• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Pembangunan Pertanian

Pembangunan pertanian dapat didefinisikan sebagai suatu proses perubahan sosial. Implementasinya tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan statusdan kesejahteraan petani semata, tetapi sekaligus juga dimaksudkan untuk mengembangkan potensi sumberdaya manusia baik secara ekonomi, sosial, politikbudaya, lingkungan, maupun melalui perbaikan (improvement), pertumbuhan (growth) dan perubahan (change) (Iqbal dan Sudaryanto, 2008).

Beberapa pertimbangan tentang pentingnya mengakselerasi sektor pertanian di Indonesia dikemukakan oleh Simatupang (1997) sebagai berikut:

1. Sektor pertanian masih tetap sebagai penyerap tenaga kerja, sehingga akselerasi pembangunan sektor pertanian akan membantu mengatasi masalah pengangguran. 2. Sektor pertanian merupakan penopang utama perekonomian desa dimana sebagian besar penduduk berada. Oleh karena itu, akselerasi pembangunan pertanian paling tepat untuk mendorong perekonomian desa dalam rangka meningkatkan pendapatan sebagian besar penduduk Indonesia dan sekaligus pengentasan kemiskinan.

3. Sektor pertanian sebagai penghasil makanan pokok penduduk, sehingga dengan akselerasi pembangunan pertanian maka penyediaan pangan dapat terjamin.

(2)

4. Harga produk pertanian memiliki bobot yang besar dalam indeks harga konsumen, sehingga dinamikanya amat berpengaruh terhadap laju inflasi. Oleh karena itu, akselerasi pembangunan pertanian akan membantu menjaga stabilitas perekonomian Indonesia.

5. Akselerasi pembangunan pertanian sangatlah penting dalam rangka mendorong ekspor dan mengurangi impor produk pertanian, sehingga dalam hal ini dapat membantu menjaga keseimbangan neraca pembayaran.

6. Akselerasi pembangunan pertanian mampu meningkatkan kinerja sektor industri. Hal ini karena terdapat keterkaitan yang erat antara sektor pertanian dengan sektor industri yang meliputi keterkaitan produk, konsumsi dan investasi.

Menurut Soekartawi (1993), untuk wilayah pedesaan yang umumnya identik dengan petani dan kemiskinan, maka dibutuhkan pembangunan di sektor pertanian. Pembangunan pertanian yang berhasil, jika terjadi pertumbuhan sektor pertanian yang tinggi sekaligus terjadi perubahan masyarakat tani yang kurang baik menjadi lebih baik.

Suatu pembangunan pertanian berhasil jika didukung dengan penyediaan sarana sarana produksi yang memadai, adanya sistem transportasi yang baik dan organisasi pemasaran yang baik. Dengan tersedianya sarana produksi pertanian dan dialokasikan dengan baik maka produktivitas pertanian akan tinggi sehingga pendapatan petani juga meningkat yang mana jika dalam proses jangka panjang akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

(3)

2.1.2 Konsep Nilai Tukar Petani

Konsep Nilai Tukar Petani merupakan pengembangan dari nilai tukar subsisten, dimana petani merupakan produsen dan konsumen. Nilai Tukar Petani berkaitan dengan hubungan antara hasil pertanian yang dihasilkan petani dengan barang dan jasa yang dikonsumsi dan dibeli petani. Disamping berkaitan permasalahan kekuatan relatif daya beli komoditas (konsep barter), fenomena nilai tukar petani terkait dengan perilaku ekonomi rumahtangga. Proses pengambilan keputusan rumah tangga untuk memproduksi, membelanjakan dan konsumsi suatu barang merupakan bagian dari perilaku ekonomi rumah tangga (teori ekonomi rumah tangga) (Barnum dan Squire, 1979).

Nilai Tukar Petani (NTP) adalah sebagai rasio antara indeks harga yang diterima petani (indeks harga jual outputnya) terhadap indeks harga yang dibayar petani (indeks harga input yang digunakan untuk bertani), dimisalkan seperti pupuk. Dalam pengertian lain disebutkan NTP merupakan pengukur kemampuan/daya tukar sektor pertanian terhadap sektor non pertanian. Fluktuasi NTP menunjukkan fluktuasi kemampuan riil petani dan mengindikasikan kesejahteraan petani. NTP diperoleh dari persentase rasio indeks harga yang diterima petani (It) dengan indeks harga yang dibayar petani (Ib). Berdasarkan rasio tersebut, maka dapat dikatakan semakin tinggi NTP, semakin baik profit yang diterima petani atau semakin baik posisi pendapatan petani.

(4)

Jika disederhanakan NTP hanya menunjukkan perbedaan antara harga output pertanian dengan harga input pertanian, bukan harga barang-barang lain seperti makanan, pakaian, dan lain sebagainya.

