• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. istiadat dan lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. istiadat dan lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

12 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Kajian Kebudayaan a. Pengertian Kebudayaan

E.B. Tylor (dalam Soekanto, 2017) Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan adalah kesenian, dalam arti luasnya kebudayaan yaitu seluruh total dari pikiran, karya, dan hasil karya manusia yang tidak berakar kepada nalurinya, dan yang karena itu hanya bisa dicetuskan oleh manusia sesudah suatu proses belajar. (Koentjaraningrat, 2015).

Pendapat lain dikemukakan oleh Saebani (2012) budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sekelompok orang yang diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari beberapa unsur, mulai dari unsur yang rumit hingga unsur yang mudah termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa dan masih banyak lagi.

Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski (dalam Selo Seomarjan, 2017) mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural- Determinism. Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang

(2)

13

turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic.

Menurut Parsudi Suparlan, kebudayaan diperoleh melalui proses belajar dari individu-individu sebagai hasil interaksi antar anggota-anggota kelompok satu sama lain, yang nantinya akan terwujud suatu kebudayaan yang dapat dimiliki bersama. Sistem budaya yang tumbuh dan berkembang di masyarakat tidak bisa lepas dari nilai-nilai yang telah dibangunnya sendiri. Bentuk nilai-nilai budaya tersebut akan berpengaruh bagi kehidupan manusia dalam masyarakat. Identitas budaya berpengaruh secara positif dan negatif dalam proses pembelajaran (Altugan, 2015) hal yang sama terjadi pada masyarakat bahari. Komponen karakteristik yang menonjol dari identitas budaya adalah sikap kontekstual, persepsi sensitif, dan citra batin, sedangkan aksen warna dan tipe kerajinan hanya sedikit mempengaruhi identitas budaya (Novakova dan Foltinova, 2014).

b. Unsur-Unsur Kebudayaan

Melville J. Herskovits (dalam Selo Soemardjan, 2017) mengajukan empat unsur pokok kebudayaan, yaitu : pertama, alat teknologi, kedua, sistem ekonomi, keluarga, dan kekuasaan politik. Menurut Bronislaw Malinowski (dalam Koentjaraningrat, 2015) menyebut unsur – unsur pokok kebudayaan, antara lain : pertama, norma yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat di dalam upaya menguasai alam sekelilingnya, kedua, organisasi ekonomi, ketiga, alat – alat dan lembaga atau petugas pendidikan (perlu di ingat bahwa keluarga

(3)

14

merupakan lembaga pendidikan yang utama), keempat, organisasi kekuatan.

Antropolog C. Kluckhohn (dalam Koentjaraningrat, 2015) telah menguraikan alasan para sarjana mengenai tujuh unsur kebudayaan yang dianggap sebagai culture universals, yaitu yang pertama, peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian, perumahan, alat-alat rumah tangga, senjata, alat-alat produksi, transport, dan sebagainya). Kedua, mata pencaharian hidup dan system-sistem ekonomi (pertanian, peternakan, sistem produksi, system distribusi, dan sebagainya). Ketiga, sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem hukum, sistem perkawinan). Keempat, bahasa (lisan maupun tertulis). Kelima, kesenian (seni rupa, seni suara, seni gerak, dan sebagainya). Keenam dan ketujuh ialah sistem pengetahuan dan religi (sistem kepercayaan).

c. Ciri – Ciri Kebudayaan

Ciri – ciri kebudayann menurut Maran (2007) ada lima, yaitu yang pertama kebudayaan adalah hasil manusia, yang berarti adalah hasil ciptaan manusia, bukan ciptaan Tuhan atau Dewa. Manusia adalah pelaku sejarah dan kebudayaannya. Kedua, kebudayaan selalu bersifat sosial.

Artinya kebudayaan tidak pernah dihasilkan secara individual, melainkan oleh manusia secara bersama. Kebudayaan adalah suatu karya bersama, bukan karya individu atau perorangan. Ketiga, kebudayaan diteruskan lewat proses belajar. Artinya, kebudayaan itu diwariskan dari generasi ke generasi melalui suatu proses belajar, kebudayaan berkembang dari waktu ke waktu yang bersifat historis. Keempat, kebudayaan bersifat simbolik,

(4)

15

sebab kebudayaan merupakan ekspresi ungkapan kehadiran manusia. Dan yang kelima, kebudayaan adalah sistem pemenuhan berbagai kebutuhan manusia.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa budaya adalah sesuatu yang hidup dan berkembang dalam masyarakat, yang mendarah daging dan diwariskan oleh leluhur kepada anak cucunya untuk terus dilestarikan dan dikembangkan, agar tetap lestari dan tidak punah.

