• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalah proses mempengaruhi kegiatan-kegiatan kelompok yang terorganisir dalam. usaha-usaha menentukan tujuan dan mencapainya.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalah proses mempengaruhi kegiatan-kegiatan kelompok yang terorganisir dalam. usaha-usaha menentukan tujuan dan mencapainya."

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1. Pengertian Kepemimpinan

Menurut Kartono (2004:189) bahwa “Kepemimpinan atau Leadership adalah proses mempengaruhi kegiatan-kegiatan kelompok yang terorganisir dalam usaha-usaha menentukan tujuan dan mencapainya”.

Kepemimpinan merupakan segmen (bagian) penting dari organisasi perusahaan dan industri dalam mana organisasi tersebut tersusun atas dasar pembagian fungsi-fungsi yang berbeda, yang harus dilaksanakan. Jadi ada perbedaan peranan atau tugas bagi setiap individu dalam organisasi yang menentukan adanya kepemimpinan. Dengan adanya bermacam-macam peranan dan tugas tersebut, terjadilah regulasi/pengaturan dan koordinasi yang dilakukan oleh pemimpin.

Perubahan yang kian cepat dan persaingan bisnis yang kian ketat menuntut berbagai organisasi untuk bergerak gesit, strategis, dan berfokus penuh pada bisnis masing-masing. Hampir semua aspek kerja dipengaruhi oleh, dan tergantung kepada kepemimpinan. Artinya, kepemimpinan sangat menentukan keberhasilan sebuah organisasi untuk memenangkan persaingan secara berkelanjutan (sustainable competitive advantage).

Menurut Kartono (2009:34) bahwa “Pemimpin mempunyai sifat, kebiasaan, tempramen, watak dan kepribadian sendiri yang unik khas sehingga

(2)

tingkah laku dan gayanya yang membedakan dirinya dengan orang lain. Gaya atau

Style hidupnya itu pasti akan mewarnai perilaku dan tipe Kepemimpinannya.”

Pemimpin adalah pribadi yang memiliki kecakapan khusus, dengan atau tanpa pengangkatan resmi dapat mempengaruhi kelompok yang dipimpinnya, untuk melakukan usaha bersama mengarah pada pencapaian sasaran-sasaran tertentu. Kemampuan mengkonsepsikan sekaligus menjabarkan tujuan-tujuan umum yang jelas, bersikap adil dan tidak berat sebelah, sanggup membawa kelompok kepada tujuan yang pasti dan menguntungkan, membawa pengikutnya kepada kesejahteraan, dan lain-lain. Dia juga mampu membangkitkan kekuatan rasional dan kekuatan emosional pada anak buahnya, yang bisa menggugah kekuatan raksasa untuk membangun atau untuk menghancurkan.

Menurut Kartono (2009:61) bahwa ”Kepemimpinan juga dapat dilihat sebagai produk satu keadaan, yang ditentukan oleh tiga faktor, yaitu: pribadi pemimpin dengan cara hidup dan filsafat hidupnya, struktur kelompok dengan ciri-ciri khasnya, dan problema dan kejadian-kejadian yang berlangsung pada saat itu”.

Menurut Pace dan Faules (2005:280) bahwa:

Salah satu teori gaya kepemimpinan yang paling banyak didiskusikan adalah yang dikemukakan Blake dan Mouton (1964), yang semula disebut kisi manajerial (managerial grid) tapi kini disebut kisi kepemimpinan (1991). Kisi ini berasal dari hal-hal yang mendasari perhatian manajer: perhatiannya pada tugas atau pada hal-hal yang telah direncanakan untuk diselesaikan oleh organisasi, dan perhatian kepada orang-orang dan unsur-unsur organisasi yang mempengaruhi mereka. Kisi ini menggambarkan bagaimana perhatian pemimpin pada tugas dan pada manusia berkelindan sehingga menciptakan gaya pengelolaan dan kepemimpinan.

(3)

2.1.2. Pengambilan Keputusan Pemimpin

Menurut Nawawi (2005:76): “Pengambilan keputusan dilakukan dalam bentuk pembuatan perencanaan, harus sesuai dengan tugas pokoknya”. Dalam kondisi ketidakpastian dengan banyak perubahan yang mendadak, maka aktivitas pengambilan keputusan merupakan unsur yang paling sulit dalam manajemen, namun juga merupakan usaha yang paling penting bagi pemimpin.

Dalam pegambilan keputusan tersebut tercakup kemahiran menyeleksi dan menentukan keputusan yang paling tepat dari sekian banyak alternative jawaban atau pemecahan masalah. Selanjutnya karena dibebani oleh tanggung jawb etis, maka merupakan tugas yang cukup berat untuk mamastikan satu keputusan di tengah situasi yang tidak menentu, yang belum dikenal sebelumnya, atau yang sering muncul dengan mendadak.

Menurut Stoner (2003:145):

Dalam kondisi sedemikian, kepemimpinan merupakan fungsi dari keefektifan operasional pada pengambilan keputusan di satu organisasi atau administrasi. Apabila pemimpin mampu dengan tangkas, cerdas, cepat dan arif bijaksana mengambil keputusan yang tepat, maka organisasi atau administrasi bisa berfungsi secara efektif dan produktif.

Para pemimpin yang berhasil bergantung pada perilaku, tindakan yang tepat, bukan pada ciri pribadi serta keterampilan. Dan dapat menggunakan jenis keterampilan. Dan dapat menggunakan keterampilan manusiawi, dan keterampilan konseptual. Meskipun ketiga keterampilan itu dalam prakteknya saling berkaitan, ketiganya dapat diuraikan secara terpisah.

1) Keterampilan teknis (technical skill) mengacu pada pengetahuan dan keterampilan seseorang dalam salah satu jenis proses atau teknis.

(4)

2) Keterampilan manusiawi (human skill) adalah kemampuan bekerja secara efektif dengan orang-orang dan membina kerja tim.

Menurut Ceteora dan Graham (2007:171):

Pembuatan keputusan oleh manajemen tingkat puncak pada umumnya ditemukan didalam situasi dimana kepemilikan keluarga atau kerabat dekat memberikan kendali yang absolut kepada para pemilik, dan dimana bisnis yang ada cukup kecil untuk memungkinkan pembuatan keputusan yang tersentralisasi.

Berdasarkan definisi-definisi tersebut maka kepemimpinan adalah aktivitas dan pola perilaku yang secara konsisten diterapkan dalam bekerja dengan dan melalui orang lain. Manusia dalam organisasi adalah sumber daya yang dinamis, mudah berubah, dan memiliki keinginan-keinginan di dalam diri pribadinya sehingga memerlukan seorang pemimpin agar keinginan pribadi selaras dengan tujuan organisasi, perusahaan maupun lembaga pemerintahan.

Pengarahan terhadap semua usaha-usaha pekerja dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi, perusahaan maupun lembaga pemerintahan harus diberikan oleh pemimpin sehingga kepemimpinan tersebut dapat menjadi efektif.

Konsep mengenai karakteristik kepemimpinan dikaitkan dengan 3 hal penting yaitu:

1. Kekuasaan

Kekuasaan adalah karakteristik khas dari pemimpin yang sukses dalam bisnis dan bidang lainnya. Kekuasaan dilakukan utuk mempengaruhi orang lain, dengan kata lain berusaha untuk mengontrol sumber daya termasuk sumber daya manusia.

(5)

2. Kreatifitas

Dalam kreatifitas pemimpin dituntut untuk menggunakan kemampuan berpikirnya agar dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang terdapat didalam perusahaan yang dipimpin.

3. Tindakan tegas

Tindakan tegas merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari karisma yaitu tampil gagah dan bertindak dengan tegas, belajar mengekspresikan perasaan pemimpin secara lebih jelas dan menjadi lebih semangat, optis dan energik.

