• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN TATANIAGA TEMBAKAU VOOR OOGST

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN TATANIAGA TEMBAKAU VOOR OOGST"

Copied!
136
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN TATANIAGA

TEMBAKAU VOOR OOGST KASTURI

PADA GABUNGAN KELOMPOK TANI

PERMATA VII

DESA PAKUSARI, KECAMATAN PAKUSARI,

KABUPATEN JEMBER, PROVINSI JAWA TIMUR

DEVI NITASARI H34077010

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

RINGKASAN

DEVI NITASARI. Analisis Pendapatan Usahatani dan Tataniaga Tembakau Voor Oogst Kasturi Pada Petani Gabungan Kelompok Tani Permata VII Desa Pakusari, Kecamatan Pakusari, Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur. Skripsi. Departemen Agribisnis., Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan TINTIN SARIANTI).

Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya sebagian besar adalah petani. Salah satu komoditas pertanian dalam mendukung kehidupan ekonomi bangsa Indonesia adalah perkebunan. Tembakau merupakan komoditas perkebunan yang mempunyai peranan strategis dalam perekonomian nasional, yaitu merupakan sumber pendapatan negara melalui devisa negara, cukai, pajak, serta sumber pendapatan petani, dan dapat menciptakan lapangan kerja.

Penelitian ini dilakukan di Desa Pakusari Kecamatan Pakusari, Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur pada petani Gabungan Kelompok Tani Permata VII. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Desa Pakusari tersebut merupakan salah satu sentra tembakau voor oogst kasturi dan merupakan gabungan kelompok tani yang memiliki anggota terbanyak serta luas lahan yang tertinggi di Kecamatan Pakusari. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis keragaan usahatani tembakau voor oogst kasturi, menganalisis pendapatan petani tembakau voor oogst kasturi berdasarkan skala usaha, menganalisis saluran tataniaga, fungsi-fungsi tataniaga dan efisiensi tataniaga dalam usahatani tembakau voor oogst kasturi pada petani Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari, Kecamatan Pakusari, Kabupaten Jember. Data yang digunakan terdiri data primer dan data skunder. Jumlah responden usahatani sebanyak 35 orang secara acak sederhana dengan menggunakan undian nama-nama petani. Penarikan sampel responden saluran tataniaga menggunakan metode snowball sampling yaitu dengan menelusuri saluran tataniaga mulai dari petani ke konsumen akhir.

Pengolahan dan analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitataif dilakukan untuk mengetahui gambaran tentang usahatani dan saluran tataniaga tembakau voor oogst kasturi pada angota Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari. Analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan analisis pendapatan, analisis R/C rasio, dan analisis efisiensi tataniaga yang terdiri dari marjin tataniaga, farme’s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga.

Input yang digunakan pada usahatani tembakau voor oogst kasturi terdiri dari bibit, pupuk pestisida dan tenaga kerja. Pupuk yang digunakan yaitu pupuk Urea, ZA, SP36, Drusband, Lanet dan Agrotanik. Pemanenan dilakukan pada saat tembakau umur 90 hari dan pemanenan dilakukan empat kali. Berdasarkan hasil analisis, penerimaan yang diperoleh petani tembakau voor oogst kasturi pada luasan satu hektar rata-rata dengan luas lahan skala besar (>5.336 m2) untuk musim panen 2010 adalah sebesar 1.437,92 kilogram sedangkan skala kecil sebesar 1.408,55 kilogram tembakau kering yang sudah di unting. Hasil penerimaan pada luas lahan skala besar sebesar Rp 35.097.519,95 dan penerimaan pada luas lahan skala kecil sebesar Rp 33.981.464,75. Hal tersebut menggambarkan bahwa penerimaan luas lahan skala besar dan skala kecil tidak

(3)

jauh berbeda karena hasil output pada luas lahan skala besar tidak maksimal meskipun luas lahan yang di usahakan cukup besar, sedangkan pada luas lahan skala kecil menunjukkan bahwa hasil output stabil karena skala yang diusahakan kecil. Pada luas lahan skala besar biaya total yang dikeluarkan petani tembakau voor oogst kasturi adalah sebesar Rp 26.329.170,97/ha sedangkan pada luas lahan skala kecil biaya total adalah sebesar Rp 28.242.546,60/ha. Biaya tersebut merupakan penjumlahan dari biaya tetap dan biaya variabel. Nilai R/C rasio atas penggunaan biaya skala besar sebesar 1,33, sedangkan nilai R/C rasio atas penggunaan biaya skala kecil sebesar 1,20. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani tembakau voor oogst kasturi menguntungkan karena bissa menutupi semua biaya-biaya yang dikeluarkan dalam usahatani tersebut.

Terdapat empat saluran yang terjadi pada tataniaga tembakau voor oogst kasturi di Desa Pakusari yaitu terdiri dari ; saluran I (Petani – PT. Sampoerna); saluran II (Petani – PT. Djarum); saluran III (Petani – Pedagang – PT. Sampoerna) dan saluran IV (Petani – Pedagang – PT. Djarum). Lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat dalam kegiatan tataniaga tembakau voor oogst kasturi menjalankan semua fungsi yang ada yaitu fungsi pertukaran, fungsi pengadaan secara fisik dan fungsi pelancar. Struktur pasar yang terjadi pada petani dan pedagang yaitu mendekati pasar persaingan oligopsoni. Perilaku pasar dengan mengamati praktek penjualan dan pembelian yang dilakukan oleh masing-masing lembaga pemasaran, sistem penentuan harga dan pembayaran serta kerjasama antara lembaga pemasaran.

Jika dibandingkan antara keempat saluran yang terdapat pada saluran tataniaga tersebut diketahui bahwa margin tataniaga pada setiap saluran tembakau voor oogst kasturi di Desa Pakusari berbeda. Total margin tataniaga pada saluran I, saluran II, saluran III dan saluran IV masing-masing adalah Rp 3.632,00; Rp 8.273,00; Rp 1.375,00 dan Rp 2.675,00. Biaya tataniaga yang dikeluarkan tergantung kapasitas tembakau yang dikelola. Biaya untuk tataniaga berupa biaya pengemasan, tenaga angkut,transportasi, biaya Koran dan tali rafia. Farmer’s share terbesar terdapat pada saluran I dan saluran II yaitu sebesar 100 persen sedangkan farmer’s share yang paling rendah terdapat pada saluran IV yaitu 88,85 persen. Nilai rasio keuntungan dan biaya tertinggi terdapat pada saluran II yaitu 4,36 persen yang artinya bahwa setiap Rp 1,00 per kilogram biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga tersebut akan memperoleh keuntungan sebesar Rp 436,00 per kilogram tembakau voor oogst kasturi. Bila marjin pemasaran dijadikan ukuran efisiensi maka saluran I yang lebih efisien dibandingkan saluran lainnya yaitu Rp 1.375,00. Bila farmer’s share yang dijadikan ukuran efisiensi makan saluran I dan saluran II yang lebih efisien dibandingkan saluran lainnya yaitu 100 persen. Bila rasio keuntungan biaya dijadikan ukuran efisien maka saluran II yang lebih efisien dibandingkan saluran lainnya yaitu sebesar 4,36.

Usahatani tembakau voor oogst kasturi menguntungkan, akan lebih menguntungkan jika didukung oleh faktor cuaca yaitu sinar matahari. Harga tembakau dipengaruhi oleh kualitas tembakau maka petani harus bisa memisahkan tembakau bagus dan jelek agar harga yang diberikan tidak rendah. Tembakau voor oogst kasturi mempunyai prospek yang besar bagi petani maka disarankan pemerintah ikut membantu petani dengan memberikan bantuan seperti bibit tembakau dan modal.

(4)

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN TATANIAGA

TEMBAKAU VOOR OOGST KASTURI

PADA GABUNGAN KELOMPOK TANI

PERMATA VII

DESA PAKUSARI, KECAMATAN PAKUSARI,

KABUPATEN JEMBER, PROVINSI JAWA TIMUR

DEVI NITASARI H34077010

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribis

nis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(5)

Judul Proposal : Analisis Pendapatan Usahatani dan Tataniaga Tembakau Voor

Oogst Kasturi Pada Gabungan Kelompok Tani Permata VII

Desa Pakusari, Kecamatan Pakusari, Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur.

Nama : Devi Nitasari

NIM : H34077010 Menyetujui, Pembimbing Tintin Sarianti, SP, MM NIP. 19750316 200501 2 001 Mengetahui

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS

NIP. 19580908 198403 1 002

(6)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Pendapatan Usahatani dan Tataniaga Tembakau Voor Oogst Kasturi Pada Gabungan Kelompok Tani Permata VII Desa Pakusari, Kecamatan Pakusari, Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Desember 2010

Devi Nitasari H34077010

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jember pada tanggal 25 Desember 1986. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak H. Much. Lutfi Sahri dan Ibunda Hj. Zahrotus Sofiah.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD 01 Pakusari Jember pada tahun 1995 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2001 di SLTP 01 Pakusari Jember. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMU Muhammadiyah 03 Jember diselesaikan pada tahun 2004.

Penulis diterima menjadi Diploma Politeknik Negeri Jember di Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian pada tahun 2004. Penulis lulus program diploma pada tahun 2007. Pada tahun 2008 penulis diterima pada Departemen agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur pada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Pendapatan Usahatani dan Tataniaga Tembakau Voor Oogst Kasturi Pada Gabungan Kelompok Tani Permata VII Desa Pakusari, Kecamatan Pakusari, Kabupaten Jember, Provinsi jawa Timur”.

Penelitian ini bertujuan menganalisis keragaan usahatani dan pendapatan usahatani tembakau voor oogst kasturi serta saluran tataniaga terhadap anggota petani Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari.

Namun demikian sangat disadari masih banyak terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi.

