BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
Pada jaman ini begitu banyak kebudayaan dan ras yang ada pada negara ini yang membuat kita dapat saling menghormati satu sama lainnya, diantara bermacam-macam ras, ras tionghoa merupakan ras yang cukup banyak kependudukannya. Masyarakat tionghoa Indonesia merupakan ras keturunan masyarakat cina dan asli orang Indonesia.
Masyarakat etnis keturunan China atau Tionghoa sudah mulai menetap atau mulai tinggal di wilayah Nusantara sejak berabad-abad lamanya, bahkan asal usul orang Indonesia sendiri bukankah berasal dari salah satu wilayah di Tiongkok. Namun selalu saja muncul pertanyaan kenapa mereka seakan sulit berasimilasi dengan masyarakat sekitar, mengapa orang China sukar diterima oleh orang Indonesia? Mengapa orang China masih harus membuktikan keindonesiaannya meski sudah menjadi Warga Negara Indonesia.
Masyarakat etnis Cina/Tionghoa sebenarnya sudah hadir berabad-abad lalu. Mereka melebur manjadi ‘warga setempat’ yang memiliki pasang-surut sejarah panjang, meski tak selalu mulus. Sebab, adalah suatu fakta sejarah yang tak terbantah, bahwa warga etnis Cina adalah pendatang (terlepas dari kenyataan bahwa kedatangannya terjadi berabad-abad lampau, sehingga keberadaannya bukan lagi hal baru). Fakta sejarah ini tak bisa dihapus dan harus diterima sebagai bagian integral kehidupan orang Cina di Indonesia. Etnis Tionghoa harus diterima
secara legowo untuk membangun kembali Indonesia, karena mereka sudah merupakan bagian integral bangsa Indonesia. Mereka mempunyai jaringan perdagangan di Asia Tenggara dan potensi ini harus dimanfaatkan sebaiknya demi kemajuan bangsa dan Negara.
Kata “Cina” selalu diasosiasikan dengan ras kulit kuning yang bermata sipit, komunitas eksklusif, pelit serta percaya tahyul. “Cina” juga sering dikonotasikan sebagai sesuatu yang “bukan kita”. Cina sudah bukan lagi masalah genetik, tetapi sudah berkembang menjadi kata sifat yang bermakna negatif. Mereka dianggap sebagai suku bangsa lain yang mengeruk kekayaan Indonesia untuk keuntungan mereka. Sesuatu yang membuat orang-orang “Pribumi” mudah iri terhadap orang-orang “Cina”, sehingga orang-orang yang merasa “Indonesia Asli” bisa menjadi amat diskriminatif dan represif terhadap mereka. Puncaknya, adalah peristiwa Mei 1998, dimana toko-toko milik orang-orang Cina dijarah dan para wanitanya, konon banyak yang diperkosa.
Dalam pemerintahan Negara Indonesia masih sangat jarang warga ras Tionghoa dapat masuk dalam kepemerintahan akibat persepsi terhadap warga tionghoa yang begitu banyak. Dalam beberapa taun kebelakang, warga Tionghoa sudah mulai dipercaya untuk menduduki beberapa jabatan penting seperti gurbenur dan wali kota. Dalam hal ini sudah pasti adanya perubahan mekanisme social dalam kemasyarakatan Negara ini, bagaimana warga tionghoa dapat menjadi pemimpin, bagaimana tanggapan masyarakat pribumi, bagaimana kepercayaan terhadap ras Tionghoa, dan bagaimana keadaan masyarakat ras Tionghoa sendiri.
