• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA PERENCANAAN KARIR DAN KESIAPAN MENIKAH PADA WANITA DEWASA MUDA YANG BEKERJA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA PERENCANAAN KARIR DAN KESIAPAN MENIKAH PADA WANITA DEWASA MUDA YANG BEKERJA"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA PERENCANAAN KARIR DAN KESIAPAN

MENIKAH PADA WANITA DEWASA MUDA YANG BEKERJA

(THE CORRELATION BETWEEN CAREER PLANNNING AND

READINESS FOR MARRIAGE AMONG YOUNG ADULTS WORKING

WOMEN)

Charina Septyandari Pembimbing : Mellia Christia

Program Studi S1 – Fakultas Psikologi Universitas Indonesia

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara perencanaan karir dan kesiapan menikah pada wanita dewasa muda yang bekerja. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain korelasional. Pengukuran perencanaan karir menggunakan alat ukur Career Planning Scale (CPS) yang dikembangkan oleh Gould (1979) dan pengukuran kesiapan menikah menggunakan alat ukur Modifikasi Inventori Kesiapan Menikah (Wiryasti, 2004). Sampel dalam penelitian ini berjumlah 100 orang yang merupakan wanita dewasa muda yang bekerja. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara perencanaan karir dan kesiapan menikah pada wanita dewasa muda yang bekerja (r = 0.241, (p < 0.05). Artinya, semakin baik perencanaan karir individu, maka semakin baik pula kesiapan menikahnya. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa terdapat dua area dalam kesiapan menikah yang memiliki hubungan positif yang signifikan dengan perencanaan karir, yaitu keuangan dan pembagian peran suami-istri. Diketahui pula bahwa area minat dan pemanfaatan waktu luang merupakan area yang menjadi prioritas utama sampel dalam penelitian ini. Aspek demografis seperti usia, pendidikan, pekerjaan, lama bekerja, lama berpacaran, dan rencana menikah diketahui tidak berkorelasi secara signifikan terhadap perencanaan karir dan kesiapan menikah.

Kata kunci: perencanaan karir, kesiapan menikah, wanita, dewasa muda, bekerja ABSTRACT

This study was conducted to determine the relationship between career planning and readiness for marriage among young adults working women. This research is quantitative study with correlational design. The measurement of career planning use Career Planning Scale (CPS) which developed by Gould in 1979, and the measurement of readiness for marriage use Modifikasi Inventori Kesiapan Menikah (Wiryasti, 2004). The sample of this study are 100 young adults working women. The result of this study indicate that there is a significant positive correlation between career planning and readiness for marriage among young adults working women (r = 0.241, (p < 0.05). It means that the better individual career planning, the higher readiness for marriage too.

(2)

Based on the result of this study, it is known that there are two areas of readiness for marriage which had a significant positive correlation with career planning. Those are finances and spousal roles. It is also known that the area of interest and the use of leisure time is a priority area for the sample in this study. The demographic aspects such as age, education, occupation, duration of work, duration of dating, and marriage plan are known to be not significantly correlated to career planning and readiness for marriage. Key words: career planning, readiness for marriage, women, young adults, working

Pendahuluan

Dalam perkembangannya, individu mengalami masa transisi dari masa remaja menuju masa dewasa, yaitu masa dewasa muda yang dimulai dari usia 20 sampai 40 tahun (Papalia, Olds, dan Feldman, 2009). Salah satu tugas perkembangan yang khas pada individu dalam tahapan dewasa muda adalah membentuk komitmen atau hubungan keterikatan yang penting dengan lawan jenisnya melalui ikatan pernikahan (Papalia, Olds dan Feldman, 2009; Miller, 2002). Disamping itu, terdapat juga tugas perkembangan lain yang harus dilakukan oleh individu dewasa muda yaitu memasuki dunia kerja (entering the world of work) (Papalia, Olds, dan Feldman, 2009). Dengan kata lain, tugas perkembangan yang menjadi karakteristik dewasa muda adalah mulai berkarir dan mulai membentuk komitmen dengan pasangan hidup (Havighurst dalam Hurlock, 1990).

Adanya tugas perkembangan yang berbeda dalam waktu yang bersamaan membuat individu seringkali mengesampingkan satu tugas perkembangan demi mencapai tugas perkembangan lainnya. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Elder (1974) bahwa banyak wanita yang memilih untuk mengesampingkan pernikahannya demi memperoleh pencapaian karir. Fakta mengenai wanita yang mengesampingkan pernikahannya demi memperoleh pencapaian karir tersebut cukup banyak dijumpai di Indonesia, dimana berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia tahun 2010 (dalam www.bkkbn.go.id diunduh pada 27 Januari 2012, 10:42 WIB) menunjukkan bahwa rata-rata wanita di daerah perkotaan menikah pada usia 20-22 tahun, hal tersebut dikarenakan partisipasi wanita dalam karir dan pekerjaan sebelum menikah menyebabkan mereka menunda usia untuk menikah. Presentase wanita yang bekerja pun terus meningkat selama tiga tahun (2008-2010) yaitu 37,9% pada tahun 2008, 38,23% pada tahun 2009, dan 38,58% pada tahun 2010 (Data Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia dalam www.depnakertrans.go.id, diunduh pada 7 Januari 2012 15:19 WIB). Undang-Undang tentang Perkawinan No 1/1974 di Indonesia mengenai batas minimum usia menikah juga harus diubah dari 16 tahun menjadi 21 tahun karena dirasa tidak relevan lagi untuk diterapkan dan individu yang berusia 16 tahun dinilai masih belum matang dari segi ekonomi untuk membina suatu hubungan.

Pilihan wanita dewasa muda untuk mendahulukan karir dan menunda pernikahan tersebut dianggap dapat memberikan beberapa keuntungan bagi mereka. Keuntungan tersebut antara lain yaitu dengan berkarir, mereka akan mandiri secara finansial sehingga nantinya tidak harus bergantung pada suami ketika menjalani kehidupan rumah tangga (Unger & Crawford, 1992). Disamping itu, wanita karir merasa yakin bahwa nantinya mereka akan memiliki kualitas pernikahan yang lebih baik dikarenakan memiliki fleksibilitas untuk saling memberikan dukungan finansial dengan pasangannya, sehingga menurunkan kemungkinan terjadinya perceraian (Neeman, Newman & Olivetti, 2008). Dapat dilihat

(3)

bahwa sebenarnya kedua tugas perkembangan yang menjadi karakteristik dewasa muda, yaitu berkarir dan menikah, memiliki keterkaitan satu sama lain, dimana dengan berkarir terlebih dahulu, individu menjadi lebih yakin bahwa dirinya akan memperoleh kehidupan pernikahan yang lebih baik.

Pada dasarnya, sebelum memasuki kehidupan pernikahan, dibutuhkan suatu kesiapan dalam diri individu (Blood, 1969). Kesiapan menikah merupakan keadaan siap atau bersedia dalam berhubungan dengan seorang pria atau seorang wanita, siap menerima tanggung jawab sebagai seorang suami atau seorang istri, siap terlibat dalam hubungan seksual, siap mengatur keluarga dan siap untuk mengasuh anak (Duvall dan Miller, 1985).