Bogor, Desember 2010 Devi Nitasari

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Tintin Sarianti, SP, MM selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu dan kessabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Anna Fariyanti, M.Si dan Ir. Harmini, M.Si Selaku dosen penguji pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.

3. Ir. Dwi Rachmina, Ms yang telah menjadi pembimbing akademik dan seluruh dosen dan staf Departemen Agribisnis.

4. Silvi Ervina, selaku pembahas yang telah memberikan masukan dan saran atas penyempurnaan skripsi ini. Terima kasih atas saran-sarannya yang bermanfaat.

5. Orangtua dan keluarga tercinta untuk setiap dukungan cinta kasih dan doa yang diberikan. Semoga ini bisa menjadi persembahan yang terbaik.

6. Kepada Ketua Gapoktan Permata VII bapak Moch. Lutfi Sahri serta para petani, terima kasih atas waktu, kesempatan, informasi, dan dukungan yang diberikan.

7. Teman-teman seperjuangan dan teman-teman Agribisnis atas semangat dan sharing selama penelitian hingga penulisan skripsi, serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas bantuannya.

Bogor, Desember 2010 Devi Nitasari

(10)

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ... iv DAFTAR TABEL ... iv DAFTAR GAMBAR ... v DAFTAR LAMPIRAN ... vi I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Perumusan Masalah ... 5 1.3. Tujuan Penelitian ... 11 1.4. Kegunaan Penelitian ... 11

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 11

II TIJNAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Tembakau ... 12

2.2. Peran Tembakau dalam Perekonomian Nasional, Sosial dan Budaya ... 13

2.3. Kajian Penelitian Terdahulu ... 14

III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 20

3.1.1. Usahatani ... 20

3.1.2. Klasifikasi Usahatani ... 22

3.1.3. Teori Produksi ... 23

3.1.4. Teori Biaya ... 25

3.1.5. Teori Pendapatan ... 26

3.1.6. ImbanganPenerimaan dan Biaya ... 27

3.1.7. Konsep Tataniaga ... 28 3.1.7.1. Saluran Tataniaga ... 29 3.1.7.2. Fungsi Tataniaga ... 30 3.1.7.3. Struktur Pasar ... 31 3.1.7.4. Perilaku Pasar ... 33 3.1.7.5. Efisiensi Tataniaga ... 34 3.1.7.6. Margin Tataniaga ... 34 3.1.7.7. Farmer’s Share ... 36

3.1.7.8. Rasio Keuntungan dan Biaya ... 36

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 36

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 39

4.2. Jenis dan Sumber Data ... 39

4.3. Metode Penarikan Responden ... 40

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 41

(11)

4.5.1. Analisis Pendapatan Usahatani ... 41

4.5.1.1. Penerimaan Usahatani ... 42

4.5.1.2. Biaya Usahatani ... 42

4.5.1.3. Pendapatan Usahatani ... 44

4.5.1.4. Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya ... 44

4.5.2. Analisis Tataniaga ... 45

4.5.2.1. Analisis Saluran Tataniaga ... 45

4.5.2.2. Analisis Fungsi-Fungsi Tataniaga ... 46

4.5.2.3. Analisis Struktur Pasar ... 46

4.5.2.4. Analisis Perilaku Pasar ... 46

4.5.2.3. Marjin Tataniaga ... 47

4.6. Definisi Operasional ... 48

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Keadaan Wilayah ... 51

5.2. Keadaan Penduduk ... 52

5.3. Gambaran Umum Gabungan Kelompok Tani Permata VII ... 54

5.4. Karateristik Petani Responden Pada Gabungan Kelompok Tani Permata VII ... 56

5.4.1. Usia Petani ... 56

5.4.2. Tingkat Pendidikan Petani ... 57

5.4.3. Pengalaman Berusahatani Tembakau Voor Oogst Kasturi ... 58

5.4.4. Luas Lahan dan Status Lahan ... 58

5.5. Karakteristik Pedagang ... 60

5.5.1. Usia Pedagang ... 60

5.5.2. Tingkat Pendidikan Pedagang ... 60

5.5.3. Pengalaman Berdagang Tembakau ... 61

VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Keragaan Usahatani Tembakau Voor Oogst Kasturi ... 62

6.2. Analisis Pendapatan Usahatani Tembakau Voor Oogst Kasturi ... 70

6.2.1. Penerimaan Usahatani Tembakau Voor Oogst Kasturi ... 71

6.2.2. Biaya Usahatani Tembakau Voor Oogst Kasturi ... 73

6.2.3. Pendapatan Usahatani Tembakau Voor Oogst Kasturi ... 74

6.3. Saluran Tataniaga Tembakau Voor Oogst Kasturi ... 77

6.3.1. Saluran Tataniaga I ... 78

6.3.2. Saluran Tataniaga II ... 79

6.3.3. Saluran Tataniaga III ... 79

6.3.4. Saluran Tataniaga IV ... 80

(12)

6.3.5.1. Petani ... 81

6.3.5.2. Pedagang ... 83

6.3.6. Struktur Pasar ... 85

6.3.7. Perilaku Pasar ... 86

6.3.7.1. Praktek Pembelian dan Penjualan ... 86

6.3.7.2. Penentuan Harga dan Cara Pembayaran ... 87

6.3.7.3. Kerjasama Antara Lembaga Tataniaga ... 88

6.3.8. Marjin Tataniaga ... 88

6.3.9. Farmer Share ... 91

6.3.10. Rasio Keuntungan dan Biaya ... 92

VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan ... 94

7.2. Saran ... 95

DAFTAR PUSTAKA ... 97

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Produksi Perkebunan di Indonesia Menurut

Komoditi Tahun 2004-2008 ... 2 2. Luas dan Produksi Tembakau seluruh Indonesia

Menurut Provinsi Tahun 2008 ... 3 3. Luas Areal dan Produksi Menurut Jenis Tembakau di

Jawa Timur Tahun 2008 ... 4 4. Luas dan Produksi Tembakau Voor Oogst Kasturi di

Kabupaten Jember Tahun 2007-2009 ... 6 5. Luas Tanam, Produksi dan Produktivitas

Tembakau Voor Oogst Kasturi Menurut

Kelompok Tani Tahun 2009 ... 7 6. Nama Gapoktan Kecamatan Pakusari, Jumlah Anggota

dan Luas Lahan Sawah Anggota

Gabungan Kelompok Tani Tahun 2010 ... 39 7. Komponen Penyusunan Usahatani

Tembakau Voor Oogst Kasturi... 45 8. Luas Lahan dan Persentase Menurut Penggunaan

di Desa Pakusari Tahun 2009 ... 52 9. Distribusi Tingkat Pendidikan Penduduk

Desa Pakusari Tahun 2009 ... 53 10. Struktur Mata Pencaharian Penduduk

Desa Pakusari Tahun 2009 ... 53 11. Sebaran dan Persentase Responden Berdasarkan

Usia pada Petani Gapoktan Permata VII

di Desa Pakusari Tahun 2010 ... 57 12. Sebaran dan Persentase Responden Berdasarkan

Tingkat Pendidikan pada Petani Gapoktan

Permata VII di Desa Pakusari Tahun 2010 ... 57 13. Sebaran dan Persentase Responden Berdasarkan

Pengalaman Berusahatani Tembakau pada Petani Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari

Tahun 2010 ... 58 14. Sebaran dan Persentase Responden Berdasarkan

Luas Lahan pada Petani Gapoktan

(14)

15. Sebaran dan Persentase Responden Berdasarkan Status Lahan pada Petani Gapoktan

Permata VII di Desa Pakusari Tahun 2010 ... 59 16. Sebaran dan Persentase Responden

Pedagang Berdasarkan Usia Tahun 2010 ... 60 17. Sebaran dan Persentase Responden Pedagang

Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2010 ... 61 18. Sebaran dan Persentase Responden Pedagang

Berdasarkan Pengalaman Berdagang

Tembakau Tahun 2010 ... 61 19. Pola Tanaman disetiap Kelompok Tani

Gapoktan Permata VII Tahun 2010 ... 66 20. Hasil Output dan Input yang digunakan dalam

Usahatani Tembakau Voor Oogst Kasturi

Per Hektar Tahun 2010 ... 68 21. Penggunaan Tenaga Kerja pada Usahatani

Tembakau Voor Oogst Kasturi Tahun 2010 ... 69 22. Perhitungan Penyusutan Alat Pertanian Usahatani

Tembakau Voor Oogst Kasturi Tahun 2010 ... 70 23. Penerimaan Usahatani Tembakau Voor Oogst

Kasturi Per Hektar dengan Luas Lahan

Skala Besar (>5.336) Tahun 2010 ... 71 24. Penerimaan Usahatani Tembakau Voor Oogst

Kasturi Per Hektar dengan Luas Lahan

Skala Kecil (<5.336) Tahun ... 72 25. Analisis Pendapatan Usahatani Tembakau

Voor Oogst Kasturi per Hektar Rata-rata Sakala Besar

pada Petani Gapoktan Permata VII Tahun 2010 ... 75 26. Analisis Pendapatan Usahatani Tembakau

Voor Oogst Kasturi per Hektar Rata-rata Sakala Kecil

pada Petani Gapoktan Permata VII Tahun 2010 ... 76 27. Fungsi-fungi Tataniaga dari Setiap Lembaga Tataniaga

yang Terlibat dalam Tataniaga Tembakau Voor Oogst Kasturi pada Petani Gapoktan Permata VII di

Desa Pakusari Tahun 2010 ... 81

28. Farmer’s Share pada Saluran Tataniaga Tembakau

Voor Oogst Kasturi terhadap Petani Gapoktan

(15)

29. Rasio Keuntungan Biaya dan Biaya dan Biaya Lembaga Tataniaga Tembakau Voor Oogst Kasturi terhadap Petani Gapoktan Permata VII

