• Tidak ada hasil yang ditemukan

wacana karikatur indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "wacana karikatur indonesia"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Sanksi Pelanggaran Pasal 72

Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002

Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 Perubahan atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 Tentang Hak Cipta

1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan

(3)

Suyitno

APRESIASI PUISI

DAN PROSA

Diterbitkan atas Kerja Sama

UPT Penerbitan dan Pencetakan UNS (UNS Press)

(4)

Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam Terbitan (KDT)

Suyitno

Apresiasi Puisi dan Prosa . Cetakan 2. Surakarta . UNS Press dan LPP UNS 2010

vii + 217 hal; 24,5 cm

APRESIASI PUISI DAN PROSA Hak Cipta© Suyitno 2010

Penulis

Drs. Suyitno, M.Pd.

Editor

Kundharu Saddhono, S.S., M.Hum. Atikah Anindyarini, S.S., M.Hum. Dr. Soeharto, M.Pd.

Ilustrasi Sampul

CakraBooks Solo

Penerbit

UPT Penerbitan dan Pencetakan UNS (UNS Press)

dan Lembaga Pengembangan Pendidikan (LPP) UNS Jl. Ir. Sutami 36A Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia 57126

Telp. 0271-646994 Psw. 341 Website : www.unspress.uns.ac.id Email: unspress@uns.ac.id

Cetakan 2, Maret 2010

Hak Cipta Dilindungi Undang-undang All Right Reserved

ISBN 979-498-420-5

(5)
(6)

Kata Pengantar

Buku yang berjudul ”Wacana Karikatur Indonesia: Perspektif Kajian Pragmatik” ini pada mulanya adalah sebuah disertasi di Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Buku ini muncul atas dasar keinginan penulis untuk menyebarluaskan pemahaman tentang wacana karikatur khususnya karya G.M. Sudarta yang dimuat di surat kabar Kompas ditinjau dari kajian pragmatik, yang menurut pengamatan penulis masih sedikit yang mempublikasikan dalam bentuk buku.

Buku ini terdiri atas 8 bab yang terperinci sebagai berikut. Bab 1 membahas tentang wacana karikatur Indonesia terdiri dari sekilas tentang kajian karikatur, kajian tentang karikatur di Indonesia, metode kajian wacana karikatur. Bab II membahas tentang konsep dasar kajian karikatur yang terdiri dari konsep karikatur, tindak tutur dalam kajian karikatur, fungsi penggunaan bahasa karikatur, pemakaian bahasa wajar dan bahasa humor, konsep pragmatik, interpretasi pragmatik, dan daya pragmatik. Bab III yaitu jenis-jenis tindak tutur, implikatur, dan daya pragmatik dalam wacana karikatur. Bab IV yaitu penerapan prinsip kerja sama dan kesopanan dalam karikatur. Bab V membahas tentang peman-faatan bahasa dan koherensi antara tema, unsur lingual, citra serta gambar dalam karikatur. Bab VI berisi tentang pemahaman karikaturis dan pembaca tentang fungsi kemasyarakatan dalam karikatur. Bab VII berisi tentang prespektif umum wacana karikatur Indonesia. Terakhir Bab VIII berisi catatan akhir.

Buku ini dapat dijadikan referensi bagi mahasiswa, baik Strata 1, Strata 2 maupun Strata 3. Selain itu, buku ini juga dapat dimanfaatkan oleh para siswa di sekolah maupun para peminat dan pemerhati bahasa. Buku ini juga dapat dimanfaatkan oleh pembaca yang berminat di bidang seni. Dalam bidang kesenian buku ini dapat dimanfaatkan missal-nya dalam semiotika, penciptaan seni khususmissal-nya karikatur dan aspek estetika serta etika dalam mencipta sebuah karya seni. Buku ini mem-fokuskan pada kajian pragmatik dengan objek wacana karikatur. Di dalam analisisnya penulis mengkaji karikatur dari aspek tindak tutur, implikatur dan daya pragmatik, aspek-aspek kebahasaan, koherensi antara wacana dengan gambar, dan sekaligus membahas tentang fungsi kemasyarakatan sebuah karikatur.

(7)

vi

George Yule (1996). Searle (1974), Putu (1996), Kunjana (2005), dan Austin (1969). Buku-buku tersebut pada umumnya masih berkutat pada teori dan konsep pragmatik saja. Oleh karena itu, kajian dalam buku ini akan memberikan pemahaman yang utuh pada pembaca berkaitan dengan kajian pragmatik, khususnya berkaitan dengan karikatur. Dalam buku ini dijelaskan karikatur sebagai objek kajian dianalisis dari aspek tindak tutur, implikatur dan daya pragmatik, aspek kebahasaan, koherensi antara wacana dan gambar, serta aspek fungsi kemasyarakatan. Buku ini juga membahas karikatur dari aspek kebahasaan yang masih jarang dibahas. Pada umumnya buku-buku yang membahas tentang karikatur belum menyinggung aspek kebahasaan, khusus kajian pragmatik. Buku-buku tersebut antara lain Sudharta (1987, 2007), Sudjiman (1986), Raskin (1985), dan Pramono (1996)

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu dalam proses penyusunan buku ini. Terima kasih disampai-kan kepada Rektor UNS, Dedisampai-kan FKIP, para promotor dan penguji, serta pada rekan-rekan di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni FKIP UNS. Tidak lupa kepada Istri dan anak-anak tersayang yang telah memberikan motivasi dan semangat selama dalam menempuh pendidikan dan dalam penyelesaian buku ini.

Buku ini merupakan salah satu pubikasi ilmiah penulis yang pertama dalam bentuk buku. Oleh karena itu, sebuah kewajaran apabila masih ada kekurangan dan kelemahan dalam buku ini, baik dalam materi, bahasa maupun penyajiannya. Saran dan kritik akan senantiasa penulis harapkan demi kesempurnaan untuk buku-buku selanjutnya. Penulis berharap buku ini bisa menjadi salah satu pengisi kajian kebahasaan khususnya bidang pragmatik.

(8)

Daftar Isi

Kata Pengantar ... v

Daftar Isi ... vii

BAB I WACANA KARIKATUR INDONESIA ... 1

A. Sekilas tentang Kajian Karikatur ... 1

B. Kajian tentang Karikatur di Indonesia ... 7

C. Metode Kajian Wacana Karikatur ... 9

BAB II KONSEP DASAR KAJIAN KARIKATUR ... 15

A. Konsep Karikatur... 15

B. Tindak Tutur dalam Wacana Karikatur ... 25

C. Fungsi Penggunaan Bahasa Karikatur ... 30

D. Pemakaian Bahasa Wajar dan Bahasa Humor ... 31

E. Konsep Pragmatik ... 42

F. Interpretasi Pragmatik ... 44

G. Daya Pragmatik ... 47

BAB III JENIS TINDAK TUTUR, IMPLIKATUR, DAN DAYA PRAGMATIK DALAM WACANA KARIKATUR ... 49

A. Pengantar ... 49

B. Tindak Tutur Komisif yang Ada dalam Wacana Karikatur ... 50

C. Tindak Tutur Direktif yang Ada dalam Wacana Karikatur ... 54

D. Tindak Tutur Performatif yang Ada dalam Karikatur ... 59

E. Tindak Tutur Ekspresif yang Ada dalam Wacana Karikatur ... 64

F. Tindak Tutur Verdiktif yang Ada dalam Wacana Karikatur ... 68

(9)

viii

BAB IV PENERAPAN PRINSIP KERJA SAMA DAN PRINSIP

KESOPANAN DALAM KARIKATUR ... 77

A. Pengantar ... 77

B. Pelanggaran Maksim Kuantitas ... 78

C. Pelanggaran Maksim Kualitas ... 83

D. Pelanggaran Maksim Relevansi ... 86

E. Pelanggaran Maksim Pelaksanaan ... 90

F. Penerapan Prinsip Kesopanan ... 94

G. Penerapan Maksim Kecocokan ... 96

H. Penerapan Maksim Kesimpatian ... 101

I. Penerapan Maksim Kebijaksanaan ... 106

J. Penerapan Maksim Kerendahan Hati ... 111

BAB V PEMANFAATAN BAHASA DAN KOHERENSI ANTARA TEMA, UNSUR LINGUAL, CITRA SERTA GAMBAR DALAM KARIKATUR ... 119

A. Pengantar ... 119

B. Pemanfaatan Aspek Fonologi (bunyi) ... 119

1. Aspek Peninggian dan Pemanjangan Bunyi... 120

2. Aspek Pengulangan Suku Kata... 123

3. Aspek Onomatope (Tiruan Bunyi) ... 124

C. Pemanfaatan Aspek Kebahasaan Bentuk Kata ... 126

1. Kata yang bermakna polisemi ambiguitas ... 126

2. Kata yang berbentuk idiom ... 134

D. Kata yang berpasangan antonimik ... 141

1. Kata yang homonimik ... 146

2. Aspek kebahasaan kata-kata yang berelasi hiponemik ... 148

E. Pemanfaatan aspek kebahasaan bentuk frasa dalam wacana karikatur ... 151

1. Frasa konstruksi milik ... 151

2. Frasa amphiboli (frasa makna ambiguitas) ... 153

3. Frasa endosentrik koordinatif alternatif ... 154

(10)

