i
i
SKRIPSI
HUBUNGAN TINDAKAN TEKNIK ASEPTIK PEMASANGAN INFUS
DENGAN KEJADIAN FLEBITIS (Di RSUD Jombang)
EVFA ARNICSTIAN 143210119
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIA JOMBANG
ii
ii
SKRIPSI
HUBUNGAN TINDAKAN TEKNIK ASEPTIK PEMASANGAN INFUS DENGAN KEJADIAN FLEBITIS
(Di RSUD Jombang)
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada program Studi S1 Ilmu Keperawatan Pada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Insan Cendekia Medika Jombang
EVFA ARNICSTIAN
14.321.0119
PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA JOMBANG
iii
iii
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : EVFA ARNICSTIAN
NIM : 143210119
Jenjang : Sarjana
Institusi : Prodi S1 Keperawatan STIKes ICME Jombang
Menyatakan bahwa naskah skripsi ini secara keseluruhan adalah hasil penelitian atau karya saya sendiri, kecuali pada bagian-bagian yang di rujuk dari sumbernya.
Jombang, 25 September 2018
Saya yang menyatakan
iv
v
v
PERSETUJUAN SKRIPSI
Judul :HUBUNGAN TINDAKAN TEKNIK ASEPTIK
PEMASANGAN INFUS DENGAN KEJADIAN FLEBITIS (Di RSUD Jombang)
Nama Mahasiswa :Evfa Arnicstian
NIM : 143210119
TELAH DISETUJUI KOMISI PEMBIMBING
PADA TANGGAL ...
Mengetahui,
Ketua Stikes
Imam Fatoni,SKM.,MM NIK. 03.04.022
Ketua Program Studi
Inayatur Rosyidah,S.Kep.,Ns.,M.Kep NIK.04.05.053
Pembimbing Utama
Hidayatun Nufus,SsiT.,M.Kes NIK.02.03.014
Pembimbing Anggota
vi
vi
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
Proposal ini diajukan oleh :
Nama Mahasiswa : Evfa Arnicstian
NIM : 143210119
Program Studi : S1 Ilmu Keperawatan
Judul : HUBUNGAN TINDAKAN TEKNIK ASEPTIK
PEMASANGAN INFUS DENGAN KEJADIAN
FLEBITIS
( Di RSUD Jombang)
Telah berhasil dipertahankan dan diuji dihadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada
Program Studi S1 Ilmu Keperawatan
Komisi Dewan Penguji,
Ketua Dewan Penguji : Sri Sayekti,S.Si.M.Ked ( )
Penguji 1 : Hidayatun Nufus SSiT.M.,Kes ( )
Penguji 2 : Dwi Prasetyaningsih S.Kep.,Ns.M.Kep ( )
vii
vii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jember pada tanggal 09 Juni 1996 dengan jenis kelamin perempuan.
Riwayat pendidikan, Pada tahun 2008 penulis lulus dari SDN Kasiyan 01 Kecamatan Puger Kabupaten Jember, kemudian penulis melanjutkan ke SMP Sultan Agung lulus Tahun 2011 Kecamatan Puger Kabupaten Jember setelah itu menempuh pendidikan SMA di SMA Satya Dharma Kecamatan Balung
Kabupaten Jember tamat tahun 2014.
Tahun 2014 sampai sekarang penulis mengikuti pendidikan Prodi S1 Keperawatan di STIKES ICME Jombang.
Demikian riwayat hidup ini saya buat dengan sebenarnya.
Jombang, 25 September 2018
Penulis
viii
viii
MOTTO
“Orang-Orang Yang Sukses Telah Belajar Membuat Diri Mereka Melakukan Hal Yang Harus Dikerjakan Ketika Hal Itu Memang Harus Dikerjakan, Entah Mereka
Menyukainya Atau Tidak”
ix
ix
PERSEMBAHAN
Seiring doa dan puji syukur aku persembahkan skripsi ini untuk :
1. Allah SWT, karena atas ijin dan karunia-Nya maka skripsi ini dapat dibuat dan
selesai pada waktunya. Puji syukur yang tak terhingga kepada Allah SWT
yang meridhoi dan mengabulkan segala doa.
2. Bapak dan ibuku tersayang, yang telah memberikan dukungan moril maupun
materil serta doa yang tiada henti untuk kesuksesan saya, karena tiada kata
seindah lantunan doa dan tiada doa yang paling khusuk selain doa yang
terucap dari orang tua.
3. Bapak dan Ibu Dosen pembimbing, penguji dan pengajar, yang selama ini
telah tulus dan ikhlas meluangkan waktunya untuk menuntun dan
mengarahkan saya, memberikan bimbingan dan pelajaran yang tiada ternilai
harganya. Terima kasih banyak Bapak dan Ibu dosen, jasa kalian akan selalu
tertanam dihati.
4. Saudara saya (om dan Kakak sepupu) yang senantiasa memberikan dukungan,
semangat, senyum, dan doanya untuk keberhasilan ini, cinta kalian adalah
memberikan kobaran semangat yang menggebu, terima kasih dan sayangku
untuk kalian. Semoga kita kelak dapat membahagiakan orang tua.
5. Teman sehidup, semati, seperjuangan, sependeritaan (S1 Ilmu Keperawatan
kelas 8C), tanpa semangat, dukungan dan bantuan kalian semua tak akan
mungkin sampai disini, terima kasih untuk canda, tawa, tangis dan perjuangan
yang kita lewati bersama dan terima kasih untuk kenangan manis yang telah
x
x
semua dan semoga apa yang kita inginkan dapat segera terwujud semua.
Semangat !!!
6. Sahabat-sahabatku tersayang Kost B29 (Ayun, Anggun, Novita, Septi ) Kost
Elit (Karin, Yeni, Niki, Eni, Elis, Ayik, Puput, Rumatul dan Yumnun) kost
hello kitty (laila dan laili), Terima kasih atas segala dukungan, semangat,
motivasi, serta ke konyolannya selama ini. Terima kasih canda, tawa dan
cerita – cerita yang selalu bikin baper. Kalian tidak hanya sekedar teman,
sahabat tapi telah menjadi keluarga kedua bagi saya , terima kasih untuk
kebersamaan selama ini. Semoga kesuksesan selalu bersama kita di manapun
kita berada dan semoga yang pengen cepet nikah dapat disegerakan, biar gak
ngomongin nikah terus. Jangan pernah lupakan kenagan-kenangan indah di
kost B29. Sayang kalian semua.
7. Buat semua pihak yang telah membantu sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan dengan baik.
Akhir kata, semoga skripsi ini membawa manfaat. Betapa pun
pahitnya sebuah proses, tapi dengannya saya belajar dan memahami banyak
hal. Dengan segala syukur yang tak terhingga serta bahagia yang memecah,
xi
xi
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Tindakan Teknik Aseptik Pemasangan Infus Dengan Kejadian
Flebitis”( Studi di RSUD Jombang )” ini dengan sebaik-baiknya.
Dalam penyusunan proposal ini penulis telah banyak mendapat
bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih
kepada yang terhormat H.imam Fatoni, S.KM.,MM selaku ketua STIKes ICME
Jombang, ibu Inayatur Rosyidah, S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku Kaprodi S1
Keperawatan, Ibu Hidayatun Nufus, SSiT.M.,Kes selaku pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan serta motivasi kepada penulis sehingga terselesaikannya
proposal ini, ibu Dwi Prasetyaningati, S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku pembimbing II
yang telah rela meluangkan waktu, tenaga serta pikirannya demi terselesaikannya
proposal ini. Direktur RSUD Jombang yang telah memberikan ijin penelitian.
Kedua orang tua yang selalu memberikan dukungan baik moril maupun materil
selama menempuh pendidikan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendekia
Medika Jombang hingga terselesaikannya proposal ini, serta semua pihak yang
tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu, yang telah memberikan dorongan dan
bantuannya dalam penyusunan proposal ini, dan teman-teman yang ikut serta
memberikan kritik, saran dan semangat sehingga penelitian ini terselesaikan tepat
waktu. Semoga Allah SWT memberikan balasan atas segala amal yang telah
xii
xii
Penulis menyadari bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari
sempurna, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran demi
kesempurnaan laporan penelitian ini.
