• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dicetak: Jakarta, April 2020

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Dicetak: Jakarta, April 2020"

Copied!
174
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Buku Rencana Strategis (Renstra)

Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Ditjen EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral

Tahun 2020-2024 Diterbitkan oleh:

Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral

Gedung Kantor Slamet Bratanata,

Jl. Pegangsaan Timur no.1, Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat, 10320 Telp. (021) 39830077, email: ebtke@esdm.go.id

Dicetak:

(3)

Kata Pengantar

K

etersediaan energi merupakan prasyarat dalam pem-bangunan nasional. Seiring dengan meningkatnya taraf hidup masyarakat dan pertumbuhan ekonomi maka kebutuhan energi semakin besar, diantaranya mengakibatkan konsumsi listrik nasional semakin meningkat sehingga tren konsumsi menyerupai negara maju. Dalam perspektif suplai energi, ada beragam pilihan energi untuk memenuhi konsumsi listrik, namun rata-rata yang tersedia masih berbasis fosil hal ini disebabkan ketergantungan terhadap bahan bakar fosil masih sangat tinggi. Sedangkan energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan, masih memiliki porsi yang lebih kecil dalam Bauran Energi Nasional. Hal ini memberikan gambaran bahwasanya pengembangan Energi Terbarukan masih menjanjikan.

Dalam menyeimbangkan laju ketersediaan energi dengan kebutuhan energi di masyarakat, tentunya menjadi kewajiban Pemerintah untuk dapat meningkatkan peran pemanfaatan Energi Baru Terbarukan sebagai solusi penyediaan energi yang ramah lingkungan. Peran pemerintah dalam hal melakukan transisi dengan menggunakan energi EBT memiliki tantangan besar dengan

kondisi geografis Indonesia akan tetapi kondisi tersebut juga memiliki potensi yang besar dalam

pengembangan energi terbarukan untuk masa yang akan datang. Salah satu tantangan tersebut mulai dari keterbatasan lahan terbuka untuk pemanfaatan energi dari solar PV ataupun biaya investasi yang tinggi untuk pemanfaatan dan pengembangan teknologi baru dan terbarukan yang lebih bertahan lama/sustainable.

“Komitmen pemerintah dalam rangka memperluas pemanfaatan energi baru terbarukan yaitu dengan menciptakan kebijakan pertumbuhan berbasis produktivitas dan inovasi. Pemerintah serius dalam melaksanakan Program Mandatori B30, ini salah satu prioritas pengembangan EBT sekaligus pencapaian target bauran EBT nasional dan penurunan emisi gas rumah kaca”.

Peranan pemanfaatan Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi yaitu mendorong penurunan Emisi CO2 sebagaimana komitmen nasional dalam penurunan emisi (sesuai UU

Nomor 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreementto UNFCC dan Perpres Nomor 61

Tahun 2011 tentang RAN-GRK) dengan capaian semester I 46,7 Juta Ton CO2 dari Target 48,8

Juta Ton CO2 di Tahun 2019.

Tantangan bidang Energi Baru Terbarukan memang bukan hal mudah, namun pemerintah juga telah menyiapkan langkah-langkah untuk mewujudkan program tersebut antara lain:

1. Berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 tahun 2015, dimulai Januari 2020 akan diimplementasikan B30 untuk seluruh sektor. Selain itu terdapat pula rencana pengembangan uji coba biodiesel sebagai pengganti solar fosil dengan teknologi pengembangan B100 yang mengandung 100% bahan alami tanpa dicampur BBM. Pengembangan tersebut merupakan

salah satu peluang untuk penghematan devisa sehingga ke depannya diharapkan Indonesia

(4)

2. Dalam rangka melaksanakan pengadaan Bahan Bakar Nabati Jenis Bioetanol sesuai Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2015 direncanakan implementasi pencampuran Bahan Bakar Minyak RON 92 di Jawa Timur.

3. Dalam rangka tindak lanjut atas Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan program Pembangunan PLTSa, terdapat 12 kota yang telah dipilih sebagai awal pembangunan instalasi pengolah sampah menjadi energi listrik berbasis teknologi ramah lingkungan. Saat ini pemerintah telah membentuk tim task force yang bertugas memastikan seluruh proyek percepatan pengembangan PLTSa di 12 kota agar dapat COD tepat waktu. Kementerian ESDM juga bertugas untuk melakukan formulasi harga pembelian listrik yang tepat sehingga nantinya bisa digunakan sebagai dasar Perjanjian Jual Beli Listrik (PJBL) antara PLN dan pengembang. Harapannya pembangunan PLTSa memberikan dapat memperbesar porsi bauran EBT PLN, yang ditargetkan mencapai 23% pada 2025, serta ikut berkontribusi dalam pengelolaan sampah untuk menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat.

4. Terbitnya Peraturan Menteri ESDM Nomor 49 Tahun 2018 tentang Penggunaan Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap oleh Konsumen PLN yang baru disosialisasikan oleh Kementerian ESDM. Payung hukum tersebut memudahkan masyarakat (baik perkantoran maupun perumahan) untuk memasang jajaran panel surya pada atap, dinding, atau bagian luar gedung lainnya sehingga masyarakat juga bisa membayar tagihan listrik lebih murah melalui mekanisme “ekspor-impor” listrik dengan PLN.

5. Dalam hal mewujudkan tata kelola investasi, proses bisnis berupa pengurusan izin dan persyaratan operasi pengusahaan yang semula terpisah dari setiap unit dan menghambat proses pelayanan investasi, diperbaiki dengan cara pemangkasan birokrasi. Baru-baru ini ESDM meresmikan Aplikasi Perizinan Online ESDM yang terintegrasi dengan data sumber daya alam, operasional, produksi, pemasaran/penjualan setiap jenis energi. Aplikasi ini telah mampu terintegrasi dengan 56 perizinan layanan dari total 70 layanan yang harus disiapkan, dan telah terintegrasi dengan Online Single Submission (OSS) dan Konfirmasi

Status Wajib Pajak (KSWP) Ditjen Pajak. Dengan sistem ini, para pelaku usaha akan lebih mudah, terpusat dan cepat dalam melakukan pengurusan perizinan.

Rencana Strategis Direktorat Jenderal EBTKE Tahun 2020-2024 disusun bukan hanya untuk menetapkan target pengembangan sektor EBTKE, akan tetapi juga menetapkan langkah-langkah strategi dan arah kebijakan untuk mencapai target yang telah ditetapkan. Renstra Ditjen EBTKE dapat dijadikan panduan bagi Pemerintah baik Pemerintah Pusat dan Daerah, maupun pihak swasta dan stakeholders lainnya yang terlibat dalam pengembangan EBTKE supaya program-program yang telah dan akan ditetapkan dapat berjalan secara berkesinambungan dan berkelanjutan.

Jakarta, April 2020

Direktur Jenderal EBTKE

(5)

Daftar Isi

halaman

Kata Pengantar ... i

Daftar Isi ... iii

Daftar Gambar ... v

Daftar Tabel ... vi

Daftar Singkatan ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. KONDISI UMUM DAN CAPAIAN DIREKTORAT JENDERAL EBTKE ... 2

1. Kondisi Umum ... 3

2. Capaian Kinerja ... 27

3. Capaian Regulasi ... 30

4. Tata Kelola Energi Baru dan Terbarukan ... 32

C. POTENSI PENGEMBANGAN SEKTOR EBTKE ... 37

1. Potensi pengembangan Panas Bumi ... 37

2. Potensi pengembangan Bioenergi ... 38

3. Potensi pengembangan Aneka EBT ... 45

4. Potensi penurunan emisi CO2 Konservasi Energi ... 32

D. TANTANGAN SEKTOR EBTKE ... 46

1. Tantangan pengembangan PLT Panas Bumi ... 46

2. Tantangan pengembangan Bidang Bioenergi ... 49

3. Tantangan pengembangan Bidang Aneka EBT ... 53

4. Tantangan Bidang Konservasi Energi ... 55

5. Tantangan Bidang Perencanaan dan Pembangunan Infrastruktur EBT ... 56

BAB II VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN STRATEGIS ... 59

A. VISI ... 59

B. MISI ... 60

C. NILAI-NILAI ORGANISASI ... 60

D. TUJUAN ... 61

(6)

BAB III ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, REGULASI, DAN KERANGKA

KELEMBAGAAN ... 65

A. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL ... 68

1. Agenda Pembangunan 1 : Memperkuat Ketahanan Ekonomi untuk Pertumbuhan yang Berkualitas ... 69

2. Agenda Pembangunan 2 : Mengembangkan Wilayah untuk Mengurangi Kesenjangan dan Menjamin Pemerataan ... 71

3. Agenda Pembangunan 5 : Memperkuat Infrastruktur Mendukung Pengembangan Ekonomi dan Pelayanan Dasar ... 71

4. Agenda Pembangunan 6 : Membangun Lingkungan Hidup, Meningkatkan Ketahanan Bencana dan Perubahan Iklim ... 73

B. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI KEMENTERIAN ... 74

1. Agenda Pembangunan 1 : Memperkuat Ketahanan Ekonomi untuk Pertumbuhan yang Berkualitas ... 74

2. Agenda Pembangunan 2 : Mengembangkan Wilayah untuk Mengurangi Kesenjangan dan Menjamin Pemerataan ... 80

3. Agenda Pembangunan 5 : Memperkuat Infrastruktur Mendukung Pengembangan Ekonomi dan Pelayanan Dasar ... 80

4. Agenda Pembangunan 6 : Membangun Lingkungan Hidup, Meningkatkan Ketahanan Bencana dan Perubahan Iklim ... 85

C. KERANGKA REGULASI ... 86

D. KERANGKA KELEMBAGAAN ... 87

1. Kedudukan, Tugas dan Fungsi Energi dan Sumber Daya Mineral ... 87

2. Struktur Organisasi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral ... 88

3. Arah Kebijakan Kelembagaan Kementerian ESDM ... 90

4. Pengelolaan Sumber Daya Aparatur (SDA)... 91

BAB IV TARGET KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN ... 121

A. TARGET KINERJA ... 121

B. KERANGKA PENDANAAN ... 139

(7)