F. Pemanfaatan aspek kebahasaan bentuk kalimat ... 159

1. Kalimat dengan gaya bahasa yang kontradiktif 161

2. Kalimat majemuk bermakna pertentangan ... 165

G. Pemanfaatan aspek kebahasaan bentuk wacana... 167

1. Wacana judul lagu ... 168

2. Wacana judul film ... 171

3. Wacana dalam bentuk ideolek pemimpin ... 172

H. Koherensi antara tema, unsur lingual, citra serta gambar dalam wacana karikatur ... 174

1. Pengantar ... 174

2. Koherensi dalam wacana karikatur ... 178

BAB VI PEMAHAMAN KARIKATURIS DAN PEMBACA TENTANG FUNGSI KEMASYARAKATAN DALAM KARIKATUR ... 201

A. Pengantar ... 201

B. Fungsi kemasyarakatan karikatur dari sudut pandang karikaturis ... 205

C. Fungsi kemasyarakatan karikatur dari sudut pandang Guru ... 212

D. Pemahaman Fungsi kemasyarakatan karikatur dari sudut pandang dosen komunikasi ... 218

E. Fungsi kemasyarakatan karikatur dari sudut pandang mahasiswa ... 223

F. Fungsi kemasyarakatan karikatur dari sudut pandang dosen seni rupa ... 226

G. Fungsi kemasyarakatan karikatur dari menurut pandang pembaca (pelanggan tetap Kompas) ... 229

BAB VII PERSPEKTIF UMUM WACANA KARIKATUR INDONESIA 235

BAB VIII CATATAN AKHIR ... 253

(11)
(12)

Wacana Karikatur Indonesia Perspektif Kajian Pragmatik

BAB I

WACANA KARIKATUR INDONESIA

A. Sekilas tentang Kajian Karikatur

Pada tanggal 15 Februari 2006 dunia dikejutkan oleh berita yang menghebohkan dan menuai protes keras dari masyarakat dunia khusus-nya masyarakat muslim di berbagai belahan bumi, khususkhusus-nya muslim di Indonesia. Penyebabnya adalah dimuatnya gambar karikatur Nabi Muhammad saw. oleh Danish Newspaper Jyllands-Posten Denmark bulan September 2005. Kemudian karikatur-karikatur diterbitkan oleh beberapa media di Eropa oleh Dozen newspapers di Perancis, German, Norwegia, serta Amerika. Publikasi karikatur tersebut mengundang protes negara-negara yang mayoritas penduduknya muslim misalnya Arab, Lebanon, Iran, Pakistan, Palestina, dan Indonesia. Di Indonesia organisasi massa seperti FPI (Front Pembela Islam), MMI (Majelis Mujahidin Indonesia), HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), dan Muhammadiyah memprotes keras, sampai-sampai menganjurkan pemerintah Indonesia untuk memutuskan hubungan diplomatik dengan pemerintah Denmark (Antara, 2006: 1).

Sebulan kemudian muncul isu baru di masyarakat dengan dimuat-nya karikatur Presiden Republik Indonesia oleh pers Australia yaitu The Weekend Australia Daily, yang menggambarkan presiden sebagai pem-bunuh rakyat Papua. Peristiwa itu bermula dari eksodusnya 42 orang Papua untuk minta suaka politik di Australia. Peristiwa tersebut juga menimbulkan sentimen anti-Australia oleh elemen masyarakat yang merasa pemimpinnya dilecehkan oleh Australia.

(13)

kritik-kritik-Wacana Karikatur Indonesia Perspektif Kajian Pragmatik membawa beban kritik sosial apa pun, biasanya hanya disebut sebagai kartun; dan gambar lelucon yang membawa pesan kritik sosial sebagai-mana sering dilihat di setiap ruang opini surat kabar disebut karikatur. “Tentu saja hal ini kurang benar”, kata Sudarta. Menurutnya, kartun adalah semua gambar humor, termasuk karikatur itu, lahiriahnya untuk tujuan mengejek (Sudarta, 1987: 49).

Senada dengan Sudarta, Pramono (1996: 49) berpendapat bahwa sebetulnya karikatur adalah bagian dari kartun opini, tetapi kemudian menjadi salah kaprah. Karikatur yang sudah diberi beban pesan, kritik, dan sebagainya berarti telah menjadi kartun opini. Dengan kata lain, kartun yang membawa pesan kritik sosial, yang muncul di setiap penerbitan surat kabar adalah political cartoon atau editorial cartoon, yakni versi lain dari editorial, atau tajuk rencana dalam versi gambar humor. Inilah yang biasa disebut karikatur (Sudarta,1987).

Memang, antara kartun dan karikatur ibarat binatang dan gajah. Kartun adalah binatang, sedangkan karikatur adalah gajah. Kartun bukan hanya karikatur karena ada gag cartoon (kartun murni), kartun animasi,

strip cartoon, kartun opini, dan lain-lain. Karikatur yang berasal dari kata

caricare adalah foto atau potret seseorang secara berlebihan. Deformasi ini dapat berarti penghinaan atau penghormatan (Pramono, 1996: 48-49; periksa Wijana, 2003:7).

Dari beberapa pendapat di atas dapat disarikan bahwa karikatur adalah bagian dari kartun yang digambarkan dalam bentuk fiktif atau deformasi dari tokoh tertentu yang mempunyai tujuan untuk menyindir, mengritik, dan menghimbau, menyarankan kepada objek sasarannya. Dilihat dari sasaran karikatur, orang dunia Timur, termasuk Indonesia, cenderung merasa dihina bila wajah atau fisiknya dikarikaturkan. Akan tetapi, banyak orang Barat yang justru senang dikarikaturkan, daripada difoto. Mantan Presiden Amerika Serikat seperti Jimmy Carter dan Ronald Reagan, misalnya, sangat bangga digambar gigi-geliginya yang besar dan jambulnya yang tinggi. Mereka menganggap bila dikarikatur-kan berarti mendapat penghormatan (Sobur, 2004: 139).

(14)

Wacana Karikatur Indonesia Perspektif Kajian Pragmatik

selingan atau ilustrasi belaka, namun pada perkembangan selanjutnya, karikatur dijadikan sarana untuk menyampaikan kritik yang sehat. Dikatakan kritik sehat karena penyampaiannya dilakukan dengan gambar-gambar lucu dan menarik. Sebaliknya, fungsi karikatur adalah khas, yaitu bertujuan utama menyindir, mengritik atau memperingatkan.

Karena karakteristiknya yang selalu mengumpan rasa lucu, serta menampilkan kritik dan sindiran, maka banyak fungsi bisa dijalankan oleh seni karikatur. Karikatur bisa mendidik, mengejek, menyindir, menghimbau, menyarankan, memerintahkan, menertawai, menghibur dengan kelucuan-kelucuan menanggapi sesuatu peristiwa, dan lain-lain. Secara sengaja media ini diciptakan untuk berfungsi sebagai cermin yang bisa memantulkan tingkah laku setiap orang, baik secara pribadi maupun sosial dalam percaturan hidup di masyrakat.