Jombang, 25 September 2018
xiii
xiii
ABSTRAK
HUBUNGAN TINDAKAN TEKNIK ASEPTIK PEMASANGAN INFUS DENGAN KEJADIAN FLEBITIS
(Studi Di RSUD Jombang) Oleh
EVFA ARNICSTIAN 14 321 0119
Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat pasien setelah 3X24 jam dilakukan perawatan. Infeksi nosokomial flebitis berkaitan dengan tindakan invsif, seperti pemasangan infus. Kejadian flebitis pada tahun 2018 tribulan 1 yaitu Januari, Februari dan Maret terdapat 52 pasien yang terjadi flebitis. Penelitian ini bertujuan u ntuk mengetahui hubungan tindakan teknik aseptik pemasangan infus dengan kejadian flebitis di RSUD Jombang
Desain penelitian adalah penelitian korelasi dengan pendekatan cohort. Populasi semua pasien baru dengan rata-rata 100 pasien /hari yang rawat inap di RSUD Jombang. Sampelnya sebagian pasien baru yang rawat inap di RSUD Jombang yang memenuhi kriteriasebanyak 41 orang. Tekhnik sampling menggunakan consecutive
sampling. Variabel independen tindakan teknik aseptik pemasangan infus dan
variabel dependennya kejadian flebitis. Instrumen penelitian menggunakan observasidengan pengolahan data Editing, Coding, scoring, Tabulating dan analisa data menggunakan uji chi square.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir seluruhnya dari yang melakukan tindakan teknik aseptik yaitu sebanyak 36 orang yang melakukan tindakan teknik aseptik dan hampir seluruhnya responden tidak terjadi flebitis yaitu dengan jumlah 37 responden (90%). Hasil uji statistik chi square diperoleh angka signifikan dengan nilai p<0,05 yaitu p=0,000 atau h1 diterima.
Kesimpulan penelitian ini ada hubungan tindakan teknik aseptik pemasangan infus dengan kejadian flebitis di RSUD Jombang.
xiv
xiv
ABSTRACTION
THE RELATIONSHIP OF INFUS INSTALLATION TECHNIQUES ACTION
WITH FLEBITICAL EVENTS
(Study at RSUD Jombang)
By
EVFA ARNICSTIAN 14 321 0119
Nosocomial infection is an infection obtained by the patient after 3X24 hours of treatment. Phlebitis nosocomial infections are associated with invasive measures, such as infusion. Phlebitis events in 2018 tribulan 1 namely January, February and March there were 52 patients who had phlebitis. This study aims to determine the relationship between aseptic techniques of infusion and the
incidence of phlebitis in Jombang Hospital
The research design correlational research with cohort approach. The population of all new patients with an average of 100 patients / day who were hospitalized in Jombang Hospital. The sample was some new patients who were hospitalized at Jombang Hospital which met the criteria of 41 people. The sampling technique uses consecutive sampling. The independent variable is the action of aseptic infusion technique and the dependent variable is the incidence of phlebitis. The research instrument used observation with data processing Editing, Coding, scoring, tabulating and analyzing data using chi square test
The results showed that almost all of those who took aseptic engineering actions were 36 people who took aseptic techniques and almost all of them did not have phlebitis, namely 37 respondents (90%). Chi square statistical test results obtained significant numbers with p <0.05, p = 0.000 or h1
The conclusion of this study is the relationship between aseptic techniques of infusion and the incidence of phlebitis in Jombang Hospital
xv
xv
DAFTAR ISI
SAMPUL LUAR ... i
SAMPUL DALAM ... ii
PERNYATAAN KEASLIAN ... iii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI ... iv
PERSETUJUAN SKRIPSI ... v
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teknik Aseptik ... 6
2.3 Standar Operasional Prosedur Pemasangan Infus ... 7
xvi
xvi
2.5 Penelitian Yang Relevan ... 18
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESISI PENELITIAN 3.1 Kerangka Konseptual. ... 21
3.2 Hipotesisi Penelitian ... 22
BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian ... 23
4.2 Waktu Dan Tempat Penelitian ... 24
4.3 Populasi, Sampel, Dan Sampling ... 24
4.4 Jalannya Penelitian ... 28
4.5 Identifikasi Variabel ... 29
4.6 Definisi Operasional... 29
4.7 Pengumpulan Data dan Analisa Data ... 31
4.8 Etika Penelitian ... 36
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian ... 37
5.2 Pembahasan ... 44
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 49
6.2 Saran ... 49
xvii
xvii
DAFTAR TABEL
4.1 Definisi Operasional ... 29
5.1 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin yang melakukan pemasangan infus . 38 5.2 Distribusi Frekuensi umur yang melakukan pemasangan infus ... 39
5.3 Distribusi Frekuensi pendidikan yang melakukan pemasangan infus ... 39
5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 40
5.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia ... 40
5.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan ... 41
5.7 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 41
5.8 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tindakan Teknik Aseptik Pemasangan Infus ... 42
5.9 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kejadian Flebitis ... 42
xviii
xviii
DAFTAR GAMBAR
Gb. 3.1 Kerangka Konseptual ... 21
xix
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat dari Perpustakaan Lampiran 2 Surat Pengantar Penelitian Lampiran 3 Surat Balasan Penelitian
Lampiran 4 Lembar Permohonan Menjadi Responden Lampiran 5 Lembar Persetujuan Menjadi Responden Lampiran 6 Lembar Observasi
Lampiran 7 Tabulasi Data Lampiran 8 Hasil Uji Statistik
Lampiran 9 Hasil Uji Validasi Observasi Lampiran 10 Lembar Konsultasi
xx
xx
DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN
1. H1/H0 : Hipotesis alternatif
2. % : Persentase
3. α : Alpha
4. N : Jumlah populasi
5. n : Jumlah sampel
6. P : Nilai yang didapat
7. f : Skor yang didapat
8. x : Perkalian
9. > : Lebih besar
10. x : Skor jawaban yang akan diubah dalam bentuk T skor
11. x : rata-rata skor dari kelompok 12. s : Deviasi standar skor kelompok
DAFTAR SINGKATAN
1. STIKES : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Flebitis merupakan infeksi nosokomial yang berasal dari
mikroorganisme yang dialami pasien yang diperoleh selama pasien tersebut
dirawat di rumah sakit, yang diikuti dengan manifestasi klinis yang
sekurang-kurangnya 3x24 jam (Darmadi, 2008). Flebitis merupakan inflamasi vena
yang disebabkan oleh iritasi kimia maupun mekanik. Hal ini
dikarakteristikkan dengan adanya daerah yang memerah dan hangat disekitar
daerah penusukkan atau sepanjang vena, dan pembengkakan (Brunner &
Suddarth, 2013). Flebitis menjadi indikator mutu pelayanan minimal rumah sakit dengan standar kejadian ≤ 1,5% (Depkes RI, 2008). Banyak faktor yang
menyebabkan terjadinya flebitis pada pasien yang terpasang infus. Salah satu
diantara faktor yang perlu diperhatikan yaitu teknik aseptik atau kesterilan
sewaktu pemasangan infus.
Didapatkan data dari tim IPCN (Infection Prevention Control Nurse)
pengendali infeksi nosokomial di rumah sakit, pada Tahun 2015 ditemukan
kasus rata-rata kejadian flebitis setiap bulannya sebanyak 28 kasus atau
sekitar 5,9%. Sedangkan data kejadian flebitis selama 6 bulan terakhir di
Tahun 2016 bervariasi yakni bulan Januari 2016 sebanyak 24 kasus dari 506
pasien (4,7%). bulan Februari 2016 sebanyak 39 kasus dari 480 pasien
(8,1%). bulan Maret 2016 sebanyak 40 kasus 530 pasien (7,5%) bulan April
2016 sebanyak 31 kasus dari 482 pasien (6,4%). bulan Mei 2016 sebanyak 31
2
2
pasien (6,5%). Menurut peneliti Rizky w, 2014 berjudul hubungan antara
jenis cairan dengan kejadian flebitis di Rumah Sakit Islam Ibnu Sina
Payakumbuh melalui observasi peneliti terhadap 6 orang perawat pelaksana
pada 2 ruang rawat diambil secara acak, terlihat 2 orang perawat sudah
melakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan pemasangan infus dan
4 orang perawat lagi belum melakukan hal tersebut diatas dan hanya
melakukan cuci tangan sesudah melakukan tindakan pemasangan infuse. Dan
hasil wawancara dengan kepala ruangan penyakit dalam juga diperoleh
informasi bahwa infeksi nosokomial yang banyak terjadi diruangannya yaitu
flebitis yang merupakan komplikasi dari pemasangan infus. Berdasarkan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Rizky, 2014 didapatkan hasil bahwa
responden yang mengalami flebitis dengan cairan hipertonik sebanyak 13
orang (54%) dan cairan isotonic sebanyak 7 orang (10%). Hal ini menyatakan
terdapat hubungan antara jenis cairan dengan kejadian flebitis.
