• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KOMPOSISI ASAM AMINO DAN POLA PROTEIN GELATIN HALAL DARI KULIT AYAM BROILER.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS KOMPOSISI ASAM AMINO DAN POLA PROTEIN GELATIN HALAL DARI KULIT AYAM BROILER."

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN AKHIR

HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI

ANALISIS KOMPOSISI ASAM AMINO DAN POLA PROTEIN

GELATIN HALAL DARI KULIT AYAM BROILER

Oleh:

Dra. Ni Made Puspawati, M.Phil., PhD. NIDN:0019036502

Ida Ayu Gede Widihati, S.Si., M.Si. NIDN:0031126826

Drs. I Nyoman Widana, MSi. NIDN:0008086403

Dibiayai oleh DIPA BLU Universitas Udayana Sesuai dengan Surat Perjanjian Penugasan Pelaksanaan Penelitian Nomor: 1306/UN.14.1.28.1/PP/2015, tanggal 25 Mei 2015

JURUSAN KIMIA

(2)
(3)

RINGKASAN

Salah satu kelemahan produk gelatin halal yang berasal dari non-mamalia adalah sifat mekaniknya yang kurang bagus sehingga aplikasinya di bidang kedokteran menjadi terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh proses demineralisasi dan perbedaan jenis asam yang digunakan pada proses perendaman terhadap komposisi asam amino dan panjang rantai protein serta kaitannya dengan sifat mekanik gelatin yaitu kekuatan gel. Proses isolasi gelatin terdiri dari tahap deproteinasi menggunakan natrium hidroksida (NaOH 0,15%), demineralisasi dengan asam sulfat (H2SO4), dan dilanjutkan

dengan tahap perendaman menggunakan tiga jenis asam yang berbeda (asetat, laktat, dan sitrat 1%). Pengukuran kekuatan gel dilakukan dengan CT3 Texture Analyzer, analisis komposisi asam amino dilakukan dengan HPLC, dan analisis pola pita protein dilakukan menggunakan metode elektroforesis. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan jenis asam yang digunakan berpengaruh terhadap rendemen, kekuatan gel, panjang rantai protein, dan komposisi asam amino dari produk gelatin yang dihasilkan. Rendemen gelatin tertinggi yaitu 21,11% diperoleh melalui proses perendaman asam sitrat (GASH), sedangkan terendah 10,70% diperoleh dengan perendaman asam asetat (GAAH). Sebaliknya kekuatan gel tertinggi 216,63 g bloom diberikan oleh gelatin dengan proses perendaman asam asetat, dan terendah 32.73 g bloom diperlihatkan oleh gelatin dengan proses perendaman asam laktat (GALH). Komposisi utama asam amino dari ketiga produk gelatin yaitu glisin, prolin, glutamate, dan arginin masing-masing dengan persentase berurutan 17,77%, 8,78%, 7,01%, dan 6,79% untuk GASH, 18,58%, 8,93%, 7,08%, dan 7,01% untuk GAAH, dan 20,54%, 9,87%, 7,53%, dan 7,96% untuk GALH. Asam amino histidin dan asam amino essensial triptofan tidak ditemukan pada ketiga produk gelatin hasil perlakuan. Hasil analisis elektroforegram ketiga produk gelatin tidak menunjukkan adanya pita protein dengan berat molekul yang tinggi pada 200kDA untuk rantai protein sheet dan 300kDa

untuk sheet tetapi GAAH dan GASH memperlihatkan pita protein dengan berat molekul yang relatif cukup tinggi yaitu pada 97 kDA dan 85 kDA untuk rantai protein α1 dan αβ. Hal ini menunjukkan bahwa protein gelatin yang diperoleh tidak utuh dan terfragmentasi menjadi protein dengan berat molekul yang lebih rendah. Hal ini ditunjukkan dengan terdapatnya beberapa pita protein pada GAAH dan GASH dengan berat molekul yang lebih rendah yaitu pada 66kDA, 45, kDa, 31 kDA dan 25 kDA. Sedangkan GALH hanya memberikan protein dengan berat molekul yang rendah yaitu 21kDA dan dibawahnya. Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa sifat mekanik produk gelatin khususnya kekuatan gel tidak dipengaruhi oleh komposisi asam aminonya tetapi dipengaruhi oleh berat molekul dan distribusi berat molekulnya atau pola pita proteinnya. Pada penelitian ini perendaman dengan asam asetat memberikan hasil gelatin dengan sifat mekanik terbaik dan memiliki kualitas mutu yang memenuhi kualitas mutu gelatin Standar Nasional Indonesia (SNI).

(4)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadapan Sang Hyang Widhi Wasa atas rahmat

dan karunia yang dilimpahkan sehingga penelitian dan penulisan laporan akhir penelitian

yang berjudul “ANALISIS KOMPOSISI ASAM AMINO DAN POLA PROTEIN

GELATIN HALAL DARI KULIT AYAM BROILER” ini dapat dilaksanakan dengan baik dan beberapa kendala yang dihadapi dapat diatasi dengan baik. Penulis juga

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rektor Universitas Udayana dan Ketua LPPM

2. Fakultas Matematika Universitas Udayana yang telah memberikan dana PNBP

scheme Hibah Unggulan Program Studi tahun anggaran 2015.

3. Dekan Fakultas MIPA dan Ketua Jurusan Kimia Universitas Udayana yang

telah mengesahkan usulan proposal penelitian ini sehingga dapat dilanjutkan

dan telah memberikan fasilitas penggunaan Laboratorium Penelitian Jurusan

Kimia dan Laboratorium bersama FMIPA Universitas Udayana untuk

penggunaan Instrumen.

4. Kepala Laboratorium Bersama FMIPA Universitas Udayana untuk fasilitas

penggunaaan Instrumen FTIR.

5. Kepala Lanoratorium Balai Penelitian Ternak Bogor untuk Analisis Komposisi

Asam Amino

6. Kepala Laboratorium Center for Development of Advances Sciences and

Technology, Jember Untuk Elektroforesis SDS_PAGE

7. Kepala Laboratorium EHP Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember

8. Kepala Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia FMIPA Universitas

Udayana atas bantuannya untuk fasilitas dalan proses pre-treatment dan

pengeringan sampel.

9. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Budi Daya Laut Bali,Gondol

Singaraja atas bantuannya dalam proses pengeringan sampel kulit ayam dengan

(5)

10. Tutut Hardikawati dan Anak Agung Rahma Prabawanti , mahasiswa kimia yang

telah membantu dalam pelaksanaan penelitian ini.

Semoga laporan penelitian ini dapat menjadikan acuan untuk penelitian selanjutnya.

Denpasar, 27 Oktober 2015

(6)

DAFTAR ISI

2.4 SDS-PAGE (Elektroforesis Gel Poliakrilamida-Sodium Dodesil Sulfat) 5

5

5

11

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan

3.2 Tempat Penelitian

13

(7)

3.3 Prosedur Kerja 14

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penyiapan bahan baku

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan 40

5.2. Saran 41

DAFTAR PUSTAKA 41

(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Struktur Tripel Helix Penyusun Gelatin 6

Gambar 2.2. Struktur Kimia Gelatin 8

Gambar 2.3. Contoh elektroforegram gelatin dari Bigeye snapper 13

Gambar 4.1. Foto Kulit ayam kering 19

Gambar 4.2.Foto Serbuk kulit ayam bebas lemak 19

Gambar 4.3.Foto Kulit ayam setelah perendaman NaOH 20

Gambar 4.4.Foto Kulit ayam setelah perendaman 20

Gambar 4.5.Foto Proses ekstraksi Waterbath 21

Gambar 4.6.Foto Gel sebelum dioven 21

Gambar 4.7. Elektroforegram produk gelatin hasil perlakuan 35

Gambar 4.8. Spektra Inframerah gelatin yang diekstraksi dengan asam sitrat 37

Gambar 4.9. Spektra Inframerah gelatin yang diekstraksi dengan asam laktat 38

Gambar 4.10. Spektra Inframerah gelatin yang diekstraksi dengan asam asetat 38

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Komposisi Asam Amino Gelatin 7

Tabel 2.2. Sifat Gelatin Berdasarkan Jenisnya 9

Tabel 2.3. Standar Mutu Gelatin Menurut SNI No. 06-3735 Tahun 1995 dan British Standard: 757 Tahun 1975

9

Tabel 4.1. Hasil Analisis Proksimat Serbuk Kulit Ayam Broiler 18

Tabel 4.2. Pengaruh Perlakuan Terhadap Nilai Rendemen Gelatin Kulit Ayam 22

Tabel 4.3. Pengaruh Perlakuan Terhadap Nilai pH Gelatin Kulit Ayam 24

Tabel 4.4. Pengaruh Perlakuan Terhadap Nilai Viskositas Gelatin Kulit Ayam 25

Tabel 4.5. Kandungan Proksimat Produk Gelatin Hasil Perlakuan 27

Tabel 4.6. Pengaruh Perlakuan Terhadap Nilai Kekuatan Gel Gelatin Kulit Ayam 29

Tabel 4.7. Komposisi Asam Amino Produk Gelatin Kulit Ayam Hasil perlakuan

Tabel 4.8. Interpretasi gugus fungsi

31

(10)

BAB 1. PENDAHULUAN

Gelatin adalah suatu biopolimer yang diperoleh dari hidrolisis parsial kolagen, suatu

protein fibrius penyusun utama jaringan pada kulit, tulang, dan jaringan ikat hewan. Sifat

dari gelatin secara intrinsik dipengaruhi oleh sumber (spesies), umur hewan, dan jenis

kolagen (Johnson, 2009).

