• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang sangat serius saat ini adalah hipertensi yang disebut sebagai the silent killer.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN. yang sangat serius saat ini adalah hipertensi yang disebut sebagai the silent killer."

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hipertensi masih tetap menjadi masalah hingga saat ini karena beberapa hal seperti meningkatnya prevalensi hipertensi, masih banyaknya pasien hipertensi yang belum mendapat pengobatan maupun yang telah diobati tetapi tekanan darahnya belum mencapai target, juga adanya komplikasi yang dapat meningkatkan mortalitas dan morbiditas (Yogiantoro, 2007).

Salah satu Penyakit tidak menular (PTM) yang menjadi masalah kesehatan yang sangat serius saat ini adalah hipertensi yang disebut sebagai the silent killer. Menurut WHO dan the International Society of Hypertension (ISH), saat ini terdapat 600 juta penderita hipertensi di seluruh dunia, dan 3 juta di antaranya meninggal setiap tahunnya. Tujuh dari setiap 10 penderita tersebut tidak mendapatkan pengobatan secara adekuat (WHO-ISH, 2003). Apabila penyakit ini tidak terkontrol, akan menyerang target organ, dan dapat menyebabkan serangan jantung, stroke, gangguan ginjal, serta kebutaan. Dari beberapa penelitian dilaporkan bahwa penyakit hipertensi yang tidak terkontrol dapat menyebabkan peluang 7 kali lebih besar terkena stroke, 6 kali lebih besar terkena congestive heart failure, dan 3 kali lebih besar terkena serangan jantung (Rahajeng dan Tuminah, 2009).

Pada abad 21 ini diperkirakan terjadi peningkatan insidens dan prevalensi Penyakit tidak menular (PTM) secara cepat yang merupakan tantangan utama

(2)

masalah kesehatan dimasa yang akan dating. World Health Organization (WHO) memperkirakan pada tahun 2020 penyakit tidak menular akan menyebabkan 73% kematian dan 60% seluruh kesakitan di dunia. Diperkirakan Negara yang paling merasakan dampaknya adalah Negara berkembang termasuk Indonesia.

Prevalensi hipertensi di seluruh dunia, tertinggi pada usia setengah baya pada golongan umur 55-64 tahun. Data WHO dari 50% penderita hipertensi yang diketahui hanya 25% yang mendapat pengobatan, dan hanya 12,5% yang diobati dengan baik (adequately treated cases) (WHO, 2007).

Di Amerika, menurut National Health and Nutrition Examination Survey (NHNES III), paling sedikit 30% pasien hipertensi tidak menyadari kondisi mereka, dan hanya 31% pasien yang di obati mencapai target tekanan darah yang di inginkan di bawah 140/90 mmHg, diperkirakan 30% penduduknya (±50 juta jiwa) menderita tekanan darah tinggi (≥140/90 mmHg), dengan persentase biaya kesehatan cukup besar setiap tahunnya. Insiden hipertensi pada orang dewasa di Amerika tahun 1999-2000 adalah sekitar 29-31%, yang berarti bahwa terdapat 58-65 juta orang menderita hipertensi, dan terjadi peningkatan 15 juta dari data NHNES III tahun 1988-1991 (Muchid, 2006).

Hipertensi di Asia diperkirakan sudah mencapai 8-18% pada tahun 1997, hipertensi dijumpai pada 4.400 per 10.000 penduduk. Dari hasil survey Kesehatan Rumah tangga (SKRT 2001) dikalangan penduduk umur 25 tahun keatas menunjukkan bahwa 27% laki-laki dan 29% wanita menderita hipertensi, 0,3%

(3)

mengalami penyakit jantung iskemik, dan stroke, 1,2% mengalami diabetes dan 1,3% laki-laki dan 4,6% wanita mengalami kelebihan berat badan, Penyakit kanker merupakan 6% penyebab kematian di Indonesia. Penyakit kardiovaskuler sebagai penyebab kematian telah meningkat dari urutan ke 11 (tahun 1972) menjadi urutan ke 3 (tahun 1986) dan penyebab kematian pertama pada tahun 1992, 1995 dan 2001 (Depkes RI, 2007).

