• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis Matematika siswa kelas III pada materi operasi hitung campuran melalui model pembelajaran kontekstual SD Negeri Plaosan 1.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peningkatan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis Matematika siswa kelas III pada materi operasi hitung campuran melalui model pembelajaran kontekstual SD Negeri Plaosan 1."

Copied!
393
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Peningkatan Hasil Belajar dan Kemampuan Berpikir Kritis Matematika Siswa Kelas III pada Materi Operasi Hitung Campuran Melalui Model

Pembelajaran Kontekstual SD Negeri Plaosan 1

Restu Janu Wibowo Universitas Sanata Dharma

2016

Latar belakang penelitian ini adalah rendahnya hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis matematika siswa kelas III SD Negeri Plaosan 1 Pada materi operasi hitung campuran. Tujuan dari penelitan ini adalah; 1) memaparkan penerapan CTL untuk meningkatkan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa; 2) mengetahui peningkatan hasil belajar siswa, dan 3) mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa.

Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas menggunakan model

Kemmis dan Mc Taggart dengan dua siklus. Penelitian ini dilaksanakan di SD

Negeri Plaosan 1, dengan subyek penelitian adalah siswa kelas III berjumlah 24 siswa. Objek penelitian ini adalah hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa. Teknik pengumpulan data menggunakan tes dan non tes. Instrumen penelitian ini menggunakan soal uraian, lembar kuesioner dan observasi. Analisis data yang digunakan adalah data kuantitatif.

Langkah-langkah model pembelajaran kontekstual terdiri dari: 1) Kontrutivisme, 2) Menemukan, 3) Bertanya, 4) Masyarakat belajar, 5) Pemodelan, 6) Refleksi, 7) Penilaian sebenarnya. Nilai rata-rata hasil belajar pada kondisi awal 62,75 meningkat pada siklus I sebesar 71 dan pada siklus II sebesar 76,5. Persentase jumlah siswa yang mencapai KKM meningkat dari kondisi awal 45%, meningkat menjadi 66,67% pada evaluasi siklus I dan menjadi 75% pada evaluasi siklus II. Peningkatan juga terjadi pada kemampuan berpikir kritis siswa. Peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa pada kondisi awal yaitu 62,3 (tidak kritis) menjadi 80,4 (kritis) pada kondisi akhir.

(2)

ABSTRACT

Improved Learning Outcomes and Critical Thinking Skills Math On the Materials Operation Count Mixed Through Contextual Learning In Three Grade at Plaosan 1 Elementary School

Restu Janu Wibowo Sanata Dharma University

2016

The background of the research low result of learning and critical thinking skills math with material mixture arithmetic operations third grade students of Plaosan 1 Elementary School. The purpose of this research is; 1) describes the application of Contextual Thinking Learning to improve learning outcomes and students' critical thinking skills; 2) to increase student learning outcomes, and 3) determine the increase of students' critical thinking skills.

This action research model and Mc Taggart Kemmis using two cycles model. This research was conducted to students of Plaosan 1 Elementary School, with research subjects are students of third grade consists of 24 students. The object study resulting of learning and critical thinking skills of students. The data collection technique using the test and non test . This research instrument using problems descriptions, questionnaires and observation sheets . Analysis of the data used quantitative data .

Step to step contextual learning model consists of : 1) contrutivism, 2) Finding, 3) inquiry, 4) Community learning, 5) Modelling, 6) Reflection, 7) Ratings of true. The average value of learning outcomes in initial conditions 62.75 increased in the first cycle of 71 and in the second cycle of 76.5 . The percentage of students who achieve minimum completeness criteria, increase from initial conditions of 45% , rising to 66.67 % in the first cycle of evaluation and to 75% in the second cycle evaluation. The increase also occurred in the students' critical thinking skills. Increasing students' critical thinking skills in the initial conditions, 62.3 (not critical) to 80.4 (critical).

(3)

i

PENINGKATAN HASIL BELAJAR DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIKA SISWA KELAS III PADA MATERI OPERASI

HITUNG CAMPURAN MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL SD NEGERI PLAOSAN 1

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

Restu Janu Wibowo NIM: 121134189

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)
(5)
(6)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini aku persembahkan untuk:

ALLAH S.W.T

Inilah wujud syukurku kepada-Mu karena Engkau boleh membimbing setiap

gerakan tanganku dan terang untuk pikiranku.

Kedua orang tuaku:

Bapak Sumardi dan Ibu Mariyah

yang tiada henti mendoakanku.

Kakaku Rela Bakti Nurcahya

yang selalu mendukungku

Teman dekatku Zainur

Terima kasih untuk perhatian dan motivasi untukku.

Keluarga besar Sumardi

Kupersembahkan karya ini untuk

almamaterku:

(7)

v MOTTO

“Pendidikan merupakan perlengkapan paling baik untuk hari tua”

(Aristoteles)

“Syukuri perkembangan, perbaiki kekurangan dan siap turun tangan”

(Anies Baswedan)

“Mencari ilmu sejak dibuaian ibu hingga di ujung waktu”

(8)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 14 April 2016 Peneliti,

(9)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Restu Janu Wibowo

Nomor Mahasiswa : 121134189

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah yang berjudul:

Peningkatan Hasil Belajar Dan Kemampuan Berpikir Kritis Matematika Siswa Kelas III Pada Materi Operasi Hitung Campuran Melalui Model

Pembelajaran Kontekstual SD Negeri Plaosan 1

beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk apa saja, mendistribusikan secara terbatas, dan mempubilkasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta, Pada tanggal 14 April 2016 Yang menyatakan,

(10)

viii ABSTRAK

Peningkatan Hasil Belajar dan Kemampuan Berpikir Kritis Matematika Siswa Kelas III pada Materi Operasi Hitung Campuran Melalui Model

Pembelajaran Kontekstual SD Negeri Plaosan 1

Restu Janu Wibowo Universitas Sanata Dharma

2016

Latar belakang penelitian ini adalah rendahnya hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis matematika siswa kelas III SD Negeri Plaosan 1 Pada materi operasi hitung campuran. Tujuan dari penelitan ini adalah; 1) memaparkan penerapan CTL untuk meningkatkan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa; 2) mengetahui peningkatan hasil belajar siswa, dan 3) mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa.

Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas menggunakan model

Kemmis dan Mc Taggart dengan dua siklus. Penelitian ini dilaksanakan di SD

Negeri Plaosan 1, dengan subyek penelitian adalah siswa kelas III berjumlah 24 siswa. Objek penelitian ini adalah hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa. Teknik pengumpulan data menggunakan tes dan non tes. Instrumen penelitian ini menggunakan soal uraian, lembar kuesioner dan observasi. Analisis data yang digunakan adalah data kuantitatif.

Langkah-langkah model pembelajaran kontekstual terdiri dari: 1) Kontrutivisme, 2) Menemukan, 3) Bertanya, 4) Masyarakat belajar, 5) Pemodelan, 6) Refleksi, 7) Penilaian sebenarnya. Nilai rata-rata hasil belajar pada kondisi awal 62,75 meningkat pada siklus I sebesar 71 dan pada siklus II sebesar 76,5. Persentase jumlah siswa yang mencapai KKM meningkat dari kondisi awal 45%, meningkat menjadi 66,67% pada evaluasi siklus I dan menjadi 75% pada evaluasi siklus II. Peningkatan juga terjadi pada kemampuan berpikir kritis siswa. Peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa pada kondisi awal yaitu 62,3 (tidak kritis) menjadi 80,4 (kritis) pada kondisi akhir.

(11)

ix ABSTRACT

Improved Learning Outcomes and Critical Thinking Skills Math On the Materials Operation Count Mixed Through Contextual Learning In Three

Grade at Plaosan 1 Elementary School Restu Janu Wibowo

Sanata Dharma University 2016

The background of the research low result of learning and critical thinking skills math with material mixture arithmetic operations third grade students of Plaosan 1 Elementary School. The purpose of this research is; 1) describes the application of Contextual Thinking Learning to improve learning outcomes and students' critical thinking skills; 2) to increase student learning outcomes, and 3) determine the increase of students' critical thinking skills.

