• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ekstraksi Pektin dari Limbah Padat (pulp) Kopi Arabika (Coffea Arabica) melalui Optimasi Suhu Ekstraksi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Ekstraksi Pektin dari Limbah Padat (pulp) Kopi Arabika (Coffea Arabica) melalui Optimasi Suhu Ekstraksi"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Artikel Seminar Nasional Baristand, tanggal 11 -12 November 2015

Ekstraksi Pektin dari Limbah Padat (pulp) Kopi Arabika (Coffea Arabica) melalui Optimasi Suhu Ekstraksi

[Pectin Extraction Of Arabica Coffee (Coffea Arabica) Solid Waste (Pulp) By Optimizing Extraction Temperatures]

Ismail Sulaiman1, Ansar Patria, Murna Muzaifa, Rini Ariani Basyamfar, Dian Hasni, Julius Munandar Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Unsyiah – Banda Aceh

ABSTRAK

Kopi arabika (Coffea arabica) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang terdapat di Indonesia. Pada umumnya petani kopi hanya memanfaatkan biji kopi untuk diolah menjadi produk minuman dan makanan. Hasil samping berupa kulit kopi yang dijadikan limbah proses pengolahan kopi belum termanfaatkan secara maksimal. Pada pulp kopi terkandung senyawa pektin yang dapat digunakan sebagai bahan tambahan pangan, obat-obatan dan kosmetika.

Perlakuan suhu pada proses ekstraksi pektin dari limbah padat (pulp) kopi yang diuji pada suhu 80 0C dan 90 0C dengan 3 kali perulangan dengan menggunakan medium pengekstrak amonium oksalat. Perubahan suhu pada proses ekstraksi berpengaruh nyata terhadap rendemen pektin 33,71% diperoleh dari perlakuan suhu ekstraksi 900C, kadar air 7,93%, kadar abu 0,94%, berat ekivalen 862,07 mg, kadar metoksil 7,56%, kadar asam galakturonat 70,22% dan derajat esterifikasi 61,15%.

Kata Kunci: pulp kopi arabika, amonium oksalat, suhu ekstraksi, pektin ABSTRACT

Arabica coffee (Coffea arabica) is a commodity product in Indonesia. Coffee is commonly processed into drinks and other foods. The by products of this processing, such as the coffee skin, goes into the waste stream. The pectin on the pulp can be used as ingredients for other foods, medicines and cosmetics. The treatment used in this research to extract the pectin considers temperature as the independent variable. Extraction temperatures between 80oC and 90oC with 3 repetitions using a medium ammonium oxalate solvent were analyzed. The different temperatures had significant effect on pectin yield: 33.71 % at 90oC, water content 7.93 %, ash content 0.94 %, weight equivalent 862.07 mg, methoxyl content 7.56 %, galacturonic acid content 70.22 % and esterification degrees 61.15 %.

Keywords : arabica coffee pulp, ammonium oxalate, temperature extraction, pectin

(2)

PENDAHULUAN

Pada tahun 2012, Provinsi Aceh memproduksi kopi hingga mencapai 54.314 ton. Dari jumlah tersebut Kabupaten Aceh Tengah turut memberi andil dengan menghasilkan kopi sebanyak 48,17% atau 26.163 ton (Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kab. Aceh Tengah, 2013). Kopi didataran tinggi Gayo tersebut didominasi oleh kopi arabika (Coffea arabica) sebanyak 85%

dan sisanya yaitu kopi robusta (Coffea canephora).

Pada umumnya petani dan pengusaha kopi hanya memanfaatkan biji kopi untuk diolah menjadi produk minuman dan makanan. Hasil sampingan berupa limbah proses pengolahan kopi belum dimanfaatkan secara maksimal. Limbah pengolahan kopi seperti kulit luar, lendir, kulit tanduk, dedaunan dan batang kopi dapat diolah menjadi produk yang memiliki nilai ekonomis.