Berdasarkan studi pendahuluan, didapatkan rekapitulasi kejadian
flebitis di RSUD Jombang tahun 2017 terdapat 149 pasien yang terjadi
flebitis (1,11 %). Pada tahun 2018 tribulan 1 yaitu Januari, Februari dan
Maret terdapat 52 pasien yang terjadi flebitis dan terdapat jumlah perawat
yang bekerja di IGD RSUD Jombang sebanyak 28 orang.
Pemasangan infus perlu diperhatikan teknik aseptik dan disenfektan
sebelum penusukan kanule intra vena pada daerah sekitar penusukan dengan
kapas alcohol 70% serta kesterilan alat-alat yang digunakan akan berperan
penting untuk nmenghindari komplikasi peradangan vena, seperti: cuci
3
3
penusukan (brunner dan suddart 2013). Adanya bakterial flebitis bisa
menjadi masalah yang serius sebagai predisposisi komplikasi sistemik yaitu
septicemia. Faktor-faktor yang berperan dalam kejadian flebitis bakteri,
antara lain: tehnik cuci tangan yang tidak baik, tehnik aseptik yang kurang
pada saat penusukan, tehnik pemasangan kateter yang buruk, pemasangan
yang terlalu lama. Prinsip pemasangan terapi intravena memperhatikan
prinsip sterilisasi, hal ini dilakukan untuk mencegah kontaminasi jarum
intravena (Rizky w, 2014)
Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan perawat dalam
menjalankan teknik aseptik pemasangan infus dengan kejadian flebitis yaitu
disenfektan sebelum penusukan kanule intra vena dan melakukan cuci tangan
sebelum dan sesudah melakukan tindakan pemasangan infus, dengan masih
tingginya angka kejadian flebitis yang berada diatas angka standar yang telah ditetapkan Depkes yaitu ≤ 1,5% maka penulis tertarik untuk meneliti
Hubungan Kepatuhan Perawat Dalam Menjalankan Teknik Aseptik
Pemasangan Infus dengan Kejadian Flebitis di RSUD Jombang.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan tindakan teknik aseptik pemasangan infus dengan
kejadian flebitis di RSUD Jombang?
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan tindakan teknik aseptik
4
4
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3..2.1 Mengidentifikasi tindakan teknik aseptik pemasangan infus di
RSUD Jombang.
1.3.2.2 Mengidentifikasi kejadian flebitis di RSUD Jombang.
1.3.2.3 Menganalisa hubungan tindakan teknik aseptik pemasangan infus
dengan kejadian flebitis di RSUD Jombang.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis
Sebagai sumbangan pengembangan ilmu pengetahuan khususnya
keperawatan serta dapat menjadi referensi dan landasan penelitian
selanjutnya untuk meniliti aspek lain tentang pemasangan terapi
intravena.
1.4.2 Manfaat Praktis
1.4.2.1 Bagi Rumah Sakit
Sebagai masukan bahan untuk perbaikan kualitas pelayanan
keperawatan dan tindakan-tindakan keperawatan di RSUD
Jombang
1.4.2.2 Bagi Progam Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendekia
Medika Jombang
Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan rekomendasi untuk
pembelajaran akademik maupun klinik terkait standar
operasional prosedur tindakan-tindakan keperawatan khususnya
5
5
1.4.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai landasan untuk
meneliti aspek lain tentang pemasangan terapi intravena di
Rumah Sakit, sehingga dapat membuka wawasan dan ikut
berperan dalam menekan angka kejadian-kejadian infeksi
6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Teknik Aseptik 2.1.1 Pengertian teknik aseptik
Teknik aseptik adalah metode yang digunakan untuk mencegah
infeksi nosokomial (James, dkk 2008). Teknik aseptik ini digunakann
pada setiap prosedur dan peralatan invasive seperti kateter urin. Prosedur
ini harus dilaksanakan pada tempatnya untuk meminimalkan resiko
infeksi, diperkirakan 30% infeksi nosokomial dapat dicegah. Pedoman
nasional di inggris untuk mencegah dan mengontrol infeksi nosokomial
telah dikeluarkan pada tahun 2001.
2.1.2 Jenis teknik aseptik
Ada dua jenis teknik aseptik yang digunakan dalam praktek
keperawatan, yaitu aseptic medis dan aseptik bedah :
1. Aseptik medis
Aseptik medis adalah teknik atau prosedur yang dilakukan
untuk mengurangi jumlah mikroorganisme disuatu objek serta
menurunkan kemungkinan penyebaran dari mikroorganisme tersebut.
Aseptik medis sangat penting untuk diterapkan saat merawat individu
yang rentang terhadap infeksi baik karena penyakitnya, pembedahan
atau karena immunosupresi. Suatu objek dikatakan terkontaminasi
bila objek tersebut menjadi tidak steril atau bersih, dalam aseptik
atau objek dicurigai mengandung kuman pathogen misalnya tempat
tidur yang telah dipakai, lantai dan kasa basah yang telah dipakai.
Dalam lingkungan perawatan kesehatan lingkungan, mencuci tangan
merupakan teknik dasar yang paling penting dalam pencegahan dan
pengontrolan penularan infeksi nosokomial.
2. Aseptik bedah
Aseptik bedah atau teknik steril termasuk prosedur yang
digunakan untuk membunuh mikroorganisme. Setelah objek menjadi
tidak steril maka objek tersebut telah terkontaminasi, misalnya
alat-alat perawatan luka yang telah dipakai untuk tersentuh objek yang
tidak steril. Prinsip pada aseptik bedah, suatu objek dinyatakan
terkontaminasi jika disentuh oleh setiap objek yang tidak steril.
Teknik steril sering dilakukan dalam berbagai tindakan keperawatan
diruang keperawatan, seperti dalam perawatan luka operasi
(mengganti balutan).
2.2 Standar Operasional Prosedur (SOP) Pemasangan Infus 2.2.1 Pengertian SOP pemasangan infus
SOP adalah pedoman tertulis yang digunakan mendorong unit
kerja untuk mencapai suatu tujuan atau tata cara yang telah dibakukan
untuk menyelesaikan suatu proses kerja. SOP infus adalah suatu cara
2.2.2 Tujuan SOP Pemasangan Infus
Tujuan SOP pemasangan infus antara lain :
a. Petugas/ pegawai menjaga konsistensi dan tingkat kinerja petugas/
pegawai atau tim dalam organisasi atau unit kerja.
b. Mengetahui dengan jelas peran dan fungsi tiap-tiap posisi dalam
organisasi.
c. Memperjelas alur tugas, wewenang dan tanggung jawab dari
petugas/pegawai terkait.
d. Melindungi organisasi/unit kerja dan petugas dari malpraktek atau
kesalahan administrasi lainnya.
e. Untuk menghindari kesalahan, duplikasi dan inefisiensi.
2.2.3. Fungsi SOP Pemasangan Infus
Fungsi SOP antara lain :
a. Memperlancar tugas petugas atau unit kerja.
b. Sebagai dasar hukum bila terjadi penyimpangan.
c. Mengetahui dengan jelas hambatan-hambatannya dan mudah dilacak.
d. Mengarahkan petugas untuk disiplindalam bekerja.
