• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki jumlah penduduk sebanyak jiwa. Pada Data Proyeksi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki jumlah penduduk sebanyak jiwa. Pada Data Proyeksi"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik sensus penduduk tahun 2010, negara Indonesia memiliki jumlah penduduk sebanyak 237.641.326 jiwa. Pada Data Proyeksi Penduduk 2010-2035, penduduk Indonesia masih didominasi oleh penduduk usia produktif (BPS, 2014). Hal ini menunjukkan bahwa penduduk usia produktif menjadi potensi dalam melaksanakan pembangunan. Namun, banyaknya penduduk usia produktif tidak diimbangi dengan lapangan pekerjaan dan kesempatan kerja yang memadai. Tingginya tingkat pengangguran dan rendahnya perluasan kesempatan kerja yang terbuka akan menimbulkan permasalahan jangka panjang jika pemerintah tidak segera melakukan tindakan solutif. Sementara itu, proporsi penduduk lansia semakin bertambah.

Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2013 (BPS, 2014), presentase penduduk lanjut usia (lansia) mencapai 20,04 juta jiwa atau 8,05% dari seluruh penduduk dengan jumlah penduduk lansia perempuan sebanyak 10,67 juta jiwa dan laki-laki sebanyak 9,38 juta jiwa. Menurut Soeweno (dalam Suardiman, 2011), suatu negara dikatakan berstruktur tua jika memiliki populasi penduduk lansia lebih dari tujuh persen. Sehingga dapat dikatakan bahwa struktur penduduk Indonesia saat ini adalah penduduk berstruktur tua (aging population).

Lonjakan penduduk lansia (booming lansia) dibuktikan dengan pertambahan jumlah lansia sepuluh kali lipat dalam 40 tahun, sedangkan jumlah penduduk hanya bertambah dua kali lipat. Setiap tahunnya, jumlah lansia bertambah rata-rata 450.000 orang (http://health.kompas.com, 2012). Pada negara industri jumlah centenarians (individu yang berusia 100 tahun ke atas) meningkat rata-rata 7% per tahun (Perls, 2007). Penurunan kematian lansia mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan jumlah centernarians. Pada sisi lain, fakta menunjukkan bahwa gen,

(2)

latar belakang keluarga, kesehatan, pendidikan, kepribadian, dan gaya hidup berperan penting dalam kontribusi terhadap bertahan hidup hingga usia lanjut (Santrock, 2013). Salah satu contohnya, Pulau Okinawa di Laut Cina Selatan mempunyai 34,7 centernarians pada setiap 100.000 jiwa, penunjang usia panjang adalah faktor diet sehat, gaya hidup rendah stres, komunitas yang peduli, aktivitas, dan spiritualitas (Willcox, Willcox & Suzuki; dalam Santrock, 2013).

Banyaknya jumlah penduduk lansia membawa kebermanfaatan dan juga tantangan bagi masyarakat. Perubahan struktur penduduk menjadi struktur tua mengakibatkan naiknya ketergantungan penduduk tua dan meningkatnya beban tanggungan penduduk usia produktif (Cicih, dalam Suardiman, 2011). Hal ini akan menimbulkan permasalahan yang serius jika pemerintah tidak memikirkan penduduk lansia sejak dini.

Sehubungan dengan lonjakan penduduk lansia, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Fasli Jalal, mengungkapkan bahwa banyaknya lansia bukanlah suatu ancaman bila mereka produktif (http://www.beritasatu.com, 2014). Begitu pula dengan pernyataan dari pakar kependudukan dari Lembaga Demografi Universitas Indonesia, Sonny Harmadi, lansia boleh saja dikategorikan sebagai bonus demografi tetapi syaratnya mereka harus benar-benar produktif. Oleh karena itu, BKKBN bersama berbagai sektor, seperti kesehatan dan pendidikan, mengembangkan program lansia tangguh dan Bina Keluarga Lansia (BKL).

Lansia tangguh merupakan upaya agar lansia tetap produktif meskipun telah berusia di atas 60 sampai 70 tahun. Salah satu contohnya adalah memperpanjang usia bekerja bagi lansia pensiunan di sektor formal, baik perusahaan maupun PNS, di atas 58 tahun dan 60 tahun. Sementara itu, mereka juga diberikan berbagai pelatihan agar masih bisa bekerja sampai sepuluh tahun setelah pensiun. Baik pindah kerja baru dengan pelatihan keterampilan maupun melanjutkan keterampilan dan pengalaman yang sudah dimiliki. Fasli Jalal menegaskan bahwa yang dibutuhkan

(3)

dari lansia lebih banyak kebijaksanaanya atau otak, bukan otot (http://www.bkkbn.go.id, 2014).

