• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalah ukuran statistik yang biasanya digunakan menyatakan perubahan perubahan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalah ukuran statistik yang biasanya digunakan menyatakan perubahan perubahan"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Indeks Harga Saham Gabungan

Indeks harga adalah suatu angka yang digunakan untuk melihat perubahan mengenai harga dalam waktu dan tempat yang sama ataupun berlainan. Indeks adalah ukuran statistik yang biasanya digunakan menyatakan perubahan perubahan perbandingan nilai suatu variabel tunggal atau nilai sekelompok variabel.

Indeks harga saham merupakan indikator utama yang menggambarkan pergerakan harga saham. Di pasar modal sebuah indeks diharapkan memiliki lima fungsi (BEI, 2008) yaitu:

1. Sebagai indikator trend pasar, 2. Sebagai idikator tingkat keuntungan,

3. Sebagai tolak ukuran (brandmark) kinerja suatu portofolio, 4. Memfasilitasi pembentukan portofolio dengan strategi pasif, 5. Memfasilitasi perkembangan produk derivatif.

Ada beberapa macam pendekatan atau metode perhitungan yang digunakan untuk menghitung indeks, yaitu (1) menghitung rata-rata (arithmetic mean) harga saham yang masuk dalam anggota indeks, (2) menghitung (geometric mean) dan indeks individual saham yang masuk anggota indeks, (3) menghitung rata-rata tertimbang nilai pasar. Umumnya semua indeks harga saham gabungan

(2)

(composite) menggunakan metode rata-rata tertimbang termasuk di Bursa Efek Indonesia (BEJ, 2008).

Sekarang ini PT. Bursa Efek Indonesia memiliki 8 macam harga saham yang secara terus menerus disebarluaskan melalui media cetak maupun elektronik, sebagai salah satu pedoman bagi investor untuk berinvestasi di pasar modal (BEJ, 2008). Ke delapan macam indeks tersebut adalah:

1. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), menggunakan semua emiten yang tercatat sebagai komponen perhitungan indeks.

2. Indeks Sektoral, menggunakan semua emiten yang termasuk dalam masing-masing sektor.

3. Indeks LQ 45, menggunakan 45 emiten yang dipilih berdasarkan kriteria likuiditas dan kapitalisasi pasar, dengan kriteria-kriteria yang telah ditentukan. 4. Jakarta Islamic Index (JlI), menggunakan 30 emiten yang masuk dalam kriteria

syariah dan termasuk saham yang memiliki kapitalisasi besar dan likuiditas tinggi. 5. Indeks Kompas 100, menggunakan saham yang dipilih berdasarkan kriteria

likuiditas dan kapitalisasi pasar, dengan kriteria-kriteria yang telah ditentukan. 6. Indeks Papan Utama, menggunakan emiten yang masuk dalam kriteria papan

utama.

7. Indeks Papan Pengembangan, menggunakan emiten yang masuk dalam kriteria papan pengembangan.

8. Indeks Individual, yaitu harga saham masing-masing emiten.

Seluruh indeks yang ada di BEJ menggunakan metode perhitungan yang sama, yaitu metode rata-rata tertimbang berdasarkan jumlah saham tercatat.

(3)

Perbedaan utama yang terdapat pada masing-masing indeks adalah jumlah emiten dan nilal dasar yang digunakan untuk perhitungan indeks. Misalnya untuk indeks LQ 45 menggunakan 45 saham untuk perhitungan indeks sedangkan Jakarta Islamic Index (JII) menggunakan 30 saham untuk perhitungan indeks melalui display wall di lantai bursa dan disebarkan ke masyarakat luas oleh data vendor melalui data feed

Indeks Sektoral merupakan bagian dari IHSG. Semua perusahaan yang sektor tercantum di BEJ di klasifikasikan ke dalam sembilan sektor yang didasarkan pada klasifikasi industri yang ditetapkan oleh BEJ yang disebut JESICA (Jakarta Stock Exchange Indurtrial Classification).