Daftar Gambar

halaman

Gambar 1. Perkembangan Energi Baru Terbarukan ... 3

Gambar 2. Kapasitas Pembangkit EBT ... 4

Gambar 3. Optimalisasi PNBP Energi Terbarukan ... 5

Gambar 4. Statistik Capaian Pengembangan Energi Panas Bumi ... 8

Gambar 5. Peta Wilayah Kerja Panas Bumi ... 9

Gambar 6. Realisasi Implementasi Biodiesel ... 13

Gambar 7. Kapasitas terpasang PLT Bioenergi ... 16

Gambar 8. Produksi Biogas ... 19

Gambar 9. Konsumsi Energi per Sektor Tahun 2006-2018 ... 20

Gambar 10. Intensitas Energi Primer (IEP) dan Energi Final (IEF) ... 21

Gambar 11. Grafik capaian kapasitas tenaga air ... 24

Gambar 12. Grafik capaian kapasitas tenaga surya ... 25

Gambar 13. Peningkatan Kapasitas Infrastruktur Energi Terbarukan ... 26

Gambar 14. Penyebaran Lampu Tenaga Surya Hemat Energi Tahun 2019 ... 27

Gambar 15. Alur Tata Kelola Direktorat Panas Bumi ... 35

Gambar 16. Tata kelola Direktorat Bioenergi ... 36

Gambar 17. Tata Kelola Direktorat Aneka EBT ... 37

Gambar 18. Peta potensi energi surya Indonesia (P3TKEBTKE, KESDM, 2017) ... 42

Gambar 19. Peta Potensi Energi Angin Indonesia (Sumber : RUEN) ... 45

Gambar 20. Flores Geothermal Island ... 65

Gambar 21. Skema Microgrid PLT Hybrid ... 79

Gambar 22. Peta PLTSa ... 81

Gambar 23. Struktur Organisasi Kementerian ESDM ... 88

Gambar 24. Konseptual Model Tingkatan Risiko selama Pengembangan Panas Bumi (modifikasi ESMAP Geothermal Handbook, World Bank, 2012, Robertson-Tait et al. 2015) ... 94

Gambar 25. Pola Pikir usulan insentif pengembangan panas bumi ... 101

(8)

Daftar Tabel

halaman

Tabel 1. Daftar Wilayah Kerja Panas Bumi di Indonesia ... 11

Tabel 2. Pentahapan Mandatori Pemanfaatan BBN dalam Permen ESDM No. 12/2015 ... 14

Tabel 3. Implementasi pengembangan PLT Bioenergi ... 15

Tabel 4. Kapasitas Pembangkit Listrik Bioenergi 2014 s.d. semester 1 Tahun 2019 ... 17

Tabel 5. Target NDC Indonesia ... 23

Tabel 6. Capaian Indikator Kinerja Ditjen EBTKE Tahun 2015-2019 ... 28

Tabel 7. Regulasi Subsektor EBTKE yang Dicabut ... 30

Tabel 8. Perizinan/Non Perizinan terkait Subsektor EBTKE yang Dicabut ... 30

Tabel 9. Tabel alur proses pengusahaan panas bumi ... 32

Tabel 10. Tabel alur proses pengusahaan PLTBm dan PLTBg ... 33

Tabel 11. Tabel alur proses pengusahaan PLT Bioenergi (Excess Power) ... 33

Tabel 12. Tabel alur proses pengusahaan PLTSa ... 34

Tabel 13. Tabel alur proses pengusahaan Bahan Bakar Nabati ... 34

Tabel 14. Tabel alur proses pengusahaan PLT Aneka EBT ... 35

Tabel 15. Tabel Sumber Daya Panas Bumi di Indonesia (Badan Geologi, 2019) ... 37

Tabel 16. Potensi Bioenergi per Provinsi ... 39

Tabel 17. Potensi Bioenergi per Komoditas ... 40

Tabel 18. Potensi Tenaga Air per Provinsi di Indonesia ... 40

Tabel 19. Potensi Mini dan Mikrohidro ... 41

Tabel 20. Potensi Teknis Surya Per Provinsi ... 43

Tabel 21. Potensi Angin Per Provinsi ... 45

Tabel 22. Potensi penurunan emisi CO2 sektor energi ... 46

Tabel 23. Kondisi Sumber Daya Aparatur berdasarkan Golongan ... 91

Tabel 24. Kondisi Sumber Daya Aparatur berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 92

Tabel 25. Proyeksi Sumber Daya ASN tahun 2020-2024 ... 92

Tabel 26. Kerangka Regulasi Direktorat Bioenergi ... 104

Tabel 27. Summary RPJM Ditjen EBTKE Tahun 2020-2024 ... 121

Tabel 28. Sasaran Strategis, Indikator dan Target Kinerja Direktorat Jenderal EBTKE, Kementerian ESDM 2020-2024 ... 122

Tabel 29. Indikator dan Target Kinerja Indeks Kemandirian Energi ... 123

Tabel 30. Indikator dan Target Kinerja Indeks Ketahanan Energi sektor EBTKE ... 125

Tabel 31. Indikator dan Target Kinerja Optimalisasi kontribusi Sektor ESDM yang bertanggung jawab ... 127

(9)

Tabel 32. Indikator dan Target Kinerja Indeks Kepuasan Layanan Sektor ESDM ... 129

Tabel 33. Indikator dan Target Kinerja Sasaran Strategis Pengawasan, Pengendalian,

Monitoring & Evaluasi sektor ESDM yang efektif ... 132

Tabel 34. Indikator dan Target Kinerja Sasaran Strategis Terwujudnya birokrasi yang

efektif, efisien, dan berorientasi pada layanan prima ... 134

Tabel 35. Indikator dan Target Kinerja Indikator Nilai Evaluasi Kelembagaan ... 138

Tabel 36. Indikator dan Target Kinerja Indeks Profesionalitas ASN ... 139

Tabel 37. Indikator dan Target Kinerja Sasaran Strategis Pengelolaan Sistem Anggaran

(10)

Daftar Singkatan

3T : Terluar, Terdepan, Tertinggal

AKIP : Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah

APBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

APIP : Aparat Pengawasan Intern Pemerintah

BBM : Bahan Bakar Minyak BBN : Bahan Bakar Nabati BU : Badan Usaha

BUMN : Badan Usaha Milik Negara CO2 : Karbon Dioksida

COD : Commercial Operation Date

CPO : Crude Palm Oil

DAK : Dana Alokasi Khusus

DIPA : Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran

Ditjen : Direktorat Jenderal

EBT : Energi Baru dan Terbarukan

EBTKE : Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi ESDM : Energi dan Sumber Daya Mineral

FAME : Fatty Acid Methyl Ester

FEED : Front End Engineering Design

FGD : Focus Group Discussion

FSA : Facility Sharing Agreement

GCB : Generator Circuit Breaker

GRK : Gas Rumah Kaca

IGA : Investment Grade Energi Audit

IKU : Indikator Kinerja Utama

IPP : Independent Power Producer

JCM : Joint Crediting Mechanism

KK : Kartu Keluarga KL : Kilo Liter Km : Kilometer

KPI : Key Performance Indicator

KSP : Kantor Staf Kepresidenan

LAKIN : Laporan Kinerja

LHKASN : Laporan Harta Kekayaan Aparatur Sipil Negara LHKPN : Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara

(11)

LP2P : Laporan pajak-pajak pribadi yang wajib disampaikan Pegawai Negeri Sipil Pusat

LTSHE : Lampu Tenaga Surya Hemat Energi

MW : Mega Watt

Off grid : Sistem terpisah jaringan PLN/Menghasilkan Listrik Sendiri

On grid : Terkoneksi Jaringan PLN

PAN dan RB : Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi PDB : Product Domestic Bruto

PIUPTL : Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik

PJB : Perjanjian Jual Beli

PJU-TS : Penerangan Jalan Umum Tenaga Surya PK : Perjanjian Kinerja

PLT : Pembangkit Listrik Tenaga PLTA : Pembangkit Listrik Tenaga Air PLTB : Pembangkit Listrik Tenaga Bayu PLTBg : Pembangkit Listrik Tenaga Biogas PLTM : Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro PLTMH : Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro PLTP : Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi PLTS : Pembangkit Listrik TenagaSurya PLTSa : Pembangkit Listrik Tenaga Sampah PNBP : Penerimaan Negara Bukan Pajak PNS : Pegawai Negeri Sipil

POME : Pelaporan Online Manajemen Energi PP : Peraturan Pemerintah

PPA : Power Purchase Agreement PSO : Public Service Obligation

PT KAI : PT Kereta Api Indonesia

PT PLN (Persero) : PT Perusahaan Listrik Negara (Persero)

RAN-GRK : Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca RB : Reformasi Birokrasi

RE : Rasio Elektrifikasi

Renstra : Rencana Strategis

RKAB : Rencana Kerja dan Anggaran Biaya RKP : Rencana Kerja Pemerintah

RPJMN : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional RPJPN : Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional

(12)

Satker : Satuan Kerja

SBM : Standar Biaya Miliar SDA : Sumber Daya Alam SDM : Sumber Daya Manusia

SLO : Sertifikat Laik Operasi

TOE : Tonne of Oil Equivalent

TKDN : Tingkat Kandungan Dalam Negeri

TNI : Tentara Nasional Indonesia

UKL/UPL : Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup

UU : Undang-Undang

URC : Unit Rated Capacity

WBBM : Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani WBK : Wilayah Bebas Korupsi

WK : Wilayah Kerja

WKP : Wilayah Kerja Panas Bumi WTP : Wajar Tanpa Pengecualian

(13)

BAB I

(14)
(15)

BAB I

Pendahuluan

A. LATAR BELAKANG

Pembangunan nasional adalah upaya yang dilaksanakan oleh segenap komponen bangsa guna mencapai tujuan bernegara. Dalam rangka melaksanakan pembangunan nasional tersebut, diperlukan adanya perencanaan pembangunan nasional yang ditujukan agar

kegiatan pembangunan berjalan efektif, efisien, dan tepat sasaran. Selanjutnya, agar dapat

disusun perencanaan pembangunan nasional yang dapat menjamin tercapainya tujuan Negara maka diperlukan adanya sistem perencanaan pembangunan nasional, sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional. Undang-undang tersebut mendefinisikan Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional sebagai satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat Pusat dan Daerah.