1.1. Gelatin dimanfaatkan secara luas dalam industri makanan, kosmetik, farmasi,

tekstil, kertas dan fotografi karena sifatnya yang dapat membentuk gel, busa emulsifier, dan

dapat mempertahankan elastisitas suatu bahan. Manfaat gelatin yang sangat luas

menyebabkan kebutuhan dunia akan gelatin terus meningkat. Di Indonesia kebutuhan akan

gelatin sampai saat ini lebih banyak dipenuhi dengan cara mengimpor dari negara-negara

penghasil gelatin, sehingga harganya menjadi mahal. Selain itu, tingginya harga gelatin

juga disebabkan oleh permintaan konsumen yang tinggi karena pemanfaatan gelatin yang

sangat luas, seperti sebagai bahan kosmetik dan produk farmasi serta bahan baku makanan

(susu dan produknya, es krim, permen karet, pengental, dan mayonnaise), juga sebagai

bahan pembuat film, material medis (hard capsule), dan bahan baku kultur jaringan,

sebagai pelapis kertas, tinta inkjet, korek api, gabus, pelapis kayu untuk interior, karet

plastik, dan lain-lain (Apriyantono, 2003). Sampai sekarang ini gelatin yang beredar di

pasaran, 46 % berasal dari kulit babi, 29,4 % dari kulit sapi, 23,1 % dari tulang sapi, dan

hanya 1,5 % dari sumber lainnya (GME, 2008). Akhir-akhir ini, adanya pertimbangan dan

ketakutan akan BSE dan pengaruh penyakit sapi gila serta adanya prasyarat kehalalan akan

produk gelatin bagi umat muslim, maka bahan baku alternatif dari berbagai jenis ikan

sebagai sumber gelatin selain dari babi dan sapi terus dikembangkan (Jamilah dan

Harvinder, 2002). Beberapa penelitian telah dilakukan, seperti eksplorasi gelatin yang

bersumber dari kulit dan tulang berbagai spesies ikan (Irwandi 2009, Phanat 2010). Namun

sampai saat ini, hanya 1 % dari produksi gelatin dunia berasal dari ikan. Produk gelatin

ikan tidak berhasil menarik perhatian masyarakat karena faktor alergi dan fishy odour

(Rammaya,2012). Sehingga pengembangan gelatin dari sumber selain ikan perlu dikaji

potensinya.

Daging ayam merupakan daging yang paling populer dan murah untuk dikonsumsi

(11)

daging ayam meningkat setiap tahunnya. Kulit ayam sebagai hasil samping industri rumah

potong ayam (RPA) belum banyak dimanfaatkan untuk diproses menjadi produk baru yang

bernilai tinggi (Cliche, 2003). Kandungan kolagen yang tinggi pada kulit ayam 38,9%

(Cliche, 2003) sangat potensial untuk dikembangkan menjadi bahan baku alternatif gelatin.

Beberapa penelitian tentang ekstraksi gelatin dari ayam telah dilakukan. Abustam (2008),

telah berhasil mengekstraksi gelatin dari kulit kaki ayam melalui perendaman dengan

menggunakan asam asetat 1% selama 24 jam diperoleh hasil optimum rendemen 12,9 %

dan kekuatan gel 261,44 g bloom.

Miskah (2010) dalam penelitiannya melaporkan ekstraksi gelatin dari tulang dan kulit

kaki ayam melalui variasi konsentrasi asam asetat (CH3COOH) 4%, 5%, 6%, 7%, 8% dan

HCl 4%, 5%, 6%, 7%, 8% serta waktu perendaman 1 hari, 2 hari, 3 hari, 4 hari dan 5 hari,

menghasilkan konsentrasi terbaik pada pembuatan gelatin untuk HCl adalah 4 % yang

menghasilkan rendemen sebesar 11,2 %, sedangkan untuk CH3COOH adalah 7 %

menghasilkan rendemen sebesar 7,956 % dengan waktu perendaman terbaik adalah 1 hari.

Isolasi dan karakterisasi gelatin dari kulit ceker ayam Broiler dengan metode

ekstraksi terkombinasi dengan perendaman basa NaOH dan asam asetat yang

dikombinasikan dengan ekstraksi pelarut menggunakan etanol untuk meghilangkan lemak

telah dilakukan oleh Puspawati dkk, 2011, namun gelatin yang dihasilkan kandungan

lemaknya masih diatas 5% (Puspawati, 2011). Rammaya (2012) dalam penelitiannya

melaporkan ekstraksi gelatin dari residu mechanically deboned chicken meat (MDCM)

yang dilakukan dengan perendaman basa NaOH selama 72 jam dan dengan variasi suhu

ekstraksi pada 60oC,70oC, dan 80oC selama 2 jam yang dilakukan pada pH 4 menghasilkan gelatin dengan kekutan gel rendah (<100 gr bloom), dimana semakin tinggi suhu maka

kekuatan gel gelatin yang diperoleh semakin rendah. Peneliti lainnya, Norizah et.al, 2012,

melaporkan untuk pertama kali ekstraksi gelatin dari kulit ayam kering yang telah diekstrak

lemaknya dengan ekstraksi soxhlet, dengan proses perendaman menggunakan kombinasi

basa NaOH dan asam (asam sulfat dan asam sitrat) masing-masing selama 2 jam, dan

(12)

gelatin sapi. Namun Puspawati (2014), melaporkan optimasi proses ekstraksi gelatin dari

kulit ayam broiler yang dilakukan melalui variasi suhu dan lama ekstraksi dengan proses

perendaman campuran basa NaOH 0,15 % dan asam (H2SO40,15% dan asam sitrat0,7%)

menghasilkan gelatin dengan kekuatan gel tertinggi yaitu 145,95 g bloom yang diperoleh

pada suhu ekstraksi 40oC selama 12 jam.

Salah satu kelemahan dari gelatin yang berasal dari non mamalia adalah sifat

mekaniknya yang kurang bagus (rendahnya kekuatan gel gelatin) sehingga pemanfaatannya

terbatas dalam bidang industri non pangan khususnya dalam industri kedokteran. Salah satu

faktor yang berpengaruh terhadap sifat mekanik gelatin adalah komposisi asam amino dan

berat molekulnya (Gudmundson, 2002, Norland, 1990).

Dari uraian diatas, beberapa penelitian tentang ekstraksi dan karakterisasi sifat

fisikokimia gelatin dari kulit ayam telah dilaporkan, namun belum banyak penelitian yang

dilakukan untuk mengkaji pengaruh komposisi asam amino dan pola protein gelatin

(tingkat kemurnian dan berat molekul relatif) terhadap sifat mekanik gelatin khususnya

kekuatan gel. Untuk itu sangatlah penting mempelajari bagaimana pengaruh proses

perendaman dengan jenis asam yang berbeda (sitrat, asetat, dan laktat) terhadap komposisi

dan pola protein produk gelatin yang dihasilkan dan sifat mekaniknya khususnya kekuatan

gel.

1.2. Rumusan Masalah

Dari uraian diatas maka permasalahan yang diangkat adalah:

1. Bagaimana komposisi asam amino dan pola protein dari gelatin halal hasil

ekstraksi kulit ayam Broiler melalui proses perendaman dengan variasi jenis

asam yang digunakan?

2. Bagaimana pengaruh komposisi asam amino dan pola protein gelatin terhadap

(13)

1.3. Tujuan Khusus

1. Menganalisis komposisi asam amino dan pola protein dari gelatin halal hasil

ekstraksi kulit ayam Broiler melalui proses perendaman dengan jenis asam yang

berbeda?

2. Mengetahui pengaruh komposisi asam amino dan berat molekul gelatin terhadap

sifat mekanik gelatin khususnya kekuatan gel.

1.4. Urgensi Penelitian

Pemanfaatan gelatin yang sangat luas di bidang industri makanan, kosmetik,

farmasi, obat-obatan, tekstil, kertas, dan fotografi menyebabkan kebutuhan akan gelatin

cenderung meningkat tiap tahunnya. Sampai saat ini, Indonesia masih mengimpor gelatin

untuk memenuhi kebutuhan gelatin dalam negeri. Gelatin yang beredar di pasaran, 46 %

berasal dari kulit babi, 29,4 % dari kulit sapi, 23,1 % dari tulang sapi, dan hanya 1,5 % dari

sumber lainnya (GME, 2008). Akhir-akhir ini, adanya pertimbangan dan ketakutan akan

BSE dan pengaruh penyakit sapi gila, serta adanya prasarat kehalalan akan produk gelatin

bagi umat muslim, maka bahan baku alternatif sebagai sumber gelatin selain dari babi dan

sapi sangat penting untuk dikembangkan.dan diteliti. Penelitian dan pengembangan gelatin

dari tulang dan kulit ikan sudah banyak dilakukan namun produk gelatin ikan kurang

diminati karena baunya dan faktor alergi bagi beberapa orang. Kulit ayam sebagai hasil

samping produksi RPA belum banyak dimanfaatkan untuk diproses menjadi produk baru

yang bernilai tinggi (Cliche, 2003). Kandungan kolagen yang tinggi pada kulit ayam

38,9% (Cliche, 2003) sangat potensial untuk dikembangkan menjadi bahan baku penyedia

gelatin halal. Beberapa penelitian tentang ekstraksi dan karakterisasi sifat fisikokimia

gelatin dari kulit ayam telah dilaporkan, namun belum banyak penelitian yang dilakukan

untuk mengkaji pengaruh komposisi asam amino dan pola protein gelatin (tingkat

kemurnian dan berat molekul relatif) terhadap sifat mekanik gelatin khususnya kekuatan

gel. Untuk itu sangatlah penting mempelajari bagaimana pengaruh proses perendaman

dengan jenis asam yang berbeda (sitrat, asetat, dan laktat) terhadap komposisi dan pola

(14)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ayam Broiler

Ayam pedaging (Broiler) merupakan ayam ras yang memiliki daya produktivitas

tinggi sehingga dapat menghasilkan produksi daging dalam waktu relatif singkat (5-6

minggu).Ayam broiler sering dibudidayakan karena memiliki masa panen yang pendek dan

relatif mudah dalam pemeliharaan, sehingga dalam waktu yang singkat sudah dapat

dipasarkan (Abbas dan Rusmana, 1995).

