• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS. kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar sebagai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS. kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar sebagai"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

33 BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

3.1. Kerangka Konseptual

Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah dan landasan teori, maka kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar sebagai berikut:

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual

Kebijakan pemerintah daerah dalam mengelola daerah melalui kinerja keuangan daerah semestinya akan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Pertumbuhan ekonomi yang optimal merupakan syarat dan bisa menjadi suatu alat yang efektif bagi pengurangan tingkat pengangguran dan kemiskinan. Berdasarkan hal tersebut serta latar belakang, rumusan masalah dan landasan teori, maka konsep yang dibangun adalah sebagai berikut:

a. Variabel kinerja keuangan daerah (X) merupakan konstruk laten eksogen yang hanya dapat diamati oleh indikator kinerja keuangan daerah yang

Kinerja Keuangan Daerah (X) X6 X5 X4 X3 X2 X1 Pertumbuhan Ekonomi (Y1) Pengangguran (Y21) Kemiskinan (Y22)

(2)

b. terdiri dari 6 indikator yaitu: indikator rasio kemandirian (X1), rasio efektivitas (X2), rasio efisiensi (X3), rasio ruang fiskal (X4), rasio keserasian (X5) dan indeks kapasitas fiskal (X6).

c. Variabel eksogen kinerja keuangan daerah (X) mempengaruhi secara langsung terhadap pertumbuhan ekonomi (Y1), variabel endogen pengangguran (Y21) dan kemiskinan (Y22). Peningkatan kinerja keuangan suatu daerah akan berpengaruh terhadap meningkatnya pertumbuhan ekonomi, serta peningkatan kinerja keuangan suatu daerah akan mempengaruhi penurunan pengangguran dan kemiskinan suatu daerah. d. Variabel pertumbuhan ekonomi (Y1) mempengaruhi secara langsung

terhadap variabel pengangguran (Y21) dan kemiskinan (Y22). Pertumbuhan ekonomi yang meningkat akan menyebabkan pengangguran dan kemiskinan menurun.

e. Variabel pertumbuhan ekonomi (Y1) memediasi/menjadi variabel intervening pengaruh variabel kinerja keuangan daerah (X) terhadap variabel pengangguran (Y21) dan kemiskinan (Y22).

3.2. Hipotesis

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebagai instrumen kebijakan bagi pemerintah daerah harus memuat kinerja yang berkaitan dalam usaha mengurangi pengangguran. Penurunan tingkat pengangguran diduga dapat terjadi karena peningkatan pertumbuhan ekonomi. Penciptaan lapangan kerja sebagai akibat pertumbuhan ekonomi akan menyerap angkatan kerja dan menurunkan tingkat pengangguran. Hal tersebut menjelaskan bahwa jika kinerja

(3)

keuangan daerah dan pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan, maka peningkatan tersebut akan mempengaruhi secara signifikan terhadap penurunan jumlah pengangguran.

Pertumbuhan ekonomi daerah merupakan salah satu syarat suatu daerah untuk memajukan daerahnya atau menaikkan kesejahteraan warganya. Walaupun pertumbuhan ekonomi tidak bisa berdiri sendiri untuk mengurangi kemiskinan, namun pertumbuhan ekonomi menjadi satu faktor yang tidak bisa disingkirkan untuk mengentaskan kemiskinan. APBD sebagai instrumen kebijakan bagi pemerintah daerah juga harus memuat kinerja yang berkaitan dalam usaha menurunkan tingkat kemiskinan. Hal tersebut menjelaskan bahwa jika kinerja keuangan daerah dan pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan, maka peningkatan tersebut akan mempengaruhi secara signifikan terhadap penurunan jumlah kemiskinan.

Pengelolaan keuangan daerah melalui kinerja keuangan daerah yang dilakukan secara mandiri, efektif, efisien dan serasi akan mendorong pertumbuhan ekonomi yang selanjutnya mengurangi jumlah pengangguran dan kemiskinan.

Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan teoritis, tinjauan penelitian terdahulu, kerangka konseptual dan uraian di atas maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

1. Kinerja keuangan daerah dan pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan negatif terhadap pengangguran.

2. Kinerja keuangan daerah dan pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan negatif terhadap kemiskinan.

(4)

3. Kinerja keuangan daerah berpengaruh signifikan negatif terhadap pengangguran melalui pertumbuhan ekonomi.

4. Kinerja keuangan daerah berpengaruh signifikan negatif terhadap kemiskinan melalui pertumbuhan ekonomi.

(5)

37 BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan termasuk dalam jenis penelitian sebab akibat, dimana penelitian yang dilakukan terhadap fakta-fakta untuk membuktikan secara empiris pengaruh kinerja keuangan terhadap pengangguran dan kemiskinan dengan pertumbuhan ekonomi sebagai variabel intervening di 33 kabupaten/kota se-Sumatera Utara tahun 2010-2013.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Untuk mendapatkan dan mengumpulkan data yang dibutuhkan dalam penyelesaian penelitian ini diperoleh dari laporan APBD, pertumbuhan ekonomi, jumlah pengangguran dan jumlah penduduk miskin kabupaten/kota se-Provinsi Sumatera Utara dari perpustakaan Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara yang beralamat di Jalan Asrama nomor 179, Medan.

Penelitian dilaksanakan secara bertahap mulai bulan Maret sampai dengan Juni 2015, jadwal selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1 halaman 95.

4.3. Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan dari objek penelitian. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara yang berjumlah 33 kabupaten/kota terdiri dari 25 kabupaten dan 8 kota. Sampel adalah beberapa anggota atau bagian yang dipilih dari populasi yang

(6)

ingin diteliti. Jenis penelitian ini adalah sensus, yaitu menggunakan seluruh elemen populasi menjadi data penelitian. Seluruh kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara berjumlah 33 menjadi objek penelitian, dan periode amatan adalah 4 tahun (2010-2013) sehinga jumlah data penelitian sebanyak 33 kabupaten/kota x 4 tahun = 132 data penelitian.

Tabel 4.1

Daftar Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

No. Nama Kabupaten/Kota 1 Nias 2 Mandailing Natal 3 Tapanuli Selatan 4 Tapanuli Tengah 5 Tapanuli Utara 6 Toba Samosir 7 Labuhan Batu 8 Asahan 9 Simalungun 10 Dairi 11 Karo 12 Deli Serdang 13 Langkat 14 Nias Selatan 15 Humbang Hasundutan 16 Pakpak Barat 17 Samosir 18 Serdang Badagai 19 Batubara

20 Padang Lawas Utara 21 Padang Lawas 22 Labuhan Batu Selatan 23 Labuhan Batu Utara 24 Nias Utara 25 Nias Barat 26 Sibolga 27 Tanjung Balai 28 Pematang Siantar 29 Tebing Tinggi 30 Medan 31 Binjai 32 Padang Sidimpuan 33 Gunung Sitoli

(7)

4.4. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan metode dokumentasi. Metode pengumpulan data dengan dokumentasi adalah suatu cara untuk mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang terkait dengan penelitian. Metode ini ditujukan untuk memperoleh data langsung dari tempat penelitian, meliputi laporan, buku-buku yang relevan, peraturan-peraturan, laporan kegiatan, foto-foto, dan data-data yang relevan dengan penelitian tersebut. Data penelitian merupakan data sekunder yang diperoleh dari arsip Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara dan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan.

4.5. Definisi Operasional dan Metode Pengukuran Variabel

Definisi operasional memberikan pengertian terhadap suatu variabel dengan menspesifikasikan kegiatan atau tindakan yang diperlukan peneliti untuk mengukur atau memanipulasinya.

Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas (eksogen) adalah kinerja keuangan daerah yaitu suatu ukuran kinerja yang menggunakan indikator keuangan yaitu rasio kemandirian, rasio efektivitas, rasio efisiensi, rasio ruang fiskal, rasio keserasian, dan indeks kapasitas fiskal. Variabel terikat (endogen) adalah pengangguran dan kemiskinan, sedangkan pertumbuhan ekonomi sebagai variabel intervening. Definisi operasional dan metode pengukuran masing-masing variabel dijelaskan sebagai berikut:

(8)

1. Rasio Kemandirian

Rasio adalah besarnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dibandingkan dengan total pendapatan daerah dengan skala rasio.

2. Rasio Efektivitas

Rasio efektivitas adalah kemampuan Pemerintah Daerah dalam merealisasikan PAD yang direncanakan dibanding dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah yang dihitung dengan skala rasio.

3. Rasio Efisiensi

Rasio efisiensi adalah rasio yang menggambarkan perbandingan antara input dan output atau realisasi penerimaan dengan realisasi pengeluaran daerah yang dihitung dengan skala rasio.

4. Rasio Ruang Fiskal

Ruang fiskal adalah pendapatan umum setelah dikurangi pendapatan yang sudah ditentukan penggunaannya (earmarked) serta belanja yang sifatnya mengikat seperti belanja pegawai dan belanja bunga yang dihitung dengan skala rasio.

5. Rasio Keserasian

Rasio keserasian adalah perbandingan realisasi total belanja publik dengan total belanja daerah dengan skala rasio.

6. Indeks Kapasitas Fiskal

Kapasitas Fiskal adalah kemampuan keuangan masing-masing daerah yang dicerminkan melalui penerimaan umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (tidak termasuk dana alokasi khusus, dana darurat, dana pinjaman lama, dan penerimaan lain yang penggunaannya dibatasi untuk membiayai pengeluaran

(9)

tertentu) untuk membiayai tugas pemerintahan setelah dikurangi belanja pegawai dan dikaitkan dengan jumlah penduduk miskin. Indeks kapasitas fiskal adalah kapasitas fiskal masing-masing daerah dibagi dengan rata-rata kapasitas fiskal seluruh daerah yang dihitung dengan skala rasio.

7. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi daerah adalah angka yang ditunjukkan oleh besarnya tingkat pertumbuhan produk domestik regional bruto suatu daerah yang diukur atas dasar harga konstan. Pertumbuhan ekonomi diukur PDRB saat ini dikurangi dengan PDRB sebelumnya dibagi dengan PDRB sebelumnya yang dihitung dengan skala rasio.

8. Pengangguran

Jumlah pengangguran adalah jumlah penduduk angkatan kerja yang sedang mencari pekerjaan, yang sedang mempersiapkan usaha, yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan dan yang sudah punya pekerjaan tetapi belum mulai bekerja, dan pada waktu bersamaan mereka tidak bekerja. Jumlah pengangguran dihitung dengan skala rasio.