Beberapa fungsi atau kegunaan Nilai Tukar Petani antara lain:

1. Berdasarkan sektor konsumsi rumah tangga dalam indeks harga yang dibayar petani (IB), dapat dilihat fluktuasi harga barang-barang yang dikonsumsi oleh petani yang merupakan bagian terbesar dari masyarakat.

2. Berdasarkan indeks harga yang diterima petani dapat dilihat fluktuasi harga barang-barang yang dihasilkan petani. Indeks ini dipakai sebagai data penunjang dalam penghitungan pendapatan sektor pertanian.

3. Nilai tukar petani berguna untuk mengukur kemampuan tukar produk yang dijual petani dengan produk yang dibutuhkan petani dalam memproduksi. Dengan demikian NTP dapat dipakai sebagai salah satu indikator dalam menilai kesejahteraan petani (Buletin Nilai Tukar Petani, 2003).

Secara umum ada tiga macam pengertian NTP yaitu :

1. NTP >100, berarti petani mengalami surplus. Harga produksinya naik lebih besar dari kenaikan harga konsumsinya. Pendapatan petani naik lebih besar dari pengeluarannya, dengan demikian tingkat kesejahteraan petani lebih baik dibanding tingkat kesejahteraan petani sebelumnya.

2. NTP = 100, berarti petani mengalami impas/break even. Kenaikan/penurunan harga produksinya sama dengan persentase kenaikan/penurunan harga barang konsumsinya. Tingkat kesejahteraaan petani tidak mengalami perubahan.

(5)

3. NTP <100 berarti NTP pada suatu periode tertentu menurun dibandingkan NTP pada tahun dasar, dengan kata lain petani mengalami defisit. Kenaikan harga produksi relatif lebih kecil dibandingkan dengan kenaikan harga barang konsumsinya. Pendapatan petani turun dan lebih kecil dari pengeluarannya (Badan Pusat Statistik, 2008).

Penelitian Saleh dkk (2000) dari Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian menjelaskan bahwa faktor harga berpengaruh besar terhadap nilai tukar penerimaan dan nilai tukar pendapatan. Nilai tukar penerimaan dipengaruhi oleh tingkat penerapan teknologi , tingkat serangan hama/penyakit, musim/cuaca serta harga (baik harga saprodi maupun harga produk). Nilai tukar subsisten dipengaruhi oleh besarnya tingkat pendapatan usaha pertanian dan tingkat pengeluaran untuk konsumsi pangan. Pada penelitian ini nilai tukar komoditas pertanian diukur dengan menggunakan konsep nilai tukar penerimaan dan nilai tukar barter. Nilai tukar pendapatan diukur dengan konsep nilai tukar subsisten dan nilai tukar pendapatan total.

2.1.3 Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Tukar Petani A. Pasar Produk Pertanian

Salah satu penyebab rendahnya koefisien NTP sub sektor pertanian adalah merupakan dampak dari laju kenaikan harga komoditas yang dihasilkan petani (It) tidak dapat mengikuti laju kenaikan harga harga kebutuhan petani produsen. Pasar produk pertanian di tingkat produsen diwarnai oleh jumlah petani yang banyak dari dan miskin informasi disatu sisi serta jumlah pedagang (pembeli produk pertanian)

(6)

B. Jaminan Harga Produk Pertanian

Pada dasarnya kebijakan jaminan harga produk pertanian khususnya padi telah lama dianut oleh pemerintah dalam rangka menjamin kesejahteraan petani produsen. Kebijakan harga dasar misalnya merupakan salah satu kebijakan pemerintah yang dilakukan untuk melindungi petani dari resiko rugi pada saat panen.

Alternatif yang dapat dilakukan untuk meningkatkan harga komoditas pertanian ditingkat petani sebagai produsen adalah dengan membuka peluang peningkatan nilai tambah hasil produksi petani. Hal ini sebagai misal dapat dilakukan dengan menumbuhkan industri hilir berbahan baku produk pertanian secara lokal. Dengan adanya perubahan bentuk hasil pertanian sedekat mungkin dari sumbernya diharapkan akan dapat memberikan nilai tambah kepada petani dan pada gilirannya akan dapat meninglkatkan indeks terima petani.

c. Intensifikasi Pertanian

Ketergantungan petani terhadap bahan kimia pada sisi permintaan menyebabkan harga input pertanian semakin meningkat yang secara implisit menyebabkan indeks bayar petani produsen meningkat. Pasar bebas dalam tataniaga input produksi yang memiliki struktur kebalikan dari pasar produk bahkan menyebabkan kenaikan harga input menjadi jauh lebih pesat dari kenaikan harga output. Dengan menjaganya ketersediaan input bersubsidi secara tepat waktu dan tepat sasaran, pemerintah juga sudah saatnya melakukan sosialisasi input organik guna menghindari ketergantungan petani terhadap input an-organik yang untuk memperolehnya membutuhkan dukungan modal yang cukup besar ( Syarief, 2012).