Kulit ayam merupakan bagian yang berfungsi melindungi permukaan tubuh.Kulit

terdiri dari dua lapis, lapisan luar disebut epidermis dan bagian dalam disebut

dermis.Dermis tersusun dari jaringan pengikat yang mengandung banyak lemak dan serat

kolagen (Nurwantoro dan Mulyani, 2003).Kolagen merupakan sejenis protein yang

mengandung asam amino prolin dan hidroksiprolin. Kandungan kolagen pada kulit ayam

diperkirakan sebesar 38,9% (Cliche, 2003) sehingga kulit ayam berpotensi untuk

dikembangkan menjadi bahan baku pembuatan gelatin.

2.2 Kolagen

Kolagen merupakan komponen struktural utama dari jaringan ikat putih

(whiteconnetive tissue) yang meliputi hampir 30 persen dari total protein pada jaringan dan

organ tubuh vertebrata dan invertebrata. Pada mamalia, kolagen terdapat di kulit, tendon,

tulangrawan, dan jaringan ikat. Demikian juga pada burung dan ikan, sedangkan pada

avertebrata kolagen terdapat pada dinding sel (Bailey dan Light,1989). Molekul kolagen

tersusun dari kira-kira dua puluh asam amino yang memiliki bentuk agak berbeda

bergantung pada sumber bahan bakunya. Asam amino glisin, prolin, dan hidroksiprolin

merupakan asam amino utama kolagen. Asam-asam amino aromatik dan sulfur terdapat

dalam jumlah yang sedikit. Hidroksiprolin merupakan salah satu asam amino pembatas

dalam berbagai protein (Chaplin, 2005). Molekul dasar pembentuk kolagen disebut

tropokolagen yang mempunyai struktur batang dengan BM 300 kDa, dimana di dalamnya

terdapat tiga rantai polipeptida yang sama panjang bersama-sama membentuk struktur

(15)

tersendiri, menahan bersama-sama dengan ikatan hidrogen antara group NH dari residu

glisin pada rantai yang satu dengan grup CO pada rantai lainnya. Cincin pirolidin, prolin,

dan hidroksiprolin membantu pembentukan rantai polipeptida dan memperkuat triple heliks

(Wong, 1989).

Gambar 2.1. Struktur Triple Helix Penyusun Gelatin

Tropokolagen akan terdenaturasi oleh pemanasan atau perlakuan dengan zat seperti

asam, basa, urea, dan potassium permanganat, selain itu serabut kolagen dapat

mengalami penyusutan jika dipanaskan di atas suhu penyusutannya (Ts). Suhu penyusutan

(Ts) kolagenikan adalah 45oC. Jika kolagen dipanaskan pada T>Ts (misalnya 65 ± 70oC), serabut triple heliks yang dipecah menjadi lebih panjang. Pemecahan struktur tersebut

menjadi lilitan acak yang larut dalam air inilah yang disebut gelatin. Menurut

Fernandez-Diaz, et. al (2001), kolagen kulit ikan lebih mudah hancur daripada kolagen kulit hewan,

dimana kedua jenis kolagen ini akan hancur oleh proses pemanasan dan aktivitas enzim.

2.3. Gelatin

Gelatin merupakan salah satu produk turunan protein yang diperoleh dari hasil

hidrolisis kolagen hewan yang terkandung dalam tulang dan kulit, dan merupakan senyawa

yang tidak pernah terjadi secara alamiah. Gelatin mempunyai titik leleh 35oC, di bawah suhu tubuh manusia. Titik leleh inilah yang membuat produk gelatin mempunyai

karakteristik yang unik bila dibandingkan dengan bahan pembentuk gel lainnya seperti pati,

alginat, pektin, agar-agar dan karaginan yang merupakan senyawa karbohidrat (Gomez dan

(16)

propilen glikol, sorbitol dan manitol tetapi tidak larut dalam aseton, karbon tetraklorida,

benzene, petroleum eter, dan pelarut organik lainnya. Pada kondisi tertentu juga larut dalam

campuran aseton-air dan alkohol-air (Viro, 1992). Gelatin dapat berubah secara reversible

dari bentuk sol ke gel, mengembang dalam air dingin, dapat membentuk film,

mempengaruhi viskositas suatu bahan. Sifat-sifat yang dimiliki gelatin tersebut

menyebabkan gelatin lebih disukai dibandingkan bahan-bahan pembentuk gel lain seperti

karagenan, pektin, dan gum arab (Peranginangin, 2007).

Senyawa gelatin merupakan suatu polimer linier asam-asam amino. Pada umumnya

rantai polimer tersebut merupakan perulangan dari asam amino glisin-prolin-prolin atau

glisin-prolin-hidroksiprolin. Dalam gelatin tidak terdapat asam amino triptofan, sehingga

gelatin tidak dapat digolongkan sebagai protein yang lengkap (Gelatin Food Science,

2007). Gelatin tersusun atas 18 asam amino yang saling terikat dan dihubungkan dengan

ikatan peptida membentuk rantai polimer yang panjang (Eastoe dan Leach, 1977). Secara

lengkap komposisi asam amino gelatin disajikan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Komposisi Asam Amino Gelatin

Asam Amino Jumlah (%) Asam Amino Jumlah (%)

Alanin 11,0 Lisin 4,5

Arginin 8,8 Metionin 0,9

Asam aspartat 6,7 Prolin 16,4

Asam glutamat 11,4 Serin 4,2

Asparginin 2,2 Sistin 0,07

Glisin 27,5 Threonin 2,2

Histidin 0,78 Tirosin 0,3

Hidroksiprolin 14,1 Valin 2,6

Leusin dan iso Leusin 5,1 Fenilalanin 1,9

(17)

Komposisi asam amino mempengaruhi sifat mekanik dari produk gelatin. Bila

kandungan asam iminonya (prolin dan hidroksi prolin) rendah maka kekuatan gel dan titik

lelehnyapun akan rendah sehingga sifat mekaniknyapun kurang bagus. Penurunan

komposisi asam amino tergantung pada metode pembuatannya. Pembuatan dengan proses

alkali umumnya lebih banyak mengandung hidroksiprolin dan lebih sedikit tirosin

dibandingkan dengan proses asam (Ward dan Courts, 1977). Struktur kimia gelatin dapat

dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Struktur Kimia Gelatin (Poppe, 1992)

Gelatin terbagi menjadi dua tipe berdasarkan perbedaan proses pengolahannya,

yaitu tipe A dan tipe B. Dalam pembuatan gelatin tipe A, bahan baku diberi perlakuan

perendaman dalam larutan asam sehingga proses ini dikenal dengan sebutan proses asam.

Sedangkan dalam pembuatan gelatin tipe B, perlakuan yang diaplikasikan adalah perlakuan

basa. Proses ini disebut proses alkali (Utama, 1997).Bahan baku yang biasanya digunakan

pada proses asam adalah tulang dan kulit babi, sedangkan bahan baku yang biasa digunakan

pada proses basa adalah tulang dan kulit jangat sapi (Viro, 1992). Menurut Wiyono (2001),

gelatin ikan dikatagorikan sebagai gelatin tipe A. Secara ekonomis, proses asam lebih

disukai dibandingkan proses basa. Hal ini karena perendaman yang dilakukan dalam proses

asam relatif lebih singkat dibandingkan proses basa (Wiyono, 2001). Sifat gelatin

(18)

Tabel 2.2. Sifat Gelatin Berdasarkan Jenisnya

Sifat Tipe A Tipe B

Kekuatan gel (bloom) 50,0 – 300,0 50,0 – 300,0

Viskositas (cP) 1,50 – 7,50 2,0 – 7,50

Kadar Abu (%) 0,30 – 2,00 0,50 – 2,00

pH 3,80 – 6,00 5,00 – 7,10

Titik Isoelektrik 7,00 – 9,00 4,70 – 5,40

Sumber: GMIA (2007)

Salah satu sifat fisik gelatin yang menentukan mutu gelatin adalah kemampuannya

untuk membentuk gel yang disebut kekuatan gel. Sifat fisik penting lainnya adalah

viskositas (Poppe (1992). Viskositas terutama dipengaruhi oleh interaksi hidrodinamik

antar molekul gelatin, dipengaruhi suhu, pH dan konsentrasi. Standar mutu gelatin untuk

industri dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3. Standar Mutu Gelatin Menurut SNI No. 06-3735 Tahun 1995 dan British Standard: 757 Tahun 1975

Karakteristik SNI No. 063735a British Standar 757b

Warna Tidak berwarna sampai

kekuningan

Kuning pucat

Bau. rasa Normal -

Kadar air Maksimum 16% -

Kadar abu Maksimum 3,25% -

Kekuatan gel - 50 – 300 bloom

Viskositas - 15 – 70 mps atau 1,5 – 7

cP

(19)

Logam berat Maksimum 50 mg/kg -

Arsen Maksimum 2 mg/kg -

Tembaga Maksimum 30 mg/kg -

Seng Maksimum 100 mg/kg -

Sulfit Maksimum 1000 mg/kg -

Sumber: a) Dewan Standarisasi Nasional (SNI 06.3735-1995) (1995)

b) British Standard: 757 (1975)

Proses produksi utama gelatin dapat dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu persiapan

bahan baku, konversi kolagen menjadi gelatin, dan yang terakhir perolehan gelatin dalam

bentuk kering. Metode pengkonversian kolagen menjadi gelatin adalah dengan denaturasi

kolagen. Proses denaturasi terjadi dengan pemanasan kolagen pada suhu 40oC atau lebih dengan penambahan senyawa pemecah ikatan hidrogen pada suhu kamar atau lebih rendah,

berupa pemecahan struktur koil kolagen menjadi satu, dua atau tiga rantai polipeptida

secara acak (Gomez dan Montero, 2001).