Tujuan kepemimpinan adalah untuk membantu orang untuk menegakkan kembali, mempertahankan dan meningkatkan motivasi mereka. Jadi, pemimpin adalah orang yang membantu orang lain untuk memperoleh hasil-hasil yang diinginkan.

Menurut Pace dan Faules (2007:276):

Kepemimpinan diwujudkan melalui gaya kerja (operating style) atau cara bekerja sama dengan orang lain secara konsisten. Melalui apa yang dikatakannya (bahasa) dan apa yang diperbuatnya (tindakan), seseorang membantu orang-orang lainnya untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Cara seseorang berbicara kepada yang lainnya dan cara seseorang bersikap di depan orang lain merupakan suatu gaya kerja.

2.1.3. Gaya Kepemimpinan

Gaya Kepemimpinan (Leadership style) seorang pemimpin akan sangat berpengaruh terhadap kinerja karyawan dan pencapaian tujuan. Pemilihan Gaya Kepemimpinan yang benar dan tepat dapat mengarahkan pencapaian tujuan perorangan maupun tujuan organisasi, perusahaan, maupun lembaga pemerintahan. Dengan Gaya Kepemimpinan yang tidak sesuai dapat

(6)

mengakibatkan pencapaian tujuan perusahaan akan terbengkalai dan pengarahan terhadap karyawan akan menjadi tidak jelas, dimana hal ini dapat mengakibatkan ketidakpuasan pada anggota atau karyawan.

Menurut Pace dan Faules (2007:277):

Gaya mengendalikan menimbulkan suatu intonasi, suara, cara bereaksi, penggunaan kata-kata dan frase khas, dan beberapa sikap serta tindakan yang komplementer, saling berkaitan, dan terpola. Untuk mengenali gaya pengendalian, semua unsur gaya-intonasi suara, tindakan, kata-kata dan frase harus digabungkan menjadi suatu persepsi yang konsisten dan terpadu yang kita namakan pengendalian.

Terdapat tiga macam model Gaya Kepemimpinan secara umum, yaitu Demokratis, Otoriter, dan Bebas. Ketiga Gaya Kepemimpinan ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Pada penelitian ini mengkaji ketiga Gaya Kepemimpinan tersebut menurut Pace dan Faules (2007:279), yaitu:

”1. Gaya Kepemimpinan Demokratis. 2. Gaya Kepemimpinan Otoriter 3. Gaya Kepemimpinan Bebas”. Ad.1. Gaya Kepemimpinan Demokratis

Kepemimpinan demokratis adalah kepemimpinan yang aktif, dinamis dan terarah. Kegiatan-kegiatan pengendalian dilaksanakan secara tertib dan bertanggung jawab. Pembagian tugas-tugas yang disertai pelimpahan wewenang dan tanggung jawab yang jelas, memungkinkan setiap anggota berpartisipasi secara aktif. Dengan kata lain setiap anggota mengetahui secara pasti sumbangan yang dapat diberikannya untuk mencapai tujuan kelompok atau organisasinya. Selain itu dapat diketahui bagaimana melaksanakannya secara efektif dan efisien.

(7)

Ad.2. Gaya Kepemimpinan Otoriter

Kepemimpinan ini menempatkan kekuasaan ditangan satu orang atau sekelompok kecil orang yang diantara mereka tetap ada seseorang yang paling berkuasa. Pemimpin bertindak sebagai pengusaha tunggal. Orang-orang yang dipimpin jumlahnya lebih banyak, merupakan pihak yang dikuasai, yang disebut bawahan atau anak buah. Kedudukan dan tugas anak buah (bawahan) semata-mata sebagai pelaksana keputusan, perintah dan bahkan kehendak pimpinan.

Bawahan tidak boleh dan tidak diberi kesempatan berinisiatif, mengeluarkan pendapat dan menyampaikan kreativitasnya. Hal ini dipandang sebagai bentuk penyimpangan dan dianggap membangkang.

Ad.3. Gaya Kepemimpinan Bebas

Kepemimpinannya dijalankan dengan memberikan kebebasan penuh pada orang yang dipimpin dalam mengambil keputusan dan melakukan kegiatan (berbuat) menurut kehendak dan kepentingan masing-masing baik secara perseorangan maupun berupa kelompok-kelompok kecil. Pimpinan hanya memfungsikan dirinya sebagai penasihat, yang dilakukan dengan memberi kesempatan untuk berkompromi atau bertanya bagi anggota kelompok yang memerlukannya.

Gaya Kepemimpinan yang baik dan terkoordinasi akan menciptakan fungsi kinerja yang baik pada karyawan. Dengan adanya kerjasama dalam organisasai maka akan tercipta hubungan kerja yang serasi antara pimpinan dengan bawahannya. Tanggung jawab dan disiplin kerja yang berorientasi

(8)

memuaskan akan menunjang keberhasilan perusahaan yang dipimpin begitu juga dengan peningkatan kinerja karyawan.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa indikator yang harus dipenuhi agar gaya kepemimpinan berhasil mencapai tujuan organisasi, yaitu (Kartono, 2009:65):

”1. Pembagian tugas disertai pelimpahan wewenang

2. Memberikan kesempatan berpartisipasi aktif dalam pembuatan kebijakan

3. Memberikan penjelasan kepada anggota atas tujuan yang dicapai. 4. Memberikan kebebasan untuk bekerjasama dengan orang lain 5. Mempunyai hubungan yang baik dengan bawahan”.

1. Pembagian tugas disertai pelimpahan wewenang

Pimpinan harus mendelegasikan pelaksanaan tugas kepada bawahan yang disertai dengan pelimpahan wewenang untuk membuat kebijakan yang berhubungan dengan pelaksanaan tugas yang diberikan.

2. Memberikan kesempatan berpartisipasi aktif dalam pembuatan kebijakan Pimpinan yang baik menghargai dan berupaya mengembangkan potensi bawahan. Potensi bawahan hanya dapat dikembangkan dengan cara melibatkannya secara penuh dalam pembuatan berbagai keputusan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan.

3. Memberikan penjelasan kepada anggota atas tujuan yang dicapai

Organisasi merupakan unit-unit yang terpisah tetapi terpadu pada satu tujuan. Jika bawahan tidak mengetahui tujuan dari pelaksanaan tugas maka masing-masing unit organisasi atau bawahan akan bekerja sendiri-sendiri dan

(9)

hasil pekerjaan juga menjadi tidak terpadu. Oleh karena itu pemimpin yang berhasil akan menyadari pentingnya bawahan mengetahui tujuan bersama yang akan dicapai.

4. Memberikan kebebasan untuk bekerjasama dengan orang lain

Tujuan yang telah ditetapkan hanya dapat dicapai apabila terdapat kerjasama yang baik dengan orang lain. Pimpinan harus memberi kebebasan kepada bawahan untuk saling bekerjasama agar pencapaian tujuan menjadi lebih mudah.

5. Mempunyai hubungan yang baik dengan bawahan

Pemimpin yang berhasil akan meletakkan diri di tengah-tengah bawahan tanpa harus terlalu jauh terlibat dalam pelaksanaan kegiatan. Pimpinan yang demikian akan mendengarkan setiap keluhan atau masalah dari bawahan dan mencari cara pemecahan yang paling menguntungkan.

Situasi dan kondisi lingkungan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap pelaksanaan kepemimpinan. Oleh karena itu, pemimpin wajib untuk berusaha menguasai keadaan lingkungan yang dihadapi dan menjadikannya sebagai suatu kondisi yang menguntungkan. Berikut pendapat para ahli dalam Tjiharjadi (2007:8):

1) Menurut Maxwell yakni bahwa ukuran sejati dari kepemimpinan

adalah pengaruh – tidak lebih, tidak kurang. Definisi kepemimpinan tersebut merupakan definisi yang paling singkat tetapi sarat makna.