This action research model and Mc Taggart Kemmis using two cycles model. This research was conducted to students of Plaosan 1 Elementary School, with research subjects are students of third grade consists of 24 students. The object study resulting of learning and critical thinking skills of students. The data collection technique using the test and non test . This research instrument using problems descriptions, questionnaires and observation sheets . Analysis of the data used quantitative data .

Step to step contextual learning model consists of : 1) contrutivism, 2) Finding, 3) inquiry, 4) Community learning, 5) Modelling, 6) Reflection, 7) Ratings of true. The average value of learning outcomes in initial conditions 62.75 increased in the first cycle of 71 and in the second cycle of 76.5 . The percentage of students who achieve minimum completeness criteria, increase from initial conditions of 45% , rising to 66.67 % in the first cycle of evaluation and to 75% in the second cycle evaluation. The increase also occurred in the students' critical thinking skills. Increasing students' critical thinking skills in the initial conditions, 62.3 (not critical) to 80.4 (critical).

(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada ALLAH S.W.T yang telah

memberikan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Peningkatan Hasil Belajar Dan Kemampuan Berpikir Kritis Matematika Siswa Kelas III Pada Materi Operasi Hitung Campuran Melalui

Model Pembelajaran Kontekstual SD Negeri Plaosan 1” ini dengan baik. Skripsi

ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis

memperoleh banyak dukungan, bimbingan, dan bantuan dari banyak pihak secara langsung maupun tidak langsung,, sebab tanpa semuanya itu penulis tidak akan

mewujudkan skripsi ini dengan baik. Maka dengan hati yang tulus, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

2. Christiyanti Aprinastuti S.Si., M.Pd. selaku Ketua Program Studi PGSD.

3. Apri Damai Sagita Krissandi, S.S., M.Pd. selaku Wakil Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma.

(13)

xi

5. Maria Amelia, S.Pd., M.Pd. selaku Dosen Pembimbing II yang telah

membimbing dan mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Para dosen dan staf PGSD yang telah membantu penulis mempersiapkan penelitian.

7. Sumarjoko, S.A.g selaku Kepala SD Negeri Plaosan 1 yang telah

memberikan izin kepada penulis untuk menlaksanakan penelitian di sekolah.

8. Denis Candra Setiawan S.Pd selaku guru kelas III SD Negeri Plaosan 1

yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian.

9. Bapak/Ibu Guru SD Negeri Plaosan 1 yang berkenan menerima serta memberikan waktu dan tempat bagi penulis dalam melaksanakan

penelitian.

10. Kedua orang tua penulis yaitu Bapak Sumardi dan Ibu Mariyah yang dengan setia memberikan segala dukungan dan doa sehingga skripsi ini

(14)

xii

11.Kakak penulis Rela Bakti Nurcahya yang telah memberikan dukungan

doa, semangat dan materi sehingga penulis dapat mewujudkan skripsi dengan sebaik mungkin.

12.Keluarga Sumardi yang telah memberikan dukungan doa dan restu bagi

penulis dalam menyelesaikan skripsi.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan dan keterbatasan, maka penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai

pihak. Akhirnya penulis mengucapkan selamat membaca, semoga bermanfaat bagi kita semua.

Yogyakarta, 14 April 2016 Peneliti,

(15)

xiii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMANPERSEMBAHAN ... iv

HALAMANMOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

BAB IPENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identitas Masalah ... 5

C. Batasan Masalah ... 5

D. Rumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 7

G. Definisi Operasional ... 8

(16)

xiv

A. Kajian Teori ... 10

1. Belajar ... 10

a. Pengertian Belajar ... 10

b. Ciri-Ciri Belajar ... 11

2. Hasil Belajar ... 12

a. Pengertian Hasil Belajar ... 12

b. Macam-macam hasil belajar ... 14

c. Faktor yang mempengaruhi hasil belajar ... 16

3. Berpikir Kritis ... 17

a. Pengertian Berpikir Kritis ... 17

b. Tujuan Berpikir kritis ... 18

4. Matematika ... 23

a. Pengertian Matematika... 23

b. Tujuan Matematika ... 24

5. Operasi Hitung Campuran ... 25

6. Model Pembelajaran Kontekstual ... 27

a. Pengertian Model Pembelajaran Kontekstual ... 27

b. Komponen-komponen Model Pembelajaran Kontekstual ... 28

c. Tahapan Pembelajaran Kontekstual ... 31

d. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kontekstual ... 32

B. Penelitian yang relavan ... 34

C. Kerangka Berpikir ... 38

D. Hipotesis Tindakan ... 40

BAB III METODE PENELITIAN ... 41

A. Jenis Penelitian ... 41

(17)

xv

C. Persiapan ... 44

D. Tindakan Setiap Siklus ... 46

1. Tindakan Siklus I ... 46

2. Tindakan Siklus II ... 51

E. Teknik Pengumpulan data ... 55

F. Instrumen Penelitian ... 58

G. Teknik Pengujian Instrumen ... 66

H. Teknik Analisis Data ... 76

1. Hasil Belajar ... 76

2. Kuesioner Kemampuan Berpikir Kritis ... 77

3. Lembar Observasi ... 82

4. Indikator Keberhasilan ... 85

I. Jadwal Penelitian ... 87

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 88

A. Hasil Penelitian ... 88

1. Proses Pelaksanaan Penelitian ... 88

2. Hasil Belajar ... 89

3. Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ... 92

4. Hasil Observasi Berpikir Kritis... 110

B. Pembahasan ... 140

BAB V PENUTUP ... 147

(18)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1. Siklus Model PTK (Kemmis & Mc Taggart) ... 42

Gambar 4.1. Rata-Rata Hasil Belajar ... 135

Gambar 4.2. Persentase Ketuntasan Hasil Belajar ... 136

Gambar 4.3. Hasil penelitian kemampuan berpikir kritis ... 137

Gambar 4.4. Persentase Jumlah Siswa yang Kritis ... 138

(19)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Keterampilan Berpikir Kritis ... 21

Tabel 2.2 Indikator Keterampilan Berpikir kritis ... 22

Tabel 3.1. Pedoman Wawancara Guru Mengenai Proses Pembelajaran ... 59

Tabel 3.2. Pedoman Wawancara Guru Mengenai Kemampuan Berpikir Kritis Siswa... 59

Tabel 3.3. Kisi-Kisi Kemampuan Berpikir Kritis ... 60

Tabel 3.4. Lembar Observasi Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ... 62

Tabel 3.5. kisi-kisi soal evaluasi pada siklus 1 dan 2 ... 63

Tabel 3.6. Kriteria Kelayakan Validasi ... 68

Tabel 3.7. Hasil Validasi Silabus... 69

Tabel 3.8. Hasil Validasi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 70

Tabel 3.9. Hasil Validasi Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 72

Tabel 3.10. Hasil Validasi Lembar Evaluasi ... 73

Tabel 3.11. Hasil Validasi Kuesioner ... 74

Tabel 3.12. PAP Tipe 1 ... 78

Tabel 3.13. Kriteria Indikator 1 ... 79

Tabel 3.14. Kriteria Indikator 2 ... 80

Tabel 3.15. Kriteria Indikator 3 ... 80

Tabel 3.16. Kriteria Indikator 4 ... 81

Tabel 3.17. Kriteria Indikator 5 ... 81

Tabel 3.18. Kriteria Indikator 6 ... 81

Tabel 3.19. Kriteria Rata-Rata Kuesioner Secara Keseluruhan ... 82

Tabel 3.20. PAP Tipe 1 ... 83

(20)

xviii

Tabel 3.22. Kriteria Rata-Rata Observasi Secara Keseluruhan ... 84 Tabel 3.23. Indikator Keberhasilan Hasil Belajar ... 86 Tabel 3.24. Indikator Keberhasilan Kemampuan Berpikir Kritis Keseluruhan 86 Tabel 4.1. Nilai Materi Operasi hitung campuran Siswa Kelas III tahun

pelajaran 2013/2014 ... 89 Tabel 4.2. Nilai Materi Operasi hitung campuran Siswa Kelas III tahun

pelajaran 2014/2015 ... 91 Tabel 4.3. Data Hasil Kuesioner Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kondisi

