• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEWENANGAN KEPALA DESA TERHADAP PENGELOLAAN KEUANGAN DESA DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 : Tinjauan 'urf.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KEWENANGAN KEPALA DESA TERHADAP PENGELOLAAN KEUANGAN DESA DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 : Tinjauan 'urf."

Copied!
139
0
0

Teks penuh

(1)

KEWENANGAN KEPALA DESA TERHADAP

PENGELOLAAN KEUANGAN DESA DALAM

PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA MENURUT

UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014

(TINJAUAN ‘URF)

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat

Memperoleh Gelar Magister dalam Program Studi Hukum Tata Negara Konsentrasi Hukum Tata Negara

Oleh Ijmaliyah, S.HI NIM. F.02213016

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
(2)
(3)

iii

LEMBAR PERSETUJUAN

Tesis Ijmaliyah ini telah disetujui Pada tanggal, 6 September 2015

Oleh Pembimbing

(4)

iv

PENGESAHAN TIM PENGUJI

Tesis Ijmaliyah ini telah diuji Pada tanggal, 14 September 2015

Tim Penguji:

1. Prof. Dr. H. Ali Haidar, MA. (Ketua) ...

2. Dr. Masdar Hilmy, MA.,Ph.D. (Penguji) ...

3. Dr. H. Abdullah, SH., M.S. (Penguji) ...

Surabaya, 30 September 2015 Direktur,

(5)

v

ABSTRAK

Kata Kunci : Kepala Desa, Kewenangan, Pertanggungjawaban, otonomi desa,

Pengelolaan Keuangan Desadan ‘Urf.

Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa peneliti perlu membahas bagaimana bentuk pertanggungjawaban kepala desa dalam mengelola keuangan desa serta segala konsekwensinya apabila terjadi mal administrasi dalam melaksanakan tugasnya. Adapun kewenangan Kepala Desa terhadap pengelolaan Keuangan Desa, pada penjelasan Pasal 75 Ayat 1 bahwa Kepala Desa adalah pemegang kekuasaan pengelolaan Keuangan Desa. Sebagai konsekwensi dari kewenangan tersebut maka Kepala Desa harus bertanggungjawab kepada masyarakat desa, karena Prinsipnya tidak ada pertanggungjawaban tanpa kewenangan. Pengelolaan Keuangan Desa menjadi unsur penting bagi desa karena mempunyai tujuan mensejahterkan masyarakat desa dengan memaksimalkan pencarian sumber pendapatan sebagai modal atau dana didalam perencanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa). Bentuk pertanggungjawaban kepala desa terhadap pengelolaan keuangan desa meliputi: perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pengawasan/pengontrolan dan pertanggungjawaban.

Proses pengelolaan keuangan negara dalam sejarah islam sudah dipraktekkan sejak masa Rasulullah, SAW dan masa Khulafa’ al Rasyidin yaitu masa kekhalifahan Umar bin Khattab, RA. Praktek yang sudah dilakukan dan dieruskan pada masa setelahnya dalam istilah islam disebut ‘Urf. Karena kebiasaan/adat (‘Urf) baik menjadi pedoman untuk bisa dijadikan contoh dalam praktek administrasi kepemerintahan setelahnya. Adapun pada masa Umar bin Khattab pengelolaan perekonomian rakyat/uang negara melalui baitul mal yang bertujuan untuk mensejahterakan rakyatnya. Diantara pengelolaan keuangan negara pada masa ‘Umar yaitu: pemberlakuan Kharaj, Jizyah, ‘usyur, adanya

Ghonimah dan fa’i. Praktek pengelolaan keuangan yang sudah dilakukan sejak

Rasulullah SAW dan Khalifah ‘Umar bin Khattab ini merupakan contoh sistem administrasi pemerintahan yang bisa dilanjutkan masa sekarang. Umar bin Khattab dalam mendistribusikan harta baitul mal menerapkan prinsip keutamaan. Selain itu Umar juga mendirikan Dewan yakni sebuah kantor yang bertugas memberikan tunjangan bagi para pegawainya. Hal ini sudah dipraktekkan pada masa sekarang dalam pemberian gaji dan tunjangan pagi para pegawai yang bertugas dilembaga pemerintahan/non pemerintahan.

(6)

vii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PRASYARAT MEMPEROLEH GELAR ... i

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

ABSTRAK ...v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 9

C. Rumusan Masalah ... 10

D. Tujuan Penelitian ... 10

E. Kegunaan Penelitian ... 10

F. Kerangka Teoritik ...11

G. Penelitian terdahulu ... 18

H. Metode Penelitian ... 20

(7)

viii

BAB II : KAJIAN PUSTAKA yang membahas hal hal yang berkaitan dengan Struktur dalam Pemerintahan Desa yaitu:

A. Konsep Dasar Tentang Pemerintahan

1. Pengertian Pemerintahan ... 30

2. Pemrintahan Desa ... 32

B. Konsep Dasar Otonomi 1. Otonomi Daerah ... 42

2. Otonomi Desa ...45

C. Struktur/organisasi Pemerintah Desa 1. Pengertian Kepala Desa ...50

2. Syarat dan Kualifikasi pencalonan Kepala Desa ... 51

3. Tugas dan Tanggung Jawab pemimpin dalam Islam ... 57

D. Tinjauan Umum pengelolaan keuangan dalam tinjauan ‘Urf ... 59

1. Pengertian “Urf ... 60

2. Macam-macam ‘Urf ...62

3. Kedudukan “Urf sebagai Dalil Syara’ ...64

BAB III : PEMBAHASAN Tugas dan Kewenangan Kepala Desa dalam proses penyelenggaraan pemerintahan desa.

(8)

ix

1. Pengertian keuangan desa ... 65 3. Pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB

Desa) ... 70 2. Bentuk Pertanggungjawaban Kepala Desa terhadap

pengelolaan keuangan desa ... 75 B. Konsekuensi yuridis maladministrasi terhadap pengelolaan

keuangan desa : Bentuk-bentuk sanksi administrasi negara dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa ... 83 C. Pengelolaan Keuangan Negara pada masa kekhalifahan Umar

bin Khattab, R.A...89

BAB IV : ANALISIS

A. Pertanggungjawaban Kepala Desa terhadap pengelolaan keuangan desa menurut Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014

... 100 B. Akibat yang timbul ketika terjadi maladministrasi terhadap

pengelolaan keuangan desa menurut Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014... 112 C. Pengelolaan keuangan desa dalam tinjauan ‘Urf

... 116

BAB V : PENUTUP

(9)

x

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Berdasarkan ketentuan Pasal 18 UUD 1945 menegaskan, “(1) Negara

Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah Provinsi dan daerah Provinsi dibagi atas Kabupaten yang diatur dengan undang-undang”, (2)

Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Selanjutnya Pasal 18 (5) yang berbunyi, ”Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat”.

Berdasarkan asas desentralisasi menunjukkan adanya hak otonom bertujuan untuk mewujudkan terciptanya efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah sehingga konsep otonomi yang diamanatkan dalam UUD NRI 1945 tersebut diharapkan dapat menjawab persoalan-persoalan masa depan.

Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa Bab I Pasal 1 (14) menyebutkan bahwa “Pemerintahan Daerah adalah Pemerintah Daerah dan

(11)

2

Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD NRI 1945”.1 Sistem

pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia tujuannya untuk memberikan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah yang menekankan pada prinsip prinsip demokrasi.

Wilayah Indonesia secara garis besar menurut Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang menggantikan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979. Undang-Undang ini dibagi menjadi satu macam daerah otonom dengan mengakui kekhususan yang ada pada tiga daerah yaitu Aceh, Jakarta, dan Yogyakarta dan satu tingkat wilayah administratif. 2 Sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 BAB I Pasal 1 (2) “Pemerintahan Desa adalah

penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat

dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia”.3

Desa yang dimaksud dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 adalah desa dan desa adat atau yang disebut atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang me-miliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal-usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati

1

Undang-undang Desa, Kelurahan dan Kecamatan (Bandung: Penerbit Fokus Media, 2014), 4.