2.2.4. Kapan SOP diperlukan
a. SOP harus sudah ada sebelum suatu pekerjaan dilakukan.
b. SOP digunakan untuk menilai apakah pekerjaan tersebutsudah
dilakukan dengan baik atau tidak.
c. Uji SOP sebelum dijalankan, lakukan revisi jika ada perubahan
2.2.5. Keuntungan adanya SOP
a. SOP yang baik akan menjadi pedoman bagi pelaksana, menjadi alat
komunikasi dan pengawasan serta menjadikan perkerjaan diselesaikan
secara konsisten.
b. Para pegawai akan lebih memiliki percaya diri dalam bekerja dan tahu
apa yang harus dicapai dalam setiap pekerjaan.
c. SOP juga bias dipergunakan sebagai salah satu alat training dan bias
digunakan untuk mengukur kinerja pegawai.
2.3 Konsep Dasar Flebitis 2.3.1 Pengertian Flebitis
Flebitis merupakan infeksi nosokomial yaitu infeksi oleh
mikroorganisme yang dialami oleh pasien yang diperoleh selama
dirawat di rumah sakit di ikuti dengan manifestasi klinis yang muncul
sekurang-kurangnya 3X24 jam. (Darmadi, 2008).
Flebitis merupakan peradangan pada dinding vena yang
disebabkan karena iritasi kimia, bakteri maupun mekanik yang
ditandai dengan nyeri, kemerahan, dan bahkan sampai timbul
bengkak lokal sekitar area penusukan.
Secara sederhana flebitis didefinisikan sebagai peradangan vena,
flebitis berat hampir selalu di ikuti bekuan darah atau thrombus pada
vena yang sakit. (Darmawan, 2008).
2.3.2 Klasifikasi Flebitis
Flebitis dibedakan berdasarkan penyebabnya ada 4 kategori
a. Chemical Flebitis ( flebitis kimia)
Peradangan pada tunika intima yang disebabkan oleh jenis cairan
dan bahan kateter yang digunakan. Jenis larutan yang
konsentrasinya atau kepekatannya tinggi seperti glucose, asam
amino, dan lipid bersifat flebitogenik. Jenis larutan dikategorikan
larutan isotonik, hipotonik. Larutan isotonic merupakan larutan
yang osmolaritasnya antara 280-310 mOsm/L, dikatakan hipotonik
apabilara larutan yang osmolaritasnya kurang dari 280-310
mOsm/L sedangkan hipertonik apabila larutan tersebut
osmolaritasnya lebih dari 280-310 mOsm/L.
b. Mechanical Flebitis (flebitis mekanik)
Terjadinya peradangan pada pembuluh darah vena yang
disebabkan oleh tempat atau lokasi penusukan yang salah dan
peggunaan ukuran kateter yang besar pada pembuluh darah vena
yang kecil menimbulkan iritasi pada vena.
c. Bakkterial Flebitis (flebitis bakteri)
Flebitis bakteri adalah peradangan vena yang berhubungan dengan
adanya kolonisasi bakteri. Flebitis bakteri disebabkan oleh bakteri
yaitu berasal dari teknik aseptik yang kurang dari keterampilan
perawat dalam memasang infuse.
Faktor-faktor yang berperan dalam kejadian flebitis bakteri antara
lain :
1. Berasal dari teknik aseptik yang kurang dari keterampilan
2. Teknik aseptik yang kurang sebelum melakukan insersi kanula.
(Malach et al, 2006 dalam Higginson R, 2011).
Menurut Darmawan (2008), penyebab terjadinya flebitis yaitu :
a. Faktor-faktor kimia seperti obat atau cairan yang iritan.
b. Faktor-faktor mekanis seperti bahan, ukuran kateter, lokasi, dan
lama kanule
c. Faktor pasien yang dapat mempengaruhi angka flebitis
mencakup usia, jenis kelamin dan kondisi dasar.
Cuci tangan merupakan hal yang penting untuk mencegah
kontaminasi dari petugas kesehatan dalam tindakan pemasangan
infus. Dalam kewaspadaan universal petugas kesehatan yang
melakukan tindakan invasive harus memakai sarung tangan.
Meskipun telah memakai sarung tangan, teknik cuci tangan yang
baik harus tetap dilakukan dikarenakan adanya kemungkinan
saring tangan robek, dan bakteri mudah berkembang baik
dilingkungan sarung tangan yang basah dan hangat, terutama
sarung tangan yang robek.
d. Post Infus Flebitis
Terjadinya peradangan pembuluh darah vena yang disebabkan
karena adanya pemasangan infus. Peradangan ini muncul 48-96 jam
setelah pemasangan infus.
Faktor yang berperan dengan kejadian flebitis post infus antara lain:
1. Teknik pemasangan kateter yang kurang baik.
3. Kondisi vena yang kurang baik.
4. Pemberian cairan yang hipertonik atau terlalu asam.
2.3.3 Pencegahan Flebitis
Flebitis sering terjadi pada pemberian terapi cairan dan
pemberian obat melalui intravena. Pengetahuan merupakan faktor
penting untuk mencegah dan mengatasi kejadian flebitis. Ada
banyak hal yang harus diperhatikan untuk mencegah terjadinya
flebitis antara lain :
a. Mencegah flebitis bakterial
Tindakan pencegahan pada flebitis ini adalah dengan mencuci
tangan, teknik aseptik, perawatan pada daerah yang terpasang
infuse serta anti sepsis kulit. Antisepsis bias menggunakan
chlorhexadine 2%, yodium dan alcohol 70%
b. Waspada dan tindakan aseptik
Prinsip aseptik dalam setiap melaksanakan tindakan pemasangan
infus merupakan cara untuk mencegah terjadinya flebitis. Pada
tempat pengambilan sampel darah dan stopcock (persambungan
kateter dengan selang infus) tempat masuknya bakteri.
c. Rotasi kateter
Mengganti tempat rotasi kateter merupakan salah satu cara
mengurangi terjadinya flebitis. Apabila tidak ada kontra indikasi
penggantian kanul kateter lebih dari 72 jam bila lebih dari 72-96
d. Aseptik dressing
Teknik ini merupakan bagian dari penggunaan balutan yang
transparan sehingga mudah untuk di observasi bila terjadi
pembengkakan dan kemerahan pada daerah lokasi pemasangan
infus.
e. Kecepatan pemberian cairan
Tingkat resiko flebitis ini kecil apabila lambatnya cairan infus
hipertonik yang masuk mengaliri pembuluh darah vena dan
penggunaan ukuran kateter yang sesuai dengan ukuran vena.
Semakin tingkat osmolaritasnya tinggi dan laju kecepatan cairan
yang masuk resiko terjadinya iritasi pada pembuluh darah vena
semakin besar maka dianjurkan dalam memberikan terapi cairan
benar-benar memperhitungkan hitungan tetesan cairan yang
sesuai dengan kebutuhan.
f. Titrable acidity
Titrable acidity adalah mengukur jumlah alkali untuk
menetralkan Ph pada larutan infus, seperti larutan glucose 10%
mengandung ph 4,0 yang tidak menyebabkan perubahan titrable
aciditynya rendah 0,16 mEq/L maka makin rendah titrable
acidity larutan infus makin rendah resiko terjadinya flebitis.
g. Heparin dan hidrokortison
Heparin merupakan cairan yang dapat menambah lama waktu
pemasangan kateter. Pemberian larutan seperti kalium clorida,
melalui intravena, penggunaan heparin pada larutan yang
mengandung lipid dapat membentuk endapan kalsium sehingga
terjadi penyumbatan pada kateter, penyumbatan kateter dalam
jangka waktu yang lama menimbulkan resiko terjadinya flebitis.
2.3.4 Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Flebitis
a. Faktor Internal
1)Usia
Pertahanan terhadap infeksi dapat berubah sesuai usia,
adanya hubungan usia dengan kejadian flebitis semakin tua usia
pasien maka semakin tinggi kejadian flebitis disebabkan
kemampuan pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme semakin
rendah.
Pada usia lanjut (>60 tahun) vena menjadi rapuh, tidak elastis
dan mudah hilang (kolaps) sedangkan pasien pada usia antara 49-59
tidak terjadi flebitis dikarenakan pada usia ini pasien lebih
kooperatif. Pada pasien anak-anak dengan vena kecil dan banyak
bergerak dapat mengakibatkan kateter bergeser hal ini yang bisa
menyebabkan flebitis.