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) selanjutnya dituangkan ke dalam 4 (empat) tahapan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) dengan periode perencanaan pada setiap tahapannya adalah selama 5 (lima) tahun. Dalam pentahapan

RPJPN tersebut, RPJMN Tahun 2020-2024 merupakan tahap IV pencapaian Visi dan Misi pembangunan nasional. Tahap IV RPJMN ini bertujuan untuk lebih memantapkan

pembangunan secara menyeluruh dengan menekankan pembangunan keunggulan kompetitif perekonomian yang berbasis pada sumberdaya alam yang tersedia, sumberdaya manusia yang berkualitas serta kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Rancangan pembangunan RPJMN 2020-2024 Perpres Nomor 18/2020 tentang RPJM Nasional Tahun 2020-2024 disusun dengan metode Teknokratik yang berdasar pada kerangka berpikir ilmiah untuk menganalisis kondisi obyektif dengan mempertimbangkan

beberapa skenario pembangunan. Tema dan agenda pembangunan yaitu “Indonesia

Berpenghasilan Menengah – Tinggi yang sejahtera, adil dan berkesinambungan”. Dalam

hal mendukung rencana pembangunan yang dimaksud, 7 Agenda Pembangunan RPJMN IV

tahun 2020-204 yaitu:

1. Memperkuat ketahanan ekonomi untuk pertumbuhan yang berkualitas. 2. Mengembangkan wilayah untuk mengurangi kesenjangan.

3. Meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing. 4. Membangun kebudayaan dan karakter bangsa.

(16)

5. Memperkuat infrastruktur untuk mendukung pengembangan ekonomi dan pelayanan dasar.

6. Membangun lingkungan hidup, meningkatkan ketahanan bencana dan perubahan iklim. 7. Memperkuat stabilitas polhukhankam dan transformasi pelayanan publik.

Dalam hal mendukung RPJMN tersebut, Kementerian ESDM, dalam hal ini Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) menetapkan Rencana Strategis Direktorat Jenderal EBTKE Tahun 2020-2024 yang berisi capaian dan tantangan pada periode 2015-2019, sasaran strategis, arah kebijakan, target kinerja, serta kerangka pendanaan pada sektor EBTKE.

B. KONDISI UMUM DAN CAPAIAN DIREKTORAT JENDERAL EBTKE

Pada periode 2015-2019, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) memiliki

visi pembangunan nasional yaitu dengan mewujudkan Indonesia yang berdaulat, mandiri,

dan berkepribadian berlandaskan gotong royong. Dalam mewujudkan visi tersebut, KESDM khususnya Direktorat Jenderal EBTKE menetapkan delapan sasaran strategis dengan empat tujuan utama. Delapan sasaran strategis tersebut yaitu:

1. Meningkatkan alokasi energi domestik 2. Meningkatkan akses dan infrastruktur energi

3. Meningkatkan diversifikasi energi

4. Menignkatkan efisiensi energi dan pengurangan emisi

5. Mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor EBTKE 6. Meningkatkan investasi sektor ESDM

7. Mewujudkan manajemen dan sumber daya manusia yang professional 8. Meningkatkan kapasitas ilmu pengetahuan dan teknologi

Delapan sasaran strategis tersebut memiliki tujuan untuk dapat mewujudkan tujuan sebagai berikut:

a) Terjaminnya penyediaan energi dan bahan baku domestik b) Terwujudnya optimalisasi peneimaan negara sektor EBTKE c) Terwujudnya peningkatan investasi sektor EBTKE

d) Terwujudnya manajemen dan sumber daya manusia yang professional serta meningkatkan kapasitas ilmu pengetahuan dan teknologi yang akan berdampak pada meningkatny kualitas layanan sektor EBTKE.

Beberapa arah dan kebijakan yang disusun dan dilakukan Direktorat Jenderal EBTKE dalam mencapai sasaran strategi dan tujuan utama yaitu:

• Meningkatkan peranan energi baru terbarukan dalam bauran energi seperti: i) insentif dan harga yang tepat untuk mendorong investasi, ii) pemanfaatan aneka energi

(17)

terbarukan dan bioenergi untuk pembangkit listrik dan iii) pemanfaatan bahan bakar nabati.

• Meningkatkan aksesibilitas: penyediaan listrik untuk pulau-pulau dan desa-desa terpencil termasuk desa nelayan dalam bentu energi surya dan atau energi terbarukan lainnya.

• Meningkatkan efisiensi dalam penggunaan energi: i) kampanye hemat energi, ii)

pengembangan insentif dan mekanisme pendanaan untuk pembiayaan dalam upaya

mewujudkan efisiensi energi, iii) peningkatan kemampuan teknis manajer dan auditor

energi, iv) peningkatan peran dan kapasistas perusahaan dalam layanan energi (ESCO), v) pengembangan penggunaan sistem dan teknologi hemat energi di industri, vi) optimalisasi instrumen kebijakan konservasi energi (PP Nomor 70/2009 tentang konservasi energi).

• Memanfaatkan potensi sumber daya alam untuk PLT EBT, diantaranya: i) insentif untuk percepatan pembangunan PLT EBT, yaitu dispensasi pemanfaatan kawasan hutan dan daerah khusus lainnya untuk pembangunan PLT EBT, pengaturan harga jual listrik dan penyediaan lahan, ii) penyederhanaan regulasi dan dokumen persyaratan perizinan pembangunan PLT EBT.

Penjabaran kondisi umum dan capaian Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi periode tahun 2015-2019 terbagi dalam empat kategori diantaranya, kondisi umum Ditjen EBTKE, capaian kinerja, capaian regulasi dan tata kelola Energi Baru Terbarukan.

1. Kondisi Umum

Perkembangan

Energi Terbarukan

76 kontrak EBT ditandatangani sejak 2017 s.d2019

76 Kontrak EBT terdiri dari:

Sampah 1 Unit 5 MW (0,3%) Biomass 6 Unit 42,4 MW (2,7%) Biogas 6 Unit 10,8 MW (0,7%) Surya45 MW 6 Unit (2,8%) Hidro 5 Unit 1.104 MW (69,39%) Panas Bumi 1 Unit

86 MW (5,4%)

76

14

14

Minihidro 51 Unit 297,84 MW (18,72%) 1.591 MW 116 MW 1.829 MW 1.251 MW

(18)

Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi berkomitmen secara berkelanjutan untuk dapat mewujudkan energi ramah lingkungan di

Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari progres perkembangan energi baru terbarukan

dengan meningkatkan kontrak pembangunan infrastruktur yang terdiri dari PLT Panas Bumi, Minihidro, Hidro, Surya, Biogas, Biomass dan Sampah. Dalam penerapannya tersebut, pemerintah berupaya semaksimal mungkin untuk dapat menyediakan akses energi ramah lingkungan dalam kapasitas yang cukup besar pada tahun 2019 (lihat Gambar 1). 76 kontrak EBT yang ditandatangani sejak tahun 2017 sampai dengan tahun 2019 memiliki total kapasitas terpasang sebesar 1.591 MW yang terdiri dari 5 unit PLTSa, 6 unit PLT Biomass, 6 unit PLT Biogas, 6 unit PLT Surya, 1 unit PLT Panas Bumi, 51 unit PLT Minihidro, dan 5 unit PLT Hidro. Peran pemerintah dalam mewujudkan energi ramah lingkungan dengan meningkatkan aksesibilitas masyarakat untuk mendapatkan listrik dapat dilihat pada gambar 2 dengan meningkatnya besaran total nilai kapasitas terpasang pembangkit listrik EBT dari tahun 2014 sampai dengan 2019. Pada gambar 2 menjelaskan, PLT Panas Bumi memiliki peningkatan terbesar dalam hal penyediaan kapasitas terpasang pembangkit EBT sebesar 727 MW sejak tahun 2014, yang diikuti PLT Aneka EBT sebesar 554 MW, dan PLT Bioenergi sebesar 487 MW yang tersebar

di seluruh Indonesia.

Kapasitas Pembangkit EBT

Terus Meningkat

Kapasitas terpasang PLTS, PLTB PLTMH (MW) PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya), PLTMH (Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro), PLTB (Pembangkit Listrik Tenaga Bayu/Angin)

Kapasitas terpasang PLT Bioenergi (MW) Pembangkit Listrik Tenaga Bioenergi (Biomassa, Biogas, PLTSa dan Biofuel) sebagian besar merupakan PLT off-grid Kapasitas terpasang Pembangkit

Panas Bumi (MW)

Rencana penambahan190 MW pembangkit EBT tahun 2019: 2018 2017 2016 2015 2014 2019 1.402,7 1.741,7 1.783,1 1.856,8 1.882,8 1.881,9 212,4 273,7 351,9 396,7 576,3 753,3 2.138,3 Target 2.130,7 Realisasi Realisasi Target Realisasi Target 1.403,3 1.438,3 1.533,3 1.808,3 1.948,3 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2018 2017 2016 2015 2014 2019 55

MW Lumut Balai 80MW Muara Laboh

45

MW Sorik Marapi 10MW Sokoria

1.889,8

766,6

(19)

Peningkatan yang signifikan pada sektor panas bumi tidak lepas dari peran penentu

arah kebijakan dalam hal mendukung regulasi yang dapat menguntungkan seluruh kalangan terutama dalam hal regulasi dan perizininan (dapat dilihat pada pencapaian regulasi). Proses tersebut juga meningkatkan iklim investasi di sektor panas bumi sehingga memungkinkan dapat menarik bertambahnya calon investor baik di dalam maupun luar negeri. Selain itu, peningkatan dan harmonisasi kebijakan dan peraturan perundang-undangan dan turunannya di bidang panas bumi sudah dilakukan dan terus dievaluasi sesuai dengan kondisi lingkungan terkini sehingga dapat diimplementasikan.