Awal ... 93 Tabel 4.4. Skor Indikator 1 Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kondisi Awal

... 95 Tabel 4.5. Skor Indikator 2 Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kondisi Awal

... 96 Tabel 4.6. Skor Indikator 3 Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kondisi Awal

... 97 Tabel 4.7. Skor Indikator 4 kemampuan berpikir Kritis Siswa Kondisi Awal ... 98 Tabel 4.8. Skor Indikator 5 Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kondisi Awal

... 99 Tabel 4.9. Skor Indikator 6 Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kondisi Awal

(21)

xix

Tabel 4.17. Skor Indikator 1 Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kondisi Akhir ... 126 Tabel 4.18. Skor Indikator 2 Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kondisi Akhir ... 127 Tabel 4.19. Skor Indikator 3 Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kondisi Akhir ... 128 Tabel 4.20. Skor Indikator 4 Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kondisi Akhir ... 129 Tabel 4.21. Skor Indikator 5 Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kondisi Akhir ... 130 Tabel 4.22. Skor Indikator 6 Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kondisi Akhir ... 131 Tabel 4.23. Skor Keseluruhan Indikator Kondisi Akhir ... 132 Tabel 4.24. Perbandingan Target dan Pencapaian Hasil Belajar ... 142 Tabel 4.25. Perbandingan Target dan Pencapaian Berpikir Kritis dengan

(22)

xx

DAFTAR LAMPIRAN

(23)

1

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini akan membahas mengenai latar belakang masalah, identitias masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional.

A. Latar Belakang Masalah

Matematika berdasarkan pendapat Susanto (2013:185) adalah salah satu disiplin ilmu pasti yang mengungkapkan ide-ide abstrak yang berisi bilangan-bilangan serta simbol-simbol operasi hitung yang terdapat aktivitas berhitung dan

mampu meningkatkan kemampuan berpikir dan berpendapat dalam memecahkan masalah dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari. Contohnya, pada bidang

ekonomi yaitu kegiatan jual beli barang di pasar dengan menggunakan hitungan matematika sebagai penentu sebuah harga.

Kline (dalam Runtukahu, 2014: 28) berpendapat bahwa matematika adalah

pengetahuan yang tidak berdiri sendiri tetapi dapat membantu manusia untuk memahami dan memecahkan permasalahan sosial, ekonomi, dan alam. Dengan

adanya mata pelajaran matematika diharapkan siswa mampu memahami dan menerapkannya dalam pemecahan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari yang melibatkan ilmu hitung. Hal ini menandakan bahwa matematika

(24)

(2004:17) matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari

sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta kerjasama.

Tujuan mata pelajaran matematika yaitu untuk mengembangkan keterampilan dalam berhitung, memebentuk pola pikir yang kritis dan kreatif untuk membantu siswa memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan

matematika (Susanto, 2013:189-190).

Mata pelajaran matematika sering dianggap sebagai mata pelajaran yang

membosankan dan menakutkan oleh kebanyakan siswa, karena anggapan tersebut banyak siswa yang tidak menyukai matematika, anggapan seperti itu dapat berimbas pada pemahaman dan hasil belajar matematika siswa. Agar siswa tidak

lagi beranggapan bahwa matematika merupakan pelajaran yang sulit maka guru hendaknya harus memikirkan model pembelajaran yang menyenangkan seperti

menghadirkan permasalahan matematis dalam kehidupan sehari-hari siswa, model pembelajaran seperti ini secara tidak langsung melatih kemampuan berpikir siswa untuk mengatasi permasalahan matematis dalam kehidupan sehari-hari.

Model pembelajaran yang ideal adalah model pembelajaran yang berpusat kepada siswa dan menghadapkan pada kenyataan kehidupan sehari-hari yang

matematis dan pernah dialami dalam kehidupan sehari-hari siswa, dengan demikian para siswa akan terbantu dalam mempelajari materi mata pelajaran matematika salain itu juga model pembelajaran seperti ini membantu

(25)

Peneliti telah melakukan observasi terhadap proses kegiatan belajar mengajar

di kelas III SD Negeri Plaosan 1 dan melakukan wawancara terhadap guru kelas III yang juga mengampu mata pelajaran Matematika. Peneliti mengamati model

pembelajaran yang digunakan guru selama proses pembelajaran matematika hanya menggunakan metode yang berpusat pada guru atau ceramah. Guru menggunakan metode teacher center sehingga pembelajaran didominasi oleh

guru. Sedangkan, siswa hanya mendengarkan penjelasan dan mengerjakan tugas atau latihan yang diberikan oleh guru. Siswa tidak dihadaptkan pada realita

kehidupan sehari-hari yang memuat masalah matematis, siswa tidak dilatih berpikir kritis untuk memecahkan masalah dalam kehidupan nyata. Dari model pembelajaran yang kurang menarik tersebut berakibat pada hasil belajar siswa

yang kurang maksimal. Di dalam suatu proses belajar mengajar di sekolah diharapkan anak dapat mencapai hasil belajar yang maksimal.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan guru kelas III SD Negeri Plaosan 1 diperoleh informasi bahwa dari data hasil belajar dua tahun terakhir siswa di kelas III SD Negeri Plaosan 1 ternyata hasil belajar siswa yang paling

rendah pada materi operasi hitung campuran. Hal ini menunjukkan bahwa siswa belum mencapai KKM pada pembelajaran matematika materi operasi hitung

campuran. Hasil belajar dua tahun terakhir yang diperoleh peneliti tersebut kemudian didapatkan rata-rata nilai yaitu 62,75 dengan persentase ketuntasan 45%. Hasil belajar siswa dapat disimpulkan masih rendah dan persentase

ketuntasan hanya separuh dan rata-rata hasil belajar belum mencapai KKM. Pada kenyataannya siswa tidak dilatih untuk menghadapi masalah matematis

(26)

untuk menghadapkan siswa dengan realita kehidupan sehari-hari yang memuat

permasalahan matematika. Akibat dari tidak dilatihnya kemampuan berpikir siswa untuk menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan yang berkaitan dengan

matematika maka kemampuan berpikir kritis siswa untuk menyelesaikan suatu permasalahan menjadi tidak berkembang

Jhonson (2007) mengemukakan bahwa berpikir kritis adalah segala aktivitas

mental yang membantu merumuskan atau memecahkan masalah, membuat keputusan, atau memenuhi keinginan untuk memahami; berpikir adalah sebuah

pencarian jawaban, sebuah pencapaian makna. Kesimpulan dari teori diatas adalah berpikir kritis merupakan sebuah proses sistematis dalam memecahkan masalah untuk pencarian sebuah jawaban. Dengan permasalahan yang dihadapi siswa

maka perlu adanya pemecahan masalah dengan menggunakan model-model pembelajaran.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka perlu dikembangkan suatu model pembelajaran kontekstual atau CTL (Contextual Teaching and Learning) Pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang mengaitan materi dengan

kehidupan nyata pesertadidik. (Hosnan, 2014: 267) pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru dalam mengkaitkan antara materi

yang dipelajarinya dengan situasi dunia nyata siswa sehingga mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari dengan melibatkan tujuh komponen pembelajaran

efektif. Dengan Penggunaan model pembelajaran kontekstual diharapkan supaya siswa mampu mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam

(27)

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti merencanakan suatu penelitian tindakan kelas berjudul “Peningkatan Hasil Belajar dan Kemampuan Berpikir Kritis Matematika Siswa Kelas III Pada Materi Operasi Hitung Campuran Melalui Model Pembelajaran Kontekstual SD Negeri Plaosan 1”

B. Identitas Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka dapat di

identifikasikan beberapa masalah sebagai berikut:

1. Pendekatan yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran siswa kurang menarik bagi siswa sehingga hasil pembelajaran siswa menjadi

kurang memuasakan.

2. Rendahnya hasil belajar pada materi operasi hitung campuran pada siswa

kelas III SD Negeri Plaosan 1.

3. Rendahnya kemampuan berpikir kritis pada materi operasi hitung campuran pada siswa kelas III SD Negeri Plaosan 1.

C. Batasan Masalah

Untuk mempermudah dalam penelitian, penulis membatasi masalah

sebagai berikut:

(28)

2. Objek penelitian adalah peningkatan hasil belajar dan kemampuan

berpikir kritis matematika.