a. Kesembilan sektor tersebut adalah Sektor Utama (industri yang menghasilkan bahan-bahan baku yaitu:

1. Sektor l. Pertanian 2. Sektor 2, Pertambangan

b. Sektor kedua (Industri pengolahan/Manufaktur) 3. Sektor 3, Industri Dasar dan Kimia

4. Sektor 4, Aneka Industri

5. Sektor 5, Industri Barang Konsumsi c. Sektor ketiga (jasa)

6. Sektor 6, Properti dan Real Estate 7. Sektor 7, Transportasi dan Inftrastruktur 8. Sektor 8, Keuangan

(4)

Indeks sektoral diperkenalkan pada tanggal 2 Januari 1996 dengan Nilai Dasar 100 untuk setiap sektor dan menggunakan Hari Dasar tanggal 28 Desember 1995. Disamping kesembilan sektor tersebut, BEI menghitung indeks industri manufaktur/pengolahan yang mempresentasikan kumpulan saham yang diklasifikasikan ke dalam sektor 3, sektor 4 dan sektor 5.

Pergerakan indeks akan menunjukkan perubahan situasi pasar yang terjadi, sehingga dijadikan barometer kesehatan ekonomi di suatu Negara dan Juga sebagai landasan ana1isis statistik pasar terakhir. Fenomena ekonomi tersebut meliputi mikro dan makro ekonomi. Fenomena makro ekonomi diantaranya perubahan nilai tukar, suku bunga, tingkat inflasi. Perubahan harga saham setiap hari perdagangan akan membentuk IHS angka indeks dibuat sedemikian rupa hingga dapat digunakan untuk mengukur kinerja saham yang dicatat di bursa efek, dimana return dan risiko pasar tersebut dihitung, Return portofolio diharapkan meningkat jika IHS cenderung meningkat, demikian sebaliknya return tersebut menurun jika IHS cenderung menurun.

Dasar perhitungan indeks adalah jumlah nilai pasar dari total saham yang tercatat dengan metologi perhitungan menggunakan rata-rata tertimbang nilai pasar (market value weighted average index) dengan rumus sebagai berikut:

100 x perdana harga x Tercatat Saham Jumlah Dasar NIlai terakhir Harga x harga X Tercatat Saham Jumlah pasar Nilai ndeks = + = I

(5)

Keterangan:

Indeks = Indeks Harga Saham hari ke INilai Pasar = Rata-rata

tertimbang nilai pasar (jumlah lembar tercatat di bursa efek dikali dengan harga pasar perlembarnya) dan saham umum dan saham preferen pada hari ke-1

Nilai Dasar = Sama dengan nilai pasar tetapi dimulai dan tanggal 10 Agustus 1982 Untuk mengeliminir pengaruh faktor-faktor yang bukan harga saham, nilai dasar selalu disesuaikan bila terjadi corporate action seperti split saham, dividen saham, saham bonus, penawaran terbatas dan sebagainya. Dengan demikian indeks akan benar-benar mencerminkan pergerakan saham saja.

Formula untuk mengukur Nilai dasar adalah

Lama Dasar Nilai Lama Pasar Nilai Baru Saham Pasar Nilai + lama Pasar Nilai Baru Dasar Nilai = x

Perhitungan Indeks dilakukan setiap hari, yaitu setelah penutupan perdagangan setiap hari. Indeks Harga Saham yang digunakan dalam penelitian ini adalah Indeks Harga Saham Sektoral Sektor Properti dam Real Estate yang nilainya diambil dan Monthly Statistic Bursa Efek Indonesia dari bulan Januari 2007 sampai Desember 2010.

(6)

2.1.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pergerakan Harga Saham 2.1.2.1. Nilai Tukar Rupiah

Nilai tukar Rupiah atau disebut juga Kurs Rupiah adalah perbandingan nilai atau harga mata uang Rupiah dengan mata uang lain. Perdagangan antar negara di mana masing-masing negara mempunyai alat tukar sendiri mengharuskan adanya angka perbandingan nilai suatu mata uang dengan mata uang lainnya, yang disebut kurs valuta asing atau kurs (Salvatore, 2008).