2. Kajian Petik Laut a. Pengertian Petik Laut

Petik Laut dapat diartikan sebagai berikut “petik” berarti ambil pungut atau peroleh. Memetik, mengambil, memungut atau memperoleh hasil laut berupa ikan yang mampu menghidupi nelayan merupakan pengertian dari

“Petik Laut”. Sebuah upacara adat atau ritual sebagai rasa syukur kepada Tuhan dan untuk memohon berkah rezeki serta keselamatan adalah makna dari Petik Laut. Biasanya upacara adat ini dilaksanakan di Pulau Jawa.

Petik laut menunjukkan adanya percampuran budaya Using, Madura, dan Islam. Petik laut sekaligus mengekspresikan hak nelayan dalam pengelolaan sumber daya laut sebagai sumber mata pencaharian mereka (Anoegrajekti, 2019). Petik Laut adalah sebuah ritual yang dilaksanakan untuk mensyukuri hasil laut yang selama ini diperoleh. Petik laut muncar merupakan ritual tahunan yang diadakan setiap tahun pada bulan Muharram dan Suro dalam penanggalan Jawa. Waktu pelaksanaan petik laut tiap tahun berubah karena berdasarkan penanggalan Qamariah dan kesepakatan pihak nelayan. Petik laut digelar saat bulan purnama, sebab

(5)

16

saat itu terjadi air laut pasang sehingga nelayan tidak melaut. Inti ritual petik laut Muncar adalah melarung sesaji ke tengah samudera.

Ritual Petik Laut merupakan perwujudan rasa syukur masyarakat nelayan Muncar atas limpahan hasil tangkapan ikan, sekaligus menjadi doa agar masyarakat senantiasa mendapatkan keselamatan dan dijauhkan dari balak bencana. Ritual tersebut merepresentasikan sistem religi lokal yang diikuti oleh masyarakat dengan latar belakang agama beragam. Terdapat sinkretisme antara tradisi lokal dan tradisi Islam dalam rangkaian prosesi ritual tersebut. Hal ini menandakan adanya sifat toleransi yang ditunjukkan oleh tradisi lokal atas masuknya tradisi Islam sehingga berpadu secara integral dalam rangkaian ritual Petik Laut. Perpaduan antara tradisi lokal dan tadisi Islam merefleksikan adanya harmoni menyatunya dua dimensi religi menjadi satu kesatuan guna mewujudkan kepentingan bersama, yakni keselamatan dan kemakmuran atas kekayaan laut.

Masyarakat nelayan Muncar setiap tahun menggelar ritual petik laut.

Petik laut diselenggarakan pada tanggal 15 Sura, pada saat air laut dalam keadaan pasang dan para nelayan beristirahat. Bila tanggal 15 jatuh pada hari Jumat, penyelenggaraan ritual maju atau mundur sehari. Keramaian digelar, diisi dengan ekspo produk masyarakat Muncar, hiburan, dan permainan anak-anak yang digelar di dermaga Pantai Muncar. Penentuan waktu penyelenggaraan tersebut dikaitkan dengan waktu libur nelayan.

Waktu libur nelayan ditentukan berdasarkan fenomena alam, khususnya saat air laut pasang yang terjadi setiap tanggal 15 purnama. Hasil

(6)

17

wawancara dengan beberapa nelayan, waktu libur nelayan sekitar dua sampai tiga hari, menjelang atau pasca tanggal 15 purnama.

b. Prosesi Ritual Petik Laut

Seperti yang di liput oleh Banyuwangibagus.com terkait ritual tradisi petik laut muncar, pertama sang pawang atau sesepuh nelayan yang merupakan keturunan warga Madura membuat sesaji. Begitu pula masyarakat menyiapkan segala kelengkapan ritual petik laut. Sesaji utama pada cara “Petik Laut” adalah kepala kambing kendit, yaitu kambing dengan warna kepala hitam dan warna badannya putih. Warna kambing hitam dan putih melambangkan sifat baik dan buruk manusia (Aekanu, 2015).