(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Kurva Hubungan Biaya dengan Tingkat Produksi ... 26

2. Kurva Hubungan Biaya Total dan Hasil Penjualan Total ... 27

3. Saluran Pemasaran Barang-barang Konsumen ... 29

4. Marjin Tataniaga ... 35

5. Kerangka Pemikiran Operasional ... 38

6. Kegiatan Perkumpulan Rutin Pengurus Gapoktan Permata VII ... 55

7. Proses Pemanenan Tembakau Voor Oogst Kasturi ... 63

8. Pengangkutan Tembakau dan pensujenan Tembakau ... 64

9. Proses Penjemuran Tembakau Voor Oogst Kasturi ... 64

10.Proses Pemeraman Tembakau Voor Oogst Kasturi ... 65

11.Proses Pengemasan tembakau Voor Oogst Kasturi ... 65

12.Saluran Tataniaga Tembakau Voor Oogst Kastruri ... 78

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Ekspor Komoditi Pertanian

(Dalam Volume Ekspor) Tahun 2008-2009 ... 100 2. Impor Komoditi Pertanian

(Dalam Volume Ekspor) Tahun 2008-2009 ... 100 3. Rekapitulasi Areal Tembakau kabupaten Jember

Tahun 2007-2009 ... 101 4. Nama Responden, kelompok Tani, Alamat

Dan Luas Lahan Petani Gapoktan Permata VII

Tahun 2010 ... 103 5. Luas Lahan Petani Gapoktan Permata VII

Skala Besar (>5.336 m2

6. Luas Lahan Petani Gapoktan Permata VII

) Tahun 2010 ... 104 Skala Besar (>5.336 m2

7. Nama, Alamat, Umur, Pendidikan, Pengalaman

) Tahun 2010 ... 105 Dan Tujuan Penjualan Tembakau di Desa Pakusari,

Kecamatan Pakusari, Kabupaten Jember

Tahun 2010 ... 106 8. Biaya Usahatani Tembakau Voor Oogst Kasturi

Per Hektar Rata-rata Skala Besar pada Petani

Gapoktan Permata VII Tahun 2010 ... 107 9. Biaya Usahatani Tembakau Voor Oogst Kasturi

Per Hektar Rata-rata Skala Kecilpada Petani

Gapoktan Permata VII Tahun 2010 ... 110 10.Nama Responden, Tujuan Penjualan,

Hasil Tembakau Harga Jual Petani

di Setiap Saluran Tataniaga Tahun 2010 ... 112 11.Margin Tataniaga Tembakau Voor Oogst Kasturi

pada Anggota Gapoktan Permata VII di

Desa Pakusari, Kecamatan Pakusari Tahun 2010 ... 118 12.Rincian Biaya Tataniaga yang dikeluarkan oleh

Masing-masing Lembaga Tataniaga Tembakau

(18)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya sebagian besar adalah petani. Sektor pertanian adalah salah satu pilar dalam pembangunan nasional Indonesia. Dengan sumber daya manusia dan sumber daya alam yang berlimpah sektor pertanian sangatlah tepat sebagai sektor unggulan dalam pertahanan nasional. Salah satu komoditas pertanian dalam mendukung kehidupan ekonomi bangsa Indonesia adalah perkebunan. Perkebunan menempati posisi yang penting sebagai produk pertanian yang berpotensi untuk dikembangkan, hal ini dapat dilihat dari perkembangan ekspor dan impor komoditi pertanian dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2009. Perkembangan ekspor dapat dilihat pada Lampiran 1 sedangkan perkembangan impor dapat dilihat pada Lampiran 2.

Berdasarkan data tahun 2008 volume ekspor perkebunan sebesar 25.182.681 ton meningkat pada tahun 2009 sebesar 27.864.811 ton (10,65 %). Sedangkan nilai ekspor pada tahun 2008 sebesar US$ 27.369.363.000 menurun menjadi US$ 21.581.669.000 pada tahun 2009 (-21,15%). Peluang pasar komoditas perkebunan cukup besar, baik untuk pasar domestik maupun ekspor.

Disamping volume ekspor yang meningkat volume impor tahun 2008 ke tahun 2009 juga meningkat yaitu sebesar 2.683.739 ton menjadi 2.963.532 ton (10,42%). Sedangkan nilai impor menurun yaitu sebesar US$ 4.535.918.000 pada tahun 2008 menjadi US$ 3.949.191.000 pada tahun 2009 (-12,93%). Hal tersebut menunjukkan bahwa perkembangan ekspor juga diikuti dengan perkembangan impor yang seharusnya produk perkebunan dalam negeri diarahkan untuk menjadi produk yang mampu mensubstitusi impor.

Selain didukung oleh sektor ekspor dan impor perkebunan, komoditas dari setiap komoditi juga memberikan peran yang sangat penting bagi masyarakat Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil produksi yang dikembangkan setiap tahun. Komoditas perkebunan yang dihasilkan oleh Indonesia meliputi tanaman karet, kelapa sawit, kelapa, kopi, teh, lada, cengkeh, kakao, tembakau dan tebu. Tabel 1 menunjukkan bahwa peningkatan produksi tembakau lebih tinggi dibandingkan dengan the yaitu sebesar 0,15 persen sedangkan tembakau

(19)

2 mengalami peningkatan produksi sebesar 2,92 persen. Dengan demikian tembakau mempunyai prospek yang bagus untuk dikembangkan yaitu dengan semakin meningkatnya produksi tembakau.

Tabel 1. Produksi Perkebunan di Indonesia Menurut Komoditas Tahun 2004-2007 No Keterangan 2005 2006 2007 2008* Pertumbuhan pertumbuhan 2007 terhadap 2006 (%) 1. Karet 2.270.891 2.637.231 2.755.172 2.921.872 6,05 2. Kelapa Sawit 11.861.615 17.350.848 17.664.725 18.089.503 2,40 3. Kelapa 3.096.844 3.131.158 3.193.266 3.247.180 1,69 4. Kopi 640.365 682.158 676.475 682.938 0,96 5. Teh 166.091 146.858 150.623 150.851 0,15 6. Lada 78.328 77.533 74.131 79.726 7,55 7. Cengkeh 78.350 61.408 50.404 80.929 0,65 8. Kakao 748.828 769.386 740.006 792.761 7,13 9. Tembakau 153.470 146.265 164.851 169.668 2,92 10. Tebu 2.241.782 2.307.027 2.623.786 2.800.946 6,75 Keterangan : * = angka sementara

Sumber :diolah Departemen Pertanian, 2009

Tembakau merupakan komoditas perkebunan yang mempunyai peranan strategis dalam perekonomian nasional, yaitu merupakan sumber pendapatan negara melalui devisa negara, cukai, pajak, serta sumber pendapatan petani, dan dapat menciptakan lapangan kerja. Ditinjau dari aspek komersial, komoditas tersebut merupakan bahan baku industri dalam negeri sehingga keberadaannya perlu dipertahankan dan lebih ditingkatkan. Sebagaimana diketahui tanaman tembakau merupakan salah satu komoditi yang strategis dari jenis tanaman semusim perkebunan.

1

(20)

3 Peran tembakau bagi masyarakat cukup besar, hal ini karena aktivitas produksi dan pemasarannya melibatkan sejumlah penduduk untuk mendapatkan pekerjaan dan penghasilan1

Tabel 2. Luas dan Produksi Perkebunan Rakyat Tembakau Seluruh Indonesia Menurut Provinsi Tahun 2008

.

Produksi tembakau menurut provinsi hampir seluruh (91%) produksi tembakau Indonesia berasal dari tiga provinsi. Tabel 2 menunjukkan bahwa produksi tembakau terbanyak adalah di Provinsi Jawa Timur (46,20%) kemudian Nusa Tenggara Barat (30,83%) dan Jawa Tengah (15,31%) dan sisanya di Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Sumtera Utara, D.I. Yogyakarta, Sumatera Barat, Bali, Aceh, Nusa Tenggara Timur, Lampung dan Sumatera Selatan.

Provinsi Luas (Ha) Produksi (Ton)

Persentase Pertumbuhan Produksi (%)

Jawa Timur 106.998 76.426 46,20

Jawa Tengah 36.777 25.329 15,31

Nusa Tenggara Barat 31.384 51.006 30,83

Jawa Barat 8.116 6.769 4,09 Sulawesi Selatan 3.209 1.133 0,68 D.I Yogyakarta 1.716 1.286 0,78 Sumatera Barat 1.362 1.199 0,72 Bali 1.006 1.806 1,09 Aceh 831 236 0,14

Nusa Tenggara Timur 261 32 0,02

Sumatera Utara 212 119 0,07

Jambi 80 25 0,02

Lampung 64 44 0,03

Sumatera Selatan 46 13 0,01

Jumlah Keseluruhan 192.062 165.423 100,0

(21)

4 Ada delapan jenis tembakau di Jawa Timur yaitu Tembakau Voor Oogst Kasturi, Tembakau Na Oogst,Tembakau Paiton, Tembakau Madura, White Burly,

Virginia, dan Tembakau Jawa. Menurut data Direktorat Jenderal Perkebunan

2009, jenis tembakau Voor Oogst (VO) Kasturi yang dibudidayakan pada tahun 2008 dengan luas lahan 5.051 ha dan produksi sebesar 4.117 ton. Walaupun luas dan produksi tembakau voor oogst kasturi lebih kecil dibandingkan dengan tembakau madura, tembakau jawa, tembakau virginia dan tembakau paiton tetapi tembakau voor oogst kasturi banyak diproduksi dibandingkan dengan tembakau

na oogst, white burley dan tembakau lumajang. Luas areal dan produksi menurut

jenis tembakau di Jawa Timur dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Luas Areal dan Produksi Menurut Jenis Tembakau di Jawa Timur Tahun 2008

No Jenis Tembakau Luas (ha) Produksi

(ton) Produktivitas (ton/ha) 1. Tembakau Madura 56.351 32.323 0,57 2. Tembakau Jawa 21.084 10.742 0,51 3. Tembakau Virginia 10.639 10.109 0,95 4. Tembakau Paiton 9.804 13.427 1,37

5. Tembakau Voor Oogst Kasturi 5.051 4.117 0,82

6. Tembakau Na Oogst 2.807 3.399 1,21

7. Tembakau White Burley 1.178 2.209 1,87

8. Tembakau Lumajang 84 100 1,19

Sumber: Diolah dari Direktorat Jenderal Perkebunan, 2009

Tanaman tembakau Voor Oogst kasturi dibudidayakan di daerah Jawa Timur tersebar di beberapa Kabupaten yaitu di Kabupaten Lumajang, Bondowoso, Situbondo dan Jember. Kabupaten yang menjadi sentra tembakau voor oogst kasturi adalah Kabupaten Jember. Produksi unggulan perkebunan Jember adalah komoditi tembakau. Tanaman ini telah lama dibudidayakan hampir diseluruh kawasan di Kabupaten Jember, sehingga wajar dalam pengembangannya selalu menjadi perhatian Pemerintah Kabupaten Jember. Hal ini memberikan kontribusi yang positif terhadap pendapatan petani tembakau.