Ditengah pandangan masyarakat yang masih seperti tersebut diatas, memasang Ahok sebagai calon wakil gubenur adalah sebuah keputusan politik yang sangat berani. Menjual Ahok untuk menarik simpati publik adalah sebuah perhitungan politik yang melawan arus. Tetapi apa yang terjadi?, justru pasangan Jokowi-Ahok meraih suara terbanyak dalam acara pesta coblosan kemarin. Terlepas dari figur Jokowi yang memang kuat, figur Ahok yang “Cina” terbukti bukan menjadi “masalah”. Ini menandakan bahwa pandangan orang-orang Jakarta telah berubah, bukan saja terhadap kata “Cina”, tetapi juga terhadap kata-kata “Putra Daerah”.
Peneliti mengutip dari Kompasiana berjudul “Fenomena Ahok”
“Trending topik terhangat, terdahsyat serta terjegger dalam jagad persilatan politik negeri ini dalam minggu minggu ini adalah tentang pembahasan RUU Pilkada, sekali lagi Pilkada lho ya..bukan Pilkadal...sekelompok fraksi di DPR ( Salah satunya adalah Fraksi Partai Grrindra ) ingin mengembalikan pemilihan kepala daerah kepada DPRD, sebagian fraksi lainnya ingin mempertahakan aturan yang ada, dimana Kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat.
Kehangatan diatas menjadi lebih naik suhunya, manakala seorang Basuki Tjahaya Purnama atau Ahok, wakil Gubernur DKI, yang saat dicalonkan dulu adalah kader Gerindra, menyatakan penolakannya pada sikap Gerindra saat ini yang ingin mengembalikan Pilkada kepada DPRD, bahkan beliau ( pak Ahok ) memilih mundur dari Gerindra.
Sontak saja, sikap Ahok tersebut menuai pro dan kontra, ada yang mendukung, serta ada yang tidak mendukung, bahkan menghujatnya. Bahkan sikap Ahok tersebut seolah menjadi tren baru di kalangan Kepala daerah yang sedang berkuasa saat ini, banyak kepala daerah yang rame rame menolak Pilkada 1
tidak langsung seperti yang digagas leh elit politik senayan... Alamak... Penulis yakin, fenomena Ahok ini dalam seminggu sampai dua minggu kedepan akan menggelegar, cetar membahanakan jagad perpolitikan tanah air.”1
1”
Fenomena Ahok “,http://www.kompasiana.com/iqballombok/fenomena-ahok_54f5d771a3331150518b471a. Tanggal Akses 23 Juni 2015, pk 23.43 WIB
Dalam contohnya sikap Ahok yang baru-baru saja menimbulkan polemik dalam tatanan pemerintahan, Dalam kasus pemilihan pilkada, kasus ini menunjukan Ahok dengan beraninya mengambil sebuah keputusan yang sangat bertolak belakang dari partai yang mengusung Ahok pada saat kenaikannya sebagai Gurbenur. Secara otomatis media televise terus mengangkat topik ini untuk dijadikan headline selama beberapa hari, masyarakatpun semakin mengetahui bagaimana permasalahan yang sedang terjadi. Dari contoh fenomena tersebut, bisa dilihat bahwa tindakan Ahok selalu saja menjadi sensasi untuk beberapa waktu.
Dilatar belakangi oleh kebudayaan yang begitu kuat, peneliti bermaksud untuk meneliti figure kepemimpinan Ahok terhadap sikap masyarakat yang mempunyai kebudayaan yang sama, diharapkan dengan mempunyai sifat dasar budaya tersebut dapat menimbulkan sikap mengenai sosok Ahok yang berasal dari budaya yang sama. Diperkuat oleh pengalaman pribadi peneliti yang besar di antara lingkungan masyarakat “china”, peneliti yakin untuk mengambil sikap masyarakat keturunan Tionghoa karena pada dasarnya mereka tidak hanya selalu setuju dengan apa yang berhubungan dengan sosok Ahok karena hanya Ahok keturunan Tionghoa, tetapi mereka juga memiliki beberapa kekhawatiran atas apa yang terjadi dengan Ahok yang mungkin dapat berimbas kepada masyaraat keturunan Tionghoa di Indonesia.