2)Status gizi
Status gizi pasien mempunyai peranan penting, pasien yang
memiliki kerentanan terhadap gizi buruk daya tahan tubuhnya
rendah menimbulkan vena tipis dan mudah rapuh sehingga terjadi
Untuk menilai keadaan gizi pasien dapat menggunakan rumus Index
Massa Tubuh adalah : Berat Badan (dalam Kg) / Tinggi Badan
(dalam m2).
Kriteria penilaian :
1. Obesitas tipe 1 (25 s/d <30)
2. Obesitas tipe 2 (>=30)
3. Normal (18,5 s/d <23)
4. Underweight (<18,5)
5. Overweight (23 s/d <25)
3)Stress
Respon tubuh terhadap stress dapat mempengaruhi adaptasi
imunitas tubuh. Kecemasan dan ketakutan akan nyeri terhadap
pengobatan yang mendalam cenderung akan menghindari dari
perawatan medis. Dengan menurunnya imun tubuh saat dipasang
infus berisiko terjadi flebitis.
4)Keadaan vena
Vena yang sering terpasang infus dan lama pemasangan
berisiko terjadadi flebitis, terutama pada vena metacarpal karena
pada vena ini tipis dan kecil apabila dimasukkan kateter yang tidak
sesuai dengan ukuran vena maka berisiko terjadi pecahnya
pembuluh darah (flebitis).
5)Faktor penyakit
Penyakit yang diderita pasien dapat mempengaruhi terjadinya
mengalami aterosklerosis akan mengakibatkan aliran darah ke
perifer berkurang sehingga jika terdapat luka mudah mengalami
infeksi.
6)Jenis kelamin
Adanya hubungan jenis kelamin dengan kejadian flebitis,
sebagian besar pasien yang mengalami flebitis adalah laki-laki
dibandingkan perempuan. Hormone androgen pada laki-laki akan
merangsang kelenjar minyak yang berlebihan sehingga dapat
merangsang pertumbuhan bakteri, bakteri akan tumbuh disekitar
tempat pemasangan infus dan akan menyebabkan pasien terinfeksi
sehingga terjadi flebitis.
7)Kepatuhan pasien
Ketaatan dan kooperatifnya pasien dalam melaksanakan
pengobatan merupakan modal utama untuk proses penyembuhan
misalnya kepatuhan dalam pemasangan infus apabila pasien dalam
penusukan jarum kateter kepembuluh darah vena tidak tegang akan
menurunkan terjadinya pecahnya pembuluh darah vena.
b. Faktor Eksternal
1. Jenis cairan (faktor kimiawi)
Tingkat keasaman (ph) dan osmolaritas cairan infus yang
pekat sering terjadi flebitis dari 19 pasien yang mendapat terapi
intravena cairan isotonic yang mengalami flebitis kategori ringan
sebanyak 10 orang dan pasien yang mendapat cairan hipertonik
menunjukkan bahwa cairan isotonic osmolaritasnya hampir sama
dengan serum darah sehingga risiko flebitisnya kecil.
2. Lokasi pemasangan (faktor mekanis)
Lokasi pemasangan infus yang berisiko terjadi flebitis adalah
di vena metacarpal karena tempat pemasanga infus yang sering
digunakan adalah di vena superficial yang terletak di dalam
subcutan. 19 pasien yang dipasang infus di vena metacarpal 16
pasien mengalami flebitis hal ini menunjukkan bahwa pemilihan
lokasi vena merupakan hal penting dalam melakukan pemasangan
infus.
3. Aseptik dressing (faktor bakterial)
Teknik aseptik dressing merupakan salah satu cara untuk
terhindar dari flebitis bakterial. Tempat penusukan pemasangan
infus merupakan jalan masuknya kuman sehingga kuman berpotensi
masuk kedalam tubuh dengan melakukan perawatan infus 24 jam
dapat memutus perkembangbiakan kuman.
2.4 Penelitian Yang Relevan
Berbagai penelitian tentang hubungan kepatuhan perawat dalam menjalankan
teknik aseptik pemasangan infus dengan kejadian flebitis telah banyak
dilakukan diantaranya :
1. Penelitian yang dilakukan oleh Qomari 2017 berjudul hubungan
pelaksanaan teknik aseptik dalam pemasangan infus dengan kejadian
flebitis Di Rumah Sakit Umum Kaliwates PT. Rolas Nusantara Medika
cohort. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah non
probability sampling. Pengambilan sample yang digunakan yaitu
menggunakan teknik purposif sampling dengan jumlah sample 35 pasien
penelitian ini dilakukan di IGD Rumah Sakit Umum Kaliwates PT. Rolas
Nusantara Medika Jember. Hasil penelitian pelaksanaan teknik aseptik
dalam pemasangan infus di Rumah Sakit Kaliwates PT. Rolas Nusantara
Medika Jember didapatkan data bahwa perawat yang melakukan teknik
aseptik sebesar 5,7 % dan yang tidak melakukan sebesar 94,3% pasien yang
mengalami plebitis selama dipasang infus dalam jangka waktu 3 hari
observasi diruang perawatan B dan irna 3 Rumah Sakit Umum Kaliwates
PT Rolas Nusantara Medika Jember yaitu sebanyak 13 orang (37,1%)
sedangkan pasien yang tidak mengalami flebitis yaitu sebanyak 22 orang
(62,9%). Hasil analisis statistik Spearman’s Rho didapatkan nilai p value =
0,276, sehingga Ha ditolak jika p value (0,276) > (0,5). Berdasarkan hasil
uji statistik tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara
pelaksansan teknik aseptik dalam pemasangan infus dengan kejadian
flebitis di Rumah Sakit Umum Kaliwates PT. Rolas Nusantara Medika
Jember. Hasil yang didapatkan dalam penelitian ini dapat dijadikan bahan
evaluasi dan referensi bagi rumah sakit terkait pelaksanaan teknik aseptik
dalam pemasangan infus yang tidak mempunyai hubungan yang signifikan
dengan kejadian flebitis dikarenakan ada faktor lain yang mempengaruhi
kejadian flebitis diantaranya dalah : umur, status nutrisi, stres, keadaan
2. Penelitian ini dilakukan oleh Sutomo (2011) yang berjudul hubungan
perawatan infus dengan terjadinya flebitis pada pasien yang terpasang infus
Di Puskesmas Krian Sidoarjo dengan jenis penelitian ini yaitu analitik
korelasional yaitu mengkaji hubungan antar variabel dengan pendekatan
cohort. Pada penelitian ini populasinya semua pasien Di Puskesmas Krian
Sidoarjo. Instrumen yang digunakan daalm pengumpulan data hubungan
perawat infus dengan terjadinya flebitis pada pasien yang terpasang infus
Di Puskesmas Krian Sidoarjo adalah berupa lembar observasi. untuk
menentukan hubungan perawatan infus dengan terjadinya flebitis pada
pasien yang terpasang infus diklarifikasikan dalam 2 atau lebih maka
digunakan teknik korelasi, uji korelasi yaitu spearman’s rho. Dengan alpa
0,05 dan tingkat kepercayaan 95% signifikasi atau bermakna, apabila p
value <0,05 seluruh pengelolaan data diolah dengan sistem komputerisasi dengan bantuan softwere spss. Dari hasil uji spearman’s rho diatas
diperoleh nilai sig. (2-tailet) atau p value 0,000 (karna p value < 0,05)
maka H0 ditolak dan H1 diterima yang artinya “ada hubungan perawatan
infus dengan terjadinya flebitis pada pasien yang terpasang infus Di
Puskesmas Krian Sidoarjo “nilai koofisien korelasi spearman sebesar
0,9002" yang artinya menunjukkan bahwa arah korelasi positif dengan
20
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1Kerangka Konseptual
Kerangka Konseptual adalah suatu uraian dan visualisasi tentang
hubungan atau kaitan antara konsep-konsep atau variabel-variabel yang akan
diamati atau di ukur melalui penelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo,
2012)
Kerangka konsep penelitian dijelaskan seperti gambar 3.1, sebagai
berikut :
Keterangan :
: Diteliti : Hubungan
: Tidak diteliti Jenis teknik aseptik - Aseptik medis - Aseptik bedah
Tindakan Teknik Aseptik
Tidak
Kejadian Flebitis
faktor-faktor kejadian flebitis 1. faktor internal
3.2 Hipotesis Penelitian
Hipotesis Penelitian adalah jawaban sementara penelitian, patokan
duga, atau dalil sementara, yang kebenarannya akan di buktikan dalam
penelitian tersebut (Nototmodjo, 2005)
H1 : Ada hubungan tindakan teknik aseptik pemasangan infus dengan
22
BAB 4
METODE PENELITIAN
Metode penelitian merupakan cara ilmiah mendapatkan data dengan tujuan
dan kegunaan tertentu. Pada penelitian dengan judul Hubungan Tindakan Teknik
Aseptik Pemasangan Infus Dengan Kejadian Flebitis Di RSUD Jombang. Dan
pada bab ini akan di uraikan tentang rancangan penelitian, waktu dan tempat
penelitian, populasi, sampel dan sampling, jalannya penelitian (kerangka kerja),
identifikasi variabel, definisi operasional, pengumpulan data dan analisa data,
etika penelitian.