Hasil Riskesdas (2007), prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 32,2%, sedangkan pada kelompok umur ≥18 tahun adalah 31,7% dan menduduki peringkat ketiga penyebab kematian setelah stroke 15,4% dan tuberculosis 7,5% untuk semua kelompok umur di Indonesia dengan Case Fatality Rate (CFR) 6,8%. Menurut Indonesian Society of Hypertension (InaSH) 2007, hipertensi sudah menjadi permasalahan dunia. Pada tahun 2000 hipertensi menyumbang Proportionated Mortality Rate (PMR) 12,8% dari seluruh kematian dan 4,4% dari semua kecacatan.

Prevalensi hipertensi berdasarkan pengukuran termasuk kasus yang sedang minum obat, secara nasional adalah 32,2%. Prevalensi tertinggi ditemukan di Provinsi Kalimantan Selatan (39,6%) sedangkan terendah di Papua Barat (20,1%). Prevalensi hipertensi nasional berdasarkan pengukuran saja adalah 28,3%. Provinsi dengan prevalensi tertinggi tetap Kalimantan Selatan (35,0%), yang terendah juga tetap Papua Barat (17,6%). Berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan dan/atau minum obat, prevalensi secara nasional hanya 7,7%, tertinggi didapatkan di Sulawesi Utara (11,4%), dan terendah di Papua (4,2%). Cakupan tenaga kesehatan terhadap

(4)

hipertensi adalah 24,2%, dan dua provinsi dengan cakupan tenaga kesehatan yang cukup tinggi adalah Sulawesi Utara (37,4%) dan Papua Barat (35,3%), sedangkan terendah ditemukan di Sulawesi Barat (13,9%). Perlu diketahui Provinsi Kalimantan Selatan yang mempunyai prevalensi hipertensi tertinggi ternyata cakupan tenaga kesehatan hanya 24,0%. Hal ini berarti bahwa masih ada 76,0% kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis (Rahajeng dan Tuminah, 2009).

Sedangkan hasil Riskesdas (2013) untuk penyakit tidak menular, terutama hipertensi terjadi penurunan dari 31,7% tahun 2007 menjadi 25,8% tahun 2013. Asumsi terjadi penurunan bisa bermacam-macam mulai dari alat pengukur tensi yang berbeda sampai pada kemungkinan masyarakat sudah mulai datang berobat ke fasilitas kesehatan. Terjadi peningkatan prevalensi hipertensi berdasarkan wawancara (apakah pernah didiagnosis nakes dan minum obat hipertensi) dari 7,6% tahun 2007 menjadi 9,5% tahun 2013. Prevalensi hipertensi pada umur ≥18 tahun di Indonesia yang pernah didiagnosis tenaga kesehatan sebesar 9,4%, sedangkan yang pernah didiagnosis tenaga kesehatan atau sedang minum obat hipertensi sendiri sebesar 9,5%. Jadi, terdapat 0,1% penduduk yang minum obat sendiri, meskipun tidak pernah didiagnosis hipertensi oleh nakes. Prevalensi hipertensi di Indonesia berdasarkan hasil pengukuran pada umur ≥18 tahun sebesar 25,8%. Jadi cakupan nakes hanya 36,8%, sebagian besar (63,2%) kasus hipertensi di masyarakat tidak terdiagnosis, prevalensi hipertensi pada perempuan cenderung lebih tinggi dari pada laki-laki.

(5)

Prevalensi hipertensi yang didapat melalui pengukuran pada umur ≥18 tahun, Provinsi Aceh menempati urutan ke 18 dari seluruh provinsi di Indonesia sebesar 30,2% dan urutan ke 5 di Sumatera setelah Riau sebesar 34,0%, Sumatera Selatan sebesar 31,5%, Sumatera Barat sebesar 31,2% dan Kepulauan Riau sebesar 30,3%. Sedangkan yang prevalensi hipertensi tertinggi yakni di kepulauan Bangka Belitung (30,9%), diikuti Kalimantan Selatan (30,8%), Kalimantan Timur (29,6%) dan Jawa Barat (29,4%). Sedangkan (Depkes RI, 2008). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahajeng dan Tuminah (2009) prevalensi hipertensi berdasarkan pengukuran dan termasuk kasus yang sedang minum obat hipertensi (PU1) di Provinsi Aceh yakni 30,2%, prevalensi hipertensi berdasarkan pengukuran, tanpa kasus yang sedang minum obat hipertensi (PU2) yakni 25,1%, prevalensi hipertensi berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan dan/atau minum obat hipertensi (PD/O) 10,0%. Sedangkan Proporsi kasus hipertensi yang telah didiagnosis oleh tenaga kesehatan dan/atau minum yakni 33,1%.