9. Kemiskinan

Kemiskinan adalah ketidakmampuan memenuhi standar minimum kebutuhan dasar yang meliputi kebutuhan makan maupun non makan. Jumlah penduduk miskin adalah jumlah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Jumlah penduduk miskin dihitung dengan skala rasio.

Definisi operasional seluruh variabel penelitian ini ditunjukkan melalui tabel sebagai berikut:

(10)

Tabel 4.2

Definisi Operasional Variabel Penelitian

No. Variabel Indikator Definisi Operasional Parameter Skala Ukuran [1] [2] [3] [4] [5] [6] 1. Eksogen Kinerja Keuangan (X) 1. Rasio Kemandirian (X1)

Pendapatan Asli Daerah (PAD) dibandingkan dengan total pendapatan daerah

=PAD/Total Pendapatan daerah Rasio 2. Rasio Efektivitas (X2) Kemampuan Pemerintah Daerah dalam merealisasikan PAD yang direncanakan dibanding dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah

=Realisasi PAD/Target PAD Rasio 3. Rasio Efisiensi (X3)

Perbandingan antara input dan output atau realisasi penerimaan dengan realisasi pengeluaran daerah = Realisasi Penerimaan / Realisasi Pengeluaran Rasio 4. Rasio Ruang Fiskal (X4)

Pendapatan umum setelah dikurangi pendapatan yang sudah ditentukan

penggunaannya

(earmarked) serta belanja yang sifatnya mengikat seperti belanja pegawai dan belanja bunga = (Total Pendapatan-(DAK+Pendapa tan Hibah+Dana Darurat+Dana Otsus)-Bel. Pegawai TL)/ Total Pendapatan Rasio 5. Rasio Keserasian (X6)

perbandingan realisasi total belanja publik dengan total belanja daerah =Belanja Pelayanan Publik/Total Belanja Rasio 6. Indeks Kapasitas Fiskal (X9)

Kapasitas Fiskal adalah penerimaan umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah untuk membiayai tugas pemerintahan setelah dikurangi belanja pegawai dan dikaitkan dengan jumlah penduduk miskin. Indeks kapasitas fiskal adalah kapasitas fiskal masing-masing daerah dibagi dengan rata-rata kapasitas fiskal seluruh daerah =Kapasitas fiskal daerah / Rata-rata kapasitas fiskal seluruh daerah Rasio

(11)

[1] [2] [3] [4] [5] [6] 2. Intervening Pertumbuhan Ekonomi (Y1) Besarnya tingkat pertumbuhan produk

domestik regional bruto suatu daerah yang diukur atas dasar harga konstan =(( PDRBt-1)/PDRBt-1) x100% Rasio 3. Endogen Penganguran (Y21)

Jumlah penduduk angkatan kerja yang sedang mencari pekerjaan, yang sedang mempersiapkan usaha, yang tidak mencari pekerjaan dan yang sudah punya pekerjaan tetapi belum mulai bekerja

Jumlah Pengangguran Rasio 4. Endogen Kemiskinan (Y22)

Jumlah penduduk yang memiliki rata-rata

pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan

Jumlah Penduduk Miskin

Rasio

4.6. Metode Analisis data

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Analisis dalam penelitian ini menggunakan statistik deskriptif dan Structural Equation Modeling (SEM).

4.6.1. Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran mengenai variabel penelitian serta ringkasan data-data penelitian seperti tingkat pengungkapan kinerja keuangan, pertumbuhan ekonomi pengangguran dan kemiskinan. Pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan nilai minimum, nilai maksimum, rata-rata dan standar deviasi.

4.6.2. Proses Structural Equation Modeling (SEM)

Dalam penelitian ini menggunakan analisis SEM dengan bantuan program AMOS. Langkah-langkah dalam analisis SEM adalah sebagai berikut:

(12)

1. Pengembangan Model Teoritis.

Pengembangan model dalam SEM adalah pencarian atau pengembangan sebuah model yang mempunyai justifikasi teoritis yang kuat. Dengan perkataan lain, tanpa dasar teoritis yang kuat, SEM tidak dapat digunakan. Hal ini disebabkan karena SEM tidak digunakan untuk menghasilkan sebuah model, melainkan digunakan untuk mengkonfirmasi model teoritis tersebut melalui data empirik. SEM bukan untuk menghasilkan kausalitas, melainkan membenarkan adanya kausalitas teoritis melalui uji data empirik.

2. Pengembangan Diagram Alur (Path Diagram).

Model teoritis yang telah dibangun selanjutnya digambarkan dalam sebuah path diagram, untuk mempermudah peneliti melihat hubungan-hubungan kausalitas yang ingin diuji. Di dalam pemodelan SEM, ditetapkan konstruk (construct) atau faktor (factor) yaitu konsep yang memiliki pijakan teoritis yang cukup untuk menjelaskan berbagai bentuk hubungan. Untuk itu perlu ditentukan diagram alur dalam artian berbagai konstruk yang akan digunakan dalam penelitian. Konstruk-konstruk dalam diagram alur dapat dibedakan dalam dua kelompok konstruk yaitu konstruk eksogen dan konstruk endogen. Konstruk eksogen dikenal pula sebagai variabel independen yang tidak diprediksi oleh variabel lain dalam model. Konstruk endogen adalah faktor-faktor yang diprediksi oleh satu atau beberapa konstruk. Konstruk endogen dapat memprediksi satu atau beberapa konstruk endogen lainnya, tetapi konstruk eksogen hanya dapat berhubungan kausal dengan konstruk endogen.

(13)

3. Konversi Diagram Alur ke Dalam Persamaan

Setelah model teoritis dikembangkan dan digambar dalam sebuah diagram alur, kemudian mengkonversi spesifikasi model tersebut ke dalam rangkaian persamaan. Persamaan yang dibangun akan terdiri dari persamaan struktural (structural equations) dan persamaan spesifikasi model pengukuran (measurement model). Persamaan struktural dirumuskan untuk menyatakan hubungan kausalitas antar berbagai konstruk. Sedangkan dalam persamaan spesifikasi model pengukuran ditentukan variabel mana mengukur konstruk mana, serta menentukan matrik yang menunjukkan korelasi yang dihipotesiskan antar konstruk.

4. Memilih Jenis Matrik Input Dan Estimasi Model.

Tujuan dalam tahap ini adalah menetapkan jenis matrik input dalam pemodelan dan teknik estimasi model. Dalam SEM matrik input yang dianalisis adalah berupa matrik kovarian atau matrik korelasi. Para pakar menyarankan untuk menggunakan matrik kovarian daripada matrik korelasi, karena memiliki keunggulan dalam menyajikan perbandingan yang valid antara populasi yang berbeda/sampel yang berbeda, di mana hal tersebut tidak dapat disajikan oleh matriks korelasi dan juga standard error yang dilaporkan dari berbagai penelitian umumnya menunjukkan angka yang kurang akurat bila matrik korelasi digunakan sebagai input.

Teknik estimasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Maximum Likelihood Estimation (ML) yang terdapat dalam program AMOS. Estimasi dilakukan melalui dua tahap yaitu:

(14)

Untuk menguji unidimensionalitas dari konstruk-konstruk eksogen dan endogen digunakan teknik confirmatory factor analysis. Jika probabilitas yang dihasilkan signifikan, berarti hipotesis yang menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan antara matriks-kovarians sampel dan matriks kovarians populasi yang diestimasikan tidak dapat ditolak atau hipotesis nol diterima. b. Estimasi Model Struktur Persamaan (Structure Equation Model)

Estimasi dilakukan dengan menganalisis full-model untuk melihat kesesuaian model dan hubungan kausalitas yang dibangun dalam model yang diuji.

5. Kemungkinan Munculnya Masalah Identifikasi.

Masalah identifikasi pada prinsipnya adalah masalah mengenai ketidakmampuan dari model yang dikembangkan untuk menghasilkan estimasi yang unik. Masalah identifikasi dapat muncul melalui gejala-gejala sebagai berikut :

a. Standard error untuk satu atau beberapa koefisien adalah sangat besar.

b. Program tidak mampu menghasilkan matrik informasi yang seharusnya disajikan.

c. Muncul angka-angka yang aneh seperti adanya varians error yang negatif. 6. Evaluasi Kriteria Goodness Of Fit dan Pengujian Asumsi SEM

Evaluasi kriteria goodness of fit:

a. Chi-Square Statistic

Pengukuran yang paling mendasar adalah Likelihood Ratio Chi-Square dimana semakin rendah nilainya maka semakin baik model tersebut dan

(15)

diterima berdasarkan probabilitas dengan cut off value sebesar p ≥ 0,5 atau p ≥ 0,10.

b. Significanced Probability

Significanced Probability untuk menguji tingkat signifikansi model.

c. The Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA)

RMSEA merupakan ukuran untuk menguji konfirmantori atau competing

model strategy dengan jumlah sampel besar. Jika nilainya ≤ 0,08

merupakan ukuran yang dapat diterima.

d. Goodness of Fit Index (GFI)

GFI adalah suatu pengukuran non statitical dimana nilainya antara 0 (poor fit) sampai dengan 1 (perfect fit). Nilai yang semakin mendekati 1 menunjukkan tingkat kesesuaian yang lebih baik. Tingkat penerimaan yang direkomendasikan adalah GFI menunjukkan nilai ≥ 0,90.

e. Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI)

AGFI merupakan nilai GFI yang diadjust dengan degree of freedom yang tersedia. Tingkat penerimaan yang direkomendasikan adalah jika AGFI menunjukkan nilai ≥ 0,90.

f. CMIN/DF

Yang dimaksud dengan CMIN/DF adalah Chi-Square dibagi dengan degree of freedom. Beberapa pengarang menganjurkan menggunakan ratio ukuran ini untuk mengukur Fit. Nilai ratio 5 atau kurang dari 5 merupakan ukuran yang reasonable. Peneliti lainnya mengusulkan nilai ratio ini < 2 merupakan ukuran Fit.

(16)

g. Tucker Lewis Index (TLI)

TLI merupakan incremental index yang membandingkan sebuah model yang diuji terhadap sebuah baseline model. Nilai yang direkomendasikan sebagai acuan dapat diterimanya sebuah model adalah penerimaan ≥ 0,90 dan nilai yang mendekati 1 menunjukkan a very good fit.

h. Comparative Fit Index (CFI)

Bila mendekati 1 maka merupakan indikasi tingkat fit yang paling tinggi. Adapun nilai yang direkomendasikan adalah sebesar ≥ 0,90.