2

Dalam pasal 118, UU ini secara eksplisit juga menyebutkan Provinsi Timor-Timur dapat diberi otonomi khusus yang diatur dengan UU tersendiri

3

(12)

3

dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.4 Desa sebagai suatu bagian dari sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diakui otonominya dan Kepala desa melalui pemerintah desa dapat diberikan penugasan pendelegasian dari pemerintahan ataupun pemerintahan daerah untuk melaksanakan urusan pemerintah tertentu.5

Pemerintah desa merupakan unsur penyelenggara desa yang terdiri atas kepala desa dan perangkat desa. Pemerintah desa mempunyai tugas pokok yaitu:

1. Melaksanakan urusan rumah tangga desa, urusan pemerintahan umum, pembangunan dan pembinaan masyarakat,

2. Menjalankan tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten.

Dalam struktur organisasi pemerintahan desa Kepala desa merupakan pemimpin dari para pembantu/perangkat desa (sekretaris desa, unsur pelaksana dan unsur kewilayahan), karena kepala desa sebagai pemegang kekuasaan dalam mengelola keuangan desa.6 Sebagaimana Permendagri dalam Bab III Pasal 3 (ayat 2) menyebutkan bahwa : Kepala desa pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa yang mempunyai wewenang diantaranya : menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APB Desa, Menetapkan PTPKD, menetapkan petugas yang melakukan pemungutan penerimaan desa,

4

Undang-undang Desa, Kelurahan dan Kecamatan, 2.

5

Rozali Abdullah,Pelaksanaan Otonomi Luas, Dengan Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011), 170.

6

(13)

4

menyetujui kegiatan yang ditetapkan dalam APB Desa serta melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban APB Desa.7

Kewenangan kepala desa atas pengelolaan keuangan desa tentu akan menjadi tugas berat para perangkat desa dalam membantu proses penyelenggaraan pemerintahan desa, dan sebagai pemegang kekuasaan penuh kepala desa akan bertanggung jawab untuk mengatur semua urusan pemerintahannya. Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa yang penyelenggaraannya berdasarkan asas : kepastian hukum, tetib penyelenggaraan pemerintahan, tertib kepentingan umum, keterbukaan, proporsionalitas, profesionalitas, akuntabilitas, efektifitas dan efisiensi, kearifan lokal, keberagaman, dan partisipatif. Dengan berdasarkan asas tersebut penyelenggaraan pemerintahan desa merupakan titik central untuk mewujudkan kehidupan masyarakatnya menjadi semakin maju.8

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa merupakan penyempurnaan dari Undang-undang sebelumnya yaitu Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, dalam Undang-undang ini menjelaskan bahwa dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan dibagi berdasarkan kreteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antar urusan pemerintahan. Semua

7

Peraturan Menteri Dalam Negeri RI (Permendagri) Nomor 113 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa.

8

(14)

5

kreteria ini diupayakan mencapai hasil dan tujuan utama dalam penyelenggaraan pemerintahannya.9

Pemerintah pada Tahun 2014 menyusun Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 yang mengatur tentang desa. Undang-undang desa ini disahkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 15 Januari 2014 dan masuk dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2014. Sejak disahkannya Undang-undang Desa pemerintah pusat semakin memantapkan tugas dan wewenang kepala desa. Sebagaimana diatur pada pasal 26 ayat (2) dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala desa berwenang : (a) memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Desa, dan pada poin (c) memegang kekuasaan pengelolaan Keuangan dan Aset Desa. Selanjutnya pada ayat (3) Poin (c) disebutkan “Dalam melaksanakan tugas

Kepala desa juga berhak menerima penghasilan tetap setiap bulan, tunjangan,

dan penerimaan lainnya yang sah serta mendapat jaminan kesehatan”.

Hal tersebut juga tertera pada pasal 66 ayat (2) tentang penghasilan Pemerintah Desa bahwa penghasilan tersebut diperoleh dari dana Perimbangan dalam APBN yang diterima oleh Kabupaten/Kota dan ditetapkan dalam APB Daerah Kabupaten, sedangakan pada ayat (3) pemberian tunjangan kepada Kepala desa dan perangkat Desa bersumber dari APB Desa. Dengan adanya anggaran pemberian gaji dan tunjangan untuk Kepala desa, maka kepala desa akan memikul tanggung jawab yang lebih besar untuk mempertanggung

9

(15)

6

jawabkan kewenangan atas pengelolaan keuangan desa yang akan dilakukannya nanti.

Berdasarkan Undang-undang desa yang baru ini Kepala desa mempunyai kewenangan dalam mengatur dan mengelola keuangan sendiri tetapi kewenangan tersebut terbatas dan tidak menjadikan keotoritasan Kepala desa dalam mengatur dan mengelola keuangan desa secara sewenang-wenang, dalam hal ini kepala desa harus menjalankan tugas dan mempertanggung jawabkan apa yang menjadi kewenangannya.

Tugas dan kewenangan kepala desa yang telah ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 terhadap proses penyelenggraan pemerintahan desa yang terkait pengelolaan keuangan desa, maka setidaknya kepala desa mampu mengoptimalkan keuangan desa sesuai kebutuhan desa. Hal ini dalam sebutan lain tentang keuangan desa terdapat pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia (PERMENDAGRI) Nomor 113 Tahun 2014 tentang pengelolaan keuangan desa serta pada Pasal 71 ayat (1) Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 bahwa :”Keuangan desa merupakan

semua hak dan kewajiban desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban desa”. Selanjutnya pada ayat (2) berbunyi “Hak dan kewajiban

(16)

7

Berlakunya Undang-undang ini pada prakteknya masyarakat meragukan tugas dan tanggung jawab kepala desa dalam menjalankan perannya sebagai pengelola atas dana yang dianggarkan untuk keperluan pembanguan desa, keraguan mereka terutama pada kekawatiran akan pengelolaan dana yang begitu besar sampai milyaran yang masuk ke desa. Anggaran dana dari pemerintah pusat untuk masing masing desa kurang lebih 1.400.000.000 (1 Milyard 400 juta) secara bertahap dengan melihat kreteria desa, anggaran untuk desa nantinya akan diberikan langsung 100% dengan rincian 60% untuk pemberdayaan masyarakat dan 40% untuk operasional desa.10 Sebagaimana Paulus Israwan Setyoko memaparkan dalam tulisan jurnalnya yang berjudul “Accountability of Financial Administration

Program”:

“Village Allocation Funds (VAP) is a kind of development program

aimed atincreasing community participation and empowerment, as well

as quality of rural development. It is allocated to the villages by the

central goverment in the formof block grants, so that it can be used by

rural people according to their needs and local potentials”.11

Rencana anggaran desa yang mencapai milyaran rupiah tersebut maka akan terjadi kompetisi yang tidak sehat diantara para calon kepala desa yang saling berebut mencalonkan menjadi kepala desa. Hal yang menarik juga untuk kita kaji motivasi dan potensi apa yang mendorong seorang calon Kepala desa sehingga ia menerjunkan diri menjadi kontestan dan berkompitisi pemilihan

10

Sutar,Wawancara. Selasa 24 Pebruari 2015.

11

(17)

8

kepala desa. Padahal diketahui untuk keperluan itu Calon Kepala desa dituntut berkorban waktu, tenaga, dan terutama curahan dana yang relatif besar, khususnya ketika calon Kepala desa harus terjun berkampanye untuk menggalang sebanyak mungkin dukungan massa pemilih.

Begitu besar tanggung jawab kepala desa nantinya dalam menyelenggarakan tugasnya sebagai abdi masyarakat yang seakan tidak seimbang dengan kualifikasi pendidikan yang menjadi persyaratan dalam pemilihan kepala desa sebagaimana pada pasal 33 poin (d): “berpendidikan

paling rendah tamat sekolah menengah pertama atau sederajat”,12 sehingga tidak menutup kemungkinan kekhawatiran ini akan terjadi ketidakmengertiannya dalam mengelola keuangan desa karena keterbatasan pendidikan sebatas SMP/sederajat.

Pemberlakuan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa ini membutuhkan kesiapan yang komprehensif dan matang terutama berkaitan dengan adanya sejumlah kewenangan yang ditangani aparat pemerintahan desa yang sebelumnya tidak ada. Oleh karena itu diperlukan peran dan tugas pemerintah maupun pemerintah daerah yang sangat intens untuk mengantisipasi terjadinya mal-administrasi dalam proses penyelenggaraan pemerintahan desa. Substansi diberlakukannya Undang-undang ini memberikan kewenangan yang besar kepada desa dalam pengelolaan keuangan, pembangunan dan pemberdayaan masyarakatnya.

12

(18)

9

Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dalam judul : Kewenangan Kepala desa Terhadap Pengelolaan Keuangan Desa Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa Menurut Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 (Perspektif‘Urf).

B. Identifikasi Masalah

Berlakunya Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 pemerintah daerah memberikan kewenangan kepada desa untuk mengatur urusan rumah tangganya sendiri yang kewenangannya dilakukan oleh kepala desa. Kepala desa bertugas menyelenggarakan pemerintahan Desa, melaksanakan Pembangunan Desa, Pembinaan Kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat desa. Adapaun wewenang Kepala desa sangat banyak sekali diantaranya: memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa, mengangkat dan memberhentikan perangkat Desa, memegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa dan Aset desa, menetapkan peraturan desa, menetapkan anggaran pendapatan dan belanja desa, membina kehidupan masyarakat desa, membina ketentraman dan ketertiban masyarakat desa. dan lain lain.