Menurut Bressani et al. (1972), setiap 1000 kg kopi segar (berries) yang diproses dapat menghasilkan 49,1% limbah kulit kopi berupa kulit luar dan kulit tanduk. Didalam pulp kopi terkandung senyawa pektin. Pektin kerap digunakan sebagai bahan pengental (gelling agent), bahan perekat, bahan pengisi, komponen permen, stabilizer serta sebagai sumber serat dalam makanan. Selain digunakan dalam proses pembuatan makanan, pektin juga diperlukan sebagai komponen tambahan dalam proses pembuatan kosmetik dan obat-obatan.

Beberapa faktor yang dapat mengoptimalkan hasil ekstraksi pektin yaitu penggunaan senyawa pengekstrak, suhu, waktu ekstraksi, pH, luas permukaan bahan dan jenis bahan yang diekstrak.

Penelitian mengenai pektin juga masih terbatas pada bahan baku lainnya seperti kulit jeruk, kulit apel dan kulit kakao sehingga belum mengetahui kondisi ekstraksi yang optimum pada bahan kulit kopi. Penggunaan pelarut amonium oksalat dalam ekstraksi pektin telah dilakukan terlebih dahulu pada penelitian Nazaruddin dan Asmawati (2011) dengan kulit kakao sebagai bahan baku. Ekstraksi dengan pelarut asam oksalat menghasilkan rendemen yang berbeda sangat nyata dibandingkan ekstraksi konvensional.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perlakuan terbaik dalam proses ekstraksi pektin dari limbah padat (pulp) kopi dengan berbagai kondisi suhu ekstraksi.

METODOLOGI Bahan dan alat

Bahan-bahan yang digunakan didalam penelitian ini yaitu kulit (pulp) kopi arabika, etanol 96%, etanol 90%, etanol 60 %, amonium oksalat, HCl, NaOH, NaCl, asam oksalat, argentum nitrat, natrium metabisulfit, aquadest dan aquabidest.

Alat-alat yang digunakan yaitu gelas kimia, erlenmeyer, timbangan analitik, termometer, pH meter, labu ukur, biuret, water bath, oven, pipet tetes, blender dan ayakan 60 mesh.

(3)

Rancangan Percobaan

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan suhu sebagai kelompok. Suhu yang digunakan yaitu 800C dan 900C, 3 kali perulangan dengan medium pengekstrak amonium oksalat.

Prosedur Kerja a. Persiapan sampel

Kulit kopi yang telah diperoleh selanjutnya dicuci menggunakan air dan direndam dalam larutan natrium metabisulfit 0,1% selama 15 menit. Setelah itu sampel dikeringkan menggunakan matahari selama 8 jam. Selanjutnya kulit kopi kering dikecilkan ukuran menggunakan blender, kemudian diayak menggunakan ayakan 60 mesh.

b. Proses Ekstraksi

Sampel berupa kulit kopi halus diambil sebanyak 50 gr untuk selanjutnya dimasukkan kedalam gelas kimia ukuran 1 liter dicampur dengan amonium oksalat 2,5% dan asam oksalat 10%

hingga pH larutan 3,2. Nisbah bahan dengan medium ekstraksi adalah 1:10. Ekstraksi Menggunakan perlakuan suhu perlakuan suhu 800C dan 900C selama 90 menit. Setelah ekstraksi selesai dilakukan, maka campuran sampel disaring menggunakan kain saring (cheese cloth).

Filtrat yang diperoleh disimpan terlebih dahulu, sisa berupa ampas yang diperoleh diekstrak kembali guna memastikan ekstraksi pektin berlangsung optimal. Filtrat yang diperoleh dari hasil ekstraksi kedua digabungkan dengan hasil filtrat ekstraksi pertama.

c. Penggumpalan

Proses penggumpalan dilakukan dengan mencampurkan alkohol 96% secara perlahan didalam gelas kimia ukuran 2 liter. Nisbah alkohol yang ditambahkan kedalam filtrat 2:1 sambil diaduk perlahan. Untuk memaksimalkan proses penggumpalan maka filtrat dibiarkan selama 18 jam pada suhu ruang. Penggumpalan pektin telah berlangsung maksimal ketika terbentuknya ampaian putih sedikit coklat dibagian atas larutan. Ampaian yang terbentuk kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring.