Kesiapan menikah itu sendiri nampaknya merupakan hal yang menjadi perhatian individu sebelum menikah pada masa kini. Sebagian besar individu dewasa muda pada abad ini menekankan pentingnya area keuangan untuk dipersiapkan sebelum memasuki kehidupan pernikahan (Papalia, Olds, & Feldman, 2009). Hal tersebut terlihat dari banyaknya dewasa muda yang cenderung merencanakan pernikahan apabila mereka telah memiliki karir yang tetap (Papalia, Olds, & Feldman, 2009).

Individu dewasa muda memiliki tanggung jawab untuk memulai perencanaan karir mereka sendiri serta mengidentifikasi keterampilan, nilai-nilai, kepentingan, dan mencari pilihan karir untuk menetapkan tujuan dan membangun karir mereka (Leibowitz et al., 1986 dalam Adekola, 2011). Perencanaan sebuah karir penting dilakukan oleh individu karena merupakan langkah awal untuk mengembangkan karir mereka (Granrose & Portwood, 1987 dalam Puah & Ananthram, 2006). Dengan memiliki perencanaan karir yang tepat, maka akan diperoleh kemandirian finansial (Purwoko, 2011). Kemandirian finansial itu sendiri mutlak harus dimiliki oleh individu yang akan menikah (Wiryasti, 2004). Hal tersebut didukung oleh pernyataan Blood (1969) bahwa pada dasarnya individu harus memiliki kesiapan penunjang, termasuk di dalamnya kemandirian finansial, untuk dapat dikatakan siap memasuki kehidupan pernikahan.

Berdasarkan berbagai literatur tersebut, dapat diketahui bahwa perencanaan karir dan kesiapan menikah merupakan aspek yang penting untuk dimiliki oleh individu dewasa muda sebelum memasuki kehidupan pernikahan. Namun mengapa fenomena yang terdapat di masyarakat menunjukkan bahwa karir membuat wanita mengesampingkan pernikahannya. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meninjau hubungan diantara keduanya. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran bagi wanita dewasa muda mengenai perencanaan karir dan kesiapan menikah mereka sehingga kedua variabel tersebut dapat dipersiapkan secara lebih baik sebelum memasuki kehidupan pernikahan. Adapun rumusan masalah yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah (1) apakah terdapat hubungan yang signifikan antara perencanaan karir dan kesiapan menikah pada wanita dewasa muda yang bekerja? (2) bagaimana gambaran umum perencanaan karir pada wanita dewasa muda yang bekerja? (3) bagaimana gambaran umum kesiapan menikah pada wanita dewasa muda yang bekerja? Tinjauan Teoritis

(4)

Holman dan Li (1997) mendefinisikan kesiapan menikah sebagai berikut:

a perceived ability of an individual to perform in marital roles, and see it as aspect of the mate selection or relationship development process”.

Dapat diartikan bahwa kesiapan menikah merupakan kemampuan yang dipersepsi oleh individu untuk menjalankan peran dalam pernikahan dan merupakan bagian dari pemilihan pasangan atau proses perkembangan hubungan.

Kesiapan menikah terdiri dari 8 area menurut Wiryasti (2004) yang merupakan rangkuman dari beberapa tokoh dan melalui penyesuaian dengan kondisi di Indonesia. Kedelapan area tersebut antara lain: (1) komunikasi, berkaitan dengan kemampuan individu untuk mengekspresikan ide dan perasaannya kepada pasangan, serta mendengarkan pesan yang disampaikan oleh pasangan; (2) keuangan, berkaitan dengan masalah pengaturan ekonomi rumah tangga; (3) anak dan pengasuhan, berkaitan dengan perencanaan untuk memiliki anak dan cara pengasuhan anak; (4) pembagian peran suami dan istri, berkaitan dengan persepsi dan sikap individu dalam memandang peran-peran dalam rumah tangga, serta kesepakatan pasangan mengenai pembagian peran nantinya sebagai suami dan istri; (5) latar belakang pasangan dan relasi dengan keluarga besar, berkaitan dengan nilai-nilai keluarga besar yang membentuk karakter individu dan relasi antar anggota keluarga, (6) agama, berkaitan dengan nilai-nilai religius yang menjadi dasar pernikahan; (7) minat dan pemanfaatan waktu luang, berkaitan dengan sikap terhadap minat pasangan dan kesepakatan mengenai pemanfaatan waktu luang bagi diri sendiri dan pasangan; (8) perubahan pada pasangan dan pola hidup, berkaitan dengan persepsi dan sikap individu terhadap perubahan pasangan serta pola hidup yang mungkin terjadi setelah menikah.

II.2. Perencanaan Karir

Perencanaan karir didefinisikan oleh Hall dan Associates (1986 dalam Adekola, 2011) sebagai berikut:

“A deliberate process for becoming aware of self, opportunities, constraints, choices and consequences, as well as identifying career related goals, and programming for work, education, and related developmental experience to provide the direction, timing and sequence of steps to attain a specific career goal.”

Dapat diartikan bahwa perencanaan karir merupakan suatu proses menyadari diri sendiri, peluang, kendala, pilihan dan konsekuensi, serta mengidentifikasi tujuan karir, membuat program mengenai pekerjaan, pendidikan dan pengalaman yang berkaitan untuk memberikan arah, waktu dan urutan langkah-langkah dalam mencapai tujuan karir tersebut.

II.3. Wanita Dewasa Muda yang Bekerja

Pandangan terdahulu yang menganggap bahwa idealnya wanita hanya mengurus berbagai urusan rumah tangga mulai berubah seiring berkembangnya zaman. Perubahan tersebut antara lain semakin banyaknya jumlah wanita yang ingin bekerja, adanya perubahan pandangan mengenai peran wanita di tengah masyarakat, serta adanya realisasi di berbagai organisasi bahwa daya saing tidak bergantung pada gender, melainkan menempatkan individu yang tepat pada pekerjaan yang tepat sesuai dengan kemampuannya (Cassell, 2000 dalam Arnold et al., 2010). Representasi dari jumlah wanita yang bekerja juga meningkat secara

(5)

drastis selama tiga dekade terakhir (Boyd & Bee, 2009).

Meningkatnya eksistensi wanita dalam dunia kerja tersebut dilandasi oleh beberapa faktor pendorong. Wanita pada masa sekarang memilih untuk bekerja tidak hanya semata-mata menginginkan sebuah pekerjaan, melainkan secara aktif ingin mengejar karir mereka (Allen & Kalish, 1984). Frieze et al. (1978) juga mengungkapkan beberapa alasan wanita untuk bekerja, yaitu untuk memperoleh biaya hidup, untuk mengembangkan diri, dan untuk mencapai tujuan karir tertentu.