(7)

2.1.4 Sistem Agribisnis

Menurut Griffin dan Ebert (1996), Agribisnis secara umum mengandung pengertian sebagai keseluruhan operasi yang terkait dengan usaha untuk menghasilkan usaha tani,untuk pengolahan dan pemasaran. Agribisnis meliputi seluruh sektor bahan masukan usaha tani yang terlibat dalam bidang produksi dan pada akhirnya menangani proses penyebaran, penjualan baik secara borongan maupun penjualan eceran produk kepada konsumen akhir.

Secara konsepsional Sistem Agribisnis adalah semua aktivitas mulai dari pengadaan dan penyaluran sarana produksi sampai kepada pemasaran produk-produk yang dihasilkan oleh usaha tani dan agroindustriyang saling terkait satu sama lain.

Gambar 2.1. Sistem Agribisnis

Subsistem Post Produksi Subsistem Produksi Subsistem Pra Produksi Subsistem Penunjang

(8)

2.1.4.1 Subsistem Pra Produksi

Menurut Andoko (2002), subsistem penyediaan dan penyaluran sarana produksi mencakup semua kegiatan perencanaan, pengelolaan, pengadaan, dan penyaluran sarana produksi untuk memungkinkan terlaksananya penerapan teknologi usahatani dan pemanfaatan sumber daya pertanian secara optimal. Kegiatan yang ditangani mencakup pembinaan dan pengembangan usahatani dalam rangka peningkatan produksi pertanian, baik usahatani rakyat maupun usahatani berskala besar. Termasuk dalam kegiatan subsistem ini adalah perencanaan mengenai lokasi, komoditas, teknologi, pola usahatani, dan skala usahanya untuk mencapai tingkat produksi yang optimal.

1. Lahan

Lahan sebagai salah satu produksi merupakan pabriknya hasil pertanian dimana tempat produksi itu berlangsung dan produk itu keluar. Luas lahan garapan dapat mempengaruhi cara berproduksi petani, dimana pada luas lahan usahatani yang relatif kecil petani sukar untuk mengusahakan dan memilih cabang usahatani yang menguntungkan.

2. Tenaga Kerja

Tenaga Kerja dalam ilmu ekonomi yang dimaksud tenaga kerja adalah suatu alat kekuatan fisik dan otak manusia yang tidak dapat dipisahkan dari manusia dan ditujukan pada usaha produksi.

(9)

Modal merupakan suatu bentuk kekayaan yang dapat berupa uang maupun barang yang digunakan untuk menghasilkan sesuatu secara langsung maupun tidak langsung dalam proses produksi.

4. Benih

Benih bermutu selain memiliki daya tumbuh yang tinggi, juga dapat mempertahankan kelangsungan pertumbuhannya menjadi tanaman yang baik atau mampu berkecambah dengan normal.

5. Pupuk

Pupuk adalah bahan yang diberikan kedalam tanah baik organik maupun anorganik dengan maksud untuk mengantikan unsur hara yang hilang dalam tanah dan untuk meningkatkan produksi tanaman. Dengan pemupukan diharapkan produksi usaha tani dapat meningkat, baik dari jumlah maupun mutunya. Pupuk buatan sebagai salah satu hasil teknologi baru yang memiliki keunggulan lebih produktif daripada pupuk kompos, dan pupuk kandang merupakan sarana produksi dalam usaha tani mempunyai peranan penting untuk meningkatkan produktifitas tanaman.

6. Pestisida

Pestisida adalah substansi kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk mengendalikan berbagai hama. Yang dimaksud hama di sini adalah sangat luas, yaitu serangga, tungau, tumbuhan pengganggu, penyakit tanaman yang disebabkan oleh fungi (jamur), bakteria dan virus, kemudian nematoda (bentuknya

(10)

seperti cacing dengan ukuran mikroskopis), siput, tikus, burung dan hewan lain yang dianggap merugikan.

2.1.4.2 Subsistem Produksi

Kegiatan subsistem ini adalah melakukan usahatani atau budidaya pertanian dalam arti luas. Istilah pertanian selama ini lebih banyak mengacu pada subsistem produksi. Kegiatan subsistem ini menghasilkan berbagai macam komoditas primer atau bahan mentah sebagaimana telah dikemukan dalam pengertian agribisnis. Proses produksi dipengaruhi oleh karakteristik petani padi sawah. Karakteristik petani padi sawah memiliki ciri meliputi umur, pendidikan, luas lahan yang dimiliki, dan pengalaman bertani. Proses produksi akan mendapatkan hasil produksi yang merupakan penerimaan yang diperoleh petani dari hasil penjualan. Penerimaan petani dari hasil penjualan dinamakan pendapatan petani. Pendapatan (income) adalah suatu ukuran balas jasa terhadap faktor-faktor produksi yang ikut dalam proses produksi.