3. Model pembelajaran yang digunakan adalah kontekstual atau CTL

(Contexctual Teaching and Learning)

4. Mata pelajaran yang diteliti yaitu matematika dengan SK 1 dan KD 1.4 yaitu materi operasi hitung campuran.

D. Rumusan Masalah

Hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis matematika siswa Kelas III

SD Negeri Plaosan 1 harus ditingkatkan. Berdasarkan uraian Latar Belakang Masalah di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana penerapan model pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran

matematika dalam upaya meningkatkan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis kelas III SD Negeri Plaosan 1 semester ganjil tahun

2015/2016?

2. Apakah melalui model pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran matematika dapat meningkatkan hasil belajar pada materi operasi hitung

campuran kelas III SD Negeri Plaosan 1 semester ganjil tahun 2015/2016? 3. Apakah melalui model pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran

matematka dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis pada materi operasi hitung campuran kelas III SD Negeri Plaosan 1 semester ganjil

(29)

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Memaparkan penerapan model pembelajaran kontekstual atau CTL

(Contextual Teaching and Learning) dalam pembelajaran matematika untuk

meningkatkan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa kelas III SD

Negeri Plaosan 1 semester ganjil 2015/2016.

2. Mengetahui peningkatan hasil belajar matematika pada materi operasi hitung

campuran kelas III SD Negeri Plaosan 1 semester ganjil tahun 2015/2016 melalui model pembelajaran kontekstual atau CTL (Contextual Teaching and

Learning)

3. Mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis matematika pada materi operasi hitung campuran kelas III SD Negeri Plaosan 1 semester ganjil tahun

2015/2016 melalui model pembelajaran kontekstual atau CTL (Contextual

Teaching and Learning)

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam pendidikan baik secara langsung maupun tidak langsung. Manfaat penelitian ini antara lain sebagai

berikut:

1. Manfaat Teoretis

a. Sebagai bahan referensi dan digunakan sebagai alternatif model

pembelajaran Contextual Teaching and Learning yang dapat digunakan oleh guru untuk melakukan pembelajaran matematika khususnya pada

(30)

b. Sebagai gambaran dan bahan pengembangan untuk menentukan langkah-

langkah yang perlu dilakukan dalam meningkatkan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis matematika pada materi operasi

hitungNcampuran siswa kelas III SD Negeri Plaosan 1 tahun ajaran 2015/2016 melalui pendekatan Contextual Teaching and Learning.

2.Manfaat Praktis

a. Bagi guru : Sebagai bahan pertimbangan guru dalam mengajar pelajaran matematika.

b. Bagi Siswa : Dalam penelitian ini siswa adalah subyek penelitian, diharapkan dengan adanya proses ini, siswa mampu meningkatkan hasil

belajar dan kemampuan berpikir kritis pada materi operasi hitung campuran.

G. Definisi Operasional

1. Belajar adalah suatu aktifitas atau proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap,

dan mengkokohkan kepribadian.

2. Hasil Belajar adalah tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari

materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes mengenal sejumlah materi pelajaran tertentu.

3. Kemampuan berpikir kritis adalah sebuah proses yang terarah dan jelas

(31)

4. Matematika adalah ilmu yang mempelajari tentang angka, pengukuran,

penyelesaian masalah dan pengolahan angka.

5. Model pembelajaran kontekstual adalah suatu pembelajaran yang

mengaitkan materi dengan situasi dunia nyata.

6. Operasi Hitung Campuran adalah Operasi hitung yang melibatkan

(32)

10 BAB II

LANDASAN TEORI

Pada bab II Peneliti akan membahas mengenai landasan teori, penelitian yang relevan, kerangka berpikir, dan hipotesis tindakan. Keempat hal tersebut

akan diuraikan sebagai berikut.

A. Kajian Teori

Peneliti akan membahas mengenai teori belajar, hasil belajar, berpikir kritis, matematika, operasi hitung campuran, Kontekstual atau CTL (Contextual

Teaching and Learning)

1. Belajar

a. Pengertian Belajar

Belajar merupakan kegiatan atau cara untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Slameto, (2010: 2) mengatakan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku

yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Belajar adalah suatu aktivitas atau proses untuk

memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap, dan mengkokohkan kepribadian.

Pendapat lain tentang belajar menurut Suyono (2011: 9) pengertian lain

tentang belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai

(33)

sehingga menyebabkan munculnya perubahan perilaku. Gagne (dalam Susanto,

2013 : 1) belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses di mana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Winkel (dalam

Susanto, 2013 : 4) adalah suatu aktivitas mental yang berlangsung dalam interaksi aktif antara seseorang dengan lingkungan, dan menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai sikap yang

bersifat relatif konstan dan berbekas. Hal ini menunjukan bahwa belajar merupakan suatu proses tentang perubahan perilaku manusia sebagai akibat

pengalaman belajar.

Belajar (dalam Siregar 2011 :4) adalah sebuah proses yang kompleks yang di dalamnya terkandung beberpa aspek. Aspek-aspek tersebut adalah (1)

bertambahnya jumlah pengetahuan, (2) adanya kemampuan mengingat dan memproduksi, (3) ada penerapan pengetahuan, (4) menyimpulkan makna, (5)

menafsirkan dan mengaitkannya dengan realitas, dan (6) adanya perubahan sebagai pribadi. Dengan demikian, seseorang dikatakan telah belajar kalau sudah terdapat perubahan tingkah laku dalam dirinya.

b. Ciri-Ciri Belajar

Ciri-ciri belajar (Eviline, 2010:5-6) ada 4 ciri antara lain:

1) Adanya kemampuan baru atau perubahan. Perubahan tingkah laku tersebut bersifat pengetahuan (kognitif), ketrampilan (psikimotor), maupun nilai, dan sikap (afektif).

2) Perubahan itu tidak berlangsung sesaat saja, melainkan menetap atau dapat disimpan.

(34)

4) Perubahan terjadi akibat interaksi dengan lingkungan, perubahan tidak

semata-mata disebabkan oleh pertumbuhan fisik atau kedewasaan, tidak karena kelelelahan, penyakit atau pengaruh obat-obatan.

2. Hasil Belajar

a. Pengertian Hasil Belajar

Purwanto (2011: 46) mendefinisikan bahwa hasil belajar adalah perubahan

perilaku siswa akibat belajar. Perubahan perilaku ini disebabkan karena siswa mencapai penguasaan atas sejumlah materi yang diberikan dalam proses belajar

mengajar. Hasil belajar (Jihad, 2012: 15) adalah perubahan tingkah laku siswa secara nyata setelah dilakukanya proses belajar mengajar yang sesuai dengan tujuan pengajaran. Hasil belajar menurut Gagne (dalam Surya, 2004: 17) ialah

kecakapan manusiawi (human capabilities) yang meliputi: (1) informasi verbal, (2) kecakapan intelektual, yang terdiri dari (a) diskriminasi, (b) konsep konkrit,

(c) konsep abstrak, (d) aturan dan (e) aturan yang lebih tinggi; (3) kognitif, (4) sikap, dan (5) kecakapan motorik. Hasil belajar (Widoyoko, 2009: 1), mengemukakan bahwa terkait dengan pengukuran, kemudian akan terjadi suatu

penilaian dan menuju evaluasi baik menggunakan tes maupun non-tes. Semua perubahan dari proses belajar merupakan suatu hasil belajar dan mengakibatkan

manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya.

Gagne (dalam Dimyati, 2006: 11) berpendapat bahwa hasil belajar

merupakan kapasitas siswa yang terdiri dari:

1. Informasi verbal adalah kapabilitas untuk mengkapkan pengetahuan dalam

(35)

2. Keterampilan intelek adalah kecakapan yang berfungsi untuk berhubungan

dengan lingkungan hidup serta mempresentasikan konsep dan lambang. 3. Strategi kognitif adalah kemampuan menyalurkan dan mengarahkan aktifitas

kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.

4. Keterampilan motorik adalah kemampuan melakukan serangkaian gerak

jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.

5. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak obyek berdasarkan

penilaian terhadap obyek tertentu.