2) Menurut Waldock dan Kelly Rawat kepemimpinan tidak dihubungkan

dengan posisi atau jabatan tertentu, tetapi dihubungkan dan melekat pada kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain serta menyebutkan bahwa pengaruh adalah jantung kepemimpinan.

(10)

3)

Menurut Walters bahwa kepemimpinan merupakan suatu seni tersendiri yang dipelajari dan diterapkan dengan hati-hati.

4) Menurut Clawson kepemimpinan sebagai suatu kesadaran dan

keinginan untuk mempengaruhi orang lain, mereka kemudian memberikan tanggapan atas keinginan sendiri untuk mengikutinya. Beberapa definisi lainnya mengenai kepemimpinan dalam Tjiharjadi (2007:9) sebagai berikut:

1)

Menurut Ordway Tead (dalam The Art of Leadership) kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi orang agar mereka mau bekerjasama untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

2)

Menurut George R. Terry (dalam Principle of Management) kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi orang-orang agar mereka suka berusaha mencapai tujuan-tujuan kelompok.

3) Menurut Howard H. Hoyt (dalam Aspect of Modern Public

Administration) kepemimpinan adalah seni untuk mempengaruhi

tingkah laku manusia, kemampuan untuk membimbing orang.

Berdasarkan pengertian kepemimpinan diatas saya menyimpulkan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan seseorang dalam memepengaruhi orang lain untuk melaksanakan tugas sesuai dengan keinginannya, untuk mencapai tujuan bersama yang telah disepakati sebelumnya.

2.1.3.1. Tipe Gaya Kepemimpinan

Pemimpin mempunyai sifat, kebiasaan, tempramen, watak, dan kepribadian yang unik dan khas, sehingga tingkah laku dan gayanya itulah yang membedakan dirinya dengan orang lain.

Watak dan tipe pemimpin atas tiga pola dasar, yaitu : - Berorientasi tugas (task orientation)

- Berorientasi hubungan kerja (relationship orientation) - Berorientasikan hasil yang efektif (effectiveness orientation)

(11)

Berdasarkan pada penonjolan ke tiga orientasi tersebut, dapat ditentukan delapan tipe kepemimpinan menurut Tjiharjadi (2007:10) yaitu :

1) Tipe desester (pembelot)

Sifatnya : bermoral rendah, tidak memiliki rasa keterlibatan, tanpa pengabdian, tanpa loyalitas dan ketaatan.

2) Tipe birokrat

Sifatnya : patuh pada peraturan dan norma-norma;manusia organisasi, tepat, akurat/ cermat, keras, berdisiplin.

3) Tipe missionary (misionaris)

Sifatnya : terbuka, penolong, lembut hati, ramah-tamah, religius. 4) Tipe developer (pembangunan)

Sifatnya : kreatif, dinamis, inovatif, memberikan/ melimpahkan wewenang dengan baik, menaruh kepercayaan kepada bawahan.

5) Tipe otokrat

Sifatnya : keras, diktator, egois, keras kepala, sombong. 6) Benevolent autocrat (otokrat yang bijak)

Sifatnya : lancar, tertib, ahli dalam mengorganisir, besar rasa keterlibatan diri (feeling of belongingness)

7) Tipe compromiser (mudah berkompromi)

Sifatnya : selalu mengikuti angin, tanpa pendirian, tidak mempunyai keputusan, berpandangan pendek, tak punya kepribadian yang kuat. 8) Tipe eksekutif

Sifatnya : bermutu tinggi, dapat memberikan motivasi yang baik, berpandangan jauh, dan tekun.

2.1.3.2. Persyaratan Penerapan Gaya Kepemimpinan

Menurut Kartono (2009:65) bahwa konsepsi mengenai kepemimpinan itu harus selalu dikaitkan dengan tiga hal penting, yaitu :

1. Kekuasaan : ialah kekuatan, otoritas dan legalitas yang memberikan wewenang kepada pemimpin untuk mempengaruhi dan menggerakkan agar berbuat sesuatu.

2. Kewibawaan : ialah kelebihan, keunggulan/ superioritas, keutamaan, sehingga ia mampu mengatur orang lain; dan orang lain akan patuh kepada pemimpin, kemudian bersedia melakukan perbuatan-perbuatan tertentu

3. Kemampuan : ialah segala daya, kesanggupan, kekuatan dan kecakapan-ketrampilan teknis maupun sosial, yang dianggap melebihi atau lebih unggul dari kemampuan anggota biasa.

(12)

Adapun fungsi kepemimpinan organisasional (pemimpin di dalam organisasi) menurut Kartono (2009:67) ialah:

1. Memprakarsai struktur organisasi;

2. Menjaga adanya koordinasi dan integritas organisasi, supaya semuanya beroperasi secara efektif;

3. Merumuskan tujuan institusional atau organisasional, dan menentukan sarana serta cara-cara yang efisien untuk mencapai tujuan tersebut; 4. Menengahi pertentangan dan konflik-konflik yang muncul, dan

mengadakan evaluasi serta evaluasi-ulang;

5. Mengadakan revisi, perubahan, inovasi pengembangan, dan penyempurnaan dalam organisasi.

2.1.3.3. Asas-asas Kepemimpinan dan Teknik Kepemimpinan

Asas-asas kepemimpinan yang baik menurut Kartono (2009:69) adalah : 1. Kemanusiaan mengutamakan sifat-sifat kemanusiaan, pembimbingan

manusia oleh manusia untuk mengembangkan potensi dan kemampuan setiap individu demi tujuan-tujuan human.

2. Efisiensi : efisiensi teknis maupun sosial, berkaitan dengan terbatasanya sumber-sumber material, dan bernilainya sumberdaya manusia, atas prinsip penghematan, dan adanya nilai-nilai ekonomis, serta asas-asas manajemen modern.

3. Kesejahteraan dan Kebahagiaan yang lebih merata menuju pada taraf kehidupan rakyat/masyarakat yang lebih tinggi.

Teknik kepemimpinan adalah kemampuan dan kemahiran teknis serta ketrampilan sosial pemimpin dalam menerapkan teori-teori kepemimpinan pada praktek/kehidupan serta organisasi; melingkup konsep-konsep pemikiran, perilaku sehari-hari, dan semua peralatan yang dipakai.

Teknik kepemimpinan juga dapat dirumuskan sebagai cara bertindaknya pemimpin dengan bantuan alat-alat fisik dan kemampuan psikis untuk mewujudkan kepemimpinannya. Penguasaan teknik-teknik kepemimpinan ini akan mendorong setiap anggota kelompok untuk melaksanakan segenap tugas kewajiban dengan kesadaran dan tanggung jawab penuh.

(13)

Kategori teknik kepemimpinan menurut Gomes (2003:163) antara lain : 1. Etika Profesi Pemimpin , terdapat lima kriteria :

a. Pengetahuan (knowledge)

b. Aplikasi yang kompeten (competent application) c. Tanggung jawab sosial (social responsibility) d. Pengontrolan diri (Self controlling)

e. Sanksi masyarakat (community sanction)

2. Kebutuhan dan Motivasi (manusia), dapat dibagi dalam tiga kategori : a. Kebutuhan tingkat vital biologis, yaitu berupa : sandang, pangan,

papan atau tempat tinggal, perlindungan (rasa aman), air, udara, dll b. Kebutuhan tingkat sosio budaya (human-kultural), yaitu berupa :

studi, empati, cinta kasih, pengakuan diri, penghargaan, status sosial, prestise, ilmu pengetahuan, kebutuhan berkumpul.

c. Kebutuhan tingkat religius (metafisik, absolut), yaitu berupa : kebutuhan merasa terjamin, aman sentosa bahagia di dunia dan akhirat, dan kebutuhan untuk bersatu manunggal dengan Tuhan Yang Maha Esa.