Kurs merupakan salah satu harga yang terpenting dalam perekonomian terbuka mengingat pengaruh yang demikian besar bagi neraca transaksi berjalan maupun variable-variabel makro ekonomi yang lain. Ada dua pendekatan yang digunakan untuk menentukan nilai tukar mata uang yaitu pendekatan moneter dan pendekatan pasar. Dalam pendekatan moneter, nilai tukar mata uang di definisikan sebagai harga dimana mata uang asing diperjual belikan terhadap mata uang domestik dan harga tersebut berhubungan dengan penawaran dan permintaan uang.

Kurs inilah sebagai salah satu indikator yang mempengaruhi aktivitas di pasar saham maupun pasar uang karena investor cenderung akan berhati-hati untuk melakukan investasi. Menurunnya kurs rupiah terhadap mata uang asing khususnya Dollar AS memiliki pengaruh negatif tehadap ekonomi dan pasar modal (Sitinjak dan Kurniasari, 2003).

Nilai tukar yang naik turun secara drastis tak terkendali akan menyebabkan kesulitan pada dunia usaha dalam merencanakan usahanya terutama bagi mereka yang mendatangkan bahan baku dari luar negeri atau menjual barangnya kepasar ekspor oleh karena itu pengolahan nilai mata uang yang relatif stabil menjadi salah

(7)

satu faktor moneter yang mendukung perekonomian secara makro. Naik turunnya nilai tukar mata uang atau kurs valuta asing bisa terjadi dengan berbagai cara yakni bisa dengan cara dilakukan secara resmi oleh pemerintah suatu Negara yang menganut system managed foating exchange rate, atau bisa juga karena tarik menariknya kekuatan-kekuatan penawaran dan permintaan di dalam pasar (market mechanism).

Nilai tukar dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti tingkat suku bunga dalam negeri, tingkat inflasi, dan intervensi bank central terhadap pasar uang. Nilai tukar uang lazim disebut nilai kurs, mempunyai peranan penting dalam rangka stabilitas monoter dan dalam mendukung kegiatan ekonomi. Nilai tukar yang stabil diperlukan untuk tercapainya iklim usaha yang kondusif bagi peningkatan dunia usaha. Untuk menjaga stabilitas nilai tukar, bank central pada waktu-waktu tertentu melakukan intervensi di pasar-pasar valuta asing, khusunya pada saat terjadinya gejolak yang berlebihan.

Ada beberapa sistem kurs mata uang yang berlaku di perekonomian internasional, (Kuncoro, 2001) Yaitu:

1. Sistem kurs mengambang (floating exchange rate),, sistem kurs ini di tentukan oleh mekanisme pasar dengan atau tanpa upaya stabilitas oleh otoritas moneter. Di dalam sistem kurs mengambang dikenal dua macam kurs mengambang, yaitu: a. Mengambang bebas (murni) dimana kurs mata uang ditentukan sepenuhnya

oleh mekanisme pasar tanpa ada campur tangan pemerintah. Sistem ini disebut clean floating exchange rate, di dalam sistem ini cadangan devisa tidak diperlakukan karena otoritas moneter tidak berupaya untuk menetapkan atau memanipulasi kurs.

b. Mengambang terkendali (managed or dirty floating echange rate) dimana otoritas moneter berperan aktif dalam menstabilkan kurs pada tingkat tertentu. Oleh karena itu, cadangan devisa biasanya dibutuhkan karena otoritas moneter perlu membeli atau menjual valas untuk mempengaruhi pergerakan kurs.

(8)

2. Sistem kurs tertambat (peged exchange rate). Dalam sistem ini, suatu Negara mengkaitkan nilai mata uangnya dengan suatu mata uang negara lain atau sekelompok mata uang, yang biasanya merupakan mata uang negara partner dagang yang utama “menambatkan” ke suatu mata uang berarti nilai mata uang tersebut bergerak mengikuti mata uang yang menjadi tambahannya. Jadi sebenarnya mata uang yang ditambatkan tidak mengalami fluktuasi tetapi hanya berfluktuasi terhadap mata uang lain mengikuti mata uang yang menjadi tambatannya.