(19)

10

pada kewenangan Kepala desa dalam mempertanggung jawabkan semua yang terkait dengan pengelolaan keuangan desa.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang di atas, agar permasalahan yang dibahas lebih fokus maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana pertanggungjawaban Kepala desa terhadap pengelolaan keuangan desa menurut Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014?

2. Bagaimana akibat yang timbul ketika terjadi maladministrasi terhadap pengelolaan keuangan desa menurut Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014? 3. Bagaimana pengelolaan keuangan desa dalam kajian Urf?

D. Tujuan Masalah

Dari rumusan masalah tersebut, dalam penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui pertanggungjawaban Kepala desa terhadap pengelolaan Keuangan Desa menurut Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014.

2. Menganalisis akibat yang timbul ketika terjadi maladministrasi terhadap pengelolaan keuangan desa menurut Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014.

3. Mengetahui pengelolaan keuangan desa dalam kajian Urf.

E. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi bagi para pembaca, baik secara teoritis maupun praktis.

(20)

11

semua masyarakat yang terlibat dalam proses penyelenggaraan pemerintahan desa.

b. Secara teoritis penelitian ini diharapakan dapat memberikan kontribusi dan pemahaman tentang pengelolaan keuangan desa bagi para penyelenggara pemerintah daerah khususnya pemerintah desa yang yaitu kepala desa dan para perangkat desa lainnya sesuai Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014. c. Bagi masyarakat umum, penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan

kesadaran untuk berpartisipasi dalam memantau perkembangan desa masing-masing dan mendukung para pemerintah dalam setiap kegiatan desa demi kesejahteraan masyarakat desa.

F. Kerangka Teoritik

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan, pegangan toeritis.13 Menurut Soerjono Soekanto bahwa kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi, aktifitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentuan oleh teori.14

Menurut Burhan Ashshofa suatu teori merupakan serangkaian asumsi, konsep, definisi dan proposisi untuk mnerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan antar konsep.15 Sedamgkan menurut Snelbecker yang mendefinisikan teori sebagai seperangkat proposisi yang mengintegrasikan secara sintaksis yaitu yang mengikuti aturan tertentu yang

13

M. Solly Lubis, Ilmu dan Penelitian (Bandung: Penerbit Mandar Maju, 1994), 80.

14

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Bandung: Penerbit Rhineka Cipta, 1996), 19.

15

(21)

12

dapat diamati dan fungsi sebagai wahana untuk meramalkan dan menjelaskan fenomena yang diamati.16

Landasan pemikiran atau landasan teori dalam penelitian sangat dibutuhkan dalam setiap penelitian yang bertujuan sebagai pisau analisis pada bab selanjutnya. Sesuai dengan judul penelitian ini penulis menggunakan teori kewenangan dan pertanggungjawaban.

1. Teori Kewenangan

Teori ini peneliti kemukakan dengan maksud untuk membahas dan menganalisis masalah tentang kewenangan Kepala desa dalam mengelola keuangan desa yang selanjutnya hasilnya dipertanggungjawabkan. Kewenangan yang diperoleh selalu disertai dengan tanggung jawab dari penerima kewenangan atau penerima pelimpahan kewenangan, karena setiap kekuasaan wajib dipertanggungjawabkan.

Pengertian kewenangan dalam Kamus Besar Umum Bahasa Indonesia diartikan sama dengan wewenang, yaitu hak dan kekuasaan untuk melakukan sesuatu.17

Sememntara menurut Philipus M. Hadjon, kewenangan membuat keputusan hanya dapat diperoleh dengan dua cara, yaitu dengan atribusi atau delegasi. Atribusi adalah wewenang yang melekat pada suatu jabatan.18

Philipus menembahkan bahwa “berbicara tentang delegasi dalam hal ada

pemindahan/pengalihan suatu kewenangan yang ada. Apabila kewenangan itu

16

Snelbecker, dikutip dalam Lexy J. Moleong,Metode Penelitian Kualitatif(Bandung: Penerbit PT. Remana Rosdakarya), 1990.

17

WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1987), 1150.

18

(22)

13

kurang sempurna, berarti bahwa keputusan yang berdasarkan kewenangan itu tidak sah menurut hukum”.19 Sedangkan menurut Indroharto berpendapat dalam arti yuridis: pengertian wewenang adalah kemampuan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan untuk menimbulkan akibat-akibat hukum.20

Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2015 tentang administrasi Pemerintahan pada pasal 8 berbunyi :

Ayat (1) Setiap Keputusan dan/atau Tindakan harus ditetapkan dan/atau dilakukan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang berwenang.

Ayat (2) Badan dan/atau pejabat Pemerintahan dalam menggunakan wewenang wajib berdasarkan:

a. Peratutan perundang-undangan; dan

b. AUPB (Asas-asas umum pemerintahan yang baik)

Ayat (3) Pejabat Administrasi Pemerintahan dilarang menyalahgunakan Kewenangan dalam menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan.

Dalam judul ini membahas tentang kewenangan Kepala desa dalam mengelola keuangan desa, berharap kepala desa mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagai pemimpin di desanya. Kepala desa dalam mengelola keuangan desa dibantu oleh para perangkat desa lainnya sehingga tercipta penyelenggaraan pemerintahan yang baik. Sebagaimana telah tersebut

19

Ibid., 132. 20

(23)

14

dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2015 Pasal 10 bahwa:

Ayat (1) AUPB yang dimaksud dalam Undang-undang ini meliputi asas: a. Kepastian hukum;

b. Kemanfaatan; c. Ketidakberpihakan; d. Kecermatan;

e. Tidak menyalahkan kewenangan; f. Keterbukaan;

g. Kepentingan umum; dan h. Pelayanan yang baik.21

21

yang dimaksud dengan AUPB kepastian hukum adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan ketentuan peraturan perundang-undangan, keatuhan, keajegan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan pemerintahan.

Asas kemanfaatan adalah: manfaat yang harus diperhatikan secara seimbang antara : (1) Kepentingan individu yang satu dengan kepentingan individu yang lain; (2) Kepentingan individu dengan masyarakat;

(3) Kepentingan warga masyarakat dan masyarakat asing

(4) Kepentingan kelompok masyarakat yang satu dengan kepentingan kelompok massyarakat yang lain;

(5) Kepentingan pemerintahan dengan warga masyarakat;

(6) Kepentingan generasi yang sekarang dan kepentingan generasi mendatang; (7) Kepentingan manusia dan ekosistemnya;

(8) Kepentingan pria dan wanita.

Asas ketidakberpihakan adalah asas yang mewajibkan Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan dengan mempertimbangkan kepentingan para pihak secara keseluruhan dan tidak diskriminatif.

Asas Kecermatan adalah asas yang mengandung arti bahwa suatu Keputusan dan/atau Tindakan harus didasarkan pada informasi dan dokumen yang lengkap untuk mendukung legalitas penetapan dan/atau pelaksanaan keputusan dan/atau Tindakan sehingga Keputusan dan/atau Tindakan yang bersangkutan dipersiapkan dengan cermat sebelum Keputusan dan/atau Tindakan tersebut ditetapkan dan/atau dilakukan.

(24)

15

Dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 ini pemerintah pusat (pemerintah daerah Kabupaten/kota) menyerahkan hak otonomi seluruhnya kepada seluruh desa, sehingga kepala desa berkewajiban mengurus rumah

tangganya sendiri sesuai bunyi pasal 75 ayat (1) “Kepala desa adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa”.

Setiap wilayah baik kabupaten/kota sampai tingkat desa tentu mendapat anggaran dari pemerintah pusat yang disebut Dana Desa, sebagaimana dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2014 pada Pasal 5 ayat 2: Pengalokasian Dana Desa dihitung berdasarkan jumlah Desa dan dialokasikan dengan memperhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis. Tujuan adanya dari anggaran tersebut adalah untuk pembangunan kota/desa sesuai Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 pasal 78 ayat 1 berbunyi: ”Pembangunan Desa bertujuan meningkatkan

kesejahteraan masyarakat Desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana Desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkukangan secara

berkelanjutan”. Dengan adanya anggaran dana untuk desa sebagai upaya bahwa pemerintah daerah memberikan/melimpahkan sebagian tugas/wewenangnya kepada desa, tentu hal ini akan menjadi tanggung jawab

pemerintahan dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara.

Asas kepentingan Umum adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan dan kemanfaatan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, selektif, dan tidak diskriminatif.

(25)

16

kepala desa untuk mengurus perencanaan, penyusunan, serta pengelolaan dalam penggunaan rencana keuangan desa.