Konversi kolagen menjadi gelatin terjadi dalam tiga tahap, yaitu hidrolisis lateral,

hidrolisis ikatan polipeptida terutama glisin, dan penghancuran struktur kolagen (Ward dan

Courts, 1977). Menurut Hadiwiyoto (1983) produksi gelatin meliputi tahap-tahap

pengecilan ukuran bahan baku, perendaman, pencucian, pemanasan, pemekatan,

pendinginan, dan pengeringan. Pengecilan ukuran disini menurutnya diperlukan untuk lebih

memperluas permukaan bahan sehingga proses dapat berlangsung lebih cepat dan

sempurna.

Ekstraksi adalah proses denaturasi untuk mengubah kolagen menjadi gelatin dengan

penambahan senyawa pemecah ikatan hidrogen pada suhu kamar atau suhu ang lebih

rendah. Ekstraksi juga dapat dilakukan dengan menggunakan air panas, dimana pada proses

ini terjadi denaturasi, peningkatan hidrolisis dan kelarutan gelatin. Setelah diperoleh ekstrak

(20)

dilakukan dengan menggunakan evaporator vakum dengan suhu 43-45oC dan dilanjutkan dengan menggunakan freeze dryer atau oven pada suhu antara 30-60oC (Viro, 1992).

2.3. SDS-PAGE (Elektroforesis Gel Poliakrilamida-Sodium Dodesil Sulfat)

Elektroforesis merupakan proses bergeraknya molekul bermuatan pada suatu medan

listrik. Kecepatan molekul yang bergerak pada medan listrik tergantung pada muatan,

bentuk dan ukuran. Dengan demikian elektroforesis dapat digunakan untuk separasi

makromolekul (seperti protein dan asam nukleat). Posisi molekul yang terseparasi pada gel

dapat dideteksi dengan pewarnaan atau autoradiografi, ataupun dilakukan kuantifikasi

dengan densitometer.

Elektroforesis untuk makromolekul memerlukan matriks penyangga untuk

mencegah terjadinya difusi karena timbulnya panas dari arus listrik yang digunakan.

Elektroforesis biasanya memerlukan media penyangga sebagai tempat bemigrasinya

molekul-mulekul biologi. Media penyangganya bermacam-macam tergantung pada tujuan

dan bahan yang akan dianalisa. Media penyangga yang seringdipakai dalam elektroforesis

antara lain yaitu kertas, selulose, asetat dan gel. Gel poliakrilamid dan agarosa merupakan

matriks penyangga yang banyak dipakai untuk separasi protein dan asam nukleat. Beberapa

faktor mempengaruhi kecepatan migrasi dari molekul protein (Soedarmadji, 1996), yakni:

1. Ukuran molekul protein

Migrasi molekul protein berukuran besar lebih lambat daripada migrasi molekul

berukuran kecil.

2. Konsentrasi gel

Migrasi molekul protein pada gel berkosentrasi rendah lebih cepat daripada

migrasi molekul protein yang sama pada gel berkosentrasi tinggi.

3. Bufer (penyangga)

Dapat berperan sebagai penstabil medium pendukung dan dapat mempengaruhi

kecepatan gerak senyawa karena ion sebagai pembawa protein yang bermuatan.

(21)

listrik menjadi maksimal. Hal ini dapat mempercepat gerakan molekul protein.

Kekuatan ion rendah dalam bufer akan menurunkan panas sehingga aliran listrik

akan sangat minimal dan migrasi molekul protein sangat lambat.

4. Medium penyangga

Medium pendukung ideal untuk elektroforesis adalah bahan kimia inert yang

bersifat relatif stabil, mudah ditangani dan mempunyai daya serap yang baik,

sebagai migrasi elektron atau penyaringan berdasarkan ukuran molekul seperti

gel poliakrilamid (Sudarmadji, 1996). Jika ukuran pori dari medium kira-kira

sama dengan molekul, maka molekul yang lebih kecil akan berpindah lebih

bebas di dalam medan listrik, sedangkan molekul yang lebih besar akan dibatasi

dalam migrasinya. Besarnya pori-pori dapat diatur dengan mengubah konsentrasi

penyusun gel poliakrilamidnya yaitu akrilamid dan bisakrilamid.

5. Kekuatan voltase

- Voltase yang dipakai rendah (100-500) V, kecepatan migrasi molekul

sebanding dengan tingginya voltase yang digunakan.

- Voltase yang dipakai tinggi (500-10000) V, mobolitas molekul meningkat

secara lebih tajam dan digunakan untuk memisahkan senyawa dengan BM

rendah serta jenis arus yang dipakai selalu harus searah (bukan bolak balik).

6.Temperatur medium disaat proses elektroforesis berlangsung.

Jika temperatur tinggi akan mempercepat proses bermigrasinya protein dan

sebaliknya jika temperatur rendah akan mengurangi kekuatan bermigrasinya

protein. Pada saat elektroforesis berlangsung, protein akan bergerak dari

elektroda negatif menuju elektroda positif sampai pada jarak tertentu pada gel

poliakrilamid tergantung pada berat molekulnya. Semakin rendah berat

(22)

Sebaliknya protein dengan berat molekul lebih besar akan bergerak pada jarak

yang lebih pendek atau mobilitasnya rendah (Sumitro et al., 1996).

Hasil elektroforesis akan didapatkan pita-pita protein yang terpisahkan berdasarkan

berat molekulnya. Tebal tipisnya pita yang terbentuk dari pita protein menunjukkan

kandungan atau banyaknya protein yang mempunyai berat molekul yang sama yang berada

pada posisi pita yang sama. Hal ini sejalan dengan prinsip pergerakan molekul bermuatan,

yakni molekul bermuatan dapat bergerak bebas di bawah pengaruh medan listrik, molekul

dengan muatan dan ukuran yang sama akan terakumulasi pada zona atau pita yang sama

atau berdekatan (Soedarmadji, 1996).

Gambar 2.3. Contohelektroforegram gelatin dari Bigeye snapper (Priacanthus tayenus) (Sukkwai, 2011)

BAB III. METODE PENELITIAN

3.1Alat dan Bahan

Bahan dasar penelitian ini adalah kulit ayam Broileryang dibeli dari RPA UD Eka

Prasetya Nusa Dua, Badung. Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini

adalah aquades, aquademineral, asam sulfat (0,15%b/v), asam sitrat (C6H8O7) 1 % (b/v),

asam laktat(C3H6O3) 1% v/v, asam asetat (CH3COOH) 1% (v/v), NaOH (0,15%), pH

indicator,n-heksana, dan gelatin komersial, kertas saring WhatmanNo.4, kertas saring

(23)

Alat kimia yang digunakan adalah berupa alat-alat gelas yang biasa digunakan di

Laboratorium kimia dan ditunjang dengan alat lainnya yaitu seperangkat alat soxhlet, hot

plate dan magnetic stirrer, ember, tray, loyang, botol sample, toples plastik, cawan petri,

blender, pisau, waterbath, pH meter, thermometer, oven, teflon, spatula, saringan, corong,

beker gelas, erlenmeyer, timbangan, desikator, cawan petri, oven, TA-XT CT3 Analyser,

viskositas ostwald, FTIR Szimadsu Prestige 21, Elektroforesis.

3.2Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian dan Laboratorium Kimia

Organik Jurusan Kimia, FMIPA, UNUD, Lab. Bersama FMIPA UNUD, Lab. EHP

Teknologi Pertanian, Jember, Lab. Center for Development of Advances Sciences and

Technology CDAST), Jember, dan Lab. Balai Penelitian Ternak Bogor..

3.3 Prosedur Kerja

Proses iolasi gelatin dari kulit ayam Broiler pada penelitian ini mengikuti prosedur

Badii dan Howel (2006), dengan sedikit modifikasi yang terdiri dari tahap persiapan,

perendaman, ekstraksi dan pengeringan, karakterisasi (Figure 3.1).

Penyiapan bahan baku:

15 kg kulit ayam yang segar dibeli dari RPA dicuci bersih dengan air untuk

menghilangkan kotoran-kotoran yang menempel. Lemak yang menempel dipisahkan dari

kulit ayam sebelum dicuci dengan air bersih. Kulit ayam dipotong kecil-kecil ±2-3 cm.

Kulit ayam yang telah dipotong-potong dikeringkan dengan freez drier kemudian kulit

ayam yang telah kering diblender sehingga diperoleh serbuk kulit ayam. Serbuk kulit ayam

selanjutnya diekstrak lemaknya dengan metode soxhletasi menggunakan pelarut n-heksana.

Tahap Perendaman (Pre-Treatment)

Serbuk kulit ayam yang telah bebas lemak kemudian dibagi menjadi 3 bagian yang

nantinya akan dibagi lagi menjadi 3 bagian untuk dilakukan pengulangan. Masing-masing

sebesar ± 15 g serbuk sampel dicampur dengan 200 mL NaOH (0,15% b/v) diaduk dengan

(24)

dibuang, residunya kemudian dicuci dengan aquades dan dicampur dengan asam sulfat

(0.15%v/v) diaduk perlahan selama 40 menit dan disentrifugasi. Supernatannya dibuang

dan residunya kemudian direndam dengan 200 mL asam sitrat (1% b/v) diaduk sebentar,

didiamkan selama 40 menit. Setiap 40 menit larutannya dibuang dan diganti dengan larutan

yang baru (dilakukan 3 X). Setelah itu, disaring. Residu yang diperoleh dicuci dengan

aquades sampai pH 4-5 kemudian ditambahkan aquademineral (1:1) dan diekstrak pada

waterbath dengan suhu 45oC selama 24 jam. Prosedur yang sama dilakukan untuk perendaman dengan jenis asam lainnya yaitu asam asetat dan asam laktat. Masing-masing

perlakuan dilakukan pengulangan 3 kali. (Skema Kerja 3.1)

Tahap Pengeringan Gelatin

Ekstrak gelatin yang diperoleh dari masing-masing perlakuan kemudian disaring

menggunakan kertas saring Whatman, diukur volumenya, dimasukkan dalam botol kaca

kedap udara dan diletakkan dalam lemari pendingin bersuhu 4-10oC selama 24 jam. Ekstrak yang telah berubah menjadi gel kemudian diletakkan dalam cawan petri (teflon) dan dioven

selama 24 jam pada suhu 60oC (Cho et. al, 2004), dan didinginkan dalam desikator. Lapisan gelatin yang terbentuk diseluruh permukaan dikerok lalu ditumbuk hingga menjadi

gelatin bubuk dan ditimbang dan disimpan dalam desikator.