Cut off value yang menjadi batasan dari masing-masing alat uji di atas tercantum pada tabel berikut:

Tabel 4.3

Cut-Off Value Evaluasi Kriteria Goodness of Fit No Goodness of Fit Index Cut-off Value

1. Chi-square Diharapkan kecil

2. Significanced Probability ≥ 0,05 3. RMSEA ≤ 0,08 4. GFI ≥ 0,90 5. AGFI ≥ 0,90 6. CMIN/DF ≤ 2,00 7. TLI ≥ 0,90 8. CFI ≥ 0,90 Pengujian Asumsi: a. Uji Ukuran Sampel

Ukuran Sampel yang harus dipenuhi dalam pemodelan ini adalah minimum 100. Selanjutnya menggunakan perbandingan 5-10 observasi untuk tiap parameter.

(17)

Asumsi yang paling fundamental dalam analisis multivariate adalah normalitas yang mencerminkan bentuk suatu distribusi data adalah normal. Jika suatu distribusi data tidak membentuk distribusi normal maka hasil analisis dikhawatirkan menjadi bias. Distribusi data dikatakan normal pada tingkat signifikansi 0,01 jika Critical Ratio (CR) Skeweness (kemiringan), atau CR Curtosis (keruncingan) tidak lebih dari ± 2,58.

c. Uji Outliers

Outliers adalah observasi yang muncul dengan nilai-nilai ekstrim karena kombinasi karakteristik unik yang dimilikinya yang terlihat sangat jauh berbeda dari observasi-observasi. Salah satu cara untuk mendeteksi multivariate outliers adalah dengan menggunakan uji Mahalanobis Distance yang menunjukkan seberapa jauh sebuah data dari pusat titik tertentu. Deteksi terhadap multivariate outliers dilakukan dengan memperhatikan hasil uji Observations Farthest From The Centroid (Mahalanobis Distance). Kriteria yang digunakan adalah Chi-square pada derajat kebebasan (degree of freedom), yaitu jumlah indikator pada tingkat signifikansi dengan p < 0,01. Apabila nilai mahalanobis d-squared lebih besar dari nilai mahalanobis pada tabel, maka data tersebut adalah multivariate outliers yang harus dikeluarkan. d. Uji Multikolinearitas

Asumsi multikolinearitas mengharuskan tidak adanya korelasi yang sempurna atau besar diantara variabel-variabel independen. Multikolinearitas dapat dideteksi dari determinan matriks kovarian.

(18)

Apabila korelasi antar konstruk eksogen < 0,85 berarti tidak terjadi multikolinearitas.

7. Interpretasi Hasil Pengujian dan Modifikasi Model

Langkah terakhir adalah menginterpretasikan model dan dalam tahap ini dimungkinkan memodifikasikan model bagi model-model yang tidak memenuhi syarat pengujian dengan tetap harus berdasarkan teori yang mendukung.

4.6.3. Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis yang dilakukan pada dasarnya merupakan jawaban atas berbagai hubungan yang mungkin terdapat dalam model penelitian. Model ini menunjukkan pola hubungan yang relatif komprehensif antar berbagai variabel, dalam pengaruh langsung (direct effect), pengaruh tidak langsung (indirect effect) dan pengaruh keseluruhan (total effect), dengan diagram alur sebagai berikut:

Gambar 4.1 Diagram Alur

Berdasarkan diagram alur, konversi spesifikasi model dinyatakan dalam rangkaian model pengukuran dan persamaan struktural sebagai berikut:

Kinerja Keuangan (x) λX5 X6 e6 λX4 X5 e5 X4 e4 λX6 X3 e3 λX3 X2 e2 λX1 X1 e1 λX2 Pertumbuhan Ekonomi (Y1) Pengangguran (Y21) Kemiskinan (Y22) ρY1X ρY21Y1 ρY22Y1 ρY21X ρY22X e7 e8 e9

(19)

Model Pengukuran: X1 = λX1X + ε1 ………. (1) X2 = λX2X + ε2 ………. (2) X3 = λX3X + ε3 ………. (3) X4 = λX4X + ε4 ………. (4) X5 = λX5X + ε5 ………. (5) X6 = λX6X + ε6 ………. (6) Persamaan Struktural: Y1 = ρY1XX + ε11 ………. (7) Y21 = ρY21XX + ρY21Y1 Y1+ ε12………… (8) Y22 = ρY22XX + ρY22Y1 Y1+ ε13………… (9) dimana: X1 = Rasio Kemandirian X2 = Rasio Efektivitas X3 = Rasio Efisiensi X4 = Rasio Ruang Fiskal X5 = Rasio Keserasian

X6 = Indeks Kapasitas Fiskal Y1 = Pertumbuhan Ekonomi Y21 = Penggangguran

Y22 = Kemiskinan

4.6.3.1. Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi adalah koefisien untuk mengukur seberapa jauh kemampuan variabel-variabel eksogen dalam model untuk menerangkan/

(20)

menjelaskan variabel endogen. Dalam analisis SEM dengan AMOS, koefisien determinasi dapat diamati dari nilai Square Multiple Correlations masing-masing variabel endogen.

4.6.3.2. Pengujian Hipotesis 1 dan Hipotesis 2

Hipotesis 1 dan hipotesis 2 menyatakan bahwa “Kinerja keuangan daerah dan pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan negatif terhadap pengangguran“ dan “Kinerja keuangan daerah dan pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan negatif terhadap kemiskinan“. Nilai Critical Ratio (CR)

dan signivicance probability dalam regressions weights dapat menunjukkan

tingkat signifikansi dan arah pengaruh variabel eksogen terhadap variabel endogen.

4.6.3.3. Pengujian Hipotesis 3 dan Hipotesis 4

Hipotesis 3 dan hipotesis 4 menyatakan bahwa “Kinerja keuangan daerah berpengaruh signifikan negatif terhadap pengangguran melalui pertumbuhan ekonomi“ dan “Kinerja keuangan daerah berpengaruh signifikan negatif terhadap kemiskinan melalui pertumbuhan ekonomi“. Hipotesis tersebut merupakan pengaruh total variabel eksogen terhadap variabel endogen melalui variabel intervening yang merupakan penjumlahan pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung.

Pengaruh Langsung

a. Pengaruh langsung Kinerja Keuangan Daerah terhadap Pertumbuhan Ekonomi = ρY1X.

b. Pengaruh langsung Kinerja Keuangan Daerah terhadap Pengangguran = ρY21X.

(21)

c. Pengaruh langsung Kinerja Keuangan terhadap Kemiskinan = ρY22X.

d. Pengaruh langsung Pertumbuhan Ekonomi terhadap Pengangguran = ρY21Y1. e. Pengaruh langsung Pertumbuhan Ekonomi terhadap Kemiskinan = ρY22Y1. Pengaruh Tidak Langsung

a. Pengaruh tidak langsung Kinerja Keuangan Daerah terhadap Pengangguran melalui Pertumbuhan Ekonomi = ρY1X * ρY21Y1.

b. Pengaruh tidak langsung Kinerja Keuangan Daerah terhadap Kemiskinan melalui Pertumbuhan Ekonomi = ρY1X * ρY22Y1.

Pengaruh Total

a. Pengaruh total Kinerja Keuangan Daerah terhadap Pengangguran adalah Pengaruh langsung Kinerja Keuangan Daerah terhadap Pengangguran, dan pengaruh Kinerja Keuangan Daerah terhadap Pengangguran melalui Pertumbuhan Ekonomi = ρY21X + ρY1X * ρY21Y1.

b. Pengaruh total Kinerja Keuangan Daerah terhadap Kemiskinan adalah Pengaruh langsung Kinerja Keuangan Daerah terhadap Kemiskinan, dan pengaruh Kinerja Keuangan terhadap Kemiskinan melalui Pertumbuhan Ekonomi = ρY22X + ρY1X * ρY22Y1.

(22)

54 BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

Setelah dilakukan penelitian dengan menggunakan metode statistik diperoleh hasil-hasil sebagai berikut:

5.1.1. Deskripsi Data Penelitian

Data yang digunakan pada penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari kantor Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara di Jalan Asrama nomor 179, Medan.

Data variabel kinerja keuangan daerah yang terdiri dari indikator rasio kemandirian, rasio efektivitas, rasio efisiensi, rasio ruang fiskal dan rasio keserasian merupakan pengolahan data dari Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara yang dipublikasikan BPS Provinsi Sumatera Utara dalam buku Statistik Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara yang diterbitkan setiap tahun. Data indeks kapasitas fiskal diperoleh dari Peraturan Menteri Keuangan tentang Peta Kapasitas Fiskal Daerah yang ditetapkan setiap tahun. Data pertumbuhan ekonomi, jumlah pengangguran dan jumlah penduduk miskin diperoleh dari hasil pendataan dan penghitungan BPS Provinsi Sumatera Utara dan dipublikasi dalam buku Sumatera Utara Dalam Angka yang diterbitkan setiap tahun

(23)

Tabel 5.1 Statistik Deskriptif

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Rasio Kemandirian 132 .0078 .3829 .055164 .0590093

Rasio Efektivitas 132 .2049 3.3276 1.094108 .4149246

Rasio Efisien 132 .5413 1.1217 .803624 .0878003

Rasio Ruang Fiskal 132 .1021 .5526 .355639 .1102771

Rasio Keserasian 132 .0188 1.0000 .227949 .1032462

Indeks Kapasitas Fiskal 132 .0391 2.0173 .425519 .3284580

Pertumbuhan Ekonomi 132 3.35 12.79 5.9239 .91717

Pengangguran 132 112 133811 12773.60 20859.317

Kemiskinan 132 4940 212300 43298.26 37137.794

Valid N (listwise) 132

Rata-rata rasio kemandirian 33 kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara selama periode 2010-2013 sebesar 0,0552 atau 5,52 persen, rasio kemandirian paling rendah sebesar 0,0078 berada di Kabupaten Nias Barat tahun 2010, sedangkan rasio kemandirian paling tinggi berada di Kota Medan tahun 2012 sebesar 0,3829.

Rasio kemandirian menunjukkan kemampuan daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Rasio ini juga menggambarkan ketergantungan pemerintah daerah terhadap sumber dana eksternal. Semakin tinggi rasio ini, maka tingkat ketergantungan daerah terhadap pihak eksternal semakin rendah, begitu pula sebaliknya. Tingginya rasio kemandirian di Kota Medan tersebut disebabkan oleh tingginya sumber-sumber PAD khususnya dari pajak daerah dan retribusi daerah. Sementara itu, Kabupaten Nias Barat memiliki rasio kemandirian terendah disebabkan oleh rendahnya PAD, khususnya pajak daerah dan retribusi daerah di wilayah tersebut, dan tingginya dana transfer yang diterima.