Landasan Filosofis dari terbentuknya Undang-undang Nomor 6 tahun 2014 merupakan peraturan yang dibentuk oleh pemerintah pusat yang mempertimbangkan pada pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang tertuang dalam pancasila dan pembukaan UUD 1945. 22

2. Teori Pertanggungjawaban

Teori ini peneliti kemukakan dengan tujuan untuk membahas dan menganalisis masalah tentang pertanggungjawaban Kepala desa sebagai pihak yang diberi tugas dari pusat untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri yaitu otonomi keuangan desa.

Pertanggungjawaban adalah keadaan, wajib menanggung segala sesuatunya (kalau ada sesuatu hal, boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan dan sebagainya). Sebagaimana dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 Pasal 26 (ayat 1) bahwa Kepala desa merupakan orang yang bertugas menyelenggarakan Pemerintahan Desa, melaksanakan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatn desa, dan pemberdayaan masyarakat desa. Dalam konteks ini kepala desa akan mengurus segala urusan yang berkaitan dengan desa.

22

(26)

17

Prinsip tentang tanggung jawab merupakan hal yang sangat penting dalam segala aspek hukum. Ada dua istilah yang menunjuk pada pertanggungjawaban dalam kamus hukum, yaitu Liability dan Responsibility.

Liability merupakan istilah hukum yang luas yang menunjuk hampir

semua karakter resiko atau tanggung jawab, yang pasti, yang bergantung atau yang mungkin meliputi semua karakter hak dan kewajiban secara aktual atau potensi seperti kerugian, ancaman, kejahatan, biaya atau kondisi yang menciptakan tugas untuk melaksanakan undang-undang.

Responsibility berarti hal yang dapat dipertanggungjawabkan atas suatu

kewajiban, dan termasuk putusan, ketrampilan, kemampuan dan kecakapan meliputi juga kewajiban bertanggung jawab atas undang-undang yang dilaksanakannya. Pengertian dan penggunaan praktis istilah liabilty menunjuk pada pertanggungjawaban hukum, yaitu tanggung gugat akibat kesalahan yang dilakukan oleh subyek hukum, sedangkan istilah responsibilty menunjuk pada pertanggungjawaban politik.23

Kepala desa sebagai peran utama dalam menggunakan dan mengendalikan keuangan desa, tentu mempunyai pertanggungjawaban terhadap perbuatan hukumnya yang dilakukannya.

Dalam penelitian ini, peneliti akan mengguanakan Teori liability dan

responsibility sebagai alat untuk menganalisis pertanggungjawaban Kepala desa

terhadap pengelolaan keuangan desa, apakah kepala desa sudah melaksanakan

23

(27)

18

tanggung jawabnya sebagai pengelola keuangan desa sesuai yang diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014.

G. Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian yang berjudul “Kewenangan Kepala desa Terhadap Pengelolaan Keuangan Desa Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa Menurut Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 (Tinjauan ‘Urf), penelitian ini ada beberapa yang sudah pernah melakukan penelitian baik berupa tesis, karya ilmiah dan sebagainya, tetapi permasalahan yang diteliti berbeda. Diantaranya penelitian tersebut ditukis oleh :

1. Ahmad Aminuddin, S.H, 2010 Universitas Bengkulu. Fakultas Hukum

dengan judul : “Efektifitas Unit Pengelolaan Keuangan Desa (UPKD)

(28)

19

2. Sudiro, S.H., pada Tahun 2011. Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Unair) Surabaya. Dengan Judul “Implementasi Fungsi Penganggaran

DPRD Dalam Kerangka Otonomi Daerah” (Studi Kasus Kabupaten

Konawe Utara). Dalam hasil yang ditemukan dari tesis ini sesuai dengan rumusan yang ditulis yaitu bagaimana fungsi penganggaran DPRD berdasarkan peraturan perundang-undangan, bahwa pemberian anggaran yang sangat besar dikabupaten Konawe Utara, pihak pemerintah Konawe sudah melaksanakan anggaran yang telah diberikan oleh pemerintah pusat dengan melibatkan seluruh perangkat pemerintah Konawe dengan sistem efektifitas kerja yang maksimal. Fungsi anggaran tersebut dibuat untuk anggaran operasional seperti pos anggaran tunjangan kesehatan, tunjangan rumah, tunjangan bensin dan tunjangan perjalanan dinasserta kegiatan lainnya yang berupa fasilitas dewan lainnya.

(29)

20

secara periodik pada tiga bulan sekali ini dilaporkan kepada BPD selaku wakil masyarakat dan juga pihak kecamatan selaku pimpinan. Sehingga Efektivitas pengelolaan keuangan desa di Desa Seling banyak dipengaruhi oleh faktor kepemimpinan dari Kepala desa.

H. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan jenis atau metode penelitian hukum normatif. Menurut pendapat Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji penelitian hukum normatif sering disebut juga penelitian hukum kepustakaan, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder.24 Selain disebut penelitian hukum kepustakaan juga disebut sebagai penelitian hukum doktrinal. Dalam penelitian jenis ini acapkali hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas.25

Sedangkan menurut Mukti Fajar ND dan Yulianto Ahmad mengatakan penelitian hukum normatif adalah penelitian yang meletakkan hukum sebagai sistem norma, sistem norma yang dimaksud adalah mengenai asas-asas, norma, kaidah dari peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, perjanjian serta doktrin (ajaran).26

Sehingga definisi penelitian hukum dapat dirumuskan sebagai penelitian yang mengkaji dan menganalisis norma-norma hukum dan bekerjanya hukum

24

Ibid., 12.

25

Amiruddin dan H. Zainal Asikin,Pengantar Metode Pnelitian Hukum(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004), 118.

26

(30)

21

dalam masyarakat yang didasarkan pada metode, sistematika, pendekatan dan pemikiran tertentu termasuk pemeriksaan secara mendalam.

Tidak banyak berbeda dengan penelitian-penelitian ilmu pengetahuan yang lain, dalam penelitian hukum ini pada umumnya memiliki beberapa tujuan sebagai berikut:

a. Mendapatkan pengetahuan tentang gejala hukum sehingga dapat merumuskan masalah,

b. Memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam mengenai suatu gejala hukum sehingga dapat merumuskan hipotesa,

c. Menggambarkan secara lengkap aspek hukum dari suatu keadaan, perilaku pribadi, dan perilaku kelompok.27

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif (normative legal

research), yakni penelitian yang dilakukan dengan cara mengkaji peraturan

perundang-undangan yang berlaku atau diterapkan dalam suatu permasalahan hukum tertentu. Penelitian normatif seringkali disebut dengan penelitian doktrinal, yakni penelitian yang objek kajiannya adalah dokumen peraturan perundang-undangan dan bahan pustaka.28

Soerjono Soekanto menyajikan pengertian penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan sebagai suatu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka.29 Pengertian

27

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum,49.

28

Soejono, Metode Penelitian Hukum(Jakarta: Rineka Cipta, 2003), 56

29

(31)

22

tersebut hanya terbatas pada bahan pustaka yang digunakan dalam penelitian. Namun pada hakikatnya penelitian normatif merupakan penelitian yang mengkaji dan menganalisis tentang norma-norma hukum yang telah ditetapkan oleh pejabat yang berwenang.

Penelitian hukum senantiasa harus diserasikan dengan disiplin hukum yang merupakan suatu sistem ajaran tentang hukum sebagai norma dan kenyataan. Pada penelitian hukum normatif, bahan pustaka merupakan data dasar yang dalam ilmu penelitian digolongkan sebagai data sekunder. Data sekunder tersebut memiliki ruang lingkup yang sangat luas, meliputi surat-surat pribadi, buku-buku harian, buku-buku, sampai pada dokumen-dokumen resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah.30

2. Pendekatan Penelitian

Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan pendekatan. Dengan pendekatan tersebut, peneliti akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabnya. Pendekatan pendekatan yang digunakan didalam penelitian hukum diantaranya adalah pendekatan undang-undang (statute approach), Pendekatan kasus (Case

approach), Pendekatan Historis (Historical approach), pendekatan komparatif

(comparative approach) dan pendekatan konseptual (conseptual approach).