(22)

5 Dari total 31 Kecamatan di Kabupaten Jember hampir seluruh dari Kecamatan menjadi area penanaman tembakau sebagai tumpuan perekonomian, hanya terdapat 10 Kecamatan yang tidak membudidayakan tembakau sebagai tumpuan perekonomian. Luas areal jenis tembakau voor oogst kasturi paling besar dibandingkan dengan jenis tembakau lainnya. Tahun 2007 sampai dengan 2008 luas tembakau voor oogst kasturi mengalami kenaikan yaitu 3.181 ha menjadi 5.739,85 ha. Salah satu Kecamatan yang membudidayakan tembakau

voor oogst kasturi adalah Kecamatan Pakusari dengan luas lahan tahun 2007

sebesar 516 ha meningkat pada tahun 2008 menjadi 581 ha. Rekapitulasi areal tembakau menurut Kecamatan tahun 2007-2008 pada Lampiran 3.

Terdapat tujuh desa di Kecamatan Pakusari yang setiap Desa terbentuk kelompok tani. Salah satu Desa yang membudidayakan tembakau adalah Desa Pakusari. Ada delapan kelompok tani di Desa Pakusari yang digabung dalam satu kelompok tani yang diberi nama Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Permata VII yang didirikan pada tanggal 29 Januari 2009. Sampai saat ini anggota Gapoktan Permata VII berjumlah 792 orang. Gapoktan Permata VII memiliki anggota terbanyak dari Gapoktan yang ada di Kecamatan Pakusari serta luas lahan sawah yang tertinggi.

Komoditas utama yang diproduksi oleh anggota Gapoktan Permata VII adalah padi, cabai, jagung, dan tembakau. Komoditas tembakau voor oogst kasturi adalah salah satu komoditas yang paling banyak diproduksi oleh petani yang tergabung dalam Gapoktan Permata VII pada musim kemarau. Tembakau voor

oogst kasturi sudah diproduksi setiap tahun bahkan sebagian petani menanam

tembakau secara turun temurun karena menaman tembakau voor oogst kasturi menjadi warisan nenek moyang. Jalur tataniaga yang dilakukan oleh petani untuk menjual hasil tembakau adalah dari petani ke pedagang dan petani ke pabrik tembakau kecil atau ke pabrik tembakau besar.

1.2 Perumusan Masalah

Tahun 2010 ada peningkatan bagi hasil cukai rokok dan tembakau untuk Jember. Pada tahun 2009 Jember mendapat Rp 8,7 miliar, meningkat pada tahun 2010 sebesar Rp 9,02 miliar dari sektor ini. Penambahan bagi hasil tersebut

(23)

6 direspon baik oleh Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jember. Secara keseluruhan, daerah-daerah lain di Jawa Timur salah satunya di Kabupaten Lumajang, Kabupaten Bondowoso, dan Kabupaten Situbondo juga mengalami peningkatan. Penambahan bagi hasil cukai membawa konsekuensi yaitu perbaikan mutu tembakau dan rokok produk Jember. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jember diharuskan meningkatkan kualitas pabrik rokok lokal, baik dari sisi bahan baku maupun produksi2

Tahun

.

Dalam perkembangan pengusahaan tembakau di Kabupaten Jember, luas dan produksi tembakau berfluktuatif. Tabel 4 menunjukkan bahwa pada tahun 2007 mengalami penurunan luas dan produksi tembakau voor oogst kasturi karena pada tahun 2006 petani mengalami kerugian. Kerugian tersebut disebabkan oleh faktor alam sehingga tembakau petani menjadi rusak dan harga tembakau menjadi rendah dipasaran. Pada tahun 2007 petani beralih pada tanaman lain karena melihat pengalaman pada tahun 2006 harga tembakau rendah sementara biaya produksi semakin meningkat sehingga pada tahun 2007 produksi tembakau

voor oogst kasturi menurun. Pada tahun 2007 banyak petani yang tidak

memproduksi tembakau voor oogst kasturi dengan demikian pasokan tembakau menjadi berkurang sehingga harga tembakau pada tahun 2007 menjadi meningkat. Tahun 2008 dan 2009 luas dan produksi tembakau voor oogst kasturi mengalami peningkatan dikarenakan harga tembakau voor oogst kasturi mulai naik berawal dari tahun 2007 walaupun biaya produksi juga semakin meningkat.

Tabel 4. Luas dan Produksi Tembakau Voor Oogst Kasturi di Kabupaten Jember Tahun 2007-2009

Luas (ha) Produksi (kw) Produktivitas (Kw/Ha)

2005 2.659,40 40.422,88 15,20

2006 3.566,00 60.265,40 16,90

2007 3.181,00 32.128,10 10,10

2008 6.423,90 96.358,50 15,00

2009 8.901,00 125.064,90 14,05

Sumber: Dinas Perkebunan, Kehutanan dan Konversi SDA Kabupaten Jember, 2010

(24)

7 Petani yang tergabung dalam Gapoktan Permata VII melakukan produksi tembakau voor oogst kasturi sekali dalam setahun yaitu pada musim kemarau.

Tabel 5. Luas Tanam, Produksi dan Produktivitas Tembakau Voor Oogst Kasturi Menurut Kelompok Tani Tahun 2009

Jumlah produksi tanaman adalah 14.000-15.000 tanaman per hektar. Ada lima kelompok tani yang memproduksi tembakau voor oogst kasturi yaitu kelompok tani sejahtera I, Sejahtera II, Gempal II, Harapan dan Karya Tani. Tiga kelompok tani lainnya menanam padi dan jagung yaitu kelompok tani Tegal Ajung I, Tegal Ajung II dan Tegal Ajung III. Luas lahan yang dimiliki oleh petani mempengaruhi hasil produksi tembakau voor oogst kasturi. Luas lahan yang paling besar yaitu pada kelompok tani Gempal II dan yang paling kecil pada luas lahan karya tani. Lokasi di daerah Gempal II merupakan persawahan yang digunakan untuk memproduksi tembakau voor oogst kasturi sementara lokasi pada kelompok tani Karya Tani merupakan lahan pekarangan dan tegalan yang ditanami buah-buahan seperti rambutan, mangga, durian serta tanaman lainnya sehingga luas lahan sawah yang ditanami tembakau voor oogst kasturi hanya enam hektar. Luas tanam, produksi dan produktivitas tembakau voor oogst kasturi menurut kelompok tani tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 5.

No Nama Kelompok Tani Luas (Ha)

Hasil Produksi Tanaman Tembakau (Kw) Produktivitas Tanaman Tembakau (Kw/Ha) 1. Tani Sejahtera I 38 539,6 14,2 2. Tani Sejahtera II 31,2 452,4 14,5 3. Gempal II 56,6 837,68 14,8 4. Harapan 52 754 14,5 5. Karya Tani 6 85,8 14,3

Sumber: Gabungan Kelompok Tani Permata VII, 2009

Tembakau voor oogst kasturi adalah tanaman yang paling banyak diproduksi pada waktu musim kemarau. Sedangkan tanaman padi yang diproduksi oleh petani pada saat musim kemarau tidak begitu banyak dikarenakan kekurangan air. Petani yang memproduksi padi setiap tahun adalah petani yang

(25)

8 mempunyai lahan sawah dengan banyak air atau irigasi yang cukup baik, sehingga petani tidak memproduksi tembakau voor oogst kasturi. Menurut petani yang memproduksi padi, tanaman padi adalah tanaman yang mudah untuk diproduksi selain biaya produksi tidak terlalu tinggi perawatan juga tidak terlalu sulit. Pendapatan yang dihasilkan oleh petani tergantung hasil produksi yang diperoleh. Jika hasil padi bagus atau tidak terserang hama dan penyakit maka hasil akan diperoleh tinggi sedangkan harga padi yang diterima petani cukup tinggi yaitu sebesar Rp 230.000 per kwintal. Petani yang memproduksi jagung adalah petani yang kekurangan modal untuk memproduksi tembakau voor oogst kasturi dan lahan sawah yang dimiliki jauh dari irigasi. Harga jagung per kwintal adalah Rp 125.000 per kwintal.