Untuk itu penulis tertarik untuk mengambil masalah mengenai sikap warga Tionghoa dengan figur Ahok sebagai pemimpin dalan kepemerintahan Negara Inodnesia yang mulai dapat menerima ras Tionghoa untuk masuk kedalam
pemerintahan. Dilatarbelakangi oleh sosok figur Ahok yang selalu menimbulkan pro dan kontra dalam kegiatannya, maka penulis bertujuan untuk meneliti lebih lanjut mengenai sikap masyarakat Tionghoa pada komunitas tionghoa di Bandung dengan figure kepemimpinan Ahok dalam Pemerintahan.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan masalah di atas, maka masalah-masalah yang aka di teliti oleh penulis adalah :
1. Seberapa besar hubungan kredibilitas figur kepemimpinan Ahok dengan sikap komunitas tionghoa?
2. Seberapa besar hubungan daya tarik figur kepemimpinan Ahok dengan sikap komunitas tionghoa?
3. Seberapa besar hubungan kekuasaan figur kepemimpinan Ahok dengan sikap komunitas tionghoa?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui kredibilitas figur kepemimpinan Ahok berhubungan dengan sikap komunitas tionghoa.
2. Untuk mengetahui daya tarik figur kepemimpinan Ahok berhubungan dengan sikap komunitas tionghoa.
3. Untuk mengetahui kekuasaan figur kepemimpinan Ahok berhubungan dengan sikap komunitas tionghoa.
1.4 Kegunaan Penelitian
1.4.1 Kegunaan Teoritis
Dengan adanya penelitian ini, dapat menyumbangkan pemikiran serta menambah informasi terhadap perkembangan ilmu komunikasi terutama tentang figur kepemimpinan yang berhubungan dengan sikap masyarakat. Sebagai sumber inspirasi atau bahan telaah bagi penelitian lain yang meneliti masalah yang sama serupa sehingga diharapkan dapat mengembangkan penelitian yang terdahulu.
1.4.2 Kegunaan Praktis
Kegunaan praktis pada dasarnya ditujukan bagi Ahok sebagai pemimpin dan bagi Komunitas Tionghoa sendiri.
1.5 Ruang Lingkup dan Pengertian Istilah
Berdasarkan Rumusan Masalah yaitu : “Seberapa Besar Pengaruh Figur Kepemimpinan Ahok Terhadap Sikap Komunitas Tionghoa” maka didapatkan ruang lingkup sebagai berikut :
• Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan figur kepemimpinan Ahok dengan sikap komunitas tionghoa.
• Penelitian ini mengambil subyek penelitian pada Komunitas Tionghoa Vihara Vimala Dharma Bandung.
1.6 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis 1.6.1 Kerangka Pemikiran
Kerangka Pemikiran dalam penelitian ini bukanlah untuk menguji teori, melainkan untuk dijadikan panduan atau landasan, agar penelitian dapat lebih terarah dan fokus pada masalah yang akan diteliti, yaitu pengaruh figur kepemimpinan Ahok terhadap persepsi komunitas tionghoa. Disini peneliti menggunakan teori Kognisi sosial sebagai grand teori, teori norma budaya sebagai moddle teori, dan model jarum hipodermik yang dikemukakan oleh Hovland sebagai applied teori dari penelitian ini.
Teori norma budaya menurut Melvin Defleur (dalam Onong, 2003:279) hakikatnya adalah bahwa media massa melalui penyajiaannya yang selektif dan penekanannya pada tema-tema tertentu, menciptakan kesan-kesan pada khalayak dimana norma-norma budaya umum mengenai topic yang diberi bobot itu. Oleh karena itu prilaku individual biasanya dipandu oleh norma-norma budaya mengenai suatu hal tertentu, maka media komuniukasi secara tidak langsung akan mempengaruhi perilaku. Dalam kegiatannya media massa dapat menciptakan norma-norma budaya baru dan dari penjelasan tersebut tampak bahwa peranan media massa dalam kaitannya dengan norma budaya tidak diragukan lagi.