Data dari Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas) Pada tahun 2007. Jumlah penyakit ISPA di Banda Aceh mencapai 35.533 kasus dan diikuti penyakit influenza atau common cold sebanyak 11.389 disusul penyakit kelainan pada lambung yang mencapai 7.343 kasus, penyakit kulit 5.613 kasus, hipertensi 4.998 kasus, diare 3.354 kasus, dan asma 2.813 kasus (Depkes, 2007).

Menurut data Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh Tahun 2013 menunjukkan bahwa jumlah kasus Hipertensi pada tahun 2010 sebanyak 14.672 kasus (9,77%),

(6)

pada tahun 2011 jumlah kasus sebanyak 17.672 kasus (11,54%) dan pada tahun 2012 kasus meningkat secara drastis sebanyak 30.434 kasus (14,83%) dan kasus Hipertesi menempatkan urutan ke 3 (tiga) kasus paling banyak di temukan dalam 10 penyakit terbesar. (data Dinkes Kota Banda Aceh, 2013)

Menurut data yang di peroleh pada ruang rawat jalan Rumah Sakit Umum Meuraxa Kota Banda Aceh. Berdasarkan angka kunjungan pasien di RSU Meuraxa Kota Banda Aceh pada tahun 2011 jumlah kunjungan pasien sebanyak 706 kasus, dengan prevalensi penderita hipertensi pada perempuan sebanyak 362 kasus (51,27%) dan prevalensi penderita hipertensi laki-laki sebanyak 344 kasus (48,73%). Pada tahun 2012 jumlah kunjungan pasien di Rumah Sakit Umum Meuraxa Kota Banda Aceh sebanyak 674 kasus, dengan prevalensi penderita hipertensi pada perempuan cenderung lebih tinggi yakni 352 kasus (52,23%) dan prevalensi penderita hipertensi kelompok laki-laki yakni 322 kasus (47,77%). Sedangkan pada tahun 2013 jumlah kasus penderita hipertensi sebnayak 330 kasus.

Menurut data di ruang rawat inap di Rumah Sakit Umum Meuraxa pada tahun 2011 angka kesakitan pada kasus penderita hipertensi sebanyak 239 kasus dengan prevalensi pada perempuan sebanyak 142 kasus (57,03%) dan pada kelompok laki-laki sebanyak 107 kasus (42,97%), dengan jumlah kematian sebanyak 4 orang. Pada tahun 2012 angka kesakitan sebanyak 267 kasus dengan prevalensi pada perempuan sebanyak 164 kasus (61,42%) dan pada kelompok laki-laki sebanyak 103 kasus (38,58%), dengan jumlah kematian 9 orang. Sedangkan pada tahun 2013 angka

(7)

kesakitan kasus penderita hipertensi sebanyak 219 kasus dengan prevalensi pada kelompok laki-laki cenderung lebih tinggi sebanyak 142 kasus (64,84%) dan pada perempuan sebanyak 77 kasus (35,16%), dengan jumlah kematian sebanyak 6 orang. Kasus hipertensi masih tetap menjadi masalah dari setiap tahunnya. Hal ini membuktikan bahwa setiap tahunnya jumlah kasus hipertensi masih selalu tinggi.

Diperkirakan sekitar 80% kenaikkan kasus hipertensi terutama terjadi di Negara berkembang pada tahun 2025 dari jumlah total 639 juta kasus di tahun 2000. Jumlah ini diperkirakan meningkat menjadi 1.15 miliar kasus di tahun 2025. Prediksi ini didasarkan pada angka penderita hipertensi dan pertambahan penduduk saat ini (Ardiansyah, 2012).