(24)

Berdasarkan kelompok kemandirian keuangan daerah yang terdiri 4 (empat) kelompok yaitu tinggi, sedang, rendah dan rendah sekali, kondisi rasio kemandirian keuangan kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara sangat rendah. Seluruh kabupaten/kota kecuali Kota Medan berada pada kelompok rendah sekali, sedangkan Kota Medan berada pada kelompok rendah.

Rata-rata rasio efektivitas 33 kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara selama periode 2010-2013 sebesar 1,0941 atau 109,41 persen dengan standar deviasi sebesar 0,4149. Rasio efektivitas paling rendah sebesar 0,2049 berada di Kabupaten Labuhan Batu Selatan tahun 2013, sedangkan rasio efektivitas paling tinggi berada di Kabupaten Nias Utara tahun 2011 sebesar 3,3276.

Terdapat 5 (lima) kategori kinerja keuangan berdasarkan indikator rasio efektivitas yaitu sangat efektif, efektif, cukup efektif, kurang efektif dan tidak efektif. Dilihat dari Tabel 5.2, sebagian besar yaitu sebanyak 20 atau 60,61 persen kabupaten/kota berada pada kategori sangat efektif dan tidak terdapat kabupaten/kota dengan kategori tidak efektif. Untuk kategori efektif sebanyak 8 kabupaten/kota, kategori cukup efektif sebanyak 3 kabupaten/kota dan 2 kabupaten/kota untuk kategori kurang efektif. Secara umum rasio efektivitas kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara periode 2010-2013 menunjukkan kinerja efektivitas yang sangat baik.

(25)

Tabel 5.2

Rasio Efektivitas Menurut Kabupaten/Kota 2010-2013

No Kabupaten/Kota Rasio Efektivitas (%) Kategori

2010 2011 2012 2013 Rata-rata

1 Nias 224,58 187,72 127,17 146,49 171,49 Sangat Efektif 2 Mandailing Natal 94,90 110,10 47,28 101,42 88,42 Cukup Efektif 3 Tapanuli Selatan 91,26 150,72 99,78 108,01 112,44 Sangat Efektif 4 Tapanuli Tengah 83,57 108,27 81,30 87,06 90,05 Efektif 5 Tapanuli Utara 164,70 170,78 146,65 105,02 146,79 Sangat Efektif 6 Toba Samosir 80,67 117,87 87,47 104,19 97,55 Efektif 7 Labuhan Batu 108,06 104,17 118,88 74,80 101,48 Sangat Efektif 8 Asahan 110,50 119,66 118,84 99,36 112,09 Sangat Efektif 9 Simalungun 116,75 72,80 54,15 153,62 99,33 Efektif 10 Dairi 217,97 121,85 101,97 80,20 130,50 Sangat Efektif 11 Karo 104,47 113,53 88,08 96,21 100,57 Sangat Efektif 12 Deli Serdang 104,02 71,23 76,57 70,61 80,61 Cukup Efektif 13 Langkat 96,66 89,40 218,02 95,00 124,77 Sangat Efektif 14 Nias Selatan 73,01 230,31 80,94 100,00 121,06 Sangat Efektif 15 Humbang Hasundutan 70,46 70,54 166,60 115,91 105,88 Sangat Efektif 16 Pakpak Barat 103,53 125,00 101,32 97,27 106,78 Sangat Efektif 17 Samosir 124,38 69,04 124,15 133,25 112,71 Sangat Efektif 18 Serdang Badagai 83,63 100,52 95,86 93,65 93,42 Efektif 19 Batubara 114,31 81,15 94,14 78,62 92,05 Efektif

20 Padang Lawas Utara 58,85 57,87 87,20 101,98 76,47 Kurang Efektif 21 Padang Lawas 96,32 45,31 35,07 89,29 66,50 Kurang Efektif 22 Labuhan Batu Selatan 160,53 169,92 101,34 20,49 113,07 Sangat Efektif 23 Labuhan Batu Utara 207,46 134,70 145,21 110,53 149,47 Sangat Efektif 24 Nias Utara 116,78 332,76 134,16 70,86 163,64 Sangat Efektif 25 Nias Barat 95,84 138,07 67,79 88,09 97,45 Efektif 26 Sibolga 90,81 121,43 126,53 96,31 108,77 Sangat Efektif 27 Tanjung Balai 136,69 123,00 86,88 99,64 111,55 Sangat Efektif 28 Pematang Siantar 84,94 102,62 83,15 85,68 89,10 Cukup Efektif 29 Tebing Tinggi 148,92 120,27 163,55 146,66 144,85 Sangat Efektif

30 Medan 120,98 119,92 81,05 68,58 97,63 Efektif

31 Binjai 80,98 80,11 136,95 106,57 101,15 Sangat Efektif 32 Padang Sidimpuan 90,14 109,42 102,26 83,02 96,21 Efektif 33 Gunung Sitoli 106,54 151,28 118,27 50,70 106,70 Sangat Efektif

Rata-rata rasio efisiensi 33 kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara selama periode 2010-2013 sebesar 0,8036 atau 80,36 persen dengan standar deviasi sebesar 0,0878. Rasio efisiensi paling rendah sebesar 0,5413 berada di Kabupaten Nias tahun 2010, sedangkan rasio efisiensi paling tinggi berada di Kabupaten Nias Utara tahun 2010 sebesar 1,1217.

(26)

Tabel 5.3

Rasio Efisiensi Menurut Kabupaten/Kota 2010-2013

No Kabupaten/Kota Rasio Efisiensi (%) Kategori

2010 2011 2012 2013 Rata-rata

1 Nias 54,13 68,04 75,59 77,95 68,93 Kurang Efisien

2 Mandailing Natal 83,60 87,04 82,22 84,39 84,31 Cukup Efisien 3 Tapanuli Selatan 98,45 99,10 84,03 73,52 88,78 Cukup Efisien 4 Tapanuli Tengah 95,37 80,05 76,55 70,76 80,68 Cukup Efisien 5 Tapanuli Utara 78,54 66,35 75,71 78,90 74,88 Kurang Efisien 6 Toba Samosir 78,46 82,94 77,17 76,58 78,79 Kurang Efisien 7 Labuhan Batu 67,90 80,87 81,67 77,51 76,99 Kurang Efisien 8 Asahan 77,05 68,56 74,87 81,16 75,41 Kurang Efisien 9 Simalungun 76,65 78,30 79,44 85,73 80,03 Cukup Efisien 10 Dairi 83,54 81,23 88,20 86,60 84,89 Cukup Efisien

11 Karo 76,04 72,39 81,00 77,72 76,79 Kurang Efisien

12 Deli Serdang 81,84 75,52 84,73 85,41 81,88 Cukup Efisien 13 Langkat 87,38 89,95 86,65 79,85 85,96 Cukup Efisien 14 Nias Selatan 59,74 73,48 67,35 74,50 68,77 Kurang Efisien 15 Humbang Hasundutan 82,72 83,17 82,25 77,90 81,51 Cukup Efisien 16 Pakpak Barat 87,76 75,41 89,09 85,13 84,35 Cukup Efisien 17 Samosir 80,01 72,95 89,35 80,07 80,60 Cukup Efisien 18 Serdang Badagai 81,58 87,43 87,28 79,67 83,99 Cukup Efisien 19 Batubara 75,90 72,06 84,50 81,25 78,43 Kurang Efisien 20 Padang Lawas Utara 100,30 70,09 73,07 76,68 80,04 Cukup Efisien 21 Padang Lawas 76,06 71,97 95,43 86,28 82,44 Cukup Efisien 22 Labuhan Batu Selatan 83,91 66,49 76,82 59,13 71,59 Kurang Efisien 23 Labuhan Batu Utara 77,99 74,34 69,90 71,11 73,34 Kurang Efisien 24 Nias Utara 112,17 93,04 79,06 72,01 89,07 Cukup Efisien 25 Nias Barat 93,41 93,00 97,71 69,51 88,41 Cukup Efisien 26 Sibolga 89,83 80,46 80,51 87,54 84,58 Cukup Efisien 27 Tanjung Balai 80,16 87,75 79,52 99,50 86,73 Cukup Efisien 28 Pematang Siantar 80,84 77,03 83,07 79,63 80,14 Cukup Efisien 29 Tebing Tinggi 80,15 64,85 75,96 75,47 74,11 Kurang Efisien 30 Medan 67,26 70,78 83,64 83,57 76,32 Kurang Efisien 31 Binjai 89,09 75,17 75,47 73,45 78,29 Kurang Efisien 32 Padang Sidimpuan 91,66 79,19 81,33 81,59 83,44 Cukup Efisien 33 Gunung Sitoli 101,10 85,45 85,32 78,27 87,53 Cukup Efisien

Untuk indikator rasio efisiensi juga terdapat 5 (lima) kategori kinerja keuangan yaitu sangat efisien, efisien, cukup efisien, kurang efisien dan tidak efisien. Tabel 5.3 di atas menunjukkan bahwa, rasio efisiensi kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara periode 2010-2013 kurang baik. Dari lima kategori hanya dua kategori yang menggambarkan kondisi rasio efisiensi kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara yaitu cukup efisien dan kurang efisien, dimana terdapat

(27)

20 kabupaten/kota termasuk kategori cukup efisien dan sisanya sebanyak 13 kabupaten/kota termasuk kategori kurang efisien.

Rata-rata rasio ruang fiskal 33 kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara selama periode 2010-2013 sebesar 0,3556 atau 35,56 persen dengan standar deviasi sebesar 0,1103. Rasio ruang fiskal paling rendah sebesar 0,1021 berada di Kabupaten Simalungun tahun 2011, sedangkan rasio ruang fiskal paling tinggi berada di Kabupaten Labuhan Batu Selatan tahun 2010 sebesar 0,5526.

Rata-rata rasio keserasian 33 kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara selama periode 2010-2013 sebesar 0,2279 atau 22,79 persen dengan standar deviasi sebesar 0,1032. Rasio keserasian paling rendah sebesar 0,0188 berada di Kabupaten Labuhan Batu Selatan tahun 2013, sedangkan rasio keserasian paling tinggi berada di Kota Pematang Siantar tahun 2013 sebesar 1,0000.

Rata-rata indeks kapasitas fiskal 33 kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara selama periode 2010-2013 sebesar 0,4255 atau 42,55 persen dengan standar deviasi sebesar 0,3285. Indeks kapasitas fiskal paling rendah sebesar 0,0391 berada di Kabupaten Simalungun tahun 2012, sedangkan indeks kapasitas fiskal paling tinggi berada di Kabupaten Nias Utara tahun 2011 sebesar 2,0173.