3. Sistem kurs tertambat merangkak (crawling pegs). Dalam system ini, suatu negara melakukan sedikit perubahan dalam nilai tertentu pada rentang waktu tertentu. Keuntungan utama sistem ini adalah suatu negara dapat mengatur penyesuaian kursnya dalam periode yang lebih lama dibanding sistem kurs tertambat Oleh karena itu sistem ini dapat menghindari kejutan-kejutan terhadap perekonomian akibat revaluasi yang tiba-tiba dan tajam.

4. Sistem sekeranjang mata uang (basket of currencies). Banyak negara terutama negara sedang berkembang menetapkan nilai mata uangnya berdasarkan sekeranjang mata uang. Keuntungan dari system ini adalah menawarkan stabilitas mata uang suatu negara karena pergerakan mata uang disebar dalam sekeranjang mata uang. Seleksi mata uang yang dimasukkan dalam “Keranjang” umumnya ditentukan oleh peranannya dalam membiayai perdagangan negara tertentu. Mata uang yang berlainan diberi bobot yang berbeda tergantung peran relatifnya terhadap negara tersebut. Jadi sekeranjang mata uang bagi suatu negara dapat terdiri dan beberapa mata uang yang berbeda dengan bobot yang berbeda.

5. Sistem kurs tetap (fixed exchange rate). Dalam sistem ini, suatu negara mengumumkan suatu kurs tertentu atas nama uangnya dan menjaga kurs ini dengan menyetujui untuk menjual atau membeli valas dalam jumlah tidak terbatas pada kurs tersebut Kurs biasanya tetap atau diperbolehkan berfluktuasi dalam batas yang sangat sempit.

2.1.2.2. Suku Bunga

Suku bunga merupakan harga atas dana yang dipinjam (Reelly and Brown, 1997). Pada waktu perusahaan merencanakan pemenuhan kebutuhan modal sangat dipengaruhi oleh tingkat bunga yang berlaku saat itu. Apakah akan menerbitkan sertifikat ekuitas atau hutang. Karena penerbitan obligasi atau penambahan hutang hanya dibenarkan jika tingkat bunganya lebih rendah dari earning power dan penambahan modal tersebut (Riyanto, 1995). Suku bunga yang rendah akan menyebabkan biaya peminjaman yang lebih rendah. Suku bunga yang rendah akan

(9)

merangsang investasi dan aktivitas ekonomi yang akan menyebabkan harga saham meningkat.

Dalam dunia Industri, suku bunga berperan dalam meningkatkan aktivitas ekonomi sehingga berdampak kuat pada kinerja perusahaan yang berakibat langsung pada meningkatnya return saham. Suku bunga Sertifikat Bank Indonesia sering diidentikkan dengan aktiva yang bebas resiko artinya aktiva yang resikonya nol atau paling kecil. Hasil penelitian Haryanto (2007) membuktikan bahwa besarnya suku bunga SBI mempengaruhi resiko sistematik saham Suku bunga Bank Indonesia merupakan patokan dalam menentukan besarnya bunga kredit dan tabungan. Suku bunga SBI yang tinggi tidak menggairahkan perkembangan usaha-usaha karena mengakibatkan suku bunga bank yang lain juga tinggi. Sehingga rendahnya suku bunga SBI mengandung risiko lesunya ekonomi. Hal ini mengakibatkan tingginya risiko berinvestasi di pasar modal.

SBI adalah surat berharga atas unjuk dalam rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan hutang berjangka waktu pendek dengan sistem diskonto. Dalam operasi pasar terbuka, Bank Indonesia dapat melakukan transaksi jual beli surat berharga termasuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI). SBI bertujuan menjaga kestabilan nilai rupiah dengan mengurangi jumlah uang promer yang berlebihan dipasar.

