• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN PADA SISWA TUNAGRAHITA RINGAN KELAS DASAR 1 SEKOLAH LUAR BIASA SEKAR TERATAI 1 SRANDAKAN BANTUL.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN PADA SISWA TUNAGRAHITA RINGAN KELAS DASAR 1 SEKOLAH LUAR BIASA SEKAR TERATAI 1 SRANDAKAN BANTUL."

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

i

SEKOLAH LUAR BIASA SEKAR TERATAI

1 SRANDAKAN BANTUL

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendididkan

Oleh :

Karin Martha Mikasari NIM. 08103244003

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR BIASA

JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

v MOTTO

Man Jadda Wa Jadda

Barang siapa bersungguh-sungguh akan mendapatkannya.

Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri”

(Terjemahan QS Ar Ra’ad: 11)

(6)

vi

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan skripsi ini untuk:

1. Ayah Ibuku tercinta, Bapak Sartono dan Ibu Tatun Rinawati 2. Almamaterku

(7)

vii

KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN PADA SISWA TUNAGRAHITA RINGAN KELAS DASAR 1

SEKOLAH LUAR BIASA SEKAR TERATAI I SRANDAKAN BANTUL

Oleh

Karin Martha Mikasari NIM : 08103244003

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan membaca permulaan siswa tunagrahita ringan kelas dasar I di SLB Sekar Teratai I Srandakan Bantul.

Metode penelitian yang digunakan penelitian deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan tes kemampuan membaca permulaan, observasi kemampuan membaca permulaan, wawancara dan dokumentasi. Analisis data yang digunakan deskriptif kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan membaca permulaan siswa tunagrahita ringan kelas dasar 1 Sekolah Luar Biasa Sekar Teratai 1 Srandakan Bantul belum optimal. Hal ini terbukti dalam hasil penelitian berdasarkan tes kemampuan membaca permulaan, observasi dan wawancara. Hasil penelitian tersebut dapat ditunjukkan dalam kemampuan membaca permulaan siswa tunagrahita ringan yang terbagi dalam 3 aspek yakni aspek membaca huruf alfhabet, membaca suku kata dan membaca kata. Kemampuan siswa PJ dalam aspek membaca huruf alfabet dalam kategori sangat baik. Hal ini diperjelas dengan kemampuan subyek yang dapat membaca 26 huruf alfabet besar dan kecil (Aa, Bb, Cc, Dd, Ee, Ff, Gg, Hh, Ii, Jj, Kk, Ll, Mm, Nn, Oo, Pp, Qq, Rr, Ss, Tt, Uu, Vv, Ww, Xx, Yy, Zz). Namun, dalam membaca beberap huruf kecil terentu masih ada yang terbalik seperti membaca huruf /b/ dibaca /d/ dan /c/ dibaca/e/. Kemampuan siswa dalam aspek membaca suku kata masih belum optimal. Hal ini dapat dilihat pada saat siswa membaca suku kata siswa masih pada tahap membaca satu suku kata. Kemampuan membaca ditunjukkan pada saat siswa membaca kata bola, siswa membaca dengan cara membaca satu per satu huruf /b/-/o/-/l/-/a/, kemudian siswa membaca huruf /b/-/o/ dibaca /bo/ dan huruf /l/-/a/ dibaca /la/. Pada aspek membaca kata siswa PJ masih membutuhkan bantuan orang lain, sehingga dalam membaca kata sederhana siswa belum optimal. Dalam hal ini dikarenakan siswa PJ masih sampai pada tahap membaca satu suku kata, dapat dilihat saat membaca kata bola siswa PJ belum mampu membaca kata bola dibaca /bola/ namun siswa PJ membaca kata bola yang dibaca /b/-/o/ jadi /bo/ dan /l/-/a/ jadi /la/.

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Syukur kepada Allah atas berkat, bimbingan, dan rahmatNya yang telah memberikan rahmat kemudahan dan kelancaran sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik. Tugas akhir yang berjudul “KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN PADA SISWA TUNAGRAHITA RINGAN KELAS D1 SEKOLAH LUAR BIASA SEKAR TERATAI I SRANDAKAN BANTUL” ini dapat terselesaikan dengan baik. Adapun penyusunan tugas akhir ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta.

Keberhasilan penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan terimakasih kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan untuk menempuh pendidikan.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta atas ijin, bantuan dan fasilitas yang telah diberikan selama penulis menempuh studi. 3. Ketua Jurusan Pendidikan Luar Biasa Universitas Negeri Yogyakarta yang

telah memberikan motivasi dalam menyelesaikan skripsi.

4. Ibu Dr. Ishartiwi selaku dosen pembimbing I penulisan skripsi, yang selalu sabar dalam memberikan masukan dan arahan selama proses pembuatan skripsi hingga terselesainya penulisan skripsi ini.

5. Ibu N. Praptiningrum, M. Pd selaku dosen pembimbing II penulisan skripsi, yang selalu sabar dalam memberikan masukan dan arahan selama proses pembuatan skripsi hingga terselesainya penulisan skripsi ini.

6. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Pendidikan Luar Biasa Fakultas Ilmu Pendidikan yang dengan hati dan ketulusan telah bersedia membimbing dan membagikan ilmunya kepada penulis.

(9)

ix

8. Siswa kelas dasar I SLB Sekar Teratai I Srandakan Bantul yang telah bersedia menjadi subyek dalam penelitian ini.

9. Keluarga besar PAUD TERPADU Putraputri Godean yang telah mendukung dan memberi semangat dalam penyelesaian skripsi ini.

10.Ayah, Ibu, Adik dan Keluarga besar yang selalu memberi dorongan dan semangat sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

11.Teman-teman PLB angkatan 2008 terimakasih atas persahabatan dan pengalaman hidup bersama selama ini.

12.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritikan yang sifatnya membangun demi penyempurnaan skripsi ini. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pendidikan khususnya Pendidikan Luar Biasa.

(10)

x A. Tinjauan tentang Tunagrahita Ringan ………... 9

1.Pengertian Anak Tunagrahita Ringan ………... 9

2.Karakteristik Anak Tunagrahita Ringan ………... 11

B. Tinjauan tentang Membaca Permulaan ………... 13

1.Pengertian Membaca Permulaan ………... 13

(11)

xi

Hal

Permulaaan Anak Tunagrahita Ringan …... 18

4.Metode Membaca Permulaan ... 21

5. Faktor yang mempengaruhi Kemampuan Membaca Permulaan Anak Tunagrahita Ringan ……... 24

C. Kajian tentang Membaca Permulaan bagi Siswa Tunagrahita Ringan Kelas D1 di SLB Sekar Teratai I Srandakan Bantul ……… 26

1. Pengertian Membaca Permulaan ……….. 26

2. Materi Pembelajaran Membaca Permulaan pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia ……….. 27

3. Kemampuan Membaca Permulaan pada Siswa Tunagrahita Ringan kelas D1 ……… 28

D. Kerangka Pikir …….……….. 29

F. Pertanyaan Penelitian ……… 30

(12)

xii

Hal

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian ……….. 40

B. Deskripsi Subyek Penelitian ……….. 41

C. Deskripsi Data Proses Pembelajaran Membaca Permulaan di kelas dasar 1 SLB Sekar Teratai I Srandakan Bantul ... 42

D. Deskripsi Data Kemampuan Membaca Permulaan ………….. 45

1. Deskripsi Data Kemampuan Membaca Huruf Alfabet Siswa Tunagrahita tipe Ringan Kelas Dasar 1 di SLB Sekar Teratai I Srandakan Bantul ... 45

2. Deskripsi Data Kemampuan Membaca Suku Kata Siswa Tunagrahita tipe Ringan Kelas Dasar 1 di SLB Sekar Teratai I Srandakan Bantul ... 46

3. Deskripsi Data Kemampuan Membaca Kata Siswa Tunagrahita tipe Ringan Kelas Dasar 1 di SLB Sekar Teratai I Srandakan Bantul ... 46

E. Analisi Data Kemampuan Membaca Permulaan Siswa Tunagrahita Ringan kelas dasar 1 SLB Sekar Teratai I Srandakan Bantul ... 47

F. Pembahasan Hasil Penelitian ………... 55

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ……… 62

B. Saran ………... 63

DAFTAR PUSTAKA ………... 65

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 1. Pembelajaran Bahasa Indonesia untuk kelas dasar 1

SDLB Khusus C ... 28 Tabel 2. Kisi-kisi Lembar Observasi ... 36 Tabel 3. Kisi-kisi Tes Kemampuan Membaca Permulaan ... 38 Tabel 4. Hasil Observasi Kemampuan Membaca Permulaan pada

Siswa Tunagrahita Ringan Kelas Dasar 1 Sekolah Luar Biasa

Sekar Teratai ISrandakan ………... 49 Tabel 5. Hasil Tahapan Kemampuan Membaca Permulaan pada Siswa

Tunagrahita Ringan Kelas Dasar 1 Sekolah Luar Biasa

Sekar Teratai I Srandakan ………... 51 Tabel 6. Hasil Observasi Kemampuan Membaca Kata pada Siswa

Tunagrahita Ringan Kelas Dasar 1 Sekolah Luar Biasa

Sekar Teratai I Srandakan ... 53 Tabel 7. Hasil Tes Kemampuan Membaca Permulaan pada Siswa

Tunagrahita Ringan Kelas Dasar 1 Sekolah Luar Biasa

Sekar Teratai I Srandakan ... 55

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

Lampiran 1. Lembar Observasi Kemampuan Membaca Permulaan

Siswa Tunagrahita tipe Ringan ... 68

Lampiran 2. Catatan Lapangan I ... 69

Lampiran 3. Catatan Lapangan II ... 71

Lampiran 4. Lembar Wwancara pada Guru ... 73

Lampiran 5. Lembar Wawancara pada Orangtua Siswa ... 74

Lampiran 6. Hasil Lembar Wawancara pada Guru ... 75

Lampiran 7. Hasil Lembar Wawancara pada Orangtua Siswa ... 76

Lampiran 8. Hasil Lembar Tes Kemampuan Siswa Tunagrahita tipe Ringan Kelas Dasar 1 SLB Sekar Teraratai Srandakan Bantul ... 77