Di dalam gambar karikatur terdapat gambar dan teks. Keduanya memiliki keterkaitan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Karikatur ditinjau dari aspek linguistik memiliki kekhasan yang menarik untuk diteliti. Kekhasan tersebut berkaitan dengan: (a) jenis tindak tutur, implikatur dan jenis tindak tutrur yang dominan (b) prinsip-prinsip kerja sama, dan prinsip sopan santun yang disajikan, (c) aspek-aspek kebahasaan yang dimanfaatkan dan koherensi antara tema, unsur lingual, citra, dan gambar, serta, (d) fungsi kemasyarakatan yang ada dalam karikatur. Sebagai contohnya adalah data wacana karikatur (1) berikut ini.

(1) …kalau aku jadi MENTERI…yang pasti kau bukan lantas ikut dipanggil bapak menteri lho…!!

(15)

Wacana Karikatur Indonesia Perspektif Kajian Pragmatik

4

menteri mereka memanfaatkan jabatan suami/istri mereka. Selain itu juga memanfaatkan kalimat pengandaian seperti data berikut:

…kalau aku jadi MENTERI....

Dalam wacana karikatur juga ada aspek-aspek ekstralingual yang melatarbelakangi munculnya karikatur. Contoh data yang menunjukkan faktor ekstralingual adalah data (2) pada contoh berikut ini.

(2) Selamat datang, saudara sekandung sebangsa setanah air

Data (2) faktor ekstralingualnya adalah pada tahun 1976 tahanan politik golongan B dibebaskan oleh penguasa Orde Baru. Sebagai bangsa yang beradab tentunya masyarakat harus berani memaafkan kesalahan yang dibuat oleh saudara-saudara sebangsa dan setanah air dan menerima mereka secara tulus, namun tetap waspada. Itulah setting

yang terkandung dalam wacana karikatur yang melatarbelakangi munculnya wacana tersebut. Di dalam karikatur juga terdapat penerapan dan penyimpangan prinsip kerja sama, yang dapat dicontohkan dalam data (3) berikut ini.

…Paak…! Yang merdeka bukan hanya Bapak…Saya juga!!

(16)

Wacana Karikatur Indonesia Perspektif Kajian Pragmatik

ikon si kaya dan si miskin melalui pemilihan gambar yang memperjelas konteks wacana.

Selain itu, karikaturis juga menerapkan prinsip kesopanan dalam karikaturnya. Hal itu dapat dijelaskan pada data (4) berikut ini.

(4) + Percayalah ...yang namanya Pembangunan itu...pasti hasilnya untuk rakyat ..

- Termasuk kesengsaraan ya Pak ?!

Data (4) memanfaatkan maksim kesimpatian karena penutur mengungkapkan rasa simpati dengan ikut prihatin atas kesusahan rakyat yang terkena gusuran rumahnya disebabkan tanahnya tergenang lumpur panas Lapindo Brantas di Sidoharjo Jawa Timur. Peristiwa itu juga sempat menaikkan angka stres di kalangan penduduk yang terkena musibah semburan lumpur tersebut. Rasa simpati tersebut ditunjukkan dengan penanda lingual .. Percayalah ...yang namanya Pembangunan itu...pasti hasilnya untuk rakyat ...rasa ikut merasakan penderitaan petutur sekaligus untuk membesarkan hati petutur dengan penanda lingual..pasti hasilnya untuk rakyat...artinya penutur meyakinkan kepada mitra tutur agar bersabar dan berbesar hati menghadapi cobaan yang menimpanya yang nantinya hasil ’pembangunan’ tersebut akan ikut dinikmati petutur (rakyat). Menurut karikaturis, hal-hal yang sangat sensitif buat kepentingan rakyat dalam menggambarkan karikaturnya harus direnungkan dulu, dicari data-data lengkap melalui observasi baru mencari ide gambar yang tepat untuk disajikan lewat karikatur di surat kabar. Peristiwa lumpur Lapindo Brantas merupakan masalah yang sangat sensitif diungkapkan karena berkaitan dengan rakyat dan penguasa, sehingga karikaturis harus ekstra hati-hati dalam mengritik lewat karikatur yang dibuatnya.

Kemudian jika dilihat dari segi fungsi kemasyarakatan, karikatur mempunyai fungsi kritik, informasi, pendidikan, moralitas, politik, ideologi, hankam, hiburan, dan yang lebih utama adalah sebagai fungsi kritik dan sindiran untuk perbaikan sasaran kritiknya.

(17)

Wacana Karikatur Indonesia Perspektif Kajian Pragmatik

15

BAB II

KONSEP DASAR KAJIAN KARIKATUR

A. Konsep Karikatur

Di dalam masyarakat selama ini berkembang kesalahkaprahan yang menganggap karikatur mencakup seluruh kriteria yang bersifat mengritik atau menyindir. Sebenarnya karikatur hanyalah bagian dari kartun dengan ciri deformasi atau distorsi wajah, biasanya wajah tokoh manusia yang dijadikan sasarannya (Wijana, 1995: 8). Noerhadi di dalam artikelnya yang berjudul “Kartun dan Karikatur sebagai Wahana Kritik sosial” seperti dikutip Wijana (1995), mendefinisikan karikatur sebagai suatu bentuk tanggapan lucu dalam citra visual. Dalam artikel tersebut konsep kartun dipisahkan secara tegas dengan karikatur. Tokoh-tokoh kartun bersifat fiktif yang dikreasikan untuk menyajikan komedi-komedi sosial serta visualisasi jenaka. Sementara itu, tokoh-tokoh karikatur adalah tokoh-tokoh tiruan lewat pemiuhan (distorsi) untuk memberikan persepsi tertentu kepada pembaca sehingga sering kali disebut portrait caricature (Wijana, 1995: 8).

Karikatur adalah gambar yang bersifat lelucon yang mengandung sindiran. Karikatur disebut juga gambar ejekan (Poerwadarminta, 2003: 524). Menurut Wijana dalam disertasinya yang berjudul “Wacana Karikatur dalam Bahasa Indonesia” menyatakan karikatur (Caricature) berasal dari bahasa Italia Caricatura (caricare) yang artinya memberi muatan atau beban tambahan. Yang direka adalah tokoh-tokoh politik atau orang-orang yang karena peristiwa menjadi pusat perhatian. Distorsi jasmani tokoh-tokohnya itu tidak selamanya dimaksudkan sebagai sindiran, melainkan dapat juga hanya untuk menampilkannya secara humoristis (Wijana, 1995: 8).

(18)

Wacana Karikatur Indonesia Perspektif Kajian Pragmatik

dalam visual gambarnya memanfaatkan unsur-unsur verbal seperti kata, frase, dan kalimat, di samping gambar tokoh yang didistorsikan itu, sedangkan karikatur nonverbal cenderung memanfaatkan gambar sebagai bahasa bertutur agar maksud yang termaksud dalam gambar tersampaikan kepada pembaca. Karikatur selain sebagai wahana kritik sosial juga mampu menjadi wahana hiburan yang kental dengan humor dan kelucuan, sehingga mampu membangkitkan kesegaran bagi pembacanya.

Di dalam masyarakat, humor, baik yang bersifat erotis maupun protes sosial, berfungsi sebagai penglipur lara. Hal ini disebabkan humor dapat meyakinkan ketegangan batin yang menyangkut ketimpangan norma masyarakat yang dapat dikendurkan melalui tawa atau senyuman (Wijana, 2004: 26). Pernyataan itu sesuai dengan pandangan Wilson yang menyatakan bahwa humor tidak selamanya bersifat agresif dan radikal yang memfrustrasikan sasaran agresinya dan memprovokasikan perubahan, serta mengecam sistem sosial masyarakatnya, tetapi dapat pula bersifat konservatif yang memiliki kecenderungan untuk memper-tahankan sistem sosial dan struktur kemasyarakatan yang telah ada (Wilson dalam Wijana, 1995: 3). Lebih lanjut Wijana mengungkapkan bahwa humor dapat disajikan dalam berbagai bentuk seperti teka-teki, dongeng, julukan, kartun dan karikatur. Wahana kritik sosial ini sering dijumpai di dalam berbagai media cetak, seperti surat kabar, majalah dan tabloid.