Ditambah lagi, pemberian insentif fiskal untuk pengembang yang dapat mempermudah

kegiatan percepatan proses pengembangan dan pembangunan panas bumi. Selanjutnya di masa depan, sektor panas bumi dalam hal penyediaan kapasitas terpasang dapat menjadi sektor penting di penyediaan Energi Baru Terbarukan sebagai komitmen

pemerintah Indonesia untuk menyediakan energi bersih dan ramah lingkungan.

Optimalisasi PNBP Energi Terbarukan

Target penerimaan negara bukan pajak (PNBP) energi terbarukan

tahun 2019 sebesar Rp. 880 M, realisasi Rp 1.930 M.

2014 2015 2016 2017 2018 2019 756 833 932 933

880

350

2.280 700 Satuan: Miliar Rp Target Target Realisasi Sem-I

1.930

Realisasi

Gambar 3. Optimalisasi PNBP Energi Terbarukan

Energi Panas Bumi merupakan energi terbarukan yang ramah lingkungan. Hingga

triwulan IV 2019 Kapasitas terpasang dari energi panas bumi di Indonesia sudah

sebesar 2130,7 MW atau peringkat kedua dari seluruh dunia. Dari energi panas bumi

dapat berkontribusi untuk menyediakan tenaga listrik yang membantu elektrifikasi di Indonesia. Selain berperan dalam kelistrikan, dari hasil produksi tersebut, energi panas bumi juga berperan besar menyumbang PNBP terhadap Negara Indonesia. Hal itu tercermin dari Realisasi PNBP sejak Tahun 2014 sampai dengan Triwulan IV Tahun

(20)

Pada Tahun 2014, realisasi PNBP dari energi panas bumi sebesar Rp 756 Miliar atau 160% dari target APBN. Tingginya realisasi ini disebabkan adanya percepatan COD PLTP Ulubelu dan PLTP Lahendong. Pada Tahun 2015, realisasi PNBP dari energi panas bumi sebesar Rp 833 Miliar atau sebesar 156% dari target APBN TA 2015. Tingginya realisasi disebabkan adanya kenaikan produksi dari PLTP Lahendong dan adanya kenaikan kurs. Pada Tahun 2016, realisasi PNBP dari energi panas bumi sebesar Rp 932 Miliar atau 152% dari APBN TA 2016. Tingginya realisasi disebabkan adanya Adanya setoran atas hasil Audit BPKP tahun 2013 s.d. 2014 sebesar Rp 169 Milyar, Kenaikan Harga Jual Listrik PLTP Wayang Windu sejak April tahun 2016, 2 PLTP mencapai COD lebih cepat dari rencana yaitu PLTP Ulubelu unit 3 (55 MW, COD: Juli 2016) dan PLTP Lahendong Unit 5 (20 MW, COD: September 2016).Pada Tahun 2017, realisasi PNBP dari energi panas bumi sebesar Rp 933 Miliar atau 143% dari target APBN. Tingginya realisasi disebabkan PLTP Kamojang Unit 3 kembali beroperasi normal lebih cepat setelah major overhaul, PLTP Ulubelu Unit 4 COD lebih cepat pada bulan Maret 2017 (target awal: Juni 2017) dan rendahnya realisasi OPEX akibat penundaan program pengeboran di JOC Wayang Windu. Pada Tahun 2018, realsasi PNBP melonjak mencapai Rp 2,28 Triliun, begitu tingginya realisasi ini disebabkan karena: 1. Rendahnya realisasi biaya operasi (Opex) antara lain adanya penundaan kegiatan

pengeboran 3 sumur make up (anggaran USD 30 Juta) yang dilaksanakan pada

Triwulan IV 2018 dan 2019;

2. Adanya biaya claim insurance pengeboran pada area Wayang Windu sebesar USD

11 Juta;

3. Realisasi reimbursement PPN hanya sebesar 69% dari rencana Rp 802 Milyar 4. Tambahan penerimaan sebesar Rp 600 Milyar dari Pencadangan PPN

Reimbursement Tahun 2015 dan 2016 yang tidak terealisasi; 5. Adanya setoran atas hasil audit BPKP sebesar Rp 49 Milyar;

6. Penugasan 8 WKP kepada PT PLN pada tahun 2018.

7. Adanya kenaikan kurs dari asumsi APBN sebesar Rp 13.800 menjadi sekitar Rp 14.500

Pada Tahun 2019, PNBP Panas Bumi ditargetkan Rp 878 Miliar, dan hingga Triwulan

IV realisasi sebesar Rp 1.93 Triliun atau 219% dari target. Prognosa Tahun 2019 sebesar

Rp 985 Miliar. Dilihat dari data-data tersebut, dapat dikatakan bahwa target PNBP Panas Bumi selalu di atas target dan begitu berkontribusi dalam penerimaan Negara

di Indonesia. Realisasi yang selalu di atas target rata-rata disebabkan karena adanya efisiensi biaya operasional oleh badan usaha.

Sektor Panas Bumi

Panas bumi adalah sumber energi panas yang terkandung di dalam air panas, uap air, serta batuan bersama mineral ikutan dan gas lainnya yang secara genetik tidak dapat

(21)

dipisahkan dalam suatu sistem panas bumi. Panas bumi merupakan salah satu energi terbarukan yang ramah lingkungan dan akan menjadi energi yang berkelanjutan apabila sistem panas bumi dikelola dengan baik.

Indonesia patut memanfaatkan potensi energi panas bumi sebagai salah satu penunjang kebutuhan energi industri dan rumah tangga. Indonesia sebagai salah satu negara

dengan populasi terbanyak di dunia memiliki kebutuhan energi yang setiap tahun

terus bertumbuh. Kepulauan Indonesia secara geografis terletak di wilayah pertemuan

antara Lempeng Benua Eurasia (Eropa-Asia), Lempeng Hindia-Australia, dan Lempeng

Samudra Pasifik. Pertemuan lempeng samudra yang menunjam ke bawah lempeng

benua mengakibatkan adanya aktivitas tektonik yang menyebabkan pembentukan rangkaian gunung api aktif yang tersebar sepanjang Sumatera, Jawa, Bali, Sulawesi hingga ke Maluku serta kemunculan jalur-jalur pegunungan dan sesar-sesar aktif. Zona ini merupakan tempat yang ideal untuk pembentukan sistem panas bumi. Sistem gunung api ini ditemukan di banyak tempat di dunia dan panas bumi menjadi salah satu sumber energi terbarukan yang sedang intensif dikembangkan baik untuk pembangkitan tenaga listrik maupun untuk pemanfaatan langsung.

Proyeksi pengembangan energi panas bumi ditargetkan mencapai 7,2 GW (Gigawatt) pada 2025 dan 17,6 GW pada tahun 2050 dalam menunjang kebutuhan listrik. Panas Bumi menjadi salah satu kontributor yang memerlukan kapasitas pembangkit cukup banyak. Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) memformulasikan keharusan pelaksanaan kegiatan strategis penunjang pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) sebagai berikut:

a. Menugaskan Badan Usaha Milik Negara (BUMN)/Badan Layanan Umum (BLU) untuk mengembangkan PLTP.

b. Mengalokasikan pembiayaan pengembangan energi panas bumi melalui Penyertaan Modal

c. Negara (PMN) dan pinjaman kepada BUMN.

d. Meningkatkan kualitas dan kuantitas survei potensi sumber daya dan cadangan panas bumi.

e. Melakukan pelelangan Wilayah Kerja (WK) Panas Bumi minimal 7 WK per tahun. f. Menyiapkan rekomendasi WK panas bumi minimal 4 WK per tahun.

g. Memberikan penugasan survei pendahuluan dan/atau eksplorasi kepada Badan Usaha.

h. Menyusun kebijakan harga jual listrik panas bumi.

(22)

Pengembangan energi panas bumi di Indonsia juga memberikan kontribusi melalui

pembangkitan listrik sebesar 13.979 GWh pada tahun 2019 atau setara produksi uap sebesar 100.16 juta ton dengan statistik capaian pada Gambar 4. Pembangkitan yang dilaksanakan oleh 8 pengembang energi panas bumi telah turut serta memberikan kontribusi penerimaan negara bukan pajak sebesar Rp. 1,93 triliun pada tahun 2019 dan bonus produksi sebesar Rp. 90,6 milyar yang dibagihasilkan kepada Daerah Penghasil Panas Bumi. Penerimaan Negara dari sektor panas bumi berasal dari iuran tetap (eksplorasi & operasi produksi), iuran produksi (royalti), dan setoran bagian Pemerintah dari WKP eksisting.

(23)

Gambar 5. Peta Wilayah Kerja Panas Bumi

Peta Wilayah Kerja Panas Bumi dapat dilihat pada gambar 5 dengan mendeskripsikan sebaran lokasi wilayah kerja panas bumi dan wilayah penugasan survey pendahuluan dan eskplorasi. Selain itu pada tahun 2014-2019, Rincian pengembangan PLTP COD dengan total 605 MW adalah sebagai berikut:

1. Tahun 2014 = Total 60 MW

a. PLTP Patuha Unit 1 (55 MW) oleh PT Geo Dipa Energi

b. PLTP Ulumbu Unit 3 dan 4 (2x2.5 MW) oleh PT PLN (Persero) 2. Tahun 2015 = Total 35 MW

PLTP Kamojang Unit 5 (35 MW) oleh PT Pertamina Geothermal Energi 3. Tahun 2016 = Total 205 MW

a. PLTP Sarulla Unit 1 (110 MW) oleh Sarulla Operation Limited

b. PLTP Lahendong Unit 5 dan 6 (2x20 MW) oleh PT Pertamina Geothermal Energi c. PLTP Ulubelu Unit 3 (55 MW) oleh PT Pertamina Geothermal Energi

4. Tahun 2017 = Total 165 MW

a. PLTP Ulubelu Unit 4 (55 MW) oleh PT Pertamina Geothermal Energi b. PLTP Sarulla Unit 2 (110 MW) oleh Sarulla Operation Limited

5. Tahun 2018 = Total 140 MW

a. PLTP Sarulla Unit 3 (110 MW) oleh Sarulla Operation Limited b. PLTP Karaha Unit 1 (30 MW) oleh PT Pertamina Geothermal Energi

(24)