Namun sayangnya, banyak dari wanita bekerja yang mengesampingkan hal penting lain, yaitu pernikahan demi memperoleh pencapaian karir (Elder, 1974). Pilihan untuk berkarir terlebih dahulu dan menunda pernikahan dianggap dapat memberikan keuntungan, yaitu mereka akan mandiri secara finansial sehingga nantinya tidak harus bergantung pada suami (Unger & Crawford, 1992). Disamping itu, wanita bekerja juga merasa yakin bahwa mereka akan memiliki kualitas pernikahan yang lebih baik dikarenakan memiliki fleksibilitas untuk saling memberikan dukungan finansial dengan pasangannya (Neeman, Newman & Olivetti, 2008).

II.4. Dinamika Hubungan antara Perencanaan Karir dan Kesiapan Menikah pada Wanita Dewasa Muda yang Bekerja

Pada dasarnya, setiap individu memiliki tanggung jawab untuk memulai perencanaan karir mereka sendiri serta mengidentifikasi keterampilan, nilai-nilai, kepentingan, dan mencari pilihan karir untuk menetapkan tujuan dan membangun karir mereka (Leibowitz et al., 1986 dalam Adekola, 2011). Tanggung jawab untuk memulai perencanaan karir tersebut dimulai ketika individu berada dalam tahapan dewasa muda karena tugas perkembangan individu dalam tahapan tersebut adalah memasuki dunia kerja (entering the world of work) (Papalia, Olds dan Feldman (2009). Perencanaan sebuah karir penting dilakukan karena merupakan langkah awal untuk mengembangkan karir (Granrose & Portwood, 1987 dalam Puah & Ananthram, 2006).

Perencanaan karir yang tepat dapat membantu individu dalam memperoleh kemandirian finansial (Purwoko, 2011). Kemandirian finansial itu sendiri merupakan hal yang berkaitan dengan tugas perkembangan lain dari individu pada tahapan dewasa muda menurut Papalia, Olds dan Feldman (2009), yaitu membentuk komitmen dengan lawan jenis melalui ikatan pernikahan. Hal tersebut dikarenakan kemandirian finansial merupakan sumber finansial yang penting dan harus dimiliki oleh individu yang akan memasuki kehidupan pernikahan (Wiryasti, 2004).

Sebelum individu memasuki kehidupan pernikahan, diperlukan suatu kesiapan, yang dalam dunia psikologi biasa dikenal dengan istilah kesiapan menikah (Blood, 1969). Blood (1969) menjelaskan bahwa kesiapan menikah terdiri dari dua aspek yaitu kesiapan pribadi dan kesiapan penunjang (circumstantial readiness). Salah satu yang termasuk ke dalam kesiapan penunjang adalah sumber finansial (Blood, 1969). Sumber finansial juga merupakan hal yang berkaitan dengan keuangan individu, dimana hal tersebut termasuk ke dalam salah satu area kesiapan menikah menurut Wiryasti (2004). Sumber finansial merupakan suatu hal yang penting untuk dipersiapkan dalam pernikahan, dimana kebutuhan hidup

(6)

pasangan seperti keperluan rumah, transportasi, makanan, kesehatan, rekreasi, pendidikan dan kebutuhan lainnya diharapkan dapat terpenuhi (DeGenova, 2008). Pentingnya perencanaan karir dan kesiapan menikah dalam rangka membangun sebuah pernikahan serta memenuhi tugas perkembangan dewasa muda telah dijelaskan. Maka berdasarkan hasil studi literatur tersebut, peneliti ingin mengetahui jawaban dari rumusan masalah apakah terdapat hubungan yang signifikan antara perencanaan karir dan kesiapan menikah.

Metode Penelitian

III.1. Tipe dan Desain Penelitian

Berdasarkan aplikasi penelitiannya, penelitian ini tergolong ke dalam applied research karena teknik, prosedur dan metode yang mendasari penelitian ini diaplikasikan untuk mendapatkan informasi yang dapat digunakan untuk memahami suatu fenomena (Kumar, 2005). Berdasarkan tujuan penelitiannya, penelitian ini tergolong ke dalam penelitian korelasional karena tujuan dari penelitian ini yaitu ingin melihat hubungan antara dua variabel. Apabila ditinjau dari cara memperoleh informasinya, penelitian ini tergolong ke dalam pendekatan kuantitatif, dimana pengujian kedua variabelnya dilakukan dengan menghitung skor total yang diperoleh partisipan (Gravetter & Forzano, 2009).

Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dimana tidak terdapat manipulasi yang dilakukan oleh peneliti pada salah satu variabelnya (Seniati, Yulianto & Setiadi, 2005). Berdasarkan jumlah kontak antara peneliti dengan partisipan, desain dalam penelitian ini tergolong ke dalam cross-sectional study design karena peneliti hanya bertemu satu kali dengan partisipan penelitian dalam melakukan pengambilan data (Kumar, 2005).

III.2. Subjek Penelitian

III.2.1. Karakteristik Subjek Penelitian

Karakteristik subjek dalam penelitian ini antara lain yaitu wanita, berada dalam tahapan usia dewasa muda awal (20-30 tahun), bekerja, memiliki pasangan (pacar) dan memiliki rencana untuk menikah dengan pasangannya.

III.2.2.Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan yaitu accidental sampling, dimana peneliti bertemu dengan sampel secara tidak sengaja atau

accidental dan sampel tersebut sesuai dengan karakteristik subjek yang dibutuhkan dalam penelitian ini (Kumar, 2005).

III.2.3.Jumlah Sampel Penelitian

Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 100 orang berdasarkan pertimbangan bahwa semakin besar jumlah sampel, maka akan semakin akurat pula data penelitian yang dihasilkan dalam menggambarkan populasi (Kumar, 2005). Selain itu, Gravetter dan Forzano (2009) juga menyatakan bahwa untuk mendapatkan persebaran data yang mendekati kurva normal diperlukan sampel yang berjumlah minimal 30 orang.

III.3. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Melalui kuesioner, peneliti dapat menyebarkannya secara online karena subyek

(7)

penelitian dapat menyelesaikannya tanpa dipandu oleh peneliti serta anonimitas yang terjaga juga memungkinkan subyek penelitian memberikan jawaban secara jujur (Salkind, 2006). Peneliti menggunakan dua bentuk kuesioner yaitu dalam bentuk booklet dan softcopy yang dikirim berupa link.

III.4. Alat Ukur Penelitian

III.4.1. Alat Ukur Variabel 1 - Modifikasi Inventori Kesiapan Menikah

Modifikasi Inventori Kesiapan Menikah yang digunakan dalam penelitian ini merupakan alat ukur yang disusun oleh Wiryasti (2004) dan merupakan modifikasi dari inventori kesiapan menikah yang sebelumnya dikembangkan oleh Risnawaty (2003). Modifikasi terhadap Inventori Kesiapan Menikah dilakukan oleh Wiryasti (2004) dengan mempertimbangkan aspek-aspek budaya yang terdapat di Indonesia. Wiryasti (2004) juga menambahkan dua area baru yang dianggap perlu untuk diukur yaitu minat dan pemanfaatan waktu luang, dan perubahan pada pasangan dan pola hidup.