Karikatur biasanya diciptakan sebagai reaksi terhadap peristiwa tertentu sehingga memungkinkan digali atau dicari isi faktanya. Untuk mencapai tujuan-tujuan yang disebutkan di atas satu langkah yang niscaya adalah pengamatan dan penelitian yang dilakukan secara cermat dan tajam terhadap keadaan-keadaan sekitar untuk menangkap makna hidup yang tersirat di dalamnya (Dakiade dalam Sudarta, 1980: viii).

(19)

Wacana Karikatur Indonesia Perspektif Kajian Pragmatik

49

BAB III

JENIS-JENIS TINDAK TUTUR,

IMPLIKATUR, DAN DAYA PRAGMATIK

DALAM WACANA KARIKATUR

A. Pengantar

Tindak tutur adalah produk atau hasil dari suatu kalimat dalam kondisi tertentu dan merupakan kesatuan terkecil dari komunikasi linguistik yang dapat berwujud pernyataan, perintah, pertanyaan atau lainnya (Searle, 1969 dalam Suwito, 1983: 33; baca Rohmadi, 2004: 83). Menurut para ahli bahasa, tindak tutur memiliki berbagai kategori dan fenomena yang aktual. Jenis tindak tutur berdasarkan klasifikasi Kreidler (1998) adalah (a) asertif (assertive utterance), (b) performatif (per-formative utterance), (c) verdiktif (verdictive utterance), (d) ekspresif (expressive utterance), (e) direktif (directive utterance) (f) komisif (commisive utterance) dan (g) fatis (phatic utterance). Sementara itu bentuk tindak tutur, dan makna tindak tutur yang dijadikan acuan analisis dalam penelitian ini berdasarkan uraian Wijana (1995) yang meliputi tindak tutur langsung-tak langsung dan literal-tak literal.

(20)

Wacana Karikatur Indonesia Perspektif Kajian Pragmatik

Implikatur dapat menjelaskan secara eksplisit tentang bagaimana memaknakan apa yang diucapkan secara lahiriyah berbeda dengan apa yang dimaksud pemakai bahasa itu mengerti pesan yang dimaksud.

Berdasarkan analisis data ditemukan jenis-jenis tindak tutur, bentuk tindak tutur, makna tindak tutur, implikatur dan jenis tindak tutur yang dominan dalam wacana karikatur G.M. Sudarta. Sebagai bukti adanya jenis tindak tutur, bentuk tindak tutur, makna tindak tutur, implikatur, dan jenis tindak tutur yang dominan dalam wacana karikatur G.M. Sudarta dapat dilihat contoh data berikut ini.

B. Tindak tutur komisif yang ada di dalam wacana karikatur

Tindak tutur komisif merupakan tindak tutur yang menyebabkan penutur melakukan serangkaian kegiatan. Verba tindak tutur komisif antara lain menyetujui, bertanya, menawarkan, menolak, berjanji, ber-sumpah. Verba-verba tersebut bersifat prospektif dan berkaitan dengan komitmen penutur terhadap perbuatan pada masa yang akan datang. Karikaturis memanfaatkan wacana jenis tindak tutur komisif dalam karikaturnya. Sebagai bukti dapat dicontohkan pada data berikut ini.

(5) A. …Kasus Ambon akan ditindak tegas ! Gas ! Gas ! Gas !!! B. AKAN !

(6) Korupsi.... No !

(7) .... menuju Indonesia baru ! (8) Akan ada keterbukaan...

Akan ditolerir perbedaan pendapat Akan ditiadakan pencabutan SIUUP... Akan ditiadakan budaya telpon... (9) A: Saya sedia berunding

B: Saya sedia berunding

Uraian tentang tindak tutur komisif beserta penjelasan masing- masing data tersebut adalah sebagai berikut.

(5) A. …Kasus Ambon akan ditindak tegas ! Gas ! Gas ! Gas !!! B. AKAN !

(21)

Wacana Karikatur Indonesia Perspektif Kajian Pragmatik

77

BAB IV

PENERAPAN PRINSIP KERJA SAMA

DAN KESOPANAN DALAM KARIKATUR

A. Pengantar

Di dalam pertuturan nonhumor ada praanggapan penutur dan lawan tutur dituntut berlaku secara wajar. Kedua belah pihak harus memberikan konstribusinya sesuai dengan kebutuhan komunikasi. Mereka akan berusaha berinteraksi seinformatif mungkin dengan melaksanakan sepenuhnya prinsip kerja sama dan prinsip kesopanan, serta mempertimbangkan secara saksama parameter-parameter pragmatik (Wijana, 2004: 4). Lebih lanjut dikatakan oleh Wijana (2004), di dalam wacana humor terjadi hal yang sebaliknya.

Kartun atau juga karikatur secara sengaja menciptakan tuturan yang menyimpangkan prinsip-prinsip dan parameter pragmatik itu secara langsung atau lewat perantara tokoh atau tokoh-tokoh rekaannya yang berperan sebagai peserta tindak tutur yang irrasional. Sebagai tokoh yang irasional, figur-figur ini mengutarakan konstribusinya secara berlebih-lebihan, atau kurang informatif. Tuturan yang dihasilkannya kerap kali tidak disertai bukti-bukti yang memadai, tidak relevan, dan disampaikan dengan cara-cara bertutur yang tidak semestinya.

(22)

Wacana Karikatur Indonesia Perspektif Kajian Pragmatik

Selain, aspek-aspek tersebut dalam berkomunikasi secara wajar tentu akan dipatuhi prinsip-prinsip kerjasama yang teraktualisasikan dalam beberapa maksim, seperti (1) maksim kuantitas, (2) maksim kualitas, (3) maksim relevansi, dan (4) maksim cara. Keempat maksim tersebut harus dipatuhi oleh penutur dan lawan tutur dalam ber-komunikasi agar tercapai tujuan ber-komunikasi secara normal (Grice, 1975: 45-47; Parker,1986: 23; Wardaugh, 1986: 202; Sperber & Wilson, 1989: 33-44; Gazdar, 1979: 45- 49; Yule, 2004: 35- 37).

Grice (dalam Wijana, 1996: 46-53) mengemukakan bahwa dalam rangka melaksanakan prinsip kerja sama itu, setiap penutur harus mematuhi empat maksim percakapan (conversational maxim), yakni maksim kuantitas (maxim of quantity), maksim kualitas (maxim of quality), maksim relevansi (maxim of relevance), dan maksim pelak-sanaan/ cara (maxim of manner).

Keempat maksim yang ada dalam prinsip kerja sama ditengarai dalam wacana karikatur dilanggar dengan maksud terjadinya efek humor di dalamnya. Sebagai bukti pelanggaran prinsip kerja sama di atas dapat dilihat contoh data berikut di bawah ini.

B. Pelanggaran Maksim Kuantitas

Maksim kuantitas menghendaki setiap peserta tutur memberikan kontribusi yang secukupnya atau sebanyak yang dibutuhkan oleh mitra tuturnya. Misalnya seorang penutur yang berbicara secara wajar tentu akan memilih tuturan (1) dibandingkan dengan tuturan (2) seperti dicontohkan (Wijana, 1995: 63) berikut di bawah ini.

(1) Tetangga saya hamil semua.

(2) Tetangga saya yang perempuan hamil semua.

Tuturan (1) di samping ringkas juga, juga tidak menyimpangkan nilai kebenaran (truth value). Setiap orang tentu tahu bahwa hanya orang-orang wanitalah yang mungkin hamil.

(23)

Wacana Karikatur Indonesia Perspektif Kajian Pragmatik

119

BAB V

PEMANFAATAN BAHASA DAN KOHERENSI

ANTARA TEMA, UNSUR LINGUAL, CITRA SERTA

GAMBAR DALAM KARIKATUR

A. Pengantar

Pemanfaatan aspek kebahasaan atau unsur-unsur lingual menurut Soewandi (1995: 4-5), adalah berdasarkan asas kebahasaan. Ragam bahasa dapat dibagi menjadi dua ragam, yakni ragam lengkap dan ragam tidak lengkap. Suatu wacana termasuk ragam lengkap apabila wacana itu sebagai suatu keutuhan memiliki ciri-ciri yang khusus dan lengkap.