Menghadapi permasalahan yang disebabkan karena adanya biaya usahatani yang semakin meningkat dalam pembudidayaan tembakau voor oogst kasturi sehingga berdampak kepada penjualan hasil tembakau voor oogst kasturi tidak membuat anggota Gapoktan Permata VII beralih ketanaman lainnya. Permasalahan yang dihadapi petani tembakau voor oogst kasturi dari tahun ketahun selalu sama, dimana harga jual di pasaran sangat bergantung pada pihak pabrik tembakau dan harga yang diberikan kepada petani tergantung pada kualitas tembakau voor oogst kasturi yang dijual. Selain biaya produksi semakin meningkat masalah yang dihadapi oleh petani tembakau voor oogst kasturi untuk mempertahankan kualitas agar tembakau voor oogst kasturi mempunyai kualitas yang tinggi adalah faktor alam. faktor alam yang terjadi adalah musim penghujan yang masuk pada musim kemarau, dimana petani masih melakukan proses budidaya dan pengeringan tembakau voor oogst kasturi. Petani yang terlambat melakukan panen karena hujan berakibat pada hasil tembakau voor oogst kasturi yaitu tembakau voor oogst kasturi akan menjadi busuk dan kualitas akan menjadi jelek sehingga harga tembakau voor oogst kasturi akan menjadi rendah.

Pendapatan yang dihasilkan petani tembakau voor oogst kasturi ditentukan oleh produksi yang dihasilkan, biaya produksi yang dikeluarkan dan harga output yang diterima pada saat panen. Biaya produksi dalam kegiatan budidaya tembakau voor oogst kasturi cenderung semakin meningkat, hal ini dapat dilihat dari harga pupuk, bibit tembakau voor oogst kasturi serta biaya tenaga kerja yang semakin

(26)

9 meningkat. Saat ini yaitu tahun 2010 harga bibit per 1.000 pohon sebesar Rp 50.000 hingga Rp 60.000, padahal pada tahun 2009 hanya sebesar Rp 15.000–Rp 20.000 per 1.000 pohon. Apabila petani tidak menerapkan pola produksi yang baik dan efisien maka petani akan memperoleh kerugian dengan penerimaan yang rendah.

Petani menjual tembakau voor oogst kasturi kering dengan empat sampai lima tahapan atau panen. Tingginya harga tembakau voor oogst kasturi yang ditawarkan pabrik tembakau saat ini di daerah Jember cukup merangsang pedagang atau petani tembakau luar daerah untuk menjual hasil produksinya ke Kabupaten Jember. Karena banyaknya tembakau yang masuk ke pabrik Kabupaten Jember maka menyebabkan kelebihan produksi, sehingga sering mendengar bahwa sebagian produksi tidak terbeli atau terbeli dengan sangat murah.

Harga tembakau voor oogst kasturi yang diterima petani jika petani menjual ke pedagang sesuai dengan kualitas, yaitu panen pertama dengan harga Rp 8000-12.000 per kilogram, panen kedua dengan harga Rp 12.000-18.000 per kilogram, panen ketiga dengan harga Rp 18.000-23.000 per kilogram, dan panen yang ke empat dan terakhir dengan harga Rp 23.000-29.000 per kilogram. Sementara harga yang dibayarkan konsumen akhir (pabrik) lebih besar dibandingkan harga dari pedagang. Petani dapat mengalami kerugian apabila harga tembakau voor oogst kasturi kering dibeli di bawah harga yang diharapkan karena kualitas yang rendah.

Tataniaga produk tembakau dilakukan petani biasanya melalui pedagang pengumpul, pedagang besar atau langsung dijual ke pabrik tembakau, dengan melakukan produk pengeringan dan pengebalan produk. Tetapi untuk tataniaga produk tembakau voor oogst kasturi hanya melalui pedagang saja, dan pedagang langsung menjual ke pabrik tembakau. Sifat dari tembakau ini adalah fancy Product, artinya petani tidak mengetahui kualitas dari tembakau yang dihasilkan, sifat inilah yang menyebabkan petani pada posisi yang kurang menguntungkan. Penjualan terjadi kesepakatan antara petani, padagang dan pabrik sebagai konsumen akhir, yaitu pabrik Gudang Garam, Djarum, Bentoel, Sampoerna, dan pabrik-pabrik lokal lainnya.

(27)

10 Usahatani tembakau voor oogst kasturi membutuhkan biaya yang cukup tinggi, disamping biaya bibit dan harga pupuk yang semakin meningkat upah tenaga kerja juga meningkat. Sedangkan harga tembakau voor oogst kasturi tergantung pada pedagang atau pabrik tembakau. Semakin banyak tembakau yang ada di pasar atau semakin berlimpahnya tembakau voor oogst kasturi yang dihasilkan oleh petani maka harga tembakau voor oogst kasturi semakin rendah. Petani akan mendapatkan harga yang maksimal jika petani menjual tembakau

voor oogst kasturi langsung ke pabrik tembakau dibandingkan dengan petani

menjual ke pedagang tembakau. Pedagang tembakau akan mengambil keuntungan sebesar 20 sampai 30 persen.

Hal ini menjadi menarik untuk dikaji dan ditelusuri lebih dalam mengenai pendapatan petani dan saluran tataniaga tembakau voor oogst kasturi yang tergabung dalam Gapoktan Permata VII untuk menganalisis pendapatan petani dan saluran tataniaga tembakau voor oogst kasturi. Apakah saluran tataniaga yang dilakukan petani sudah efisien.

Maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana keragaan usahatani tembakau voor oogst kasturi pada petani Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari, Kecamatan Pakusari, Kabupaten Jember?

2. Seberapa besar pendapatan petani tembakau voor oogst kasturi menurut luas lahan yang dimiliki oleh petani Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari, Kecamatan Pakusari, Kabupaten Jember?

3. Apakah saluran tataniaga tembakau voor oogst kasturi pada petani Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari, Kecamatan Pakusari, Kabupaten Jember sudah efisien?

(28)

11 1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk :

1. Menganalisis keragaan usahatani tembakau voor oogst kasturi pada petani Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari, Kecamatan Pakusari, Kabupaten Jember.

2. Menganalisis pendapatan petani tembakau voor oogst kasturi menurut luas lahan petani Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari, Kecamatan Pakusari, Kabupaten Jember.

3. Menganalisis saluran tataniaga tembakau voor oogst kasturi pada petani Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari, Kecamatan Pakusari, Kabupaten Jember.

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan memiliki beberapa kegunaan, antara lain :

1. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi petani Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari khususnya mengenai pendapatan usahatani dan tataniaga tembakau voor oogst kasturi sehingga dapat melakukan usaha-usaha perbaikan dalam budidaya untuk meningkatkan pendapatan.

2. Sebagai bahan informasi dan rujukan untuk penelitian selanjutnya.

3. Sebagai sarana bagi penulis untuk melatih kemampuan dalam menganalisa masalah berdasarkan fakta dan data yang tersedia yang disesuaikan dengan pengetahuan yang diperoleh selama kuliah.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini akan difokuskan hanya pada tembakau jenis voor oogst kasturi yang dilakukan oleh petani gabungan kelompok tani Permata VII di Desa Pakusari, kecamatan Pakusari, Kabupaten Jember. Batasan penelitian mengenai usahatani ini hanya pada pendapatan petani dan jalur tataniaga yang dilakukan oleh patani.

(29)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gambaran Umum Tembakau

Tembakau adalah produ

genus

dalam bentuk nikotin tartrat dapat digunakan sebagai obat. Jika dikonsumsi, pada umumnya tembakau dibuat menjadi

Tembakau telah lama digunakan sebagai

bangsa Eropa ke Amerika Utara mempopulerkan perdagangan tembakau terutama sebagai obat penenang. Kepopuleran ini menyebabkan pertumbuhan ekonomi perubahan dalam permintaan dan tenaga kerja menyebabkan perkembangan industri rokok. Produk baru ini dengan cepat berkembang menjadi perusahaan-perusahaan tembakau hingga terjadi kontroversi ilmiah pada pertengahan abad ke-20.

Dalam Bahasa Indonesia tembakau merupakan serapan dari bahasa asing. Bahasa Spanyol "tabaco" dianggap sebagai asal kata dalam bahas khususnya dalam bahasa daun-daun pada tumbuhan ini (menurut juga dari kata "tabago", sejenis pipa berbentuk y untuk menghirup asap tembakau (menurut Oviedo, daun-daun tembakau dirujuk sebagai Cohiba, tetapi Sp. tabaco (juga It. tobacco) umumnya digunakan untuk mendefinisika

obatan sejtabbaq", yang dikabarkan ada

sejak tobacco

tumbuhan sejenis yang berasal dari Amerika3

Tembakau kasturi merupakan salah satu tipe tembakau yang diolah secara krosok (leaf type) atau lembaran-lembaran daun. Tembakau Kasturi ini adalah salah satu tanaman tembakau yang dibudidayakan pada musim kemarau atau dikenal dengan istilah Voor Oogst (VO) dengan cara pengeringan menggunakan

.

3

(30)

13 bantuan sinar matahari lansung (sun cured). Tanaman ini banyak dibudidayakan di daerah Jember dan Bondowoso (Jawa Timur). Dari varietas tembakau kasturi yang ada beberapa yang sering dipakai oleh petani di Jember dan Bondowoso adalah varietas jepon, mawar, marakot dan baleno.

Aktivitas pembuatan bedengan untuk tembakau ini dimulai pada musim kemarau, dilanjutkan dengan proses penanaman. Panen raya tembakau voor oosgt kasturi pada awal musim hujan4.