Untuk kinerja keuangan berdasarkan indikator indeks kapasitas fiskal,

kondisi kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara periode 2010-2013 termasuk kurang baik. Dari 4 kelompok kategori yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang dan rendah, sebagian besar yaitu sebanyak 26 atau 78,79 persen kabupaten/kota berada pada kategori rendah, dan tidak terdapat kabupaten/kota dengan kategori sangat tinggi. Untuk kelompok kategori tinggi hanya terdapat 1 kabupaten/kota

(28)

dan 6 kabupaten/kota berada pada kelompok kategori sedang. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.4 berikut.

Tabel 5.4

Indeks Kapasitas Fiskal Menurut Kabupaten/Kota 2010-2013

No Kabupaten/Kota Indeks Kapasitas Fiskal Kategori

2010 2011 2012 2013 Rata-rata

1 Nias 0,2033 0,3411 0,4349 0,1354 0,2787 Rendah

2 Mandailing Natal 0,3427 0,2413 0,1559 0,3279 0,2670 Rendah 3 Tapanuli Selatan 0,5324 0,4352 0,4175 0,3015 0,4217 Rendah 4 Tapanuli Tengah 0,2336 0,1781 0,1305 0,2722 0,2036 Rendah 5 Tapanuli Utara 0,5886 0,2772 0,2230 0,2790 0,3420 Rendah 6 Toba Samosir 0,8811 0,4208 0,2884 0,2372 0,4569 Rendah 7 Labuhan Batu 0,0894 0,2064 0,1442 0,1518 0,1480 Rendah

8 Asahan 0,2710 0,2654 0,1229 0,4784 0,2844 Rendah

9 Simalungun 0,2697 0,0913 0,0391 0,2346 0,1587 Rendah

10 Dairi 0,5522 0,3636 0,2524 0,3991 0,3918 Rendah

11 Karo 0,3996 0,2028 0,1506 0,2844 0,2594 Rendah

12 Deli Serdang 0,4700 0,3076 0,2607 0,3526 0,3477 Rendah 13 Langkat 0,2197 0,2150 0,1711 0,7932 0,3498 Rendah 14 Nias Selatan 0,3146 0,2397 0,2161 0,7608 0,3828 Rendah 15 Humbang Hasundutan 1,0086 0,6075 0,5401 0,2461 0,6006 Sedang 16 Pakpak Barat 2,0173 1,8159 1,8031 0,2995 1,4840 Tinggi 17 Samosir 0,6336 0,6678 0,6779 0,8077 0,6968 Sedang 18 Serdang Badagai 0,3655 0,2634 0,1728 0,5851 0,3467 Rendah 19 Batubara 0,4203 0,3262 0,2805 0,5665 0,3984 Rendah 20 Padang Lawas Utara 0,5129 0,5883 0,4733 0,4175 0,4980 Rendah 21 Padang Lawas 0,8763 0,5584 0,4055 1,8086 0,9122 Sedang 22 Labuhan Batu Selatan 0,0894 0,4026 0,2969 0,1943 0,2458 Rendah 23 Labuhan Batu Utara 0,0894 0,3047 0,2961 0,6735 0,3409 Rendah 24 Nias Utara 0,2033 0,1123 0,2926 0,2453 0,2134 Rendah 25 Nias Barat 0,2033 0,1104 0,4444 0,6282 0,3466 Rendah 26 Sibolga 0,9191 0,8551 0,7481 0,3286 0,7127 Sedang 27 Tanjung Balai 0,5483 0,5176 0,5170 0,5604 0,5358 Sedang 28 Pematang Siantar 0,5348 0,2727 0,1477 0,7972 0,4381 Rendah 29 Tebing Tinggi 0,7340 0,4826 0,3561 0,3825 0,4888 Rendah

30 Medan 0,4077 0,3505 0,3099 0,4756 0,3859 Rendah

31 Binjai 0,7259 0,5326 0,5203 0,2677 0,5116 Sedang

32 Padang Sidimpuan 0,7085 0,3111 0,2034 0,4444 0,4169 Rendah 33 Gunung Sitoli 0,2033 0,0495 0,2314 0,2232 0,1769 Rendah

Rata-rata pertumbuhan ekonomi 33 kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara selama periode 2010-2013 sebesar 5,92 persen, pertumbuhan ekonomi paling rendah sebesar 3,35 persen, terjadi di Kabupaten Batubara tahun 2013, sedangkan pertumbuhan ekonomi paling tinggi terjadi pada tahun 2013 di

(29)

Kabupaten Deli Serdang sebesar 12,79. Pada Tahun 2011 rata-rata pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan dari 5,79 persen menjadi 5,99 persen, sedangkan tahun 2012 dan 2013 mengalami sedikit penurunan dengan nilai yang sama sebesar 5,96 persen.

Rata-rata jumlah pengangguran 33 kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara selama periode 2010-2013 sebanyak 12.744 orang. Kota Medan merupakan kabupaten/kota dengan jumlah pengangguran terbesar yaitu sebanyak 133.811 orang pada tahun 2010, sedangkan Kabupaten Nias pada tahun 2012 dengan jumlah pengangguran paling sedikit yaitu 112 orang. Selama kurun waktu 2010-2013 jumlah pengangguran terbesar di Provinsi Sumatera Utara terjadi pada tahun 2010 dengan jumlah pengangguran sebanyak 491.806. Pada tahun 2011 dan 2012 mengalami penurunan, namun pada tahun 2013 terjadi peningkatan jumlah pengangguran menjadi 421.529 orang.

Rata-rata jumlah kemiskinan 33 kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara selama periode 2010-2013 sebanyak 43.298 orang. Selain pengangguran, Kota Medan juga merupakan kabupaten/kota dengan jumlah kemiskinan terbesar yaitu sebanyak 212.300 orang pada tahun 2010, sedangkan Kabupaten Pakpak Barat pada tahun 2013 dengan jumlah kemiskinan paling sedikit yaitu 4.940 orang. Selama kurun waktu 2010-2013 pola perkembangan jumlah kemiskinan sama dengan jumlah pengangguran, dimana jumlah terbesar terjadi pada tahun 2010 kemudian pada tahun 2011 dan 2012 mengalami penurunan, dan pada tahun 2013 mengalami peningkatan.

(30)

Tabel 5.5

Perkembangan Indikator Variabel Kinerja Keuangan, Variabel Pertumbuhan Ekonomi, Pengangguran dan Kemiskinan 2010-2013

No. Variabel/Indikator Rata-rata Laju Pertumbuhan

2010 2011 2012 2013 2011 2012 2013 1 Rasio Kemandirian 0,0467 0,0533 0,0575 0,0632 14,13 7,88 9,91 2 Rasio Efektivitas 1,1404 1,2186 1,0602 0,9573 6,86 -13,00 -9,71 3 Rasio Efisiensi 0,8275 0,7832 0,8135 0,7904 -5,35 3,87 -2,84 4 Rasio Ruang Fiskal 0,3167 0,3180 0,3908 0,3971 0,41 22,89 1,61 5 Rasio Keserasian 0,2650 0,2160 0,2037 0,2271 -18,49 -5,69 11,49 6 Indeks Kapasitas Fiskal 0,5021 0,3914 0,3553 0,4533 -22,05 -9,22 27,58 7 Pertumbuhan Ekonomi 5,79 5,99 5,96 5,96 0,20 -0,03 0,00 8 Pengangguran 14.903 12.186 11.515 12.491 -18,23 -5,51 8,48 9 Kemiskinan 44.761 43.074 42.438 42.921 -3,77 -1,48 1,14

Tabel 5.5 di atas menunjukkan perkembangan indikator variabel kinerja keuangan yaitu rasio kemandirian, rasio efektivitas, rasio efisiensi, rasio ruang fiskal, rasio keserasian dan indeks kapasitas fiskal serta variabel pertumbuhan ekonomi, pengangguran dan kemiskinan selama periode 2010-2013. Pada tahun 2011 dan 2012 tiga indikator kinerja keuangan mengalami penurunan, penurunan juga terjadi pada variabel pengangguran dan kemiskinan. Pada tahun 2013, sebagain besar indikator kinerja keuangan mengalami peningkatan, peningkatan juga terjadi pada variabel pengangguran dan kemiskinan.

5.1.2. Proses dan Analisis Structural Equation Modeling (SEM)

Penelitian ini menggunakan analisis SEM dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Pengembangan model teoritis.

b. Pengembangan diagram alur (path diagram). c. Konversi diagram alur ke dalam persamaan. d. Memilih jenis matrik input dan estimasi model. e. Kemungkinan munculnya masalah identifikasi.

(31)

f. Evaluasi kriteria goodness of fit dan pengujian Asumsi SEM g. Interpretasi hasil pengujian dan modifikasi model.

5.1.2.1. Pengembangan Model Teoritis

Model dalam penelitian ini telah dibangun berdasarkan teori yang telah disusun berdasarkan referensi yang kuat sebagaimana telah dibahas dalam bab-bab sebelumnya. Model teoritis yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

f. Variabel kinerja keuangan daerah (X) merupakan unobserved variable atau konstruk laten eksogen yang hanya dapat diamati oleh variabel teramati indikator kinerja keuangan daerah yang terdiri dari 6 indikator yaitu: indikator rasio kemandirian (X1), rasio efektivitas (X2), rasio efisiensi (X3), rasio ruang fiskal (X4), rasio keserasian (X5) dan indeks kapasitas fiskal (X6). g. Variabel eksogen kinerja keuangan daerah (X) diduga mempengaruhi secara

langsung terhadap pertumbuhan ekonomi (Y1), variabel endogen pengangguran (Y21) dan kemiskinan (Y22).

h. Variabel pertumbuhan ekonomi (Y1) diduga mempengaruhi secara langsung terhadap variabel endogen pengangguran (Y21) dan kemiskinan (Y22).

i. Variabel pertumbuhan ekonomi (Y1) memediasi/menjadi variabel intervening pengaruh variabel kinerja keungan daerah (X) terhadap variabel endogen pengangguran (Y21) dan kemiskinan (Y22).