2.1.4.3 Subsistem Post Produksi

Subsistem pengolahan hasil atau agroindustri mencakup aktivitas pengolahan sederhana di tingkat petani, serta mencakup keseluruhan kegiatan mulai dari penanganan pasca panen komoditi pertanian yang dihasilkan sampai pada tingkat pengolahan lanjut, selama bentuk, susunan, dan cita rasa komoditi tersebut tidak berubah. Sementara itu, subsistem pemasaran hasil mencakup kegiatan distribusi dan pemasaran hasil-hasil usahatani ataupun hasil olahannya, baik untuk pasar dalam negeri maupun luar negeri. Selain itu, kondisi sumber daya, lingkungan, dan

(11)

prasarana juga merupakan faktor yang menentukan kehidupan dan perkembangan sistem agribisnis tersebut.

2.1.4.4 Subsistem Penunjang

Subsistem jasa layanan pendukung atau kelembagaan penunjang agribisnis adalah semua jenis kegiatan yang berfungsi mendukung dan melayani serta mengembangkan kegiatan ketiga subsistem agribisnis yang lain. Lembaga-lembaga yang terlibat dalam kegiatan ini adalah penyuluhan, konsultan, keuangan, dan penelitian. Lembaga penyuluhan dan konsultan memberikan layanan informasi dan pembinaan teknik produksi, budidaya, dan manajemen. Lembaga keuangan seperti perbankan, modal ventura, dan asuransi memberikan layanan keuangan berupa pinjaman dan penanggungan risiko usaha (khusus asuransi). Lembaga penelitian baik yang dilakukan oleh balai-balai penelitian atau perguruan tinggi memberikan layanan informasi teknologi produksi, budidaya, atau teknik manajemen mutakhir hasil penelitian dan pengembangan (Downey, 1987).

2.1.5 Hubungan Sistem Agribisnis Usahatani Padi Sawah Dengan Nilai Tukar Petani (NTP)

Analisis usahatani menurut Soekartawi (1993) adalah mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada, secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan pada waktu tertentu. Disebut efektif jika petani (produsen) dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki dengan sebaik-baiknya, serta dikatakan efisien apabila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan output yang melebihi input. Adapun tujuan usahatani adalah

(12)

memaksimumkan keuntungan atau meminimumkan biaya. Konsep memaksimumkan keuntungan adalah bagaimana mengalokasikan sumberdaya dengan jumlah tertentu seefisien mungkin untuk mendapatkan keuntungan maksimum. Sedangkan konsep meminimumkan biaya yaitu bagaimana menekan biaya sekecil-kecilnya untuk mencapai tingkat produksi tertentu. Adapun ciri-ciri usahatani di Indonesia adalah : 1. Sempitnya lahan yang dimiliki petani.

2. Kurangnya modal.

3. Pengetahuan petani yang masih terbatas serta kurang dinamis. 4. Masih rendahnya tingkat pendapatan petani.

Sistem agribisnis dapat menjadi harapan dan jalan untuk mensejahterakan masyarakat pertanian selama pembangunan subsektor perekonomian ini selalu dibangun bersama petani dan/atau masyarakat perdesaan. Peran petani harus diekstensifikasi, sehingga tidak hanya terbatas pada kegiatan non- farm saja petani dan masyarakat perdesaan perlu ikut berpartisipasi dalam aktivitas subsistem agribisnis yang lain (off-farm), tetapi tentu saja proses transisi ini akan mudah terjadi jika subsistem agribisnis dimaksud telah dirancang agar menjadi lebih sesuai dengan kapasitas teknis dan finansial petani dan masyarakat perdesaan dengan segala keterbatasannya.

Pengembangan agribisnis usahatani yang mampu menjamin ketersediaan pangan, termasuk pangan alternatif, meningkatkan nilai tukar petani, serta meningkatkan daya beli masyarakat melalui pengembangan komoditas yang bernilai bisnis dan bernilai tambah yang tinggi, memerlukan upaya-upaya pengelolaan yang bijak dalam memenuhi justifikasi politik dalam pengembangan agribisnis.

(13)

Petani menghadapi kenaikan harga-harga barang kebutuhan lain yang harus dibeli, indikator yang dapat digunakan adalah melihat peranan sektor pertanian melalui petaninya yang mampu memupuk surplus produksi dari usahatani dengan melakukan investasi untuk meningkatkan teknik produksi. Surplus usahatani ini dapat diamati dari tingkat pendapatan dan tingkat profitabilitas usaha. Nilai tukar petani (NTP) yang merupakan perbandingan antara pendapatan dengan pengeluaran petani dalam menghasilkan satu macam produksi dapat digunakan sebagai indikator untuk melihat profitabilitas kegiatan usahatani (Sumodiningrat, 1990).