Penyelenggaraan ritual petik laut dipadati dengan serangkaian acara yang biasa berlangsung selama tiga hari. Hari pertama, sebelum melepas semua sesaji ke laut, masyarakat nelayan mengadakan pengajian di masjid dengan membaca surat Yasin dan membaca Tahlil. Hari berikutnya, acara pengajian dilanjutkan dengan membaca keseluruhan isi Al-Qur’an (Khataman). Di hari terakhir, yang merupakan acara puncak, masyarakat nelayan mengadakan acara pemberian sesaji ke laut. Sebelum sesaji dilarung ke laut, ditampilkan terlebih dahulu tari-tarian tradisional masyarakat osing, yaitu tarian gandrung (Setiawan, 2016).

Menurut Anoegrajekti (2019) Masyarakat nelayan Muncar setiap tahun menggelar ritual petik laut. Petik laut diselenggarakan pada tanggal 15 Sura, pada saat air laut dalam keadaan pasang dan para nelayan beristirahat. Bila tanggal 15 jatuh pada hari Jumat, penyelenggaraan ritual

(7)

18

maju atau mundur sehari. Keramaian digelar, diisi dengan ekspo produk masyarakat Muncar, hiburan, dan permainan anak-anak yang digelar di dermaga Pantai Muncar. Penentuan waktu penyelenggaraan tersebut dikaitkan dengan waktu libur nelayan. Waktu libur nelayan ditentukan berdasarkan fenomena alam, khususnya saat air laut pasang yang terjadi setiap tanggal 15 purnama. Hasil wawancara dengan beberapa nelayan, waktu libur nelayan sekitar dua sampai tiga hari, menjelang atau pasca tanggal 15 purnama.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa petik laut adalah sebuah tradisi, ritual, dan budaya untuk mensyukuri hasil laut, dan doa agar terhindar dari marabahaya pada saat mencari nafkah dengan cara melaut.

3. Kajian Religius a. Pengertian Religius

Kata dasar dari religius berasal dari kata religious yang berarti sifat religi yang melekat pada setiap orang, sedangkan bahasa asing religion dari kata benda yang berarti agama atau kepercayaan akan adanya sesuatu kekuatan kodrati diatas manusia (Khalid, 2006).

Menurut (Muhaimin, 2012) religius memang tidak selalu identik dengan kata agama, religius lebih diterjemahkan sebagai keberagaman, keberagaman lebih melihat pada aspek yang sedikit banyak merupakan misteri bagi orang lain, karena menvakup totalitas ke dalam pribadi manusia, dan bukan pada aspek yang bersifat formal. Namun dalam

(8)

19

konteks character building sesungguhnya merupakan hal yang mendalam atas agama dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Sulistiyo (2014) kaitan dengan nilai, perlu diungkapkan juga deklarasi Parliament of the World’s Religions yang menyatakan perlunya saling ketergantungan umat beragama di dunia pada tujuan bersama mengenai kesejahteraan dan penghormatan keseluruhan komunitas makhluk hidup (manusia, hewan, dan tumbuhan) serta pelestarian bumi, air dan udara. Pencapaian tujuan bersama tersebut mengingat kekuatan spiritual dari agama yang menawarkan dasar kepercayaan, makna atau nilai dasar dan standar tertinggi.

Damayanti (2014) menyatakan bahwa nilai religius adalah nilai yang bersumber pada agama dan kepercayaan masing-masing, nilai religius ialah nilai yang paling fundamental dalam penghayatan kehidupan manusia di hadapan sang pencipta.

Nilai religius merupakan nilai yang bersumber dari kebenaran tertinggi yang datangnya dari Tuhan Yang Maha Esa, memiliki dasar kebenaran paling kuat, serta dapat memantapkan keimanan seseorang untuk mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa, dengan tujuan menyatukan jiwa manusia dengan Pencipta-Nya (Aryani, 2010).

b. Aspek Religius

Ada beberapa pendapat ahli tentang aspek religius ini, yang pertama dikemukakan oleh Glok dan Stark dalam Lies Arifah (2009) membagi aspek religius menjadi lima bagian : 1) Religious belief (aspek keyakinan), yakni keimanan adalah hal yang paling mendasar bagi pemeluk agama.

(9)

20

Keyakinan terhadap Tuhan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan dunia ghaib serta menerima hal dogmatik dalam ajaran agama. 2) Religious practice (aspek peribadatan), yakni aspek yang meliputi hal

serumpun dan intensitas perilaku, dimana perilaku sudah ditetapkan oleh agama seperti tata cara menjalankan ibadah serta aturan agama. 3) Religious feeling (aspek penghayatan), yakni aspek perasaan yang

dirasakan dalam beragama atau seberapa jauh seseorang dapat menghayati pengalaman dalam sebuah ritual agama yang dilakukannya, missal kekhusyukan dalam menjalankan ibadah. 4) Religious knowledge (aspek pengetahuan), yaitu aspek yang berkaitan dengan pemahaman dan pengetahuan seseorang terhadap ajaran-ajaran agamanya untuk menambahkan pengetahuan tentang agama yang dianutnya. 5) Religious effect (aspek pengamalan), penerapan tentang apa yang telah diketahuinya

dari ajaran-ajaran agama yang dianutnya kemudian diaplikasikan melalui sikap serta perilaku dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut (Thontowi, 2005) menjelaskan lima aspek religius dalam Islam, yaitu: 1) Aspek Iman, yakni yang menyangkut keyakinan dan hubungan manusia dengan Tuhan-Nya, Rasul, Malaikat, dan Nabi. 2) Aspek Islam, yakni menyangkut dengan sekumpulan dan pelaksanaan ibadah yang telah ditetapkan, misalnya yang terdapat pada rukun islam. 3) Aspek Ihsan, yakni menyangkut tentang pengalaman serta perasaan kehadiran Allah SWT dengan menjalankan ketaqwaan. 4) Aspek Ilmu, yakni menyangkut tentang pengetahuan seseorang tentang ajaran-ajaran agama, seperti mendalami Al-Qur’an. 5) Aspek Amal, menyangkut

(10)

21

tingkah laku dalam kehidupan bermasyarakat, contohnya dengan melakukan kebaikan-kebaikan kecil.

c. Indikator Nilai Religius

Menurut kemendikbud (2015) indikator nilai religius ada berbagai macam, diantaranya yaitu, pertama toleransi, kedua cinta damai, ketiga persahabatan, keempat teguh pendirian, kelima ketulusan, keenam percaya diri, ketujuh anti perundungan dan kekerasan, kedelapan tidak memaksakan kehendak, kesembilan kerjasama antar umat beragama, kesepuluh menghargai perbedaan agama dan kepercayaan. Indikator nilai religius dibagi menjadi tiga : 1) Hubungan manusia dengan Tuhan ialah hubungan manusia dengan Tuhan dalam menjalankan perintah-Nya sesuai kepercayaan dan agama yang dianut. 2) Hubungan manusia dengan manusia ialah interaksi antar sesama manusia terkait ucapan, tindakan, dan perbuatan berdasarkan nilai toleransi, cinta damai, persahabatan, kerjasama antar pemeluk agama, menghargai pendapat orang lain. 3) Hubungan manusia dengan lingkungan ialah hubungan manusia dengan lingkungan terkait menjaga dan melestarikan lingkungan berdasarkan nilai mencintai lingkungan.

Menurut (Muhaimin, 2006) menyatakan bahwa kontek pendidikan agama atau yang ada dalam religius terdapat dua bentuk yaitu ada yang bersifat vertikal dan horizontal. Yang vertikal berwujud hubungan manusia dengan Allah (hablum minallah), misalnya shalat, do’a, puasa, khataman Al-Qur’an dan lain-lain. Yang horizontal berwujud hubungan antar

(11)

22

manusia atau antar warga (hablum minannas), dan hubungan mereka dengan lingkungan alam sekitarnya.

Berdasarkan penjelasan kajian diatas dapat disimpulkan bahwa nilai religius dan petik laut memiliki hubungan, dimana dalam prosesi ritual budaya petik laut terdapat nilai-nilai religius yang meliputi mensyukuri hasil laut, khataman Al-Qur’an, pembacaan do’a, dan kebersamaan antar umat beragama.

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Hasil penelitian yang relevan sebagai dasar atau sebagai lanjutan penelitian yang akan dilaksanakan, tujuanya adalah sebagai tolak ukur penelitian yang baru supaya memiliki pandangan yang relevan dan memenuhi beberapa aspek yang belum terpenuhi. Berikut adalah beberapa penelitian terdahulu yang digunakan peneliti sebagai acuan atau dasar penelitian yang akan dilaksanakan.