Secara alami lansia mengalami penurunan secara fisik, kognitif, sosial, dan ekonomi. Mereka membutuhkan dukungan orang lain agar dapat menjalani kehidupannya dengan baik. Sehingga lansia yang dalam kondisi ini bisa mandiri dan tidak menjadi beban bagi orang lain. Penyakit yang diderita oleh lansia, seperti penyakit jantung, penyakit pernapasan kronis, kanker, serta gangguan neurologis dan mental, menyumbang sebanyak 23% dari total beban penyakit sedunia. Beban global pada penyakit yang diderita lansia ini diproyeksikan akan bertambah sejalan dengan pertambahan populasi lansia (Prince, Fan Wu, Guo, Robledo, O'Donnell, Sullivan, & Yusuf, 2014). Dengan adanya program BKL dari BKKBN, masyarakat dapat mendorong lansia tangguh dan tidak menjadi beban bagi keluarga, masyarakat, dan negara (http://www.republika.co.id, 2015).

Walaupun lonjakan jumlah penduduk lansia dapat menjadi ancaman, ada pun sisi positifnya yaitu menunjukkan keberhasilan pemerintah dalam meningkatkan pembangunan dalam bidang kesehatan dan kesejahteraan penduduk. Keberhasilan tersebut juga diikuti dengan meningkatnya usia harapan hidup. Berdasarkan perkiraan populasi dunia oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations, 2013), usia harapan hidup di negara berkembang periode 2010-2015 adalah 77,7 tahun dan akan meningkat menjadi 78,6 tahun pada periode 2015-2020. Negara Indonesia memiliki usia harapan hidup 70,7 tahun pada periode 2010-2015 dan akan meningkat menjadi 71,7 tahun pada periode 2015-2020. Provinsi di Indonesia yang memiliki usia harapan hidup tertinggi yaitu 74,3 tahun adalah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (BPPN, 2013). Provinsi ini juga merupakan provinsi dengan proporsi jumlah lansia paling tinggi yaitu sebanyak 13,20% (BPS, tanpa tahun). Sehingga Yogyakarta menjadi daerah yang diwaspadai terjadi lonjakan jumlah penduduk lansia.

Sebuah pepatah mengatakan, “tua itu pasti, dewasa itu pilihan”. Perubahan alami menjadi tua merupakan hal yang pasti akan dialami oleh setiap manusia. Tidak

(4)

dipungkiri proses menjadi tua disertai penurunan pada fungsi-fungsi tertentu, misalnya penurunan ketajamaan visual, sensivitas rasa sakit, dan penurunan daya ingat. Sedangkan menjadi dewasa merupakan suatu pilihan yang ditentukan oleh respon dan sikap individu terhadap peristiwa-peristiwa yang dialami selama hidupnya. Keberhasilan menjadi dewasa akan menuntun lansia mencapai successful aging dan memiliki karakteristik bijaksana (wisdom).

Successful aging atau optimum aging merupakan interaksi dinamis dan sedang berlangsung pada individu dengan lingkungannya (Freund & Riedigier, 2003). Lansia yang mencapai successful aging adalah mereka yang mampu menilai seberapa baik mencapai tujuan hidup dan seberapa puas dalam kehidupan, dengan aktif melakukan kegiatan, memiliki keterampilan coping yang positif, dan memiliki dukungan sosial yang baik (Santrock, 2011; Papalia dalam Febriani, 2012). Salah satu cara untuk menuju successfull aging menurut Berk (dalam Suardiman, 2011) adalah dengan optimisasi secara selektif dengan kompensasi untuk membangun keterbatasan energi fisik dan sumber kognitif semaksimal mungkin (selective optimization with compensation). Contoh konkretnya adalah lansia lebih fleksibel dalam memilih strategi pemecahan masalah dan dapat membuat dirinya optimis dalam menghadapi masalah besar serta dengan mengompensasi aspek-aspek kemampuan dirinya yang hilang, salah satunya ditunjukkan dengan sifat kebijaksanaan atau kearifan (wisdom).

Pada aspek kognitif, lansia mengalami penurunan dan peningkatan dalam beberapa area. Fluid intelligence akan menurun saat bertambahnya usia, sedangkan crystallized intelligence akan meningkat. Crystallized intelligence merupakan kemampuan dalam mengaplikasikan informasi yang telah dipelajari dan pengalaman-pengalaman hidup (Papalia, Sterns, Feldman, & Camp, 2007). Peningkatan crystallized intelligence dan kemampuan pembuatan keputusan yang tetap bertahan memungkinkan lansia untuk tetap berkontribusi dalam memberikan saran atau nasihat dan keputusan yang bijaksana pada masalah-masalah kehidupan.