2.2 Peran Tembakau Dalam Perekonomian Nasional, Sosial dan Budaya Menurut Pusat Penelitian dan Pengembangan perkebunan (2008), tembakau adalah komoditas yang bernilai ekonomis tinggi. Sebagai bahan baku yang dibutuhkan oleh industri rokok dan cerutu, maka peran tembakau dalam perekonomian nasional sangat tinggi. Sumber-sumber penerimaan Negara yang berasal dari tembakau dan industri hasil tembakau berupa cukai dan devisa ekspor. Cukai berasal dari pajak penjualan tembakau, sedangkan devisa berasal dari pajak ekspor tembakau atau rokok. Selain dari cukai dan devisa yang memberi peran terhadap pendapatan negara, tembakau dan industri hasil tembakau juga mempunyai kontribusi terhadap Pendapatan Hasil Daerah (PAD), seperti tumbuhnya warung, pedagang eceran, dan industri penunjang lainnya (seperti tali, keranjang tembakau, tikar untuk membungkus tembakau). Besarnya kontribusi terhadap PAD pada masing-masing sentra produksi ini akan ditentukan oleh jenis tembakau dan luas areal pengembangan tembakau. Namun demikian informasi kuantitatif peran tembakau dan industri hasil tembakau terhadap perekonomian daerah belum tersedia.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hastari (2009), tembakau merupakan komoditas yang kontroversi. Tanaman tembakau dikatakan kontroversial mengingat disatu pihak peran tembakau dan industri hasil tembakau memegang peran penting dalam perekonomian negara dan dipihak lain produk yang dihasilkan membahayakan bagi kesehatan. Peran tembakau dan industri hasil tembakau dalam kehidupan sosial ekonomi seperti: penyedia lapangan kerja,

4

(31)

14 sumber pendapatan petani dan buruh, pedagang, pendapatan daerah, cukai dan devisa negara.

Sebagai komoditas yang bernilai ekonomis tinggi, maka pengelolaan tanaman tembakau dilakukan dengan sangat insentif, sehingga banyak melibatkan tenaga kerja mulai dari pembibitan, tanaman, panen sampai prosesing. Demikian juga industri rokok, sangat juga melibatkan bidang yang terkait dengan industri tembakau antara lain: cengkeh, penjualan rokok, percetakan, dan transportasi, yang semuanya itu menyerap tenaga kerja yang banyak. Tenaga kerja yang dapat terserap mulai dari petani tembakau sampai dengan tenaga jasa transportasi rokok sekitar 6,4 juta tenaga kerja.

Pertembakauan Indonesia dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku pabrik rokok dalam negeri yang terus meningkat dan untuk antisipasi peluang ekspor ke pasar tembakau internasional. Ekspor tembakau Indonesia didominasi oleh bahan baku pembuat cerutu (na-oogst), sedangkan untuk keperluan konsumsi dalam negeri didominasi jenis tembakau bahan sigaret (voor

oogst) lebih dari 90%. Bahan sigaret yang diekspor adalah sisa pasar lokal

mutunya tidak memenuhi kriteria untuk kebutuhan pabrik rokok dalam negeri. Impor tembakau terus meningkat dari tahun ke tahun seiring perkembangan produksi pabrik rokok lokal, utamanya jenis Virginia, White burley, dan Oriental.

2.3 Kajian Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan analisis tembakau maupun saluran tataniaga tembakau masih belum banyak dilakukan. Ada beberapa penelitian yang berkaitan dengan analisis tembakau maupun saluran tataniaga tembakau yaitu penelitian yang dilakukan oleh Sumbara (2008) yang berjudul pendapatan usahatani tembakau Mole dan Virginia di Kabupaten Garut, penelitian yang dilakukan oleh sumbara menyatakan bahwa bertani tembakau mole bagi sebagian besar masyarakat di Desa Ciburial merupakan kegiatan yang bersifat turun menurun sedangkan tembakau virginia baru panen perdana pada tahun 2007. Hal tersebut sama dengan penelitian yang dilakukan di Desa Pakusari bahwa sebagian besar petani Gapoktan Permata VII melakukan kegiatan tembakau voor oogst kasturi bersifat turun menurun.

(32)

15 Proses pembudidayaan tembakau mole, virginia maupun tembakau voor

oogst kasturi hampir sama yaitu dimulai dengan pengolahan lahan dan ditanam

pada jarak yang sesuai dengan luas lahan. Penggunaan pupuk dan pestisida relatif menggunakan pupuk dan pestisida yang sama hanya saja varietas bibit yang berbeda. Pada tembakau virginia, proses pengolahan untuk merubah daun basah menjadi daun kering (krosok) digunakan oven atau biasa disebut dengan pengovenan sedangkan pada tembakau voor oogst proses pengeringan dilakukan dengan cara bantuan sinar matahari. Tembakau virginia dan tembakau mole diproses dengan cara dirajang sedangkan tembakau voor oogst kasturi diproses dengan cara lembar daun yang dijemur dan disortasi sesuai dengan kualitas tembakau. Tembakau virginia dijual dalam bentuk tembakau ovenan, tembakau mole dijual dalam bentuk rajangan dan daun basah sedangkan tembakau voor oogst kasturidijual dengan bentuk tembakau kering yang sudah di unting (gagang tembakau voor oogst kasturi diikat dengan menggunakan bambu tipis).

Analisis pendapatan pada tembakau mole dihitung dengan membedakan penjualan tembakau daun basah dan rajangan per hektar, tembakau virginia dihitung dengan hasil tembakau ovenan sedangkan tembakau voor oogst kasturi dihitung berdasarkan luas lahan skala besar dan skala kecil. R/ C rasio tembakau mole sebesar 1,89 (daun basah) dan 2,03 (rajangan) sedangkan virginia sebesar 2,89. Nilai R/C rasio pada tembakau voor oogst kasturi berdasarkan luas lahan skala besar pada penelitian ini menghasilkan 1,33 dan skala kecil sebesar 1,20. Hal tersebut menjelaskan bahwa biaya yang dikeluarkan tembakau voor oogst kasturi lebih kecil dibandingkan tembakau mole dan virginia. Manfaat yang dapat diambil dari penelitian terdahulu bahwa peneliti dapat melihat perbedaan dari proses pengolahan tembakau dan proses analisis yang dilakukan. Hal tersebut menjadi bahan informasi dan ilmu yang baru bagi peneliti maupun peneliti yang akan dilakukan selanjutnya tentang tembakau untuk dijadikan bahan perbandingan.

Penelitian tentang tembakau yang dilakukan oleh Kertawati (2008) dengan judul penelitian analisis sistem tataniaga tembakau Mole (Desa Ciburial, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut, Jawa Barat). Proses pembudidayaan dan pengolahan sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Sumbara yaitu dengan

(33)

16 cara dirajang, Kertawati menambahkan bahwa proses panen dibagi berdasarkan kualitas, yaitu kualitas satu dan dua (pucuk) tujuh lembar, kualitas tiga dan empat (tengah dan atas) enam lembar, kualitas lima (daun kepel) dua lembar dan kualitas enam (koseran) sebanyak tiga lembar. Pemanenan yang dilakukan sama dengan pemanenan tembakau voor oogst kasturi yaitu berdasarkan kualitas hanya saja sebutan panen yang berbeda. Pengklarifikasian tembakau voor oogst kasturi di Desa Pakusari yaitu panen pertama disebut tembakau kusiran, kedua eksport, ketiga semi lokal dan ke empat lokal. Jarak panen pertama dan kedua adalah satu minggu setelah panen pertama.

Pola tataniaga tembakau mole di Desa Ciburial dijual dalam bentuk rajangan. Terdapat empat pola saluran tataniaga yang dilakukan oleh petani tembakau mole. Saluran tataniaga yang terjadi adalah saluran tataniaga I : petani, Bandar, dan Pabrik Rokok (PT Djarum); saluran II : petani, pedagang pengumpul, bandar dan pabrik rokok (PT Sampoerna); saluran iii : petani, pedagang pengumpul, pabrik guntingan, pedagang pengecer dan pedagang luar daerah; dan saluran iv : petani, pedagang pengecer dan konsumen. Sedangkan pola saluran tataniaga yang terjadi di Desa Pakusari pada tembakau voor oogst kasturi hanya melibatkan pedagang dan dua pabrik tembakau (PT Saempoerna dan PT Djarum). Saluran tataniaga yang paling efisien pada tembakau mole adalah saluran tataniaga saluran I dimana marjin tataniaga terkecil, farmer’s share terbesar dan pola saluran terpendek. Sedangkan pada tembakau voor oogst kasturi saluran yang efisien adalah saluran III berdasarkan marjin, saluran I dan saluran II jika diukur dengan farmer’s share dan saluran II jika di ukur dengan rasio keuntungan dan biaya.

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian yang dilakukan oleh Kertawati adalah informasi yang ada di Desa Ciburial terdapat banyak lembaga tataniaga tidak hanya dengan saluran tataniaga yang dilakukan pada tembakau voor oogst kasturi hanya pedagang dan pabrik tembakau saja.

Penelitian tentang tembakau lainnya yang dilakukan oleh Hastari (2009) yang berjudul struktur pendapatan usahatani tembakau Temanggung sistem rotasi dengan jagung dan kacang tanah studi kasus di Desa Wonotirto Kecamatan Bulu Kabupaten Temanggung Jawa Tengah. Hasil penelitian Hastari menyatakan

(34)

17 bahwa usahatani tembakau temanggung sebagian besar dilakukan oleh petani menengah ke atas mengingat usahatani tersebut membutuhkan modal yang cukup tinggi untuk memenuhi input produksi. Penelitian tersebut juga membandingkan pendapatan non tembakau yaitu jagung dan kacang tanah. Proses pengolahan tembakau temanggung sama dengan tembakau mole yaitu dengan proses perajangan. Tetapi yang membedakan adalah proses pemanenan yang dilakukan oleh petani tembakau temanggung sebanyak tujuh sampai delapan kali dari daun terendah.