Besarnya tingkat suku bunga SBI akan berpengaruh pada besarnya tingkat suku bunga perbankan yang dapat diakses langsung oleh masyarakat, baik suku bunga simpanan maupun suku bunga pinjaman. Suku bunga perbankan dianggap sebagai tingkat suku bunga bebas resiko oleh investor.

(10)

Dalam penelitian suku bunga yang digunakan adalah nilai suku bunga SBI dari bulan Januari 2007 sampai dengan Desember 2010.

2. 1.2.3. Inflasi

Inflasi adalah peningkatan secara umum dari harga-harga barang dan jasa, yang merupakan kebutuhan dasar masyarakat, atau pengurangan daya beli dari mata uang negara tersebut. Salah satu peristiwa yang sangat penting dan dijumpai di hampir semua negara di dunia adalah inflasi. Didalam perekonomian ada kekuatan tertentu yang menyebabkan tingkat harga melonjak sekaligus, tetapi ada kekuatan lain yang menyebabkan kembali harga berlangsung terus menerus secara perlahan.

Peristiwa yang cenderung mendorong naiknya tingkat harga disebut gejolak inflasi (Lipsey. 1992). Secara keseluruhan, laju inflasi yang sedang berlangsung tergantung pada (i) permintaan, seperti yang ditujukan oleh senjang inflasi atau senjang resesi, (ii) kenaikan biaya yang diharapkan, (iii) serangkaian kekuatan luar yang datang terutama dari sisi penawaran. Laju inflasi dapat dipisahkan menjadi tiga komponen yaitu inflasi inti, inflasi permintaan dan inflasi gejolak (Nopirin, 2000). Inflasi Inti adalah inflasi yang komponen harganya dipengaruhi oleh faktor fundamental, Inflasi permintaan yaitu inflasi yang dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah seperti kebijakan harga BBM Listrik, air minum, dan lainnya, sedangkan inflasi bergejolak adalah inflasi yang dipengaruhi oleh kelancaran produksi dan distribusi barang dan jasa.

Inflasi dapat mempengaruhi distribusi pendapatan, alokasi faktor produksi serta pruduk nasional. Efek terhadap distribusi pendapatan disebut dengan equity

(11)

effect, sedangkan efek terhadap alokasi faktor produksi dan pendapatan nasional masing-masing disebut dengan efficiency dan output effects (Nopirin, 2000), yaitu 1. Efek terahadap Pendapatan (Equity Effect)

Efek terhadap pendapatan sifatnya tidak merata, ada yang dirugikan tetapi ada pula yang diuntungkan dengan adanya inflasi. Seseorang yang memperoleh pendapatan tetap akan dirugikan oleh adanya inflasi. Demikian juga orang yang menumpuk kekayaannya dalam bentuk uang kas akan menderita kerugian karena adanya inflasi. Sebaliknya, pihak-pihak yang mendapatkan keutungan dengan inflasi adalah mereka yang memperoleh kenaikan pendapatan dengan prosentase yang lebih besar dari laju inflasi, atau mereka yang mempunyai kekayaan bukan uang dimana nilainya naik dengan prosentase lebih besar dari pada laju inflasi. Dengan demikian inflasi dapat menyebabkan terjadinya perubahan dalam pola pembagian pendapatan dan kekayaan masyarakat.

2. Efek terhadap Efisiensi (Efficiency Effects).

Inflasi dapat pula mengubah pola alokasi faktor-faktor produksi. Perubahan ini dapat terjadi melalui kenaikan permintaan akan berbagai macam barang yang kemudian dapat mendorong terjadinya perubahan dalam produksi beberapa barang tertentu. Dengan adanya inflasi permintaan akan barang tertentu mengalami kenaikan yang lebih besar dan barang lain, yang kemudian mendorong terjadinya kenaikan produksi barang tertentu.