Lampiran 9. Gambar Kegiatan Penelitian ... 79

Lampiran 10. Profil Sekolah Luar Biasa Sekar Teratai 1 Srandakan ... 83

(15)

1 A. Latar Belakang Masalah

Anak tunagrahita (Mohammad Effendi, 2006: 90) yaitu anak yang di identifikasi memiliki tingkat kecerdasan di bawah rata-rata, sehingga memerlukan layanan khusus dalam kebutuhan pendidikannya. Anak tunagrahita ini dapat dibagi dalam 3 klasifikasi, salah satunya adalah anak tunagrahita tipe ringan. Tetapi saat ini, istilah tersebut telah diganti oleh American Association on Intellectual Developmental Disorder (AAIDD) dengan istilah intellectual disability (disabilitas intelektual atau hambatan intelektual) atau intellectual developmental disorder (gangguan perkembangan intelektual). Menurut AAIDD, disabilitas intelektual atau tunagrahita adalah suatu disabilitas yang diderita sejak periode perkembangan yang ditandai dengan ketidakmampuan fungsi intelektual dan ketidakmampuan fungsi adaptif baik pada domain konseptual, sosial maupun praktis (American Psychiatric Association, 2013: 33).

(16)

2

Salah satunya pendidikan khusus tersebut adalah Sekolah Luar Biasa (SLB) untuk anak-anak yang menyandang tunagrahita baik tunagrahita mampu latih maupun mampu didik (ringan). Di Daerah Bantul salah satu sekolah yang secara khusus menangani anak-anak tunagrahita adalah SLB Sekar Teratai 1 Srandakan. Hal ini lebih diperjelas dalam pendapat yang dikemukakan oleh Maria J. Wantah (2007: 11) bahwa :

Kemampuan anak tunagrahita tipe ringan yang dikembangkan dari segi keterampilan diharapkan mampu melatih kemadirian agar tidak tergantung pada orang lain serta menjadi bekal hidup anak nantinya. Sedangkan, kemampuan yang dikembangkan dari segi akademik bagi anak tunagrahita tipe ringan dapat diberikan berupa kemampuan untuk membaca, menulis serta berhitung sederhana.

(17)

3

Aspek membaca mencakup membaca permulaan dan membaca lanjut (Amin, 1995: 206). Membaca permulaan merupakan komponen dari komunikasi tulisan. Dalam komunikasi tulisan, lambang-lambang bunyi bahasa atau huruf alpabet menjadi lambang-lambang bunyi bahasa diubah menjadi lambang-lambang tulisan atau huruf alphabet. Pembelajaran membaca yang diberikan bagi anak tunagrahita tipe ringan, seperti halnya pada anak yang normal tidak hanya untuk membekali anak pada saat belajar membaca di sekolah, namun dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari. Farida Rahim (2007: 1) menyatakan bahwa “kemampuan membaca sangat penting bagi setiap kehidupan, hampir setiap aspek kehidupan melibatkan kegiatan membaca”.

Menurut Desni Humaira (2012 : 97), untuk belajar membaca, anak tunagrahita tipe ringan harus menguasai/dapat bicara dan dapat memahami bahasa lain yang sederhana, didalam percakapan terjadilah proses mendengarkan, melihat dan gerak-gerakan. Selain itu anak juga harus memahami gambaran-gambaran atau lukisan-lukisan serta mengerti dan memahami mengenai lambang, simbol, dan sebagainya. Melatih permulaan membaca yang diutamakan ialah belajar melihat dan mendengarkan dengan baik, hanya dengan membaca coretan-coretan yang akhirnya akan menuju ke suatu bentuk yang sebenarnya.

(18)

4

pemalu, kurang kreatif dan inisiatif, perbendaharaan katanya terbatas, dan memerlukan waktu belajar yang relatif lama sehingga siswa sulit mengikuti dan memahami keterampilan membaca permulaan.

Berdasarkan hasil observasi terhadap pembelajaran membaca dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti pada bulan Juni 2015 di SLB Sekar Teratai Srandakan di kelas dasar I, ditemukan permasalahan yakni kemampuan membaca permulaan subyek yang berinisisal PJ dengan usia 8 tahun. Pada saat pembelajaran membaca permulaan, siswa malas-malasan sehingga materi pembelajaran yang diterima siswa kurang maksimal. Hal ini dapat dilihat pada saat belajar membaca, terkadang siswa ditengah pembelajaran menginginkan belajar yang lain seperti belajar matematika, menggambar dan lain sebagainya. Siswa memiliki kemampuan yang rendah dalam hal fokus pada saat pembelajaran, terkadang perhatian siswa masih terganggu dengan aktivitas di luar kelas. Siswa sering keluar masuk kelas saat pembelajaran membaca, sehingga siswa terlambat dalam menerima materi pembelajaran membaca permulaan.

(19)

5

menggunakan metode pembelajaran yang sesuai, maka siswa akan memperoleh layanan pendidikan yang sesuai dengan karakteristiknya sebagai siswa tunagrahita tipe ringan. Oleh karena itu, guru dalam menyampaikan materi menggunakan metode pembelajaran sehingga akan tercipta kegiatan belajar mangajar yang ramah, menyenangkan dan dapat memaksimalkan kemampuan membaca siswa tunagrahita tipe ringan.

Berdasarkan masalah yang ada dilapangan dan pemikiran-pemikiran di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang “Kemampuan membaca permulaan pada siswa tunagrahita ringan kelas D1 SLB Sekar Teratai 1 Srandakan Bantul”. Oleh karena itu peneliti tertarik mengkaji kemampuan membaca permulaan yakni kemampuan siswa dalam membaca huruf alphabet, kemampuan siswa dalam membaca suku kata, dan kemampuan siswa dalam membaca kata dan evaluasi pembelajaran membaca permulaan di SLB Sekar Teratai 1 Srandakan Bantul.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka permasalahan yang dapat diidentifikasi sebagai berikut :

1. Siswa tunagrahita tipe ringan kelas dasar 1 di SLB Sekar Teratai Srandakan Bantul memiliki sikap malas pada saat pembelajaran membaca permulaan. 2. Pada saat pembelajaran membaca permulaan berlangsung, siswa

(20)

6

menggambar dan lain sebagainya, sehingga materi pembelajaran yang diterima siswa belum maksimal.

3. Kemampuan siswa menerima materi pembelajaran membaca kurang maksimal, karena siswa sering terganggu dengan aktivitas di luar kelas. 4. Belum teridentifikasi kemampuan membaca permulaan khususnya pada

aspek membaca huruf alfabet, membaca suku kata dan membaca kata siswa tunagrahita ringan kelas dasar 1 di SLB Sekar Teratai Srandakan Bantul

C. Fokus Penelitian

Berdasarkan dengan identifikasi masalah yang telah dipaparkan di atas maka penelitian ini hanya membatasi satu masalah, yaitu yang sesuai dengan identifikasi masalah nomor 4, yakni Belum teridentifikasi kemampuan membaca permulaan khususnya pada aspek membaca huruf alfabet, membaca suku kata dan membaca kata siswa tunagrahita tipe ringan kelas dasar 1 di SLB Sekar Teratai Srandakan Bantul

D. Rumusan Masalah

(21)

7 E. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan kemampuan membaca permulaan dengan aspek kemampuan membaca huruf alphabet, membaca suku kata, dan membaca kata siswa tunagrahita tipe ringan dalam pembelajaran di kelas Dasar I SLB Sekar Teratai 1 Srandakan Bantul.

F.Manfaat Penelitian

1. Manfaat Praktis bagi guru dan siswa

a. Bagi siswa, hasil penelitian ini dapat membantu dalam mengkaji kemampuan membaca permulaan pada Anak Tunagrahita tipe Ringan b. Bagi guru, hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran

kemampuan membaca anak tunagrahita tipe ringan, sehingga dapat menggunakan metode pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan anak

2. Manfaat teoritis hasil penelitian ini sebagai salah satu informasi awal yang digunakan sebagai pertimbangan untuk pengembangan keilmuan PLB, terutama yang berhubungan dengan pembelajaran Membaca Permulaan pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia pada siswa tunagrahita tipe ringan.

G. Definisi Operasional

1. Anak Tunagrahita Ringan

(22)

8

normal seusianya. Siswa tersebut masih mampu diberikan pendidikan dengan layanan secara khusus, termasuk di dalamya pendidikan dalam pembelajaran membaca, menulis dan berhitung. Siswa tunagrahita tipe ringan dalam penelitian ini adalah siswa tunagrahita ringan yang berjumlah 1

siswa di kelas Dasar I di SLB Sekar Teratai I Srandakan Bantul.

2. Kemampuan Membaca Permulaan

(23)

9 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan tentang Anak Tunagrahita Ringan

1. Pengertian Anak Tunagrahita tipe Ringan

Anak tunagrahita merupakan kondisi dimana perkembangan usia tidak sesuai dengan perkembangan mental, hal ini karena perkembangan mental lebih rendah daripada perkembangan usia. Dalam kategori terbaru oleh AAIDD, tunagrahita tipe ringan tergolong dalam disabilitas intelektual dengan level keparahan menengah (mild level of severity). Penggolongan tersebut berdasarkan fungsi adaptif anak bukan skor IQ karena fungsi adaptif inilah yang menentukan tingkat dukungan seperti apa yang dibutuhkan dari anak tunagrahita (dalam American Psychiatric Associaton, 2013: 33). Di bawah ini ada beberapa pendapat tentang anak tunagrahita :

Moh. Effendi (2006: 9) mengemukakan bahwa anak tunagrahita yaitu anak yang diidentifikasi memiliki tingkat kecerdasan yang sedemikian rendah atau di bawah rata-rata, sehingga untuk mengerjakan tugas perkembangannya memerlukan bantuan atau layanan secara khusus, termasuk kebutuhan program pendidikan dan bimbingan.