3. Dinamika Kelompok

4. Komunikasi dan Ketrampilan sosial 5. Kemampuan pengambilan Keputusan.

2.1.3.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Gaya Kepemimpinan

Dalam melaksanakan aktivitasnya bahwa pemimpin dipengaruhi oleh berbagai macam faktor menurut Gomes (2003:164), yaitu:

1. Kepribadian (personality)

Pengalaman masa lalu dan harapan pemimpin, hal ini mencakup nilai-nilai, latar belakang dan pengalamannya akan mempengaruhi pilihan akan gaya kepemimpinan.

2. Harapan dan perilaku atasan

Karakteristik, harapan dan perilaku bawahan mempengaruhi terhadap apa gaya kepemimpinan.

3. Kebutuhan tugas

Setiap tugas bawahan juga akan mempengaruhi gaya pemimpin. Iklim dan kebijakan organisasi mempengaruhi harapan dan perilaku bawahan.

4. Harapan dan perilaku rekan.

Berdasarkan faktor-faktor tersebut, maka jelaslah bahwa kesuksesan pemimpin dalam aktivitasnya dipengaruhi oleh faktor-faktor yang dapat menunjang untuk berhasilnya suatu kepemimpinan, oleh sebab itu suatu tujuan

(14)

akan tercapai apabila terjadinya keharmonisan dalam hubungan atau interaksi yang baik antara atasan dengan bawahan, di samping dipengaruhi oleh latar belakang yang dimiliki pemimpin, seperti motivasi diri untuk berprestasi, kedewasaan dan keleluasaan dalam hubungan sosial dengan sikap-sikap hubungan manusiawi.

Selanjutnya peranan seorang pemimpin menurut Gomes (2003:165) sebagai berikut :

1. Sebagai pelaksana (executive) 2. Sebagai perencana (planner) 3. Sebagai seorangahli (expert)

4. Sebagai mewakili kelompok dalam tindakannya ke luar (external

group representative).

5. Sebagai mengawasi hubungan antar anggota-anggota kelompok

(controller of internal relationship)

6. Bertindak sebagai pemberi gambaran/pujian atau hukuman (purveyor

of rewards and punishments)

7. Bentindak sebagai wasit dan penengah (arbitrator and mediator) 8. Merupakan bagian dari kelompok (exemplar)

9. Merupakan lambang dari pada kelompok (symbol of the group).

10. Pemegang tanggung jawab para anggota kelompoknya (surrogate for

individual responsibility).

11. Sebagai pencipta/memiliki cita-cita (ideologist). 12. Bertindak sebagai seorang ayah (father figure). 13. Sebagai kambing hitam (scape goat).

Berdasarkan dari peranan pemimpin tersebut, jelaslah bahwa dalam suatu kepemimpinan harus memiliki peranan-peranan yang dimaksud, di samping itu juga bahwa pemimpin memiliki tugas yang embannya sebagai berikut :

1. Menyelami kebutuhan-kebutuhan kelompok dan keinginan kelompoknya. 2. Dari keinginan itu dapat dipetiknya kehendak-kehendak yang realistis dan

yang benar-benar dapat dicapai.

3. Meyakinkan kelompoknya mengenai apa-apa yang menjadi kehendak mereka, mana yang realistis dan mana yang sebenarnya merupakan khayalan.

(15)

Tugas pemimpin tersebut akan berhasil dengan baik apabila setiap pemimpin memahami akan tugas yang harus dilaksanaknya. Oleh sebab itu kepemimpinan akan tampak dalam proses di mana seseorang mengarahkan, membimbing, mempengaruhi dan atau menguasai pikiran-pikiran, perasaan-perasaan atau tingkah laku orang lain.

Untuk keberhasilan dalam pencapaian suatu tujuan diperlukan seorang pemimpian yang profesional, di mana ia memahami akan tugas dan kewajibannya sebagai seorang pemimpin, serta melaksanakan peranannya sebagai seorang pemimpin. Di samping itu pemimpin harus menjalin hubungan kerjasama yang baik dengan bawahan, sehingga terciptanya suasana kerja yang membuat bawahan merasa aman, tentram, dan memiliki suatu kebebasan dalam mengembangkan gagasannya dalam rangka tercapai tujuan bersama yang telah ditetapkan.

2.1.4. Kepuasan Kerja

Pembahasan mengenai kepuasan kerja perlu didahului oleh penugasan bahwa masalah kepuasan kerja bukanlah hal yang sederhana, baik dalam arti konsepnya maupun dalam arti analisisnya, karena kepuasan kerja mempunyai konotasi yang beraneka ragam. Kepuasan kerja merupakan suatu cara pandang seseorang baik yang bersifat positif maupun bersifat negatif tentang pekerjaannya (Siagian, 2006:295).

Kepuasan kerja (job satisfaction) adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka (Handoko, 2003:193). Kepuasan kerja

(16)

mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Ini nampak dalam sikap positif karyawan terhadapa pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi dilingkungan kerja karyawan itu sendiri.

Bertitik tolak dari pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja merupakan cara pandang seseorang terhadap pekerjaannya. Kepuasan kerja tergantung sikaf peroleh interinsik dan eksterinsik dan tergantung dari pandangan pemegang pekerjaan terhadap perolehan tersebut. Unsur organisasi dan perilaku orang terhadap pekerjaan dianggap sebagai unsur yang dikandung dalam kepuasan kerja. Ukuran lain meliputi pergantian shiff karyawan, keterlambatan dan keluhan dapat dimasukkan dalam kategori perilaku.

Persepsi karyawan terhadap pekerjaan dapat dilihat dari kebebasan karyawan mengambil keputusan sesuai kebutuhan, kepedulian pimpinan terhadap pekerjaan karyawaan, keseimbangan antara tingkat upah dengan pengorbanan yang diberikan karyawan, memberikan kesempatan kepada karyawan untuk dipromosikan ke job yang lebih tinggi, kerjasama antar teman kerja serta lingkungan kerja yang aman dan nyaman, gaya kepemimpinan yang demokratis dimana karyawan diikutsertakan daalam pemgambilan keputusan.

Berdasarkan pengertian diatas, dapat dikatakan bahwa kepuasan kerja adalah perasaan senang, dimana terdapat kesesuaian antara harapan karyawan dengan hasil yang mereka terima atas pekerjaan tersebut. Kepuasan kerja dipengaruhi oleh upah, gaya kepemimpinan, supervisor, rekan kerja, kesempatan promosi, kebijaksanaan dan prosedur serta kondisi kerja. Apabila manajemen

(17)

mampu memberikan kepuasan kerja bagi para anggota organisasi, hal ini menjadi ukuran keberhasilan perusahaan.

Dalam menjalankan aktivitas bisnis, pimpinan perusahaan harus mampu mengantisipasi perputaran tenaga kerja yang cukup tinggi, karena apabila perputaran tenaga kerja diluar kewajaran akan mencerminkan ketidakmampuan manajer untuk memberikan kepuasan kerja bagi karyawan. Meskipun demikian terjadinya permintaan berhenti perlu selalu diwaspadai, terutama apabila terjadi pada tingkat yang dirasakan diluar kewajaran. Kewaspadaan demikian penting guna menjamin bahwa “turn over” tersebut tidak terjadi karena ketidakpuasan banyak karyawan dalam pekerjaannya. Artinya jika permintaan tersebut terjadi karena ketidakpuasan, faktor-faktor penyebabnya perlu segera diidentifikasi dan sedapat mungkin di atasi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja yang berkaitan dengan beberapa aspek (Suprianto, 2004:63) yaitu:

1. Gaji, yaitu jumlah bayaran yang diterima seseorang sebagai akibat dari pelaksanaan kerja apakah sesuai dengan kebutuhan dan dirasakan adil. 2. Pekerjaan itu sendiri, yaitu isi pekerjaan yang dilakukan seseorang apakah

memiliki elemen yang memuaskan.