Ciri-ciri tersebut mencakup semua unsur-unsur kebahasaan, seperti penulisan dan ejaan, lafal, kosa kata, bentuk dan jenis, pembentukan kata, pembentukan frasa, penggunaan kalimat dan wacana. Yang ter-masuk ragam lengkap adalah ragam bahasa untuk menyampaikan ilmu pengetahuan, fakta, opini, dan pemberitaan, dan ragam bahasa untuk menyampaikan hal yang bersifat ekspresif.

Berdasarkan pendapat di atas, wacana karikatur termasuk ragam bahasa lengkap. Simpulan itu didasarkan pada tuturan-tuturan yang ada dalam karikatur yang memanfaatkan berbagai unsur kebahasaan, seperti penulisan ejaan, kosa kata, (baik bentuk dan jenis), pembentukan kata, pembentukan frasa, pembentukan kalimat dan wacana.

Bukti pemanfaatan aspek-aspek kebahasaan di atas, dapat dilihat contoh data berikut.

B. Pemanfaatan aspek fonologi (bunyi)

(24)

Wacana Karikatur Indonesia Perspektif Kajian Pragmatik

mempertimbangkan kapasitasnya sebagai pembeda maknanya disebut fon. Fon-fon di dalam bahasa memiliki jumlah yang tidak terbatas. Sejumlah fon memiliki potensi untuk membedakan makna. Fon-fon ini disebut fonem. Fonem-fonem tidak mempunyai makna.

Fonem sebagai unsur esensial memiliki peranan yang bersifat sistematik dan struktural. Peranannya yang bersifat sistemik meng-akibatkan bunyi-bunyi itu bersifat distingtif di dalam susunan berlanjur.

Sementara itu, peranannya yang bersifat struktural mengakibat-kannya bersifat distingtif di dalam susunan beruntun. Culler seperti dikutip Wijana (1995:153) menyebut susunan beruntun yang dimaksud di sini sebagai hubungan sintagmatik, dan susunan berlajur sebagai hubungan paradigmatik. Kata pagi dan bagi memiliki perbedaan makna karena peranan /p/ dan /b/ yang paradigmatik. Kata alir, liar, lari, dan lira masing-masing memiliki makna yang berbeda karena kedistingtifan bunyi-bunyinya yang sintagmatik (Wijana, 1995: 153).

Sifat-sifat bunyi yang telah disebutkan di atas dimanfaatkan oleh karikaturis dalam karikaturnya. Sebagai contoh dapat dibuktikan pada data di bawah ini.

1. Aspek peninggian dan pemanjangan bunyi Karikatur 75

Data (75) keciiil...!

(25)

Wacana Karikatur Indonesia Perspektif Kajian Pragmatik

201

BAB VI

PEMAHAMAN KARIKATURIS DAN PEMBACA

TENTANG FUNGSI KEMASYARAKATAN

DALAM KARIKATUR

A. Pengantar

Seorang komunikator biasanya menginginkan terjadinya hal-hal tertentu dengan pengiriman informasinya. Dia mungkin ingin supaya pesannya itu diterima, dipahami, diingat-ingat dan digunakan. Sering seorang komunikator menginginkan agar yang dikomunikasikan diterima semuanya oleh komunikan. Namun kadang-kadang seorang komuni-kator hanya memberi tekanan pada salah satu tujuan saja. Pemahaman mencakup makna dan pengertian. Komunikator menginginkan beberapa makna tertentu dari pesan itu dihilangkan (terutama pesan yang mengandung makna ganda), dan dia mengharapkan makna yang diterima itu adalah yang dimaksudkan dan inilah yang disebut pengertian (Abdillah Hanafi, tt:230)

(26)

Wacana Karikatur Indonesia Perspektif Kajian Pragmatik

Dalam suatu pesan, komunikator karikaturis juga memasukkan unsur waktu. Komunikasi melalui gambar karikatur, pembaca atau komunikan dalam menerima pesan dari karikaturis ada perbedaan rentang waktu. Biasanya karikatur muncul setelah adanya peristiwa yang telah terjadi di masyarakat dan banyak mengundang perhatian publik baru sehari atau tiga hari berikutnya muncullah opini surat kabar yang berwujud gambar karikatur. Opini yang disampaikan karikaturis merupakan kebijakan redaksi surat kabar yang bersangkutan dengan pertimbangan matang dan observasi peristiwa yang terjadi, baru karikaturis mengolah data fenomena yang ada dalam bentuk gambar karikatur. Dalam ilmu komunikasi ada dalil yang mengatakan bahwa pesan diberi makna berlainan oleh orang yang berbeda. ‘words don’t mean; people mean. ‘kata-kata tidak mempunyai makna; oranglah yang memberi makna’.

Proses pengolahan informasi, yang di sini disebut komunikasi intrapersonal, meliputi sensasi, persepsi, memori dan berpikir. Sensasi adalah proses menangkap stimuli. Persepsi ialah proses memberi makna pada sensasi sehingga manusia memperoleh pengetahuan baru. Dengan kata lain, persepsi mengubah sensasi menjadi informasi. Memori adalah proses menyimpan informasi dan memanggilnya kembali. Berpikir adalah mengolah dan memanipulasikan informasi untuk memenuhi kebutuhan atau memberi respons. (Rakhmat, 1992: 49)

Proses informasi menurut Jalaludin Rakhmat di atas dapat dijelas-kan bahwa tahap paling awal dalam penerimaan informasi ialah sensasi. 1. Sensasi berasal dari kata “sense” artinya alat pengindraan, yang menghubungkan organisme dengan lingkungannya. Bila alat-alat indera mengubah informasi menjadi impuls-impuls saraf dengan bahasa yang dipahami oleh otak, maka terjadilah proses sensasi (Coon, 1977: 79). ‘Sensasi adalah pengalaman elementer yang segera, yang tidak memerlukan penguraian verbal, simbolis atau konseptual, dan terutama sekali berhubungan dengan kegiatan alat indera (Wolman, 1973: 343).

(27)

Wacana Karikatur Indonesia Perspektif Kajian Pragmatik

235

BAB VII

PERSPEKTIF UMUM WACANA

KARIKATUR INDONESIA

Jenis tindak tutur yang terdapat di dalam karikatur G.M. Sudarta berjenis tindak tutur komisif, ekspresif, verdiktif, asertif, direktif dan performatif. Sedangkan jenis tindak tutur fatis tidak ditemukan atau tidak dimanfaatkan oleh karikaturis. Jenis tindak tutur yang men-dominasi dalam karikatur G.M. Sudarta adalah jenis tindak tutur direktif. Alasan jenis tindak tutur direktif lebih dominan dibandingkan dengan tindak tutur yang lain adalah karena misi karikatur adalah misi perbaikan yang berbentuk kritik, sehingga karakteristik tindak tutur direktif yang lebih sesuai dengan karakteristik karikatur.

Berdasarkan cara penyampaiannya, tindak tutur dalam wacana karikatur G.M. Sudarta lebih banyak menggunakan cara penyampaian jenis tindak tutur langsung, artinya, jika tuturannya berwujud kalimat perintah, maka isinya juga untuk memerintahkan. Demikian pula bila tuturannya berupa kalimat tanya untuk menanyakan sesuatu. Namun karikaturis juga memanfaatkan jenis tindak tutur tidak langsung, arti-nya, pemanfaatan kalimat-kalimat tersebut digunakan untuk menyata-kan maksud lain. Misalnya, kalimat tanya dimaksudmenyata-kan bumenyata-kan untuk bertanya, melainkan untuk memerintah. Berdasarkan makna tuturan, karikatur G.M. Sidarta memanfaatkan jenis tindak tutur literal di sini dalam menyampaikan maksudnya sama dengan makna kata-kata yang menyusunnya. Karikaturis juga memanfaatkan jenis tindak tutur tidak literal, yaitu penutur menyampaikan maksudnya tidak sama atau berlawanan dengan kata-kata yang tertera.