(12)

3. Efek terhadap Output (Output Effects).

Inflasi mungkin dapat menyebabkan terjadinya kenaikan produksi. Alasannya dalam keadaan inflasi biasanya kenaikan harga barang mendahului kenaikan upah sehingga keuntungan pengusaha naik. Kenaikan keuntungan ini akan mendorong kenaikan produksi. Namun apabila laju inflasi ini cukup tinggi (hyper Inflation) dapat mempunyai akibat sebaliknya, yakni penurunan output. Dalam keadaan inflasi yang tinggi nilai uang riil turun dengan drastis masyarakat cenderung tidak mempunyai uang kas, transaksi mengarah ke barter dan biasanya diikuti dengan turunnya produksi barang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan langsung antara inflasi dan output, tetapi bisa dibarengi dengan kenaikan output, dan juga dibarengi dengan punurunan output.

Tingkat inflasi yang tinggi akan menyebabkan investor mengharapkan tingkat return yang lebih tinggi untuk mendapatkan real return yang tetap, dimana real return adalah selisih dari return yang didapat oleh investor dengan inflasi yang terjadi di negara tersebut. Bila return yang didapat di negara tersebut dianggap sudah tidak lagi menguntungkan bagi investor maka akan menimbulkan kemungkinan larinya modal keluar negeri yang tentunya akan merugikan kondisi di dalam negeri. Ada juga investor yang beranggapan bahwa investasi di Pasar Modal adalah perlindungan nilai uangnya terhadap inflasi, sehingga kenaikan inflasi akan meningkatkan investor tersebut dalam berinvestasi di Pasar Modal.

(13)

2.1.3. Pengaruh Kurs Rupiah -USD, Tingkat Suku Bunga SBI, dan Inflasi terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham

2.1.3.1. Pengaruh Kurs Rupiah-USD terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham

Fluktuasi nilai rupiah terhadap mata uang asing yang stabil akan sangat mempengaruhi iklim investasi di dalam negeri, khususnya pasar modal. Hubungan antara nilai tukar mata uang Rupiah dengan pasar modal terjadi karena adanya operating exposure dan perusahaan domestik yang menggunakan mata uang USD sebagai bagian dari kegiatan usahanya. Pada kondisi tertentu yang mencerminkan aktivitas ekonomi riil, perubahan harga saham menyebabkan peningkatan permintaan uang riil dan nilai mata uang domestik. Disamping itu harga saham dapat mencerminkan variabel makro ekonomi, karena menunjukkan ekpektasi pasar terhadap aktivitas ekonomi riil (Ibrahim, 2000). Nilai tukar mempengaruhi harga saham, tapi pertumbuhan pasar saham juga mendesak pengaruh positif dari nilai tukar. Indeks SCC (Structural Contagion Coefficient) yang negatif juga menunjukkan bahwa hubungan antara harga saham dan nilai tukar adalah positif. yang berarti ketika dollar Hongkong terdepresiasi, harga saham juga turun dan begitu juga pula sebaliknya. Mok (1993) menemukan bahwa nilai tukar (FOREX) dan harga saham merupakan dua variabel yang independent tetapi ada kualitas dua arah antana FOREX dan harga saham penutupan dan pembukaan saham. Perubahan dalam harga saham dapat menyebabkan efek dan nilai tukar. Ibrahim (2000) juga menemukan hubungan positif yang lemah antara perbedaan return saham (domestik dikurangi luar negeri) dengan perubahan dalam nilai tukar.

(14)

Menurut Damele dkk (2004), pergerakan pasar dan juga merupakan hasil dari market contagion (penularan dan pasar lain). Dalam kondisi asimetri informasi tethadap harga pasar, perubahan harga pada satu segmen pasar dapat bergantung dari perubahan harga dalam segmen lain melalui SCC. Pada kondisi ini, pasar tidak menyerap seluruh informasi secara simultan dari pergerakan harga menunjukkan lead/lag struktur korelasi., Amain dan Hook ( Damele dkk, 2004) meneliti tukar di Kuala Lumpur Stock Exhange, menemukan bahwa return saham nampak mengkuti pergerakan nilai tukar selama periode ini. Sementara itu Ang (1997) dalam damele dkk (2004) menemukan bahwa harga saham bergerak secara cepat mengikuti pergerakan nilai tukar. Karmarkar dan Kawadia ( Damele dkk., 2004) menemukan hubungan yang kuat antara nilai tukar dollar AS terhadap Rupee dengan India Stock Market. India dengan menggunakan Indeks sektoral yang berbeda, penelitian tersebut menyimpulkan bahwa Rupee terdepresiasi maka stock market terapresiasi begitu pula sebaliknya.