Peneliti dalam penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan

(statute approach) atau Yuridis normatif. Pendekatan yuridis normatif ini

dilakukan dengan menelaah semua Undang-undang dan regulasi yang bersangkut

30

(32)

23

paut dengan isu hukum yang sedang ditangani dan akan membuka kesempatan bagi peneliti untuk mempelajari adakah konsistensi dan kesesuaian antara suatu undang-undang dengan undang-undang yang lainnya atau antara undang-undang dan Undang-Undang Dasar atau regulasi dan Undang-Undang. Sehinnga hasil dari telaah tersebut merupakan suatu argumen untuk memecahkan isu yang dihadapi.31

Definisi peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum. Dari pengertian tersebut secara singkat dapat dikatakan bahwa yang dimaksud sebagai statute adalah berupa legislasi dan regulasi. Jika demikian, pendekatan peraturan perundang-undangan adalah pendekatan dengan menggunakan legislasi dan regulasi. Maka seperti produk hukum berupa keputusan yang diterbitkan oleh pejabat administrasi tidak dapat digunakan dalam pendekatan ini.32

Oleh karena dalam pendekatan perundang-undangan tidak hanya melihat pada bentuk peraturan perundang-undangannya saja, melainkan juga menelaah materi muatannya, maka juga diperlukan mempelajari dasar ontologis (alasan lahirnya undang-undang), landasan filosofis undang-undang dan ratio legis dari ketentuan undang-undang. Maka pendekatan undang-undang merupakan pendekatan yang digunakan untuk mengkaji dan menganalisis semua undang-undang dan pengaturan yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani.

31

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, 133.

32

(33)

24

3. Sumber Hukum (Bahan Hukum)

Penelitian hukum Normatif ini dalam pengambilan sumber hukumnya meliputi bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Akan tetapi jenis penelitian ini sepenuhnya menggunakan data sekunder (bahan kepustakaan) yang dalam penyusunan kerangka teoritis tidak diperlukan sedangkan kerangka konseptualnya mutlak diperlukan.33 Sumber data Primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat yang akan diteliti. Sumber data primer disebut juga dengan data dasar atau data empris. Sedangkan data sekunder merupakan data yang diperoleh dari bahan kepustakaan atau literatur yang mempunyai hubungannya dengan objek penelitian. Dalam penelitian hukum normatif maka sumber data yang utama adalah berasal dari data kepustakaan.34 Dalam penelitian hukum, data sekunder mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier.

Bahan hukum primer merupakan bahan-bahan hukum yang mengikat dan terdiri dari norma dasar, peraturan dasar, peraturan perundang-undangan, bahan hukum yang tidak dikodifikasikan seperti hukum adat, yurisprudensi, traktat dan bahan hukum dari zaman penjajahan yang sampai saat ini masih berlaku seperti KUHP dan KUH Perdata. Bahan hukum sekunder merupakan penjelasan atas bahan hukum primer seperti rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum dan lain sebagainya. Bahan hukum tertier merupakan bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan

33

Amiruddin dan H. Zainal Asikin, Op Cit., 119.

34

(34)

25

hukum primer dan sekunder misalnya kamus, ensiklopedia, dan indeks kumulatif.35

Sumber yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum sekunder (data yang diperoleh dari bahan kepustakaan atau literatur yang mempunyai hubungan dengan objek penelitian) yang berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yaitu antara lain;

a. Bahan Hukum Primer

Bahan Hukum Primer, yaitu bahan yang mempunyai kekuatan mengikat bagi setiap individu atau masyarakat, baik yang berasal dari perundang-undangan maupun literature yang terkait dengan permasalahan dalam penelitian.36 Adapun sumber bahan hukum primer yang dipakai dalam penelitian ini berasal dari:

1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah 3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah 4) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa

5) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 serta undang-undang dan peraturan-peraturan lainnya yang berhubungan dengan Desa

6) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan

7) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

35

Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, 12-13.

36

(35)

26

8) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2015 tentang Peubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan Hukum Sekunder, yaitu semua publikasi tentang hukum yang merupakan dokumen tidak resmi.37Publikasi tersebut merupakan petunjuk atau penjelasan mengenai bahan hukum primer atau bahan hukum sekunder sendiri yang terdiri dari buku literatur, karya ilmiah (makalah atau tesis), majalah, Tabloid, jurnal, peraturan-peraturan, laporan-laporan serta bahan-bahan lain yang berhubungan dengan penelitian.38

c. Bahan Hukum Tertier 1) Kamus, dan 2) Ensiklopedia

4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Mengenai teknik yang terapkan dalam pengumpulan bahan hukum yang diperlukan adalah dengan cara mengumpulkan dan menginventarisasi bahan hukum primer yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti, yang selanjutnya diklasifikasikan menurut kelompoknya sesuai dengan hierarki peraturan perundang-undangan. Sedangkan terhadap bahan hukum sekunder dikumpulkan dengan menggunakan telaahan kepustakaan (study dokument). Studi dokumenter

37

Ibid, 54.

38

Seorjono Soekanto & Sri Mahmudi, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat

(36)

27

merupakan studi yang mengkaji tentang berbagai dokumen-dokumen, baik yang berkaitan dengan peraturan perundang-undangan maupun dokumen-dokumen yang sudah ada. Data yang sudah diperoleh dari bahan hukum tersebut kemudian dikumpulkan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Seleksi data; pemeriksaan data untuk mengetahui kelengkapannya atau kekurangannya, apakah sudah sesuai untuk keperluan penelitian,

b. Klasifikasi data; pengelompokan data kemudian menempatkannya sesuai dengan bidang pembahasan agar mempermudah dalam proses menganalisis, dan

c. Sistematika data; penyusunan data berdasarkan pada sistematika yang ditetapkan dalam metode penelitian.39

5. Teknik Analisisa Bahan Hukum

Sedangkan dalam teknik teknik pengumpulan data dalam penelitian hukum normatif lebih mengkaji dan mengumpulkan data dokumenter. Data dokumenter ini merupakan studi yang mengkaji tentang berbagai dokumen dokumen, baik yang berkaitan dengan peraturan perUndang-undangan maupun dokumen dokumen yang sudah ada. Sebagai data pendukung dalam penelitian ini peneliti juga melakukan interview kepada pihak pihak yang terlibat langsung yang ditugaskan dibidang tata pemerintahan yang menangani keuangan desa. Dalam penelitian ini sesuai dengan judul penelitian maka mengacu pada Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa.

39

(37)

28

Untuk analisis data penelitian ini menggunakan analisis kualitatif yaitu data yang tidak menggunakan angka, melainkan memberikan gambaran gambaran (deskripsi) dengan kata kata atas temuan, dan kerenanya lebih mengutamakan mutu/kualitas dan bukan kuantitaif.40

I. SISTEMATIKA PEMBAHASAN

BAB I : PENDAHULUAN, yang memuat Latar belakang masalah, ruang lingkup/identifikasi, rumusan asalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kerangka teoritik, penelitian terdahulu, metode penelitian dan sistematika pembahasan.

BAB II : KAJIAN PUSTAKA yang membahas hal hal yang berkaitan dengan struktur dalam pemerintahan desa yaitu: Konsep dasar tentang pemerintahan, konsep dasar otonomi, struktur/organisasi pemerintah desa, serta tinjauan umum pengelolaan keuangan desa

dalam perspektif ‘urf.

BAB III : PEMBAHASAN Tugas dan Kewenangan Kepala desa dalam proses penyelenggaraan pemerintahan desa yang berisi tentang pertanggungjawaban kepala desa terhadap pengelolaan keuangan desa yang berasal dari APB Daerah yang disalurkan melalui APB Desa. Kemudian menjelaskan tentang konsekuensi yuridis mal-administrasi terhadap pengelolaan keuangan desa serta

40

(38)

29

pengelolaan keuangan negara pada masa kekhalifahan ‘Umar bin

Khattab, R.A.

BAB IV : ANALISIS, bab ini menjelaskan tentang pertanggungjawaban kepala desa terhadap pengelolaan keuangan desa menurut Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014, Akibat yang timbul ketika terjadi mal-administrasi terhadap pengelolaan keuangan desa menurut Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 dan pengelolaan

keuangan desa dalam kajian‘Urf.

BAB V : PENUTUP berisi Kesimpulan dan Saran.

(39)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Pemerintahan

1. Pengertian Pemerintahan

Jika dilihat dari pendekatan segi bahasa kata “pemerintah” atau

“pemerintahan”, kedua kata tersebut berasal dari kata “perintah” yang berarti

sesuatu yang harus dilaksanakan. Di dalam kata tersebut terkumpul beberapa

unsur yang menjadi ciri khas dari kata “perintah”:

1. Adanya “keharusan”, menunujukkan kewajiban untuk melaksanakan apa

yang diperintahkan;

2. Adanya dua pihak yang memberi dan yang menerima perintah;

3. Adanya hubungan fungsional antara yang memberi dan yang menerima perintah;

4. Adanya wewenang atau kekuasaan untuk memberi perintah;

“Perintah” atau “pemerintahan” dalam bahasa Inggris dipergunakan kata

government” kata yang berasal dari suku kata “to govern”. Tetapi “perintah”

disalin dengan “to order” atau “to command” dengan lain kata “to command

tidak diturunkan dari “to govern”.