(28)

Wacana Karikatur Indonesia Perspektif Kajian Pragmatik

Di dalam menerapkan prinsip kerja sama, karikaturis melalui karikaturnya melanggar prinsip kerja sama maksim kuantitas, kualitas, relevansi, dan maksim pelaksanaan/cara. Pelanggaran maksim-maksim dalam wacana karikatur semata-mata bukan untuk membingungkan atau mempersulit pemahaman pembaca, melainkan demi tujuan kritik kepada sasaran kritik, terutama kritik terhadap kebijakan pemerintah yang dianggap kurang membela kepentingan rakyat kecil. Pelanggaran maksim juga sebagai bentuk satire humor, karena karikatur biasanya memilih kata-kata yang mengandung unsur humor supaya pembaca lebih fresh.

Prinsip kesopanan yang diterapkan dalam wacana karikatur G.M. Sudarta meliputi maksim kebijaksanaan, kecocokan, kesimpatian, dan maksim kerendahan hati. Maksim-maksim tersebut diterapkan oleh karikaturis berdasarkan konteks situasi, sosial, dan budaya. Dalam hal prinsip kesopanan, maksim kedermawanan, dan maksim penerimaan tidak dimanfaatkan dalam wacana karikatur G.M. Sudarta. Ini disebab-kan oleh karakter dari karikatur itu sendiri, sedangdisebab-kan jika dilihat dari parameter pragmatik, wacana karikatur G.M. Sudarta menggunakan prinsip kesopanan yang diterapkan dengan parameter tingkat jarak sosial. Hal ini karena penutur dan mitra tutur ditentukan berdasarkan parameter keakraban, perbedaan umur, jenis kelamin, dan latar belakang sosiokultural dan tingkat jarak status sosial yang didasarkan atas hubungan asimetrik antara penutur dan mitra tutur di dalam konteks pertuturan.

Aspek-aspek kebahasaan yang dimanfaatkan dalam wacana karikatur adalah aspek kebahasaan dalam bentuk fonologi, kata, frasa, kalimat, dan wacana. Karikatur G.M. Sudarta, dilihat dari segi keter-paduan antara aspek kebahasaan yang dimanfaatkan, tema, unsur lingual, citra, dan gambar sudah memperlihatkan adanya koherensi antara tema, unsur lingual yang mendukung, citra atau image. Ikon-ikon yang disajikan melalui gambar sudah menyatu dan berkaitan satu sama lain dan mampu mencerminkan kesatuan makna yang saling men-dukung.

(29)

Wacana Karikatur Indonesia Perspektif Kajian Pragmatik

253

BAB VII

CATATAN AKHIR

Karikatur adalah gambar yang mempunyai fungsi sebagai media kritik dan hiburan/humor. Hal itu diperkuat berdasarkan pemahaman karikaturis dan pembaca karikatur tentang fungsi kemasyarakatan yang terkandung di dalam karikatur. Karikatur-karikatur ciptaan G.M. Sudarta yang terdiri atas gambar dan teks telah memiliki keterkaitan dengan keduanya, yaitu antara tema, aspek kebahasaan, citra, dan gambar. Karya karikatur G.M. Sudarta sudah koheren dan memiliki kesatuan makna, dan tampil utuh sebagai karya karikatur.

Untuk mendukung kesatuan makna, aspek kebahasaan yang dimanfaatkan di dalam karikatur adalah jenis tindak tutur komisif, ekspresif, verdiktif, asertif, direktif dan performatif. Jenis tindak tutur fatis dalam teks pendukung tidak dimanfaatkan oleh karikaturis karena tidak sesuai dengan karakteristik sebagai jenis tuturan yang mengandung kritik. Sedangkan jenis tindak tutur yang mendominasi aspek kebahasaan dalam karikatur G.M. Sudarta adalah jenis tindak tutur direktif.

Berdasarkan analisis dan pembahasan penelitian dapat disimpulkan bahwa karikatur adalah gambar yang memiliki fungsi utama melakukan kritik demi perbaikan dan fungsi hiburan/humor. Karikatur G.M. Sudarta yang terdiri dari gambar dan teks sudah memiliki keterkaitan dengan keduanya, yaitu antara tema, aspek kebahasaan, citra, dan gambar. Keduanya sudah koheren dan memiliki satu kesatuan makna dalam bingkai konteks ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, hankam, dan pendidikan.

(30)

Wacana Karikatur Indonesia Perspektif Kajian Pragmatik

semata-mata bukan untuk membingungkan atau mempersulit pemahaman pembaca, melainkan demi tujuan kritik kepada sasaran kritik melalui tuturan yang melanggar kaidah prinsip kerja sama agar lebih bernuansa humor dan menghibur.

Sedangkan prinsip kesopanan yang diterapkan dalam wacana karikatur G.M. Sudarta meliputi maksim kebijaksanaan, kecocokan, kesimpatian, dan maksim kerendahan hati. Maksim-maksim tersebut diterapkan oleh karikaturis berdasarkan konteks situasi, sosial, dan budaya sasaran kritik maupun pembaca. Prinsip kesopanan maksim kedermawanan dan maksim penerimaan tidak dimanfaatkan dalam wacana karikatur G.M. Sudarta karena karakter karikatur itu sendiri. Dengan demikian wacana/teks yang ada di dalam karikatur mampu memperjelas dan menyatukan teks dan gambar dalam satu makna yang utuh. Dalam memahami fungsi kemasyarakatan sebuah karikatur, antara karikaturis dan pembaca terdapat sedikit perbedaan pemahaman dalam menafsirkan makna yang terkandung dalam teks dan gambar karikatur, yaitu dalam hal fungsi saran.

Dari pemahaman karikatur yang dikemukakan informan penelitian di atas, sebenarnya karikatur sebagai opini yang berwujud kritik yang diterbitkan oleh surat kabar mampu membangkitkan emosi pembaca, mampu membangun semangat solidaritas masyarakat, dan dapat membangkitkan amarah dari pihak sasaran kritiknya. Implikasi dari hal tersebut adalah karikaturis dalam mencipta sebuah karikatur harus benar-benar memperhatikan aspek-aspek bahasa, budaya, sosial, masyarakat pembacanya. Seorang karikatur dalam menciptakan opini melalui media karikatur tidak dibenarkan bila hanya mementingkan segi ekspresi karikaturis semata, namun harus juga memperhatikan etika dan budaya sasaran kritiknya. Misalnya dalam mengkritik tokoh nasional yang sangat dihormati suatu oleh suatu bangsa dan umat beragama, karikaturis harus mempertimbangkan dampak yang akan ditimbulkan oleh karikatur yang diciptakannya tersebut dan tidak hanya berpikir dengan logika semata.

(31)

Wacana Karikatur Indonesia Perspektif Kajian Pragmatik

262

DAFTAR PUSTAKA

Abdillah Hanafi. TT. Memahami Komunikasi Antar Manusia. Surabaya: Penerbit Usaha Nasional.

Anderson, Benedict. R.O.G. 2000. Kuasa Kata: Jelajah Budaya-Budaya

Politik di Indonesia. Penerjemah Revianto Budi Santoso.

Yogyakarta: Matabangsa.

Austin, J.L. 1955. How to do Things With Words. New York: Oxford

University Press.

---. 1962. How to do Things With Words. New York: Oxford University Press.

Bambang Murtiyoso. 2007. Kajian Pragmatik Tuturan Wayang Kulit

Purwa Gaya surakarta: Studi Kasus Pakeliran Padat Lakon Dewa

Ruci Ki Manteb Soedharsono. Proposal Disertasi pada Program

Studi S-3 Linguistik, minat Pragmatik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Barthes, Roland. 1988. The Semiotic Challenge. New York : Hill and

Wang.

Berger, Arthur Asa. 2000a. Media Analysis Techniques. Second Edition.

Alih Bahasa Setio Budi H.H. Yogyakarta : Tiara Wacana.