Alat ukur ini terdiri dari 8 area dengan total item berjumlah 76. Terdapat 12 item untuk area komunikasi, 8 item untuk area keuangan, 12 item untuk area anak dan pengasuhan, 8 item untuk area pembagian peran suami-istri, 16 item untuk area latar belakang pasangan dan relasi dengan keluarga besar, 8 item untuk area agama, 6 item untuk area minat dan pemanfaatan waktu luang, serta 6 item untuk area perubahan pada pasangan dan pola hidup. Pilihan jawaban yang tersedia dalam alat ukur ini juga diubah oleh Wiryasti (2004) menjadi S (Setuju), R (Ragu-ragu) dan TS (Tidak Setuju). Uji validitas dan reliabilitas Modifikasi Inventori Kesiapan Menikah ini dilakukan oleh Wiryasti terhadap 52 subjek yang terdiri dari 26 laki-laki dan 26 wanita. Berdasarkan hasil uji validitas dengan menggunakan teknik

internal consistency, diketahui bahwa secara keseluruhan alat ukur ini memiliki internal consistency yang baik. Sedangkan, berdasarkan uji reliabilitasnya, alat ukur ini dikatakan reliabel dengan nilai r sebesar 0,7567.

Uji Validitas

Peneliti melakukan uji validitas terhadap Modifikasi Inventori Kesiapan Menikah dengan menggunakan teknik validitas konstruk, tepatnya internal consistency. Uji validitas dilakukan dengan menghitung data yang didapatkan dari 50 subjek dengan kriteria wanita, berusia 20-40 tahun, memiliki pekerjaan dan memiliki pasangan. Diketahui bahwa terdapat 5 item dalam alat ukur tersebut yang memiliki nilai validitas rendah, hingga mencapai minus antara lain yaitu item nomor 26, 28, 35, 46, dan 72. Oleh karena itu, peneliti melakukan eliminasi terhadap 5 item yang memiliki nilai validitas yang rendah (<0.2) (Anastasi & Urbina, 1997), sehingga total item Modifikasi Inventori Kesiapan Menikah berjumlah 71.

Uji Reliabilitas

Peneliti melakukan uji reliabilitas terhadap alat ukur Modifikasi Inventori Kesiapan Menikah dengan menggunakan Cronbach Alpha

(8)

yang didasarkan pada konsistensi respons pada seluruh item dalam alat ukur (Anastasi & Urbina, 1997). Berdasarkan hasil uji reliabilitas tersebut, diketahui bahwa koefisien reliabilitas (α) yang didapat adalah sebesar 0.878, sehingga dapat dikatakan bahwa alat ukur ini reliabel karena memiliki konsistensi skor yang tinggi. Hal tersebut dikarenakan menurut Kaplan dan Saccuzzo (2004) alat ukur dapat dikakatakan memiliki nilai reliabilitas yang baik apabila memiliki nilai korelasi sebesar 0,7 atau lebih.

III.4.2. Alat Ukur Variabel 2 - Career Planning Scale

Career Planning Scale merupakan alat ukur yang dikembangkan oleh Gould (1979) untuk mengukur perencanaan karir. Career Planning Scale

terdiri dari 6 pernyataan, 3 diantaranya item favorable dan 3 lainnya merupakan item unfavorable. Uji reliabilitas pada alat ukur ini dilakukan oleh Gould (1979) pada 277 karyawan yang memiliki kategori pekerjaan antara lain yaitu teknisi, sales, profesional, dan manajer atau administrator.

Berdasarkan uji reliabilitas dengan menggunakan teknik internal consistency, diketahui bahwa alat ukur tersebut memiliki nilai coefficient alpha sebesar 0.80, sehingga dapat dikatakan bahwa alat ukur tersebut secara internal konsisten mengukur perencanaan karir. Selain itu, Gould (1979) juga melakukan uji reliabilitas dengan membagi subjek ke dalam tiga kelompok, dan berdasarkan hasil pengujian tersebut diketahui bahwa

coefficient alpha pada masing-masing kelompok yaitu diatas 0.70. Maka dapat dikatakan pula bahwa alat ukur tersebut nampak secara internal konsisten pada beberapa administrator (Gould, 1979). Sementara itu, pengujian validitas konstruk pada alat ukur ini dilakukan oleh Gould (1979) dengan menggunakan teknik analisis faktor.

Career Planning Scale menggunakan skala Likert yang terdiri dari 6 pilihan jawaban dari STS (Sangat Tidak Sesuai sampai SS (Sangat Sesuai). Namun demikian, peneliti memodifikasi skala tersebut dengan mengubahnya ke dalam 4 pilihan jawaban skala Likert yang terdiri STS (Sangat Tidak Sesuai), TS (Tidak Sesuai), S (Sesuai), dan SS (Sangat Sesuai). Modifikasi skala Likert dilakukan oleh peneliti karena berdasarkan pendapat expert judgement diketahui bahwa pilihan jawaban yang lebih sempit akan memudahkan partisipan untuk mengisi kuesioner. Peneliti melakukan adaptasi terhadap Career Planning Scale dengan melakukan translate - back translate, kemudian expert judgement kepada dua orang ahli. Didapatkan hasil bahwa terdapat beberapa item yang pemilihan katanya perlu diformulasikan ulang untuk memperoleh kalimat yang lebih tepat tanpa mengubah content dalam item.

Peneliti melakukan tryout kualitatif terhadap 5 individu yang merupakan rekan peneliti. Berdasarkan hasil tryout kualitatif tersebut diketahui bahwa tidak terdapat item yang sulit untuk dimengerti oleh partisipan, sehingga peneliti tidak merasa perlu untuk mengubah kembali kalimat dari setiap

(9)

Uji Validitas

Uji validitas dilakukan dengan menghitung data yang didapatkan dari tryout kuantitatif terhadap 50 subjek yang memenuhi karateristik subjek penelitian tersebut. Berdasarkan hasil pengujian validitas alat ukur Career Planning Scale, diketahui bahwa terdapat satu item yaitu item nomor 6 yang memiliki nilai validitas rendah sebesar 0.026 atau dibawah 0.2 yang merupakan batas minimal nilai validitas yang baik (Anastasi & Urbina, 1997). Oleh karena itu, peneliti melakukan eliminasi terhadap satu item yaitu item nomor 6 tersebut untuk meningkatnya nilai validitasnya.

Uji Reliabilitas

Teknik pengujian reliabilitas terhadap alat ukur Career Planning Scale dilakukan dengan menggunakan Cronbach Alpha yang didasarkan pada konsistensi respons pada semua item dalam alat ukur (Anastasi & Urbina, 1997). Dari hasil uji reliabilitas ini, didapatkan hasil bahwa alat ukur Career Planning Scale ini reliabel dengan nilai r sebesar 0,771. Hal tersebut sesuai dengan yang disebutkan dalam Kaplan dan Saccuzzo (2004) bahwa reliabilitas yang dianggap baik biasanya terletak pada korelasi sebesar 0,7 atau lebih.