Klasifikasi hasil belajar dari benyamin bloom yang secara garis besar

(Muslich Masnur ,2011 : 38) membaginya menjadi tiga tanah yakni ranah

kognitif, ranah afektif, dan ranah psikimotorik.

1. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tngkat rendah dan

keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi.

2. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdir dari lima aspek, yakni

penerimaan jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi dan internalisasi. 3. Ranah psikomotoris berhubungan dengan hasil belajar ketrampilan dan

kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris, yakni (1)

Gerakan refleks, (2) ketrampilan gerakan dasar, (3) kemampuan perseptual, (4) keharmonisan atau ketepatan, (5) gerakan ketrampilan Kompleks, dan (6)

(36)

ketiga ranah tersebut sangat berpengaruh dalam hasil belajar anak. Hasil

belajar yang dilakukan lewat penilaian perlu dilakukan secara seimbang antar aspek pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan ketrampilan (psikomotoris).

Berdasarkan pengertian diatas hasil belajar adalah nilai-nilai, perubahan tingkah laku siswa secara nyata setelah dilakukan proses belajar. Hasil beljar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima

pengalaman belajarnya. kemampuan ini mencakup aspek kognitif, afektif, da psikomorik, namun dalam penelitian ini, peneliti hanya mengukur

kemampuan siswa dari aspek kognitif.

b. Macam-macam hasil belajar

Hasil belajar meliputi pemahaman konsep (aspek kognitif), keterampilan

proses (aspek psikomotor), dan sikap siswa (aspek afektif). Untuk lebih jelasnya dapat dijelaskan sabagai berikut:

1. Pemahaman konsep

Pemahaman bloom (dalam Susanto, 2013: 6) diartikan sebagai kemampuan untuk menyerap arti dari materi atau bahan yang dipelajari. Sedangkan konsep

menurut J. Skeel (dalam Susanto, 2013: 8) merupakan suatu yang tergambar dalam pikiran, suatu pemikiran, gagasan, atau suatu pengertian. Berdasarkan

teori yang sudah dikemukakan bahwa pemahaman konsep adalah kemampuan untuk menyerap bahan yang dipelajari yang telah sebelumnya tergambar dalam pemikiran.

2. Keterampilan Proses

Usman dan Setiawati (dalam Susanto, 2013: 9) mengemukakan bahwa

(37)

pembangunan kemampuan mental, fisik, dan sosial yang mendasar sabagai

penggerak kemampuan yang lebih tinggi dalam diri individu siswa. Indrawati (dalam Susanto, 2013: 9) merumuskan bahwa keterampilan proses merupakan

keseluruhan keterampilan ilmiah yang terarah (baik kognitif maupun psikomotorik) yang dapat digunakan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip atau teori, untuk mengembangkan konsep yang telah ada sebelumnya,

atau untuk melakukan penyangkalan terhadap suatu penemuan (falsifikasi). Berdasarkan teori tadi dapat disimpulkan bahwa keterampilan proses adalah

keterampilan yang mengarah kepada pembangunan kemampuan mental, fisik, dan sosial yang dapat digunakan untuk menemukan suatu gagasan, untuk mengembangkan konsep yang telah ada sebelumnya.

3. Sikap

Lange (dalam Susanto, 2013: 10) mengemukakan bahwa sikap tidak hanya

merupakan aspek mental semata, melainkan mencakup pula aspek respons fisik. Sedangkan, Sardiman (dalam Susanto, 2013: 11) mengatakan bahwa sikap merupakan kecenderungan untuk melakukan sesuatu dengan cara,

metode, pola, teknik tertentu terhadap dunia sekitarnya baik berupa individu-individu maupun objek-objek tertentu. Jadi dapat diartikan sikap adalah

(38)

c. Faktor yang mempengaruhi hasil belajar

Gestalt ( dalam Susanto, 2013: 12) mengatakan bahawa hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua hal, siswa itu sendiri dan ligkungannya. Pertama, siswa;

dalam arti kemampuan berfikir atau tngkahlaku intelektual, motivasi, minat, dan kesiapan siswa, baik jasmani maupun rohani. Kedua, lingkungan; yaitu sarana dan prasarana, kompetensi guru, kreativitas guru, sumber-sumber belajar, metode

serta dukungan lingkungan, keluarga dan lingkungan. Sedangkan menurut Wisliman ( dalam Susanto, 2013: 12) hasil belajar terbagi menjadi dua faktor

yaitu faktor internal dan eksternal, sebagai berikut: 1. Faktor Internal

Faktor internal merupakan faktor yang bersumber dari dalam diri

peserta didik, yang mempengaruhi kemampuan belajarnya. Faktor internal ini meliputi: kecerdasan, minat dan perhatian, motivasi belajar, ketekunan, sikap,

kebiasaan belajar, serta kondisi fisik dan kesehatan 2. Faktor Eksternal

Faktor yang berasal dari luar diri peserta didik yang mempengaruhi

hasil belajar yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat. Keadaan keluarga berpengaruh terhaap hasil belajar siswa. Keluarga yang morat-marit keadaan

ekonominya, pertengkaran suami istri, perhatian oragtua yang kurang terhadap anaknya, serta kebiasaan sehari-hari berperilaku yang kurang baik dari orangtua dalam kehidupan sehari-hari berpengaruh dalam hasil belajar

peserta didik.

(39)

3. Berpikir Kritis

a. Pengertian Berpikir Kritis

Berpikir kritsis (Johnson, 2007:183) merupakan sebuah proses yang

terarah dan jelas yang digunakan dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah, mengambil keputusan, membujuk, menganalisis asumsi, dan melakukan penelitian ilmiah. Anggelo (dalam Achmad, 2007) juga menjelaskan bahwa

berpikir kritis adalah mengaplikasikan rasio, kegiatan berpikir yang tinggi, yang meliputi kegiatan menganalisis, mensintesis, mengenal permasalahan dan

pemecahannya, menyimpulkan, dan mengevaluasi.

Ennis (dalam Kuswana, 2012:19) juga mendefinisikan bahwa berpikir kritis merupakan berpikir wajar dan reflektif yang fokus dalam menentukan apa yang

harus dipercaya atau dilakukan. Berpikir kritis merupakan cara berpikir yang memiliki dasar pemikiran yang benar dan dapat dipertanggung jawabkan untuk

menghasilkan pemikiran yang dapat membantu mengambil keputusan serta menyelesaikan masalah yang dihadapinya.

Dari teori di atas dapat disimpulkan bahwa berpikir kritis adalah berpikir

wajar dan reflektif serta terarah untuk memecahkan, mengambil kemputusan, membujuk dan menganalisis asumsi dalam menetukan apa yang harus dipercaya

(40)

b. Tujuan Berpikir kritis

Tujuan berpikir kritis (Johnson (2007:185) adalah untuk mencapai pemahaman yang mendalam. Pemahaman membuat kita mengerti maksud di balik

ide yang mengarahkan hidup kita stiap hari. Pemahaman mengungkapkan makna di balik suatu kejadian. Angelo (dalam Achmad, 2007) mengidentifikaasi lima

indikator yang sistematis dalam berpikir kritis, yaitu sebagai berikut :

1. Keterampilan Menganalisis

Keterampilan menganalisis merupakan keterampilan menguraikan sebuah

struktur ke dalam komponen-komponen agar mengetahui pengorganisasian struktur tersebut. Kata-kata operasional yang mengindikasikan keterampilan berpikir kritis, diantaranya: memerinci, menyusun diagram, membedakan,

mengidentifikasi, mengilustrasikan, menyimpulkan, menunjukkan, menghubungkan, memilih, memisahkan, dan membagi (Arikunto, 2010: 138).