5.1.2.2. Pengembangan Diagram Alur

Model teoritis yang telah dibangun pada langkah pertama digambarkan dalam sebuah diagram alur. Berikut adalah diagram alur dalam penelitian ini:

(32)

Gambar 5.1

Pengembangan Diagram Alur 5.1.2.3. Konversi Diagram Alur ke Dalam Persamaan

Berdasarkan diagram alur, konversi spesifikasi model dinyatakan dalam rangkaian model pengukuran dan persamaan struktural sebagai berikut:

Model Pengukuran: X1 = λX1X + ε1 ………. (1) X2 = λX2X + ε2 ………. (2) X3 = λX3X + ε3 ………. (3) X4 = λX4X + ε4 ………. (4) X5 = λX5X + ε5 ………. (5) X6 = λX6X + ε6 ………. (6) Persamaan Struktural: Y1 = ρY1XX + ε11 ………. (7) Y21 = ρY21XX + ρY21Y1 Y1+ ε12………… (8) Y22 = ρY22XX + ρY22Y1 Y1+ ε13………… (9) Kinerja Keuangan (x) λX5 X6 e6 λX4 X5 e5 X4 e4 λX6 X3 e3 λX3 X2 e2 λX1 X1 e1 λX2 Pertumbuhan Ekonomi (Y1) Pengangguran (Y21) Kemiskinan (Y22) ρY1X ρY21Y1 ρY22Y1 ρY21X ρY22X e7 e8 e9

(33)

dimana:

X1 = Rasio Kemandirian X2 = Rasio Efektivitas X3 = Rasio Efisiensi X4 = Rasio Ruang Fiskal X5 = Rasio Keserasian

X6 = Indeks Kapasitas Fiskal Y1 = Pertumbuhan Ekonomi Y21 = Penggangguran

Y22 = Kemiskinan

5.1.2.4. Memilih Jenis Matrik Input dan Estimasi Model

Jenis matrik input yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa matrik kovarian. Teknik estimasi Maximum Likelihood Estimation (ML) dilakukan melalui dua tahap yaitu:

c. Estimasi Model Pengukuran (Measurements Model)

Pengujian kesesuaian model dengan Confirmatory Factor Analisis Measurement Model adalah proses permodelan dalam penelitian yang diarahkan untuk menyelidiki unidimensionalitas dari indikator-indikator yang menjelaskan sebuah faktor atau sebuah variabel laten. Dasar pengambilan keputusannya adalah jika p ≥ 0,05 maka tidak ada perbedaan antara matriks kovarians populasi yang diestimasi dengan matriks kovarians sampel. Jika p ≤ 0, 05 maka terdapat perbedaan antara matriks kovarians populasi yang diestimasi dengan matriks kovarians sampel. Berikut disajikan hasil pengolahan data dengan AMOS pada variabel Kinerja Keuangan Daerah:

(34)

Gambar 5.2

Hasil Confirmantory Factor Analysis

Hasil uji terhadap hipotesis di atas menunjukkan bahwa uji model kesesuaian model ini menghasilkan tingkat penerimaan yang baik, seperti terlihat dari nilai chi-square model ini sebesar 4,349 di bawah nilai chi-square tabel dengan tingkat signifikansi 0,05 sebesar 11,0705 dan probabilitas 0,887 (≥ 0,05) serta indeks GFI, AGFI, TLI, CLI, dan RMSEA berada dalam rentang nilai yang diharapkan. Hasil uji terhadap hipotesis model di atas juga menunjukan bahwa uji kesesuaian model ini menghasilkan tingkat penerimaan yang baik, seperti yang terlihat dari factor loading masing-masing indikator yang nilainya mencapai ≥ 0,05. Oleh karena itu hipotesis yang menyatakan bahwa indikator-indikator tersebut merupakan dimensi acuan (underlying dimension) bagi sebuah konstruk yang disebut kinerja keuangan dapat diterima.

Kinerja Keuangan (x) .92 X6 e6 .96 .03 X5 e5 .18 .08 X4 e4 .28 .01 X3 e3 .09 .01 X2 e2 -.11 .00 X1 e1 -.05 Goodnes of Fit: Chi Square: 4.349 Probability: .887 Degree of Freedom: 9 GFI: .989 CFI: 1.000 RMSEA: .000 AGFI: .974 TLI: 2.330 MEASUREMENT MODEL CONFIRMANTORY FACTOR ANALYSIS

KINERJA KEUANGAN Standardized Estimates

(35)

d. Estimasi Model Struktur Persamaan (Structure Equation Model)

Setelah analisis CFA, maka berikutnya adalah dilakukan analisis secara

full model. Estimasi dilakukan dengan menganalisis full-model untuk melihat

kesesuaian model dan hubungan kausalitas yang dibangun dalam model yang diuji. Full model dilakukan dengan mengganti dua anak panah korelasi dengan satu anak panah yang melambangkan hipotesis yang diberikan dalam penelitian ini seperti gambar berikut:

Gambar 5.3

Hasil Analisis Full Model

Hasil output diagram di atas memberikan nilai hubungan antar variabel dengan nilai Chi-Square sebesar 49,545 dengan taraf signifikansi sebesar 0,002. Nilai GFI sebesar 0,922, nilai df sebesar 25, nilai Cmin/df sebesar 1,982, nilai CFI sebesar 0,938, nilai RMSEA sebesar 0,087 dan nilai TLI sebesar 0,911.

Kinerja Keuangan (x) .02 X6 e6 .14 .00 X5 e5 .05 .01 X4 e4 .09 .01 X3 e3 .08 .01 X2 e2 .11 .68 X1 e1 -.83 .06 Pertumbuhan Ekonomi (Y1) .97 Pengangguran (Y21) .85 Kemiskinan (Y22) -.25 -.01 -.10 -.99 -.94 e7 e8 e9 Goodnes of Fit: Chi Square: 49.545 Probability: .002 Degree of Freedom: 25 GFI: .922 CFI: .938 RMSEA: .087 AGFI: .860 TLI: .911

(36)

5.1.2.5. Kemungkinan Munculnya Masalah Identifikasi

Masalah identifikasi dapat muncul melalui gejala-gejala sebagai berikut :

a. Standard error yang besar untuk satu atau beberapa koefisien.

Nilai standard error hasil estimasi seperti pada lampiran 3 halaman 106, menunjukkan bahwa standard error terbesar untuk indikator adalah sebesar 0,021 (e2). Nilai tersebut relatif kecil (< 0,4) sehingga tidak terdapat masalah identifikasi pada standard error. Masalah terjadi jika terdapat satu atau lebih standard error yang nilainya lebih dari 0,4.

b. Program tidak mampu menghasilkan matriks informasi yang seharusnya disajikan.

Pada beberapa kondisi, program AMOS tidak mampu mengeluarkan sebuah solusi yang unik sehingga output tidak muncul. Hal tersebut dikarenakan adanya masalah identifikasi pada model atau pada data observasi. Ketika Program AMOS mampu mengeluarkan output, berarti terdapat solusi yang unik pada model penelitian berdasarkan data observasi yang ada. Ketika program tidak mampu menghasilkan solusi yang unik akan keluar pesan: This Solution is not admissible. Output dalam penelitian ini tidak memunculkan adanya pesan tersebut yang menandakan bahwa program mampu menghasilkan sebuah solusi yang unik berdasarkan data observasi yang ada.

c. Munculnya angka-angka yang aneh seperti adanya varians error yang negatif.

Varians error pada seluruh indikator tersebut seperti pada lampiran 3

halaman 106, memberikan nilai antara 0,001 (e1) sampai dengan 0,169 (e2). Nilai tersebut tidak ada yang negatif sehingga tidak terjadi kasus Heywood case. Jika

(37)

terdapat nilai varians error yang negatif maka perlu dilakukan modifikasi, misalnya dengan menambah jumlah sampel.

5.1.2.6. Evaluasi Kriteria Goodness Of Fit dan Pengujian Asumsi SEM 5.1.2.6.1. Evaluasi Kriteria Goodness Of Fit

Beberapa pengukuran yang penting dalam mengevaluasi kriteria goodness-of-fit beserta dengan nilai batas (cut of value) adalah sebagai berikut:

Tabel 5.6

Hasil Evaluasi Kriteria Goodness of Fit

No Goodness of Fit Index Cut-off Value Estimasi Keterangan

1. Chi-square Diharapkan kecil 49,545 Baik

2. Significanced Probability ≥ 0,05 0,002 Marjinal

3. RMSEA ≤ 0,08 0,087 Marjinal 4. GFI ≥ 0,90 0,922 Baik 5. AGFI ≥ 0,90 0,860 Marjinal 6. CMIN/DF ≤ 2,00 1,982 Baik 7. TLI ≥ 0,90 0,911 Baik 8. CFI ≥ 0,90 0,938 Baik

Hasil estimasi di atas menunjukkan bahwa sebagian besar kriteria memenuhi cut value yang disarankan. Nilai untuk chi-square, GFI, Cmin/df, CFI dan TLI memiliki kriteria baik, dimana nilai estimasi memenuhi cut value yang disarankan. Akan tetapi nilai untuk significance probability, AGFI dan RMSEA masih di bawah standar yang diberikan, namun nilainya masih mendekati nilai tersebut. Dengan demikian, model ini masih dinyatakan layak secara marjinal untuk dipergunakan sebagai alat dalam mengkonfirmasi teori yang telah dibangun berdasarkan data observasi yang ada.

5.1.2.6.2. Pengujian Asumsi SEM

Pengujian asumsi meliputi uji ukuran sampel, uji normalitas data, uji outliers dan uji multikolinieritas.

(38)

a. Uji Ukuran Sampel

Uji ukuran sampel yang harus dipenuhi dalam permodelan ini adalah minimum berjumlah 100, selanjutnya menggunakan perbandingan 5-10 observasi untuk tiap parameter. Dalam penelitian ini sampel yang digunakan adalah 33 kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara dengan periode amatan 4 tahun sehingga sampel yang digunakan adalah berjumlah 132 data sampel. Dengan 132 data sampel untuk 9 parameter penelitian, maka uji ukuran sampel dalam penelitian ini telah terpenuhi.

b. Uji Normalitas Data

Analisis SEM menghendaki distribusi variabel harus multivariate normal sebagai konsekuensi dari asumsi sampel besar dan penggunaan metode estimasi maximum likelihood.

Tabel 5.7

Assessment of Normality

Variable min max skew c.r. kurtosis c.r.