AAMD atau American Association on Mental Deficiency (dalam Mumpuniarti 2007: 9) menyebut tunagrahita ringan dengan istilah mild mentally retarded dengan pengertian, “Mental retardation refers to significantly subaverage general intellectually functioning existing

concurrently with deficits in adaptive behavior, and manifested during the

(24)

10

fungsi intelektual umum di bawah rata-rata normal, dan terjadi bersamaan dengan kekurangan pada perilaku adaptif, kondisi ini ditampilkan selama periode perkembangan”.

W. Wantah (2007: 10) mengemukakan bahwa “berdasarkan data menunjukkan kira-kira 85% dari anak reterdasi mental tergolong mental ringan, memiliki IQ antara 50-75, dapat mempelajari keterampilan, dan akademik sampai kelas enam Sekolah Dasar”. Menurut Amin (dalam Wantah, 2007: 10) “anak tunagrahita ringan memiliki kemampuan berbicara, tetapi perbendaharaan kata-katanya sangat kurang”. Kurangnya perbendaharaan kata mengakibatkan anak tunagrahita tipe ringan kesulitan untuk berpikir abstrak, tetapi dapat mengikuti pendidikan dengan baik di SDLB, maupun di SLB-C. Anak masih dapat belajar membaca, menulis, dan berhitung sederhana serta dapat memperoleh penghasilan untuk dirinya sendiri dengan bimbingan dan pendidikan yang baik.

(25)

11

kebutuhan anak tunagrahita yakni memperkenalkan kosakata sederhana dalam pembelajaran bahasa Indonesia sehingga bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.

2. Karakteristik Anak Tunagrahita Ringan

a. Tingkat Intelektual atau Kecerdasan

Kemampuan intelegensi anak tunagrahita, pada umumnya di ukur berdasarkan tes Stanford Binet dan Skala Weschler (WISC). Di bawah ini tabel rincian klasifikasi anak tunagrahita, Blake (Sutjihati Somantri, 2007: 108) :

Tabel 2.1. Klasifikasi Anak Tunagrahita berdasar Derajat Keterbelakangannya (Sumber: Blake, 1976) Klasifikasi

IQ

Stanford Binet Skala Weschler

Ringan 68-52 69-55 Sedang 51-36 54-40 Berat 35-20 39-25

Sangat Berat <19 <24

Berdasarkan tabel klasifikasi anak tunagrahita tersebut, maka dapat dilihat kisaran IQ yang dimiliki oleh anak tunagrahita tipe ringan yaitu 68-52 skala binet dan 69-55 skala weschler. Kemampuan yang dimiliki anak tunagrahita pun dipengaruhi oleh IQ yang dimiliki.

Moh. Effendi (2006: 90), berpendapat bahwa :

(26)

12

menulis, mengeja dan berhitung, (2) menyesuaikan diri pada orang lain, dan (3) keterampilan sederhana untuk kepentingan kerja dikemudian hari.

b. Kemandirian dan Sosial

WHO (1996 : 2) memberikan deskripsi mengenai perkembangan sosial anak tunagrahita ringan, sebagaiberikut :

“... The main difficulties are usually seen in academic school work, and many have particular problems in reading and writing. However, mildly retarded people can be greatly helped by education designed to develop their skills and compensate for their handicaps. Most of those in the higher ranges of mental retardation are potentially capable of work demanding practical rather than academic abilities, including unskilled or semiskilled manual labour. In a sociocultural context requiring little academic achievement, some degree of mild retardation may not itself represent a problem.

(27)

13 c. Kepribadian

Anak yang merasa retarded tidak percaya terhadap kemampuannya, tidak mampu mengontrol dan mengarahkan dirinya sehingga lebih banyak bergantung pada pihak luar (external locus of control). Mereka tidak mampu untuk mengarahkan diri sehingga segala sesuatu yang terjadi pada dirinya bergantung pengarahan dari luar (Suparno dkk, 2007: 4.13).

Berdasarkan beberapa uraian yang telah dikemukakan tentang karakteristik anak tunagrahita tipe ringan, maka dapat ditegaskan bahwa karakteristik anak tungrahita tipe ringan adalah anak memiliki fisik tidak jauh berbeda dengan anak normal, namun kemampuan intelektual yang dimiliki di bawah rata-rata anak normal pada umumnya. Anak tunagrahita tipe ringan pun kurang mampu beradaptasi dengan lingkungan secara baik, terkadang anak masih membutuhkan orang lain karena anak belum mampu melakukan sesutu secara mandiri dalam hal tertentu. Selain itu, anak tunagrahita tipe ringan memiliki kepribadian yang bersifat tidak stabil.

B. Tinjauan tentang Membaca Permulaan

1. Pengertian Membaca Permulaan

(28)

14

memberikan definisi yang berbeda-beda. Hadgson(dalam Tarigan, 2008: 7) mengemukakan bahwa membaca ialah suatu proses yang dilakukan serta digunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang disampaikan penulis melalui media bahasa tulis. Selanjutnya Anderson(Tarigan, 2008: 7) berpendapat bahwa membaca adalah suatu proses kegiatan mencocokkan huruf atau melafalkan lambang-lambang bahasa tulis.

Segi linguistic menjelaskan bahwa membaca adalah suatu proses penyandian kembali dan pembacaan sandi (a recording and decoding process). Menurut Ahmad dan Darmiyati (2001: 56) membaca merupakan kemampuan berbahasa tulis. Pendapat senada juga diungkapkan oleh Farida (2008: 2), bahwa membaca adalah suatu proses menerjemahkan simbol tulis (huruf) ke dalam kata-kata lisan. Ada tiga istilah yang sering digunakan dalam proses membaca, yaitu recoding, decoding, meaning. Recoding merujuk pada kata-kata dan kalimat, kemudian mengasosiasikannya dengan bunyi-bunyi sesuai dengan tulisan yang digunakan, sedang proses decoding (penyandian) merujuk pada proses penerjemahan rangkaian grafis ke dalam kata-kata. Hal ini berlangsung pada kelas awal (I, II, III). Sementara proses meaning adalah keterampilan memahami makna yang lebih ditekankan pada kelas tinggi di sekolah dasar.

(29)

15

melalui media kata-kata dengan tujuan ingin mengetahui isinya. Membaca permulaan dalam penelitian ini menitik beratkan pada pengenalan huruf-huruf atau simbol-simbol bahasa tulis dan terampil dalam mengubah huruf tersebut menjadi suara.

2. Tujuan Kemampuan Membaca Permulaan

Membaca permulaan erat kaitanya dengan menulis permulaan, sebelum mengajarkan menulis guru terlebih dahulu mengenalkan bunyi suatu tulisan atau huruf yang terdapat pada kata-kata dalam kalimat. Kemampuan ini diajarkan di kelas-kelas rendah yang bertujuan menanamkankemampuan bahasa tulis (huruf) menjadi bahasa suara (bunyi).

Berikut ini adalah beberapa pendapat tentang tujuan pembelajaran membaca permulaan. Menurut Soejono (1983: 19), tujuan membaca permulaan secarasingkat dipaparkan sebagai berikut :

a. Mengenalkan pada para siswa huruf-huruf abjad, sebagai tanda suaraatau tanda bunyi.

b. Melatih keterampilan siswa untuk mengubah huruf-huruf dalam kata menjadi suara. Kata adalah lambang pengertian.

c. Pengetahuan huruf-huruf dalam abjad dan keterampilan menyuarakannya wajib dalam waktu singkat dapat dipraktekkan dalammembaca lanjut.

(30)

16 a. Pengenalan bentuk huruf

b. Pengenalan unsur-unsur linguistik (fonem/grafem, kata, frase, polaklausa, kalimat, dan lain-lain)

c. Pengenalan hubungan/korespondensi pola ejaan dan bunyi (kemampuan menyuarakan bahan tertulis atau to bark at print”)

d. Kecepatan membaca ke taraf lambat

Selanjutnya Munawir (2005: 140-141), berpendapat bahwa tujuan membaca permulaan dalam membaca teknis adalah proses decoding atau mengubah simbol-simbol tertulis berupa huruf atau kata menjadi system bunyi. Secara lebih operasional membaca teknis atau pengenalan kata menuntut kemampuan sebagai berikut :

a. Mengenal huruf kecil dan huruf besar

b. Mengucapakan bunyi (bukan nama) huruf, terdiri atas; 1) konsonan tunggal (b, d, h, k…)

2) vokal (a, i, e, o)

3) konsonan ganda (kr, gr, tr…) 4) diftong (ai, au, oi);

c. Mengabungkan bunyi membentuk kata (s a y a, i b u);

d. Variasi bunyi (/u/ pada kata “pukul”, /o/ pada “toko” dan“pohon”) e. Menerka kata menggunakan konteks;

(31)

17

Berdasarkan beberapa tujuan membaca permulaan yang telah dikemukakan di atas, dapat dijelaskan bahwa membaca permulaan bagi anak tunagrahita adalah: 1) mengenalkan pada siswa tunagarahita huruf-huruf kecil, sebagai tanda suara atau bunyi; 2) memberi pengetahuan dan keterampilan kepada siswa untuk menguasai teknik-teknik membaca yaitu melafalkan huruf menggabungkan bunyi membentuk suku kata menjadi kata dengan lafal tepat.