Dari keempat ciri khas dari kata perintah diatas mempunyai makna/ pengertian yaitu: “keharusan” berarti dituangkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan; adanya “wewenang” berarti menunjukkan syahnya perintah

(40)

31

Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan Pasal 1 (angka 5) adalah hak yang dimiliki oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Demikian juga kata

“memerintah” daiartikan sebagai menguasai atau mengurus negara atau daerah

sebagai bagian dari negara. maka kata “pemerintah” berarti kekuasaan untuk

memerintah suatu negara.1

Pada umumnya yang disebut dengan “pemerintah” adalah sekelompok

individu yang mempunyai wewenang tertentu untuk melaksanakan kekuasaan yang dalam arti ini melaksanakan wewenang yang sah dan melindungi serta meningkatkan tarap hidup masyarakat melalui perbuatan dan pelaksanaan berbagai keputusan.2 Sebagaimana dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan Pasal 1 (angka 2) bahwa fungsi pemerintahan adalah fungsi dalam melaksanakan administrasi Pemerintahan yang meliputi tugas pengaturan, pelayanan, pembangunan, pemberdayaan dan perlindungan.

Pemerintahan desa yang dimaksud dalam Undang-undang Nomor6 Tahun 2014 dijelaskan bahwa : Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.3

1

Bayu surianingrat, Mengenal Ilmu Pemerintahan (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1992), 9-10.

2

Ibid., 11.

3

(41)

32

2. Pemerintah Desa

Pemerintahan Desa menurut IGO (Inlansche Gemeente Ordonnantie) adalah peraturan zaman penjajahan yang umurnya panjang, artinya bahwa berlakunya peraturan tersebut jauh memasuki jaman R.I. Peraturan lain yang masih berlaku atau belum diganti ialah Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). IGO sengaja diuraikan meskipun secara singkat karena dijumpai sampai sekarang di Desa dalam kenyataan adalah menurut IGO dengan perubahan sekedarnya sebagai penyesuaian dengan keadaan dan perkembangan negara pada umumnya. Dikatakan oleh Kleintjes sebagai berikut:

Desa dibiarkan mempunyai wewenang untuk mengurus rumah tangga menurut kehendaknya, dibidang kepolisian maupun pengaturan tetapi dalam penyelenggaraannya Desa tidaklah bebas sepenuhnya. Desa diberi otonomi dengan memperhatikan peraturan yang dibuat oleh Gubernur Jenderal, Kepala Wilayah atau Pemerintah dari kesatuan masyarakat yang berdiri sendiri, yang ditunjuk dengan Ordonansi.

Kata Kleintjes merupakan bukti lagi bahwa Desa telah ada, telah berjalan baik, dengan organisasi pemerintahan yang berwibawa, mempunyai otonomi dan mempraktekkan demokrasi jauh sebelum kedatangan orang Belanda di Indonesia. Rapat desa yang berfungsi sebagai badan Legislatif memeliki kekuasaan tertinggi dan Kepala desa yang dipilih adalah ciri dari demokrasi di desa. Karenanya IGO. Hanya berupa pengakuan dan pemberian dasar hukum terhadap desa. Desa secara resmi menjadi badan hukum.4

Setiap tempat tinggal bersama menurut undang-undang dapat dijadikan desa. Tentunya ada beberapa syarat antara lain: luas daerah, banyaknya penduduk,

4

(42)

33

letak daerah, tingkat kehidupan (niaga, industri), kemmapuan untuk mengurus rumah tangga dst. Semula diragukan bahwa desa adalah suatu badan hukum. Tetapi dengan lahirnya IGO keragu-raguan tersebut menjadi hilang. Dengan demikian desa dapat melakukan berbagai perbuatan antara lain: memiliki kekayaan, mempunyai harta benda, bangunan, menyewa, membeli bahkan menjual sesuatu, dapat dituntut dan menuntut.5

Disebutkan bahwa:

“Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk

sebagai kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah Camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri

dalam ikatan Negara Kesatuan republik Indonesia”.6

Hal ini berbeda dengan keluruhan yang pada umumnya orang menyebutnya sama. kelurahan adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah Camat, yang tidak berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri.7

Struktur Pemerintah Desa disetiap Undang-undang mempunyai perbedaan, karena banyak Undang-undang yang mengkaji tentang Tata Pemerintahan Desa, di bawah ini bagan struktur Pemerintah Desa8

5

Ibid., 80.

6

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa Pasal 1.

7

Abdul Rajak Husain, Buku Pintar Tata Pemerintahan Republik Indonesia (Solo: Cv Aneka, 1994), 58.

8

(43)

34

Dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 bahwa Pemerintah Desa adalah Kepala desa atau yang disebut dengan anama lain dibantu peragkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.

Pemerintah desa adalah unsur penyelenggara desa, pemerintah desa terdiri atas kepala desa dan perangkat desa. Pemerintah desa mempunyai tugas pokok : 1. Melaksanakan urusan rumah tangga desa, urusan pemerintahan umum,

pembangunan dan pembinaan masyarakat.

2. Menjalankan tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten.9

Sedangkan organisasi pemerintahan desa terdiri dari :

9

Arenawati, Administrasi Pemerintahan Daerah, Sejarah, konsep dan penatalaksanaan di Indonesia (Yogjakarta: Graha Ilmu, 2014), 62.

UU NOMOR 5 Tahun

1979

PERMENDAGRI

NOMOR 1 Tahun 1991

PERDA TK. II

Penjabaran

SK. KDH. TK II

Penjabaran

1. Pemerintah Desa terdiri dari :

a. Kepala desa b. L M D

2. Pemerintah Desa dibantu oleh: a. Sekretaris Desa

b. Kepala Dusun

3. Sekretaris Desa terdiri dari a. Sekretaris Desa sebagai

pempinan

b. Kepala Kepala Urusan

(44)

35

a. Unsur pemimpin, yaitu Kepala desa

b. Unsur pembantu Kepala desa, yang terdiri dari,

1) Sekretaris desa, yaitu unsur staf atau pelayanan yang diketuai oleh sekretaris desa;

2) Unsur Pelaksana teknis, yaitu unsur pembantu kepala desa yang melaksanakan urusan teknis di lapangan seperti urusan pengairan, keagamaan, dan lain-lain.

3) Unsur kewilayahan, yaitu pembantu kepala desa di wilayah kerjanya seperti kepla dusun.

Struktur Organisasi Pemerintah Desa10

Pemerintah desa pada akhirnya menjelma sebagai organisasi korporatis yang menjalankan tugas pembantuan dari pemerintah, mulai dari tugas-tugas administratif. Dengan kalimat lain, desa memiliki banyak kewajiban ketimbang

10

Hanif Nurcholis, Pertumnthan & Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2011), 73.

Kepala desa BPD

Sekdes

Staf

Pelaksana Teknis Kepala

(45)

36

kewenangan, atau desa lebih banyak menjalankan tugas-tugas dari atas ketimbang menjalankan mandat dari rakyat desa.

Pemerintah desa dan masyarakat desa lambat laun bukanlah entitas yang menyatu secara kolektif seperti kesatuan masyarakat hukum, tetapi sebagai dua aktor yang saling berhadap-hadapan.11

Landasan pemikiran pengaturan pemerintahan desa adalah sebagai berikut: a. Keanekaragaman

Bahwa istilah desa dapat disesuaikan dengan asal usul dan kondisi sosial bidaya setempat, seperti nagari, negeri, kampung, pekan, lembang, pemusungan, hutan, bori atau marga. Penyelenggaraan pemerintah desa menghormati sistem nilai yang berlaku dalam adat istiadat dan budaya masyarakat setempat, namun harus tetap mengindahkan sistem nilai bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

b. Partisipasi

Penyelenggaraan pemerintah desa harus mampu mewujudkan peran aktif masyarakat, agar masyarakat mersa meliki dan turut bertanggung jawab terhadap perkembangan kehidupan bersama sebagai sesama warga desa.

c. Otonomi Asli

Memiliki makna bahwa kewenanagan pemerintah desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat didasarkan pada hak asal usul dan nilai nilai sosial budaya yang ada pada masyarakat setempat, namun harus diselenggarakan dalam prospektif administrasi modern.