Tahap Karakterisasi

Serbuk gelatin yang diperoleh dikarakterisasi gugus fungsinya dengan FTIR di Lab

Bersama FMIPA UNUD. Sedangkan penentuan kekuatan gel akan dilakukan Laboratorium

EHP Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember, analiis asam amino dilakukan di

(25)
(26)

ANALISIS ASAM AMINO (Muchtadi, 1992)

Sebanyak 0,2 gram sampel disiapkan dalam tabung reaksi tertutup dan ditambahkan

sebanyak 5 mL HCl 6 N. Sampel dimasukkan dalam oven dengan suhu 100oC selama 18-24 jam. Selanjutnya sampel disaring dengan kertas saring Whatman 40. Hasil hidrolisis

dipipet sebanyak 10µl dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 30

µl larutan pengering, lalu dikeringkan dengan pompa vacuum. Sampel yang telah

dikeringkan ditambahkan larutan derivate sebanyak 30 µl dan dibiarkan kering selama 20

menit. Sampel kemudian diencerkan dengan 200 µl larutan pengencer natrium asetat 1M.

Sampel siap dianalisis dengan HPLC.

Analisis Berat Molekul Gelatin Dengan Metode SDS-PAGE

Sebanyak 50miligram sampel dilarutkan dalam 1,0 mLlarutan buffer(250mM Tris-Cl

pH7,5; 5 mM EDTA; 2% SDS), kemudian dipanaskan pada suhu 85oC selama 1 jam. Setelah itu larutandicampur dengan buffersampel0,5 M tris-HCl, pH 6,8( yang mengandung

4% (b/v) SDS, 20% (v/v) gliserol, dan 10% (v/v) ME) dengan perbandingan 1: 1 (v/v).

Kemudian campuran dipanaskan dengan suhu 100oC selama 3 menit. Sampel dimasukkan ke dalam gel poliakrilamida yang dibuat dengan 7,5% (v/v) running gel dan 4% (v/v)

stacking gel sebanyak :

Elektroforesis dilakukan pada arus konstan 15 mA, kemudian gel diwarnai dengan

buffer staining0,1% (b/v) Coomassie biru R-250 dalam 15% (v/v) metanol dan 5% (v/v)

(27)

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penyiapan Bahan Baku

Pembuatan gelatin dari kulit ayam broiler pada penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan pelarut kombinasi asam-basa. Serbuk kulit ayam sebelum digunakan pada

tahap awal ekstraksi gelatin, dianalisis kandungan kimianya yang meliputi kadar air, kadar

abu, kadar lemak dan kadar protein. Hasil analisis kandungan kimia dari serbuk kulit ayam

disajikan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Hasil Analisis Proksimat Serbuk Kulit Ayam Broiler

Parameter Kandungan (%)

Kadar Air 1,83

Kadar Abu 1,40

Kadar Lemak 67,85

Kadar Protein 18,07

Berdasarkan data pada Tabel 4.1., kadar air yang terkandung dalam sampel kulit

ayam sebesar 1,83% yang menunjukkan bahwa sampel yang digunakan tidak dalam

keadaan segar karena telah melalui proses pengeringan menggunakan freeze drier (Gambar

4.1). Proses pengeringan sampel bertujuan agar sampel tidak mudah rusak bila disimpan

dalam jangka waktu yang lama. Kadar abu dalam sampel kulit ayam adalah 1,40% yang

menandakan kandungan mineral dalam kulit ayam cukup rendah. Pada vertebrata, sepertiga

total massa proteinnya disusun oleh kolagen yang terdapat pada jaringan ikat dalam otot,

kulit, tulang, tulang rawan, gigi dan tendon (de Man, 1997). Kandungan protein yang

(28)

sebagai bahan baku pembuatan gelatin. Kandungan lemak pada sampel kulit ayam sebesar

67,85%. Lemak yang terkandung pada kulit ayam sangat tinggi, sehingga perlu dilakukan

ekstraksi lemak pada sampel kulit ayam sebelum proses perendaman. Pada penelitian ini,

lemak yang terkandung pada sampel kulit ayam diekstraksi dengan metode soxhletasi

menggunakan pelarut n-heksana sehingga diperoleh serbuk kulit ayam bebas lemak

(Gambar 4.2) .

Gambar 4.1. Kulit ayam kering Gambar 4.2. Serbuk kulit ayam bebas lemak

4.2 Proses Perendaman

Pada proses perendaman digunakan beberapa pelarut yaitu NaOH (0,15% b/v),

H2SO4 (0,15% v/v), dan variasi asam yaitu asam sitrat (C3H5O(COOH)3) (1% b/v), asam

laktat 1%, dan asam asetat 1%, yang bertujuan untuk mempercepat proses perendaman

(3x40 menit untuk masing-masing pelarut) yang mana dengan pelarut tunggal memerlukan

waktu yang relatif lebih lama.

Perendaman dengan basa NaOH bertujuan untuk melarutkan protein non-kolagen

dan penghilangan warna (decolorisation). Hal ini dapat dilihat setelah perendaman dengan

NaOH sampel yang semula berwarna kuning kecoklatan menjadi lebih bersih dan

mengembang (Gambar 4.3). Setelah direndam NaOH kemudian dicuci sampai pH

mendekati netral kemudian direndam kembali dengan H2SO4 (0,15% v/v) selama 3 x 40

menit untuk proses demineralisasi. Setelah disaring kulit ayam direndam kembali dengan

(C3H5O(COOH)3) (1% b/v) selama 3x40 menit. Proses perendaman menyebabkan

(29)

karena adanya interaksi antara jaringan kolagen dengan pelarut yang digunakan. Prosedur

yang sama juga dilakukan untuk hidrolisis dengan perendamann asam laktat 1% v/v, dan

asam asetat 1% v/v. Dari rata-rata 15 g serbuk sampel yang digunakan, setelah perendaman

beratnya bertambah rata-rata menjadi 109-258 g (Gambar 4.4).

Gambar 4.3.Kulit ayam setelah perendaman NaOH Gambar 4.4.Kulit ayam setelah perendaman

4.3 Proses Ekstraksi

Kulit ayam yang telah direndam kemudian dicuci dengan aquades mengalir sampai

pH 4-5. Proses ekstraksi dilakukan pada suasana asam karena pada umumnya pH tersebut

merupakan titik isoelektrik dari komponen protein non-kolagen (Fatimah 1996). Sehingga

pada saat proses ekstraksi protein non-kolagen tidak ikut terekstrak. Proses ekstraksi

dilakukan pada sistem waterbath dengan perbandingan sampel kulit ayam dan

quademineral (1:1). Proses ekstraksi berfungsi sebagai lanjutan untuk merusak ikatan

hidrogen antar molekul tropokolagen dan ikatan hidrogen antara rantai-α dalam

tropokolagen yang pada tahap perendaman belum semuanya terurai secara sempurna.

Ikatan hydrogen antara rantai α dalam tropokolagen kali ini didenaturasi oleh molekul H2O.

Tahap ekstraksi ini menyebabkan rantai triple-helix kehilangan stabilitasnya dan akhirnya

terurai menjadi γ rantai α. Denaturasi kolagen menyebabkan rantai tripel-helix secara sempurna bertransformasi menjadin rantai tunggal gelatin. Ekstraksi dilakukan pada

(30)

Gambar 4.5 Proses ekstraksi Waterbath Gambar 4.6 Gel sebelum dioven

Hasil ekstraksi kemudian disaring menggunakan kertas saring Whatman No.4.

Kertas saring ini dapat menyaring hasil ekstraksi material organik yang memiliki ukuran

partikel 20-25µm. Filtrat ditampung dan ditempatkan pada toples kemudian disimppan di

lemari pendingin pada suhu 4-10oC selama 24 jam. Perlakuan pada tahap ini adalah untuk membuktikan bahwa ekstrak tersebut adalah gelatin. Hasil ekstrak menunjukkan perubahan

menjadi gel pada suhu 10oC. Pada saat pendinginan, rantai-rantai polipeptida gelatin dapat secara acak kembali membentuk struktur triple-helix. Gel kemudian dioven pada suhu

60oC selama 48 jam untuk proses pengeringan sehingga diperoleh lapisan tipis gelatin (padatan). Suhu dibuat tidak terlalu tinggi untuk menghindari denaturasi rantai polipeptida.

Pada perlakuan ini, gelatin yang semula dalam fase gel mencair akibat pemanasan. Setelah

kering dan didinginkan dalam desikator, gelatin membentuk lapisan tipis pada teflon.

Lapisan ini kemudian dikerok, ditimbang dan dihitung rendemennya.