2.1.6 Penelitian Sebelumnya

Sinuhaji (2011), dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Tukar Petani di Desa Sei Mencirim, Kec.Sunggal, Kab.Deli

Serdang. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode Simple Random Sampling

dengan menggunakan rumus Slovin. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar petani dianalisis dengan metode pembangunan model penduga regresi linear berganda Rata- rata nilai tukar petani di Desa Sei Mencirim serta perkembangan nilai tukar petani di Prov.Sumatera Utara diperoleh dari data primer. Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar petani adalah produktivitas, luas lahan, biaya tenaga kerja, harga gabah, dan harga pupuk.

Susanti (2013), dalam penelitiannyayang berjudul Strategi Peningkatan Nilai Tukar

(14)

dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. Petani responden diambil dengan menggunakan metode Slovin sehingga ditentukan besar sampel petani padi sawah sebanyak 42 orang yang mengusahakan usahatani padi sawah. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis dengan rumus matematis NTP = It/Ibx100, indikator NTP dengan kriteria NTP>100 mengalami surplus, NTP=100 mengalami impas, NTP<100 mengalami defisit dan metode analisis SWOT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata Nilai Tukar Petani sebesar 91% (NTP<100) yang artinya petani ,mengalami defisit. Rata-rata tingkat kesejahteraan petani pada suatu priode mengalami penurunan dibanding tingkat kesejahteraan petani pada priode sebelumnya. Di dalam strategi peningkatan nilai tukar petani dengan metode SWOT adalah strategi agresif ini merupakan situasi yang sangat menguntungkan.

Supriyati ( 2004 ), dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Nilai Tukar Komoditas

Pertanian (Kasus Komoditas Kentang) menjelaskan bahwa dalam periode 1987–

1998, tingkat kesejahteraan petani kentang di Provinsi JawaTengah dan Jawa Timur cenderung meningkat karena pertumbuhan hargakentang lebih besar dibandingkan dengan harga yang dibayar petani untuk barangkonsumsi, sarana produksi dan barang modal. Sebaliknya, di Sulawesi Selatantingkat kesejahteraan petani kentang cenderung menurun. Hal ini disebabkan laju pertumbuhan harga kentang lebih lambat dibandingkan dengan harga yang dibayar petani untuk barang konsumsi, sarana produksi dan barang modal. Nilai tukar penerimaan komoditas kentang dipengaruhi oleh tingkat penerapan teknologi, harga sarana produksi, tingkat produktivitas, dan

(15)

harga jual komoditas kentang. Harga kentang di tingkat produsen di tiga provinsi dipengaruhi olehtingkat inflasi.

2.2 Landasan Teori

Unsur penting yang berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan petani adalah tingkat pendapatan petani. Walaupun demikian tidak selalu upaya peningkatan pendapatan petani secara otomatis diikuti dengan peningkatan kesejahteraan petani juga tergantung pada nilai pengeluaran yang harus dibelanjakan keluarga petani serta faktor-faktor nonfinansial seperti faktor budaya.

Perbedaan tingkat pendapatan menimbulkan perbedaan-perbedaan pola distribusi pendapatan, termasuk pola konsumsi rumah tangga dan penguasaan modal bukan tanah. Sebagai contah, rumah tangga petani kecil atau buruh tani keran pendapatannya relatif kecil untuk konsumsi rumah tangga hanya mampu untuk membeli kebutuhan pokok saja, misalnya beras dan lauk pauk sekedarna. Sedangkan petani bertanah luas karena pendapatannya besar, disamping membeli barang-barang konsumsi rumah tangga, juga mampu membeli barang-barang sekunder, seperti membeli barang-barang perlengkapan rumah tangga, alat transportasi, alat-alat hiburan dan masih mempunyai sisa untuk ditabung atau diinvestasikan dalam barang-barang modal. Barang-barang-barang modal tersebut dapat berupa tanah, traktor atau modal untuk usaha diluar usaha sector pertanian (Djiwandi, 2002).

Pendapatan rumah tangga mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap analisis kategori pengeluaran. Sumber penghasilan rumah tangga berupa pendapatan

(16)

meningkatkan kepuasan dan kesejahteraan anggota rumah tangga. Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kuantitas dan kualitas pangan yang dikonsumsi. Sumber penghasilan rumah tangga berupa pendapatan digunakan untuk membeli dan memproduksi barang dan jasa yang dapat meningkatkan kepuasan dan kesejahteraan anggota rumah tangga. Pendapatan akan menentukan daya beli terhadap pangan dan fasilitas lain (pendidikan, perumahan, kesehatan, dll). Pendapatan rumah tangga adalah jumlah semua hasil perolehan yang didapat oleh anggota rumah tangga dalam bentuk uang sebagai hasil pekerjaannya.