3. Rekan sekerja, yaitu teman-teman kepada siapa seseorang senantiasa berinteraksi dalam pelaksanaan pekerjaan. Seseorang dapat merasakan rekan kerjanya sangat menyenangkan atau tidak menyenangkan.

4. Atasan, yaitu seseorang yang senantiasa memberi printah atau petunjuk dalam pelaksanaan kerja. Cara-cara atasan dapat tidak menyenangkan

(18)

bagi seseorang atau menyenangkan dan hal ini dapat mempengaruhi kepuasan kerja.

5. Promosi, yaitu kemungkinan seseorang dapat berkembang melalui kenaikan jabatan. Seseorang dapat merasakan adanya kemungkinan yang besar untuk naik jabatan atau tidak, proses kenaikan jabatan kurang terbuka atau terbuka. Ini juga dapat mempengaruhi tingkat kepuasan kerja seseorang.

6. Lingkungan kerja, yaitu lingkungan fisik dan psikologis.

Meskipun benar bahwa dalam setiap organisasi selalu ada pekerja yang susah diatur, tetapi tidak jarang bahwa para pekerja itu mengandung kebenaran pula. Dari sudut pandang inilah permintaan berhenti dari karyawan menjadi tantangan. Pihak manajemen perlu menghilangkan sumber-sumber ketidakpuasan kerja tersebut. Salah satu cara untuk mengetahui faktor-faktor ketidakpuasan itu adalah melakukan wawancara keluar. Artinya, sebelum para pekerja minta berhenti untuk meninggalkan organisasi, mereka diwawancarai oleh para professional di lingkungan satuan kerja yang mengelola sumber daya manusia.

Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa apabila dalam pekerjaannya seseorang diberi otonomi untuk bertindak, terdapat variasi, memberikan sumbangan penting dalam keberhasilan organisasi dan karyawan memperoleh umpan balik tentang pekerjaan yang dilakukannya, yang bersangkutan akan merasa puas. Bentuk program perkenalan yang tepat serta berakibat pada diterimanya seseorang sebagai anggota kelompok kerja dan oleh organisasi serta iklas dan terhormat. Juga pada umumnya berakibat pada tingkat kepuasan kerja

(19)

yang tinggi. Situasi lingkungan pun turut berpengaruh pada tingkat kepuasan kerja seseorang.

Teori jalan-tujuan mengarah pada pengembangan dua proporsi yaitu:

1. Perilaku pemimpin adalah efektif seandainya bawahan menganggap perilaku semacam itu merupakan sumber kepuasan langsung atau sebagai sarana untuk mencapai kepuasan yang akan datang.

2. Perilaku pemimpin akan bersifat memotivasi seandainya hal tersebut membuat kebutuhan akan kepuasan bawahan tergantung pada prestasi yang efektif dan melengkapi lingkungan bawahan dengan menyediakan bimbingan, kerjasama dan imbalan yang diperlukan bagi prestasi yang efektif.

Menurut teori jalan-tujuan, pemimpin harus meningkatkan jumlah dan jenis imbalan yang tersedia bagi bawahan. Disamping itu, pimpinan harus menyediakan bimbingan dan penyuluhan untuk memperjelas harapan yang realistis dan mengurangi rintangan untuk mencapai tujuan yang berharga. Dalam teori jalan tujuan dipertimbangkan dua jenis situasi yaitu karakteristik pribadi bawahan, tekanan dan terutama lingkungan yang ditanggulangi bawahan agar mencapai tujuan kerja dan memperoleh kepuasan.

Karakteristik pribadi yang penting, inilah persepsi bawahan tentang kemampuannya sendiri. Semakin tinggi persepsi kemampuan dalam kaitannya dengan tuntutan tugas. Semakin kecil kemungkinannya bawahannya tersebut menerima gaya pimpinan yang direktif. Variabel lingkupangan meliputi berbagai faktor yang tidak berada dalam pengendalian bawahan tetapi penting bagi

(20)

kepuasan atau bagi kemampuan berprestasi efektif. Ini meliputi tugas, sistem wewenang formal organisasi tersebut dan kelompok kerja.

Teori jalan tujuan mengemukakan bahwa perilaku pemimpin akan bersifat memotivasi seandainya perilaku tersebut membantu bawahan menanggulangi ketidakpastian lingkungan. Seorang pemimpin yang mampu mengurangi ketidakpastian dalam pekerjaan dianggap sebagai seorang motivator karena ia meningkatkan harapan bawahan yang mengurus kepada imbalan yang diinginkan. 2.1.5. Pengertian Kinerja

Bagi orang-orang yang berkecimpung dalam manajemen sumber daya manusia pada umumnya sependapat bahwa prestasi kerja pegawai merupakan bagian penting dari seluruh proses karyawan. Pentingnya prestasi kerja yang rasional dan objektif meliputi paling sedikit dua kepentingan yaitu: kepentingan karyawan yang bersangkutan dan kepentingan organisasi.

Menurut Suprianto (2004:12) bahwa ”Kinerja adalah suatu kondisi yang diperoleh seorang karyawan pada suatu periode tertentu”. Bagi karyawan prestasi kerja berperan sebagai umpan balik tentang berbagai hal seperti kemampuan, kekurangan dan potensi untuk menentukan tujuan, jalur, rencana dan prestasi kerja tersebut. Sedangkan bagi organisasi prestasi kerja pegawai sangat penting dalam pengambilan keputusan seperti identifikasi program pendidikan dan pelatihan, rekruitmen, seleksi, penempatan dan promosi.

Menurut Mathis dan Jackson (2004:82), ”Kinerja merupakan seberapa baik pegawai mengerjakan pekerjaan mereka jika dibandingkan dengan satu set

(21)

standar dan kemudian mengkomunikasikan informasi tersebut”. Selanjutnya menurut Adoir (2005:64) ”Prestasi kerja adalah perasaan yang membawa seseorang pada kesuksesan, penyelesaian pekerjaan, pemecahan masalah dan keberhasilan yang ada”.

Jadi berdasarkan definisi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa kinerja itu merupakan hasil dari suatu pelaksanaan pekerjaan, pemecahan masalah pada suatu periode yang dapat menimbulkan perasaan.

Sehubungan dengan kinerja maka sistem penilaian berperan penting. Penilaian kinerja merupakan suatu sistem yang digunakan untuk menilai dan mengetahui apakah seorang karyawan telah melaksanakan pekerjaanya masing-masing secara keseluruhan bukan hanya dinilai dari hasil fisiknya tetapi meliputi berbagai hal seperti kemampuan kerja, disiplin, hubungan kerja, prakarsa dan kepemimpinan. Penilaian kinerja selain digunakan untuk menilai prestasi kerja karyawan adalah juga mengukur kemajuan dalam bekerja dan kemungkinan karyawan untuk dipromosikan.

Menurut Handoko (2003:135) bahwa ”Penilaian kinerja (performance

appraisal) adalah proses melalui mana organisasi-organisasi mengevaluasi atau

menilai prestasi kerja karyawan”. Kegiatan ini memperbaiki keputusan-keputusan personalia dan memberikan umpan balik kepada karyawan tentang pelaksanaan kerja mereka.

Ada beberapa alasan mengapa perlunya menilai kinerja karyawan menurut Handoko (2003:134) sebagai berikut:

1. Penilaian kinerja menyediakan informasi sebagai dasar pengambilan keputusan tentang promosi dan gaji

(22)

2. Penilaian kinerja menyediakan kesempatan untuk bersam-sama meninjau perilaku yang berkesan dengan pekerjaan baik antara atasan dan bawahan atau antara bawahan dan atasan

3. Penilaian kinerja memungkinkan antara atasan dan bawahan menyusun suatu rencana untuk memperbaiki setiap defenisi yang dapat diketahui. Menurut Mathis dan Jackson (2004:77) “Penilaian prestasi kerja terdiri dari “proses-proses mengidentifikasi, mendorong, mengukur, mengevaluasi, meningkatkan dan memberi penghargaan terhadap prestasi kerja pada karyawan”.