Tipe Myers-Briggs (dalam Komunikasi organisasi 2006 : 294) ini merupakan tipe gaya kepemimpinan yang dilihat oleh masyarakat terhadap gaya kepemimpinan pemimpin tersebut, Myers-Briggs menerangkan bahwa tampaknya banyak perilaku acak yang sebenarnya amat teratur dan konsisten, yang
disebabkan oleh beberapa persamaan dan perbedaan dasar tertentu dalam cara manusia mengamati dunia dan membuat penilaian mengenainya. Persepsi merujuk kepada cara kita menyadari benda-benda, manusia, dan peristwa-peristiwa. Penilaian meliputi cara kita menarik kesimpulan mengenai apa yang telah diamati. Ada dua cara mempersepsi yang amat berlainan, yaitu mengamati melalui indra (sensing) dan mengamati melalui perasaan (intuisi)
Untuk meneliti pengaruh propaganda sekutu dalam mengubah sikap. Model ini mempunyai asumsi bahwa komponen-komponen komunikasi (komunikator, pesan, media) amat perkasa dalam mempengaruhi komunikasi. Disebut jarum hipodermik karena dalam model ini dikesankan seakan-akan komunikasi “disuntikan” langsung kedalam jiwa komunikan, sebagaimana obat disimpan dan disebarkan dalam tubuh sehingga terjadi perubahan dalam sistem fisik, begitu pula pesan-pesan persuasif mengubah sistem psikologis.(Rakhmat, 2012:63)
Variabel Komunikator Perhatian Perubahan Kognitif • Kredibilitas Pengertian Perubahan Afektif • Daya tarik penerimaan Perubahan Behavioral • Kekuasaan Variabel Pesan • Struktur • Gaya • Appeals Variabel Media
Gambar 1 : Modifikasi Model Jarum Hipodermik
Variabel Komunikasi Variabel Antara Variabel Efek
Dilihat dari model diatas, peneliti berpendapat bahwa dalam penelitian ini sosok Ahok merupakan Variabel komunikasi yang dianggap amat perkasa dalam mempengaruhi komunikasi, dengan latar budaya kuat di tampilkan oleh prilaku dalam mengambil keputusan Ahok sering kali mendapat kritikan dalam perbuatannya. Apa yang dilihat oleh kebanyakan masyarakat melalui media sosok Ahok sering kali terlihat kontras dalam pengambilan keputusan, sosok berani dan jujur demi rakyat seakan-akan banyak menimbulkan interpretasi yang berbeda dari setiap orang yang melihatnya.
Bagaimana seorang pemimpin dapat mempengaruhi itu tergantung pada kredibilitas, daya tarik, dan kekuasaan pemimpin tersebut, tiga komponen tersebut merupakan variable Ahok yang dimana variable tersebut dapat menentukan sikap dari masyarakat yang melihatnya, disamping itu variable pesan dari sosok Ahok pun mampu mempengaruhinya, seperti struktur pesan, gaya, dan appeals Ahok. Sikap yang berbeda pun ditimbulkan dari setiap masyarakat yang melihatnya dan tergantung dari media tersebut.
Dalam penelitian ini, peneliti meneliti mengenai pengaruh figure Ahok terhadap sikap masyarakat yang mempunyai latar belakang budaya yang sama, itu mencerminkan sifat dan prilaku yang sebagian besar sama yang lekat dengan kebudayaan Tionghoa. Bagaimana msyarakat tionghoa melihat ini melalui perhatian, pengertian, dan penerimaan mereka terhadap sosok Ahok melalui media yang ada, yang pada akhirnya menimbulkan interpretasi pribadi yang membuat perubahan-perubahan terhadap komunikannya atau masyarakat ini,
perubahan tersebut meliputi perubahan kognitif, perubahan afektif, dan perubahan behavioral.