6. Tahun 2019 = Total 182.4 MW

a. PLTP Lumut Balai 1 (55 MW) oleh PT Pertamina Geothermal Energi

b. PLTP Sorik Marapi Unit 1 (42,4 MW) oleh PT Sorik Marapi Geothermal Power c. PLTP Muara Laboh Unit 1 (85 MW) oleh PT Supreme Energy Muara Laboh Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 79 tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional, pemanfaatan energi baru dan terbarukan (EBT) harus diprioritaskan. Pemerintah menargetkan kontribusi EBT dalam bauran energi pembangkitan tenaga listrik pada tahun 2025 dapat mencapai setidaknya 23% dan pada tahun 2050 naik menjadi 31%. Saat ini, kontribusi EBT baru mencapai sekitar Bauran energi 9% (9,15%) dari total bauran energi nasional. Pencapaian target kontribusi EBT di tahun 2025 sebesar 23 persen adalah sebuah tantangan yang berat meskipun tidak mustahil untuk dicapai. Panas bumi sebagai salah satu EBT yang diunggulkan diharapkan dapat memiliki kontribusi sebesar 7,2 GW dari 45,2 GW EBT yang ingin dicapai di tahun 2025. Dengan kapasitas terpasang PLTP 2,13 GW di akhir tahun 2019 (EBTKE, 2019), masih diperlukan investasi untuk tambahan listrik dari PLTP sebesar kurang lebih

5,1 GW. Investasi ini tentu saja tidak dapat dilakukan sekaligus sehingga rasionalnya

harus segera didorong agar target kontribusi EBT dapat tercapai di 2025. Rationalitas Pemanfaatan Panas Bumi

1. Potensi yang sangat besar:

• Panas bumi memiliki potensi 23,9 GW (B.Geologi, Des 2019) dan kapasitas terpasang baru sekitar 2,1 GW.

• Pemanfaatan Panas Bumi dapat lebih membangun mewujudkan kemandirian energi daerah setempat => Energi tidak dapat didistribusikan

2. Lebih handal dibandingkan Energi Fosil

• Masa Operasi PLTP dapat lebih dari 30 tahun

• Pengembangan Infrastruktur Energi yang Berkelanjutan (Fosil Fuel dapat habis)

• Tidak membutuhkan bahan bakar

• Tidak ada eskalasi biaya bahan bakar => Harga lebih stabil di masa depan • Availability Factor yang paling tinggi (90-95%)

3. Ramah lingkungan

• Memiliki dampak potensi pencemaran yang minimal;

• Emisi CO2 hanya berkisar di angka 75 gram/kWh (pakai referensi lapangan indonesia), jauh lebih rendah dari emisi yang dihasilkan oleh gas alam, minyak

bumi, diesel ataupun batubara;

• Tidak merusak kondisi bentang awal seperti pada kegiatan pertambangan; • Keanekaragaman hayati terjaga;

(25)

4. Lebih handal dibandingkan EBT yang lain • Tidak tergantung musim

• Tidak bersifat intermittent

Availability Factor yang paling tinggi (90-95%)

• Penggunaan lahan yang lebih kecil daripada EBT lainnya. Tabel 1.Daftar Wilayah Kerja Panas Bumi di Indonesia

No Wilayah Kerja Panas bumi Provinsi

Tahun Di- tetap-kan Sumber Daya (MWe) Ket.

1 Sibayak Sinabung Sumatera Utara 2012 38

WKP

Existing (Sebelum

Terbit UU No. 27

Tahun 2003)

2 Cibeureum - Parabakti Jawa Barat 2012 706

3 Pangalengan Jawa Barat 2012 464

4 Kamojang - Darajat Jawa Barat 2012 691

5 Dataran Tinggi Dieng Jawa Tengah 2012 352

6 Lahendong - Tompaso Sulawesi Utara 2012 300

7 Sibual-buali Sumatera Utara 2012 610

8 Ulubelu Lampung 2012 353

9 Kotamobagu Sulawesi Utara 2012 185

10 Lumut Balai Sumatera Selatan 2012 554

11 Karaha - Cakrabuana Jawa Barat 2012 174

12 Hululais Bengkulu 2012 618

13 Sungai Penuh Jambi 2012 195

14 Tulehu Maluku 1997 31

15 Tangkuban Perahu Jawa Barat 2007 375

16 Cibuni Jawa Barat 2008 140

17 Ulumbu NTT 2016 86

18 Iyang Argopuro Jawa Timur 2012 295

19 Tabanan Bali 2012 276

20 Liki Pinangawan

Muaralaboh Sumatera Barat 2009 310

WKP Setelah UU No. 27 Tahun 2003 21 Gn. Rajabasa Lampung 2009 283 22 Jaboi NAD 2008 132 23 Sorik Marapi -

Roburan - Sampuraga Sumatera Utara 2008 301

24 Cisolok Cisukarame Jawa Barat 2007 45

25 Gn. Tampomas Jawa Barat 2007 100

26 Gn. Ungaran Jawa Tengah 2007 150

27 Sokoria NTT 2012 80

28 Atadei NTT 2008 40

29 Jailolo Maluku Utara 2007 75

30 Rantau Dedap Sumatera Selatan 2010 411

31 Baturaden Jawa Tengah 2010 258

32 Guci Jawa Tengah 2010 100

33 Kaldera Danau Banten Banten 2009 270

34 Blawan - Ijen Jawa Timur 2008 209

35 Telaga Ngebel Jawa Timur 2007 120

36 Seulawah Agam Aceh 2007 345

37 Suwawa Gorontalo 2009 70

38 Songa Wayaua Maluku Utara 2008 42

39 Sipaholon Ria-Ria Sumatera Utara 2018 60

40 Marana Sulawesi Tengah 2008 70

41 Danau Ranau Lampung dan

Sumatera Selatan 2011 210

42 Mataloko NTT 2011 52,5

No Wilayah Kerja Panas bumi Provinsi

Tahun Di- tetap-kan Sumber Daya (MWe) Ket.

43 Gn. Ciremai Jawa Barat 2016 60

WKP

Setelah UU No. 27

Tahun 2003

44 Gn. Endut Banten 2011 180

45 Way Ratai Lampung 2012 330

46 Umbul Telomoyo Jawa Tengah 2012 92

47 Bora - Pulu Sulawesi Tengah 2012 123

48 Gn. Lawu Jawa Tengah - Jawa

Timur 2012 332

49 Sembalun NTB 2012 100

50 Oka Ile Ange NTT 2012 50

51 Kepahiang Bengkulu 2012 254

52 Gn. Arjuno - Wlirang Jawa Timur 2014 302

53 Gn. Pandan Jawa Timur 2014 60

54 Gn. Gede Pangrango Jawa Barat 2014 160

55 Telaga Ranu Maluku Utara 2014 72

56 Songgonti Jawa Timur 2014 58

57 Gn. Talang - Bukit Kili Sumatera Barat 2014 90

58 Gn. Wilis Jawa Timur 2014 50

59 Gn. Galunggung Jawa Barat 2014 289

60 Laenia Sulawesi Tenggara 2016 66

61 Gn. Sirung NTT 2016 152

62 Wapsalit Maluku 2016 70

63 Suamani Sumatera Barat 2017 100

64 Waesano NTT 2017 151

(26)

Sektor Bioenergi

Percepatan pengembangan Bahan Bakar Nabati (BBN) dilaksanakan berdasarkan

Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan

Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain. Program pemanfaatan Biodiesel telah

dilaksanakan sejak tahun 2006 di 500 SPBU di DKI Jakarta, Surabaya, Malang dan

Denpasar. Selanjutnya sejak tahun 2008 ditetapkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 32 Tahun 2008 yang mewajibkan (mandatori) kepada para pelaku usaha maupun konsumen Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk lebih mendorong pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (BBN) sebagai campuran dalam BBM. Program mandatori tersebut pada

dasarnya sejalan dengan komitmen Presiden Republik Indonesia pada Conference of Parties (COP) 21 Paris 2015 dan Marakesh (Maroko) 2016 untuk menurunkan emisi sebesar 29% pada tahun 2030, salah satunya melalui peningkatan penggunaan sumber energi terbarukan hingga 23% dari konsumsi energi nasional pada tahun 2025 termasuk Biodiesel.

Program mandatori biodiesel merupakan program strategis nasional sehingga pengembangannya harus terus dilaksanakan secara kontinyu walaupun dengan kondisi harga minyak dunia yang terus turun. Hal tersebut didasarkan pada multiplier effect

yang dapat diberikan dari pemanfaatan biodiesel mulai dari pengurangan impor minyak bumi, penghematan devisa, peningkatan harga CPO dan industri hilir kelapa sawit hingga peningkatan penyerapan tenaga kerja dan dapat menurunkan emisi gas

rumah kaca secara signifikan, karena biodiesel merupakan bahan bakar yang ramah

lingkungan dan menghasilkan emisi yang rendah.

Perkembangan program mandatori Biodiesel sejak diterapkan pada tahun 2008 terus mengalami kecenderungan yang positif, dimana realisasi produksi maupun konsumsi domestik terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2008 persentase campuran baru sebesar 2.5%, pada Januari 2016, meningkat menjadi 20% (B20) sesuai

Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2015. Dan sejak 1 Januari 2020, Indonesai sudah mulai mengimplementasikan program B30 secara nasional, menjadikan Indonesia

kembali sebagai pioneer negara yang sudah mengimplementasikan pencampuran biodiesel sebesar 30% di dunia.

Kesuksesan implementasi mandatori Biodiesl didukung oleh kapasitas terpasang industri biodiesel yang mencapai 12,06 juta KL, insentif pendanaan untuk menutup

selisih Harga Indeks Pasar Biodiesel (HIP Biodiesel) dengan Harga Indeks Pasar Solar,

pelaksanaan monitoring yang dilakukan secara regular dan menetapkan standard nasional yang berfungsi untuk memberikan jaminan produk biodiesel kepada konsumen domestik.

(27)

Insentif pendanaan program biodiesel didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 24

Tahun 2015 tentang Penghimpunan Dana Perkebunan dan Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2015 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit sebagaimana terakhir diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2018. Pada awalnya insentif ini hanya diberikan kepada sektor PSO, namun pada 1 September 2018 Pemerintah memperluas pemberian insentif pendanaan biodiesel tersebut kepada seluruh sektor terkait.

