkan Nobel) tidak hanya mengubah dengan cepat kromatografi cair tetapi seperangkat umum langkah untuk pengembangan kromatografi gas dan kromatografi kertas. Pada tahun 1952 Martin dan James mempublikasikan makalah pertama mengenai kromatografi gas. Diantara tahun 1952 dan akhir tahun 1960-an kromatografi gas dikembangkan menjadi suatu teknik analisis yang canggih.

(11)

Kromatografi cair, dalam prakteknya ditampilkan dalam kolom gelas berdiameter besar, dibawah kondisi atmosfer., waktu analisis lama dan segala prosedur biasanya sangat membosankan. Pada akhir tahun 1960-an, semakin banyak usaha dilakukan untuk pengembangan kromatografi cair sebagai suatu teknik dalam mengimbangi kromatografi gas. High Performance Liquid Chromatography (HPLC) atau Kromatografi Cair Kinerja Tinggi telah berhasil dikembangkan dari usaha ini. Kemajuan keduanya dalam instrumentasi dan pengepakan kolom terjadi dengan cepat sehingga sulit untuk mempertahankan suatu bentuk hasil keahlian dalam membuat instrumentasi dan pengepakan kolom dalam keadaan tertentu. Tentu saja, saat ini dengan teknik yang sudah matang dan cepat kromatografi cair kinerja tinggi telah mencapai suatu keadaan yang sederajat dengan kromatografi gas.

2.3.1 Kromatografi Gas (KG)

Kromatografi gas (KG) merupakan metode yang dinamis untuk pemisahan dan deteksi senyawa-senyawa yang mudah menguap dalam suatu campuran. KG merupakan teknik instrumental yang dikenalkan pertama kali pada tahun 1950-an, dan saat ini merupakan alat utama yang digunakan oleh laboratorium untuk melakukan analisis. Perkembangan teknologi yang signifikan dalam bidang elektronik, komputer, dan kolom telah menghasilkan batas deteksi yang lebih rendah serta identifikasi senyawa menjadi lebih akurat melalui teknik analisis dengan resolusi yang meningkat.

KG merupakan teknik analisis yang telah digunakan dalam bidang-bidang industri, lingkungan, farmasi, minyak, kimia, klinik, forensik, makanan, dll.

(12)

Kegunaan umum KG adalah untuk melakukan pemisahan dinamis dan identifikasi semua jenis senyawa organik yang mudah menguap dan juga melakukan analisis kualitatif dan kuantitatif senyawa dalam suatu campuran. KG dapat bersifat destruktif dan dapat bersifat non-destruktif tergantung pada detektor yang digunakan.

KG dapat diotomatisasi untuk analisis sampel - sampel padat, cair, dan gas. Sampel padat dapat diekstraksi atau dilarutkan dalam suatu pelarut sehingga dapat diinjeksikan ke dalam sistem KG; demikian juga sampel gas dapat langsung diambil dengan penyuntik (syringe) yang ketat terhadap gas.

KG merupakan teknik pemisahan dimana solut - solut yang mudah menguap, dan stabil terhadap panas bermigrasi melalui kolom yang mengandung fase diam dengan suatu kecepatan yang tergantung pada rasio distribusinya. Pada umumnya solut akan terelusi berdasarkan pada peningkatan titik didihnya, kecuali jika ada interaksi khusus antara solut dengan fase diam. Pemisahan pada kromatografi gas didasarkan pada tititk didih suatu senyawa dikurangi dengan semua interaksi yang mungkin terjadi antara solut dengan fase diam. Fase gerak yang merupakan gas akan mengelusi solut dari ujung kolom lalu menghantarkannya ke detektor. Penggunaan suhu yang meningkat (biasanya pada kisaran 50 - 350oC) bertujuan untuk menjamin bahwa solut akan menguap dan karenanya akan cepat terelusi.

Ada dua jenis kromatografi gas, yaitu:

1. Kromatografi gas - cair (KGC)

Pada KGC ini, fase diam yang digunakan adalah cairan yang diikatkan pada suatu pendukung sehingga solut akan terlarut dalam fase diam. Mekanismenya sorpsi-nya adalah partisi.

(13)

2. Kromatografi gas - padat (KGP)

Pada KGP ini, digunakan fase diam padatan (kadang - kadang polimerik). Mekanisme sorpsi-nya adalah adsorpsi.

2.3.2 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi atau KCKT atau biasa juga disebut HPLC (High Performance Liquid Chromatography) dikembangkan pada akhit tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an. Saat ini, KCKT merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel dalam sejumlah bidang, antara lain seperti farmasi, lingkungan, bioteknologi, polimer, dan industri - industri makanan. Beberapa perkembangan KCKT terbaru antara lain miniturisasi sistem KCKT, penggunaan KCKT untuk analisis asam-asam nukleat, analisis protein, analisis karbohidrat, dan analisis senyawa - senyawa kiral.

Kegunaan umum KCKT adalah untuk pemisahan sejumlah senyawa organik, anorganik, maupun senyawa biologis; analisis ketidakmurnian (impurities); analisis senyawa - senyawa tidak mudah menguap (non - volatil); penentuan molekul - molekul netral, ionik, maupun zwitter ion; isolasi dan pemurnian senyawa; pemisahan senyawa - senyawa yang strukturnya hampir sama; pemisahan senyawa - senyawa dalam jumlah sekelumit (trace elements), dalam jumlah banyak, dan dalam skala proses industri. KCKT merupakan metode yang tidak destruktif dan dapat digunakan baik untuk analisa kualitatif maupun kuantitatif.

KCKT paling sering digunakan untuk menetapkan kadar senyawa - senyawa tertentu seperti asam-asam amino, asam - asam nukleat, dan protein - protein dalam fisiologis; menentukan kadar senyawa - senyawa aktif obat, produk hasil samping proses sintesis, atau produk - produk degradasi dalam sediaan farmasi; memonitor

(14)

sampel - sampel yang berasal dari lingkungan; memurnikan senyawa dalam suatu campuran; memisahkan polimer dan menentukan distribusi berat molekulnya dalam suatu campuran; kontrol kualitas; dan mengikuti jalannya reaksi sintesis.

Keterbatasan metode KCKT adalah untuk identifikasi senyawa, kecuali jika KCKT dihubungkan dengan spektrometer massa (MS). Keterbatasan lainnya adalah jika sampelnya sangat kompleks, maka resolusi yang baik sulit diperoleh. (Rohman, A. 2008)

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian terhadap bangunan Gereja Santa Perawan Maria akan dilakukan secara deskriptif dan eskploratif, sehingga penelitian ini dibatasi hanya pada gaya bangunan gereja dan

Penelitian ini berjudul Musik dan Realitas Sosial (Analisis Semiotika dalam Lagu Iwan Fals “Surat Buat Wakil Rakyat“). Penelitian ini bertujuan untuk melihat pesan apa

Misalkan dan memenuhi matriks invers Monge maka nilai eigen dari yang dinotasikan dengan merupakan nilai maksimum dari elemen-elemen pada baris ke kolom ke ,

Untuk dapat menemukan ciri yang khas dari sinyal EEG maka diperlukan metode pengolahan yang tepat, dalam penelitian ini ciri diperoleh dari hasil ekstraksi

Melihat keberhasilan Presiden Juan Manuel Santos dalam membawa kelompok gerilya FARC kembali ke meja perundingan setelah 50 tahun lamanya konflik mengalami eskalasi,

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “PENGARUH RELIGIUSITAS

Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa melimpahkan berkat kesehatan dan kesempatan bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pembuatan Perangkat