Berdasarkan pengertian tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa penilaian kinerja merupakan suatu sistem formal dan terstruktur yang digunakan untuk mengukur, mengevaluasi perilaku, hasil kerja dan kedisplinan yang digunakan sebagai dasar pemberian penghargaan terhadap karyawan yang berprestasi. Fokusnya adalah untuk mengetahui seberapa produktif seseorang karyawan dan apakah dia bisa bekerja sama atau lebih efektif pada masa yang akan datang. Melaksanakan penilaian prestasi kerja ditentukan standar kerja sebagai pedoman dalam menentukan karyawan yang berprestasi.

Menurut Siagian (2006:34) unsur-unsur kinerja yang menjadi indikator adalah:

a. Melaksanakan tugas yang dibebankan kepada dirinya dengan tepat waktu.

b. Upaya memenuhi standar kualitas pekerjaan.

c. Mampu mengambil keputusan, langkah-langkah suatu tindakan yang diperlukan dalam tugas, tanpa menunggu perintah dari atasan.

d. Mampu bekerja bersama-sama dengan orang lain dalam menyelesaikan tugas yang ditentukan.

e. Jujur dalam melaksanakan pekerjaan”. 2.1.6. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kinerja

Dalam menjamin keberhasilan usaha serta peningkatan prestasi kerja, para pimpinan perusahaan perlu memperlihatkan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja seperti yang dikemukakan Handoko (2003:125) yaitu:

(23)

1. Tingkat pendidikan 2. Keterampilan 3. Disiplin 4. Motivasi

5. Gizi dan kesehatan 6. Tingkat penghasilan 7. Jaminan sosial

8. Lingkungan dan iklim kerja 9. Hubungan industrial 10. Tehnologi 11. Sarana produksi 12. Manajemen 13. Kesempatan berprestasi. 1. Tingkat pendidikan

Faktor pendidikan merupakan faktor yang besar pengaruhnya terhadap peningkatan prestasi kerja. Oleh karena tingkat pengetahuan dan tingkat kecerdasan seorang pegawai dapat dilihat dari tingkat pendidikan. Semakin tinggi pendidikan seorang pegawai semakin besar kemungkinan untuk dapat meningkatkan ke jenjang yang lebih baik, dimana sebagian besar perusahaan memprioritaskan promosi bagi karyawan yang mempunyai prestasi yang tinggi dalam pekerjaannya.

2. Keterampilan

Faktor keterampilan juga mempunyai pengaruh besar untuk meningkatkan produktivitas kerja karyawan. Semakin tinggi tingkat keterampilan yang dimiliki karyawan maka produktivitas kerjanya akan semakin meningkat. Keterampilan yang harus dimiliki karyawan untuk meningkatkan produktivitas kerja mencakup keterampilan teknis dan keterampilan sosial. Keterampilan teknis berkaitan dengan kemampuan karyawan untuk mempergunakan materi dan alat-alat teknik, sedangkan keterampilan sosial maksudnya ialah keterampilan yang dimiliki

(24)

karyawan agar bisa menuntun karyawan-karyawan yang dibawahi dan menciptakan iklim kerja yang baik.

3. Disiplin

Disiplin mempunyai hubungan erat dengan peningkatan produktivitas kerja karyawan, apabila karyawan mempunyai disiplin yang tinggi maka hasil kerja karyawan akan lebih baik, demikian sebaliknya. Disiplin akan mendorong para karyawan agar mengikuti berbagai standard dan aturan sehingga penyelewengan-penyelewengan dapat dicegah. Disiplin korektif adalah kegiatan yang diambil untuk menangani pelanggaran terhadap aturan-aturan dan mencoba untuk menghindari pelanggaran-pelanggaran lebih lanjut.

4. Motivasi

Motivasi merupakan rangsangan atau dorongan yang diberikan pimpinan perusahaan kepada para karyawan agar mereka dapat bekerja lebih bersemangat dan lebih aktif. Rangsangan atau dorongan dapat berupa upaya yang sangat sesuai agar karyawan dapat memenuhi kebutuhannya, fasilitas-fasilitas, tunjangan dan lain sebagainya, sehingga para karyawan akan merasa aman dan tenang di dalam melaksanakan pekerjaannya dan produktivitas kerja juga akan meningkat. 5. Gizi dan kesehatan

Usaha untuk mempertahankan kesehatan dari para karyawan menjadi salah satu tugas pimpinan perusahaan. Disamping itu perlu diperhatikan gizi setiap karyawan, dimana hal ini besar pengaruhnya terhadap produktivitas tenaga kerja. Lebih jauh, kesehatan fisik maupun mental karyawan yang buruk akan

(25)

mengakibatkan kecenderungan tingginya tingkat absensi serta rendahnya tingkat produktivitas. Perusahaan akan sia-sia menjalankan program latihan untuk mendapatkan karyawan yang cakap dan terampil, namun karyawan tersebut tidak dapat bekerja dengan baik karena faktor kesehatan yang tidak menguntungkan. 6. Tingkat penghasilan

Tingkat penghasilan yang rendah akan mengakibatkan karyawan malas bekerja karena kurangnya gairah. Kemalasan akan mengakibatkan hasil kerja menjadi kurang teliti dan timbul akibat negatif barang-barang yang diproduksi akan banyak yang rusak. Jika perusahaan tersebut bergerak di bidang usaha jasa, maka pelayanan terhadap para langgaan menjadi kurang memuaskan. Hal ini akan mengakibatkan turunnya produktivitas tenaga kerja karyawan dan akhirnya mengakibatkan kemunduran perusahaan.

Masalah tingkat penghasilan harus benar-benar diperhatikan, terutama yang mampunyai keahlian khusus. Namun hal ini tidak berarti semua perlu mendapat perhatian. Jadi setiap perusahaan hendaknya memberikan tingkat penghasilan yang cukup kepada karyawannya. Arti yang cukup disini adalah jumlah yang dapat dibayar sesuai dengan kemampuan tanpa menimbulkan kerugian bagi perusahaan dan melalui tingkat penghasilan tersebut perusahaan akan mampu meningkatkan produktivitas.

7. Jaminan sosial

Keinginan seseorang untuk bekerja di dalam suatu perusahaan selain untuk mencapai prestasi kerja yang baik, juga mengharapkan adanya jaminan sosial yang baik dari perusahaan tersebut. Jaminan sosial itu dapat berupa gaji atau

(26)

upah, tunjangan-tunjangan, baik tunjangan cuti, tunjangan perawatan dan lain-lainnya serta fasilitas seperti transporasi, perumahan, kafetaria, rekreasi dan sebagainya. Apabila jaminan sosial ini terpenuhi maka mereka akan tenang dan bersemangat bekerja, sehingga akan meningkatkan produktivitas kerja.

8. Lingkungan dan iklim kerja

Lingkungan kerja adalah sesuatu yang ada di sekitar para pekerja dan dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang diberikan. Kegairahan kerja karyawan tidak terlepas dari pada lingkungan kerja yang baik serta aman dalam melakukan pekerjaan sehari-hari pada perusahaan. Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja yang sangat erat hubungannya dengan faktor lingkungan kerja yaitu:

- Pewarnaan - Kebersihan - Pertukaran udara - Penerangan - Musik - Keamanan - Kebisingan

Oleh sebab itu masalah lingkungan kerja ini harus benar-benar diperhatikan oleh setiap pimpinan perusahaan. Karena secara tidak langsung ia dapat menjadi penentu bagi keberhasilan usaha.