Realisasi penyerapan Biodiesel domestik pada tahun 2016 sebesar 3 juta KL, dan sedikit menurun pada tahun 2017 menjadi sebesar 2,5 juta KL. Pada tahun 2018 terjadi

peningkatan yang cukup signifikan setelah perluasan pemberian insentif untuk seluruh

sektor, sehingga penyerapan biodiesel domestic naik menjadi sebesar 3,7 juta KL. Pada tahun 2019, realisasi penyerapan Biodiesel domestik kembali meningkat tajam mencapai sebesar 6,39 juta KL.

Sebagai persiapan pelaksanaan implementasi mandatori B30, pada tahun 2019 telah dilakukan Uji Jalan (Road Test) B30 pada kendaraan bermesin diesel dengan bobot < 3,5 ton dan > 3,5 ton dengan melibatkan stakeholder terkait (Kementerian ESDM, Kemenko Perekonomian, Kemenko Maritim, Kemenperin, Kemenhub, BPDPKS, BPPT

(BTBRD dan BT2MP), Pertamina, APROBI, GAIKINDO, Komite Teknis Bioenergi,

ITB, dan IKABI. Hasil road test tersebut menunjukkan bahwa program B30 siap

diimplementasikan secara nasional.

(28)

Tabel 2. Pentahapan Mandatori Pemanfaatan BBN dalam Permen ESDM Nomor 12/2015

BIODIESEL (Minimum)

Sektor April2015 Januari2016 Januari2020 Januari2025

Usaha Mikro, Usaha Perikanan, Usaha Pertanian, Transportasi, dan Pelayanan Umum (PSO)

15% 20% 30% 30%

Transportasi Non PSO 15% 20% 30% 30%

Industri dan Komersial 15% 20% 30% 30%

Pembangkit Listrik 25% 30% 30% 30%

BIOETANOL (Minimum)

Sektor April2015 Januari2016 Januari2020 Januari2025

Usaha Mikro, Usaha Perikanan, Usaha Pertanian, Transportasi, dan Pelayanan Umum (PSO)

1% 2% 5% 20%

Transportasi Non PSO 2% 5% 10% 20%

Industri dan Komersial 2% 5% 10% 20%

Pembangkit Listrik - - -

-MINYAK NABATI MURNI (Minimum)

Sektor April2015 Januari2016 Januari2020 Januari2025

Industri dan Transportasi (Low and Medium Speed Engine) Industri 10% 20% 20% 20% Transportasi Laut 10% 20% 20% 20% Transportasi Udara - 2% 3% 5% Pembangkit Listrik 15% 20% 20% 20%

Implementasi pemanfaatan bioetanol belum dapat berkembang seperti biodiesel karena

sumber bahan baku bioetanol tidak sebanyak biodiesel dan belum adanya mekanisme untuk menutup selisih harga produksi bioetanol dengan harga jual BBM jenis minyak

bensin. Implementasi bioetanol pernah dilakukan tahun 2010 saat harga BBM lebih

tinggi dibandingkan biaya produksi bioetanol domestik. Pencampuran bioethanol terakhir kali dilakukan PT Pertamina (Persero) pada Pertamax racing di Plaju tahun 2016. Saat ini upaya untuk mengimplementasikan mandatori bioetanol masih terus dilakukan. Salah satunya adalah dengan berkoordinasi dengan stakeholder terkait dan Pemerintah provinsi Jawa Timur untuk merealisasikan pencampuran bioetanol 2% (E2) atau 5% (E5) dengan bensin RON 92 di Jawa Timur.

(29)

Biomassa, Biogas dan Sampah Kota

Berdasarkan Rekonsiliasi yang dilaksanakan antara Ditjen EBTKE, Ditjen Ketenagalistrikan, dan PT PLN (Persero) pada bulan Januari 2020 didapat bahwa

hingga triwulan IV tahun 2019 realisasi jumlah kapasitas terpasang PLT Bioenergi

yaitu sebesar 1.889,8 MW (PLT on-grid 205.02 MW dan PLT off-grid 1.684,78 MW) yang terdiri dari (PLT) biomassa, biogas, dan sampah kota. Umumnya pengembangan biomassa dan biogas untuk menghasilkan listrik menggunakan limbah kelapa sawit baik cair maupun padat dari Pabrik Kelapa Sawit (PKS), pabrik tebu, pabrik tapioka, industry pulp dan paper, industri kayu, dan industri penggilingan padi.

Selain dikembangnya oleh swasta atau Independence Power Producer (IPP),

Kementerian ESDM c.q Ditjen Energi Baru Terbarukandan Konservasi Energi juga membangun beberapa PLT Bioenergi pada kurun waktu 2015 - 2016 menggunakan APBN adalah sebagai berikut:

Tabel 3. Implementasi pengembangan PLT Bioenergi

No Jenis Tahun Pembangunan

Kapasitas

(MW) Interkoneksi Lokasi

1 PLTBm 2015 1 On-grid Desa Bondohula, Kab. Sumba Barat, Provinsi NTT

2 PLTBg 2016 1 On-grid Desa Jorong, Kab. Tanah Laut, Provinsi Kalimantan Selatan 3 PLTBg 2016 1 On-grid Desa Bukit Makmur,

Kab. Lamandau, Provinsi Kalimantan Tengah

4 PLTBg 2016 1 On-grid Desa Tabru Pasir Damai, Kab. Paser, Provinsi Kalimantan Timur

5 PLTBg 2016 1 On-grid Desa Karang Anyar, Kab. Merangin, Provinsi Jambi 6 PLTBn 2016 5 On-grid Desa Pegantungan, Kab.

Belitung, Provinsi Bangka Belitung

Sejak diterbitkannya Peraturan Menteri ESDM Nomor 27 tahun 2014 dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 50 tahun 2017 jo Peraturan Menteri ESDM Nomor 53 tahun 2018 yang mengatur pemanfaatan sumber energi terbarukan untuk penyediaan tenaga listrik, sampai dengan akhir tahun 2019 pengembangan pembangkit listrik berbasis bioenergi telah mencapai kapasitas sebesar 1.889,8 MW (PLT on-grid 205.02 MW dan

(30)

Sedangkan untuk pengembangan pembangkit listrik tenaga sampah kota (PLTSa), sejak diterbitkan Permen ESDM Nomor 19 tahun 2013 yang mengatur harga jual listrik kepada PT PLN (Persero) dari pembangkit listrik tenaga sampah kota sampai dengan semester 1 tahun 2019, baru mencapai 16 MW yang tersambung ke jaringan PT PLN (Persero) yang terdiri dari PLTSa Sumur Batu Kota Bekasi dengan kapasitas sebesar 14 MW dan PLTSa Benowo Kota Surabaya dengan kapasitas sebesar 2 MW. PLTSa yang ada saat ini masih menggunakan teknologi sanitary landfill, ditargetkan pada

Semester II 2020 akan mulai beroperasi PLTSa zero waste sebesar 9 MW di

Benowo, Surabaya. Kapasitas PLTSa ini diharapkan akan terus meningkat sejalan dengan diterbitkan nya Peraturan Presiden Nomor 35 tahun 2018 tetang Percepatan

Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi

Ramah Lingkungan.

Dengan terbitnya Peraturan Presiden ini, diharapkan pengelolaan sampah dapat dilakukan secara terintegrasi mulai dari pengurangan sampah hingga peningkatan nilai tambah sampah menjadi energi listrik. Adapun 12 Kota yang menjadi pilot project

percepatan pembangunan PLTSa, antara lain: Provinsi DKI Jakarta, Kota Tangerang,

Kota Tangerang Selatan, Kota Bekasi, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Surakarta, Kota Surabaya, Kota Makassar, Kota Denpasar, Kota Palembang dan Kota Manado. Hingga akhir 2019 terdapat 6 Kota yang telah memperoleh Pengembang PLTSa

diantaranya: Kota Surakarta, Kota Surabaya, Kota Denpasar, Provinsi DKI Jakarta,

Kota Bekasi dan Kota Palembang. Sisanya dalam proses lelang (Kota Tangerang), proses persiapan lelang (Kota Bandung dan Kota Tangerang Selatan) serta dalam proses penyusunan dokumen pra FS (Kota Semarang, Kota Makassar dan Kota Manado).

Pembangkit Listrik Tenaga

Bioenergi (Biomassa, Biogas, PLTSa dan Biofuel) sebagian besar

merupakan PLT off-grid 2018 2017 2016 2015 2014 2019 1.881,9 1.882,8 1.856,8 1.783,1 1.741,7 1.402,7

1.889,8

Realisasi

(31)

Untuk mendukung pengembangan PLT Bioenergi, Pemerintah telah mengeluarkan serangkat peraturan terkait harga pembelian listrik oleh PT PLN (Persero). Adapun regulasi yang dikeluarkan pada tahun 2015 – 2019, sebagai berikut:

• Peraturan Menteri ESDM Nomor 44 Tahun 2015 tentang Pembelian Tenaga Listrik Oleh PT PLN (Persero) dari Pembangkit Listrik Berbasis Sampah Kota.

• Peraturan Menteri ESDM Nomor 50 Tahun 2017 jo Peraturan Menteri ESDM Nomor 53 tahun 2018 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik.

Tabel 4. Kapasitas Pembangkit Listrik Bioenergi 2014 s.d. semester 1 Tahun 2019

No JenisPLT MekanismePembelian

Tarif (Berdasarkan Permen ESDM No. 50/2017 jo No 53/2018) BPP Regional > BPP Nasional BPP Regional BPP Nasional

1 PLTBm Pemilihan Langsung Maksimal 85% x Regional BPP

Kesepakatan para pihak 2 PLTBg Pemilihan Langsung Maksimal 85% x

Regional BPP

Kesepakatan para pihak 3 PLT BBN Pemilihan Langsung Kesepakatan antar pihak

4 PLTSa Pemilihan Langsung (ber-dasarkan lelang oleh Pemda)

Maksimal 100% x Regional BPP

Kesepakatan para pihak

• Peraturan Presiden Nomor 35 tahun 2018 tetang Percepatan Pembangunan Instalasi

Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan.