Grand Theory
Middle Range Theory
Applied Theory
Kredibilitas Efek Kognitif
Daya Tarik Efek Afektif
Kekuasaan Efek Behavioral
Gambar 2 : Bagan Kerangka Pemikiran (Sumber : Modifikasi Penulis)
Dari model diatas dapat diketahui bahwa peneliti ingin mengetahui sikap masyrakat tionghoa mengenai sosok figure Ahok melalui indikator yang terdapat
Myers-Briggs Tipe Gaya Kepemimpinan
Model Jarum Hipodermik
Variabel
Komunikator Sikap
Cultural Norms Theory (Teori Norma Budaya)
pada model jarum hipodermik, dari indikator-indikator tersebut dapat disimpulkan bahwa peneliti ingin :
• Mengetahui sosok figure Ahok melalui kredibilitasnya yang didalamnya terdapat enam unsur yaitu keahlian, kejujuran, dinamisme, sosiabilitas, koorientasi, dan karisma.
• Mengetahui sosok figur Ahok melalui daya tarik beliau melalui tiga unsur yaitu kesamaan, familiaritas, dan kesukaan.
• Mengetahui sosok figur Ahok melalui kekuasaannya yang dapat dilihat dari unsur bagaimana kemampuan Ahok dalam kekuasaan koersif (coersif power), kekuasaan keahlian (expert power), kekuasaan Informasional (informational power), kekuasaan rujukan (referent power) dan kekuasaan legal (legitimate power).
1.6.2 Hipotesis
1.6.2.1 Main Hipotesis
• H0: Tidak adanya hubungan secara signifikan antara figur kepemimpinan ahok dengan sikap komunitas tionghoa.
• H1: Figur Kepemimpinan Ahok Berhubungan secara Signifikan Dengan Sikap Komunitas Tionghoa
1.6.2.2 Sub Hipotesis
1. H0 : Tidak adanya hubungan secara signifikan antara Kredibilitas figur kepemimpinan ahok dengan sikap komunitas tionghoa.
H1: Kredibilitas figur kepemimpinan ahok berhubungan secara signifikan dengan sikap komunitas tionghoa.
2. H0: Tidak adanya hubungan secara signifikan antara Daya tarik figur kepemimpinan ahok dengan sikap komunitas tionghoa.
H1: Daya tarik figur kepemimpinan ahok berhubungan secara signifikan dengan sikap komunitas tionghoa.
3. H0: Tidak adanya hubungan secara signifikan antara kekuasaan figure kepemimpinan ahok dengan sikap komunitas tionghoa.
H1: Kekuasaan figur kepemimpinan ahok berhubungan secara signifikan dengan sikap komunitas tionghoa.
1.7 Metode Penelitian
1.7.1 Jenis Penelitian dan Pendekatan Penelitian
Metode yang dilakukan oleh peneliti menggunakan metode penelitian kuantitaif, yang menggambarkan atau menjelaskan maslah yang hasilnya dapat digenerelasasikan. (Kriyantono, 2006: 55) Penulis dituntut untuk bersikap objektif dan memisahkan diri dari data dan memenentingkan kedalaman suatu data sehingga data yang didapatkan dalam riset dianggap sebagai representasi dari seluruh populasi.
1.7.2. Populasi dan Sample 1.7.2.1 Populasi
Menurut Sugiono (2002: 55) dalam buku teknik praktis riset komunikasi, menyebut populasi sebagai wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh periset untuk dipelajari, kemudian ditarik suatu kesimpulan. (Kriyantono. 2006: 153)
Anggota Vihara Vimala Dharma merupakan objek penelitian dari penelitian ini. Dikarenakan penelitian ini meneliti tentang persepsi figure kepemimpinan Ahok terhadap komunitas tionghoa. Sebagian besar dari anggota Vihara ini adalah masyarakat tionghoa yang berasal dari beberapa daerah termasuk dari luar pulau jawa. Termasuk di dalamnya terdapat komunitas pemuda Vihara yang turut menjadi data penunjang penelitian ini. Anggota keseluruhan Vihara ini sebanyak 310 orang yang nantinya akan diambil sampel menggunakan rumus Yamane.