III.5. Teknik Pengolahan Data

Dalam melakukan proses pengolahan data menggunakan SPSS (Special Package for Social Science), peneliti menggunakan beberapa teknik untuk memudahkan proses analisis data. Adapun teknik yang digunakan adalah (1) Statistik Deskriptif, untuk melihat gambaran umum mengenai karakteristik subjek penelitian berdasarkan nilai rata-rata atau mean, frekuensi, dan presentasi dari skor yang didapatkan. Adapun data yang peneliti olah dalam statistik deskriptif adalah daerah asal tempat tinggal subjek, tingkat pendidikan, pekerjaan, lama bekerja, lama subjek menjalani hubungan dengan pasangannya, dan rencana subjek untuk menikah; (2) Pearson Correlation, untuk melihat besar dan arah hubungan linier antara kedua variabel yang diukur (Gravetter & Wallnau, 2008). Dalam penelitian ini, variabel yang ingin diketahui hubungannya adalah perencanaan karir dan kesiapan menikah; (3) One-Way Analysis of Variance

(ANOVA), untuk melihat signifikansi perbedaan nilai rata-rata atau mean antara dua kelompok atau lebih yang saling berdiri sendiri satu sama lainnya (Gravetter & Wallnau, 2008). Teknik ini digunakan untuk melihat signifikansi perbedaan nilai rata-rata atau mean perencanaan karir dan kesiapan menikah ditinjau dari variabel usia, pekerjaan, lama bekerja, tingkat pendidikan, lama hubungan dengan pasangan, serta rencana menikah dengan pasangan.

Hasil Penelitian

IV.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian

Jumlah subjek dalam penelitian ini adalah 100 wanita dewasa muda awal yang berkerja dan memiliki pasangan, serta berdomisili di berbagai wilayah kota di Indonesia. Diketahui bahwa mayoritas subjek penelitian yaitu sebanyak 58% berdomisili di wilayah DKI Jakarta. Berikut merupakan tabel yang berisikan informasi mengenai gambaran usia dan pendidikan subjek berikut jenis pekerjaan dan lama bekerjanya.

Tabel 4.2. Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Pendidikan, Pekerjaan, dan Lama Bekerja

(10)

Aspek

Demografis Klasifikasi Usia Total 20-25 26-30 Pendidikan SMA/SMK 20 0 20 Diploma 18 0 18 S1 57 5 62 S2 0 0 0 Total 95 5 100 Pekerjaan Pegawai 56 2 58 Profesional 24 2 26 Wiraswasta 8 1 9 Lain-lain 7 0 7 Total 95 5 100

Lama Bekerja 1-12 bulan 53 2 55

13-24 bulan 24 3 27

25-36 bulan 11 0 11

37-48 bulan 6 0 6

>48 bulan 1 0 1

Total 95 5 100

Berdasarkan tabel 4.2, diketahui bahwa sebagian besar subjek penelitian merupakan lulusan S1 dikarenakan memang mereka berusia 20-25 tahun, dimana dalam tahapan usia tersebut umumnya individu baru memperoleh gelar sarjana. Kemudian, sebagian besar dari mereka, yaitu sebanyak 58 % merupakan pegawai yang bekerja di perusahaan. Hal tersebut juga dikarenakan setelah memperoleh gelar sarjana pada umumnya individu akan bekerja di perushaan. Dikarenakan sebagian besar subjek penelitian berprofesi sebagai pegawai fresh graduate di perusahaan, maka lama bekerja mereka dapat dikatakan baru sebentar, yaitu selama 1-12 bulan.

Selain itu, peneliti juga melihat aspek demografis lain yang dapat mendukung hasil penelitian, yaitu lama berpacaran dan rencana menikah subjek.

Tabel 4.3. Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Lama Menjalin Hubungan Pacaran dan Rencana Pernikahan

Aspek

Demografis Klasifikasi Usia Total 20-25 26-30

Lama Berpacaran 1-12 bulan 29 3 32 13-24 bulan 24 2 26 25-36 bulan 12 0 12 37-48 bulan 10 0 10 49-60 bulan 20 0 20 Total 95 5 100 Rencana Pernikahan 2013 19 1 20 2014 23 2 25

(11)

2015 16 0 16

2016 16 0 16

>2016 21 2 23

Total 95 5 100

Berdasarkan Tabel 4.3, diketahui bahwa sebagian besar subjek penelitian, menjalin hubungan berpacaran dengan pasangannya selama 1-12 bulan. Hal tersebut dapat dikarenakan individu yang baru memasuki tahapan usia dewasa muda awal tersebut, sehingga tidak heran apabila sebagian besar dari mereka baru menjajaki hubungan pacaran. Dikarenakan masa pacaran mereka yang belum terlalu lama dan usia yang masih tergolong awal dewasa muda, maka banyak dari mereka yang memiliki rencana menikah pada beberapa tahun kedepan yaitu 2014 dan bahkan 2016 keatas.

IV.2. Gambaran Umum Kesiapan Menikah Wanita Dewasa Muda yang Bekerja

Berdasarkan hasil penghitungan statistik deskriptif yang dilakukan, didapatkan hasil bahwa skor rata-rata minimum kesiapan menikah subjek penelitian adalah 2.13, sementara itu, skor rata-rata maksimumnya adalah 3.10. Tabel 4.6 di bawah ini akan memaparkan mengenai persebaran skor kesiapan menikah secara lebih lanjut. Dapat dilihat pada tabel tersebut bahwa persebaran skor subjek hampir merata proporsinya. Namun, masih lebih didominasi oleh subjek yang termasuk ke dalam kategori skor kesiapan menikah rendah, yaitu dengan presentase sebesar 56% dan 54% sisanya memiliki skor kesiapan menikah yang tergolong tinggi.

Tabel 4.6 Persebaran Skor Kesiapan Menikah Kategorisasi Skor Rata-rata Skor Frekuensi

Kesiapan Menikah

Rendah 1.00 - 2.50 56 56 Kesiapan Menikah

Tinggi 2.60 - 4.00 54 54

Kemudian, berdasarkan penghitungan rata-rata skor subjek pada masing-masing area kesiapan menikah diketahui bahwa rata-rata skor per item paling tinggi ditemui pada area minat dan pemanfaatan waktu luang yaitu sebesar 2.63.

Selanjutnya, peneliti juga melakukan penghitungan untuk melihat gambaran umum skor kesiapan menikah subjek berdasarkan data demografis. Berdasarkan hasil pengolahan data tersebut, diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan mean

kesiapan menikah yang signifikan pada wanita dewasa muda yang bekerja ditinjau dari aspek demografis usia, pendidikan, lama menjalin hubungan berpacaran, maupun rencana menikah. Maka, dapat diartikan bahwa tidak ada perbedaan kesiapan menikahantara subjek yang berusia di bawah rata-rata dan di atas rata-rata, subjek dengan latar belakang pendidikan SMA/SMK, Diploma, S1, dan S2, subjek yang lama berpacarannya di bawah rata-rata dan di atas rata-rata, serta subjek yang akan menikah pada tahun 2013, 2014, maupun subjek yang akan menikah diatas tahun 2014.