Pengeluaran rumah tangga adalah konsumsi rumah tangga yaitu semua nilai barang jasa yang diperoleh, dipakai atau dibayar oleh rumah tangga tetapi tidak untuk keperluan usaha dan tidak untuk menambah kekayaan atau investasi. Secara umum kebutuhan konsumsi rumah tangga berupa kebutuhan pangan dan non pangan, dimana kebutuhan keduanya berbeda. Pada kondisi pendapatan yang terbatas lebih dahulu mementingkan kebutuhan konsumsi pangan, sehingga dapat dilihat pada kelompok masyarakat dengan pendapatan rendah sebagian besar pendapatan digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan. Namun demikian seiring pergeseran peningkatan pendapatan, proporsi pola pengeluaran untuk pangan akan menurun dan meningkatnya pengeluaran untuk kebutuhan non pangan (Supriyana, 2000).

Secara umum besaran konsumsi rumah tangga dibagi menjadi dua kelompok, yaitu pengeluaran makanan dan bukan makanan berupa kebutuhan perumahan, sandang, pendidikan, kesehatan, bahan bakar dan tabungan. Tingkat pengeluaran pada kedua kelompok untuk masing-masing pada luas lahan yang berbeda. Pada umumnya,

(17)

besarnya nilai pengeluaran rumah tangga di perdesaan bervariasi sesuai dengan besarnya pendapatan yang mereka peroleh. Fenomena ini akan terjadi bila pendapatan rendah akan lebih mengutamakan kebutuhan subsistemnya, terutama kebutuhan pengeluaran bahan makanan dibanding lainnya. Berbeda halnya bila pendapatan yang diperoleh semakin tinggi akan terjadi pergeseran antara kebutuhan bahan makanan dengan kebutuhan bahan bukan makanan (Purwita dkk, 2009).

Faktor-faktor yang ikut menentukan pola konsumsi keluarga antara lain tingkat pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga atau tanggungan, pendidikan formal kepala keluarga. Untuk mendukung pernyataan tersebut, telah banyak penelitian dilakukan untuk mengetahui hubungan antara tingkat pendapatan dan pola konsumsi keluarga. Teori Engel’s menyatakan bahwa: “semakin tinggi tingkat pendapatan keluarga semakin rendah persentase pengeluaran untuk konsumsi makanan”. Berdasarkan teori klasik ini, maka keluarga bisa dikatakan lebih sejahtera bila persentase pengeluaran untuk makanan jauh lebih kecil dari persentase pengeluaran untuk bukan makanan. Di Negara-negara maju, persentase pengeluaran untuk makanan terhadap total pengeluaran biasanya berada dibawah 50%. Sementara di Negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, pengeluaran untuk pangan masih merupakan bagian terbesar ( lebih 50%). Bagi Indonesia nampaknya masih berada diatas angka tersebut. Umumnya rumah tangga berpendapatan rendah di Indonesia membelanjakan sekitar 60-80% dari pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan pangan. Sementara itu, data Kor Survei Ekonomi Nasional menunjukkan bahwa

(18)

pengeluaran untuk makanan mencapai 61,1% dan untuk non makanan sebesar 35,9%. Kondisi ini menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan rumah tangga belum baik.

Seiring dengan adanya perkembangan dan kebudayaan manusia, kemajuan ilmu dan teknologi, kebutuhan manusia itu terus meningkat sehingga selain kebutuhan dasar, manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan tambahan yang sangat banyak macam dan ragamnya. Keragaman kebutuhan ini ditentukan oleh berbagai faktor, seperti faktor kebudayaan, tempat, status seseorang dalam masyarakat, selera, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, adat istiadat, dll (Todaro, 1995).

Nilai tukar petani didefinisikan sebagai pengukur kemampuan tukar barang barang (produk) pertanian yang dihasilkan petani terhadap barang dan jasa yang diperlukan untuk konsumsi rumah tangga dan kebutuhan dalam memproduksi hasil pertanian. Dengan demikian NTP diperoleh dari persentase rasio indeks harga yang diterima petani (It) dengan indeks harga yang dibayar petani (Ib). It mencakup sektor tanaman bahan makanan dan tanaman perkebunan rakyat, sedangkan Ib mencakup kelompok

konsumsi rumahtangga dan biaya produksi dan penambahan barang modal ( Departemen Pertanian, 2004 ).