(5)

Sesuai dengan teori perkembangan psikososial Erikson, lansia memiliki tugas perkembangan terakhir yaitu integrity vs despair. Lansia yang merefleksikan masa lalunya dan meninjau kehidupannya memperlihatkan kehidupan yang baik serta menemukan arti dan integrasi maka akan mencapai integritas (Santrock, 2011). Lansia yang mencapai integritas diri bersifat bijaksana dalam tingkah lakunya (Mӧnks, Knoers, & Haditono, 2006). Sebaliknya, apabila lansia menyelesaikan satu tahap atau lebih dengan cara yang negatif, misalnya menjadi terisolasi secara sosial di dewasa awal atau stagnan di dewasa tengah, pandangan masa lalu terhadap penilaian seluruh hidupnya negatif atau menjadi keputus-asaan (despair). Sehingga dengan kata lain, lansia yang putus asa dapat merasakan ketakutan yang mendalam atau merasa hidupnya terbuang dan tidak berarti.

Sesuai dengan uraian di atas, lansia yang mencapai successful aging dan integrasi diri memiliki sifat bijaksana. Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) mengartikan kebijaksanaan sebagai (1) kepandaian menggunakan akal budinya (pengalaman dan pengetahuannya) dan (2) kecakapan bertindak apabila menghadapi kesulitan dan sebagainya. Selain itu, APA Dictionary of Psychology (2007) mengartikan wisdom sebagai kemampuan individu untuk membuat dugaan keputusan, untuk menemukan yang jawaban yang tepat atau setidaknya baik untuk menjawab pertanyaan kehiupan yang sulit dan penting, dan untuk memberi saran tentang masalah sehari-hari yang rumit dan masalah hubungan interpersonal.

Fungsi dari wisdom itu sendiri dalam kehidupan antara lain untuk menyelesaikan dilema dalam hidup, menasihati orang lain, mengelola dan memimpin masyarakat, meraih wawasan dalam kehidupan, dan mencari makna hidup (Ruisel, 2005). Lansia yang memiliki karekteristik bijaksana mendukung proses penuaan yang positif (Etezadi & Pushkar, 2013). Manfaat lain lansia mencapai penuaan yang sukses dapat dianggap sebagai aset bagi negara. Hal ini dikarenakan mereka ikut berkontribusi menjadi lansia yang produktif dan bermanfaat bagi generasi selanjutnya.

(6)

Pengalaman, pengetahuan, kematangan emosi, dan integrasi dari berbagai aspek kesadaran manusia (seperti kognisi, afeksi, dan refleksi) yang dimiliki lansia akan membentuk ciri kepribadian bijaksana (Takahashi & Bordia, dalam Santoso, 2005; Suardiman, 2011). Sementara itu menurut penelitan Baltes dkk, faktor-faktor yang mempengaruhi wisdom adalah faktor personal (misalnya, kemampuan mental dan kepribadian), faktor keahilan spesifik (misalnya, pengalaman dalam masalah hidup dan bimbingan dalam menghadapi masalah hidup), dan fasilitas (misalnya pendidikan, orangtua, dan pekerjaan) (Baltes & Smith, 2008; Baltes & Staudinger, dalam Cavanaugh & Blanchard-Fields, 2006). Ketiga faktor utama tersebut digambarkan dalam interaksi antara individu dengan lingkungannya yang disebut dengan citra lansia.

Citra lansia dapat dibedakan berdasarkan lingkungan tempat tinggalnya, yaitu rumah dan panti wredha. Haditono (1988) meneliti citra lansia berdasarkan tempat tinggal yaitu di rumah dan di panti wredha. Secara umum lansia diliputi oleh rasa kesepian dan kesadaran bahwa dirinya sudah tua. Baik lansia yang tinggal di panti maupun lansia yang tinggal di rumah sendiri merasakan sedih dan putus asa tetapi perasaan tersebut tidak mendominansi. Pada sisi lain, terdapat perbedaan pada lansia yang tinggal di panti merasa keterbatasan ekonomi yang cukup menonjol, lebih merasa sedih serta tidak ada keinginan sama sekali untuk mandiri. Nampaknya pada penghuni panti ada sikap pasrah pada nasib mereka hingga tidak mengharapkan hidup mandiri lagi. Akan tetapi, mereka merasa bersyukur bahwa kebutuhan mereka sehari-hari dapat terpenuhi. Sebaliknya, lansia yang menghuni rumah sendiri nampak adanya rasa kehangatan dan tidak terlalu merisaukan keterbatasan ekonomi.