d. Pemurnian

Pektin yang telah tergumpal dicuci dengan etanol 96% sebanyak 8 kali dimana setiap proses pencucian menggunakan etanol sebanyak 100 ml. Untuk memastikan hasil penggumpalan telah terbebas dari asam, maka cairan hasil cucian tersebut diteteskan dengan larutan argentum nitrat (AgNO3) 10%. Apabila masih terdapat endapan berwarna putih pada larutan, maka proses pencucian dengan alkohol diteruskan lagi hingga tidak ada lagi endapan putih yang terbentuk.

e. Pengeringan

Pektin yang diperoleh selanjutnya dikeringkan menggunakan oven selama 5 jam pada suhu

(4)

sehingga diperoleh serbuk pektin yang halus. Serbuk pektin yang halus dimasukkan kedalam wadah untuk dilakukan karakterisasi.

f. Analisis Data

Beberapa analisis dilakukan guna mendapatkan karakteristik pektin terbaik. Analisis yang dilakukan meliputi perhitungan rendemen, penentuan kadar air, kadar abu, berat equivalent, kandungan metoksil, asam anhidrogalakturonik dan tingkat pengesteran. Pengolahan data hasil penelitian dilakukan dengan menggunakan sidik ragam (ANOVA). Apabila terdapat pengaruh perlakuan maupun interaksi antara perlakuan maka dilakukan uji beda nyata terkecil.

HASIL DAN PEMBAHASAN a. Rendemen

Rendemen yang diperoleh dari hasil ekstraksi pektin kulit kopi ini berkisar antara 20,03- 33,71%. Rendemen pektin yang paling tinggi diperoleh dari hasil ekstraksi menggunakan suhu ekstraksi 900C.

Gambar 1. Persentase rendemen terhadap suhu ekstraksi

Dari hasil pengamatan dibandingkan dengan penelitian yang sudah dilakukan dengan menggunakan bahan baku kulit jeruk (Sulihono et al. 2012) menunjukkan bahwa hasil ekstraksi pektin dengan menggunakan suhu dan jenis pelarut yang berbeda akan menghasilkan ekstrak yang berbeda pula. Semakin tinggi suhu yang digunakan maka semakin tinggi pula rendemen yang diperoleh, selain suhu penggunaan pelarut amonium oksalat pada konsentrasi tertentu

20,03

33,71

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

80 0C 90 0C

Rendemen %

Suhu Ekstraksi

(5)

dapat menghasilkan rendemen yang tergolong lebih tinggi dibandingkan dengan beberapa kajian ekstraksi pektin yang telah dilakukan sebelumnya. Ekstraksi pektin yang dilakukan oleh Rasyid (1986) dengan menggunakan pelarut HCl menghasilkan rendemen pektin dari bahan pulp kopi yang berkisar antara 0,93 – 2,25%. Wisaniyasa dan Puspawati (2009) juga mengekstrak pektin dari bahan pulp kopi arabika dengan menggunakan pelarut air dengan menghasilkan rendemen pektin 1,057%.

Ammonium oksalat digunakan sebagai pelarut dalam proses ekstraksi pektin kulit kakao (Utami, 2014) dengan rendemen terbesar 6,41% dan erika (2013) dengan hasil rendemen 6,63 – 12,75%. Sedangkan Ramli dan Asmawati (2011) menggunakan pelarut yang sama menghasilkan rendemen pektin antara 10,44 – 17,30%.

b. Kadar Air

Kadar air pektin yang dihasilkan berkisar antara 5,13 – 7,93%. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan suhu ekstraksi berpengaruh tidak nyata terhadap kadar air pektin yang dihasilkan. Rendahnya kadar air disebabkan tingginya suhu dan lamanya waktu yang digunakan saat ekstraksi sehingga kandungan air yang berada didalam bahan akan menguap lebih banyak.

Kadar air setiap sampel pektin yang diteliti pada penelitian ini telah memenuhi standar mutu pektin yang baik. Menurut International Pectin Producers Association (2001) dan The Council of The European Communities (1998), kandungan maksilmal kadar air pada bubuk pektin yang diizinkan yaitu 12%.

c. Kadar Abu

Kadar abu dalam pektin menunjukkan tingkat kemurnian pektin tersebut, semakin tinggi kadar abu maka semakin rendah tingkat kemurnian pektin. Beberapa faktor yang mempengaruhi nilai kadar abu yaitu residu bahan anorganik pada bahan baku, metode ekstraksi dan isolasi pektin (Kalapathy dan Proctor, 2001).