4.1. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian adalah sesuatu yang vital dalam penelitian yang
memungkinkan memaksimalkan suatu kontrol beberapa faktor yang bisa
mempengaruhi validiti suatu hasil (Nursalam,2013).
Penelitan yang digunakan adalah desain penelitian Analitik Korelasi
dengan pendekatan cohort. Analitik Korelasi adalah cara untuk mengetahui
ada atau tidak adanya hubungan variabel. Pendekatan cohort atau sering
disebut penelitian propektif yang merupakan suatu penelitin yang digunakan
untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor resiko dengan efek
melalui pendekatan longitudinal ke depan atau propektif. Artinya, faktor
resiko yang akan dipelajari di identifikasikan terlebih dahulu, kemuadian
diikuti ke depan secara propektif timbulnya efek, yaitu penyakit atau salah
4.2. Waktu Dan Tempat Penelitian 4.2.1 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai dari perencanaan (penyusunan
proposal) pada bulan Februari sampai dengan Juli 2018. Pengambilan
data pada bulan Mei 2018 di RSUD Jombang.
4.2.2 Tempat Penelitian
Tempat penelitian ini dilakukan di RSUD Jombang.
4.3. Populasi, Sampel Dan Sampling Penelitian 4.3.1. Populasi
Populasi adalah sekumpulan data yang terdiri atas obyek atau
subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulan (Sugiyono,2011).
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien baru yang
rawat inap di RSUD Jombang sejumlah 100 /hari.
4.3.2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang
dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono,2011). Sampel dalam
penelitian ini adalah sebagian pasien baru yang rawat inap di RSUD
Jombang dan perawat yangsift pagi hari.
Besar sampel dalam penelitian ini dapat ditentukan dengan
rumus (Nursalam, 2013) yaitu sebagai berikut:
Keterangan :
n = Besar sampel
N = Besar populasi
d2 = Tingkat signifikasi ( d = 0,05)
besar populasi 100 orang, maka dapat ditentukan besar sampel
adalah :
n = N 1 + N (d)2
n = 100
1 + 100 (0,05)2
n = 100 1.25
n = 80
Pemilihan sampel ini juga berdasarkan pada kriteria inklusi
dan eksklusi yang ditentukan oleh peneliti yaitu sebagai berikut:
Kriterian inklusi merupakan kriterian dimana subyek
penelitian mewakili sampel penelitian yang memenuhi syarat sebagai
sampel (Notoatmodjo, 2012). Kriteria inklusi dalam penelitian ini
Kriteria eksklusi merupakan kriteria dimana subyek penelitian
tidak dapat mewakili sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai
sampel penelitian, seperti halnya ada hambatan etis, menolak menjadi
responden atau suatu keadaan yang tidak memungkinkan untuk
dilakukan penelitian (Notoatmodjo, 2012). Kriteria eksklusi dalam
penelitian ini adalah :
Keriteria perawat :
1. Bersedia menjadi responden dengan menandatangani informed
consent.
2. Perawat yang sift pagi hari
3. Perawat yang tidak bersedian menjadi responden
Kriteria pasien :
1. Pasien yang bersedia menjadi responden
2. Pasien dalam keadaan sadar
3. Pasien yang dirawat inap minimal 3 hari
4. Pasien yang menderita penyakit diabetes militus (DM
4.3.3. Sampling
Sampling adalah proses penyeleksi porsi dari populasi untuk
dapat mewakili populasi (Nursalam,2013). Teknik sampling
merupakan cara-cara yang ditempuh dalam pengambilan sampel, agar
memperoleh sampel yang benar-benar sesuai dengan keseluruhan
subjek penelitian (Nursalam, 2008)
Teknik sampling dalam penelitian ini menggunakan
sampel dengan menetapkan subjek yang memenuhi kriteria penelitian
di masukkan dalam penelitian sampai kurun waktu tertentu, sehingga
jumlah klien yang diperlukan terpenuhi (Sastroasmoro & Ismail,
4.4.Jalannya penelitian (Kerangka Kerja)
,
Identifikasi Masalah
Penyusunan Proposal
Populasi
Semua pasien baru dengan rata-rata 100 pasien /hari yang rawat inap di RSUD Jombang
Sampel
Sebagian pasien baru yang rawat inap di RSUD Jombang yang memenuhi kriteria, dari tanggal 24-29 Juli 2018
Rancangan Penelitian
Analitik Korelasi dengan pendekatan Cohort
Pengelolaan Data
Editing, Coding, scoring, Tabulating
Analisa Data
Analisis univariat, Bivariat, Uji chi square
Hasil Penelitian
Laporan Akhir Variabel Independen
Tindakan teknik aseptik Pemasangan infus
Variabel Dependen Kejadian flebitis Sampling
non probability dengan jenis Consecutive sampling
Gambar 4.1.Kerangka kerja penelitian Hubungan Tindakan teknik aseptik pemasangan infus dengan kejadian flebitis di RSUD Jombang. observasi
4.5 Identifikasi Variabel
Variabel adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal
tersebut, kemudian ditarik kesimpulan (Sugiono,2008).
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dua variabel, yaitu :
1. Variabel Independen
Variabel independen dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai
variabel bebas. Variabel bebas adalah variabel yang menjadi sebab
timbulnya atau berubahnya dependen (variabel terikat) (sugiyono,2006).
Variabel independen ini adalah tindakan teknik aseptik pemasangan infus.
2. Variabel Dependen
Variabel dependen dalam bahasa Indonesia sering disebut sebaagi
variabel terikat. Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang
menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono,2006). Penelitian
ini dalam variabel dependen adalah flebitis.
4.5.Definisi Operasional
Definisi operasional variabel adalah mengindentifikasi variabel secara
operasional berdasarkan karakteristik yang diamati, memungkinkan peneliti
untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu
objek atau fenomena. Definisi operasional ditentukan berdasarkan parameter
yang disajikan ukuran dalam penelitian. Sedangkan cara pengukuran
merupakan cara dimana variabel dapat di ukur dan ditentukan
Tabel 4.1 Operasional penelitian hubungan tindakan teknik aseptik pemasangan infus dengan kejadian flebitis di RSUD Jombang.
No. Variabel Definisi operasional
Parameter Alat
ukur
1. Perawat mencuci tangan sebelum pemasangan infus 2. Perawat memakai
handscoon
3. Perawat melakukan disenfektan daerah yang akan dilakukan 2. kulit kemerahan 3. terjadi odem 4. terjadi bekuan
4.6. Pengumpulan Data Dan Analisa Data 4.6.1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan
oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan data agar kegiatan
tersebut menjadi sitematis (Arikunto, 2010).
Instrumen untuk penelitian ini adalah hubungan tindakan teknik
aseptik pemasangan infus dengan kejadia flebitis menggunakan
observasi. .
4.6.2. Prosedur Penelitian
Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada
subjek dan proses pengumpulaan karakteristik subjek yang diperlukan
dalam suatu penelitian (Nursalam,2013).
Prosedur pengumpulan data dengan beberapa tahapan. Berikut
ini merupakan tahapan – tahapan yang dilalui oleh peneliti,
diantaranya sebagai berikut :
Langkah – langkah yang ditempuh dan tekhnik yang digunakan
untuk mengumpulkan data (prosedur penelitian).