Hasil analisis yang dilakukan bahwa usahatani tembakau temanggung tidak mempunyai kontribusi yang besar terhadap pendapatan total usahatani, kontribusinya yaitu sebesar 19,19 persen, dan dari hasil yang didapat menunjukkan bahwa usahatani tembakau temanggung tidak menguntungkan untuk di usahakan dimana R/C rasio sebesar 0,94. Hal tersebut disebabkan oleh tingginya biaya input. Dibandingkan dengan tembakau temanggung, jagung lebih memberikan kontrobusi yang besar terhadap pendapatan total yaitu sebesar 41,19 persen dan kacang tanah sebesar 39,62 persen. Dengan hasil yang diperoleh saran yang diberikan oleh peneliti adalah petani di Desa Wonotirto mengganti pola tanam dalam satu tahun, dimana pada musim kemarau petani bias berusahatani tembakau temanggung disaran untuk mengganti pada usahatani lainnya seperti usahatani jagung.

Dari ketiga penelitian yang berkaitan dengan tembakau perbedaan lainnya adalah tempat penelitian, waktu penelitian dan responden yang diambil untuk dijadikan sampel. sedangkan persamaannya adalah alat analisis yang digunakan oleh Sumbara dan Hastari yaitu analisis pendapatan usahatani serta analisis R/C rasio. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Kertawati sama dengan penelitian ini yaitu tentang saluran tataniaga.

Penelitian terdahulu yang berhubungan dengan analisis pendapatan dan tataniaga adalah penelitian yang dilakukan oleh Zalukhu (2009) dengan judul analisis usahatani dan tataniaga padi varietas unggul nasional kasus padi varietas Bondoyudo pada gapoktan tani bersatu, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keragaan usahatani, pendapatan usahatani, menganalisis faktor-faktor produksi dan menganalisis

(35)

18 efisiensi tataniaga beras di Kecamatan Cibungbulang. Nilai R/C rasio atas biaya tunai adalah 2,66. Artinya setiap pengeluaran biaya tunai satu satuan biaya akan menghasilkan penerimaan sebesar 2,66 satuan penerimaan.

Saluran tataniaga terdiri dari tiga saluran yaitu (1) petani – pedagang pengumpul – konsumen; (2) petani – pedagang pengumpul – pedagang besar – konsumen dan (3) petani – pedagang pengumpul – pedagang besar – pengecer – konsumen. Saluran tataniaga yang memiliki nilai farmer’s share dan rasio keuntungan/biaya yang paling besar dan nilai margin tataniaga paling kecil adalah pada saluran 1. Dengan demikian, saluran 1 lebih efisien dibanding saluran tataniaga lainnya.

Penelitian yang dilakukan oleh Riyanto (2005), yang berjudul analisis pendapatan cabang usahatani dan pemasaran padi (Kasus: Tujuh Desa, Kecamatan Salem, Kabupaten Brebes Propinsi Jawa Tengah). Berdasarkan hasil analisis diketahui pendapatan atas biaya tunai yang diperoleh petani kelompok I, II, dan III bernilai positif dan lebih besar dari pendapatan atas biaya totalnya. Apabila dilihat dari perbandingan antara penerimaan dan biaya (R/C rasio) atas biaya tunai dan biaya totalnya maka diketahui ternyata nilai R/C rasio yang diperoleh petani di kelompok I lebih rendah dari petani yang ada pada kelompok II dan III. Adapun nilai R/C rasio yang diperoleh petani pada kelompok I tersebut adalah sama dengan 1,81 untuk R/C rasio atas biaya tunai dan 1,34 untuk R/C rasio atas biaya total. Dari sisi pemasarannya diketahui bahwa ada dua pola pemasaran yaitu pemasaran pola I marjin pemasaran terbesar yaitu sebesar 582,50 dibandingkan dengan pemasaran pola II dilihat dari rasio antara biaya dan keuntungannya. Dengan demikian pemasaran pola I lebih efisien dibandingkan dengan pemasaran pola II, tetapi pemasaran yang paling banyak digunakan oleh petani adalah pemasaran pola II, yaitu sebesar 63,33 persen dari total petani.

Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang adalah pada alat analisis yaitu analisis pendapatan dan R/C rasio serta analisis tataniaga yang meliputi saluran tataniaga, fungsi-fungsi tataniaga, efisiensi tataniaga, margin tataniaga, farmer’s share, rasio keuntungan dan biaya. Sedangkan perbedaannya adalah komoditas yang diteliti, tempat penelitian dan waktu penelitian. Dari persamaan dan perbedaan tersebut manfaat yang dapat diambil oleh peneliti

(36)

19 adalah alat analisis yang digunakan apakah hasil yang diperoleh akan sama dengan penelitian yang terdahulu walaupun dengan komoditas yang berbeda, serta untuk mengetahui apakah analisis tataniaga pada Gapoktan Permata VII memiliki perbedaan yang signifikan dibandingkan dengan analisis tataniaga pada penelitian terdahulu.

(37)

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Usahatani

Pertanian sebagai kegiatan manusia dalam membuka lahan dan menanaminya dengan berbagai jenis tanaman yang termasuk tanaman semusim maupun tanaman tahunan dan tanaman pangan maupun tanaman non-pangan serta digunakan untuk memelihara ternak dan ikan. Menurut Suratiyah (2006), Pertanian dapat mengandung dua arti yaitu (1) dalam arti sempit atau sehari-hari diartikan sebagai kegiatan bercocok tanam dan (2) dalam arti luas diartikan sebagai kegiatan yang menyangkut proses produksi menghasilkan bahan-bahan kebutuhan manusia yang dapat berasal dari tumbuhan maupun hewan yang disertai dengan usaha untuk memperbaharui, memperbanyak (reproduksi) dan mempertimbangkan faktor ekonomis.

Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seorang mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya. Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan, dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi seefektif dan seefisien mungkin sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan semaksimal mungkin. Berikut ini adalah beberapa definisi ilmu usahatani menurut beberapa pakar (dalam Suratiyah, 2006), yaitu:

(a) Menurut Daniel (2002)

Ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani mengkombinasikan dan mengoperasikan berbagai faktor produksi seperti lahan, tenaga dan modal sebagai dasar bagaimana petani memilih jenis dan besarnya cabang usahatani berupa tanaman atau ternak sehingga memberikan hasil optimal dan kontinyu.

(38)

21 (b) Menurut Efferson

Ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara mengorganisasikan unit usahatani dipandang dari sudut efisiensi dan pendapatan yang kontinyu.

(c) Menurut Vink (1984)

Ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari norma-norma yang digunakan untuk mengatur usahatani agar memperoleh pendapatan yang setinggi-tingginya.

(d) Menurut Prawirokusumo (1990)

Ilmu usahatani merupakan ilmu terapan yang membahas atau mempelajari bagaimana membuat atau menggunakan sumberdaya secara efisien pada suatu usaha pertanian, peternakan, atau perikanan. Selain itu, juga dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana membuat dan melaksanakan keputusan pada usaha pertanian, peternakan, atau perikanan untuk mencapai tujuan yang telah disepakati oleh petani atau peternak tersebut.

Menurut Soekartawi (2006), ilmu usahatani biasanya diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif bila petani atau produsen dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki (yang dikuasai) sebaik-baiknya, dan dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan (input).

Tujuan usahatani adalah memaksimumkan keuntungan atau

meminimumkan biaya. Konsep memaksimumkan keuntungan adalah bagaimana mengalokasikan sumberdaya dengan jumlah tertentu seefisien mungkin untuk mendapatkan keuntungan maksimum. Sedangkan konsep meminimumkan biaya, yaitu bagaimana menekan biaya sekecil mungkin untuk mencapai tingkat produksi tertentu. Ciri usahatani Indonesia adalah: 1) sempitnya lahan yang dimiliki petani, 2) kurangnya modal, 3) terbatasnya pengetahuan petani dan kurang dinamis, 4) tingkat pendapatan petani yang rendah Soekartawi et al. (1986).

(39)

22 3.1.2 Klasifikasi Usahatani

Menurut Suratiyah (2006), klasifikasi usahatani terjadi karena adanya perbedaan faktor fisik, ekonomis dan faktor-faktor lain. Faktor fisik antara lain iklim, topografi, ketinggian diatas permukaan air laut, dan jenis tanah. Adanya faktor fisik menyebabkan adanya tempat-tempat tertentu yang hanya mengusahakan tanaman tertentu pula karena pada dasarnya masing-masing jenis tanaman selalu membutuhkan syarat-syarat yang tertentu pula. Faktor ekonomis antara lain permintaan pasar, pembiayaan, modal yang tersedia, dan risiko yang dihadapi, akan membatasi petani dalam berusahatani. Faktor lainnya antara lain hama penyakit, sosiologis, pilihan pribadi, dan sebagainya akan menentukan dan membatasi usahatani. Ketiga faktor tersebut dalam prakteknya akan saling kait mengait sehingga menghasilkan suatu hasil tertentu.

Hal-hal yang saling terkait ini menentukan jenis usahatani. Untuk meningkatkan usahatani maka faktor-faktor yang menonjol atau berpengaruh perlu mendapat perhatian. Hal ini agar upaya perbaikan yang dilakukan sesuai dengan target dan hasil yang ingin dicapai. Klasifikasi usahatani menurut Suratiyah (2006) dapat dibedakan menurut corak dan sifat, organisasi, pola, serta tipe usahatani. Klasifikasi usahatani tersebut adalah sebagai berikut:

1. Corak dan sifat

Menurut corak dan sifat dibagi menjadi dua, yakni komersial dan

subsistence. Usahatani komersial telah memperhatikan kualitas serta kuantitas

produk sedangkan usahatani subsistence hanya memenuhi kebutuhan sendiri. 2. Organisasi

Menurut organisasinya usahatani dibagi menjadi tiga yakni, individual, kolektif dan kooperatif.

a) Usaha individual ialah usahatani yang seluruh proses dikerjakan oleh petani sendiri beserta keluarganya mulai dari perencanaan, mengolah tanah, hingga pemasaran ditentukan sendiri.

b) Usaha kolektif ialah usahatani yang seluruh proses produksinya dikerjakan bersama oleh suatu kelompok, kemudian hasilnya dibagi dalam bentuk natura ataupun keuntungan.