11

(46)

37

d. Demokratisasi

Penyelenggaraan pemerintah desa harus mengakomodasi aspirasi masyarakat yang diartikulasi dan diagresi melalui Badan Perwakilan Desa (BPD) dan Lembaga Kemasyarakatan sebagai mitra pemerintah desa.

e. Pemberdayaan Masyarakat

Penyelenggaraan pemerintah desa diabdikan untuk meningkatkan tarap hidup dan kesejahteraan masyarakat melalui penetapan kebijakan, program dan kegiatan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat.12

2. Desa

Desa merupakan satuan pemerintahan di bawah kabupaten/kota. Desa tidak sama dengan kelurahan yang statusnya di bawah camat. Kelurahan hanyalah wilayah kerja lurah di baah camat yang tidak mempunyai hak mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat. Sedangakan desa atau yang disebut dengan nama lain adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.13

“Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat

12

Arenawati, Administrasi Pemerintahan Daerah, Sejarah, konsep dan penatalaksanaan di Indonesia. 63.

13

(47)

38

berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam

sistem pemerintahan Nasional dan berada di daerah Kabupaten”14

“Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas

wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan

Republik Indonesia”.15

Sebuah contoh nyata adalah apa yang diungkapkan dalam Pasal 200 ayat

(1) “Dalam pemerintahan daerah kabupaten/kota dibentuk pemerintahan desa

yang terdiri dari pemerintah desa dan badan permusyawatan desa”.16 Hal ini bermakna bahwa desentralisasi hanya berhenti di kabupaten/ kota, dan kemudian desa merupakan residu kabupaten/kota. Atau dengan kata lain desa hanya direduksi menjadi pemerintahan semata, dan desa berada dalam sistem pemerintahan kabupaten/kota.

Kenyataan ini bisa menjadikan seorang Bupati/ Walikota mempunyai cek kosong untuk mengatur dan mengurus desa secara luas. Melalui regulasi itu pemerintah selama ini menciptakan desa sebagai pemerintahan semu. Posisi desa tidak jelas, apakah sebagai pemerintah atau sebagai komunitas. Kepala desa memang memperoleh mandat dari rakyat desa, dan desa memang memiliki pemerintahan, tetapi bukan pemerintahan yang paling bawah, paling depan dan paling dekat dengan masyarakat.

14

Undang-undangNomor 22 Tahun 1999.

15

Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005. 16

(48)

39

Desa tumbuh dari komunitas yang menyelenggarakan urusannya sendiri,

self-governing community, kemudian diakui oleh pemerintah kolonial sebagai

kesatuan masyarakat hukum, dan akhirnya berkembang menjadi kesatuan masyarakat hukum adat. Sebagai kesatuan masyarakat hukum adat, desa telah memiliki lembaga yang mapan dan ajeg yang mengatur perikehidupan masyarakat desa yang bersangkutan. Berdasarkan Teer Haar, masyarakat hukum adat mempunyai tiga komponen yaitu: 1) sekumpulan orang yang teratur, 2) mempunyai lembaga yang bersifat ajeg dan tetap, dan 3) memiliki kekuasaan dan kewenangan untuk mengurus harta bendanya.17

Pemberlakuan otonomi daerah membuat desa dapat disebut dengan nama lain, misalnya di Sumatera Barat disebut dengan istilah nagari, di Aceh dengan istilah gampong, di Papua dan Kutai Barat, Kalimantan Timur disebut dengan istilah kampung. Begitu pula segala istilah dan institusi di desa dapat disebut dengan nama lain sesuai dengan karakteristik adat istiadat desa tersebut. Hal ini merupakan salah satu pengakuan dan penghormatan Pemerintah terhadap asal usul dan adat istiadat setempat.18

Dari pengertian Undang-Undang terbaru ini, eksistensi sebuah desa Desa bukanlah bawahan kecamatan, karena kecamatan merupakan bagian dari perangkat daerah kabupaten/ kota, dan desa bukan merupakan bagian dari perangkat daerah. Berbeda dengan Kelurahan, Desa memiliki hak mengatur wilayahnya lebih luas. Namun dalam perkembangannya, sebuah desa dapat diubah statusnya menjadi kelurahan.

17

Hanif Nurcholis, Pertumnthan & Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, 69.

18

(49)

40

Penjelasan di atas dikembangkan dengan beberapa kewenangan yang dimiliki oleh Desa, yaitu yang meliputi kewenangan di bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat istiadat Desa. Adapun beberapa kewenangan Desa adalah sebagai berikut di bawah ini:19

a. Menyelenggarakan urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa.

b. Menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa, yakni urusan pemerintahan yang secara langsung dapat meningkatkan pelayanan masyarakat.

c. Tugas pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota

d. Urusan pemerintahan lainnya yang diserahkan kepada desa.

Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa menegaskan komitmen politik dan konstitusional bahwa negara melindungi dan memberdayakan desa agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kokoh dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera.20

19

Pasal 18 dan 19 UU Nomor 6 Tahun 2014.

20

(50)

41

Tabel

Konsep Desa Pra dan Pasca Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014

Aspek Pra Pasca

Payung Hukum UU Nomor5/1979, UU 72/2004 PP.No 72/2005

UU Nomor 6/2014

Kedudukan Sebagai organisasi

pemerintahan yang berada dalam sistem perintahan kabupaten/ kota

Sebagai pemerintahan masyarakat.

Kebijakan Desa sebagai ojek

kebijakan maupun proyek dari atas

Desa sebagai arena dan wahana orang desa untuk menentukan

kebijakannya sendiri Posisi Kabupaten/kota Kabupaten/ kota

mempunyai kewenangan yang besar dalam mengatur dan mengurus desa

Kabupaten/ kota memmpunyai kewenangan yang terbatas

[image:50.612.128.514.153.633.2]
(51)

42

B. Konsep Dasar Otonomi

1. Otonomi Daerah

Secara etimologis istilah desentralisasi berasal dari bahasa latin yaitu de = lepas dan centerum = pusat, jadi berdasarkan peristilahannya desentralisasi adalah melepaskan dari pusat. Adapun istilah autonomie berasal dari bahasa Yunani autas = sendiri dan nomos = undang-undang ataupun perundangan itu sendiri (zelwetgeving).21

Juanda berpendapat perkembangan otonomi di Indonesia selain mengandung arti perundangan (regelingi) juga mengandung arti pemerintahan (bestuur).22 Oleh karenanya dalam membahas desentralisai berarti secara tidak langsung berkaitan erat dengan pembahasan mengenai otonomi. Hal ini disebabkan karena kedua hal tersebut merupakan satu rangkaian yang tidak terpisahkan terutama dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Desentralisasi sebenarnya telah lama dianut oleh Indonesia, secara historis asas desentralisasi dijalankan sejak zaman Belanda dengan adanya Undang-Undang Desentralisasi (decentrakisatie Wet).23Lebih jauh ia merupakan antitesa dari sentralisasi penyelenggaraan pemerintahan24. Desentralisasi merupakan sebuah mekanisme penyelenggaraan pemerintah yang menyangkut pola hubungan antara pemerintahan

21

RDH. Koseomahatmaja, Pengantar kearah sistim Pemerintahan Daerah Indonesia,Bina Cipta Bandaung, 1979, hal 14 sebagaimana dikutip oleh Juanda dalam Hukum Pemerintahan

Daerah, Bandung: PT. Alumni, 2004), 22. Lihat juga Victor M.Sitomorang dan Cormentya

SitanggangHukum Administrasi Negara, (Jakarta: Pustaka Harapan, t.th), 60.

22

Juanda, Hukum Pemerintahan Daerah, Bandung: PT. Alumni, 2004), 22.

23

H.W Widjaja, Otonomi Daerah dan Daerah Otonom(Jakarta: Grafindo Persada, 2002), 22.

24

(52)

43

nasional dan pemerintahan lokal.25 Van der Pot dan Donner berpendapat sebagaimana dikutip oleh Ridwan:

“Desentralisasi berarti peraturan dan pemerintahan tidak hanya

dijalankan dari pusat, tetapi dilaksanakan oleh pemerintah dan sejumlah organ lain, lembaga otonom. Desentralisasi itu dibedakan antara desentralisasi teritorial dan desentralisasi fungsional, yang pertama diwujudkan dalam badan-badan berdasarkan wilayah, yang kedua dalam bentuk badan-badan dengan tujuan tertentu”.26

Adapun otonomi adalah hak untuk mengatur dan mengatur rumah tangganya.27 Terkecuali dari pada itu, otonomi mempunyai makna kebebasan atau kemandirian (Zelfstandigheid), tetapi bukan kemerdekaan

(onafhankelijkheid)28. Kebebasan terbatas atau kemandirian itu adalah

wujud pemberian kesempatan yang harus dipertanggungjawabkan. Lebih jauh, dalam desentralisasi ada dua unsur yang membentuknya, yaitu keberadaan daerah otonom dan otonomi daerah (Penyerahan sejumlah fungsi pemerintahan kepada daerah tersebut.29

Adapun hal terpenting dari pada pemberian otonomi menurut Bagir Manan adalah bukan sekedar pemencaran penyelenggaraan pemerintahan untuk mencapai efisiensi dan efektifitas pemerintahan melainkan berhubungan dengan perwujudan tatanan administrasi Negara maupun dasar-dasar bernegara dan susunan organisasi Negara.30

25

Syaukani dkk, Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan, (Yogykarta: Pustaka Pelajar, 2002), xxii.