Kadar abu yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar antara 0,90 – 0,94%. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan suhu ekstraksi berpengaruh tidak nyata terhadap rendemen pektin yang dihasilkan.. Menurut International Pectin Producer Assosiation (2001), standar maksimum kadar abu yang diperbolehkan yaitu 10%

(6)

d. Berat Ekivalen

Nilai berat ekivalen pektin yang diperoleh berkisar antara 606,06 – 862,07 mg. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan suhu ekstraksi berpengaruh tidak nyata terhadap berat ekivalen pektin yang dihasilkan. Semua sampel pektin yang diteliti telah memenuhi syarat mutu yang ditetapkan oleh IPPA yaitu nilai berat ekivalen berkisar antara 600 – 800 mg.

e. Kadar Metoksil

Pektin tergolong dalam metoksil tinggi jika memiliki nilai kadar metoksil sama dengan 7% atau lebih. Pektin dengan kadar metoksil rendah bernilai kurang dari 7% (Goycoolea dan Adriana, 2003). Hasil sidik ragam kadar metoksil pektin pulp kopi menunjukkan bahwa perlakuan suhu , waktu dan interaksi antara perlakuan suhu dan waktu ekstraksi tidak berpengaruh nyata terhadap kadar metoksil yang dihasilkan.

Pada penelitian ini menghasilkan pektin dengan kadar metoksil berkisar antara3,88 – 7,56%.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan suhu ekstraksi berpengaruh tidak nyata terhadap kadar metoksil pektin yang dihasilkan.

f. Kadar Asam Galakturonat

Banyaknya kandungan poligalakturonat dalam pektin dapat berpengaruh terhadap sifat pembentukan gel. Hasil sidik ragam kadar asam galakturonat pektin pulp kopi menunjukkan bahwa perlakuan suhu, waktu dan interaksi antara perlakuan suhu dan waktu ekstraksi berpengaruh tidak nyata terhadap kadar asam galakturonat yang dihasilkan.

Pada penelitian ini, kadar asam galakturonat yang diperoleh berkisar antara 42,77 – 70,22%

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan suhu ekstraksi berpengaruh tidak nyata terhadap kadar asam galakturonat pektin yang dihasilkan.Menurut International Pectin Producers Association (2001), standar mutu kadar asam galakturonat yang baik yaitu minimal 35%. Berdasarkan pernyataan tersebut, maka pektin dalam penelitian ini telah memenuhi standar nilai asam galakturonat.

g. Derajat Esterifikasi

Derajat Esterifikasi merupakan persentase jumlah residu asam D-galakturonat yang gugus karboksilnya teresterifikasi dengan etanol (Whistler dan Daniel, 1985). Derajat esterifikasi yang diperoleh berkisar antara 51,44 – 61,15%. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan

(7)

suhu ekstraksi berpengaruh tidak nyata terhadap derajat esterifikasi pektin yang dihasilkan.

Berdasarkan standar pektin yang ditetapkan International Pectin Producers Association (2001), maka pektin hasil penelitian ini termasuk dalam pektin dengan tingkat ester tinggi.

h. Perbandingan Pektin Hasil Penelitian terhadap Pektin Komersial

Tepung pektin komersial bewarna putih kekuningan atau kecoklatan, tidak memiliki bau dan mucilaginous (Hariyati, 2006)

Gambar 2. Perbandingan warna pektin komersial dan pektin hasil penelitian

Warna coklat tersebut disebabkan oleh beberapa hal, seperti peningkatan intensitas reaksi pencoklatan (browning) secara enzimatis dan non enzimatis (Utami, 2014). Tahap pemurnian menggunakan alkohol dapat menghilangkan bahan-bahan pemberi warna, asam organik dan gula yang ikut terekstrak dalam pektin. Selain itu, proses perendaman menggunakan natrium metabisulfit dengan kadar yang ditentukan (1000 ppm) dapat meminimalisir reaksi pencoklatan enzimatis.