Indeks harga yang diterima petani (It) adalah perbandingan antara harga yang diterima petani pada tahun berlaku dengan harga tersebut pada tahun dasar. Sedangkan perbandingan antara harga yang dibayarkan petani pada tahun berlaku dengan harga yang dibayarkan petani pada tahun dasar merupakan indeks harga yang dibayarkan petani (Ib). NTP ditentukan oleh interaksi antara empat unsur harga yang

(19)

terpisah, yaitu harga output pertanian, harga input pertanian, harga luaran sektor industri perkotaan (non pertanian), dan harga masukan sektor non pertanian. Pemerintah dapat mempengaruhi keempat harga-harga di atas dengan tujuan yang sangat khusus. Jika campur tangan pemerintah ini dikombinasikan, maka akan terbentuklah nilai tukar sektor pertanian/pedesaan terhadap sektor perkotaan atau industri. Oleh karena itu, nilai tukar petani dapat dipakai sebagai petunjuk tentang keuntungan di sektor pertanian dan kemampuan daya beli barang dan jasa dari pendapatan petani. Jika seandainya campur tangan pemerintah ini tidak ada, maka nilai tukar akan ditentukan oleh kekuatan pasar (Hendayana , 1995).

Berbagai fenomena perubahan situasi yang terjadi baik yang bersifat alami seperti gejolak produksi pertanian maupun gejolak yang terjadi akibat adanya distorsi pasar seperti penerapan kebijaksanaan yang disengaja, baik di sektor pertanian dan non-pertanian, ditingkat mikro maupun makro, akan mempengaruhi harga-harga yang pada gilirannya akan mempengaruhi nilai tukar petani dan akan menjadi masukan penting bagi penyusunan program kebijaksanaan ke arah pembentukan nilai tukar yang diinginkan. Keadaan ini dapat mengindikasikan bahwa kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah dari awal yang terkait dengan input produksi usahatani sampai pada pemasaran hasil produk pertanian seperti kebijaksanaan harga input dan output, subsidi, modal/perkreditan dan lainnya akan mempengaruhi nilai tukar petani secara langsung maupun tidak langsung ( Elizabeth dan Darwis , 2000 ).

(20)

kenaikan harga komoditas pertanian. Dan kenaikan harga komoditas pertanian bukan dipicu oleh produksi turun tetapi karena permintaan konsumsi dalam negeri yang tinggi. Ada hubungan timbal balik antara kenaikan harga dengan inflasi, sehingga harga perlu dijaga dan perlu dilakukan upaya efektif untuk menekan fluktuasi harga komoditas pertanian. Kenaikan harga komoditas hasil pertanian merupakan kompensasi yang seharusnya diperoleh petani sebagai produsen (Muchjidin Rachmat, PSEKP 2011).

Fluktuasi nilai tukar petani akan menunjukkan fluktuasi kemampuan pembayaran ataupun tingkat pendapatan riil petani. Kegiatan pertanian tentu saja tidak lepas dari kegiatan di luar sektor pertanian, dengan demikian nilai tukar petani juga dipengaruhi oleh peran dan perilaku di luar sektor pertanian. Perbaikan dan peningkatan nilai tukar petani yang mengindikasikan peningkatan kesejahteraan petani akan terkait dengan kegairahan petani untuk berproduksi. Hal ini akan berdampak ganda, tidak saja dalam peningkatan partisipasi petani dan produksi pertanian dalam menggairahkan perekonomian pedesaan, penciptaan lapangan pekerjaan di pedesaan dan menumbuhkan permintaan produk non pertanian, tetapi juga diharapkan akan mampu mengurangi perbedaan (menciptakan keseimbangan) pembangunan antar daerah, maupun antar wilayah serta optimalisasi sumber daya nasional. Keragaman penerimaan, pengeluaran dan nilai tukar petani antar daerah dan waktu dipengaruhi oleh mekanisme pembentukan dalam sistem nilai tukar petani yang berbeda antar daerah dan antar waktu sebagai akibat dari keragaman sistem pembentukan penawaran dan penerimaan. Dari sisi penerimaan petani, keragaman antar daerah dan

(21)

waktu terjadi berkaitan dengan keragaman sumberdaya dan komoditas yang diusahainya serta diversivikasi sumber pendapatan lain. Keragaman pengeluaran petani terkait dengan keragaman pola konsumsi petani antar daerah dan waktu (Supriyati, 2004).

Angka NTP yang tercipta menggambarkan kesejahteraan makin baik bila posisi daya tukar tinggi atas barang konsumsi dan faktor produksi, faktor pemicunya adalah produktivitas yang stabil/meningkat dan permintaan tinggi. Keadaan nilai tukar sektor pertanian yang tidak menguntungkan perlu diatur kembali agar sektor pertanian dapat melaksanakan peranannya dengan sebaik-baiknya. Arah pengaturannya ialah merangsang produksi, meningkatkan pendapatan rill dan taraf hidup produsen dan menimbulkan alokasi sumber daya yang menunjang pembangunan pertanian (Soekirman, 1991).