26

Ridwan, Diskresi & Tanggung Jawab Pemerintah(Yogyakarta: FH UII Press, 2014), 106.

27

Ibid, 67.

28

Ateng Syarifudin, Pasang surut Otonomi Daerah, Orasi Dies Natalis Unpar Bandung, 1983 hal 18 sebagaimana dikutip oleh Juanda dalam Hukum Pemerintahan…24.

29

H.W. Widjaja,Otonomi Daerah dan Daerah Otonom(Jakarta: Grafindo Persada, 2002), 22.

30

(53)

44

Kalangan ilmuwan mengidentifikasikan sejumlah alasan mengapa desentralisasi perlu dilaksanakan pada sebuah negara, yaitu antara lain: (1) dalam rangka peningkatan efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan, (2) sebagai wahana pendidikan politik dalam masyarakat, (3) dalam rangka menjaga keutuhan negara kesatuan (4) mewujudkan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintah yang dimulai dari daerah.31 Terkecuali dari pada itu, menurut Josef sebagaimana dikutip Juanda32 khususnya Indonesia yang mempunyai wilayah cukup luas serta jumlah penduduk yang banyak dengan segala heterogenitasnya tidak mungkin jika pemerintah pusat dapat secara efektif mampu menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan tanpa melibatkan perangkat daerah dan menyerahkan beberapa kewenangannya kepada daerah otonom.

Kaitannya dengan hal ini, Bagir Manan33 menyatakan bahwa mengingat kenyataan wilayah Negara dan kemajemukannya dan untuk memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada daerah-daerah dan berbagai kesatuan masyarakat hukum untuk berkembang secara mandiri dalam perumahan Negara Kesatuan Republik Indonesia, perlu dibentuk sendi penyelenggaraan pemerintahan baru yang lebih sesuai, yaitu desentralisasi yang berinti pokok atau bertumpu pada otonomi. Selain itu, arti penting desentralisasi bagi negara-negara modern merupakan kebutuhan mutlak dan tidak dapat dihindari dalam rangka efisiensi dan

31

Syaukani dkk, Otonomi Daerah..., xxii., Imam Mahdi, Hukum Tata Negara (Yogyakarta: Teras, 2011), 174-175.

32

Juanda dalam Hukum Pemerintahan..., 23.

33

(54)

45

efektifitas pendidikan, stabilitas, dan kesetaraan politik serta akuntabilitas publik34. Jadi esensinya agar persoalan yang kompleks yang dilatarbelakangi oleh berbagai faktor heteregonitas dan kekhususan daerah yang melingkunginya baik budaya, agama, adat istiadat dan luas wilayah bisa diselesaikan dengan baik oleh pemerintah pusat maupun daerah.35

2. Otonomi Desa

Penyelenggaraan pemerintahan desa tidak terpisahkan dari penyelenggaraan otonomi daerah. Pemerintahan desa merupakan unit terdepan (ujung tombak) dalam pelayanan kepada masyarakat serta tombak strategis untuk keberhasilan semua program. Karena itu, upaya untuk memperkuat desa (Pemerintah Desa dan Lembaga Kemasyarakatan) merupakan langkah mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat sebagai tujuan otonomi daerah.36 Penyelenggaraan Pemerintahan Desa merupakan sub sistem dari system penyelenggaraan pemerintahan, sehingga Desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya.

Otonomi desa yang merupakan otonomi asli telah diamanatkan dalam Konstitusi Republik Indonesia yakni dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18B ayat (2), yaitu sebagai berikut:

34

Ibid., 22-23.

35

Ibid., 114.

36

(55)

46

“Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang”.

Selanjutnya, Rozali Abdullah dalam bukunya menjelaskan bahwa Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang sekarang menjadi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008, juga mengakui hak otonomi asli yang melekat pada Desa. Dia mengatakan bahwa:

“Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 mengakui otonomi yang dimiliki oleh desa ataupun dengan sebutan lain. Otonomi desa dijalankan bersama-sama oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa sebagai perwujudan demokrasi”.37

Dalam wacana politik-hukum, dikenal adanya dua macam konsep hak berdasarkan asal usulnya. Masing-masing hak berbeda satu sama lainnya. Pertama, yaitu hak yang bersifat berian (hak berian), dan kedua adalah hak yang merupakan bawaan yang melekat pada sejarah asal usul unit yang memiliki otonomi itu (hak bawaan). Dengan menggunakan dua perbedaan ini, maka digolongkan bahwa otonomi daerah yang dibicarakan banyak orang dewasa ini adalah otonomi yang bersifat berian. Oleh Karena itu wacana bergeser dari hak menjadi wewenang (authority). Kewenangan selalu merupakan pemberian, yang selalu harus dipertanggungjawabkan. Selain itu, konsep urusan rumah tangga daerah

37

(56)

47

hilang diganti dengan konsep kepentingan masyarakat. Dengan demikian, otonomi daerah merupakan kewenangan pemerintahan daerah untuk mengatur kepentingan masyarakat di daerah.

Dalam Undang-Undang Dasar 1945, konsep hak yang bersifat

bawaan inilah yang melekat pada “daerah yang bersifat istimewa” yang

memiliki “hak asal-usul”. Karena itu, berbeda dengan “pemerintah daerah”, desa dengan otonomi desa yang muncul sebagai akibat diakuinya hak asal usul dan karenanya bersifat istimewa itu, memiliki hak

bawaan. Hak bawaan dari desa sebagai susunan asli itu setidaknya

mencakup hak atas wilayah (yang kemudian disebut sebagai wilayah hak ulayat), sistem pengorganisasian social yang ada di wilayah yang bersangkutan (sistem kepemimpinan termasuk didalamnya), aturan-aturan dan mekanisme-mekanisme pembuatan aturan di wilayah yang

bersangkutan, yang mengatur seluruh warga (“asli” atau pendatang) yang

tercakup di wilayah desa yang bersangkutan. Sedangkan pengertian otonomi desa sesuai dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang Kemudian diubah menjadi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah hanya disarikan secara tersirat dan tidak memberikan definisi secara umum.

(57)

48

sendiri sesuai dengan aspirasi masyarakatnya. Namun tetap berada dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pengakuan terhadap otonomi desa, tidak terlepas dari adanya hak asal-usul desa, karena desa telah ada sejak sebelum Kolonial Belanda Masuk Ke Indonesia. Pemberian Otonomi Kepada Desa, bukan hanya diberikan kepada desa yang definitif atau dengan kata lain Desa asli, melainkan pemberian otonomi desa juga di berikan oleh Undang-Undang baik itu Undang-Undang Dasar 1945 maupun Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah kepada Desa administratis.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 juga mengakui adanya otonomi yang dimiliki oleh desa ataupun sebutan lainnya dan kepada desa melalui pemerintah desa dapat diber

Gambar

Tabel

Referensi

Dokumen terkait

Nije proveravao zavoje samo zbog toga što je to bilo neophodno, već i zato što nije bio u stanju da naĊe reĉi za nešto. Posmatram ga

Berdasarkan kenyataan, adanya kesenjangan yang sangat besar antara kebutuhan sumberdaya manusia untuk peningkatan pembangunan pertanian berbasis agribisnis di daerah dan

Dua indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui risiko defisiensi seng pada suatu wilayah adalah persentase ketidakcukupan asupan seng dan persentase anak balita

Dengan mengunjungi lembaga penyalur KPR terlebih dahulu, setelah mengetahui kemampuan keuangan anda, anda tidak perlu membuang waktu untuk melihat rumah yang harganya

Berdasarkan survei awal yang dilakukan secara mandiri didapati bahwa beberapa depot air minum isi ulang (DAMIU) yang ada di Kota Tomohon masih belum melakukan pengolahan

Jika dihubungkan dengan kebutuhan pakan domba yang dinyatakan Kearl (1982) bahwa untuk kenaikan PBBH sebesar 25 gr/ekor/hari diperlukan konsumsi BK sebesar 360 g, maka pada

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : hasil belajar Mata Kuliah Pengembangan Bahasa Daerah yang diajar menggunakan metode role playing lebih baik dibandingkan

L1 Female Bahasa Inggris untuk Studi di Australia yang terdiri dari 26 pelajaran ini akan membantu anda mempersiapkan diri untuk belajar dan tinggal di Australia.. Sambil