4.4Karakterisasi Produk Gelatin 4.4.1 Rendemen gelatin

Rendemen merupakan parameter yang penting diketahui untuk menilai efektif

tidaknya proses produksi gelatin. Semakin besar nilai rendemen yang dihasilkan maka

semakin efesien perlakuan yang diberikan. Nilai rendemen gelatin kulit ayam dari berbagai

(31)

Tabel 4.2. Pengaruh Perlakuan Terhadap Nilai Rendemen Gelatin Kulit Ayam

Perlakuan Rendemen (%) ± Standar Deviasi

GNAA 16,00 ± 1,40 a

GNAL 19,79 ± 1,10 b

GNAS 18,95 ± 2,43 b

GNAAH 10,70 ± 0,95 c

GNALH 19,27 ± 1,79 b

GNASH 21,11 ± 0,38 b

Keterangan: Data yang diikuti huruf berbeda pada kolom menunjukkan perbedaan nyata menurut uji Duncan pada taraf ketelitian 5%

GNAA : gelatin dengan perlakuan asam asetat tanpa demineralisasi dengan asam sulfat GNAL : gelatin dengan perlakuan asam laktat tanpa demineralisasi dengan asam sulfat GNAS : gelatin dengan perlakuan asam sitrat tanpa demineralisasi dengan asam sulfat GNAAH: gelatin dengan perlakuan asam asetat dengan demineralisasi asam sulfat GNALH: gelatin dengan perlakuan asam laktat dengan demineralisasi asam sulfat GNASH: gelatin dengan perlakuan asam sitrat dengan demineralisasi asam sulfat

Nilai rendemen gelatin hasil penelitian berkisar antara 10,70% - 21,11%. Nilai

rendemen tertinggi diperoleh dari perlakuan perendaman sampel kulit ayam dengan NaOH

0,15% dilanjutkan dengan perendaman asam sulfat 0,15%, kemudian perendaman dengan

asam sitrat 1%, yaitu sebesar 21,11%. Sedangkan nilai rendemen terendah diperoleh dari

perendaman sampel dengan NaOH 0,15% dilanjutkan dengan perendaman menggunakan

asam sulfat 0,15%, kemudian perendaman dengan asam asetat 1%, yaitu 10,70%.

Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa rendemen gelatin dipengaruhi oleh

perendaman dengan asam sulfat dan tanpa asam sulfat menunjukkan hasil yang berbeda

(32)

salah satu larutan perendam. Penggunaan variasi pelarut asam, yaitu asam asetat, asam

laktat dan asam sitrat juga berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap hasil rendemen gelatin.

Hasil gelatin dari perlakuan perendaman dengan asam sulfat menghasilkan

rendemen yang relatif lebih rendah dibandingkan gelatin tanpa perendaman asam sulfat.

Hal ini dapat disebabkan penggunaan asam sulfat 0,15% sebelum perendaman dengan

masing-masing asam asetat, asam laktat dan asam sitrat tidak hanya berperan dalam proses

demenineralisasi tetapi juga menyebabkan struktur triple helix pada tropokolagen terurai

menjadi single helix (gelatin) yang larut dalam larutan perendam sehingga saat proses

pencucian ekstrak gelatin ikut terbuang bersama larutan perendam asam sulfat yang

menyebabkan menurunnya rendemen ekstrak gelatin.

Dilihat dari jenis asam yang digunakan, rendemen gelatin juga dapat dipengaruhi

oleh kemampuan interaksi ion H+ dari masing-masing larutan asam dengan kolagen.

Semakin banyak ion H+ maka hidrolisis akan semakin efektif sehingga rendemen yang

dihasilkan juga semakin tinggi. Asam asetat dan asam laktat merupakan asam monoprotik,

dimana hanya dapat melepaskan sebuah proton (H+) di dalam larutannya sedangkan asam

sitrat merupakan asam poliprotik karena memiliki tiga atom hidrogen yang dapat terionisasi

sehingga menyebabkan semakin banyaknya pemecahan ikatan hidrogen yang memudahkan

konversi kolagen menjadi gelatin. Dari keenam jenis perlakuan sampel untuk memperoleh

gelatin, perlakuan perendaman dengan NaOH 0,15% dilanjutkan dengan perendaman asam

sulfat 0,15%, kemudian perendaman dengan asam sitrat 1% merupakan proses perendaman

(33)

4.4.2 Derajat keasaman (pH) gelatin

Pengukuran pH larutan gelatin merupakan salah satu parameter yang ditetapkan

dalam penentuan mutu standar gelatin. Nilai pH larutan gelatin berpengaruh terhadap

aplikasi gelatin dalam produk. Nilai pH gelatin berhubungan dengan proses yang digunakan

pada produksi gelatin. Gelatin dengan nilai pH netral lebih disukai karena penggunaannya

yang luas, sehingga proses penetralan memiliki peranan penting untuk menetralkan

sisa-sisa asam maupun basa setelah dilakukan perendaman (Hinterwaldner, 1977). Hasil

pengukuran gelatin dalam penelitian ini terdapat dalam Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Pengaruh Perlakuan Terhadap Nilai pH Gelatin Kulit Ayam

Perlakuan pH ± Standar Deviasi

GNAA 5,59 ± 0,00 a

GNAL 4,16 ± 0,00 b

GNAS 4,83 ± 0,00 c

GNAAH 5,12 ± 0,00 d

GNALH 5,48 ± 0,00 e

GNASH 3,79 ± 0,00 f

Keterangan: Data yang diikuti huruf berbeda pada kolom menunjukkan perbedaan nyata menurut uji Duncan pada taraf ketelitian 5%

Berdasarkan hasil pengukuran pH gelatin didapatkan bahwa kisaran nilai pH gelatin

hasil ekstraksi dari kulit ayam pada penelitian ini adalah 3,79 - 5,59. Hasil uji lanjut

Duncan menunjukkan bahwa perbedaan perlakuan perendaman sampel terhadap nilai pH

(34)

netral (pH 7) dimiliki oleh perlakuan serbuk kulit ayam dengan perendaman menggunakan

larutan NaOH 0,15% dilanjutkan dengan perendaman dengan larutan asam asetat 1% yaitu

sebesar 5,59 dan nilai pH terendah dimiliki oleh perlakuan sampel kulit ayam dengan

perendaman NaOH 0,15% dilanjutkan dengan perendaman asam sulfat 0,15% dan asam

sitrat 1%, yaitu sebesar 3,79.

Dari nilai pH yang dihasilkan, perlakuan sampel dengan perendaman NaOH

dilanjutkan dengan perendaman asam asetat tanpa perendaman asam sulfat merupakan

perlakuan terbaik untuk menghasilkan gelatin dari kulit ayam, karena paling mendekati

kondisi pH netral, yaitu 5,59. Nilai pH gelatin tersebut juga memenuhi standar gelatin

pangan dan farmasi yang dikeluarkan oleh Norland (2003), yaitu 5,5–7,0.

4.4.3 Viskositas gelatin

Pengukuran viskositas larutan gelatin sangat penting artinya untuk menentukan

mutu dan pengunaan gelatin tersebut. Pengujian viskositas dilakukan untuk mengetahui

tingkat kekentalan gelatin sebagai larutan pada konsentrasi dan suhu tertentu. Hasil

pengukuran viskositas gelatin kulit ayam dengan perbedaan perlakuan terdapat pada Tabel

4.4.

Tabel 4.4. Pengaruh Perlakuan Terhadap Nilai Viskositas Gelatin Kulit Ayam

Perlakuan Viskositas (cP) ± Standar Deviasi

GNAA 1,07 ± 0,09 a

GNAL 0,51 ± 0,01 b

(35)

GNAAH 0,82 ± 0,04 c

GNALH 0,10 ± 0,01 d

GNASH 0,30 ± 0,02 e

Keterangan: Data yang diikuti huruf berbeda pada kolom menunjukkan perbedaan nyata menurut uji Duncan pada taraf ketelitian 5%

Berdasarkan uji lanjut Duncan, nilai viskositas gelatin kulit ayam berbeda secara

signifikan (P<0,05). Perbedaan nilai viskositas gelatin dipengaruhi oleh perbedaan

perlakuan terhadap sampel. Kisaran nilai viskositas gelatin yang dihasilkan dari penelitian

ini adalah 0,10 – 1,07 cP. Gelatin hasil ekstraksi dari perlakuan perendaman NaOH 0,15%

dilanjutkan dengan asam asetat 1% tanpa perendaman asam sulfat 0,15% memiliki

viskositas paling tinggi, yaitu 1,07 cP, sedangkan nilai viskositas yang paling rendah

dihasilkan dari gelatin dengan perlakuan perendaman NaOH 0,15% dilanjutkan dengan

perendaman asam sulfat 0,15% dan asam laktat 1%, yaitu 0,10 cP.

Nilai viskositas atau kekentalan larutan gelatin sangat erat kaitannya dengan kadar

air gelatin kering. Semakin rendah kadar air gelatin kering maka kemampuannya untuk

mengikat air (untuk membentuk gel) akan semakin tinggi. Semakin banyak jumlah air yang

terikat oleh gelatin maka gel akan menjadi semakin kental, yang secara langsung

berpengaruh pada semakin tingginya nilai viskositas yang diukur (Kurniadi, 2009).

4.4.4 Analisis kandungan proksimat

Kandungan proksimat produk gelatin hasil perlakuan dengan variasi asam dapat

(36)

Tabel 4.5. Kandungan Proksimat Produk Gelatin Hasil Perlakuan

Kode Sampel Kadar air Kadar Abu

Kadar Protein Kadar Lemak

GNAA 12,95 1,45 91,82 1,59

GNAL 15,61 1,91 77,48 1,83

GNAS 13,23 1,63 86,09 1,57

GNAAH 11,53 1,02 80,59 1,85

GNALH 11,84 1,82 78,12 1,63

GNASH 11,50 1,12 78,53 1,33

Kadar air suatu bahan sangat berpengaruh terhadap mutu dan kualitasnya.

Kandungan air dalam bahan menentukan kesegaran, penampakan, tekstur, cita rasa, dan

masa simpan bahan (Winarno, 2002). Peranan air dalam bahan pangan merupakan salah

satu faktor yang mempengaruhi aktivitas metabolisme seperti aktivitas enzim, aktivitas

mikroba, dan aktivitas kimiawi, yaitu terjadinya ketengikan dan reaksi-reaksi non

enzimatis, sehingga menimbulkan perubahan sifat-sifat organoleptik (warna, aroma, rasa)

dan nilai gizinya (de Man, 1997).

Berdasarkan hasil pengukuran kadar air keenam produk gelatin kulit ayam hasil

perlakuan berkisar antara 11,50%-15,60%. Kadar air produk gelatin kulit ayam pada

penelitian ini masih memenuhi standar SNI (1995) No. 3735, yaitu maksimum 16%

sehingga dapat digunakan untuk bahan pangan.