Y1 3.350 12.790 2.879 13.502 22.512 52.796 Y22 4940.000 212300.000 2.752 12.906 9.087 21.311 Y21 112.000 133811.000 3.525 16.532 13.392 31.407 X1 .008 .383 4.030 18.904 18.006 42.227 X2 .205 3.328 1.800 8.444 6.262 14.686 X3 .541 1.122 .330 1.549 1.278 2.996 X4 .102 .553 -.040 -.189 -.894 -2.097 X5 .019 1.000 3.925 18.409 23.951 56.170 X6 .039 2.017 2.629 12.333 8.937 20.960 Multivariate 96.550 39.417

Berdasarkan hasil output di atas, nilai normalitas multivariate adalah 39,417, nilai tersebut diluar kisaran ± 2,58 sehingga pada tingkat signifikansi 0,01 dapat disimpulkan bahwa data tidak berdistribusi normal.

(39)

c. Uji Outliers

Salah satu cara untuk mendeteksi multivariate outliers adalah dengan menggunakan uji Mahalanobis Distance yang menunjukkan seberapa jauh sebuah data dari pusat titik tertentu. Deteksi terhadap multivariate outliers dilakukan dengan memperhatikan hasil uji Observations Farthest From The Centroid (Mahalanobis Distance). Kriteria yang digunakan adalah Chi-square pada derajat kebebasan (degree of freedom), yaitu jumlah indikator pada tingkat signifikansi dengan p < 0,01. Apabila nilai mahalanobis d-squared lebih besar dari nilai mahalanobis pada tabel, maka data tersebut adalah multivariate outliers yang harus dikeluarkan.

Hasil output sebagaimana terdapat pada lampiran 4 halaman 108, menunjukkan bahwa jarak mahalanobis minimal = 3,538 dan maksimal = 63,932. Nilai chi-square dengan derajat bebas 9 (jumlah indikator variabel) pada tingkat signifikansi 0,01 maka nilai mahalanobis tabel = 21,666. Dengan demikian terdapat data outlier yang harus dikeluarkan.

d. Uji Multikolinearitas

Multikolinearitas dapat dideteksi dari determinan matriks kovarian. Apabila korelasi antar konstruk eksogen < 0,85 berarti tidak terjadi multikolinearitas.

(40)

Tabel 5.8 Sample Covariances Y1 Y22 Y21 X1 X2 X3 X4 X5 X6 Y1 .835 Y22 4657.784 1368767155.297 Y21 4571.088 693186601.270 431814826.089 X1 .011 1637.653 994.269 .003 X2 -.012 -940.684 -1011.100 -.001 .171 X3 .000 -261.439 -143.833 -.001 -.002 .008 X4 .007 -510.131 -199.306 .000 .001 .000 .012 X5 -.011 -122.099 -110.215 .000 -.002 .001 .001 .011 X6 -.012 -3126.908 -765.552 -.001 -.015 .003 .010 .006 .107

Berdasarkan matriks kovarian sebagaimana hasil output di atas, seluruh korelasi antar konstruk eksogen X1, X2, X3, X4, X5 dan X6 < 0,85, dimana nilai korelasi tertinggi sebesar 0,171, hal ini menunjukkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas.

5.1.2.6.3. Pengujian Asumsi SEM Setelah Transformasi

Berdasarkan hasil pengujian asumsi, data yang digunakan dalam penelitian ini tidak berdistribusi normal dan terdapat data yang harus dikeluarkan karena terdapat data dengan nilai ekstrim. Karena terjadi data tidak berdistribusi normal, maka data diolah kembali dengan menggunakan transformasi. Transformasi data bertujuan untuk mengubah data yang tidak mengikuti sebaran normal dengan keragaman antar perlakuan tidak homogen menjadi sebaran normal dengan keragaman perlakuan menjadi homogen. Transformasi data mengubah skala pengukuran data asli menjadi bentuk lain sehingga data dapat memenuhi asumsi-asumsi yang mendasari analisis ragam. Menurut Aswinda (2013) transformasi data yang biasa digunakan adalah:

1. Transformasi square root (akar) yang digunakan apabila data mengikuti sebaran Poisson yang ditandai dengan rata-rata (ў) data hasil pengamatan

(41)

masing-masing perlakuan hampir sama dengan variannya. Data yang mengikuti sebaran Poisson biasanya data dalam persen dengan persentase yang sangat kecil atau sebaliknya sangat besar atau sebaran data 0-10 atau jika terdapat nilai 0 (nol).

2. Transformasi logaritma yang digunakan bila berkaitan dengan waktu dan rata-rata (ў) mengikuti rata-rata-rata Geometrik dengan ciri-ciri apabila rata-rata (ў) suatu perlakuan semakin besar, maka variannya juga semakin besar, sehingga homogenitas ragam/varian antar perlakuan tidak terpenuhi. Data yang mempunyai ciri-ciri tersebut adalah data yang berkaitan dengan waktu.

3. Transformasi arcsin yang digunakan jika data mengikuti sebaran binominal dengan ciri-ciri rata-rata (ў) sebandig dengan variannya. Data dalam satuan pengukuran persentase biasanya mengikuti sebaran ini.

4. Transformasi inverse (kebalikan) yang digunakan jika rata-rata (ў) mengikuti rata-rata Harmonik dengan ciri-ciri jika satuan pengukuran yang digunakan dalam penelitian dari dua satuan. Jika satuan tersebut tidak rasional maka perlu dibalik atau diharmonisasikan dalam analisis data.

Dalam penelitian ini, data akan diolah kembali dengan menggunakan transformasi logaritma agar memenuhi sebaran normal dan mengeluarkan data dengan nilai ekstrim berdasarkan uji mahalanobis distance.

a. Uji Ukuran Sampel Setelah Transformasi

Berdasarkan uji mahalanobis distance terdapat 21 data dengan nilai ekstrim yang harus dikeluarkan yaitu data observasi nomor 1, 14, 22, 23, 24, 25, 30, 38, 57, 58, 63, 66, 67, 96, 100, 111, 118, 121, 127, 129, dan 132. Jumlah sampel penelitian setelah dikeluarkan data dengan nilai ekstrim berjumlah 111

(42)

data penelitian, jumlah sampel tersebut masih memenuhi uji ukuran sampel, dimana jumlah sampel minimum 100 sampel atau menggunakan perbandingan 5-10 observasi untuk tiap parameter.

b. Uji Normalitas Data Setelah Transformasi Tabel 5.9

Assessment of Normality Setelah Transformasi

Variable min max Skew c.r. kurtosis c.r.

Y1 1.475 1.933 -.745 -3.203 .027 .059 Y22 8.505 11.560 -.318 -1.367 .267 .574 Y21 5.537 11.347 -.603 -2.594 .333 .716 X1 -4.371 -1.852 .153 .658 -.512 -1.100 X2 -1.048 .834 -.198 -.851 1.451 3.121 X3 -.433 .011 .303 1.303 .039 .083 X4 -2.282 -.613 -.747 -3.212 .550 1.183 X5 -2.292 -.906 .321 1.380 1.403 3.018 X6 -3.242 .702 -.031 -.135 1.026 2.206 Multivariate 3.817 1.429

Berdasarkan hasil output di atas, nilai normalitas multivariate adalah 1,429, nilai tersebut di dalam kisaran ± 2,58 sehingga pada tingkat signifikansi 0,01 dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal.

c. Uji Outliers Setelah Transformasi

Hasil output sebagaimana terdapat pada lampiran 5 halaman 112, menunjukkan bahwa jarak mahalanobis minimal = 4,297 dan maksimal = 21,515. Seluruh data memiliki nilai mahalanobis d-square < 21,666. Dengan demikian tidak terdapat data outlier atau data dengan nilai ekstrim.

(43)

d. Uji Multikolinearitas Setelah Transformasi Tabel 5.10

Sample Covariances Setelah Transformasi

Y1 Y22 Y21 X1 X2 X3 X4 X5 X6 Y1 .011 Y22 -.008 .429 Y21 -.004 .540 1.410 X1 -.008 .057 .264 .252 X2 -.006 -.005 -.025 .046 .093 X3 -.001 -.006 -.005 -.003 -.004 .009 X4 .001 -.082 -.136 -.023 -.005 -.004 .123 X5 -.004 -.021 -.068 -.020 -.005 .003 .012 .048 X6 -.001 -.244 -.306 -.037 .012 .007 .094 .051 .410

Berdasarkan matriks kovarian sebagaimana hasil output di atas, seluruh korelasi antar konstruk eksogen X1, X2, X3, X4, X5 dan X6 < 0,85, dimana nilai korelasi tertinggi sebesar 0,252, hal ini menunjukkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas.

5.1.2.7. Interpretasi Hasil Pengujian dan Modifikasi Model

Langkah terakhir SEM adalah interpretasi model dan modifikasi model bagi model yang tidak memenuhi syarat pengujian. Modifikasi dilakukan dengan mengamati standard residuals covariance yang dihasilkan oleh model. Batas keamanan untuk jumlah residual adalah ± 2,58 dengan tingkat signifikansi 5%. Nilai residual > 2,58 menunjukkan adanya prediction error yang substansial untuk sepasang indikator. Nilai residual covariance yang ditampilkan pada lampiran 6 halaman 117, menunjukkan bahwa nilai residual covariance terbesar adalah sebesar 0,122 yaitu antara X1 dan Y21, nilai tersebut masih jauh di bawah 2,58. Nilai standardized covariance pada lampiran 6 halaman 117 juga memberikan nilai tertinggi sebesar 2,282 (< 2,58) yaitu antara X1 dan X2,

(44)

sehingga tidak memerlukan syarat pengujian lagi. Dengan demikian interpretasi terhadap model dapat dilakukan.

5.1.3. Pengujian Hipotesis

Gambar 5.4

Hasil Standardized Estimates

Berdasarkan tabel standardized regression weights dan diagram standardized estimates, maka dapat dibangun persamaan sebagai berikut:

Model Pengukuran: X1 = -0,301 X ………. (10) X2 = 0,044 X ………. (11) X3 = 0,111 X ………. (12) X4 = 0,444 X ………. (13) X5 = 0,308 X ………. (14) X6 = 0,643 X ………. (15) Persamaan Struktural: Y1 = -0,029 X ………. (16) Y21 = -0,791 X - 0,057 Y1 ………….… (17) Kinerja Keuangan (x) .41 X6 e6 .64 .09 X5 e5 .31 .20 X4 e4 .44 .01 X3 e3 .11 .00 X2 e2 .04 .09 X1 e1 -.30 .00 Pertumbuhan Ekonomi (Y1) .63 Pengangguran (Y21) .74 Kemiskinan (Y22) -.03 -.06 -.14 -.79 -.85 e7 e8 e9

(45)

Y22 = -0,852 X - 0,142 Y1 …….……… (18)

dimana:

X1 = Rasio Kemandirian X2 = Rasio Efektivitas X3 = Rasio Efisiensi X4 = Rasio Ruang Fiskal X5 = Rasio Keserasian

X6 = Indeks Kapasitas Fiskal Y1 = Pertumbuhan Ekonomi Y21 = Penggangguran

Y22 = Kemiskinan

5.1.3.1. Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi adalah koefisien untuk mengukur seberapa jauh kemampuan variabel eksogen menjelaskan variabel endogen yang diamati dari nilai square multiple correlations. Hasil output Tabel 5.11 menunjukkan bahwa nilai square multiple correlations untuk variabel Y21 sebesar 0,626 dan untuk variabel Y22 sebesar 0,739. Nilai tersebut berarti variabel Pengangguran (Y21) mampu dijelaskan sebesar 62,6 persen oleh variabel Kinerja Keuangan Daerah (X) dan pertumbuhan Ekonomi (Y1), sisanya 37,4 persen dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diikutkan dalam model. variabel Kemiskinan (Y22) mampu dijelaskan sebesar 73,9 persen oleh variabel Kinerja Keuangan Daerah (X) dan pertumbuhan Ekonomi (Y1), sisanya 26,1 persen dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diikutkan dalam model.