Bergson, Henri. 1956. “Laughter”, Comedy: an Essay on Comedy. Wylie

Sypher (ed). Baltimore: The John Hopkins University Press.

Brown, Gillian & Yule, George. 1996 (terjemahan I Soetikno). Analisis

Wacana. Jakarta: PT. Gramedia.

Budiman, Kris. 2005. Ikonisitas. Semiotika Sastra dan Seni Visual.

Yogyakarta: Penerbit Buku Baik

Christomy, Tommy. 2001. “Pengantar Semiotik Pragmatik Pierce:

Nonverbal dan Verbal” dalam Pusat Penelitian Kemasyarakatan

dan Budaya Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, Bahan

Pelatihan Semiotika, halaman 7-14.

Cook, Guy. 2000. Language Play, Language Learning. Oxford: Oxford

(32)

Wacana Karikatur Indonesia Perspektif Kajian Pragmatik

Coon, D. 1977. Introduction to Psychology: Exploration and Application.

Boston: West Publishing Company.

Crystal, David, 1998, Language Play, London: Penguin Books.

Cutting, Joan. TT. Pragmatics and Discourse. a.resource Book for

students. London and New York: Routledge.

Desiderato, O.,D.B. Howieson dan J.H. Jackson. 1976. Investigating

Behavior : Principles of Psychology. New York : Harper & Row

Publishers.

Eco, Umberto.1979. Theory of Semiotics. Bloomington: Indiana

University Press.

Edi Subroto. 1988. Semantik Leksikal I. Surakarta: UNS Press.

---. 1992. Pengantar Metode Penelitian Linguistik.

Surakarta: UNS Press.

---. 1999. “Ihwal Relasi Makna: Beberapa Kasus dan

Bahasa Indonesia.: Seminar Nasional I Semantik Sebagai Dasar

Fundamental Pengkajian Bahasa. Surakarta: Pascasarjana UNS

Surakarta, 26-27 Februari 1999.

---. 1992. Pengantar Metoda Penelitian Struktural.

Surakarta: Sebelas Maret University Press.

Errington, J. Joseph. 1988. Structure and Style in Javanese : A Semiotic

View of Linguistic Etiquette. Philadelphia: University of

Pensylvania.

Fishman, Joshua A. 1975. Sociolinguistics, a Brief Introduction, Rowley Massachusetts: Newbury House Publisher

Gazdar, Gerald. 1979. Pragmatics: Implicature, Presupposition and

Logical Form. New York: Academic Press.

Geerzt, Clifford. 1983. Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa.

Jakarta: PT. Pustaka Jaya.

Grice, H.P. 1975. “Logic and Conversation”, Syntax and Semantics:

(33)

Wacana Karikatur Indonesia Perspektif Kajian Pragmatik

264

Halliday, M.A.K. 1984. Language as Social Semiotic: The Social

Interpretation of Language and Meaning, London: Erdward

Arnold.

--- 1994. (Terjemahan: Barori; Ramlan (Peny.), Bahasa, Konteks,

dan Teks: Aspek-aspek Bahasa dalam Pandangan Semiotik

Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Harimurti Kridalaksana. 2001. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia

Pustaka.

Hasan Alwi. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Hymes, Dell. 1968. “On Communicative Competence”, dalam Prise dan

Holmes (ed.),Sociolinguistics.England: Pinguin Books, Ltd.

---. 1974. Foundations in Sociolinguistics. Philadephia:

University of Pennsylvania Press.

http://web1.infotrac.galegroup.com/itw/infomark/668/252/84040974w l/purl=rcl_SP0…24/06/2006.

Jalaluddin Rakhmat. 1992. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

Jumanto. 2006. “Komunikasi Fatis di Kalangan Penutur Jati Bahasa

Inggris.” Disertasi Program Pascasarjana Fakultas Ilmu

Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia Jakarta.

Kaswanti Purwo, Bambang. 1990. Pragmatik dan Pengajaran Bahasa.

Yogyakarta: Kanisius.

Kreidler, Charles W. 1998. Introducing English Semantics. New York:

Routledge.

Kunardi Hardjoprawiro. 2005. Pembinaan Pemakaian Bahasa Indonesia.

Surakarta: UPT MKU- UNS Press.

Kunjana Rahardi, R. 2000. Imperatif dalam Bahasa Indonesia.

Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

---. 2005. Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa

Indonesia: Jakarta: Penerbit Erlangga.

---. 2003. Berkenalan Dengan Ilmu Bahasa Pragmatik.

(34)

Wacana Karikatur Indonesia Perspektif Kajian Pragmatik

Kurniawan. 2001. Semiologi Roland Barthes. Magelang: Yayasan

Indonesia Tera.

Lechte, John. 2001. 50 Filsuf Kontemporer ; dari Strukturalisme sampai

Posmodernitas. Penerjemah A. Gunawan Admiranto.

Yogyakarta: Kanisius.

Leech, Geoffrey, N. 1983. Principles of Pragmatics. New York: Lougman.

---. 1993. Prinsip-prinsip Pragmatik (Diterjemahkan oleh

M.D.D Oka). Jakarta: Balai Pustaka.

Lefrancois, G. R. 1974. Of Humans: Introductory Psychology by Kongor. Belmont, Calif: Brook Cole Publishing Company.

Levinson, Stephen. C. 1983. Pracmatics. London, New York, New Rochell,

Melbourne Sydney: Cambridge University Press.

Littlejohn, Stephen W. 1996. Theories of Human Communication Fifth

Edition. New York : Wadsworth Publishing Company.

Maryaeni, 2001. Bahasa Jawa Dalam Ludruk Di Jawa Timur (Studi

Tentang Tata Krama Dalam Bahasa). Disertasi. Program

Pascasarjana. UGM.

Mey, Jacob L. 1993. Pragmatics: An Introduction. Oxford: Blackwell

Published.

---. 2001. Pragmatics: An Introduction [ed kedua]. Malden/ Oxford: Blackwell.

Milles, M.B. and Michael Huberman. 1984. Qualitative Data Analysis;

A Sourcebook of New Methods. Beverly Hills London, New Delhi:

Sage Publication.

---. 1992. Qualitative Data Analysis: A Course Book of New

Method. Baverly Hills: Saga Publications. (Edisi bahasa Indonesia

oleh Tjetjep Rohendi Rohidi. 1992. Analisis Data Kualitatif.

Jakarta: Universitas Indonesia (Press).

Milroy, Lesley. 1987. Observing and Analysing Natural Language: A

Critical Account of Sociolinguistic Method. Oxford: Basil

Blackwell.

Moleong, Lexy J. 1990. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:

(35)

Wacana Karikatur Indonesia Perspektif Kajian Pragmatik

266

Muhammad Nasir Setiawan. 2002. Menakar Panji Koming, Taksiran

Komik Karya Dwi Koendoro Pada Masa Reformasi tahun 1998. Jakarta: Penerbit Kompas.

Mussen, T and M. Rosenweig. 1973. Psychology: An Introduction. D.C.

Heath Myers, D.G. dan G.D. Bishop.

Muhammad Rohmadi. 2004. Pragmatik Teori dan Analisis. Yogyakarta:

Lingkar Media.

---. 2006. “Wacana Humor: Analisis Tekstual dan

Kontekstual”. Yogyakarta: Proposal Disertasi (S3) Pascasarjana

UGM.

Nelson, T.G.A. 1990. Comedy: The Theory of Comedy in Literature,

Drama, and Cinama. Oxford: Oxford University Press.

Noerhadi, Toety Heraty. 1989. “Kartun dan Karikatur Sebagai Wahana Kritik Sosial.” Majalah Ilmu-Ilmu Sosial, XVI, No. 2, hal: 129-155.

Oka, I Gusti Ngurah. 1987. Tata Krama Tutur Bahasa Indonesia. Dalam

Pierce, Charles Sanders. 1982. “Logic as semiotics : The Theory of Signs”

dalam Robert E. Innis (ed). Semiotic, and Introduction Anthology. Bloomington : Indiana University Press.

Poedjosoedarmo, Soepomo. 1986. Kode dan Alih Kode. Yogyakarta: Balai

Penelitian Bahasa.