TARIF LISTRIK UNTUK PROYEK PERCEPATAN PLTSa (Berdasarkan Peraturan Presiden No. 35/2018) No Jenis PLT Mekanisme Pembelian Kapasitas ≤ 20 MW Kapasitas > 20 MW

1 PLTSa Pemilihan Langsung (berdasarkan lelang oleh Pemda)

US$ 13.35 cent / kWh

= 14.54 – (0.076 x kapasitas kontrak

Pada bulan Februari tahun 2020 telah diterbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 4 Tahun 2020 tentang Perubahan Peraturan Menteri Peraturan Menteri ESDM Nomor 50 tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik, Diharapkan dengan terbitnya peraturan ini akan terjadi peningkatan investasi dan penambahan kapasitas pembangkit listrik terutama dengan adanya perubahan pada mekanisme pengadaan, kejelasan proses pembelian, penambahan masa kontrak, penghapusan pola BOOT, serta adanya pembinaan dan pengawasan yang lebih baik.

(32)

Investasi Bioenergi

Capaian investasi di bidang Bioenergi tahun dari tahun 2012 hingga tahun 2019 yaitu sebesar 0,966 Milliar USD. Dimana capaian investasi sebesar 0,671 Miliar USD berasal dari investasi Badan Usaha BBN dan capaian investasi sebesar 0,295 Miliar USD berasal dari investasi Pengembang PLT Bioenergi.

Sebagai upaya untuk terus meningkatkan pengembangan dan pemanfaatan bioenergi dan keberlanjutannya, Pemerintah mendorong setiap investor untuk berinvestasi di bidang bioenergi melalui kebijakan regulasi Peraturan Presiden Nomor 35 tahun 2018, Peraturan Menteri ESDM Nomor 50 tahun 2017 jo Peraturan Menteri ESDM Nomor 4 tahun 2020 serta Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 tahun 2015.

Ada beberapa tantangan yang dihadapi dan mempengaruhi pengembangan bioenergi khususnya terkait dengan investasi di bidang bioenergi. Tantangan tersebut dibagi menjadi empat kelompok utama yaitu: ketersediaan bahan baku, teknologi, kelembagaan pengelolaan dan sumber pendanaan.

Ketersediaan bahan baku menjadi syarat utama dalam melakukan investasi di bidang bioenergi, namun terkadang sumber bahan baku berbasis bioenergi yang berasal dari sumber daya hayati tidak dikhususkan untuk menjadi bioenergi atau merupakan hasil sampingan dari suatu unit usaha (by product). Oleh karena itu, sumber bahan baku menentukan keberlanjutan proyek pengembangan di bidang bioenergi.

Pengembangan teknologi bioenergi masih memerlukan dukungan pemerintah untuk dapat bersaing dengan teknologi energi konvensional yang telah lama digunakan oleh masyarakat, baik dari sisi kehandalan maupun dari sisi ekonomis. Hal tersebut dikarenakan masih sedikit penyedia teknologi di bidang bioenergi sehingga pilihan investasi pada peralatan menjadi terbatas.

Kelembagaan pengelolalaan yang baik khususnya terkait pengembangan sampah kota menjadi energi, merupakan hal utama yang perlu diperhatikan. Kelembagaan tersebut dimulai dari sisi hulu yaitu pengelolaan sampah sebagai bahan baku energi hingga hilir yaitu pengelolaan pembangkit listrik berbasis sampah kota, merupakan hal yang sangat berbeda dari sisi pekerjaan dan memerlukan keahlian khusus pada setiap sektornya, sehingga kelembagaan pengelolaan yang terintegrasi dan baik mutlak diperlukan untuk pengembangan energi berbasis sampah kota.

Sumber pendanaan khususnya yang berasal dari pinjaman, memerlukan jaminan dari ketiga sektor diatas yang telah disebutkan sebelumnya. Dimana pihak penyedia pendanaan memerlukan jaminan ketersediaan bahan baku, teknologi dan pengelolaan yang baik dalam mengembangkan investasi di bidang bioenergi. Oleh karena itu, untuk mendorong pihak-pihak penyedia pendanaan pada tahap awal diperlukan peran besar

(33)

pemerintah dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif. Oleh karena itu, saat ini pemerintah mendorong penciptaan iklim investasi yang kondusif melalui pengaturan harga beli listrik untuk pembangkit listrik berbasis bioenergi dan mandatori penggunaan BBN.

Biogas

Pengembangan bioenergi berbasis non listrik dapat juga diimplementasikan dalam program pengembangan biogas. Dalam pengembangan biogas ini terdapat pengembangan biogas skala rumah tangga dan biogas komunal. Adapun biogas ini

dikembangkan oleh berbagai pihak diantaranya oleh APBN Ditjen EBTKE, Program BIRU sebagai kerjasama DJEBTKE dengan HIVOS, Kementerian/Lembaga lainnya, APBD

Pemda, Dana Alokasi Khusus, dan swasta lainnya. Kebanyakan pengembangan biogas ini memanfaatkan kotoran ternak sebagai bahan baku, akan tetapi telah dikembangkan pula biogas komunal dengan memanfaatkan kotoran manusia yang diimplementasikan pemanfaatannya pada Biogas Komunal Pondok Pesantren. Pengembangan biogas tersebut terus dikembangkan sehingga pada akhir tahun 2019 didapatkan produksi biogas sebesar 26,28 juta m3/tahun atau sebesar 26.276.724 m3/tahun.

Gambar 8. Produksi Biogas

Sektor Konservasi Energi Kondisi Energi

Konsumsi energi digolongkan atas beberapa sektor pengguna, yaitu sektor industri, transportasi, rumah tangga, komersial, dan sektor lainnya. Sektor lainnya merupakan total dari penggunaan energi pada sub-sektor pertanian, konstruksi, dan pertambangan.

(34)

waktu tahun 2008-2018 sebagaimana terlihat pada Gambar 1. Total konsumsi energi

final tahun 2018 mencapai 869 Juta SBM dengan bauran sektor transportasi sebesar

45% (empat puluh lima persen), sektor industri sebesar 33% (tiga puluh tiga persen), sektor rumah tangga sebesar 15% (lima belas persen), sektor komersial sebesar 5% (lima

persen) dan sektor lainnya sebesar 2% (dua persen). Data konsumsi energi final pada

Gambar 9 tidak mempertimbangkan penggunaan biomassa.

Gambar 9. Konsumsi Energi per Sektor Tahun 2006-2018

Tingginya pertumbuhan kepemilikan kendaraan roda dua dan roda empat telah

mendorong konsumsi energi final sektor transportasi pada tahun 2018 sehingga dalam beberapa tahun trend konsumsi energinya melampaui konsumsi energi final di sektor industri. Pada sektor industri, diversifikasi energi dari BBM ke batubara, gas dan

biomassa sudah berlangsung sehingga konsumsi BBM tidak lagi dominan. Sedangkan pada sektor transportasi, peranan BBM masih sulit tergantikan dengan jenis energi fosil lainnya. Adapun pada sektor rumah tangga, energi listrik dan LPG merupakan jenis energi terbesar yang dikonsumsi, dimana penggunaan LPG semakin meningkat menggantikan minyak tanah yang semakin menurun. Pada sektor komersial, energi listrik merupakan jenis energi terbanyak dikonsumsi karena sektor ini mencakup sektor gedung perkantoran, hotel, pusat perbelanjaan/mall, rumah sakit, dan lainnya. Adapun penggunaan energi pada sektor lainnya masih berupa BBM untuk konsumsi traktor & pertanian, peralatan konstruksi, dan pertambangan.

(35)

Indikator Efisiensi Energi

Adapun keberhasilan penghematan konsumsi energi secara nasional diukur berdasarkan

intensitas energi. Intensitas energi adalah jumlah energi yang dikonsumsi untuk

mendapatkan satu satuan PDB (produk domestik bruto). Satuan yang digunakan untuk menggambarkan intensitas energi adalah setara barel minyak per miliar rupiah (SBM/ Miliar Rupiah).

Intensitas energi merupakan indikator keberhasilan penerapan konservasi energi yang

diukur dengan seberapa besar energi yang dapat dihemat untuk menghasilkan produk

atau output yang sama. Intensitas energi dapat dihitung dengan menggunakan data realisasi penyediaan energi primer atau konsumsi energi final, dibagi dengan PDB nasional yang dihasilkan. Intensitas energi primer menggambarkan efisiensi seluruh

rangkaian proses konversi energi di sisi penyediaan (supply side), sedangkan intensitas

energi final menggambarkan efisiensi pemanfaatan energi oleh pengguna energi final

(demand side).

Gambar 10. Intensitas Energi Primer (IEP) dan Energi Final (IEF)

Gambar 10 menunjukkan indikator konservasi energi nasional yang diukur berdasarkan

energi primer dan energi final selama kurun waktu 2010 - 2018. Intensitas energi final (IEF) dan intensitas energi primer (IEP) selama tahun 2010-2018 ditargetkan rata-rata turun 1% (satu persen) per tahun. Tingkat penurunan intensitas energi final dan intensitas energi primer dapat berbeda tergantung dari kegiatan efisiensi yang dilakukan di sisi primer atau final. Selama kurun waktu 2010-2018 terjadi korelasi yang cukup relevan antara intensitas energi final dan intensitas energi primer. Adanya gap atau selisih nilai antara intensitas energi final dan primer dapat diartikan bahwa

(36)

penggunaan energi akibat proses dan konversi sumber energi menjadi energi final, serta losses selama transmisi dan distribusi energi, terutama energi listrik.

Komitmen Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca.