(46)

Tabel 5.11

Squared Multiple Correlations Estimate Y1 .001 Y22 .739 Y21 .626 X1 .091 X2 .002 X3 .012 X4 .197 X5 .095 X6 .414

5.1.3.2. Pengujian Hipotesis 1 dan Hipotesis 2

Pengujian hipotesis 1 dan hipotesis 2 dapat dilihat pada tabel regressions weights berikut:

Tabel 5.12 Regression Weights

Estimate S.E. C.R. P Label Y1 <--- X -.007 .034 -.217 .828 par_6 X6 <--- X 1.000 X5 <--- X .164 .058 2.815 .005 par_1 X4 <--- X .378 .092 4.118 *** par_2 X3 <--- X .025 .024 1.055 .291 par_3 X2 <--- X .033 .078 .415 .678 par_4 X1 <--- X -.367 .144 -2.551 .011 par_5 Y21 <--- Y1 -.657 1.090 -.602 .547 par_7 Y22 <--- Y1 -.899 .598 -1.503 .133 par_8 Y21 <--- X -2.281 .384 -5.934 *** par_9 Y22 <--- X -1.355 .199 -6.799 *** par_10

1. Nilai Critical Ratio (CR) X terhadap Y21 sebesar -5,934 (<-1,96) dengan probability 0,000 (<0,05), berarti Kinerja keuangan daerah (X) mempunyai pengaruh signifikan negatif terhadap Pengangguran (Y21). Dengan demikian

(47)

hipotesis yang menyatakan bahwa “Kinerja keuangan daerah berpengaruh signifikan negatif terhadap pengangguran” diterima.

Nilai Critical Ratio (CR) Y1 terhadap Y21 sebesar -0,602 (diantara ±1,96) dengan probability 0,547 (>0,05), berarti Pertumbuhan Ekonomi (Y1) mempunyai pengaruh tidak signifikan terhadap Pengangguran (Y21). Dengan demikian hipotesis yang menyatakan bahwa “Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh signifikan negatif terhadap pengangguran” ditolak.

2. Nilai Critical Ratio (CR) X terhadap Y22 sebesar -6,799 (<-1,96) dengan probability 0,000 (<0,05), berarti Kinerja keuangan daerah (X) mempunyai pengaruh signifikan negatif terhadap Kemiskinan (Y22). Dengan demikian hipotesis yang menyatakan bahwa “Kinerja keuangan daerah berpengaruh signifikan negatif terhadap kemiskinan” diterima.

Nilai Critical Ratio (CR) Y1 terhadap Y22 sebesar -1,503 (diantara ±1,96) dengan probability 0,133 (>0,05), berarti Pertumbuhan Ekonomi (Y1) mempunyai pengaruh tidak signifikan terhadap kemiskinan (Y22). Dengan demikian hipotesis yang menyatakan bahwa “Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh signifikan negatif terhadap kemiskinan” ditolak.

5.1.3.3. Pengujian Hipotesis 3 dan Hipotesis 4

Pengujian hipotesis 3 dan hipotesis 4 dapat dilihat pada tabel Standardized Total Effects berikut:

(48)

Tabel 5.13

Standardized Total Effects

X Y1 Y1 -.029 .000 Y22 -.848 -.142 Y21 -.789 -.057 X1 -.301 .000 X2 .044 .000 X3 .111 .000 X4 .444 .000 X5 .308 .000 X6 .643 .000

1. Pengaruh total X terhadap Y21 sebesar -0,789. Nilai tersebut berarti pengaruh langsung Kinerja keuangan daerah (X) terhadap Pengangguran (Y21) dan pengaruh tidak langsung Kinerja keuangan daerah (X) terhadap Pengangguran (Y21) melalui Pertumbuhan Ekonomi (Y1) adalah sebesar -0,789 atau -78,9 persen. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan bahwa “Kinerja keuangan daerah berpengaruh signifikan negatif terhadap pengangguran melalui pertumbuhan ekonomi” diterima.

2. Pengaruh total X terhadap Y22 sebesar -0,848. Nilai tersebut berarti pengaruh langsung Kinerja keuangan daerah (X) terhadap Kemiskinan (Y22) dan pengaruh tidak langsung Kinerja keuangan daerah (X) terhadap Kemiskinan (Y22) melalui Pertumbuhan Ekonomi (Y1) adalah sebesar -0,848 atau – 84,8 persen. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan bahwa “Kinerja keuangan daerah berpengaruh signifikan negatif terhadap kemiskinan melalui pertumbuhan ekonomi” diterima.

Pertumbuhan ekonomi sebagai variabel intervening pengaruh kinerja keuangan daerah terhadap pengangguran, dapat dilakukan pengujian

(49)

keberadaannya sebagai variabel intervening/pengaruh memediasi. Pengujian hipotesis intervening dapat dilakukan dengan prosedur Sobel test. Sobel test dilakukan dengan cara menguji kekuatan pengaruh tidak langsung Kinerja keuangan daerah (X) terhadap Pengangguran (Y21) melalui Pertumbuhan ekonomi (Y1). Signifikansi pengaruh tidak langsung dihitung nilai t dari koefisien dengan rumus sebagai berikut:

𝑡 =𝑠𝑎𝑏

𝑎𝑏

𝑠𝑎𝑏 =�𝑏2𝑠𝑎2 +𝑎2𝑠𝑏2+𝑠𝑎2𝑠𝑏2 dimana:

a = Pengaruh langsung variabel eksogen terhadap variabel intervening b = Pengaruh langsung variabel intervening terhadap variabel endogen s = Standard error

Berdasarkan tabel output Standardized Direct Effects dan Regressions Weights, maka dapat dihitung pengaruh tidak langsung Kinerja keuangan daerah (X) terhadap Pengangguran (Y21) melalui Pertumbuhan ekonomi (Y1) sebagai berikut:

𝑎𝑏= (−0,007)(−0,657) 𝑎𝑏= 0,005 𝑠𝑎𝑏 =�(−0,657)2(0,034)2+ (−0,007)2(1,090)2+ (0,034)2(1,090)2 𝑠𝑎𝑏 = 0,044 𝑡 =0,0050,044 𝑡 = 0,105

(50)

t hitung (0,105) lebih kecil dari t tabel (1,96), maka dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak memediasi pengaruh kinerja keuangan daerah terhadap pengangguran.

Pertumbuhan ekonomi sebagai variabel intervening pengaruh kinerja keuangan daerah terhadap kemiskinan, juga dapat dilakukan pengujian keberadaannya sebagai variabel intervening/pengaruh memediasi.

Berdasarkan tabel output Standardized Direct Effects dan Regressions Weights, maka dapat dihitung pengaruh tidak langsung Kinerja keuangan daerah (X) terhadap Kemiskinan (Y22) melalui Pertumbuhan ekonomi (Y1) sebagai berikut: 𝑎𝑏= (−0,007)(−0,899) 𝑎𝑏= 0,006 𝑠𝑎𝑏 =�(−0,899)2(0,034)2+ (−0,007)2(0,598)2+ (0,034)2(0,598)2 𝑠𝑎𝑏 = 0,037 𝑡 =0,0060,037 𝑡 = 0,170

t hitung (0,170) lebih kecil dari t tabel (1,96), maka dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak memediasi pengaruh kinerja keuangan daerah terhadap kemiskinan.

5.2. Pembahasan

Pengujian hipotesis yang dilakukan malalui analisis SEM dengan bantuan program AMOS telah menjawab atas berbagai hubungan yang mungkin terdapat dalam model penelitian. Model ini menunjukkan pola hubungan yang relatif

Gambar

Gambar 3.1  Kerangka Konseptual
Gambar 4.1  Diagram Alur
Tabel 5.1  Statistik Deskriptif
Tabel 5.5 di atas menunjukkan perkembangan indikator variabel kinerja  keuangan yaitu rasio kemandirian, rasio efektivitas, rasio efisiensi, rasio ruang  fiskal, rasio keserasian  dan  indeks kapasitas fiskal serta variabel pertumbuhan  ekonomi,  penganggu
+3

Referensi

Dokumen terkait

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana kinerja keuangan daerah Kota Bandar Lampung berdasarkan rasio efektivitas, kemandirian dan desentralisasi

Langkah awal yang dilakukan dalam pengujian hipotesis ini adalah menghitung keempat rasio yang telah ditentukan sebelumnya, yaitu Current Ratio (CR), Total Asset TurnOver

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalis pengaruh kinerja keuangan daerah yang diukur dengan rasio kemandirian keuangan daerah, rasio efektivitas PAD, rasio

mengetahui dan menganalis pengaruh kinerja keuangan daerah yang diukur dengan rasio kemandirian keuangan daerah, rasio efektivitas PAD, rasio efisiensi keuangan daerah, dan

Untuk mengetahui pengaruh kinerja keuangan berupa derajat desentralisasi, kemandirian keuangan daerah, efektivitas PAD, efisiensi keuangan daerah, dan derajat

Rasio kemandirian keuangan daerah atau yang sering disebut sebagai otonomi. fiskal menunjukkan daerah dalam membiayai sendiri kegiatan

METODE ANALISIS - Rasio Kemandirian - Rasio Efektivitas - Rasio Efisiensi MASALAH POKOK Bagaimana kinerja keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Enrekang dilihat dari Rasio Kemandirian

38 BAB III KERANGKA HIPOTESIS DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Hipotesis Berdasarkan rumusan masalah, kerangka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut: Gambar 3.1