Membaca permulaan perlu diberikan pada anak tunagrahita ringanagar siswa memiliki kemampuan untuk memahami dan menyuarakan tulisan dengan intonasi yang wajar sebagai dasar untuk membaca lanjut. Hal ini mendukung anak tunagrahita ringan dalam melakukan aktivitas sehari-hari, misalnya membaca petunjuk jalan, nama toko, membaca label makanan, membaca label obat-obatan, sejumlah keamanan sosial dan lain sebagainya.

(32)

18

3. Tahapan Perkembangan Kemampuan Membaca Permulaan Anak

Tunagrahita Ringan

Kemampuan serta kematangan anak tunagrahita dalam membaca dipengaruhi oleh faktor-faktor persepsi dan memori. Persepsi dan memori merupakan proses mental yang berpusat di otak dan dimiliki oleh setiap individu, dengan adanya fungsi intlektual ini anak tunagrahita yang terbatas, mempengaruhi pada kemampuan mental lainya, di antaranya kemampuan presepsi dan memorinya.

Menurut Amin (1995: 197) satuan pendidikan luar biasa untuk tunagrahita ringan memiliki tugas perkembangan sesuai dengan usia kronologisnya sebagai berikut:

a. Anak yang berumur antara 4-6 tahun: umur kecerdasanya antara 2,5 – 4 tahun. Pada tingkat ini mengembangkan kemampuan fisik, mental dan sosial anak.

b. Anak yang berumur antara 7-12 tahun; umur kecerdasanya antara 5-9 tahun. Pada tingkat awal anak tunagrahita sudah merasa cukup siapuntuk mengikuti program fisik, sosial, dan akademik tapi belum cukup matang untuk elemen-elemen yang diperlukan untuk membaca. Maka anak belajar dengan melakukan permainan-permainan dan aktivitasaktivitas singkat.

(33)

19

d. Anak yang berumur antara 16-18 tahun. Umur kecerdasannya berkisar antara 10-12 tahun. Pada tingkat ini anak tunagrahita mempelajari untuk menambahkan tingkatan efisiean tool subject: yakni: membaca, menulis, dan berhitung, yang pelaksanaanya digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan uraian tersebut di atas maka kematangan tunagrahita dalam belajar membaca berkisar pada usia antara 13-15 tahun, umur kecerdasannya berkisar 9-11 tahun. Walaupun demikian perlu diingat bahwa selain terlambat perkembangan mental juga terbatas dalam kemampuan kecerdasannya. Selain itu kematangan ini banyak dipengaruhi oleh lingkungan. Subjek pada penilitian ini usia anak berumur 8 tahun: usia kecerdasannya berada antara 5-9 tahun yang berada pada SDLB kelas I.

Maka sesuai dengan kemampuan usia kecerdasannya siswa belum matang dalam keterampilan membaca sehingga diperlukan penyampain materi pembelajaran membaca permulaan dengan metode pembelajaran sesuai kemampuan anak.

Menurut Munawir (2005: 144) keterampilan membaca berkembang melalui beberapa tahap, yaitu:

1) Tahap Pertumbuhan Kesiapan Membaca

(34)

20 2) Tahap Awal Belajar Membaca

Pengajaran membaca pada tahap awal belajar membaca meliputi dua tahap yaitu membaca global, membaca unsur, dan membaca tanpa memikirkan unsur-unsurnya. Pada tahap membaca global, guru memperkenalkan kata-kata sederhana sebanyak-banyaknya (kosakata pandang) untuk diamati. Membaca unsur menyangkut membedakan kata-kata dan mencari asosiasi antara huruf dan bunyi.

3) Tahap Perkembangan Keterampilan Membaca

Tahap ini merupakan kelanjutan dari tahap membaca global dan membaca unsur dan juga disebut membaca tanpa memikirkan unsure-unsur. Pada tahap ini, anak mampu membaca kosakata sederhana secara otomatis sehingga tidak perlu lagi memperhatikan unsur-unsur setiap kata.

4) Tahap Penyempurnaan Keterampilan Membaca

Pada tahap ini kegiatan membaca tidak lagi ditekankan pada teknik membaca, tetapi sudah pada makna bacaan. Kegiatan membaca lebih ditekankan pada peningkatan kemampuan membaca pemahaman tingkat lanjut, keterampilan belajar dan kecepatan membaca.

(35)

21 4. Metode Membaca Permulaan

Metode pembelajaran bahasa merupakan langkah-langkah kerja pembelajaran bahasa yang harus dikuasai oleh guru; mencakup pemilihan, penentuan, dan penyusunan secara sistematis bahan yang diajarkan. Metode pembelajaran ditetapkan berdasarkan tujuan dan materi pembelajaran serta karakteristik siswa sehingga dapat membantu siswa memahami materi pembelajaran dan mencapai tujuan pembelajaran (Endang Supartini, 2001: 62).

Akhadiah (Darmiyati Zuchdi dan Budiasih, 2001: 61-66), mengemukakan bahwa dalam pembelajaran membaca permulaan, ada beberapa metode yang dapat digunakan antara lain :

a. Metode Abjad dan Metode Bunyi

Langkah-langkah pengajarannya pada metode abjad dan metode bunyi memiliki kesamaan. Perbedaanya terletak pada pengucapan atau cara mengeja huruf. pada metode abjad, huruf diucapkan sebagai abjad sedangkan metode bunyi huruf diucapkan sesuai dengan bunyinya. Langkah-langkahnya antara lain:

1) Mengenalkan/membaca beberapa huruf misal: m, n, a.

2) Merangkai huruf-huruf menjadi suku kata, misal: b-u bu d-i di

(36)

22

4) Merangkai kata menjadi kalimat-kalimat, misal: ini budi ini budi

b. Metode Kupas Rangkai Suku Kata dan Metode Kata Lembaga

Kedua metode ini dalam penerapannya menggunakan cara mengurai dan merangkaikan.

1) Metode kupas rangkai Suku kata Langkah-langkah sebagai berikut:

(1) Menguraikan kata menjadi suku kata, misal: mata ma-ta (2) Merangkai suku kata menjadi kata-kata, misal: ma-ta mata 2) Metode Kata Lembaga

Penerapannya menggunakan langkah-langkah sebagai berikut: (1) Mengenalkan kata, misal: bola

(2) Menguraikan kata menjadi suku kata, misal: bo – la (3) Menguraikan suku kata menjadi huruf, misal: b – o – l – a (4) Merangkai kembali huruf-huruf menjadi suku kata, misal: bo-la (5) Merangkai kembali suku kata menjadi kata, misal: bola

c. Metode Global

Dalam penerapannya menggunakan langkah-langkah sebagai berikut: (1) Membaca kalimat secara utuh di bawah sebuah gambar, misal: ini

bola

(2) Setelah hafal membaca dengan gambar, dilanjutkkan membaca tanpa gambar.

(37)

23

(4) Mengurai kata-kata menjadi suku kata-suku kata, misal: i-ni bo-la (5) Menguraikan suku kata-suku kata menjadi huruf-huruf, misal: i-n-i

b-o-l-a

d. Metode SAS (Struktural Analitik Sintetik)

Menurut Momo (Darmiyati Zuchdi dan Budiasih, 2001: 63-66) langkah-langkahnya sebagai berikut:

(1) Guru bercerita atau bertanya jawab dengan siswa disertai dengan gambar, misal: gambar ruang kelas.

(2) Membaca gambar-gambar, misal: meja, buku, guru, papan tulis. (3) Membaca kalimat-kalimat dibawah gambar-gambar, misal: ini buku,

ini kursi.

(4) Setelah hafal membaca dengan gambar dilanjutkan membaca tanpa gambar.

(5) Menganalisis dan mensintesiskan satu kalimat menjadi kata-kata, suku kata dan huruf, kemudian menjadi suku kata, kata-kata dan kalimat. Misalnya:

(38)

24

agar siswa tidak merasa jenuh atau bosan dengan materi pelajaran yang diberikan. Cara yang dapat ditempuh adalah dengan variasi penggunaan metode pembelajaran.

5. Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Membaca Anak Tunagrahita

tipe Ringan

Kemampuan membaca permulaan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yang perlu diperhatikan agar siswa mencapai prestasi belajar yang optimal. Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan membaca yang dikemukakan oleh beberapa ahli. Menurut Lamb dan Arnold (dalam Rahim 2008: 16-19) faktor yangmempengaruhi membaca permulaan adalah sebagai berikut:

a. Faktor Fisiologis

Faktor fisiologis mencakup kesehatan fisik, pertimbangan neurologis, dan jenis kelamin. Kelelahan juga merupakan kondisi yang tidak menguntungkan bagi anak belajar, khususnya belajar membaca. b. Faktor Intelektual

(39)

25 c. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan juga mempengaruhi kemajuan membaca siswa. Faktor lingkungan itu mencakup: (1) latar belakang dan pengalaman siswa di rumah, (2) sosial ekonomi keluarga siswa.

d. Faktor Psikologis

Faktor psikologis lain yang juga mempengaruhi kemajuan kemampuan membaca anak adalah faktor psikologis. Faktor ini mencakup: (1) motivasi, (2) minat, dan (3) kematangan sosial, emosi, dan penyesuain diri.

Hal senada dikemukakan Mecer seperti yang dikutip Mulyono (2003: 201) yakni terdapat delapan faktor yang mempengaruhi keberhasilan membaca, yaitu; (1) kemampuan mental, (2) kemampuan visual, (3) kemampuan mendengarkan, (4) kemampuan wicara dan bahasa, (5) keterampilan berpikir dan memperhatikan, (6) perkembangan motorik, (7) kematangan sosial dan emosional, (8) motivasi dan minat.

(40)

26

Kemampuan membaca permulaan siswa tunagrahita lebih cenderung dipengaruhi oleh faktor internal yakni dari dalam diri siswa dikarenakan fungsi intelektual siswa tunagrahita ringan yang berada di bawah rata-rata, sehingga siswa mengalami kesulitan dalam mempelajari materi yang bersifat abstrak dan gampang lupa dengan materi pelajaran yang baru diajarkan.

Mengatasi kesulitan tersebut di atas maka dibutuhkan lebih banyak waktu untuk melatih kemampuan membaca permulaan siswa secara berulang-ulang, karena karakteristik belajar siswa tunagrahita ringan cenderung pasif, siswa hanya meniru bila disuruh menirukan oleh guru. Disamping itu juga peran seorang guru sangat mempengaruhi ketika menyampaikan materi melihat karakteristik siswa tersebut maka diperlukan metode dan media yang sesuai dengan karakteristik dan kemampuan siswa, sehingga menimbulkan motivasi pada siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran secara optimal.

C. Kajian tentang Membaca Permulaan bagi Siswa Tunagrahita Ringan

kelas D1 Di SLB Sekar Teratai 1 Srandakan

1. Pengertian Membaca Permulaan

(41)

27

dan menghubungkannya dengan makna. Kemampuan membaca bagi anak tunagrahita ringan sangat dibutuhkan siswa untuk kehidupan sehari-hari. Hal ini dibutuhkan anak tunagrahita ringan utnuk memperluas pengetahuan umum dalam bersosialisasi dengan masyarakat yaitu membaca petunjuk jalan, label makanan, sejumlah keamanan bermasyarakat dan lain sebagainya.

2. Materi Pembelajaran membaca Permulaan pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia

Keberhasilan kemampuan membaca secara keseluruhan sangat tergantung pada keberhasilan guru merencanakan materi pembelajaran. Materi pembelajaran adalah pengetahuan, keterampilan dan sikap yang harus diajar oleh guru dan dipelajari siswa sebagai sarana untuk mencapai indikator-indikator yang telah ditetapkan dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar, kemudian dievaluasikan dengan menggunakan perangkat penilaian yang disusun berdasarkan pencapaian hasil belajar, Mimin Haryati (2008: 10). Materi yang diajarkan di kelas dasar I SDLB C berdasarkan BSNP tahun 2006 di SLB Sekar Teratai Srandakan disajikan pada tabel 1 sebagai berikut:

Tabel 1. Pembelajaran Bahasa Indonesia untuk kelas dasar I SDLB Khusus C (Sumber: BSNP, 2006: 105)

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Membaca

5. Membaca suku kata, kata dan kalimat sederhana

5.1Membaca suku kata dan kata 5.2Membaca kata sederhana

(42)

28

3.Kemampuan Membaca Permulaan pada siswa tunagrahita ringan kelas D1

Pendidikan di SLB C bertujuan untuk memberi keterampilan membaca sebagai dasar bagi siswa tungarahita untuk dapat membaca secara fungsional dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran program tersebut dirancang dari tahap permulaan dan tahap lanjut. Tahap lanjut diorientasikan langsung untuk kegunaan pada kehidupan sehari-hari. Dengan melihat tujuan tersebut, dalam proses pembelajaran guru menggunakan alat bantu untuk membantu atau mendorong semangat siswa untuk aktif dalam mengikuti proses pembelajaran membaca permulaan.

Siswa sulit berpikir abstrak, kurang mampu memusatkan perhatian, mengikuti petunjuk, dan kurang mampu untuk menghindari diri dari bahaya. Siswa cepat lupa, cenderung pemalu, kurang kreatif dan inisiatif, perbendaharaan katanya terbatas, dan memerlukan waktu belajar yang relatif lama. Berkenaan dengan keterbatasan-keterbatasan tersebut, tentu membawa konsekuensi pada kesulitan siswa dalam mengikuti pelajaran-pelajaran akademik, yang antara lain mengalami kesulitan dalam memahami keterampilan membaca permulaan (Rahim: 2008:19).

(43)

29

Maka itu, perlu adanya pembelajaran membaca permulaan dalam memperoleh kemampuan membaca permulaan tersebut.

D. Kerangka Pikir

Anak tunagrahita tipe ringan memiliki kemampuan untuk mempelajarai pembelajaran yang bersifat akademis seperti mambaca huruf, suku kata dan kata. Kemampuan membaca menjadi kompetensi sangat penting bagi anak tunagrahita agar dapat bertahan hidup karena mampu mengenal sejumlah tulisan yang akan menjadi petunjuk umum dalam kehidupan bermasyarakat. Untuk itu, para pendidik harus mampu mengembangkan sumber daya yang dapat membantu anak dalam menguasai kemampuan membaca permulaan.

Membaca permulaan adalah proses mengubah simbol-simbol tertulis berupa huruf atau kata menjadi bunyi. Indikator sebuah membaca permulaan terlihat dari kemampuan untuk melafalkan dengan intonasi yang sesuai serta diucapkan dengan lancar. Untuk itu, diperlukan sarana pembelajaran yang sesuai agar siswa dapat belajar dengan senang, gembira sehingga dapat membebaskan dari berbagai kendala psikologis yang menghambat pembelajaran membaca, misalnya rasa takut, malas, dan bosan sehingga dapat meraih berbagai aspek kemampuan membaca permulaan tersebut.

(44)

30

permulaan, yaitu: 1) Kemampuan anak membaca huruf alphabet; 2) Kemampuan anak membaca suku kata; dan 3) Kemampuan anak membaca kata. Kemampuan membaca permulaan diperlukan anak tunagrahita ringan khususnya kelas dasar 1, untuk melatih kemandirian anak dalam hal akademik pada jenjang pendidikan selanjutnya. Hal ini dikarenakan agar anak tidak selalu tergantung kepada guru dalam kegiatan pembelajaran pada jenjang kelas berikutnya.

E. Pertanyaan Penelitian

Dengan kerangka pemikiran di atas maka secara operasional, beberapa pertanyaan penelitian dapat diuraikan demikian:

1. Bagaimanakah kemampuan siswa dalam membaca huruf alphabet di SLB Sekar Teratai 1 Srandakan kelas Dasar 1?

2. Bagaimanakah kemampuan siswa dalam membaca suku kata di SLB Sekar Teratai 1 Srandakan kelas Dasar 1?

(45)

31 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Penelitian deskriptif (Zuriah, 2007: 47) adalah penelitian yang diarahkan untuk memberikan gambaran atas gejala, fakta, atau kejadian secara sitematis dan akurat dari sifat populasi atau daerah tertentu tanpa mengubah kondisi natural subyek penelitian. Menurut Bungin (2007: 68), format penelitian deskriptif kualitatif bertujuan menggambarkan dan meringkaskan berbagai kondisi, situasi atau berbagai fenomena yang menjadi obyek penelitian dan berupaya menarik realitas itu ke permukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, atau tanda tertentu.

Pendekatan deskriptif digunakan karena penelitian ini bertujuan menggambarkan atau mendeskripsikan Kemampuan Membaca Permulaan Bagi Siswa Tunagrahita tipe Ringan Kelas Dasar I SLB Sekar Teratai 1 Srandakan Bantul. Kemampuan membaca permulaan oleh anak tunagrahita tipe ringan menjadi unit yang digambarkan, dianalisis dan dipahami melalui penelitian ini.

B. Tempat Penelitian

(46)

32

menyelenggarakan pendidikan formal bagi anak tunagrahita ringan khususnya pelajaran bahasa Indonesia salah satunya aspek membaca, dalam hal ini keterampilan membaca permulaan seperti yang terdapat dalam ruang lingkup mata pelajaran bahasa Indonesia (BSNP, 2006:66). Selain karena sekolah menyelenggarakan pendidikan formal khususnya membaca, alasan lain peneliti memilih sekolah SLB Sekar Teratai I Srandakan yakni karena sekolah tersebut belum pernah mengkaji atau pun menggambarkan secara khusus tentang kemampuan membaca permulaan khususnya pada siswa tunagrahita kelas Dasar 1.

C. Subjek Penelitian

Subyek penelitian menurut Suharsimi Arikunto (2002:112) adalah subyek yang ingin dituju untuk diteliti oleh peneliti, atau dengan kata lain merupakan subyek yang menjadi pusat perhatian peneliti. Subyek dalam penelitian ini adalah anak Tunagrahita tipe Ringan kelas Dasar 1 di SLB Sekar Teratai I Srandakan Bantul yang terdiri dari 1 siswa dengan kondisi subyek penelitian seagai berikut:

1. Siswa tunagrahita ringan yang masih mengikuti mata pelajaran Bahasa Indonesia khususnya pembelajaran membaca permulaan.

2. Siswa tunagrahita ringan tersebut adalah kelas dasar I SLB Sekar Teratai 1 Srandakan Bantul dan selalu hadir dalam pelaksanaan pembelajaran.

(47)

33 4. Siswa tersebut tidak memiliki cacat ganda

D. Teknik Pengumpulan Data

1. Observasi

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini digunakan observasi dan wawancara. Observasi adalah aktivitas pencatatan fenomena yang dilakukan secara sistematis. Pengamatan dapat dilakukan secara terlibat (partisipatif) ataupun non partisipatif. Pengamatan partisipatif merupakan jenis pengamatan yang melibatkan peneliti dalam kegiatan orang yang menjadi sasaran penelitian, tanpa mengakibatkan perubahan pada kegiatan atau aktivitas yang bersangkutan dan tentu saja dalam hal ini peneliti tidak menutupi dirinya selaku peneliti (Idrus, 2009 : 101). Teknik observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi langsung, yakni peneliti mengamati kegiatan subjek secara langsung tanpa melibatkan diri dalam kegiatan pembelajaran. Observasi langsung dilakukan pada saat pelaksanaan pembelajaran membaca permulaan dengan berpegang pada pedoman observasi yang telah disusun sebelumnya.

(48)

34

yang berusaha mengetahui, mencatat dan menggambarkan kemampuan membaca permulaan.

Observasi yang digunakan oleh peneliti adalah observasi partisipasif. Observasi partisipatif adalah pengamatan yang dilakukan oleh guru atau pengamat lainnya di mana pengamat turut serta dalam kegiatan yang sedang dilakukan olah subyek observasi. Peneliti mengadakan observasi partisipasif dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan membaca permulaan pada saat pembelajaran membaca secara langsung. Selama penelitian kegiatan observasi dilakukan terhadap siswa tunagrahita kelas dasar 1 di SLB Sekar Teratai I Srandakan Bantul. Observasi dilakukan untuk mengumpulkan data tentang kemampuan siswa dalam mengenal huruf alphabet dan kemampuan membaca suku kata pada siswa. 2. Wawancara

Wawancara adalah suatu teknik pengumpulan data untuk mendapatkan informasi yang digali dari sumber data langsung melalui percakapan atau tanya jawab (Satori dan Komariah, 2009 : 130). Penelitian ini menggunakan bantuan panduan wawancara (interview guide) yang telah disusun yakni mengenai sejumlah informasi yang berkaitan dengan kemampuan membaca permulaan dalam pelaksanaan pembelajaran.

(49)

35

siswa yang mengerti tentang kemampuan siswa dalam membaca permulaan yakni guru kelas dasar 1 serta orang tua siswa saat menjemput sekolah. Wawancara ini dilakukan untuk memperoleh data tentang kemampuan membaca permulaan pada siswa tunagrahita tipe ringan kelas dasar 1 di SLB Sekar Teratai I Srandakan Bantul, terutama pada aspek kemampuan membaca huruf alphabet, membaca suku kata dan aspek kemampuan membaca kata.

3. Dokumentasi

(50)

36 E.Instrumen Penelitian

Teknik-teknik pengumpulan data di atas, maka instrumen dalam penelitian ini adalah antara lain:

1. Pedoman Observasi

Ernawulan Syaodih dan Mubiar Agustin (2011:5.4) mengemukakan bahwa pedoman observasi merupakan suatu format pernyataan yang dijadikan pegangan oleh peneliti selama proses pengamatan berlangsung. Pedoman observasi digunakan untuk memberikan panduan peneliti dalam melakukan pengamatan pada kemampuan membaca permulaan, serta proses evaluasi hasil belajar. Dalam penelitian deskriptif ini, pedoman observasi untuk mendapatkan data yang lebih menyeluruh tentang berbagai aspek yang mau diteliti dari kemampuam membaca permulaan, maka peneliti memakai pedoman observasi naratif untuk mendapatkan data-data kualitatif seputar kemampuan membaca permulaan. Berikut ini adalah kisi-kisi panduan observasi:

Tabel 2.Kisi-kisi lembar observasi

Aspek Pengamatan Deskripsi

Kemampuan membaca huruf alfabet

Gambaran kondisi kemampuan membaca huruf alphabet pada anak tunagrahita ringan

Kemampuan membaca suku kata

Gambaran kondisi kemampuan membaca suku kata pada anak tunagrahita ringan

Kemampuan membaca kata Gambaran kondisi kemampuan membaca kata pada anak tunagrahita ringan

2. Pedoman wawancara

(51)

37

responden yang akan diwawancarai (Toha Anggoro, 2011: 5.17). Pedoman wawancara dalam penelitian ini digunakan untuk memberikan panduan peneliti dalam melakukan interview dengan guru terkait dengan kemampuan membaca permulaan, serta proses evaluasi hasil belajar.

3. Tes Kemampuan membaca

a. Pengertian Tes

Tes merupakan cara yang digunakan untuk mengukur kemampuan membaca permulaan siswa Tunagrahita tipe ringan dengan materi membaca kata sederhana. Tahap penutup untuk evaluasi hasil belajar siswa dilakukan dengan tes kemampuan membaca permulaan. Tes dalam penelitian ini dilakukan langsung oleh penliti. Tes tersebut dimaksudkan digunakan untuk mengukur dan mendapatkan gambaran tentang kemampuan membaca permulaan.

b. Langkah Penyusunan Tes

Penelitian ini, instrumen yang berupa tes diukur isinya terhadap kurikulum bagi siswa tunagrahita ringan. Dalam mengukur dan mendapatkan gambaran tentang membaca permulaan, maka peneliti menggunakan teknik non tes berupa daftar cocok check list. Langkah-langkah penyusunan lembar tes kemampuan membaca permulaan adalah sebagai berikut:

1) Standar Kompetensi

(52)

38 2) Kompetensi Dasar

5.1 Membaca suku kata dan kata

5.2 Membaca kata sederhana dengan lafal dan intonasi yang tepat 3) Indikator

5.1.1. Anak mampu mengucapkan huruf alphabet 5.1.2. Mampu mengucapkan huruf hidup atau vocal 5.1.3. Mampu mengucapkan huruf konsonan

5.1.4. Mampu membaca suku kata dan kata dengan lafal yang tepat 4) Menentukan Butir Soal

Jumlah butir terdiri dari 6 butir soal membaca 5) Menyusun kisi-kisi

Adapun kisi-kisi instrumen tersebut adalah sebagai berikut: Tabel 3. Kisi-kisi Tes Kemampuan Membaca Permulaan Standar

Kompetensi

Kompetensi Dasar Indikator No Butir

Membaca suku kata, kata sederhana

Membaca suku kata dan kata

1. Menyebutkan huruf Alfabet 2. Membaca huruf konsonan 3. Membaca huruf vokal 3. Membaca suku kata

1, 2, 3, 4, 5

Membaca kata sederhana dengan lafal dan intonasi yang tepat

1. Membaca kata sederhana 6

Jumlah Butir 6

F. Analisis Data

(53)

39

digambarkan dengan kata-kata atau kalimat menurut kategori untuk memperoleh kesimpulan. Hal ini sejalan dengan pendapat Bogdan dan Taylor (1975) dalam Moleong (2002: 3) yang menyatakan ”metodologi kualitatif” sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Dengan kata lain, penelitian ini disebut penelitian kualitatif karena merupakan penelitian yang tidak mengadakan perhitungan.

(54)

40 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN BAHASAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SLB Sekar Teratai 1 Srandakan Bantul yang beralamatkan di Dusun Pedak, Trimurti, Srandakan, Bantul. SLB Sekar Teratai 1 Srandakan menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar untuk anak berkebutuhan khusus, khususnya Anak Tunagrahita Ringan.

Pelaksanaan pendidikan bagi Anak Tunagrahita Ringan, SLB Sekar Teratai 1 Srandakan memiliki Visi yaitu “Mencetak Anak Berkebutuhan Khusus yang berakarakter, Mandiri dan Terampil”. Sementara Misinya yaitu: “1) Melaksanakan pendidikan akhlak mulia; 2) Memberikan aplikasi keterampilan dasar akademik kepada Anak Berkebutuhan Khusus; 3) Memberikan keterampilan bina diri dalam kehidupan sehari-hari bagi Anak Berkebutuhan Khusus; 4) Mempersiapkan keterampilan Anak Berkebutuhan Khusus dalam kehidupan sosial bermasyarakat; 5) Memberikan keterampilan dasar-dasar hidup mandiri”.

(55)

41 B. Deskripsi Subyek Penelitian

Deskripsi subyek penelitian ini menggambarkan keadaan subyek yang diteliti yaitu satu siswa. Siswa tersebut duduk di kelas dasar 1 SLB Sekar Teratai 1 Srandakan Bantul. Subyek dalam penelitian ini ditulis dengan inisial PJ. Subyek tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Identitas Subyek

Nama : PJ (inisial) Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 8 tahun

2. Karakteristik Subyek

(56)

42

C. Deskripsi Data Proses Pembelajaran Membaca Permulaan di Kelas

Dasar 1 Sekolah Luar Biasa Sekar Teratai I Srandakan Bantul

Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa kemampuan membaca permulaan siswa tunagrahita ringan dipengaruhi oleh keberhasilan metode pembelajaran yang digunakan oleh guru kelas. Berbagai macam metode pembelajaran membaca permulaan dapat digunakan oleh guru. Akhadiah (Darmiyati Zuchdi dan Budiasih, 2001: 61-66) mengemukakan bahwa pembelajaran membaca permulaan dapat menggunakan berbagai macam metode, yakni metode abjad dan metode bunyi, metode kupas rangkai suku kata dan metode kata lembaga, metode global serta metode SAS (Struktural Analitik Sintetik).

(57)

43

membaca kata, siswa diminta membaca rangkaian huruf yang sudah dituliskan seperti kata b-o-l-a, b-a-j-u, s-a-t-u, b-u-a-h, s-a-p-u.

Selain menggunakan metode bunyi dan metode abjad, guru dalam memberikan materi membaca permulaan menggunakan metode global, yakni membaca huruf alfabet serta membaca kata dengan bantuan gambar. Penggunaan metode global ini guru menggunakan media CD Interaktif, pada saat belajar membaca huruf alfabet siswa belajar membaca gambar baru menyebutkan alfabet yang terdapat dalam kata gambar tersebut. Misal terdapat gambar apel yang disampingnya terdapat tulisan “apel”, siswa diminta menyebutkan gambar tersebut, baru guru memperkenalkan bahwa gambar tersebut terdapat kata “apel” dengan menyebutkan satu per satu huruf dalam kata “apel”. Selain mengenalkan huruf dengan kata yang terdapat dalam gambar, guru juga mengenalkan dengan cara membaca huruf awal dalam kata, misal pada saat belajar membaca huruf a, b, dan c guru memperlihatkan gambar Anggur, Buku, Cicak. Guru meminta siswa membaca gambar tersebut, kemudian siswa diminta menjelaskan bahwa gambar Anggur dengan tulisan “Anggur” mempunyai huruf awal alfabet A, kemudian siswa diminta menirukan huruf tersebut berbunyi A. Pada Gambar Buku dengan tulisan “Buku” terdaat huruf awalan B, serta gambar Cicak dengan tulisan “Cicak” mempunyai huruf awalan C.

(58)

44

metode global. Hal ini dikarenakan, pemilihan metode tersebut disesuaikan dengan perilaku siswa di awal masuk sekolah. Jika siswa tunagrahita ringan mudah dibimbing, guru menggunakan metode abjad dan metode bunyi. Namun, jika siswa tunagrahita ringan sudah mulai bosen dan susah di arahkan untuk mengikuti pembelajaran guru menggunakan metode global.

(59)

45

D. Deskripsi Data Kemampuan Membaca Permulaan

1. Deskripsi Data Kemampuan Membaca Huruf Alfabet siswa

tunagrahita tipe ringan kelas dasar 1 di SLB Sekar Teratai I

Srandakan Bantul

(60)

46

2. Deskripsi Data Kemampuan Membaca Suku Kata siswa tunagrahita

tipe ringan kelas dasar 1 di SLB Sekar Teratai I Srandakan Bantul

Berdasarkan hasil pengamatan melalui observasi, wawancara, dokumentasi dan tes dapat diketahui bahwa kemampuan membaca suku kata anak sampai pada tahapan membaca satu suku kata. Dalam hal ini diperjelas pada saat pengamatan proses membaca suku kata, siswa membaca kata baju, kemudian anak membaca dengan ba dibaca /b/-/a/ lalu /ba/ dan ju dibaca /j/-/u/ lalu /ju/. Anak belum mampu menggabungkan beberapa huruf menjadi kata atau membaca tahap dua suku kata, karena setelah membaca satu suku kata yakni /ba/ dan /ju/, siswa bertanya kepada guru “terus jadi apa pak?”, kemudian guru memberikan pancingan agar siswa mengerti bahwa tahap membaca dua suku kata misal kata baju dibaca /ba/ - /ju/ menjadi kata /baju/.

3. Deskripsi Data Kemampuan Membaca Kata siswa tunagrahita tipe

ringan kelas dasar 1 di SLB Sekar Teratai I Srandakan Bantul

(61)

47

pak? Siswa diberikan pancingan untuk menggabungkan huruf tersebut, agar siswa mengerti bahwa kata baju dibaca /baju/.

E. Analisis Data Kemampuan Membaca Permulaan Siswa Tunagrahita

Ringan kelas D1 SLB Sekar Teratai I Srandakan Bantul

Analisis data deskriptif pada penelitian ini adalah analisis data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru kelas dasar 1 di SLB Sekar TERATAI I Srandakan Bantul, observasi kemampuan siswa PJ, dokumentasi dan tes pada siswa PJ. Selain itu, peneliti juga melakukan wawancara dengan orang tua siswa PJ sebagai informan pendukung. Berdasarkan hasil penelitian, maka peneliti dapat menganalisis tentang kemampuan membaca permulaan siswa tunagrahita ringan yang meliputi:

1)Kemampuan Mengenal dan Menghafal Huruf Alfabet

Pembelajaran membaca permulaan merupakan komponen komunikasi tulisan, lambang-lambang bunyi huruf alphabet diubah diubah menjadi bunyi kata. Kemampuan membaca permulaan bagi anak tunagrahita tipe ringan adalah kemampuan menggabungkan simbol-simbol huruf menjadi bunyi kata. Tujuan dari pembelajaran membaca permulaan yakni, mengenalkan siswa huruf alphabet serta melatih siswa menggabungkan bunyi huruf menjadi bunyi kata.

(62)

48

Secara umum, siswa PJ memiliki kemampuan dalam mengenal dan menghafal huruf alphabet cukup baik. Hal ini ditunjukkan pada saat saya meminta anak untuk membaca huruf alphabet yang sudah saya tulis di papan tulis maupun buku tulis, siswa mampu menyebutkan huruf tersebut sesuai dengan bunyi hurufnya. Namun ada beberapa huruf yang masih terbalik dalam pengucapannya, yakni b terkadang di baca /d/, serta c dibaca /e/. (Hasil wawancara, 28 juni 2015)

Hal tersebut diperkuat dengan adanya pernyataan dari informan yakni orang tua siswa PJ yang mengungkapkan pendapatnya tentang kemampuan yang dimiliki siswa PJ, sebagai berikut:

Anak saya sudah mampu mengenal huruf alphabet, hal ini ditunjukkan anak saya pada saat saya minta membaca beberapa tulisan yang terlihat di rumah, yakni tulisan kalender, bungkus makanan, serta tulisan di dalam peralatan rumah tangga. Pada saat diminta menunjukkan serta menyebutkan huruf yang terdapat di tulisan tersebut, anak saya mampu menyebutkan huruf tersebut, namun ada beberapa huruf yang tidak dikenalnya serta terkadang salah mengucapkannya.(Hasil Wawancara, 28 Juni 2015)

Pernyataan kedua informan tersebut memperjelas bahwa siswa PJ sudah mampu mengenal dan menghafal huruf alphabet. Namun masih ada beberapa huruf alphabet yang dibacanya terbalik. Namun, kemampuan tersebut mampu menjadi bekal siswa PJ dalam membaca permulaan tingakat selanjutnya yakni membaca tahap kata.

(63)

49

Tabel 4. Hasil Observasi Kemampuan Membaca Huruf Alfabet pada Siswa Tunagrahita Ringan kelas D1 SLB Sekar Teratai I Srandakan Bantul

NO ASPEK PENGAMATAN DESKRIPSI 1. Siswa menyebutkan huruf

konsonan sesuai huruf yang dituliskan guru

Siswa PJ mampu membaca huruf konsonan yang sudah dituliskan serta ditunjukkan oleh guru, namun ada beberapa huruf yang dibacanya terbalik. 2. Siswa menyebutkan huruf vokal

sesuai huruf yang dituliskan guru

Siswa PJ mampu membaca huruf vokal yang sudah dituliskan serta ditunjukkan oleh guru

3. Siswa menyebutkan huruf alfabet sesuai huruf yang dituliskan guru

Siswa PJ mampu membaca alphabet yang tersisa dari huruf konsonan serta vocal yang sudah disebutkan sebelumnya, namun masih ada beberapa huruf yang dibaca siswa PJ dengan terbalik.

Sumber: Hasil Observasi

Hasil observasi tersebut memperjelas bahwa siswa PJ memiliki kemampuan menyebutkan huruf alfabet meliputi huruf konsonan serta huruf vokal cukup baik. Namun, ada beberapa huruf konsonan yang dibaca siswa PJ secara terbalik. Hal ini tidak mengurangi siswa untuk melanjutkan tahapan membaca permulaan yakni membaca kata.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara memperlihatkan bahwa siswa memiliki kemampuan yang cukup baik dalam membaca huruf alphabet dengan cara menyebutkan huruf alphabet yang tertulis. Kemampuan siswa tersebut tersebut, akan berdampak baik pada kemampuan siswa membaca permulaan tahap awal.

2)Kemampuan Membaca Suku Kata

(64)

50

dan sebagainya. Pelaksanaan membaca permulaan pada tunagrahita tipe ringan dimulai dari mengenalkan huruf alphabet pada siswa, kemudian tahap selanjutnya pembelajaran membaca permulaan siswa dikenalkan dalam hal mengubah sistem bunyi lambang-lambang huruf menjadi bunyi kata. Pada tahapan membaca suku kata tersebut, siswa mampu menyebutkan lambang-lambang bunyi huruf dengan benar.

Hasil penelitian diperoh data bahwa guru kelas dasar I SLB Sekar Teratai I Srandakan Bantul, mengungkapkan pendapatnya tentang kemampuan membaca suku kata yang dimiliki siswa PJ, sebagai berikut:

Tahapan kemampuan siswa PJ dalam membaca kata sampai pada membaca satu suku kata. Siswa mampu mengubah huruf menjadi bunyi satu suku kata yang terdiri dari 2 huruf dengan sedikit bantuan serta pancingan dari saya. Namun, siswa PJ selalu bertanya setelah siswa selesai membaca satu per satu huruf tersebut, kemudian siswa bertanya “jadi gimana pak?”.(Hasil wawancara, 29 Juni 2015)

(65)

51

Tabel 5. Observasi Tahapan Kemampuan Membaca Suku Kata pada Siswa Tunagrahita Ringan kelas D1 SLB Sekar Teratai I Srandakan Bantul

NO ASPEK PENGAMATAN DESKRIPSI 1. Siswa membaca satu suku

kata sesuai yang dituliskan guru

Siswa PJ mampu menyebutkan satu per satu huruf dalam suku kata yang tersedia, namun dalam mengubah lambang-lambang huruf tersebut menjadi bunyi kata masih membutuhkan bantuan dari guru.

2. Siswa membaca dua suku kata sesuai yang dituliskan guru

Siswa PJ masih memiliki kemampuan dalam membaca satu suku kata, pada saat membaca satu suku kata siswa PJ menyebutkan satu per satu huruf dalam suku kata yang tersedia, namun dalam mengubah lambang-lambang huruf tersebut menjadi bunyi kata masih membutuhkan bantuan dari guru. Sehingga dalam membaca dua suku kata siswa PJ masih sangat memerlukan bantuan dari guru. Pada saat membaca dua suku kata siswa PJ masih seperti emmbca satu suku kata, yajni membca satu satu pe satu huruf dalam kata kemudian menggabungkan menjadi per satu suku kata.