Nilai kadar abu suatu bahan menunjukkan kuantitas mineral yang terkandung dalam

(37)

zat organik. Zat anorganik tersebut diantaranya adalah kalsium, kalium, natrium, besi,

magnesium dan mangan (Desrosier, 1988).

Hasil pengukuran terhadap kadar abu keenam produk gelatin hasil perlakuan

berkisar antara 1,02%-1,91%. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (1995), kadar abu

gelatin kulit ayam yang diperoleh dalam penelitian ini memenuhi standar mutu yang

disyaratkan, yaitu maksimum 3,25% dan Norland Product (2003), yaitu maksimum 2,0%,

sehingga gelatin kulit ayam yang diperoleh dapat diaplikasikan kedalam produk pangan.

Gelatin merupakan salah satu jenis protein konversi yang dihasilkan melalui proses

hidrolisis kolagen yang pada dasarnya memiliki kadar protein yang tinggi dan termasuk

protein sederhana dalam kelompok skleroprotein (deMan, 1989). Hasil uji kadar protein

untuk keenam produk gelatin kulit ayam pada penelitian ini berkisar antara

77,48%-91,82%. Berdasarkan hasil pengukuran kadar protein tertinggi diperoleh pada gelatin kulit

hasil perlakuan dengan asam asetat baik dengan proses demineralisasi maupun tanpa

demineralisasi dan terendah diperoleh dengan perlakuan asam laktat yang mana kadar

proteinnya lebih rendah dari protein standar.

Kadar lemak merupakan salah satu parameter yang mempengaruhi perubahan mutu

suatu produk. Gelatin dengan kualitas baik diharapkan tidak mengandung lemak.

Rendahnya kadar lemak gelatin memungkinkan serbuk gelatin dapat disimpan dalam waktu

relatif lama (de Man, 1997).

Hasil penentuan kadar lemak keenam produk gelatin kulit ayam berkisar antara

1,33-1,85%. Nilai kadar lemak pada produk gelatin kulit ayam hasil perlakuan tergolong

(38)

gelatin kulit ayam menandakan ekstraksi lemak pada sampel kulit ayam dengan metode

soxhletasi menggunakan pelarut n-heksana sebelum proses perendaman mampu

mengekstrak lemak dengan baik.

4.4.5 Kekuatan gel gelatin

Salah satu sifat fisik yang penting pada gelatin adalah kemampuan untuk

membentuk gel. Kemampuan inilah yang menyebabkan gelatin sangat luas penggunaannya

dalam berbagai bidang industri, sehingga kekuatan gel menjadi pertimbangan dalam

menentukan kelayakan penggunaan gelatin. Kekuatan gel gelatin diukur sebagai besarnya

kekuatan yang diperlukan oleh probe untuk menekan gel sampai kedalaman 4 mm sampai

gel pecah. Satuan untuk menunjukkan kekuatan suatu gel yang dihasilkan dari suatu

konsentrasi tertentu disebut gram bloom (Lachman, 1994). Hasil pengukuran kekuatan gel

gelatin hasil ekstraksi dari kulit ayam terdapat pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6. Pengaruh Perlakuan Terhadap Nilai Kekuatan Gel Gelatin Kulit Ayam

Perlakuan Kekuatan Gel (gram bloom) ± Standar Deviasi

GNAA 107,20 ± 1,22 b

GNAL 71,53 ± 1,64 a

GNAS 66,27 ± 0,69 c

GNAAH 216,63 ± 0,11 d

GNALH 32,73 ± 0,14 e

GNASH 109,01 ± 1,18 f

(39)

Kekuatan gel yang dihasilkan pada penelitian pembuatan gelatin dari kulit ayam

berkisar antara 32,73 – 216,63 g bloom. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa perbedaan

perlakuan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap nilai kekuatan gel gelatin kulit ayam.

Kekuatan gel tertinggi dimiliki oleh perlakuan kulit ayam dengan perendaman NaOH

0,15% dilanjutkan dengan perendaman asam sulfat 0,15%, kemudian asam asetat 1%, yaitu

sebesar 216,63 g bloom, sedangkan nilai kekuatan gel terendah dimiliki oleh perlakuan

kulit ayam dengan perendaman NaOH 0,15% dilanjutkan dengan asam sulfat 0,15%,

kemudian asam laktat 1%, yaitu 32,73 g bloom.

Kekutan gel gelatin tergantung dari panjang rantai asam aminonya. Jika proses

hidrolisis kolagen berada pada fase yang tepat, yakni pada rantai polipeptida dimana terjadi

pemutusan ikatan hidrogen, ikatan kovalen silang serta sebagian ikatan peptida, maka akan

dihasilkan struktur gelatin dengan rantai peptida yang panjang sehingga kekuatan gel yang

dihasilkan juga tinggi (Ward dan Courts, 1977).

Gelatin dengan perlakuan terbaik dilihat dari nilai kekuatan gel yang tinggi

diperoleh dari perlakuan dengan perendaman NaOH 0,15% dilanjutkan dengan perendaman

menggunakan asam sulfat 0,15% dan dilanjutkan dengan asam asetat 1%, yaitu 216,63 g

bloom. Nilai kekuatan gel tersebut termasuk dalam gelatin pangan grade B (Norland

Product, 2003), sehingga dapat diaplikasikan dalam produk pangan seperti beer, juice, meat

products dan dairy products (GMIA, 2012). Dalam spesifikasi gelatin farmasi, gelatin

dengan kekuatan gel 216,63 g bloom termasuk ke dalam gelatin farmasi kelas 2 (Norland

(40)

4.4.6 Analisis komposisi asam amino

Senyawa gelatin merupakan suatu polimer linier asam-asam amino. Pada umumnya

rantai polimer tersebut merupakan perulangan dari asam amino glisin-prolin-prolin atau

glisin-prolin-hidroksiprolin . Analisis asam amino ini bertujuan untuk mengetahui jenis dan

komposisi asam amino gelatin kulit ayam hasil perlakuan dengan perendaman

menggunakan asam yang berbeda. Hasil analisis komposisi asam amino gelatin kulit ayam

dengan variasi jenis asam yang digunakan pada proses perendaman disarikan pada Tabel

4.7. Secara umum komposisi asam amino gelatin kulit ayam jauh lebih rendah dari

komposisi asam amino gelatin sapi (Eastoe and Leach) namun tidak jauh berbeda dari

komposisi asam amino tulang ayam (Junianto, 2006). Seperti tertera pada Tabel 4.7, secara

deskriptif komposisi asam amino keenam jenis produk gelatin tidak jauh berbeda dengan

kandungan asam amino glisin tertinggi dibandingkan dengan asam amino lainnya yaitu

berkisar antara 15,40%-20,54%.

Tabel 4.7 Komposisi Asam Amino Produk Gelatin Kulit Ayam Hasil perlakuan

Asam Amino (g/100g)

GNAAH GNALH GNASH GNAL GNAA GNAS

ASP 3,83 3,94 3,40 3,89 3,64 3,60

SER 2,08 2,08 1,77 2,25 2,04 2,02

GLU 7,41 7,44 6,33 7,53 7,08 7,01

GLY 18,31 17,88 15,40 20,54 18,08 17,77

HIS * * * * * *

(41)

THR 1,65 1,66 1,37 1,86 1,61 1,58

ALA 7,07 6,82 5,84 7,51 7,01 6,79

Prolin 8,85 9,18 7,46 9,87 8,93 8,78

CYS 0,02 0,02 0,02 0,03 0,02 0,02

TYR 0,51 0,54 0,48 0,61 0,51 0,51

VAL 1,67 1,63 1,39 1,84 1,66 1,64

MET 0,77 0,80 0,64 0,92 0,79 0,79

LYS 2,44 2,42 2,07 2,35 2,37 2,29

ILE 1,12 1,11 0,95 1,23 1,12 1,10

LEU 2,36 2,32 1,98 2,61 2,36 2,33

PHE 1,97 1,94 1,67 2,36 1,93 1,92

Hal ini karena gelatin merupakan hasil hidrolisis kolagen yang penyusun utamanya adalah

asam amino glisin. Kandungan glisin tertinggi 20,54% diperoleh melalui perendaman asam

laktat tanpa proses demineralisasi menggunakan asam sulfat dan kandungan glisin terendah

15,40 % diperoleh dari proses perendaman menggunakan asam sitrat setelah proses

demineralisasi menggunakan asam sulfat. Kandungan glisin pada gelatin pada penelitian

ini, tidak berbeda jauh dengan kandungan glisin gelatin tulang ayam yang dilaporkan oleh

Junianto, 2006 yaitu 15,02%. Kandungan glisin yang tinggi pada gelatin diduga dapat

menyebabkan gelatin mudah larut dalam air dan mampu membentuk emulsi. Hal ini

disebabkan karena glisisn merupakan asam amino yang bersifat hidrofilik. (Lehninger,

1982). Asam glutamat dan alanin juga terdapat dalam jumlah yang cukup tinggi yaitu

(42)

tidak terdeteksi adanya asam amino histidin. Hal ini mungkin disebabkan karena

kandungan histidin pada kulit ayam sangat kecil sehingga tidak terdeteksi atau gelatin kulit

ayam memang tidak mengandung asam amino histidin. Kandungan histidin pada gelatin

tulang ayam dilaporkan 0,25% (Junianto, 2006.)

Asam amino prolin juga merupakan komponen yang cukup tinggi persentasenya

pada keenam gelatin hasil perlakuan yaitu berkisar antara 7,46%-9,87% tetapi jauh lebih

rendah dari pada kandungan prolin gelatin sapi yaitu 16,14%. Kandungan prolin tertinggi

9,87 % diperoleh pada gelatin yang diproses melalui perendaman asam laktat tanpa proses

demineralisasi menggunakan asam sulfat, dan kadar prolin terendah 7,46% ditunjukkan

gelatin hasil perendaman dengan asam sitrat setelah proses demineralisasi dengan sam

sulfat.