Tabel 2. 1 Penelitian yang Relevan

No Judul Hasil Penelitian Perbedaan dan Persamaan

1 Handayani, Sri Lestari (2019).

Aspek

Pendidikan Nilai Religius Dalam Prosesi Lamaran Pada Perkawinan Adat Jawa (Studi Kasus di Dukuh Sentulan, Kelurahan Kalimacan, Kecamatan Kalijambe, Sragen)

Hasil penelitiannya disimpulkan bahwa prosesi lamaran adat jawa mempunyai kandungan nilai religius yang bertujuan untuk memohon

berkah kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Persamaan dari penelitian ini yakni membahas tentang nilai religius yang bertujuan untuk memohon berkah kepada Tuhan Yang Maha Esa sekaligus melestarikan Perbedaan penelitian ialah lebih membahas nilai religius dalam prosesi lamaran, dan perkawinan adat jawa, sedangkan peneliti lebih fokus meneliti bagaimana makna kebudayaan dan nilai religius yang berlangsung

(12)

23

No Judul Hasil Penelitian Perbedaan dan Persamaan

2 Murdiono (2017).

Pengaruh Budaya Jawa Terhadap Pola Perilaku Masyarakat Desa Margolembo Kecamatan Mangkutana Kabupaten Luwu Timur

Hasil penelitiannya disimpulkan bahwa pengaruh budaya Jawa sangat terasa terutama pada saat upacara slametan

Persamaan dari penelitian ini ialah membahas tentang budaya slametan untuk mensyukuri dan mengungkapkan rasa terima kasih, sedangkan perbedaannya hanya pada objek slametan yang dilakukan, antara slametan setelah panen padi dan slametan hasil laut

3 Triwidyastuti (2011). Aspek Pendidikan Nilai Religius Dalam Upacara Adat Kirab Pusaka Malam Satu Sura (Studi Kasus di Kraton Surakarta Hadiningrat).

Hasil penelitiannya disimpulkan bahwa pelaksanaannya memiliki makna yang luhur dan mengandung nilai-nilai yang bermanfaat bafi kelangsungan hidup dan mendapatkan berkah dari Tuhan Yang Maha Esa

Persamaan dari penelitian ini ialah membahas tentang nilai-nilai yang bermanfaat bagi kelangsungan hidup masyarakat setempat, terutama dalam aspek nilai religius. Sedangkan perbedaannya ialah peneliti terdahulu meneliti tentang prosesi kirab yang dilakukan di Kraton Surakarta.

(13)

24 C. Kerangka Pikir

Gambar 2. 1 Kerangka Pikir

Berdasarkan kerangka pikir di atas dapat di deskripsikan sebagai berikut, bahwa disini diambil dari budaya, yakni budaya petik laut, dalam budaya petik laut memeliki beberapa nilai. Namun, dalam skripsi ini mengambil nilai religius dan nilai estetika menyangkut tentang keindahan, serta berfokus pada nilai religius. Nilai religius disini memiliki indikator dan erat kaitannya dengan tiga hal yakni hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia, serta hubungan manusia dengan alam atau lingkungan.

Budaya

Petik Laut

Nilai Religius

Hubungan manusia dengan Tuhan

Hubungan manusia

dengan manusia

Hubungan manusia

dengan lingkungan

Gambar

Tabel 2. 1 Penelitian yang Relevan
Gambar 2. 1 Kerangka Pikir

Referensi

Dokumen terkait

Murid melakukan kerja penyediaan batas di dalam kumpulan seperti membersih kawasan dan menggembur tanah membina batas dan pembajaan asas.. Huraian Sukatan Pelajaran Kemahiran

Kesimpulan kegiatan pengabdian ini adalah latihan relaksasi otogenik mampu meningkatkan kemampuan regulasi emosi pada atlet anggar yang dibuktikan dengan hasil uji beda (uji

[r]

Variasi anatomi dan kelainan anatomi yang dapat diperlihatkan pada pemeriksaan tomografi komputer potongan koronal antara lain : septum nasi, konka media, hiatus semilunaris,

(1) Berubahnya mengikuti keinginan individu (2) Manfaatnya dirasakan oleh sebagian masyarakat (3) Fungsinya dapat ditunjukkan dalam bentuk simbol (4) Kegiatannya menggunakan

Pemilihan sampel untuk analisis keragaman genetik dan potensi permudaan alam dilakukan pada kelompok tegakan puspa berdasarkan tingkat kerusakan vegetasi (ringan dan sedang) dan

Kapling ini telah mengalami 4 kali intervensi, yang mengakibatkan makin berkurangnya luas kapling, yaitu pertama dengan dibangunnya jalan gang di muka bangunan, sebagai prakarsa

Pengaruh arus listrik dan waktu pengelasan pada pengelasan titik material sejenis dengan ketebalan yang sama dimodelkan secara numeris dengan MEH (metode Elemen