2.3 Kerangka Pemikiran

Usahatani padi sawah merupakan usahatani yang dilakukan petani dengan mengelola input produksi yang tersedia seperti lahan, bibit, pupuk, peralatan, obat-obatan, modal, dan tenaga kerja dengan segala pengetahuan dan kemampuan untuk memperoleh hasil produksi. Input produksi sangat menentukan besar kecilnya produksi yang diperoleh. Biaya produksi yang dikeluarkan untuk biaya usahatani padi sawah terdiri biaya pemeliharaan padi sawah, biaya sarana produksi pertanian, biaya tenaga kerja dan modal usahatani. Selain biaya produksi, hal yang berperan dalam pelaksanaan usahatani padi adalah proses produksi. Proses produksi akan

(22)

penerimaan ditentukan oleh harga jual. Pendapatan adalah suatu ukuran balas jasa terhadap input produksi yang ikut dalam proses produksi. Penerimaan dan pengeluaran juga berhubungan untuk menentukan pendapatan rill petani.

Nilai Tukar Petani (NTP) merupakan pengukur kemampuan daya tukar sektor pertanian terhadap sektor non pertanian. Sehingga NTP dapat menunjukkan kemampuan riil petani serta dapat mengindikasikan kesejahteraan petani.Indeks harga yang diterima petani (It) adalah perbandingan antara harga yang diterima petani pada tahun berlaku dengan harga tersebut pada tahun dasar. Sedangkan perbandingan antara harga yang dibayarkan petani pada tahun berlaku dengan harga yang dibayarkan petani pada tahun dasar merupakan indeks harga yang dibayarkan petani (Ib). Hasil akhir dari Nilai Tukar petani dibagi ada tiga yaitu surplus, impas dan defisit. Dari ketiga hasil NTP tersebut dapat menentukan kesejahteraan petani.

(23)

Gambar 2.2. Skema Kerangka Pemikiran Keterangan : : Hubungan Input Produksi: Lahan Bahan Baku Modal Tenaga Kerja Usahatani Padi Sawah

Proses Produksi

Hasil Produksi

Penjualan Biaya Produksi

Harga Jual

Penerimaan Petani Pengeluaran Petani

IT ( indeks harga yang dibayar Petani) IT ( indeks harga yang diterima petani)

Nilai Tukar Petani

Defisit Impas

Surplus

Kesejahteraan Petani Pendapatan

(24)

2.5 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan landasan teori dari penelitian ini, maka dapat dibuat hipotesis sebagai berikut:

1. Pengeluaran rumah tangga petani lebih dari 50% dari pendapatan usahatani padi sawah.

2. Terdapat fluktuasi nilai tukar petani di Provinsi sumatera Utara selama 5 tahun terakhir.

Gambar

Gambar 2.1. Sistem Agribisnis
Gambar 2.2. Skema Kerangka Pemikiran  Keterangan     :  :  Hubungan  Input Produksi: Lahan Bahan Baku Modal Tenaga Kerja Usahatani Padi Sawah

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan skripsi Darwanto dengan judul “Analisis Efisiensi Usahatani Padi Di Jawa Tengah (Penerapan Analisis Frontier)” Dari hasil analisis data yang telah berhasil diolah

Semakin panjang jarak dan makin banyak perantara (lembaga tataniaga) yang terlibat dalam pemasaran, maka biaya pemasaran semakin tinggi, dan margin tataniaga (selisih antara

Fungsi produksi adalah suatu fungsi yang menunjukkan hubungan antara hasil produksi ( output ) maksimum yang dapat dihasilkan dari suatu ramuan faktor- faktor produksi (input)

Input : -Bibit -Pupuk -Obat/Pestisida -Tenaga Kerja -TKDK+TKLK -Alat-alat P i Usahatani Jeruk Petani Jeruk BIAYA PRODUKSI (COST) PRODUKSI (OUTPUT) Umur Tanaman

Guna mencapai Gapoktan dapat berfungsi sebagai unit usahatani, peran penyuluh pertanian mengarahkan Gapoktan mempunyai kemampuan sebagai berikut: (1) Mengambil keputusan

Saluran pemasaran adalah himpunan organisasi yang saling bergantung yang terlibat dalam proses untuk membuat produk atau jasa yang siap untuk dikonsumsi atau digunakan oleh

Pada kebijaksanaan ini kepada petani dijamin suatu harga dasar tetapi karena komoditas tersebut merupakan bahan makanan yang penting sekali untuk kehidupan

Pendapatan usahatani menurut Gustiyana (2004), dapat dibagi menjadi dua pengertian, yaitu (1) pendapatan kotor, yaitu seluruh pendapatan yang diperoleh petani dalam usahatani