Asam amino essensial triptopan juga tidak terdeteksi pada gelatin hasil perlakuan

karena pada kolagen maupun gelatin secara umum tidak mengandung asam amino

triptopan. Hal inilah yang menyebabkan gelatin dikatakan sebagai protein yang kandungan

gizinya tidak lengkap. Triptopan merupakan salah satu asam amino essensial yang

dibutuhkan oleh tubuh (Glicksman, 1969). Oleh karena itu penggunaannya sebagai bahan

baku industri pangan perlu dikombinasikan dengan bahan pangan yang banyak

mengandung triptopan.

Pada penelitian ini, komposisi asam amino kekeenam produk gelatin tidak jauh

berbeda tetapi kekuatan gelnya berbeda secara sigifikan (Tabel 4.6) sehingga dapat

dikatakan komposisi asam amino gelatin kulit ayam tidak berpengaruh terhadap kekuatan

(43)

tidak hanya bergantung pada komposisi asam aminonya tetapi juga ditentukan oleh

kandungan relative dari komponen rantai protein - atau – dan aggregates dengan berat

molekul yang tinggi serta adanya kandungan fragmen protein dengan berat molekul yang

rendah. Faktor lain yang juga berpengaruh terhadap sifat fisik dan mekanik gelatin adalah

sumber atau asal dari bahan awal yang digunakan dan proses pengawetan dari bahan

mentah yang digunakan atau kesegaran dari bahan mentah yang digunakan.

4.4.7 Analisis berat molekul dengan elktroforesis menggunakan SDS_PAGE

Pada penelitian ini, fragmen pita protein produk gelatin kulit ayam broiler dianalisa

menggunakan teknik elektroforesis SDS gel poliakrilamida (SDS PAGE). Hasil yang

didapatkan dari elektroforesis yaitu berupa pita – pita protein yang terpisahkan berdasarkan

perbedaan berat molekulnya yang setara dengan panjang rantai protein. Migrasi pita protein

dalam SDS PAGE berbanding terbalik dengan berat molekulnya (panjang pita), maka

semakin besar berat molekul produk gelatin semakin lambat migrasinya sehingga posisinya

pada elektroforegram semakin di atas.

Pita protein produk gelatin kulit ayam broiler dibandingkan dengan pola protein dari

(44)

Gambar 4.7 Elektroforegram produk gelatin hasil perlakuan Keterangan:

M: Marker Protein (SDS-PAGE molecular Weight Standars Broad Range (BIORAD) A: GNAS

B: GNAA

C: GNALH

D: GNAAH

E: GNASH

F: GNAL

Berdasarkan elektroforegram hasil SDS PAGE tersebut diketahui bahwa pada

marker protein terdapat tujuh pita protein dengan berat molekul 97 kDa, 85kDa, 66kDa,

45kDa, 31kDa, 25kDa, dan 21kDa. Untuk sampel A(GASH), pita protein tidak tampak

jelas terpisah dikarenakan pita – pita yang terbentuk terlalu tipis. Pada sampel B (GNAA)

pita protein yang terbentuk pada 5 pita dengan berat molekul 97 kDa, 85 kDa, 66 kDa, 45

(45)

protein. Hal ini kemungkinan disebabkan fragmen protein yang dihasilkan memiliki berat

molekul yang rendah (berat molekul lebih rendah daripada berat molekul protein marker

yang terpendek), sehingga tidak terdeteksi dengan metode SDS PAGE. Fragmen protein

dengan berat molekul rendah tersebut kemungkinan adanya proses degradasi yang terlalu

kuat sehingga ikatan peptida pada kolagen terputus menjadi lebih pendek. Untuk Sampel D

(GNAAH) menunjukkan adanya pita protein yang terbentuk dengan berat molekul 97 kDa,

85 kDa, 66 kDa, 45 kDa, dan 35 kDa, 25kDA sama dengan yang ditunjukkan oleh sampel

B (GNAA) namun dengan pita yang lebih tebal. Untuk sampel E (GNASH) hampir sama

dengan sampel D hanya 5 pita protein yang terbentuk sangat tipis dan tidak terlalu jelas.

Demikian juga dengan sampel F (GNAL) pita protein ang terbentuk sangat tipis sehingga

tidak terlalu jelas kenampakannya.

Berdasarkan hasil elektroforegam terlihat bahwa produk gelatin kulit ayam broiler

yang memiliki berat molekul yang besar yaitu sampel D (GNAAH), hal ini ditunjukkan

dengan pita protein yang terbentuk lebih tebal bila dibandingkan dengan pita protein

produk gelatin GNASH, dan GNAL. Pada penelitian ini, tidak ditemukan pita protein

dengan berat molekul yang tinggi (200300Kda) yang merupakan komponen protein

-sheet dan -sheet, hanya pita protein dengan berat molekul 95 kDA dan 90kDa yang

menunjukkan keberadaan rantai α1 dan αβ protein dan beberapa agregates protein dengan

berat molekul yang rendah pada 66, 45, 35, dan 21 kDA. Dengan demikian dapat

dikatakan bahwa perbedaan variasi jenis asam yang digunakan berpengaruh terhadap pita

protein dan berat molekul gelatin yang dihasilkan. Pada penelitian ini proses isolasi gelatin

(46)

dengan berat molekul tertinggi dan kekuatan gel tertinggi meskipun rendemennya relatif

rendah.

4.4.8 Identifikasi Gugus FungdiProduk Gelatin dengan FTIR

Pada penelitian ini, identifikasi gugus fungsi hanya ditampilkan dan didiskusikan

untuk produk gelatin kulit ayam broiler melalui proses demineralisasi asam sulfat dengan

variasi asam dan dilakukan dengan menggunakan Spektroskopi FTIR. Gelatin seperti

umumnya protein memilki struktur yang terdiri dari karbon, hidrogen, gugus hiroksil (OH),

gugus karbonil (C=O), dan gugus amina (NH). Gelatin memiliki serapan khas, yaitu daerah

amida A pada v 3600-2300 cm-1, amida I pada v 1636-1661 cm-1, amida II pada v

1560-1335 cm-1 dan amida III pada v 1300-1200 cm-1 (Muyongga, 2004). Interpretasi spektra IR

ditunjukkan pada Tabel 4.7 dan spektra Inframerah ditampilkan pada Gambar 4.8-4.10.

(47)

Gambar 4.9. Spektra Inframerah gelatin yang diekstraksi dengan asam laktat

(48)
(49)

Dari hasil analisis spektra FT-IR dapat diketahui gugus fungsi yang terdapat pada

ketiga produk gelatin (GNAAH, GNALH, GNASH) adalah gugus N-H, O-H, C=O, dan

C-N yang merupakan gugus gugus fungsi utama pada gelatin.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan:

1. Perbedaan jenis asam yang digunakan pada proses perendaman berpengaruh

terhadap rendemen, kekuatan gel, komposisi asam amino, dan berat molekul produk

gelatin yang dihasilkan. Perlakuan dengan asam asetat memberikan gelatin dengan

kekuatan gel tertinggi namun rendemen terendah. Perlakuan dengan asam laktat

memberikan persentase komposisi asam amino yang relatif lebih tinggi dari

penggunaan asam asetat maupun sitrat, namun memberikan kekuatan gel dan berat

molekul terendah, sedangkan perlakuan dengan asam sitrat memberikan rendemen

tertinggi, kekuatan gel dan berat molekul yang moderat.

2. Komposisi asam amino produk gelatin hasil perendaman dengan asam asetat, sitrat

dan laktat secara umum sama yaitu glisin sebagai komponen utama dengan

persentase 15,40%-20,54%, Prolin 1,46%-9,87%, glutamate 6,33%-7,53%, dan

alanin 5,48%-7,51%. Komposisi asam amino produk gelatin tidak berpengaruh

terhadap sifat mekanik kekuatan gelnya.

3. Pola pita protein produk gelatin dipengaruhi oleh jenis asam yang digunakan pada

proses perendaman. Perendaman dengan asam asetat memberikan pita protein yang

Gambar

Gambar 2.1. Struktur Triple Helix Penyusun Gelatin
Tabel 2.1. Komposisi Asam Amino Gelatin
Gambar 2.2. Struktur Kimia Gelatin (Poppe, 1992)
Tabel 2.2. Sifat Gelatin Berdasarkan Jenisnya
+7

Referensi

Dokumen terkait

Masyarakat yang hanya ingin memenuhi kebutuhannya sebagai seorang manusia biasa, pada akhirnya harus dihadapkan dengan berbagai macam pilihan yang beraneka ragam (atau pada

Dari hasil matrik SWOT, diperoleh kesimpulan strategi yang sebaiknya dilakukan dalam pengelolaan kawasan wisata Pasar Terapung Kota Banjarmasin sehingga mampu

Penelitian menggunakan desain eksperimental laboratorium in vitro yang dilakukan untuk mengetahui efek dari ekstrak metanol Elephantopus scabr Linn yang

menerapkan pembelajaran kooperatif tipe student team-achievement division lebih tinggi dari hasil belajar peserta didik pada materi operasi hitung bilangan bulat

• Pelabuhan *aratan adalah suatu tempat tertentu di daratan dengan batas1batas yang jelas, dilengkapi dengan fasilitas bongkar muat, lapangan penumpukan dan gudang serta prasarana dan

trichiura yang Berasal dari Sampel Tinja Demikian pula hasil yang diperoleh dari pemeriksaan tinja pada murid SDN Cihanjuang IV, dari 39 sampel tinja yang dikumpulkan maka

Pelaksanaan kegiatan pengabdian masyarakat dengan judul: “Penyuluhan Family Literacy Sebagai Stimulasi Untuk Meningkatkan Literasi Budaya Pada Masyarakat Wilayah

Selanjutnya tabel di atas digunakan sebagai nilai variabel bebas X sehinggadapat ditentukan prakiraan konsumsi energi listrik setiap segmen jasa dengan menggunakan