Banyak faktor yang berperan untuk terjadinya hipertensi meliputi faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan (mayor) seperti keturunan (seseorang memiliki potensi untuk mendapat hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi), jenis kelamin (Penyakit hipertensi cenderung lebih tinggi pada jenis kelamin laki-laki dibandingkan perempuan, namun dari umur 55 s/d 74 tahun, sedikit lebih banyak perempuan dibanding laki-laki yang menderita hipertensi), usia (hipertensi paling dominan terjadi pada kelompok umur 31-55 tahun, risiko untuk menderita hipertensi pada populasi ≥55 tahun yang tadinya tekanan darahnya normal adalah 90%. Umumnya tekanan darah bertambah secara perlahan dengan bertambahnya umur dikarenakan elastisitas dinding pembuluh arteri berkurang. (Anies, 2006).

(8)

Hasil analisis di Karanganyar menunjukkan umur semakin tua merupakan faktor risiko hipertensi yaitu usia 46-60 tahun dengan OR = 19,91. Riwayat keluarga juga merupakan faktor risiko hipertensi dengan OR = 6,29 (Sugiharto dkk, 2006).

Perubahan tekanan darah yang sering terjadi pada setiap hari adalah 20-30 mmHg karena emosi, gugup, luapan kegembiraan maupun kerja keras), ras (kulit hitam lebih banyak mengalami hipertensi dibandingkan kulit putih) dan faktor risiko yang dapat dikendalikan (minor) seperti diet (makanan dengan kadar garam tinggi dapat meningkatkan tekanan darah seiring dengan bertambahnya usia), obesitas dapat meningkatkan kejadian hipertensi. Hal ini disebabkan lemak dapat menimbulkan sumbatan pada pembuluh darah sehingga dapat meningkatkan tekanan darah, obesitas/kegemukan (tekanan darah meningkat seiring dengan peningkatan berat badan), merokok (dapat meningkatkan tekanan darah dan cenderung terkena penyakit jantung koroner), kondisi penyakit lain, seperti diabetes melitus tipe 2 cenderung meningkatkan risiko peningkatan tekanan darah 2 kali lipat, olahraga dan minum minuman mengandung alkohol dan stress.

Gaya hidup merupakan faktor terpenting yang sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat. Gaya hidup yang tidak sehat, dapat menyebabkan terjadinya penyakit hipertensi, misalnya; Makanan, aktifitas fisik, stres, dan merokok (Puspitorini, 2009).

Jenis makanan yang menyebabkan hipertensi yaitu makanan yang siap saji yang mengandung pengawet, kadar garam yang terlalu tinggi dalam makanan,

(9)

kelebihan konsumsi lemak (Susilo, 2011). Adapun cara penanganan untuk menurunkan hipertensi adalah dengan beraktifitas secara fisik dan olahraga cukup dan secara teratur. Kegiatan ini secara terbukti dapat membantu menurunkan hipertensi, oleh karena itu penderita hipertensi dianjurkan untuk berolahraga cukup dan secara teratur (Wolf, 2008).

Aktivitas fisik dapat berupa aktivitas harian olahraga yang bersifat aerobik yang dapat meningkatkan kemampuan jantung, otot-otot tubuh, dan paru-paru (Junaidi, 2010). Olahraga juga dikaitkan dengan peran obesitas pada hipertensi. Kurang melakukan olahraga akan meningkatkan kemungkinan timbulnya obesitas dan jika asupan garam juga bertambah akan memudahkan timbulnya hipertensi. Obesitas merupakan suatu keadaan terdapat kelebihan lemak dalam tubuh. Untuk menetapkan keadaan obesitas dan berat badan lebih, sering digunakan acuan indeks massa tubuh (IMT), yaitu berat badan dalam kilogram (kg) dibagi kuadrat tinggi badan dalam meter (m²) (Tambunan, 2007). Seseorang yang memiliki indeks massa tubuh 30 atau lebih dianggap kelebihan berat badan (Dhianningtyas dan Hendrati, 2006).

Beberapa studi menunjukkan bahwa seseorang yang mempunyai kelebihan berat badan lebih dari 20% dan hiperkolesterol mempunyai risiko yang lebih besar terkena hipertensi. Faktor risiko tersebut pada umumnya disebabkan pola hidup (life style) yang tidak sehat. Faktor sosial budaya masyarakat Indonesia berbeda dengan sosial budaya masyarakat di negara maju, sehingga faktor yang berhubungan dengan

(10)

terjadinya hipertensi di Indonesia kemungkinan berbeda pula (Rahajeng dan Tuminah, 2009).

Berdasarkan alasan di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang faktor-faktor yang memengaruhi hipertensi primer pada pasien rawat jalan di poli dalam Rumah Sakit Umum Meuraxa Kota Banda Aceh.

1.2. Permasalahan

Permasalahan pada penelitian ini adalah bagaimanakah faktor-faktor yang memengaruhi hipertensi primer pada pasien rawat jalan di poli dalam Rumah Sakit Umum Meuraxa Kota Banda Aceh.

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi hipertensi primer pada pasien rawat jalan di poli dalam Rumah Sakit Umum Meuraxa kota Banda Aceh.

1.4. Hipotesis

1.4.1. Ada pengaruh asupan garam terhadap terjadinya hipertensi primer pada pasien rawat jalan di poli dalam Rumah Sakit Umum Meuraxa Kota Banda Aceh. 1.4.2. Ada pengaruh pola makan terhadap terjadinya hipertensi primer pada pasien

rawat jalan di poli dalam Rumah Sakit Umum Meuraxa Kota Banda Aceh. 1.4.3. Ada pengaruh aktivitas fisik terhadap terjadinya hipertensi primer pada pasien

(11)

1.4.4. Ada pengaruh obesitas terhadap terjadinya hipertensi primer pada pasien rawat jalan di poli dalam Rumah Sakit Umum Meuraxa Kota Banda Aceh.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Bagi Rumah Sakit Umum Meuraxa

Diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi Rumah Sakit Umum Meuraxa Kota Banda Aceh dalam menangani pasien yang menderita hipertensi primer.

1.5.2. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan penulis dapat menambah pengalaman dan wawasan ilmu pengetahuan serta mampu menerapkan disiplin ilmunya di lapangan khususnya dalam materi Epidemiologi dan penyakit tidak menular.

1.5.3. Bagi Pembaca

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi dan menambah wawasan tentang faktor yang memengaruhi terjadinya hipertensi primer sehingga masyarakat dapat mengantisipasinya.

1.5.4. Institusi Pendidikan

Sebagai bahan kajian dan informasi dalam membimbing mahasiswa berkaitan dengan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya hipertensi primer.

Referensi

Dokumen terkait

Rasio yang digunakan untuk mengukur risiko likuiditas adalah dengan menggunakan dua rasio keuangan, yaitu LDR dan IPR. a) Pengaruh LDR terhadap risiko likuiditas adalah berlawanan

Untuk mendiskusikan problem-problem nyata di industri, maka seminar ini dilaksanakan dalam 2 sesi. Sesi I adalah sesl special lecture yang diisi oleh Prof. Hiroshi Takamatsu,

Sistem informasi merupakan alat penting untuk menciptakan nilai bagi perusahaan yang memungkinkan perusahaan untuk meningkatkan pendapatan atau menurunkan biayanya dengan

[r]

Dalam Penulisan Ilmiah ini, penulis membuat suatu produk grafis dengan cara memodifikasi foto yang dilakukan dalam beberapa tahap yaitu: pemilihan foto, pemotongan,

Masalah yang dirumuskan adalah apakah Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dapat meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas 4 SD Negeri Wonomerto 03

Berdasarkan hasil uji hipotesis dan mengacu pada perumusan serta tujuan dari penelitian ini, kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa masa perikatan auditor

a) Yuwono (1995:3), mengemukakan bahwa pelestarian berarti suatu tindakan pengelolaan atau manajemen suatu satuan wilayah perkotaan atau perdesaan sebagai suatu