(27)

Lingkungan kerja dapat dibedakan atas: 1. Lingkungan fisik

Lingkungan fisik yang dimaksud ialah semua benda mati yang berada di lingkungan tempat kerja pegawai, pokok masalah dalam lingkungan fisik ini adalah suasana lingkungan yang bagaimana ideal bagi suatu pekerjaan. Dan hal itu banyak tergantung pada sifat pekerjaan itu sendiri. Secara umum lingkungan kerja yang baik, yang diharapkan dapat menimbulkan gairah kerja pegawai, harus memenuhi persyaratan, yatu: penerangan cukup, sistem ventilasi yang memungkinkan bebasnya udara untuk ke luar masuk ruang tempat kerja pegawai, susunan alat-alat kerja yang teratur, efektif dan efisien, serta tempat kerja yang bersih dan memenuhi syarat-syarat kesehatan.

2. Lingkungan sosial

Lingkungan sosial adalah lingkungan pergaulan pegawai baik secara horizontal maupun vertikal. Hubungan horizontal yaitu hubungan sesama teman sekerja yang setingkat, sedangkan hubungan vertikal adalah hubungan yang dikenal dengan formal group dan informasi group.

9. Hubungan industrial

Hubungan industrial merupakan hubungan antara sesama karyawan dalam suatu perusahaan. Dalam hubungan ini pimpinan harus bersikap adil dan dapat menjalin kerjasama yang lebih serasi antara karyawan dengan pengusaha. Masing-masing pihak perlu meningkatkan rasa tanggung jawab, rasa ikut memiliki dan keberanian mawas diri dalam mempertahankan kelangsungan

(28)

perusahaan. Terwujudnya hubungan industrial yang selaras, aman dan dinamis akan meningkatkan produksi dan produktivitas tenaga kerja.

10. Teknologi

Di dalam peningkatan produktivitas kerja karyawan, faktor teknologi juga memegang peranan penting. Penggunaan teknologi dan peralatan-peralatan yang serba modern dapat menghindari pemborosan waktu dan tenaga. Jadi semakin tinggi teknologi yang digunakan pada suatu perusahaan, maka produktivitas kerja akan semakin tinggi.

11. Sarana produksi

Sarana produksi merupakan faktor yang diperlukan di dalam proses produksi dan sangat membantu kelancaran jalannya perusahaan, baik untuk menghasilkan output perusahaan maupun meningkatkan produktivitas kerja karyawan. Sarana produksi itu antara lain alat-alat pengangkutan hasil produksi dan bahan baku, pembangkit tenaga listrik, dan lain sebagainya. Dengan demikian sarana produksi sangat mendukung proses produksi dan akan meningkatkan produktivitas kerja karyawan.

12. Manajemen

Dalam setiap kegiatan usaha, maka untuk menentukan penggunaan sumber daya yang satu dengan yang lain dan mengkoordinasikan pekerjaan setiap orang dalam organisasi untuk mencapai hasil yang sebaik-baiknya adalah pekerjaan manajemen. Jika manajemen gagal, maka perusahaan akhirnya akan mengalami

(29)

kegagalan. Jadi kedudukan manajemen sangat penting di dalam hal peningkatan produktivitas kerja.

13. Kesempatan berprestasi

Dengan adanya peluang berprestasi bagi karyawan untuk mengembangkan prestasinya, dapat menimbulkan kegairahan kerja karyawan. Dengan demikian terbuka kesempatan bagi karyawan untuk meraih posisi yang lebih baik. Jika hendaknya setiap perusahaan memberikan kesempatan untuk berprestasi bagi karyawan dan memberikan penghargaan bagi yang berprestasi. Penghargaan itu dapat berupa pengakuan yang kemudian disertai hadiah, kenaikan gaji, kenaikan pangkat, pemindahan ke posisi yang lebih baik dan lebih sesuai.

2.1.7 Pengertian Laba

Laba merupakan suatu pos dasar dan penting dari ikhtisar keuangan yang merniliki berbagai kegunaan dalam berbagai konteks. Laba pada umumnya dipandang sebagai suatu dasar bagi perpajakan, determinan pada kebijakan pembayaran dividen, pedoman investasi, dan pengambilan keputusan, dan unsur prediksi (Belkaoui, 2004:117). Dalam SFAC no. 1, menyebutkan bahwa informasi laba merupakan komponen laporan keuangan yang disediakan dengan tujuan membantu menyediakan informasi untuk menilai kinerja manajemen, mengestimasi kemampuan laba yang representative dalam jangka panjang dan menaksir risiko dalam investasi atau kredit. Pengertian laba secara konvensional adalah nilai maksimum yang dapat dibagi, atau di konsumsi selama satu periode

(30)

akuntansi, dimana keadaan pada akhir periode masih sama seperti pada awal periode.

Laba akuntansi merupakan ukuran yang baik dari kinerja suatu perusahaan, dan bahwa laba akuntansi dapat digunakan untuk meramalkan arus kas masa depan. Penulis lain mengasumsikan bahwa laba akuntansi adalah relevan dengan cara yang biasa, untuk model-model keputusan dari investor dan kreditor.

Laba akuntansi dengan berbagai interpretasinya diharapkan dapat digunakan, antara lain sebagai (Suwardjono, 2005: 456) :

1. Indikator efisiensi penggunaan dana yang tertanam dalam perusahaan yang diwujudkan dalam tingkat kembalian atas investasi (rate of retun on

invested capital).

2. Pengukur prestasi atau kinerja badan usaha dan manajemen. 3. Dasar penentuan besarnya pengenaan pajak.

4. Alat pengendalian alokasi sumber daya ekonomik suatu negara.

5. Dasar penentuan dan penilaian kelayakan tarif dalam perusahaan public. 6. Alat pengendalian terhadap debitor dalam kontrak utang.

7. Dasar kompensasi dan pembagian bonus.

8. Alat motivasi manajemen dalam pengendalian perusahaan. 9. Dasar pembagian dividen.

Beberapa keunggulan laba akuntansi yang dikemukakan oleh Muqodim (2005 : 114), adalah:

1. Terbukti teruji sepanjang, sejarah bahwa laba akuntansi bermanfaat bagi para pemakainya dalam pengambilan keputusan ekonomi.

2. Laba akuntansi telah diukur dan dilaporkan secara obyektif, dan dapat diuji kebenarannya, sebab didasarkan pada transaksi nyata yang didukung oleh bukti.

3. Berdasarkan prinsip realisasi dalam mengakui pendapatan laba akuntansi memenuhi dasar konservatisme.

4. Laba akuntansi bermanfaat untuk tujuan pengendalian terutama berkaitan dengan pertanggungjawaban manajemen.

(31)

Tujuan pelaporan laba adalah untuk meyajikan informasi yang bermanfaat bagi pihak yang berkepentingan. M. Yusuf, dkk (2002) menyebutkan bahwa informasi laba harus dilihat dalam kaitannya dengan persepsi pengambilan keputusan. Kualitas informasi laba ditentukan oleh kemampuannya memotivasi tindakan individu dan membantu pengambilan keputusan yang efektif.

2.1.8. Konsep Laba dalam Pelaporan Keuangan

Berdasarkan latar belakang tersebut, Hendriksen (2000:338) menetapkan 3 (tiga) konsep dalam usaha mendefinisikan dan mengukur laba menuju tingkatan bahasa. Adapun konsep-konsep tersebut, meliputi:

1. Konsep Laba pada Tingkat Sintaksis (Struktural)

Pada tingkat sintaksis konsep income dihubungkan dengan konvensi (kebiasaan) dan aturan logis serta konsisten, dengan mendasarkan pada premis dan konsep yang telah berkembang dari praktik akuntansi yang ada. Terdapat 2 (dua) pendekatan pengukuran laba (income measurement) pada tingkat sintaksis, yaitu: pendekatan transaksi dan pendekatan aktiva. 2. Konsep Laba pada Tingkat Semantik (Interpretatif)

Pada konsep ini income, ditelaah hubungannya dengan realita ekonomi. Dalam usahanya memberikan makna interpretatif dari konsep laba akuntansi (accounting income), para akuntan seringkali merujuk pada dua konsep ekonomi. Kedua konsep ekonomi tersebut adalah konsep pemeliharaan modal dan laba sebagai alat ukur efisiensi.