Pradopo, Sri Widati, Haharjo, Siti Sundari, dan Faruk, H.T., 1985. Humor

dalam Sastra Modern. Yogyakarta: Proyek Penelitian Bahasa dan

Sastra Indonesia dan Daerah.

Pramono. 1996. Kartun Bukan Sekedar Benda Seni Prisma 1. Januari

halaman: 406-440.

Purwo Haryono. 2004. Tindak Tutur dalam Wacana Rapat Dinas Dewan

(36)

Wacana Karikatur Indonesia Perspektif Kajian Pragmatik

Studi Linguistik Minat Utama Linguistik Deskriptif. Surakarta: Pascasarjana UNS.

Raskin, Victor, 1985. Semantic Mechanism of Humor. Dordrecht. D.

Reidel: Publishing Company.

Ruch, F.L. 1967. Psychology and Life. Glenview: Scott, Foresman, and Co

Schlesinger, K dan P.M Groves. 1976. Psychology : A. Dymanic Science.

Iowa : Wm. C. Brown Company.

Searle, J.R. 1969. Speech Acts : An Essay in the Philosophy of Language,

Cambridge: Cambridge U.P.

Segers, Rien. 2000. Evaluasi Teks Sastra. Penerjemah Suminto A. Sayuti.

Yogyakarta : Adicita Karya Nusa.

Sobur, Alex. 2004. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

Soenarjo. 2003. Pertunjukan Wayang Kulit Purwa Jawa Masa Kini.

Kajian Manajemen strategik (Strategic Management). Surabaya:

Program Doktor Pascasarjana Universitas 17 Agustus 1945.

Soepomo Poedjosoedarmo. 1986. Kode dan Alih Kode. Yogyakarta: Balai

Penelitian Bahasa.

Soewandi, A.M. Slamet. 1995. Ragam Jurnalistik. Makalah Simposium

Nasional Ragam Jurnalistik. Semarang: IKIP PGRI.

Sperber, Dan & Deidre Wilson. 1989. Relevance: Communication and

Cognition. Oxford: Basil Blackwell.

Stalnaker, R.C. 1978. ‘Assertion’ dalam Gillian Brown & George Yule. Jakarta: PT. Gramedia.

Strauss, Anselm & Corbin, Juliet. 2003. Dasar-dasar Penelitian Kualitatif,

Tata Langkah dan Teknik-teknik Teoritisasi Data. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar

Stubbs, Michael. 1983. Discourse Analysis: The Sociolinguistic Analysis of

Natural Language.Oxford:Basil Blackwell.

Sudaryanto. 1988. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa.

(37)

Wacana Karikatur Indonesia Perspektif Kajian Pragmatik

268

---. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa: Pengantar

Penelitian Wahana Kebudayaan secara Linguistis. Yogyakarta:

Duta Wacana University Press.

Sudarta, G.M. 1980. Indonesia 1967 – 1980. Jakarta: Penerbit PT.

Gramedia.

---. 1987. “Karikatur: Mati Ketawa Cara Indonesia”. Jakarta: Prisma 5, Mei, halaman 49-56

... 2007. 40th Oom Pasikom, Peristiwa dalam Kartun Tahun

1967-2007. Jakarta: Penerbit Buku Kompas

Sudjiman, Panuti dan Aart van Zoest (ed). 1996. Serba-serbi Semiotika. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Suseno Kartomihardjo. 1992. Analisis Wacana dan Penerapannya-

Pidato Ilmiah dalam Rangka Pengukuhan Guru Besar IKIP Malang. Malang: IKIP Malang.

Sutopo, H.B. 1995. Kritik Seni Holistik Sebagai Pendekatan Penelitian

Kualitatif (Pidato Pengukuhan Guru Besar di Universitas Sebelas

Maret). Surakarta: Sebelas Maret university Press.

--- 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta:

Universitas Sebelas Maret Press.

Suwito. 1983. Pengantar Awal Sosiolinguistik Teori dan Problema.

Surakarta: Henry Offset.

Syukur Ibrahim, Abd. 1993. Kajian Tindak Tutur. Surabaya: Usaha

Nasional.

---. 1994. Panduan Penelitian Etnografi Komunikasi. Surabaya: Usaha Nasional.

Thomas, Jenny. 1995. Meaning in Interaction: an Introduction to

Pragmatics. London. New York: Longman.

Van Ek, J.A. and Trim, J. L.M. (1998). Threshold 1990; Council of Europe.

Cambridge University Press.

Verschueren, Jet. 1999. Understanding Pragmatics. New York: Oxford

University Press.

Wardaugh, Ronald. 1986. An Introduction to Sociolinguistics. Oxford:

(38)

Wacana Karikatur Indonesia Perspektif Kajian Pragmatik

Wijana, I Dewa Putu. 1985, “Bahasa Indonesia dalam Cerita Humor”,

Linguistik Indonesia, No. 5, Th. 3, Jakarta: Masyarakat Linguistik

Indonesia.

---.1989. “Discourse of Indonesian Cartoons”, Kertas

Kerja, Tidak diterbitkan.

---.1995. “Wacana Kartun dalam Bahasa Indonesia:

Disertasi, Yogyakarta: Program Pascasarjana Universitas Gajah

Mada

---. 1996. Dasar-Dasar Pragmatik. Yogyakarta: Andi

---. 1997. “Linguistik, Sosiolinguistik, dan Pragmatik”: Makalah disajikan dalam Temu Ilmiah Bahasa dan Sastra, 26-27 Maret 1979 di Balai Penelitian Bahasa Yogyakarta.

---. 2001. “Pornografi dan Asosiasi Pornografis pada Judul

Rubrik Artis Harian Bernas Yogyakarta”: Makalah disajikan

dalam kuliah mahasiswa Pascasarjana, Prodi. Linguistik.

---. 2004. Kartun: Studi tentang Permainan Bahasa.

Yogyakarta: Ombak

Wilson, Christopher P. 1979. Jokes: Form, Content, Use and Function,

London: Academic Press.

Wolman, E.O. 1973. Dictionary of Behavioral Science. New York: Van

Nostrand Reinhold Co.

Wuri Soedjatmiko. 1991. Aspek Linguistik dan Sosiokaltural dalam

Humor. Jakarta: Kertas Kerja Pertemuan Linguistik Lembaga

Bahasa Atma Jaya.

Yudha Triguna, Ida Bagus Gde 2000. Teori Tentang Simbol. Denpasar

Timur: Widya Dharma.

Yule, George. 1996. Pragmatics. Oxford: Oxford University Press.

Gambar

gambar dalam wacana karikatur ............................

Referensi

Dokumen terkait

3.1 “PECEBOOKss” Sebagai Solusi Penyulingan Minyak Daun Cengkeh yang Efektif “PECEBOOKss” merupakan suatu Inovasi mesin penyulingan cengkeh berkondensor dan menggunakan bahan

Edwin D.P, Franova Herdiyanto, dan sahabat-sahabat saya yang lain yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan Tugas Akhir (TA) ini... Teman-teman Fakultas Ilmu Komputer

Pengaruh Pengeringan (Cabinet Dryer dan Freeze Drying) dan Pengemasan (Botol Gelas dan Metalized Plastic) terhadap Aktivitas Antioksidan serta Umur Simpan Kapsul Bubuk Biji

Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis dan menjelaskan pengembangan kawasan pembangunan di Kabupaten Indragiri Hilir dengan strategi pembangunan kontekstual

Oleh karena itu, tugas perutusan Dialog Antar Agama secara khas bagi Gereja Asia disadari bukan hanya sekedar sebagai salah satu mata tugas dalam pewartaan Injil,

Dan dapat dilihat di Minahasa Selatan kemenangan yang dihasilkan pasangan Christiany Eugenia Paruntu dan Sonny Tandayu dalam memenangi Pilkada Bupati dan Wakil Bupati

Karena standar panjang gelombang alat fototerapi untuk penanganan Neonatal Jaundice adalah 460-490 nm, maka panjang gelombang yang dihasilkan LED telah memenuhi syarat

sectional yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan peran petugas kesehatan dengan perilaku pemanfaatan layanan konseling dan tes HIV/AIDS pada