2.1.3.2. Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI Terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham

Pada waktu perusahaan merencanakan pemenuhan kebutuhan modal sangat dipengaruhi oleh tingkat bunga yang berlaku saat itu. Ketika suku bunga yang ditetapkan oleh Bank Indonesia naik, maka pada dasarnya akan menaikkan suku bunga kredit yang dikeluarkan oleh Bank. Suku bunga merupakan harga atas dana yang dipinjam (Reilly and Brown, 1997). Dengan meningkatnya suku bunga kredit maka akan mempengaruhi permintaan akan kredit sehingga nantinya akan mempengaruhi kinerja perusahaan yang terdaftar pada pasar saham.

(15)

Pengaruh signifikan dan suku bunga terhadap harga saham sebagaimana yang ditemukan Granger (Mok, 1993) yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh negatif antar suku bunga dan harga saham. Pengaruh antara suku bunga terhadap harga saham dikemukakan pula oleh Boedie dkk (1995) yang menyatakan bahwa perubahan harga saham dipengaruhi oleh Utami dan Rahayu (2003) yang menemukan secara empiris pengaruh negatif bunga terhadap harga saham selama masa krisis di Indonesia.

2.1.3.3. Pengaruh Inflasi Terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham

Inflasi menunjukkan arus harga secara umum (Samuelson, 1992). Inflasi sangat terkait dengan penurunan kemampuan daya beli, baik individu maupun perusahaan. Penelitian tentang hubungan antara inflasi dengan harga saham seperti yang dilakukan oleh Widjojo (Almilia, 2003) yang menyatakan bahwa makin tinggi inflasi akan semakin menurunkan tingkat profitabilitas perusahaan. Turunnya profit perusahaan adalah informasi yang buruk bagi para trader di bursa saham dan dapat mengakibatkan turunnya harga saham perusahaan tersebut.

Pada penelitian lain yang dikemukakan oleh Utami dan Rahayu (2003) membuktikan secara empiris pengaruh return saham. Penelitian tersebut juga dilakukan oleh Adams dkk (2004) yang menemukan secara signifikan pengaruh return saham. Inflasi yang tinggi bagi perusahaan sehingga return saham pun dapat dipengaruhi. Sangkyun Park (1997) yang meneliti kaitan antara Variabel makro harga konsumen, GDP, tingkat infiasi, suku bunga terhadap return saham menemukan

(16)

bahwa hanya GDP yang berpengaruh positif terhadap return dan variable lainnya tidak berpengaruh.

2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu tentang pengaruh variable makro ekonomi terhadap kinerja indeks harga saham menunjukkan hasil yang berbeda sebagaimana yang di temukan oleh Suciwati dan Machfoedz (2002) hasilnya menunjukkan bahwa nilai tukar rupiah terhadap UD dollar berpengaruh positif terhadap saham. Hardiningsih (2001), mengatakan bahwa ROA, PBV, Inflasi berpengaruh positif dengan return saham, sedangkan nilai tukar rupiah berpengaruh negatif terhadap return saham.