2. Keterampilan Mensintesis

Keterampilan mensintesis adalah keterampilan menggabungkan bagian-bagian menjadi sebuah bentukan atau susunan yang baru. Pertanyaan sintesis menuntut

pembaca untuk menyatupadankan semua informasi yang diperoleh dari materi bacaannya, sehingga dapat menciptakan ide-ide baru yang tidak dinyatakan secara

eksplisit didalam bacaannya. Kata-kata operasional yang mengindikasikan keterampilan berpikir sintesis, diantaranya: mengategorikan, mengombinasikan, mengarang, menciptakan, menjelaskan, mengorganisasikan, menyusun,

(41)

3. Keterampilan mengenal dan memecahkan masalah

Keterampilan ini merupakan keterampilan aplikatif konsep kepada beberapa pengertian baru. Keterampilan ini menuntut pembaca untuk memahami bacaan

dengan kritis sehingga setelah kegiatan membaca selesai siswa mampu menangkap beberapa pikiran pokok bacaan, sehingga mampu mempola sebuah konsep. Tujuan keterampilan ini adalah agar pembaca mampu memahami dan

menerapkan konsep-konsep ke dalam permasalahan. Kata-kata operasional yang mengindikasikan keterampilan mengenal dan memecahkan masalah diantaranya:

mengubah, menghitung, mendemonstrasikan, mengoperasikan, meramalkan, menyiapkan, menghasilkan, menghubungkan, menunjukkan, memecahkan dan menggunakan.

4. Keterampilan menyimpulkan

Keterampilan menyimpulkan menuntut pembaca untuk mampu menguraikan

dan memahami bebagai aspek secara bertahap agar sampai kepada suatu formula baru, yaitu sebuah kesimpulan. Proses pemikiran manusia itu sendiri dapat menempuh dua cara, yaitu: deduksi dan induksi. Jadi, kesimpulan merupakan

sebuah proses berpikir yang memberdayakan pengetahuannya sedemikian rupa untuk menghasilkan sebuah pemikiran atau pengetahuan yang baru. Kata-kata

operasional yang mengindikasikan kemampuan menyimpulkan adalah : menjelaskan, memerinci, menghubungkan, mengategorikan, memisah dan menceritakan.

5. Keterampilan mengevaluasi atau menilai

Keterampilan ini menuntut pemikiran yang matang dalam menentukan nilai

(42)

pembaca agar memberikan penilaian tentang nilai yang diukur dengan

menggunakan standar tertentu. Dalam taksonomi Bloom, keterampilan mengevaluasi merupakan tahap berpikir kognitif yang paling tinggi. Pada tahap

ini siswa dituntut agar ia mampu mensinergikan aspek-aspek kognitif lainnya dalam menilai sebuah fakta atau konsep. Kata-kata operasional yang mengindikasikan kemampuan mengevaluasi atau menilai adalah: menilai,

membandingkan, menyimpulkan, mengkritik, mendiskrisikan, menafsirkan, menerangkan, memutuskan (Arikunto, 2010:138).

Wowo (2012: 198) menjelaskan berpikir kritis menjadi beberapa indikator sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi fokus masalah, pertanyaan, dan kesimpulan.

2. Menganalisis argument

3. Bertanya dan menjawab pertanyaan klarifikasi atau tantangan.

4. Mengidentifikasi istilah keputusan dan menangani sesuai alasan. 5. Mengamati dan menilai laporan observasi.

6. Menyimpulkan dan menilai keputusan.

7. Mempertimbangkan alasan tanpa membiarkan ketidaksepakatan atau keraguan yang mengganggu pemikiran (berpikir yang disangka benar).

8. Mengintegrasikan kemampuan lain dan disposisi dalam membuat dan mempertahankan keputusan.

Menurut Ennis (dalam Riyadi, Usman: 2008) terdapat 12 indikator

berpikir kritis yang terangkum dalam 5 kelompok keterampilan berpikir, yaitu memberikan penjelasan sederhana (elementary clarification), membangun

(43)

penjelasan lebih lanjut (advance clarification), serta strategi dan taktik (strategy

and tactics). Kemudian 12 indikator tersebut dijabarkan dalam beberapa sub

indikator seperti pada tabel di bawah ini:

Tabel 2.1 Keterampilan Berpikir Kritis

Keterampilan berpikir kritis Sub Keterampilan berpikir kritis

Memberikan penjelasan sederhana (elementary clarification)

1. Memfokuskan pertanyaan. 2. Menganalisis argumen

3. Bertanya dan menjawab pertanyaan klarifikasi dan pertanyaan yang menantang

Membangun Keterampilan dasar (basic support).

4. Mempertimbangkan kredibilitas (kriteria) suatu sumber.

5. Mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi.

Menyimpulkan (inference) 6. Membuat deduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi

7. Membuat induksi dan mempertimbangkan induksi.

8. Membuat dan mempertimbangkan nilai keputusan.

Membuat penjelasan lebih lanjut (advanced clarification)

9. Mendefinisikan istilah, mempertimbangkan definisi

10. Mengidentifikasi asumsi.

Strategi dan taktik

(strategies and tactics).

11. Memutuskan suatu tindakan.

12. Berinteraksi dengan orang lain

(44)

Tabel 2.2 Indikator Keterampilan Berpikir kritis

Angelo Wowo Ennis

Keterampilan menganalisis Mengidentifikasi fokus masalah, pertanyaan, dan kesimpulan.

Memfokuskan pertanyaan. Keterampilan mensintesis Menganalisis argumen Menganalisis argumen Keterampilan mengenal dan

memecahkan masalah

Bertanya dan menjawab pertanyaan klarifikasi atau tantangan.

Bertanya dan menjawab pertanyaan klarifikasi dan pertanyaan yang menantang Keterampilan menyimpulkan Mengidentifikasi istilah keputusan

dan menangani sesuai alasan.

Mempertimbangkan kredibilitas (kriteria) suatu sumber.

Keterampilan mengevaluasi dan menilai

Mengamati dan menilai laporan observasi.

Mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi (ikut terlibat dalam menyimpulkan)

Menyimpulkan dan menilai keputusan.

Membuat deduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi

Mempertimbangkan alasan tanpa membiarkan ketidaksepakatan atau keraguan yang mengganggu pemikiran (berpikir yang disangka benar). Memutuskan suatu tindakan (mendefinisikan masalah) Berinteraksi dengan orang lain

Berdasarkan indikator berpikir kritis menurut pendapat 3 ahli, digunakan 6 indikator sebagai fokus penelitian yaitu: 1) Menganalisis argumen, 2) Mampu bertanya, 3) Mampu menjawab pertanyaan, 4) Memecahkan masalah, 5) Membuat

(45)

4. Matematika

a. Pengertian Matematika

Matematika berdasarkan pendapat Susanto (2013:185) adalah salah satu

disiplin ilmu pasti yang mengungkapkan ide-ide abstrak yang berisi bilangan-bilangan serta simbol-simbol operasi hitung yang terdapat aktivitas berhitung dan mampu meningkatkan kemampuan berpikir dan berpendapat dalam memecahkan

masalah dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari. Johnson dan Myklebust (dalam Sundayana, 2003 : 252) mengemukakan bahwa matematika merupakan

bahasa simbolis yang mempunyai fungsi praktis untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan.

Dari kedua teori para ahli peneliti menyimpulkan bahwa matematika merupakan suatu disiplin ilmu pasti yang mengungkapkan ide-ide abstrak yang berisi bilangan-bilangan serta simbol-simbol operasi hitung untuk memecahkan

masalah kehidupan bermasyarakat sehari-hari.

Matematika memuat konsep-konsep abstrak yang perlu diterjemahkan menjadi konsep yang mudah dipahami siswa. Konsep yang terdapat di dalam matematika

sebagian besar adalah angka-angka dan simbol-simbol. Bahan kajian matematika, antara lain, berhitung, ilmu ukur dan aljabar yang dimaksudkan untuk

mengembangkan logika dan kemampuan berpikir Pesesrta Didik (Peraturan Pemerintah nomor 32 tahun 2013).

Manusia dalam melakukan aktivitas sehari-hari tidak pernah lepas dari konsep matematika. Matematika menurut Susanto (2013: 183) merupakan ilmu dasar yang sebaiknya dimiliki. Usia sekolah dasar adalah usia kritis seorang anak,

(46)

globalisasi sekarang ini kemampuan matematis menjadi hal yang sangat penting.

Dari kedua kedua pendapat para ahli peneliti menyimpulkan bahwa matematika merupakan ilmu dasar memuat konsep-konsep abstrak yang perlu diterjemahkan

menjadi konsep yang mudah dipahami siswa.

