ABSTRAK
KEWENANGAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM PENCATATAN PERKAWINAN SEORANG TRANSEKSUAL YANG TELAH MEMPEROLEH PENETAPAN PERUBAHAN STATUS OLEH
PENGADILAN NEGERI DITINJAU DARI HUKUM ISLAM
RANGGA SATRIA 110110100378
Permasalahan status hukum bagi seorang transeksual di Indonesia belum secara khusus diatur melalui suatu peraturan perundang-undangan. Salah satunya pada saat mereka melakukan tindakan operasi penggantian jenis kelamin dan perkawinan. Selalu ada perselisihan hukum antara hukum negara dan Islam. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui apakah hukum Islam memperbolehkan pencatatan
perkawinan seorang transeksual oleh Kantor Urusan Agama yang telah memperoleh penetapan perubahan status oleh penetapan Pengadilan Negeri, serta apa saja kewenangan KUA dalam perkawinan tersebut.
Penulisan hukum ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yang menitikberatkan penelitian terhadap data kepustakaan. Sedangkan penelitiannya bersifat deskriptif analisis, yaitu memberikan gambaran data selengkap dan secermat mungkin mengenai objek permasalahan sebagai hasil studi kepustakaan berbagai literatur, perundang-undangan, serta bahan-bahan lain yang berhubungan dengan pembahasan di dalam penulisan skripsi ini.
Hasil penelitian adalah pencatatan perkawinan berdasarkan hukum Islam untukk seorang transeksual yang telah memperoleh perubahan status oleh penetapan Pengadilan Negeri pada dasarnya diharamkan berdasarkan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang Perubahan Dan Penyempurnaan Jenis Kelamin Nomor 03/Munas-VIII/MUI/2010, namun dapat diperbolehkan apabila operasi penggantian kelamin dilakukan atas dasar dua faktor, yaitu kelainan bawaan dan keinginan psikologis, sehingga menjadi sah menurut hukum Islam. Apabila perubahan kelamin halal berdasarkan hukum Islam, maka Kantor Urusan Agama tidak berhak menolak berlangungnya proses perkawinan, namun apabila perubahan kelamin tidak sah menurut hukum Islam, maka Kantor Urusan Agama wajib menolak proses perkawinan tersebut.