Utami dan Rahayu (2003), menyimpulkan bahwa profitabilitas suku bunga, inflasi dan nilai tukar secara bersama-sama mempengaruhi harga saham badan usaha secara signifikan. Selanjutnya penelitian tentang hubungan antara inflasi dengan return saham seperti yang dilakukan oleh Widjojo (Almilia, 2003) menyatakan bahwa makin tinggi inflasi akan semakin menurunkan tingkat profitabilitas perusahaan. Park (2000) juga menyimpulkan bahwa terdapat hubunga negatif saham dan inflasi. Demikian juga. Adams dkk (2004) menyatakan bahwa berita mengenai inflasi mempunyai dampak pada return saham. Sedangkan Suyanto, (2007), menyatakan bahwa secara signifikan kedua variabel bebas nilai tukar uang dan suku bunga berpengaruh secara negatif terhadap return saham. Dari uraian penelitian terdahulu dapat dirangkum dan disajikan secara sistematis, seperti tercatum pada tabel 2.1. halaman 28.

(17)

Tabel 2.1. Tinjauan Penelitian Terdahulu N o Nama Penelitian/ Tahun

Penelitian Variabel Model Hasil

1 Suyanto, (2007)

Analisa pengaruh nilai tukar uang, suku bunga dan inflasi terhadap return saham sektor properti tahun 2001-2005 Variabel independen adalah nilai tukar, tingkat suku bunga dan inflasi variabel. dependen adalah return Saham

Regresi linear

Nilai tukar rupiah dan suku bunga berpengaruh negatif, sedangkan inflasi berpengaruh positif terhadap return saham 2 Almilia, Luciana Spica (2004) Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi financial distress suatu perusahaan yang terdaftar di bursa efek jakarta Variabel independen yaitu inflasi, sedangkan financial distress sebagai variabel dependen Regresi berganda Inflasi terdapat hubungan positif dengan financial distress 3 Utami dan Rahayu (2003) Peranan profitabilitas, suku bunga, inflasi dan Nilai tukar dalam mempengaruhi pasar Modal Indonesia selama krisis Ekonomi. Variabel independen yaitu profitabilitas, suku bungan, inflasi dan nilai tukar sedangkan harga saham sebagai variabel dependen Regresi berganda Profitabilitas, suku bunga, inflasi dan nilai tukar secara bersama-sama mempengaruhi harga saham badan usaha secara signifikan 4 Suciwati dan Machfoed (2002) Pengaruh resiko nilai tukar rupiah terhadap return saham : studi empiris pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ

Nilai tukar dan return saham

Regresi berganda

Nilai tukar rupiah berpengaruh signifikan positif terhadap return saham sebelum terjadi despresiasi dan berpengaruh signifikan negatif terhadap nilai tukar rupiah setelah terjadi despresiasi

Gambar

Tabel 2.1. Tinjauan Penelitian Terdahulu   N o    Nama  Penelitian/Tahun

Referensi

Dokumen terkait

Model pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR) memiliki beberapa kelebihan diantaranya; 1) siswa menjadi lebih partisipatif dan memiliki lebih banyak kesempatan

Hasil yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan menggunakan metode uji-t sampel bebas untuk membandingkan pengaruh penambahan co-process superdisintegran dan campuran

Tujuan dari penelitian ini yaitu : (1) untuk menguji dan menganalisis pengaruh earning per share, debt to equity ratio, return on investment dan return on assets terhadap dividend

Proses ini mengumpulkan dan mengevaluasi bukti untuk menentukan apakah sistem informasi dan sumber daya yang berhubungan dengan baik mengamankan aset, merawat data dan

Menurut Ibnu Hajar mimpi juga merupakan permisalan- permisalan yang di buat oleh Allah untuk hamba sesuai dengan kesiapan (hamba tersebut), melalui perantara malaikat

Hasil penelitian menunjukkan; (1) Implementasi nilai kearifan lokal dilakukan dengan memberikan keteladanan, menanamkan nilai-nilai sosial masyarakat, melakukan tindakan

Mahasiswa peternakan STIPER Kutim dapat dengan leluasa melakukan kegiatan praktikum tanpa dihalangi oleh masalah minimnya atau tidak adanya fasilitas, hal tersebut

Tingginya biaya yang harus dikeluarkan untuk suatu investasi pembangunan atau perluasan suatu bandar udara, maka analisis tentang investasi tersebut harus dilakukan