1. Menentukan masalah dan mengajukan judul kepada pembimbing
2. Menyusun proposal penelitian
3. Mengurus perizinan penelitian dari ketua STIKES ICME Jombang
4. Mengantar surat izin penelitian kepada Kepala bagian pendidikan
RSUD Jombang.
5. Menurunkan surat izin penelitian dan surat izin dari bagian
6. Menjelaskan kepada calon responden tentang penelitian yang akan
dilakukan dan bila bersedia menjadi responden diperkenankan
mengisi infromt consent
7. Menjelaskan kepada responden tentang bagaiman pengisian
kuiseoner
8. Pembagian kuesioner kepada responden penelitian untuk diisi
semua daftar pertanyaan yang ada didalamnya
9. Pengambilan kuesioner yang sudah diisi secara lengkap oleh
responden
10.Pengumpulan data dan setelah data terkumpul dilakukan analisa
data
11.Penyusunan laporan data hasil penelitian
4.6.3. Pengolahan Data
Sitem pengolahan data yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Pemeriksaan data (editing data)
Data yang telah dikumpulkan diperiksa segera mungkin berkenaan
dengan ketepatan dan kelengkapan jawaban, sehingga memudahkan
pengolahan selanjutnya.
2. Pemberian kode (Coding)
Tahap ini mengklasifikasikan data dan memberikan kode untuk
masing-masing kelompok sesuai dengan tujuan dikumpulkannya
data. Pemberian kode dilakukan dengan mengisi kotak tersedia
disebalah kanan kuesioner.
1. Usia
<50 : 1
50-60 : 2
>65 : 3
2. Pendidikan
S1 keperawatan-Ners : 1
D3 Keperawatan : 2
b. Data umum pasien
1) Usia
<50 : 1
50-60 : 2
>65 : 3
2) Pendidikan
Pendidikan dasar (SD, SMP) : 1
Pendidikan menengah (SMA) : 2
Pendidikan tinggi (Perguruan timggi) : 3
3) Pekerjaan
IRT : 1
Buruh : 2
Swasta : 3
Petani : 4
Wiraswasta : 5
Pegawai Negeri: 6
1. Pelaksanaan tindakan teknik aseptik pemasangan infus
Tidak melakukan : 0
Melakukan : 1
2. Kejadia flebitis
Tidak flebitis : 0
Flebitis : 1
4. Skoring adalah pemberian nama pada masing-masing jawaban yang
dipilih responden sesuai kriteria instrumen.
5. Tabulasi data (Tabulating)
Untuk memudahkan analisa data maka data dikelompokkan
kedalam tabel kerja, kemudian data dianalisis.
80%-100 % : Seluruhnya dari responden
76 % - 79 % : Hampir seluruhnya dari responden
51 % - 75 % : Sebagian besar dari responden
50 % : Setengahnya dari responden
26 % - 49 % : Hampir setengahnya dari responden
1 % - 25 % : Sebagian kecil dari responden
0 % : Tidak satupun dari responden (Sugiyono, 2009).
4.6.4.Cara Analisa Data
Analisa data dibagi menjadi 2 metode analisa Univariant dan Analisa
Bivariat sebagi berikut:
Analisa univariant adalah analisis yang dilakukan terhadap tiap
variabel dari hasil penelitian dan pada umumnya dalam analisis ini hanya
menghasilkan distribusi dan presentase dari tiap variabel tanpa membuat
kesimpulan yang berlaku secara umum (generalisasi) (Ghozali, 2011).
Analisis univariant ini dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai
berikut (Arikunto, 2007) :
P= F x 100% N
Keterangan :
P : Persentase kategori
F : Frekuensi kategori
N : Jumlah responden
2. Analisa bivariat
Analisa bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga
berhubungan atau berkorelasi yang dapat dilakukan dengan penguji
statistik (Notoadmodjo,2010). Analisa bivariat ini dalam penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis hubungan tindakan teknik aseptik
pemasangan infus dengan kejadian flebitis di RSUD Jombang,
Pemerintahan Kabupaten Jombang. Berdasarkan acuan tersebut maka
diguanakn teknik uji chi square. Perhitungan dilakukan dengan program
SPSS 16. Dimana p= 0,000 α= 0,05 maka ada hubungan hubungan
tindakan teknik aseptik pemasangan infus, sedangkan p> 0,05 tidak ada
hubungan kepatuhan perawat dalam menjalankan teknik aseptik
4.7.Etika Penelitian
4.7.1. Lembar persetujuan responden (informed consent)
Lembar persetujuan responden menjadi responden akan diberikan
subjek diteliti menjelaskan terjadi selama dan sesudah pengumpulan
data. Jika calon responden bersedia untuk diteliti, maka mereka harus
menandatangani lembar persetujuan tersebut jika calon responden
menolak untuk diteliti maka penelitian tidak boleh memakai dan
hak-hak klien. Tujuan informed consend adalah agar subjek mengerti
maksud dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya.
4.7.2. Tanpa nama (Anonymity)
Persetujuan untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak
akan mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data
namun hanya kode dengan memberi nomer urut pada setiap bendel
kuisioner.
4.7.3. Kerahasiaan (Confidentiality)
Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dan kerahasiaan
36
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini diuraikan hasil penelitian yang dilaksanakan di RSUD
Jombang pada tanggal 24 Juli sejumlah 41 pasien. Hasil penelitian ini
dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu gambaran wilayah penelitian, data
umum dan data khusus. Data umum memuat karakteristik responden
berdasarkan jenis kelamin, usia, pendidikan, dan pekerjaan, Sedangkan data
khusus meliputi tindakan teknik aseptik pemasangan infus, kejadian flebitis
dan hubungan tindakan teknik aseptik pemasangan infus dengan kejadian
flebitis.
5.1. Hasil Penelitian
5.1.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Rumah sakit ini terletak di Jl. KH. Wahid Hasyim No. 52,
Kepanjen, Kecamatan Jombang, Kabupaten Jombang, Jawa Timur.
Tangga 16 April 1978 resmi berdiri dengan klasifikasi RS Type C. Rumah
sakit umum daerah yang berada di kabupaten Jombang, yang terdiri dari
VIP, kelas I, kelas II, dan kelas III serta juga menerima pasien dengan
BPJS.
Sampel dalam penelitian ini menggunakan Consecutive sampling
yaitu pemilihan sampel dengan menetapkan subjek yang memenuhi
kriteria penelitian di masukkan dalam penelitian sampai kurun waktu
penelitian ini sebanyak 41 tindakan pemasangan infus dengan
menggunakan kriteria inklusi.
Penelitian ini dilakukan mulai tanggal 24 Juli s.d 28 Juli 2018,
setiap hari peneliti mendapatkan 20-25 responden yang terpasang infus,
peneliti melakukan observasi pada pasien yang terpasang infus diruang
perawatan mulai dari ruang UGD, ruang dahlia, ruang asoka, ruang
cempaka dan ruang VIP graha waluya.
5.1.2. Data Umum
1. Jenis kelamin yang melakukan pemasangan infus
Karakteristik jenis kelamin yang melakukan pemasangan infus
dikategorikan menjadi dua golongan yaitu laki-laki dan perempuan
yang dapat dilihat pada table 5.1.
Table 5.1 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin yang melakukan pemasangan infus di RSUD Jombang pada tangga 24 juli tahun 2014
No Jenis kelamin Frekuensi (f) Persentase (%)
1 Laki-Laki 1 13
2 Perempuan 7 88
Total 100
Sumber: data primer 2018
Berdasarkan Tabel 5.1 menunjukkan bahwa sebagian besar
yang melakukan pemasangan infus berjenis kelamin perempuan yaitu
2. Umur yang melakukan pemasangan infus
Karakteristik Umur yang melakukan pemasangan infus
dikategorikan menjadi tiga golongan yaitu usia <50 tahun, 50-60 dan
usia >65 tahun yang dapat dilihat pada tabel 5.2.
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi umur yang melakukan pemasangan infus di RSUD Jombang Pada Tanggal 24 Juli Tahun
Sumber : Data Primer 2018
Berdasarkan Tabel 5.2 menunjukkan bahwa sebagian besar
yang melakukan pemasangan infus adalah usia <50 Tahun sebanyak 7
orang (88%).