Sektor energi dalam konteks perubahan iklim adalah aktivitas yang menghasilkan emisi yang terkait dengan penggunaan energi dan rangkaian aktivitas penyediaan energi. Aktivitas penggunaan energi terdiri atas dua kelompok yaitu aktivitas penggunaan energi yang berupa pembakaran bahan bakar fosil menghasilkan emisi GRK (penggunaan BBM transportasi, memasak, boiler industri dll.) dan aktivitas yang tidak secara langsung menghasilkan emisi GRK (penggunaan peralatan listrik yang listriknya dipasok oleh pembangkit listrik berbahan bakar energi fosil). Aktivitas penyediaan energi yang menghasilkan emisi GRK terdiri atas dua kelompok yaitu yang terkait pembakaran bahan bakar fosil (pembangkit listrik dan pengilangan migas) dan emisi fugitive saat penambangan dan pengangkutan bahan bakar fosil.

Pada COP-21 di Paris tahun 2015, Indonesia telah meningkatkan komitmennya untuk

mengurangi tingkat emisi GRK sebanyak 29 % dengan usaha sendiri di bawah Business as Usual pada tahun 2030 dan 41% dengan bantuan internasional. Komitmen dalam

Nationally Determined Contribution (NDC) pertama yang merupakan bagian dari

Persetujuan Paris (Paris Agreement). Hal ini kemudian dituangkan dalam UU Nomor 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement to The United Nations Framework Convention On Climate Change. Dalam NDC, Pemerintah Indonesia memproyeksikan

emisi GRK dari Sektor Energi pada tahun 2030 meningkat hampir 4 (empat) kali lipat dibanding dengan emisi GRK tahun 2010. Total emisi GRK Sektor Energi pada tahun 2030 akan menjadi yang terbesar dengan pangsa 60% dari total emisi GRK, diikuti oleh

Sektor Kehutanan dan Pertanian (27%), Sektor Limbah (11%), dan Sektor IPPU (2%).

Oleh karena itu, Pemerintah menyampaikan bahwa fokus program mitigasi emisi GRK nasional akan beralih dari Sektor Lahan ke Sektor Energi. Adapun target reduksi emisi GRK Sektor Energi pada tahun 2030 adalah sebesar 314 juta ton CO2e dari kondisi business as usual atau sebesar 11% dari total target reduksi 29%. Target yang cukup besar ini merupakan tantangan bagi Sektor Energi.

(37)

Tabel 5. Target NDC Indonesia

Dari target pada table 5, Sektor energi memegang peranan penting dalam komitmen tersebut dimana energi menyumbang sebesar 11% dari target nasional, untuk mencapai target tersebut diperlukan sinergi dan komunikasi dari seluruh stakeholder terkait terutama dalam hal keterbukaan data dan informasi aksi mitigasi.

Aksi mitigasi di sektor energi dikelompokkan menjadi empat sub kategori aksi mitigasi, yaitu:

• efisiensi energi;

• energi baru dan terbarukan;

• pembangkit energi bersih/clean coal technology (CCT); dan

• penggunaan bahan bakar rendah karbon/fuel switching.

Sedangkan aksi mitigasi Reklamasi Pasca Tambang (akan dilaporkan sebagai capaian

sektor lahan). Sebagai bukti komitmen pemerintah Indonesia telah menuangkan

rencana pembangunan sektor energi dengan mempertimbangkan aspek pembangunan

berkelanjutan dengan mengedepankan penggunaan teknologi yang bersih dan efisien

seperti yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 79 tahun 2014 mengenai Kebijakan Energi Nasional (KEN) dan dipertajam dalam Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2017 mengenai Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) dari sub sektor Energi Baru Terbarukan (EBT).

Sektor Aneka EBT

Energi Air (Mini, Mikrohidro)

Direktorat Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan melalui Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN) pada tahun 2014 hingga tahun 20171 melaksanakan

pembangunan berupa 36 unit Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) dan 2 Unit Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) dengan kapasitas total pembangkitan

(38)

sebesar 4.001,9 kW dan mampu melistriki 4.728 baik untuk rumah maupun untuk fasilitas umum.

Direktorat Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan, dalam salah satu fungsinya juga melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan pembangunan melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Energi Skala Kecil yang kegiatannya dilaksanakan oleh Dinas ESDM Provinsi (2016-2018), dimana dalam DAK tersebut salah satu menu pemanfaatannya adalah untuk pembangunan PLTMH. Pada tahun 2014 hingga tahun 20182 telah melaksanakan pembangunan berupa 27 unit Pembangkit Listrik Tenaga

Mikrohidro(PLTMH) dengan total kapasitas sebesar 1.443 kW.

Selain dari sektor pendanaan yang bersumber melalui APBN, Direktorat Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan melakukan monitoring pembangunan PLTA, PLTM, PLTMH yang dibangun oleh pihak swasta dan PLN, monitoring terhadap PLTA, PLTM, PLTMH yang dibangun oleh pihak swasta, PLN, maupun BUMN lainnya. Adapun berdasarkan monitoring yang telah dilakukan,kapasitas terpasang PLTA,PLTM, PLTMH sampai dengan Desember 2019 adalah sebesar 5969.15 MW.

Adapun grafik capaian kapasitas dari Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro(PLTMH)

dan Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM), dari tahun 2014 hingga tahun 2019

(semester pertama) dapat dilihat pada gambar 11. Grafik capaian kapasitas tenaga air di

bawah ini.

Gambar 11.Grafik capaian kapasitas tenaga air

Energi Surya (PLTS)

Direktorat Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan melalui Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN) pada tahun 2014 hingga tahun 2017 telah melaksanakan pembangunan berupa 324 unit Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dengan kapasitas total pembangkitan sebesar 19.005kWp dan mampu melistriki 47.081 baik untuk rumah maupun untuk fasilitas umum.

(39)

Direktorat Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan, dalam salah satu fungsinya juga melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan pembangunan melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Energi Skala Kecil yang kegiatannya dilaksanakan oleh Dinas ESDM Provinsi (2016-2018), dimana dalam DAK tersebut salah satu menu pemanfaatannya adalah untuk pembangunan PLTS Terpusat dan tersebar. Pada tahun 2014 hingga tahun 20183 telah melaksanakan pembangunan berupa 168 unit

Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) terpusat dan 22.541 unit PLTS tersebar dengan total kapasitas sebesar 274,67 MW.

Selain dari sektor pendanaan yang bersumber melalui APBN, Direktorat Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan juga melakukan monitoring terhadap PLTS yang dibangun oleh pihak swasta, PLN, maupun BUMN lainnya. Adapun berdasarkan monitoring yang telah dilakukan, kapasitas terpasang PLTS sampai dengan Desember 2019 adalah sebesar 86.5 MW.

Adapun grafik capaian kapasitas dari PLTS dari tahun 2014 hingga tahun 2019 (semester

pertama) dapat dilihat pada gambar 12 di bawah ini.

Gambar 12. Grafik capaian kapasitas tenaga surya

Energi Bayu/Angin (PLTB)

Direktorat Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan juga melakukan monitoring pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) yang dibangun oleh pihak swasta dan PLN, adapun monitoring terhadap PLTB yang dibangun oleh pihak swasta dan PLN. Berdasarkan monitoring yang telah dilakukan, kapasitas terpasang PLTS sampai dengan Desember 2019 adalah sebesar 153.83 MW.

(40)

Perencanaan dan Pembangunan Infrastruktur

Pada Juli 2016 Kementerian ESDM membentuk Direktorat Perencanaan dan

Pembangunan Infrastruktur pada Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan

Konservasi Energi sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM No. 13 Tahun 2016 tentang organisasi dan tata kerja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Tujuan utama pembentukan Direktorat tersebut adalah untuk mempercepat program pemerintah

dalam upaya penyediaan infrastruktur energi bersih di seluruh Indonesia. Dalam pelaksanaannya Direktorat Perencanaan dan Pembangunan Infrastruktur Energi

Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, pemberian bimbingan teknis dan supervisi, evaluasi dan pelaporan, serta pengendalian dan pengawasan di bidang perencanaan, pengadaan, dan pengawasan pembangunan infrastruktur energi baru, terbarukan, dan konservasi energi. Dua tugas dan fungsi Direktorat baru ini yaitu:

a) Penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, pemberian bimbingan teknis dan supervisi, evaluasi dan pelaporan, serta pengendalian dan pengawasan di bidang perencanaan dan pengadaan pembangunan infrastruktur energi baru, terbarukan, dan konservasi

energi; dan

b) Penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, pemberian bimbingan teknis dan supervisi, evaluasi dan pelaporan, serta pengendalian dan pengawasan di bidang pengawasan pembangunan infrastruktur energi baru, terbarukan, dan konservasi energi.

Program peningkatan kapasitas infrastruktur Energi Terbarukan dapat di lihat pada gambar 13.

Gambar

Gambar 2. Kapasitas Pembangkit EBT
Tabel 1. Daftar Wilayah Kerja Panas Bumi di Indonesia
Tabel 2. Pentahapan Mandatori Pemanfaatan BBN dalam Permen ESDM   Nomor  12/2015 BIODIESEL (Minimum)  Sektor April 2015 Januari2016 Januari2020 Januari2025 Usaha Mikro, Usaha Perikanan,
Gambar 7. Kapasitas terpasang PLT Bioenergi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hal tersebut didukung hasil penelitian dari Ji, Michaels, &amp; Waterman (2014) bahwa penggunaan buku wajib yang diakses secara elektronik, hampir setengah dari total halaman

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah “Apakah penerapan pembelajaran model siklus belajar dapat mengoptimalkan

a) Menyusun pemetaan potensi pasar termasuk produk yang akan dijual dengan melakukan penelitian pasar, sales dan benchmarking dengan.. pasar yang

- Jadwal waktu pelaksanaan pekerjaan jembatan untuk urutan penyelesaian pekerjaan tidak sesuai yaitu pekerjaan expansion joint dikerjakan mendahului pek elastomer dan pek beton

Dalam penelitian tersebut penulis menggunakan metode penelitian kuantitatif yaitu metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk

Penelitian ini dilakukan melalui analisis LFA ( Logical framework approach ) serta pendekatan Cluster industri dengan objek pada fashion dan desain yang merupakan industri

bahwa berkenaan dengan ditetapkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2017 tentang Pencabutan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27

Sesuai ketentuan Pasal 4, 5 dan 6 Peraturan Presiden Nomor 15 tahun 2012 tentang harga jual eceran dan konsumen pengguna jenis BBM tertentu dan Peraturan Menteri ESDM