(40)

23 c) Usaha kooperatif ialah usahatani yang tiap prosesnya dikerjakan secara individual, hanya pada beberapa kegiatan yang dianggap penting dikerjakan oleh kelompok, misalnya pembelian saprodi, pemberantasan hama, pemasaran hasil, dan pembuatan saluran.

3. Pola

Menurut polanya, usahatani dibagi menjadi tiga, yakni usahatani khusus, usahatani tidak khusus, dan usahatani campuran.

a) Usahatani khusus ialah usahatani yang hanya mengusahakan satu cabang usahatani saja, misalnya usahatani peternakan, usahatani perikanan, dan usahatani tanaman pangan.

b) Usahatani tidak khusus ialah usahatani yang mengusahakan beberapa cabang usaha bersama-sama, tetapi dengan batas yang tegas.

c) Usahatani campuran ialah usahatani yang mengusahakan beberapa cabang usaha secara bersama-sama dalam sebidang lahan tanpa batas yang tegas, contohnya tumpang sari dan mina padi.

4. Tipe

Menurut tipenya, usahatani dibagi menjadi beberapa macam berdasarkan komoditas yang diusahakan, misalnya usahatani ayam, usahatani kambing, usahatani jagung. Tiap jenis ternak dan tanaman dapat merupakan tipe usahatani.

3.1.3 Teori Produksi

Teori produksi menerangkan sifat hubungan di antara tingkat produksi yang akan dicapai dengan jumlah faktor-faktor produksi yang digunakan. Menurut Sukirno (2002), hubungan di antara faktor-faktor produksi dan tingkat produksi yang diciptakannya dinamakan fungsi produksi. Faktor-faktor produksi dapat dibedakan kepada empat golongan, yaitu tenaga kerja, tanah, modal dan keahlian keusahawanan. Dalam menganalisis mengenai produksi, selalu dimisalkan bahwa tiga faktor produksi yang belakangan di nyatakan (tanah, modal dan keahlian keusahawanan) adalah tetap jumlahnya. Hanya tenaga kerja yang dipandang sebagai faktor produksi yang berubah-ubah jumlahnya. Dengan demikian, di dalam menggambarkan hubungan di antara faktor produksi yang digunakan dan

(41)

24 tingkat produksi yang dicapai, yang di gambarkan adalah hubungan di antara jumlah tenaga kerja yang digunakan dan jumlah produksi yang dicapai.

Faktor-faktor produksi dikenal pula dengan istilah input dan jumlah produksi selalu juga disebut sebagai output. Fungsi produksi selalu dinyatakan dalam bentuk rumus, yaitu seperti berikut:

di mana K adalah jumlah stok modal, L adalah jumlah tenaga kerja dan ini meliputi berbagai jenis tenaga kerja dan keahlian keusahawanan, R adalah kenyataan alam, dan T adalah tingkat teknologi yang digunakan. Sedangkan Q adalah jumlah produksi yang dihasilkan oleh berbagai jenis faktor-faktor produksi tersebut, yaitu secara bersama digunakan untuk memproduksi barang yang sedang dianalisis sifat produksinya. Persamaan tersebut merupakan suatu pernyataan matematik yang pada dasarnya berarti bahwa tingkat produksi suatu barang tergantung kepada jumlah modal, jumlah tenaga kerja, jumlah kekayaan alam, dan tingkat teknologi yang digunakan. Jumlah produksi yang berbeda-beda dengan sendirinya akan memerlukan berbagai faktor produksi tersebut dalam jumlah yang berbeda-beda juga (Sukirno, 2002).

Sukirno (2002), juga menyatakan tentang hukum hasil lebih yang semakin berkurang yaitu merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisah-pisahkan dari teori produksi. Hukum tersebut menjelaskan sifat pokok dari hubungan di antara tingkat produksi dan tenaga kerja yang digunakan untuk mewujudkan produksi tersebut. Hukum hasil lebih yang semakin berkurang menyatakan bahwa apabila faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya (tenaga kerja) dan terus ditambah sebanyak satu unit, pada mulanya produksi total akan semakin banyak pertambahannya, tetapi sesudah mencapai suatu tingkat tertentu produksi tambahan akan semakin berkurang. Dan akhirnya akan mencapai nilai negatif. Sifat pertambahan produksi seperti ini menyebabkan pertambahan produksi total semakin lambat dan akhirnya ia mencapai tingkat yang maksimum dan kemudian menurun.

(42)

25 3.1.4 Teori Biaya

Usahatani dikatakan berhasil apabila usahatani tersebut dapat memenuhi kewajiban membayar bunga modal, alat-alat yang digunakan, upah tenaga luar serta sarana produksi yang lain termasuk terhadap pihak ketiga dan dapat menjaga kelestarian usahanya.

Menurut Sukirno (2002), biaya produksi dapat didefinisikan sebagai semua pengeluaran yang dilakukan oleh suatu usaha untuk memperoleh faktor-faktor produksi dan bahan-bahan mentah yang akan digunakan untuk menciptakan barang-barang yang diproduksikan pada usaha tersebut. Biaya total adalah keseluruhan jumlah biaya produksi yang dikeluarkan. Konsep biaya total dibedakan kepada tiga pengertian yaitu biaya total (TC/total cost), biaya tetap total (TFV/total fixed cost), dan biaya berubah total (TVC/total variable cost). Biaya total (TC) didapat dari menjumlahkan biaya tetap total (TFC) dan biaya berubah total (TVC). Biaya tetap total (TFC) adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh faktor produksi (input) yang tidak dapat diubah jumlahnya sedangkan biaya berubah total (TVC) merupakan keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya.

Hubungan antara besarnya biaya produksi dengan tingkat produksi disebut dengan fungsi biaya. Hubungan antara biaya produksi dengan tingkat produksi dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 menunjukkan bahwa Kurva TFC berbentuk horisontal karena nilainya tidak berubah walau berapapun banyaknya barang yang diproduksi, sedangkan kurva TVC bermula dari titik nol dan semakin lama semakin bertambah tinggi. Hal tersebut menggambarkan bahwa pada ketika tidak ada produksi TVC = 0, dan semakin besar produksi semakin besar nilai biaya berubah total (TVC). Kurva TC adalah hasil dari penjumlahan kurva TFC dan TVC dan kurva TC bermula dari pangkal TFC.

(43)

26 C TC TVC TFC 0 Y Keterangan: C : Biaya Produksi

TC : Total Cost (biaya total)

TVC : Total Variable Cost (biaya yang berubah) TFC : Total Fixed Cost (biaya tetap total) Y : Jumlah Produksi

Gambar 1. Kurva Hubungan Biaya dengan Tingkat Produksi

Sumber : Sukirno (2002)

3.1.5 Teori Pendapatan

Keberhasilan usahatani dapat dilihat dari besarnya pendapatan yang diperoleh petani atau pengusaha dalam mengelola usahatani. Pendapatan yang diharapkan adalah pendapatan yang bernilai positif. Bagi petani atau pengusaha, analisis ini berfungsi membantu mereka dalam mengukur apakah kegiatan usahatani mereka pada saat ini berhasil atau tidak. Pendapatan usahatani dapat digunakan untuk mengetahui seberapa besar penerimaan serta biaya yang dikeluarkan untuk melakukan usahatani.

Menurut Sukirno (2002), menyatakan bahwa seluruh pendapatan yang diterima petani dari menjual barang yang diproduksinya dinamakan hasil penjualan total (TR/total revenue). Hasil penjualan total diperoleh dari jumlah produksi yang dihasilkan dikalikan dengan harga produksi. Keuntungan yang maksimum dari hasil produksi akan dicapai apabila perbedaan nilai antara hasil penjualan total dengan biaya total adalah yang paling maksimum.

Gambar

Tabel 1. Produksi Perkebunan  di Indonesia  Menurut Komoditas Tahun 2004- 2004-2007  No  Keterangan   2005  2006  2007  2008*  Pertumbuhan pertumbuhan 2007  terhadap  2006 (%)  1
Tabel  2.  Luas dan Produksi  Perkebunan Rakyat Tembakau  Seluruh Indonesia  Menurut Provinsi Tahun 2008
Gambar 1.  Kurva Hubungan Biaya dengan Tingkat Produksi
Gambar 2.  Hubungan Biaya Total dan Hasil Penjualan Total
+7

Referensi

Dokumen terkait

Akibat hukum yang timbul dalam pembiayaan musyarakah adalah nasabah yang menyimpang dari ketentuan dalam Pasal 2 Perjanjian ini, bank berhak untuk

kemungkinannya untuk mengeliminasi seluruh risiko dari sebuah proyek. Strategi ini menggambarkan bahwa tim proyek telah memutuskan untuk tidak merubah rencana manajemen proyek

mengenai status seseorang berdasarkan bahasanya bisa dilakukan dengan cepat (misalnya sepuluh sampai lima belas detik setelah mendengarkan seseorang berbicara), hal

Charnes, Cooper and Rhodes (1978) developed linier programming technique called DEA [3], mathematic and non parametric programming model for relative productivity

Metode deskriptif kualitatif yang digunakan pada penelitian ini memuat hasil deskripsi tentang keseluruhan proses kreatif yang dilakukan oleh Teater Jubah Macan di SMA Negeri

Saya Shela Ayu Puryandini selaku mahasiswa S-1 Jurusan Kesehatan Masyarakat, Peminatan Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas

aastal külastas Moskvat üks üheteistkümnest Prabhupada poolt ame- tisse seatud gurust Harikesa Swami (Robert Compagnola), kelle vastutusalaks oli ISKCONi tegevus mitmetes

Praktik gala umong (gadai sawah) yang dilakukan oleh masyarakat Kecamatan Indra Jaya Kabupaten Pidie tidak sesuai dengan konsep gadai ( rahn ) dalam fiqih