Sumber: Hasil Observasi

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara memperlihatkan bahwa tahapan kemampuan siswa dalam membaca permulaan sampai pada tahap membaca satu suku kata. Dalam membaca satu suku kata siswa masih memerlukan sedikit bantuan guru pada saat mengubah lambang-lambang bunyi huruf menjadi bunyi kata yang terdiri dari 2 huruf.

3)Kemampuan membaca kata

(66)

52

membaca permulaan siswa tunagrahita pada kelas awal perlu dioptimalkan sebagai bekal membaca di kelas berikutnya.

Hasil penelitian diperoleh data bahwa guru kelas dasar I SLB Sekar Teratai I Srandakan Bantul, mengungkapkan pendapatnya tentang kemampuan membaca permulaan pada aspek membaca kata yang dimiliki siswa PJ, sebagai berikut:

Secara umum, siswa PJ belum mampu membaca kata sederhana. Dengan kata lain, siswa PJ belum memiliki kemampuan yang baik dalam menggabungkan lambang-lambang bunyi huruf menajdi bunyi kata sederhana. Hal ini dikarenakan siswa PJ baru sampai pada tahap membaca satu suku kata. (Hasil wawancara, 29 Juni 2015)

Hal tersebut diperkuat dengan adanya pernyataan dari informan yakni orang tua siswa PJ yang mengungkapkan pendapatnya tentang kemampuan membaca suku katayang dimiliki siswa PJ, sebagai berikut:

Anak saya belum bisa membaca kata. Kalau disuruh membaca, PJ selalu membaca hurufnya saja, belum mampu membaca kata, baru pada tahap huruf saja. Jadi saat saya minta membaca kata, PJ yang membaca hurufnya, saya yang mengungkapkan huruf tersebut berbunyi apa.(Hasil wawancara, 29 Juni 2015)

(67)

53

Tabel 6. Observasi Kemampuan Membaca Kata pada Siswa Tunagrahita Ringan kelas D1 SLB Sekar Terati I Srandakan Bantul

NO ASPEK PENGAMATAN DESKRIPSI 1. Siswa membaca kata sesuai

yang dituliskan guru

Siswa PJ masih memiliki kemampuan dalam membaca satu suku kata, pada saat membaca satu suku kata siswa PJ menyebutkan satu per satu huruf dalam suku kata yang tersedia, namun dalam mengubah lambang-lambang huruf tersebut menjadi bunyi kata masih membutuhkan bantuan dari guru. Sehingga dalam membaca kata sederhana siswa PJ masih sangat memerlukan bantuan dari guru.

Sumber: Hasil Observasi

(68)

54

Tabel 7. Hasil Tes Kemampuan Membaca Permulaan Siswa Tunagrahita Ringan Kelas D1 SLB Sekar Teratai I Srandakan Bantul

Sumber: Hasil Tes, Diolah

Berdasarkan hasil tes kemampuan membaca permulaan pada siswa tunagrahita ringan kelas D1 SLB Sekar Teratai I Srandakan Bantul, memperlihatkan bahwa kemampuan tahap awal siswa dalam membaca permulaan yakni, kemampuan membaca huruf alphabet. Hal ini karena

Materi Bacaan Indikator

Penilain 1 dengan skor 3, rata-rata nilai sebesar 91.66 skor 2, rata-rata nilai sebesar 58.33 (cukup baik)

0 4 3 0 7/12 = 58.33 Dua Suku Kata Pelafalan

(69)

55

kemampuan tersebut mendapatkan skor tertinggi dan masuk dalam kriteria Tuntas sesuai KKM sekolah. Selanjutnya, tahapan kemampuan yang dimiliki siswa PJ sampai pada tahap membaca suku kata dikarenakan mendapatkan skor cukup baik. Namun, kemampuan siswa PJ masih di bawah KKM yang ditentukan sekolah. Dalam kemampuan siswa PJ membaca kata mendapatkan skor paling rendah(dibawah nilai KKM), dikarenakan siswa PJ belum mampu mengubah bunyi lambang-lambang huruf menjadi bunyi kata. Pada saat pembelajaran membaca kata sederhana siswa hanya membaca huruf yang terdapat pada kata tersebut, sehingga siswa masih memerlukan bantuan guru dalam merangkai huruf tersebut menjadi bunyi kata.

F. Pembahasan Hasil Penelitian

Berdasarkan data hasil penelitian yang telah dijelaskan diatas untuk mengetahui kemampuan membaca permulaan pada siswa tunagrahita ringan kelas dasar 1 di SLB Sekar Teratai 1 Sarndakan Bantul, diuraikan pembahasan lebih lanjut sebagai berikut :

(70)

56

kemampuan membaca permulaan bagi siswa selain agar siswa dapat membaca tetapi dapat membantu siswa dalam mengenal berbagai petunjuk dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, segala upaya perlu dikembangkan dan dilaksanakan agar siswa mampu meraih kemampuan membaca permulaan secara optimal.

Salah satu cara yang dapat membantu membaca permulaan bagi siswa adalah penerapan metode pembelajaran yang disesuaikan dengan karakteristik siswa. Menurut Endang Supartini (2001: 62), metode pembelajaran ditetapkan berdasarkan tujuan dan materi pembelajaran serta karakteristik siswa sehingga dapat membantu dalam memahami materi pembelajaran dan mencapai tujuan pembelajaran. Penggunaan metode bagi anak tunagrahita ringan tersebut merupakan suatu pesan, alat dan teknik yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa dengan kata lain metode pembelajaran dipahami sebagai sumber yang ada diluar diri siswa dan memungkinkan atau mempermudah siswa belajar. Karena itu, dalam pembelajaran membaca permulaan pemilihan metode pembelajaran yang tepat dapat membantu siswa tunagrahita ringan untuk menguasai kemampuan yang diperlukan terutama kemampuan dalam hal membaca permulaan.

(71)

57

pada siswa dikarenakan pembelajaran membaca permulaan terjadi komunikasi antar dua arah (guru dan siswa). Hal tersebut seperti dikemukakan oleh Adi (2000: 85) bahwa metode tanya jawab sebagai sebuah metode pembelajaran melalui interaksi dua arah yaitu “pengajar dan peserta didik, yang keduanya saling memberi dan menerima sehingga peserta didik ikut aktif dalam proses belajar mengajar”.

Berdasarkan hasil penelitian bahawa dalam mengajar siswa tunagrahita guru menerapkan dua metode membaca permulaan yaitu metode abjad dan bunyi serta metode global. Siswa tunagrahita ringan terkadang menyenangi kegiatan pembelajaran ini, namun siswa lebih cepat bosan apabila guru menggunakan metode abjad dan bunyi. Hal ini ditunjukan siswa saat pembelajaran membaca permulaan, pada saat siswa sedang asik menjawab pertanyaan guru terkait membaca huruf alfabet, suku kata, dan kata siswa akan lebih tertarik dengan aktifitas diluar kelas, hal tersebut terjadi jika siswa sudah merasa bosan dengan kegiatan pembelajaran membaca permulaan.

(72)

58

dapat berakibat pada kemampuan membaca permulaan siswa tunagrahita ringan yang tidak optimal.

Bagi anak tunagrahita ringan, membaca permulaan diberikan kepada anak tunagrahita ringan sebagai tahap awal dalam membaca. Kemampuan membaca permulaan dapat ditandai dengan kemampuan siswa dalam membaca huruf alfabet, membaca suku kata dan membaca kata sederhana dengan intonasi dan lafal yang tepat. Hal ini dikarenakan agar kemampuan membaca anak tunagrahita ringan dapat dimaksimalkan dan digunakan untuk tingkat sekolah lanjut. Hal ini sesuai dengan pendapat Anderson (Nurbiana Dhieni, dkk 2008:5.5) mengungkapkan bahwa membaca permulaan adalah membaca yang diajarkan secara terpadu, yang menitik beratkan pada pengenalan huruf dan kata, menghubungkannya dengan bunyi. Dalam hal ini, berdasarkan hasil penelitian di SLB Sekar Teratai 1 Srandakan Bantul pembelajaran membaca permulaan bagi siswa tunagrahita ringan yaitu siswa belajar membaca huruf alfabet, membaca satu suku kata dan membaca kata.

Gambar

Tabel 1. Pembelajaran Bahasa Indonesia untuk kelas dasar 1
Gambar Kegiatan Penelitian ...................................................
Tabel 2.1. Klasifikasi Anak Tunagrahita berdasar Derajat Keterbelakangannya (Sumber: Blake, 1976)
gambar, misal: gambar ruang kelas.
+6

Referensi

Dokumen terkait

No Tanda Baca Bahasa Mandarin Jumlah Penggunaan Persentase Penggunaan.. Persentase penggunaan tanda tanya, tanda seru dan tanda elipsis paling rendah.. Dan persentase kesalahan

Persepsi paling rendah berada pada pertanyaan item nomor 21 dengan 46.9% responden setuju jika tindakan invasif yang diberikan pada ODHA perlu dilakukan dengan

Oleh sebab itu perlu dilakukan pelayanan asuhan kebidanan secara komprehensif factor resiko yang terdeteksi saat awal pemeriksaan kehamilan dapat segera ditangani

Trafik dan bandwidth yang digunakan oleh pelanggan. Universitas

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa performansi mesin diesel satu silinder Tecquipment TD111 Four-Stroke Diesel Engine menggunakan variasi bahan

Rekomendasi yang dapat diberikan dalam hasil penelitian yaitu perlu adanya klasifikasi mengenai karateristik lahan terlebih dahulu agar mengetahui permasalahannya

Perancangan dan implementasi purwarupa collision avoidance pada mobil pintar ini bekerja dengan cara mendapatkan jarak antar mobil yang didapat dari sensor Ultrasonik

Saat ini persaingan kegiatan usaha semakin ketat dan komplek, ini membuat perusahaan di tuntut untuk dapat memasarkan produk dengan baik, dalam artian tidak hanya