1.7.2.2 Sample
Dalam buku Teknik Riset Komunikasi (Kriyantono. 2006: 153) Sebagian dari keseluruhan objek atau fenomena yang akan diamati inilah yang disebut sample. Sample yang penelitian adalah anggota komunitas pemuda Vihara Vimala Dharma.
Untuk mengambil sampel pada penelitian ini, peneliti menggunakan ukuran sampel yang didasarkan pada pendugaan proporsi populasi dengan rumus
Yamane (1967:99) Dalam Rakhmat (2012:82), dengan perhitungan sebagai berikut :
Populasi : 310 (N)
Presisi : 0.005 (d) dengan tingkat kepercayaan 99.5% (hampir pasti)
n= N Nd2 + 1
Dari rumus tersebut, didapatkan jumlah :
n= 310 (310)(0.15)2+1 = 39
Dengan demikian, sampel berujumlah 39 responden. Untuk mendapatkan 39 ini, peneliti menggunakan teknik sampling random sederhana dengan menggunakan table bilangan random dari The Rand Corporation, A Million Random Digits (New York: The Free Press, 1955). By permission of the publishers. (Dalam Rakhmat 2012:171).
1.7.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk membahas masalah dalam penelitian ini adalah:
1.7.3.1 Kuesioner (Angket)
“Kuesioner adalah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh responden.Tujuan penyebaran angket adalah mencari informasi yang lengkap mengenai suatu masalah dari responden tanpa merasa khawatir bila responden memberikan jawaban yang tidak sesuai
dengan kenyataan dalam pengisian daftar pertanyaan.”(Kriyantono.2006:97)
Dalam penelitian ini peneliti memasukkan kuesioner atau angket dikarenakan salah satu data penunjang untuk data kuantitatif. Sehingga peneliti kaya akan data, sehingga dapat leluasa untuk pembahasan masalah.
1.7.3.2 Observasi
Observasi dilakukan untuk mengamati kegiatan yang berlangsung dilapangan. Dalam hal ini Peneliti hanya mengamati prilaku dalam berkomunikasi dan cara bicara informan. Apabila data yang diperoleh Penulis tidak terdapat dalam wawancara, maka dari itu penulis dapat terlibat dalam penelitian tersebut.
1.7.4 Teknik Analisis Data
Dalam buku Teknik Praktis Riset Komunikasi (Kriyantono:2006), analisis data merupakan proses mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam pola, kategori, dan suatu uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja dseperti yang disarankan oleh data. Maleong (2000: 103)
Penulis menggunakan langkah-langkah pengolahan data setelah penelitian terkumpul baik data yang berasal dari angket/kuisioner yang telah di kumpulkan. Teknik pengolahan data menggunakan perhitungan komputasi program SPSS (Statistical program for Social Science) yaitu suatu program computer statistik yang mampu memproses data statistic secara tepat dan cepat, menjadi berbagai output yang dikehendaki para pengambil keputusan. Analisis data adalah
pengolahan data yang diperoleh dengan menggunakan rumus atau dengan aturan-aturan yang ada sesuai dengan pendekatan penelitian (Arikunto, 2006: 239).