3. Konsep Laba pada Tingkat Pragmatis (Perilaku)

Pada tingkat pragmatis (perilaku), konsep income dikaitkan dengan pengguna laporan keuangan terhadap informasi yang tersirat dari laba perusahaan. Beberapa reaksi usaha dapat ditunjukkan dengan proses pengambilan keputusan dari investor dan kreditor, reaksi harga surat terhadap pelaporan income atau reaksi umpan balik (feedback) dari manajemen dan akuntan terhadap income yang dilaporkan.

Secara konseptual ada 3 (tiga) pendekatan yang dapat digunakan untuk mengukur laba. Pendekatan tersebut, adalah :

(32)

1. Pendekatan Transaksi

Pendekatan transaksi menganggap bahwa perubahan aktiva atau hutang terjadi hanya karena transaksi, baik internal maupun eksternal. Transaksi eksternal timbul karena adanya transaksi yang melibatkan perubahan aktiva atau hutang dengan pihak luar perusahaan. Transaksi internal timbul dari pemakaian atau konversi aktiva dalam perusahaan.

Pada saat transaksi eksternal terjadi, nilai pasar dapat dijadikan dasar untuk mengakui pendapatan. Transaksi internal berasal dari perubahan nilai, yaitu perubahan nilai dari pemakaian atau konversi aktiva. Apabila konversi telah terjadi, maka nilai aktiva lama akan diubah menjadi aktiva baru. Konsep atau pendekatan ini sama dengan konsep realisasi pendapatan.

Pendekatan transaksi memiliki beberapa kebaikan, yaitu :

a. Komponen laba dapat dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara,. misalnya atas dasar produk.

b. Laba operasi dapat dipisahkan dari laba non operasi.

c. Dapat dijadikan dasar dalam penentuan tipe dan kuantitas aktiva dan hutang yang ada pada akhir periode.

d. Efisiensi usaha memerlukan pencatatan transaksi external untuk berbagai tujuan.

2. Pendekatan Kegiatan

Sementara pendekatan kegiatan didasarkan pada konsep peristiwa atau kegiatan dalam arti luas, tidak dibatasi pada kegiatan dengan pihak luar.

(33)

Meskipun demikian keduanya gagal menunjukan pengukuran laba dalam dunia nyata. Hal ini disebabkan dua pendekatan tersebut di dasarkan pada hubungan struktural yang sama yang tidak ada dalam dunia nyata.

Pendekatan kegiatan memiliki beberapa kebaikan, yaitu :

a. Laba yang berasal dari produksi dan penjualan barang memerlukan jenis evaluasi dan prediksi yang berbeda dibandingkan laba yang berasal dari pembelian dan penjualan surat berharga yang ditukar, pada usaha memperoleh capital gain.

b. Effisiensi manajemen dapat diukur dengan lebih baik, bila laba diklasifikasikan menurut jenis kegiatan yang menjadi tanggung jawab manajemen.

c. Memungkinkan prediksi yang lebih baik, karena adanya perbedaan pola perilaku dari jenis kegiatan yang berbeda.

3. Pendekatan Mempertahankan Kemakmuran (Capital Maintenance Concept) Atas dasar pendekatan ini, laba diukur dan diakui setelah kapital awal dapat dipertahankan dalam konsep mempertahankan kemakmuran.

Sementara Hendrikson (2000), mengartikan kapital laba sebagai berikut : Laba adalah aliran jasa sepanjang periode waktu. Kapital adalah persediaan kemakmuran (the embodiment of future services), dan laba merupakan aliran kemakmuran yang dapat dinikmati selama satu periode tertentu.

Dari pengertian di atas, dapat dirumuskan bahwa atas dasar konsep kapital sebagai tingkat kemakmuran, maka laba merupakan aliran kemakmuran yang

(34)

dapat di konsumsikan (dinikmati) selama satu periode, tanpa mengurangi tingkat kemakmuran sebelumnya. Dengan demikian laba dapat diukur dari selisih antara tingkat kemakmuran pada akhir periode, dengan tingkat kemakmuran pada awal periode.

2.2. Kerangka Konseptual

Kepemimpinan merupakan salah satu alasan penentu keberhasilan pencapaian tujuan daripada perusahaan. Menurut Sutrisno (2011:216) bahwa ”Kepemimpinan memainkan peranan yang dominan, krusial, dan kritikal dalam keseluruhan upaya untuk meningkatkan prestasi kerja, baik pada tingkat individual, kelompok dan organisasi”. Selanjutnya menurut Gomes (2003:166) bahwa ”Pengaruh yang paling besar terhadap kinerja pegawai adalah perasaan para pegawai bahwa mereka sedang diperlakukan secara adil”. Dengan demikian, tampak pemimpin selalu akan dikaitkan dengan kelompok, karena seorang pemimpin tanpa kelompok dan para anggota, tidak akan ada manfaatnya, meskipun individu tersebut mempunyai potensi yang sangat baik untuk menjadi seorang pemimpin. Disamping itu sulit bagi para pegawai untuk mengarahkan usaha yang tinggi terhadap suatu pekerjaan apabila mereka percaya bahwa pimpinan mereka tidak berlaku adil terhadap mereka. Untuk lebih jelasnya kerangka berpikir penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.1.

(35)

Gambar 2.1. Kerangka Konseptual

Sumber: Diolah Penulis (2013)

2.3. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian,oleh karena itu rumusan masalah penelitian ini disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan. Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan maka hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

H1: Gaya kepemimpinan berpengaruh atau tidak berpengaruh terhadap kinerja pegawai dalam mencapai laba.

H2: Kepuasan kerja berpengaruh atau tidak berpengaruh terhadap kinerja pegawai dalam mencapai laba.

H3: Gaya kepemimpinan dan kepuasan kerja berpengaruh atau tidak berpengaruh terhadap kinerja pegawai dalam mencapai laba.

Gaya Kepemimpinan (X1)

Kinerja Pegawai Dalam Mencapai Laba

(Y) Kepuasan Kerja

Gambar

Gambar 2.1.  Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

Algoritma Iterative Dichitomiser 3 (ID3) merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk memprediksi kesesuaian tingkat pendidikan dengan bidang pekerjaan pada

Strategi partisipatif lebih digunakan untuk mengembangkan program inovatif yang bersifat pengembangan (pelatihan) lifeskills (kecakapan hidup atau keterampilan)

1) Pasien dan keluarga harus diinformasikan mengenai factor resiko jatuh dan setuju untuk mengikuti strategi pencegahan jatuh yang telah ditetapkan. Pasien dan keluarga harus

Perilaku masyarakat Jawa tersebut menurut Clifford Geertz dapat dikategorikan dalam Islam abangan dalam bahasa lain disebut dengan Islam sinkretis yang dalam

Melihat buku ini secara keseluruhan, maka dapat dipahami bahwa hakikat bahasa 2 yang dianut oleh kedua penulis adalah bahasa sebagai 1 Terlepas dari apa yang ditulis oleh Iskandar

Noda yang dihasilkan untuk argini berwarna biru, asam glutamat merah sedangkan alanin berwarna unguuntuk histidin dan larutan sampel tidak menimbulkan bercak warna sehinggga

Dengan mengucapkan Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayahnya yang selalu dilimpahkan kepada saya, serta berkat doa restu kedua orang

berbentuk benang dengan penampang melintang yang umumnya berbentuk berbentuk benang dengan penampang melintang yang umumnya berbentuk bulat, sedangkan kepala sari,