3. Pendidikan yang melakukan pemasangan infus
Karakteristik Pendidikan yang melakukan pemasangan infus
dikategorikan menjadi dua golongan yaitu D3 Keperawatan dan S1
Keperawatan Ners yang dapat dilihat pada tabel 5.3.
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi pendidikan yang melakukan pemasangan infus di RSUD Jombang Pada Tnggal 24 Juli Tahun 2018.
No Pendidikan Frekuensi (f) Persentase (%)
1 D3 Keperawatan 7 88
2 S1 Keperawatan-Ners 1 13
Total 100
Sumber : Data Primer 2018
Berdasarkan Tabel 5.3 dapat diketahui bahwa hampir
seluruhnya yang melakukan pemasangan infus berpendidikan D3
4. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dikategorikan
menjadi dua golongan yaitu laki-laki dan perempuan yang dapat dilihat
pada table 5.4.
Table 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin pada pasien di RSUD Jombang pada tangga 24 juli tahun 2014
No Jenis kelamin Frekuensi (f) Persentase (%)
1 Laki-Laki 16 39
2 Perempuan 25 61
Total 41 100
Sumber : data primer 2018
Berdasarkan Tabel 5.4 menunjukkan bahwa sebagian besar
dari responden berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 25
responden (61%).
5. Karakteristik responden berdasarkan Usia
Karakteristik responden berdasarkan usia dikategorikan menjadi
tiga golongan yaitu usia <50 tahun, 50-60 dan usia >65 tahun yang
dapat dilihat pada tabel 5.5.
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia pada pasien di RSUD Jombang Pada Tanggal 24 Juli Tahun
Sumber : Data Primer 2018
Berdasarkan Tabel 5.5 menunjukkan bahwa hampir setengah
6. Karakteristik responden berdasarkan Pendidikan
Karakteristik responden berdasarkan pendidikan dikategorikan
menjadi tiga golongan yaitu Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah,
dan Pendidikan Tinggi yang dapat dilihat pada tabel 5.6.
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan pada pasien di RSUD Jombang Pada Tnggal 24 Juli Tahun 2018.
Sumber : Data Primer 2018
Berdasarkan Tabel 5.6 dapat diketahui bahwa hampir
seluruhnya responden berpendidikan Dasar sebanyak 28 responden
(68%).
7. Karakteristik responden berdasarkan Pekerjaan
Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan dikategorikan
menjadi enam golongan yaitu ibu rumah tangga (IRT), buruh, swasta
petani, wiraswasta, dan PNS yang dapat dilihat pada tabel 5.7.
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan pada pasien di RSUD Jombang Pada Tnggal 24 Juli Tahun 2018.
No Pekerjaan Frekuensi (f) Persentase (%)
1 IRT 17 41
Berdasarkan Tabel 5.7 dapat diketahui bahwa hampir setengah
dari responden yaitu IRT sebanyak 17 responden (41%).
5.1.3. Data Khusus
1. Tindakan Teknik Aseptik Pemasangan Infus
Karakteristik responden berdasarkan tindakan teknik aseptik
pemasangan infus dikategorikan menjadi dua golongan yaitu
melakukan dan tidak melakukan yang dapat dilihat pada tabel 5.5.
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tindakan Teknik Aseptik Pemasangan Infus Pada Tnggal 24 Juli Tahun 2018.
No Teknik Aseptik Frekuensi (f) Persentase (%)
1 Tidak melakukan 5 12
2 Melakukan 36 88
Total 41 100
Sumber : Data Primer 2018
Berdasarkan Tabel 5.5 dapat diketahui bahwa hampir
seluruhnya dari responden melakukan tindakan teknik aseptik yaitu
sebanyak 36 responden (88%)
2. Kejadian Flebitis
Karakteristik responden berdasarkan kejadian flebitis
dikategorikan menjadi dua golongan yaitu terjadi flebitis dan tidak
terjadi flebitis yang dapat dilihat pada tabel 5.6.
Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kejadian Flebitis Pada Tanggal 24 Juli Tahun 2018.
No Flebitis Frekuensi (f) Persentase (%)
1 tidak terjadi 37 90
2 Terjadi 4 10
Total 41 100
Berdasarkan Tabel 5.6 dapat diketahui bahwa hampir
seluruhnya responden tidak terjadi flebitis yaitu dengan jumlah 37
responden (90%).
3. Hubungan Tindakan Teknik Aseptik Pemasangan Infus Dengan Kejadian
Flebitis.
Tabel 6.0 Tabulasi Silang Hubungan Tindakan Teknik Aseptik Pemasangan Infus Dengan Kejadian Flebitis di RSUD Jombang Pada Tnggal 24 Juli Tahun 2018.
Kejadian Plebitis
Total Plebitis Tidak Plebitis
F % F % f %
Melakukan 1 2.44 35 85.37 36 87.80
Tidak
melakukan 3 7.32 2 4.88 5 12.20
Total 4 10 37 90 41 100
Chi Square di dapatkan nilai p= 0,000 α= 0,05 Sumber : Data Primer 2018
Berdasarkan Tabel 5.7 dapat diketahui bahwah hampir seluruh
responden melakukan tindakan teknik aseptik pemasangan infus dan
tidak terjadi flebitis dengan jumlah 35 orang (85.37%). hasil uji Chi
Square di dapatkan nilai p= 0,000 α= 0,05 sehingga H1 diterima H0
ditolak yang berarti ada hubungan tindakan teknik aseptik pemasangan
5.2. Pembahasan
5.2.1 Tindakan Teknik Aseptik Pemasangan Infus di RSUD Jombang.
Berdasarkan Tabel 5.5 dapat diketahui bahwa hampir seluruhnya
dari responden melihat perawat melakukan tindakan teknik aseptik
yaitu sebanyak 36 responden (88%)
Parameter untuk mengukur tindakan teknik aseptik ada 3
parameter yaitu perawat mencuci tangan sebelum pemasangan infus,
perawat memakai handscoon, perawat melakukan disinfektan daerah
yang akan dilakukan penusukan dengan kapas alcohol. Hasil tabulasi
data dan presentase pada masing-masing parameter yaitu perawat
mencuci tangan sebelum pemasangan infus (71%), perawat memakai
handscoon (100%) dan perawat melakukan disenfektan daerah yang
akan dilakukan penusukan dengan kapas alcohol (88%). Berdasarkan
data diatas menggambarkan dari 3 parameter tindakan teknik aseptik
yang memiliki nilai tertinggi yaitu tentang perawat memakai
handscoon (100%).
Menurut peneliti, semua perawat di RSUD Jombang setiap
melakukan tindakan teknik aseptik pemasangan infus menggunakan
handscoon. Hasil penelitian didapatkan yang melakukan tindakan
teknik aseptik pemasangan infus sesuai dengan SOP yang dibuat di
RSUD Jombang serta menjalankan dengan tepat dalam pemasangan
infus, tidak ada pembengkakan serta pasien tidak mengeluh dengan
infus yang terpasang.
Teknik aseptik adalah metode yang digunakan untuk
mencegah infeksi nosokomial (James, dkk 2008). Teknik aseptik ini
digunakan pada setiap prosedur dan peralatan invasive seperti kateter
urine. Prosedur ini harus dilakukan pada tempatnya untuk
meminimalkan resiko infeksi, diperkirakan 30% infeksi nosokomial
dapat dicegah. Pedoman nasional di inggris untuk mencegah dan
mengontrol infeksi nosokomiall telah dikeluarkan pada tahun 2001.
Pemakaian handscoon sangat efektif untuk mencegah kontaminasi,
tetapi pemakaian handscoon tidak menggantikan kebutuhan untuk
mencuci tangan. Sebab handscoon bedah lateks dengan kualitas
terbaikpun, mungkin mengalami kerusakan kecil yang tidak terlihat,
handscoon mungkin robek pada saat digunakan atau tangan
terkontaminasi pada saat melepas handscoon. (Kemenkes RI, 2011).
Mencuci tangan dilakukan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
keperawatan walaupun memakai sarung tangan dan alat pelindungan
diri lain. Tindakan ini untuk mengurangi mikroorganisme yang ada
ditangan sehingga penyebaran infeksi dapat dikurangi (Nursalam dan