Analisis data dilakukan dengan tujuan untuk menguji hipotesis dalam rangka penarikan simpulan. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan uji korelasional. Metode ini menggambarkan secara kuantitatif asosiasi ataupun relasi suatu variable interval dengan variable interval lainnya. (Deni Darmawan, Metode Penelitian Kuantitatif 2013:179)
1.8 Uji Validitas dan Realibilitas 1.8.1 Uji Validitas
Mutu penelitian dimulai dari validitas hasil yang diperoleh. Validitas penelitan diklasifikasikan menjadi validitas internal dan validitas eksternal. Validitas internal berkaitan dengan keyakinan peneliti tentang kepastian hasil penelitian, sedangkan validitas eksternal berkaitan dengan tingkat generalisasi hasil penelitian yang diperoleh. Validitas hasil penelitian berada pada suatu garis kontinen yang terbentang dari mulai yang sangat valid sampau dengan yang tidak valid (Furqon, dalam Tanireja dan Mustafidah, 2011:42)
Adapun alat pengujian yang dipakai adalah rumus korelasi Rank Spearmen :
( ) ( )
( )
( )
⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + − ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + − ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + − =∑
∑
∑
= 2 2 2 2 1 2 1 1 2 1 n n n Y R n n n X R n n Y R X R r i i n i i i s( )
XiR = Rank dari Xi
( )
YiR = Rank dari Yi
Sebelum mengambil kesimpulan apakah koefisien korelasi tersebut berarti atau tidak, lakukan pengujian hipotesis terlebih dahulu dengan hipotesis statistic sebagai berikut: berarti tidak korelasi 0 0:
ρ
= , H berarti korelasi 0 0:ρ
≠ , HStatistik uji yang digunakan :
2 1 2 r n r t − − =
Kriteria uji : Terima H0 jika −tα/2;n−2<t<tα/2;n−2
1.8.2Uji Reliabilitas
Suatu alat pengukur dikatakan reliable bila alat itu dalam mengukur suatu gejala pada waktu yang berlainan senantiasa menujukan hasil yang sama. Jadi alat yang reliable secara konssten member hasil ukuran yang sama (Nasution, dalam Tanireja dan Mustafidah, 2011:43)
Reliabilitas adalah sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten apabila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dengan menggunakan alat pengukuran yang sama pula. Dalam penelitian ini, pengujian reliabilitas alat ukurnya yaitu Internal Consistency dimana dilakukan dengan cara mencoba alat ukur hanya sekali saja, kemudian data yang diperoleh dianalisis dengan teknik tertentu. Hasil analisis dapat digunakan untuk memprediksi
reliabilitas alat ukur. Metode yang digunakannya adalah Alpha Cronbach (Skala likert). Dimana metode Alpha Cronbach yang digunakan untuk menghitung reabilitas suatu tes yang tidak mempunyai pilihan “benar” atau “salah” maupun “ya” atau “tidak”, melainkan digunakan untuk menghitung reabilitas suatu tes yang mengukur sikap atau perilaku.
Tahapan perhitungan uji reliabilitas dengan menggunakan teknik Alpha Cronbach, yaitu
a. Menentukan nilai varians setiap butir pertanyaan
!"# = ∑ '()* (∑,()). /
b. Menentukan nilai varians total
!0# = ∑ 1
#− (∑')) /
n
c. Menentukan reliabilitas instrumen
455= 6 6 − 1 [1 − ∑!9# !0# di mana: n = Jumlah sampel
Xi = Jawaban responden untuk setiap butir pertanyaan ∑X = Total jawaban responden untuk setiap butir pertanyaan
!"# = Varians total
6 = Jumlah butir pertanyaan
455 = Koefisien reliabilitas (Syofian, 2013:55-58).
Koefisien Reliabilitas Alat Ukur serta Kekuatan Korelasi Menurut Guilford
Angka Koefisien Korelasi
Derajat Realibilitas dan Korlasi
< - 0,20 Derajat reliabilitas hamper tidak ada, korelasi sangat rendah
0,20 – 0,40 Derajat reliabilitas rendah, korelasi rendah 0,41 – 0,70 Derajat reliabilitas sedang, korelasi cukup berarti 0,71 – 0,90 Derajat reliabilitas tinggi, korelasi tinggi
0,91 – 1,0 Derajat realibilitas tinggi sekali, korelasi sangat tinggi Tabel 1