IV.3. Gambaran Umum Perencanaan Karir Wanita Dewasa Muda yang Bekerja

Berdasarkan penghitungan yang dilakukan dengan menggunakan teknik statistik deskriptif, diketahui bahwa skor rata-rata minimum subjek penelitian untuk skor perencanaan karir adalah 2.0 dan skor rata-rata maksimumnya adalah 3.2.

(12)

Diketahui bahwa mayoritas subjek, yaitu sebesar 80% memiliki skor perencanaan karir tinggi, sedangkan 20% nya termasuk kedalam kategori skor perencanaan karir rendah. Berikut merupakan tabel yang menjelaskan persebaran rata-rata skor perencanaan karir.

Tabel 4.8 Persebaran Skor Perencanaan Karir Kategorisasi Skor Rata-rata Skor Frekuensi

Perencanaan Karir

Rendah 1.00 – 2.50 20 20 Perencanaan Karir

Tinggi 2.60– 4.00 80 80

Selain melihat persebaran skor perencanaan karir subjek, peneliti secara spesifik juga melakukan penghitungan untuk melihat gambaran umum skor perencanaan karir subjek ditinjau dari data demografis. Berdasarkan hasil pengolahan data, ditemukan bahwa tidak terdapat satupun aspek demografis yang memiliki perbedaan rata-rata skorperencanaan karir yang signifikan. Maka, dapat diartikan bahwa tidak terdapat perbedaan perencanaan karirantara subjek yang berada pada kelompok usia 20-25 tahun dan 25-30 tahun, subjek yang memiliki latar belakang pendidikan SMA/SMK, Diploma, S1, maupun S2, subjek yang bekerja sebagai pegawai, profesional, wiraswasta, maupun pekerjaan lainnya serta subjek yang lama bekerjanya di bawah rata-rata dan di atas rata-rata.

IV.4. Hubungan antara Perencanaan Karir dan Kesiapan Menikah

Berdasarkan penghitungan dengan menggunakan teknik Pearson Correlation, didapatkan hasil bahwa koefiesien korelasi antara perencanaan karir dan kesiapan menikah adalah sebesar r = 0.241 (p < 0.05) dengan arah positif. Artinya, semakin positif atau semakin tinggi perencanaan karir, maka semakin tinggi pula kesiapan menikahnya. Oleh karena adanya hubungan antara kedua variabel dalam penelitian ini, yaitu perencanaan karir dan kesiapan menikah, maka hipotesis null (Ho) dalam penelitian ini ditolak, dan hipotesis alternatif (Ha) diterima. Dengan kata lain, dapat diartikan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara perencanaan karir dan kesiapan menikah pada wanita dewasa muda yang bekerja.

Disamping itu, didasarkan pada keingintahuan, peneliti juga melakukan penghitungan untuk melihat hubungan antara area-area kesiapan menikah dengan perencanaan karir. Berdasarkan penghitungan yang dilakukan, diketahui bahwa terdapat dua area kesiapan menikah yang memiliki hubungan positif dan signifikan dengan perencanaan karir, yaitu keuangan dan pembagian peran suami-istri.

Pembahasan

Hasil penelitian sejalan dengan hipotesis yang telah disusun sebelumnya oleh peneliti, yaitu terdapat hubungan positif yang signifikan antara perencanaan karir dan kesiapan menikah. Artinya, semakin baik perencanaan karir individu, maka akan semakin baik pula kesiapan menikahnya, dan sebaliknya. Hal tersebut relevan dengan studi literatur yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, dimana perencanaan karir dan kesiapan menikah merupakan hal yang sama-sama dianggap penting oleh individu dewasa muda. Seperti yang dijelaskan oleh Papalia, Olds, dan Feldman (2009) bahwa individu pada tahapan usia dewasa muda memang memiliki beberapa tugas perkembangan yang harus

(13)

dilakukan dalam waktu yang bersamaan, yaitu memasuki dunia kerja atau meniti karir dan memilih pasangan hidup serta membuat komitmen hubungan dengan lawan jenisnya melalui pernikahan. Disamping itu, melalui perencanaan karir yang baik akan diperoleh sumber finansial yang merupakan hal penting bagi individu sebelum memasuki kehidupan pernikahan, dimana kebutuhan hidup seperti keperluan rumah, transportasi, makanan, kesehatan, rekreasi, pendidikan dan kebutuhan lainnya diharapkan dapat terpenuhi (DeGenova, 2008). Maka, tidak heran apabila hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara perencanaan karir dan kesiapan menikah, karena untuk dapat dikatakan siap menikah, individu harus siap pula dari segi finansial untuk menjalani kehidupan pernikahannya nanti.

Selanjutnya, secara lebih spesifik, terdapat korelasi positif antara area kesiapan menikah keuangan dengan perencanaan karir, yaitu dengan nilai r sebesar 0.283 (p < 0.01). Hasil analisis tersebut dapat diartikan bahwa kekayaan, stabilitas ekonomi, serta pengendalian keuangan yang baik yang dimiliki secara individual dipengaruhi oleh perencanaan karir yang baik pula. Hal tersebut didukung oleh penyataan Purwoko (2011) bahwa untuk memperoleh keadaan memiliki keuangan yang cukup untuk mendukung seluruh kebutuhan hidup dibutuhkan suatu perencanaan karir yang tepat pula.

Terdapat juga hubungan antara area kesiapan menikah pembagian peran suami-istri dengan perencanaan karir dengan nilai r sebesar 0.214 (p < 0.05). Hal tersebut relevan dengan pernyataan Thompson (1991 dalam DeGenova, 2008) yang menjelaskan bahwa kesepakatan mengenai pembagian peran dalam rumah tangga merupakan hal yang penting, terutama untuk hubungan pasangan itu sendiri dan kualitas hubungan orang tua dengan anak. Dalam konteks penelitian ini, wanita yang bekerja tentunya akan memiliki peran dalam rumah tangga yang berbeda dengan wanita yang tidak bekerja.

Kemudian, berdasarkan perhitungan rata-rata skor subjek penelitian pada setiap area kesiapan menikah diketahui bahwa area yang memiliki rata-rata skor paling tinggi adalah minat dan pemanfaatan waktu luang, yaitu sebesar 2.66. Hal ini menunjukkan bahwa subjek dalam penelitian ini merupakan individu dengan karakteristik menekankan pentingnya kesamaan minat dengan pasangannya. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar subjek berusia awal dewasa muda, dimana dalam tahapan usia tersebut, individu sedang memiliki kebebasan untuk mengeksplor pengalaman, peran, gaya hidup serta hal lain yang mereka minati sebelum berkomitmen dalam hal karir maupun percintaan (Papalia, Olds, dan Feldman, 2009). Disamping itu, pernyataan Miller dan Perlman (2009 dalam Sarwono dan Meinarno, 2009) juga mendukung hasil penelitian ini, bahwa pada dasarnya individu akan merasa lebih senang apabila menemukan orang yang memiliki kesamaan atau kemiripan dengan dirinya, sehingga mereka dapat berbagi minat, pengalaman serta asal usul yang sama.