KESIMPULAN

Penelitian ekstraksi pektin dari limbah kopi arabika menununjukkan hasil rendemen terbaik 33,71 % pada suhu 900C selama 90 menit, dengan kadar air 7,93%, kadar abu 0,94%, berat ekivalen 862,07 mg, kadar metoksil 7,56%, kadar asam galakturonat 70,22% dan derajat esterifikasi 61,15%. Hasil pektin yang diperoleh telah memenuhi syarat mutu pektin kering berdasarkan standar International Pectin Producers Association (2003).

(8)

DAFTAR PUSTAKA

Akhmalludin dan A. Kurniawan. 2005. Pembuatan Pektin dari Kulit Cokelat dengan Cara Ekstraksi. Universitas Diponegoro, Semarang

Erika, C. 2013. The Extraction of Pectin from Cocoa (Theobroma cacao L) Pod Husks Using Ammonium Oxalate. Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia. Vol. 5 No.2 Koubala, B. B., Mbome, L. I., Kansci, G., Mbiapo, F. T., Crepeau, M. J., Thibault, J. F and

Ralet, M. C. 2008. Physicochemical Properties of Pectin from Ambrella Peels (Spondias cytherea) Obtained Using Different Extraction Conditions. Food Chemical. 106: 1202- 1207

Meilina, H. 2003. Produksi Pektin dari Kulit Jeruk Lemon (Citrus medica). Tesis Pasca Sarjana IPB, Bogor

Nazaruddin, R and Asmawati. 2011. Effect of Amonium Oxalate and Acetic Acid at Several Extraction Time and pH on Some Physicochemical Properties of Pectin from Cocoa Husks (Theobroma cacao). African Journal of Food Science Vol. 5 (15):790-798.

Prasetyowati., K. P. Sari., H. Pesantri. 2009. Ekstraksi Pektin dari Kulit Mangga. Jurnal Teknik Kimia. Vol. 16. No. 4

Utami, R. 2014. Ekstraksi Pektin Dari Kulit Kakao Dengan Pelarut Amonium Oksalat. THP- USK, Banda Aceh.

Wai, W.W., Alkarkhi, A.F.M. and Easa, A.M. 2009. Optimization of Pectin Ekstraction from Durian Rind (Durio zibethinus) Using Response Surface Methodology. Journal of Food Science 74:637-641.

Gambar

Gambar 1. Persentase rendemen terhadap suhu ekstraksi
Gambar 2. Perbandingan warna pektin komersial dan pektin hasil penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini ditunjukkan dengan nilai F hitung = 22,33 lebih besar dari F tabel = 4,04 pada taraf signifikan α = 0,05 sehingga Ho yang menyatakan bahwa tidak terdapat

Melalui model Creative Problem Solving berbantuan media kartu bergambar dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa untuk mata pelajaran

Jemaah tarbiyah, terutama para elit, juga tidak kedap terhadap arus perubahan yang terjadi dalam masyarakat (terjadi perubahan cara pandang terhadap tuntutan sosial yang

Sama seperti dampak terhadap distribusi output sektoral, kebijakan peningkatan pengeluaran pemerintah, ekspor dan investasi yang ditujukan ke industri pengolahan makanan

Hal tersebut terjadi karena kandungan didalam mentimun yaitu kalium, magnesium, dan fosfor yang menyebabkan penghambatan pada Sistem Renin Angiotensin dan juga

Peningkatan Kemampuan Menulis Deskripsi dengan Menggunakan Metode Field Trip pada Siswa Sekolah Dasar.. Menulis Narasi dengan Metode Karyawisata

Dalam pandangan KPA, program reforma agraria tersebut tidak mendekati tujuan sejati dari RA yaitu menata kembali struktur pemilikan, penggunaan, dan

Untuk itu, kemampuan menganalisis hasil jawaban setelah melakukan tes sangatlah dibutuhkan oleh pendidik untuk melakukan evaluasi apakah alat ukur yang digunakan tersebut