Bagaimana seseorang menjadi tua dan bagaimana sifat kehidupan lansia banyak dipengaruhi oleh kualitas lingkungan (Mӧnks, et al., 2006). Lingkungan dapat atau tidak dapat memberikan tantangan bagi orang lanjut usia untuk menggunakan kemampuan-kemampuannya yang ada pada dirinya. Suatu penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan tingkat stres, tingkat kesepian, dan komponen kognisi

(7)

pada lansia yang dibedakan berdasarkan tempat tinggal (Pertiwi, 2001; Rahman, 2006). Lansia yang tinggal di rumah dengan keluarga memiliki dukungan sosial dari anggota keluarga tetapi dapat merasa tidak berdaya, bosan, dan terisolasi dari teman-temannya (Blieszner & Roberto, dalam Santrock, 2013; Papalia, et. al., 2007). Sesungguhnya, kebanyakan lansia cenderung lebih menikmati waktunya bersama teman sebaya daripada dengan keluarganya (Suardiman, 2011). Hal tersebut dikarenakan kebersamaan dengan sesama lansia membuat mereka dapat berdiskusi dengan masalah-masalah yang dihadapi bersama serta saling membantu memecahkan masalah masing-masing.

Pada umumnya kedudukan lansia di Indonesia dapat dikatakan menguntungkan karena pandangan hidup orang Timur yang menghormati lansia sebagai pemberi restu dan pemberi nasihat pada permasalah kehidupan yang rumit. Terlebih lagi, kehidupan masyarakat Indonesia banyak dipengaruhi oleh norma dan nilai-nilai sosiokultural, seperti agama dan budaya. Maka lansia diharapkan dapat berguna bagi orang lain dengan berbagi pengetahuan serta pengalaman hidupnya melalui sikap ataupun saran yang bijaksana dan baik dalam norma dan nilai-nilai di masyarakat.

Namun, tidak semua lansia memiliki sifat kebijaksanaan. Citra lansia dapat menjadi buruk di mata generasi baru karena sikap yang tidak bijak. Misalnya, menjadi cepat puas, malas, dan tidak berdaya. Hal ini sesuai dengan pernyataan informan subjek dua.

Sebenarnya tidak harus buruk, ning buruk di mata citra untuk generasi baru ya. Ada yang cepat puas, ada yang nglokro, ada yang kemudian sudah tidak berdaya dan sebagainya.

(8)

Oleh sebab itu, penelitian ini akan menggali dinamika wisdom lanjut usia dan faktor-faktor yang mempengaruhi wisdom pada lanjut usia. Peneliti ingin mengetahui keunikan wisdom yang dimiliki oleh lanjut usia di Indonesia dibandingkan dengan teori-teori Barat.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka perumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana dinamika wisdom pada lanjut usia dan apa saja faktor yang mempengaruhi wisdom pada lanjut usia?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah memahami dinamika wisdom pada lanjut usia.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis

Manfaat teroritis yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah dapat memberikan pengetahuan tentang dinamika wisdom pada orang lansia dan bermanfaat bagi ilmu psikologi secara umum maupun psikologi perkembangan pada kelompok orang lansia.

2. Manfaat praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis dan masukan bagi:

a. Masyarakat dan pemerintah bahwa hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran sisi positif tentang wisdom yang dimiliki lansia dan sebagai landasan untuk menyusun program binaan bagi keluarga lansia.

b. Para peneliti lain yang memiliki minat pada perkembangan lansia sebagai acuan penelitian selanjutnya.

Referensi

Dokumen terkait

a) Switchers / price sensitive, pada tingkat ini merek dipersepsikan memberi kepuasan yang sama. Merek berperan kecil dalam keputusan pembelian. Pada tingkatan

Hal ini akan membuat petugas pemadam kebakaran memiliki resiliensi yang tinggi, yang ditandai dengan kemampuan untuk mendapat respon secara positif dari orang

Sedangkan majelis jemaat dengan tingkat psychological well-being rendah akan menunjukkan kekecewaan pada dirinya, merasa dirinya penuh kekurangan, memiliki pandangan

Hubungan interpersonal merupakan salah satu permasalahan sosial, sedangkan salah satu teknik dalam bimbingan dan konseling yang dapat dipergunakan dalam

Melihat banyak sekali penyimpangan- penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan penjual rumah properti ini, khususnya terhadap konsumen perumahan, maka penulis menganggap

yang tersebar dalam 9 jenis yaitu Ficus benjamina, Ficus tinctoria (batang hitam), Ficus tinctoria (batang putih), Ficus hampelas, Ficus fistulosa, Ficus subcordata,

Laba atau rugi yang timbul dari penghentian pengakuan aset tetap ditentukan sebesar perbedaan antara jumlah neto hasil pelepasan, jika ada, dengan jumlah tercatat dari aset

Nilai rata- rata kelas tersebut sudah lebih dari KKM untuk mata pelajaran bahasa Inggris di SDN Cileunyi 02 yaitu 60 sehingga pada pembelajaran siklus II tindakan 1 dan 2