Gambaran umum persebaran skor kesiapan menikah subjek penelitian hampir merata, yaitu 56% dari keseluruhan subjek diketahui memiliki kesiapan menikah rendah dan 54% lainnya memiliki kesiapan menikah tinggi. Hal ini kemungkinan dapat terjadi karena sebagian besar subjek penelitian, yang berusia 20-25 tahun tersebut, baru menjalani hubungan berpacaran selama 1-24 bulan. Cukup banyak pula dari mereka yang memiliki rencana menikah dalam jangka waktu masih terbilang lama, yaitu hingga diatas tahun 2016. Kemungkinan lain yang menyebabkan persebaran skor kesiapan menikah subjek penelitian lebih banyak di kategori rendah, adalah dikarenakan faktor-faktor lain yang tidak dikontrol dalam penelitian ini.

(14)

Dalam hal perencanaan karir, diketahui bahwa sebagian besar subjek penelitian menunjukkan persebaran skor perencanaan karir kategori tinggi, yaitu sebanyak 80% dan 20% sisanya menunjukkan skor perencanaan karir kategori rendah. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan subjek dalam penelitian ini merupakan wanita dewasa muda awal yang sudah bekerja, sehingga mereka sudah menetapkan tujuan serta rencana mengenai karir mereka kedepannya. Disamping itu, perencanaan karir yang ingin dilihat dalam konteks penelitian ini berdasarkan alat ukur yang digunakan memang fokus pada tahap perencanaan dari segi kognitif saja, tidak sampai tahap implementasi, sehingga memang pada umumnya individu dewasa muda awal sudah memiliki perencanaan dari segi kognitif tersebut.

Selanjutnya, didapatkan hasil pula bahwa tidak terdapat perbedaan mean perencanaan karir dan kesiapan menikah yang signifikan pada setiap kelompok kategorisasi dari data demografis. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Gould (1979) bahwa usia, tingkat pendidikan, dan lama menekuni pekerjaan tidak berhubungan secara signifikan dengan perencanaan karir. Namun, untuk kesiapan menikah, hasil tersebut berkebalikan dengan penjelasan DeGenova (2008) bahwa usia dan tingkat pendidikan mempengaruhi kesiapan menikah individu.

Kesimpulan

Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah terdapat hubungan positif yang signifikan antara perencanaan karir dan kesiapan menikah pada wanita dewasa muda yang bekerja. Diketahui pula informasi tambahan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara perencanaan karir dan dua area kesiapan menikah, yaitu area keuangan dan area pembagian peran suami istri.

Selanjutnya, berdasarkan gambaran umum persebaran skor total kesiapan menikah, diketahui bahwa persebaran skor subjek penelitian cukup merata, namun masih didominasi oleh subjek yang memiliki kesiapan menikah rendah. Sementara untuk perencanaan karir, diketahui bahwa mayoritas subjek penelitian memiliki perencanaan karir tinggi. Sedangkan untuk Apabila ditinjau berdasarkan hasil analisis data yang melibatkan aspek demografis subjek, diketahui bahwa data demografis dan informasi penunjang penelitian tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap perbedaan mean

perencanaan karir dan kesiapan menikah untuk setiap kelompok kategorisasi ditinjau dari variabel usia, tingkat pendidikan, pekerjaan, lama bekerja, lama menjalin hubungan pacaran serta rencana melangsungkan pernikahan.

Saran

Pada penelitian selanjutnya, peneliti menyarankan agar persebaran data demografis subjek lebih diperhatikan lagi sehingga menjadi lebih merata. Pada penelitian selanjutnya, diharapkan peneliti tidak hanya meneliti perencanaan karir dan kesiapan menikah pada wanita saja, melainkan juga pada pria. Dengan begitu, dapat diketahui informasi yang lebih lengkap mengenai kedua belah pihak yang terlibat dalam suatu hubungan. Partisipan penelitian juga sebaiknya tidak hanya wanita yang bekerja saja, melainkan juga yang tidak bekerja karena perencanaan karir juga mungkin dimiliki oleh individu yang tidak bekerja. Kemudian, agar didapatkan gambaran umum perencanaan karir yang lebih luas, maka sebaiknya alat ukur yang digunakan berisikan item-item yang mengukur perencanaan karir secara lebih mendalam. Terakhir, penelitian selanjutnya

(15)

diharapkan dapat mengembangkan penelitian ini, misalnya dengan meneliti perencanaan karir dan kesiapan menikah secara lebih spesifik seperti hubungan perencanaan karir dengan setiap area dari kesiapan menikah

Kepustakaan

Abele, A. E., & Wiese, B. S. (2008). The Nomological Network of Self-Management Strategies and Career Success. Journal of Occupational and Organizational Psychology, 81, 733-749.

Adekola, B. (2011). Career Planning and Career Management as Correlates for Career Development and Job Satisfaction: A Case Study of Nigerian Bank Employees. Australian Journal of Business and Management Research, Vol.1, No.2, 100-112.

Anindyojati, R. (2012). Hubungan anara Cinta (Sternberg’s Triangular Theory of Love) dan Kesiapan menikah pada Dewasa Muda yang Menjalani Long Distance Relationship. Skripsi. Universitas Indonesia.

Allen, S. M. & Kalish, R. A. (1984). Professional Woman and Marriage. Journal of Marriage and The Family, 46 (5), 375-382.

Arnold, J. et al. (2010). Work Psychology: Understanding Human Behavior in the Workplace. England: Financial Times Prentice Hall.

Badger, S. (2005). Ready or Not? Perception of Marriage Readiness among Emerging Adults. Disertasi. Brigham Young University.

Barnett, B. R., & Bradley, L. (2007). The Impact of Organizational Support for Career Development on Career Satisfaction. Career Development International,

12, 617-636.

Blood, R.O., (1969). Marriage (2nd edition). New York: The Free Press. Boyd, D. & Bee, H. L. (2009). Lifespan Development. USA: Pearson.

Caroll, et al. (2009). Ready or Not?: Criteria for Marriage Readiness Among Emerging Adults. Journal of Adolescent Research. Vol. 24, No. 3, Hal. 349. Cartwright, C., & King, V. (2004). California Career Planning Guide 2003-2005. January 15, 2013. http://californiacareers.info

DeGenova, M.K. (2008). Intimate Relationships, Marriages, & Families (7th edition). New York: McGraw-Hill.

Duvall, E.M., & Miller, B.C. (1985). Marriage and Family Development (6th edition). New York: Harper and Row Publishers Inc.

Elder, G. H. (1974). Role Orientation, Marital Age, and Life Patterns in Adulthood. Merrill-Palmer Quarterly of Behavior and development, 18 (1), 3-24.