Berdasarkan urian diatas dapat disimpulkan bahwa matematika adalah salah satu ilmu yang membutuhkan pemahaman yang mendalam untuk mempelajari

konsep angka dan simbol-simbol untuk mengembangkan logika peserta didik, sehingga untuk menghadapkan anak pada realitas kehidupan nyata dan dapat

menyelesaikannya.

b. Tujuan Matematika

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 20 tahun 2006 tentang Standar Isi, disebutkan bahwa pembelajaran matematika bertujuan supaya siswa memiliki kemampuan sebagai berikut:

1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.

2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan

gagasan dan pernyataan matematika.

3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi

yang diperoleh.

4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain

(47)

5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu

memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

5. Operasi Hitung Campuran

Operasi hitung campuran adalah operasi atau pengerjaan hitugan yang

melibatkan lebih dari dua bilangan dan lebih dari satu operasi. Penyelesaian pengerjaan operasi hitung campuran merujukpada perjanjian tertentu, yaitu

penjumlahan dan pengurangan setingkat. Ini berarti manapun yang ditulis terlebih dahulu begitu halnya dengan perkalian dan pembagian setingkat, yang berarti manapun yang ditulis terlebih dahulu operasi yag dikerjakan terlebih dahulu,

kecuali terdapat tanda dalam kurung.

Tingkatan perkalian dan pembagian lebih tinggi dibandingkan dengan

penjumlaha dan pengurangan. Artinya perkalia dan pembagian harus dikerjakan terlebih dahulu sebelumpenjumlahan dan pengurangan. Mengapa hal ini dapat terjadi ? Selain telah diisyaratkan dalam perjanjian, kita juga dapat menunjukkan

(48)

1. Penjumlahan dan Pengurangan

Dalam kegiatan ini berikut akan ditekankan mengenai hasil yang

didapat dalam menyelesaikan operasi hitung campuran antara penjumlahan dan pengurangan, baik penjumlahan maupun pengurangan,

baik penjumlahan maupun pengurangan yang dikerjakan terlebih dahulu.

Penanaman Konsep

Media yang diperlukan

Berbagai benda yang dimiliki siswa seperti pensil, pulpen, buku,

penghapus dan sebagainya.

Kemudian, akan ditunjukan hasil dari 6 + (7 – 4) = ...

(untuk mengetahui apakah terjadi perbedaan hasil)

Operasi hitung campuran adalah operasi hitung yang terdiri atas

penjumlahan (+), pengurangan (-), perkalian (x), dan pembagian (:). Langkah pengerjaan operasi hitung campuran sebagai berikut. Langkah 1 : Kerjakan operasi hitung di dalam tanda kurung.

Langkah 2 : Kerjakan perkalian (x) dan pembagian (:), urut dari sebelah kiri.

Langkah 3 : Kerjakan penjumlahan (+) dan pengurangan (-), urut dari sebelah kiri.

(49)

6. Model Pembelajaran Kontekstual

a. Pengertian Model Pembelajaran Kontekstual

Tanirejo, (2014: 49) Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and

Learning)adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi

yang diajarkan dengan situasi dunia nyata peserta didik dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan

penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari(Pendapat lain menurut Nurhadi tentang CTL (Hosnan, 2014: 267) merupakan konsep belajar yang

membantu guru dalam mengkaitkan antara materi yang dipelajarinya dengan situasi dunia nyata siswa sehingga mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari

dengan melibatkan tujuh komponen pembelajaran efektif. Pendapat lain juga mengatakan bahwa pendekatan Contextual Teaching and Learning (Hamdayama,

2014:53) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya

dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

(50)

b. Komponen-komponen Model Pembelajaran Kontekstual

Pembelajaran kontekstual memiliki lima strategi untuk mencapai kompetensi siswa secara maksimal, yaitu relating, eksperiencing, applying, cooperting, dan

transfering (Hosnan, 2014: 269). Selain itu menurut Trianto (dalam Hosnan,

2014: 270) dalam pembelajaran kontekstual terdapat tujuh komponen utama, yakni kontruktivisme (contructivism), bertanya (questioning), inquiry (Inquiry),

masyarakat belajar (community learning), pemodelan (modelling), refleksi

(reflection), dan penilaian autentik (authentic asessment).

1) Kontuktivisme

Kontruktivisme (Hosnan, 2014:270) adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan

pengalaman. Pendapat lain menurut Muslich (dalam Hosnan ,2014:270) bahwa kontruktivisme adalah proses pembelajaran yang menekankan

terbangunnya pemahaman sendiri secara aktif, kreatif dan produktif berdasarkan pengetahuan terdahulu dan dari pengalaman belajar yang bermakna. Hal ini dapat disimpulkan bahwa kontruktivisme adalah proses

pembelajaran yang menekankan terbangunnya pemahaman sendiri berdasarkan pengalaman siswa.

2) Menemukan (Inquiry)

Menemukan (Inquiry)artinya proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis.

Inquirymerupakan proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan

(51)

dari hasil mengingat seperangkat fakta, tetapi hasil menemukan sendiri dari

fakta yang dihadapinya (dalam Hosnan, 2014:271). 3) Bertanya (Questioning)

Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu, sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berpikir.

Menurut Mulyasa (dalam Hosnan 2014: 271) ada 6 keterangan bertanya dalam kegiatan pembelajaran, yakni pertanyaan yang jelas dan singkat,

memberi acuan, memusatkan perhatian, memberi giliran dan menyebarkan pertanyaan, pemberian kesempatan berfikir, dan pemberian tuntutan. Peneliti menyimpulkan bahwa peran bertanya itu sangat penting, sebab melalui

pertanyaan-pertanyaan, guru dapat membimbing dan mengarahkan siswa untuk menemukan setiap materi yang dipelajari (Hosnan, 2014: 271).

4) Masyarakat Belajar (Learning Community)

Konsep masyarakat belajar menurut Sanjaya (dalam Hanson, 2014: 272) adalah hasil pembelajaran diperoleh melalui kerja sama dengan orang

lain, teman, antar kelompok, sumber lain dan bukan hanya guru. Muslich (dalam Hanson, 2014: 272) mengemukakan konsep masyarakat belajar dalam

CTL menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh melalui kerja sama dengan orang lain. Hal ini berarti bahwa hasil belajar bisa diperoleh dengan sharing antar teman, anatar kelompok, dan antar yang tahu kepada yang tidak

(52)

5) Pemodelan (Modeling)

Pemodelan (Hosnan, 2014: 272) adalah pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sabagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa.

Dalam pembelajaran CTL, modeling merupakan asas yang cukup penting. Sebab melalui modeling, siswa terhindar dari pembelajaran guru yang teoritis, sehingga memungkinkan terjadinya pembelajaran siswa yang

verbalisme (banyak menghafal). 6) Refleksi (Reflection)

Refleksi (Hosnan, 2014: 272) adalah proses pengendapan pengalaman yang dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah dilaluinya. Refleksi

menurut Trianto (dalam Hosnan, 2014: 273) merupakan cara berpikir atau respon tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir kebelakang tentang

apa yang sudah dilakukan dimasa lalu. Dalam hal refleksi ini, biasanya guru menyisakan waktu sejenak agar siswa dapat melakukan refleksi yang berupa pernyataan langsung apa yang diperoleh hari itu.

7) Penilaian Sebenarnya (Authentic Assessment)

Penilaian nyata (Hamdayama, 2014: 54) adalah proses yang

dilakukan guru untuk menyimpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa. Penilaian ini dilakukan ketika pembelajaran berlangsung bukan pada penilaian akhir pembelajaran. Pengamatan dapat

dilakukan dikelas maupun diluar kelas. Kemajuan belajar siswa dilihat dari proses bukan semata-mata dari hasil belajar. Penilaian bukan hanya dari

(53)

Berdasarkan urian di atas dapat disimpulkan bahwa

komponen-komponen CTL mencakup tujuh komponen-komponen utama, yakni kontruktivisme,

(contructivism) bertanya (questioning), inquiry (Inquiry), masyarakat

belajar (community learning) pemodelan (modeling), refleksi (reflection) dan penilaian autentik ( authentic asessment)

c. Tahapan Pembelajaran Kontekstual

Hamdayama (2014: 51) proses pembelajaran kontekstual terdiri dari delapan komponen sebagai berikut:

1. Membangun hubungan yang bermakna (Relating); Siswa menghubungkan apa yang dipelajari di sekolah dengan pengalamannya sendiri, kejadian dirumah, media massa, atau yang lainnya, sehingga siswa akan

memperoleh pembelajaran yang lebih bermakna.

2. Melakukan sesuatu yang bermakna (experiencing); Ada beberapa langkah

guru dalam mengaitkan meteri dengan konteks kehidupan siswa, diantaranya (a) mengkaitkan pelajaran dengan sumber yang berhubungan dengan kehidupan siswa, (b) menggunakan sumber dari bidang lain, (c)

mengkaitkan berbagai macam pelajaran yang sesuai dengan materi pelajaran, dan (d) belajar melalui kegiatan sosial.

3. Belajar secara mandiri; Setiap anak memiliki kemampuan yang berbeda, sehingga siswa diberi kesempatan untuk belajar mandiri sesuai dengan

kondisi siswa masing-masing.

(54)

5. Berpikir kritis dan kreatif (applaying); Mendorong siswa agar bisa berpikir

kritis dan kreatif serta menerapkan dalam dunia nyata siswa.

6. Mengembangkan potensi individu (transfering); Memberikan kesempatan

kepada siswa untuk mengembangkan potensi atau bakat yang dimiliki. 7. Standar pencapaian yang tinggi; Dengan standar pencapaian yang tinggi,

maka akan memacu siswa untuk berusaha lebih baik.

8. Asesmen yang autentik; Pencapaian hasil belajar diukur dengan asesmen autentik yang mampu menyediakan informasi mengenai kualitas

pendidikan.

Dari kedelapan tahapan tersebut peneliti memilih 5 tahapan yang akan diterapkan dalam proses pembelajaran yaitu Relating, Experiencing,

Colaborating, Applying, dan Transferring.

d. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kontekstual

Trianto (dalam Hosnan, 2014: 270) langkah-langkah untuk menerapkan ketujuh komponen CTL tersebut adalah sebagai berikut:

1) Kembangkan pemikiran anak bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkontruksi sendiri

pengetahuan dan keterampilan barunya.

2) Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua topik. 3) Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.

4) Ciptakan “masyarakat belajar” (belajar dalam kelompok).

5) Hadirkan “model” sebagai contoh pembelajaran.

(55)

7) Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.

Suparto (2004: 6) berpendapat tentang langkah-langkah penerapan pendekatan kontekstual/ CTL sebagai berikut:

1) Mengembangkan metode belajar mandiri, 2) Melaksanakan penemuan (inquiri), 3) Menumbuhkan rasa ingin tahu siswa,

4) Menciptakan masyarakat belajar,

5) Hadirkan “model” dalam pembelajaran,

6) Lakukan refleksi di setiap akhir pertemuan, 7) Lakukan penilian yang sebenarnya.

Dari kedua pendapat para ahli, peneliti menyimpulkan bahwa langkah-langkah

penerapan pembelajaran CTL yaitu: 1) belajar mengembangkan pemikiran akan belajar, 2) melaksanakan kegiatan inquiri, 3) menumbuhkan rasa ingin tahu siswa, 4) menciptakan masyarakat belajar, 5) menghadirkan “model”

(56)

B. Penelitian yang relavan

Penelitian Pertama yang dilakukan oleh Wiji Astuti (2013), dengan judul “Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Dengan Pendekatan Pembelajaran

Kontekstual Pada Siswa Kelas IV SD Negeri Brajan Prambanan Klaten Tahun

Ajaran 2012/2013”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah

melalui metode kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa

kelas IV SD Negeri 2 Brajan Prambanan Klaten Tahun Ajaran 2012/2013. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas yang terdiri atas perencanaan,

tindakan, observasi, dan refleksi dengan menggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual yang dilakukan dalam tiga siklus. Adapun teknik pengumpulan data

yang digunakan dalam penelitian ini di antaranya tes, observasi, catatan lapangan dan wawancara. Adapun teknik analisis datanya adalah deskriptif kualitatif. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai rata- rata kognitif siswa pada

pra siklus yaitu 51,5 yang diperoleh dengan penggunaan metode ceramah; termasuk kategori kurang berminat. Nilai rata-rata kognitif pada siklus II meningkat menjadi 52,8 dengan menggunakan metode pembelajaran kontekstual;

sedangkan nilai rata-rata hasil belajar meningkat menjadi 63,5 (termasuk kategori cukup berminat). Nilai rata-rata kognitif pada siklus III meningkat menjadi 77,4

(termasuk kategori berminat). Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran kontektual dapat meningkatkan hasil aktivitas belajar Matematika pada kelas IV SD Negeri 2

Brajan Prambanan Klaten tahun ajaran 2012/2013.

Penelitian kedua yang dilakukan oleh Nuris Hidayat, “Judul Pengaruh

(57)

Pelajaran Matematika Materi Jaring-jaring Bangun Ruang Melalui Penerapan

Scientific APPROACH KELAS V SEMESTER 2 DI SDN 6 DAWUHAN

SITUBONDO TAHUN AJARAN 2013/2014”. Tujuan pembelajaran matematika

yaitu menumbuhkan kemampuan berpikir kritis. Proses pembelajaran terdapat beberapa persoalan yang berkembang terutama mengenai mencapai tujuan pembelajaran diantaranya yaitu ketika ada siswa yang mengerjakan soal di papan

tulis, ditemukan beberapa kesalahan dalam proses pengerjaan dan jawaban akhir tersebut benar, siswa lain kurang cermat dalam mengamati hanya melihat hasil

akhirPembelajaran juga masih terpusat pada guru sehingga berpenaruh pada proses berpikir krits dan hasil belajar siswa (nilai ulangan harian) masih rendah. Tempat dan waktu penelitian yaitu di SDN 6 Dawuhan Situbondo. Subjek

penelitian adalah siswa kelas V SDN 6 Dawuhan Situbondo berjumlah 35 siswa. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas model Kemmis

dan Mc Taggart, satu siklus terdiri dari 4 tahapan, yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Teknik pengumpulan data yaitu berupa observasi, wawancara, tes, dan dokumentasi. Sedangkan proses analisis data penelitian ini

menggunakan analisis deskriptif persentase aktivitas guru, berpikir kritis dan hasil belajar siswa. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan adanya

peningkatan berpikir kritis dan hasil belajar siswa. Pada kemampuan kritis pada tahap siklus 1 sebesar 63% sebanyak 22 siswa yang tuntas dalam mengerjakan kuis. Pada tahap siklus 2 sebesar 83% sebanyak 29 siswa yang tuntas dalam

mengerjakan kuis. Sedangkan pada hasil belajar tahap pretest sebesar 45% sebanyak 16 siswa yang tuntas. Pada siklus 1, hasil belajar siswa mengalami

Gambar

tabel untuk melihat kesamaan yang nantinya akan diambil sebagai indikator dalam
Tabel 2.2  Indikator Keterampilan Berpikir kritis
Gambar 3.1. Siklus Model PTK (Kemmis & Mc Taggart)
Tabel 3.1. Pedoman Wawancara Guru Mengenai Proses Pembelajaran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Latihan Statistik deskriptif. Pertemuan

RUMAH ADAT PROVINSI ACEH (KRONG BADE).. ALAT

KEEFEKTIFAN METODE TURNAMEN MEMBACA DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA PEMAHAMAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu.. KEEFEKTIFAN METODE

Jelas sudah bahwa dengan adanya sikap positif guru terhadap kepemimpinan kepala sekolah dan adanya motivasi berprestasi yang positif yang dimiliki oleh guru

hruhn. kll

Pengadaan ini dilaksanakan secara elektronik, dengan mengakses aplikasi Sistem Pengadaan Secara Elektronik ( SPSE ) pada alamat website LPSE : [url/alamat website LPSE] :

Hak-hak tersebut menyangkut keamanan manusia, seperti hak economic security, food security, health security, enviromental security, personal security, community security,

[r]