Fisher, T. A., & Griggs, M. B. (1995). Factors that Influence the Career Development of African-American and Latino Youth. The Journal of Vocational Education Research, 20 (2), 57-74.

Fowers, B. J. & Olson, D. H. (1989). Enrich Marital Inventory: A Discriminant Validity and Cross-Validity Assessment. Journal of Marital and Family.

Frieze, I. H., Parsons, J. E., Johnson, P. B., Ruble, D. N., Zellman, G. I. (1978).

Women and Sex Roles: A Social Psychological Perspective. New York: Norton. Gould, S. (1979). Characteristics of Career Planners in Upwardly Mobile Occupations. Academy of Management Journal, Vol.22, No.3, 539-550.

(16)

Granrose, C. S., & Portwood, J.D. (1987). Matching Individual Career Plans and Organizational Career Management. Academy of Management Journal, Vol.30, No.4, 699-720.

Gravetter, F.J., & Forzano, L.B. (2009). Research Methods for The Behavioral Science. Belmont: Wadsworth.

Gullotta, T. P., Adams, G. R., & Alexander, S. J. (1986). Today’s Marriage and Families. California: Brooks/Cole Publishing Co.

Hall, D. T., & Foster, L. W. (1977). A Psychological Success Cycle and Goal Setting: Goals, Performance, and Attitudes. Academy of Management Journal,

Vol. 20, No. 2, 282-290.

Holman, T. B., Larson, J.H., & Harmer, S.L. (1994). The Development and Predictive Validity of a New Premarital Assessment Instrument: The Preparation for Marriage Questionnaire. Journal of Family Relations, Vol. 43 (1), 46-53. Holman, T. B. & Li, B. D. (1997). Premarital Factors Influencing Perceived Readiness for Marriage. Journal of Family Issues, Vol. 18 (2), 124-144.

Issacson, L. E. (1985). Basics of Career Counseling. Newton, MA: Allyn and Bacon.

Kaplan, R. M., & Saccuzzo, D. P. (2004). Psychological Testing: Principles, Applications, and Issues (6th Ed.). Canada: Wadsworth Cengage Learning. Khasawneh, S. (2010). Factors Influencing the Career Planning and Development of University Students in Jordan. Australian Journal of Career Development, Vol. 19, No.2, 41-48.

Koen et al. (2010). Job Search Strategies and Reemployment Quality: The Impact of Career Adaptability. Amsterdam: Department of Work and Organizational Psychology, University of Amsterdam.

Kumar, R. (2005). Research Methodology (2nd edition). London: Sage Publication.

Morris, M. L. & Carter, S. A. (1999). Transition to Marriage: A Literature Review. Journal of Family and Consumer Science Education, Vol. 17 (1). Mosko, J. E. & Pistole, M. C. (2010). Attachment and Religiousness: Contribution to Young Adult Marital Attitudes and Readiness. The Family Journal Counseling and Therapy for Couples nad Families. Vol. 18, No. 2, Hal. 127-135.

Neeman, Z., Newman, A. F., & Olivetti, C. (2008). Are Career Woman Good for Marriage?. Boston: Research by Department of Economics, Boston University.

Oktrina, H. S. (1998). Penyesuaian Perkawinan Antar Etnik: Studi Kualitatif pada Wanita Batak yang Menikah dengan Pria Suku Lain. Depok: Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia.

Olson, D. & DeFrain, J. (2006). Marriage and Family Intimacy, Diversity, and Strengths (5th edition). New York: McGraw-Hill.

Papalia, D.E., Olds, S.W., & Feldman, R.D. (2009). Human Development (11th edition). NewYork: McGraw-Hill.

Pearson, C. & Ananthram, S. (2008). Career Development, Job Satisfaction, and Career Commitment: Evidence from the Singaporean Hospitality Industry.

(17)

Puah, P. & Ananthram, S. (2006). Exploring the Antecedents and Outcomes of Career Development Initiatives: Empirical Evidence from Singaporean Employees. Research and Practice in Human Resource Management, 14 (1), 112-142.

Purwoko, B. J. (2011). Perencanaan dan Pengembangan Karir Menuju Kebebasan Finansial.

Saks, A. M., & Ashforth, B. E. (2002). Is Job Search Related to Employment Quality? It all Depends on the Fit. Journal of Applied Psychology, 87, 646-654. Sarwono, S. W. (2005). Families in Global Perspective: Families in Indonesia.

In Jaipaul L. Roopnarine & Uwe P. Gielen (Ed). USA: Pearson Education, Inc. Seccombe, K. & Warner, R. L. (2004). Marriages and Family: Relationship in Social Context. Canada: Wadsworth/Thomson Learning, Inc.

Seniati, L., Yulianto A., & Setiadi, B. N. (2009). Psikologi Eksperimen. Jakarta: PT Indeks.

Unger, R. & Crawford, M. (1992). Woman & Gender: A Feminist Psychology.

New York: McGraw-Hill.

Waddell, J., & Bauer, M. (2005). Career Planning and Development for Students: Building a Career in a Professional Practice Discipline. Canadian Journal of Career Development Vol 4, No 2.

Wiryasti, C. H. (2004). Modifikasi dan Uji Validitas dan Reliabilitas Inventori Kesiapan Menikah. Tesis. Depok: Universitas Indonesia.

www.depnakertrans.go.id, diunduh pada 7 Januari 2012 15:19 WIB www.bps.go.id diunduh pada 7 Januari 2012 15:36 WIB

Gambar

Tabel 4.3. Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Lama Menjalin Hubungan  Pacaran dan Rencana Pernikahan
Tabel 4.6 Persebaran Skor Kesiapan Menikah
Tabel 4.8 Persebaran Skor Perencanaan Karir  Kategorisasi Skor  Rata-rata 	
Skor  Frekuensi

Referensi

Dokumen terkait

kepercayaan (α) 5%, menunjukan bahwa keinginan untuk mengurangi kemacetan, tingkat pendidikan, rata-rata pengeluaran bahan bakar, tingkat pendapatan, dan durasi terkena

Untuk memperoleh pertumbuhan pembibitan yang optimal sebagai sumber pakan, beberapa langkah awal penting yang akan dilaksanakan adalah melakukan uji diameter stek

Tentang Aparatur Sipil Negara Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi, Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hidrolisis selulosa dari sabut kelapa menggunakan campuran enzim selulase dari A.niger dan T.reesei 1:2 pada pH 5 dengan

OM Berasal dari Kata AUM atau singkatan dari kata ANG UNG dan MANG yang merupakan aksara suci dari Tuhan yang Maha Esa dalam wujud Dewa Trimurti (Brahma = Ang, Wisnu = Ung, dan Siwa

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis jamur antagonis isolat lokal yang berasal dari isolasi tanah di daerah lahan pertanaman kentang Kecamatan

Peningkatan kemampuan memberi penjelasan pada siswa kelas eksperimen terbukti secara signifikan lebih tinggi di banding kontrol, hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran