1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan program kerja pemerintah tentang pembangunan berkelanjutan sesuai dengan tujuan pembangunan nasional. Pembangunan kepariwisataan terus di tingkatkan dan di kembangkan untuk memperbesar penerimaan devisa negara, memperluas dan meratakan lapangan kerja, mendorong pembangunan daerah, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, memperkaya kebudayaan nasional, dan tetap mempertahankan kepribadian bangsa demi terpilihnya nilai-nilai agama, mempererat persahabatan antar bangsa, memupuk cinta tanah air, serta mempertahankan fungsi dan mutu lingkungan (GBHN,1999).
Gluckmann mendefinisikan pariwisata sebagai keseluruhan hubungan dan interaksi antara manusia yang hanya berada untuk sementara waktu dengan dalam suatu tempat. Hans Buchli dan Schulaland mengartikan pariwisata sebagai gabungan berbagai kegiatan dengan meninggalkan tempat kediamannya menuju daerah tertentu untuk sementara waktu. (Warpani, 2007).
Adanya kesamaan dari definisi pariwisata tersebut yaitu meninggalkan kediamannya sehari - hari menuju ke suatu tempat lain untuk sementara waktu.
Dengan demikian dapat disimpulkan pariwisata membutuhkan suatu ruang untuk menampung setiap kegiatan wisata.
2 Ruang pariwisata ini merupakan suatu bentangan permukaan alam yang menjadi destinasi wisata karena memiliki sumberdaya tarik, baik alamiah maupun buatan manusia. Dengan demikian, bagi daerah khususnya daerah yang memiliki daya tarik dalam konteks pariwisata disebut dengan kawasan pariwisata, pengembangan pariwisata merupakan suatu tantangan yang menjanjikan, mengingat pariwisata merupakan sektor yang mampu memberikan pengaruh dan kontribusi tinggi bagi perekonomian daerah.
Berkembangnya pariwisata dalam suatu kawasan pariwisata dapat diukur dengan terpenuhinya permintaan wisatawan yaitu kelengkapan fasilitas yang disediakan dan peningkatan daya tarik atau atraksi wisata dalam kawasan tersebut. Dalam upaya pemenuhan permintaan wisatawan, diperlukan penyediaan ruang sebagai pendukung kegiatan wisata.
Kabupaten Ciamis terletak di ujung Selatan bagian Timur Provinsi Jawa Barat yang memiliki potensi pariwisata dengan jenis yang beraneka ragam. Di wilayah selatan terdapat obyek-obyek wisata unggulan, antara lain obyek wisata alam Pantai Pangandaran, Batu Karas, Batu Hiu, Cukang Taneuh (green canyon), Tirtawinaya juga obyek wisata budaya yaitu Karang Kamulyan dan Situ Lengkong.
Pemasukan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Ciamis terbesar diperoleh dari sektor pariwisata disamping potensi lainnya yang dimiliki oleh Kabupaten Ciamis. Dari Tabel 1.1 dapat dilihat objek wisata Pantai Pangandaran memiliki tingkat arus wisatawan dan pendapatan yang paling tinggi dibandingkan obyek-obyek wisata lainnya di Kabupaten Ciamis, yaitu sebanyak 591,004 pengunjung dan pendapatan sebesar Rp. 1.388.938.900,-
3 pada akhir tahun 2009. Oleh karena itu objek wisata Pantai Pangandaran menjadi obyek wisata unggulan di Kabupaten Ciamis.
Tabel 1.1. Daftar Jumlah Arus Kunjungan dan Pendapatan Wisata Tahun 2009.
OBJEK WISATA JUMLAH
WISATAWAN PENDAPATAN
1. Pangandaran 591,004 Rp. 1.388.938.900,00
2. Batu Hiu 48,674 Rp. 122.999.000,00
3. Batu Karas 55,048 Rp. 59.647.975,00
4. Karang Kamulyan 21,521 Rp. 26.092.300,00 5.Cukang Taneuh 58,685 Rp. 136.503.500,00 6. Tirtawinaya 13,004 Rp. 26.304.700,00 7. Situlengkong 326,246 Rp. 280.358.960,00
Sumber: Dinas Pariwisata Kabupaten Ciamis
Dapat dikatakan bahwa Pantai Pangandaran adalah merupakan salah satu kawasan wisata unggulan di Provinsi Jawa Barat. Kawasan Wisata Pantai Pangandaran terletak di Desa Pangandaran Kecamatan Pangandaran.
Keunggulan pantai ini ditunjang panoramanya yang indah dan memiliki dua pantai dengan kemiringan pantai yang berbeda. Pantai bagian Barat memiliki kemiringan pantai yang landai, terbentuk dari pasir, tinggi ombak datang kurang dari 1 meter, kecepatan arus di bawah 1 meter/detik dan pasang surut setengah harian. Sehingga Pantai Barat merupakan wadah kegiatan wisata pantai. Sedangkan Pantai bagian Timur memiliki kemiringan pantai yang landai, terbentuk dari pasir, tinggi ombak datang dari 1 - 2 meter dan kecepatan arus 0,5 - 1 meter/detik, merupakan area nelayan bekerja mencari sumber hayati laut, area pemacingan, reklamasi pantai dan wisata olah raga air.
Kombinasi antara potensi alam dan budaya dalam suatu area yang relatif kecil menjadi atraksi yang lebih beragam bagi wisatawan Kawasan Wisata Pantai Pangandaran di Desa Pangandaran.
4 Perkembangan Kawasan Wisata Pantai Pangandaran memang diharapkan dapat meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat setempat, baik dalam bidang ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan. Pengaruh dari perkembangan wisata pesisir dan pantai Pangandaran di Desa Pangandaran pada aspek ekonomi, sosial dan lingkungan yang antaralain adalah perubahan kondisi ekonomi dan sosial masyarakat yang tampak dari kesenjangan status sosial dan mata pencaharian penduduk Desa Pangandaran yang tidak lagi hanya sebagai nelayan dan pengaruh pada lingkungan tampak dari lingkungan fisik binaan yang tercermin dalam perubahan pola spasial permukiman Desa Pangandaran.
Perkembangan wisata menyebabkan meningkatnya pembangunan fasilitas seperti penginapan, rumah makan, serta sarana dan prasarana penunjang lainnya yang dituntut ketersediaannya untuk menampung kegiatan wisata. Pembangunan ini bertujuan agar jumlah wisatawan yang berkunjung ke dalam Kawasan Wisata Pantai Pangandaran semakin meningkat. Ketersediaan sarana dan prasarana yang lengkap menimbulkan daya tarik bagi penduduk daerah lain untuk tinggal, bekerja hingga membuka usaha di Desa Pangandaran. Dengan demikian terjadi perubahan pola permukiman, dimana kawasan yang diperuntukan bagi permukiman menjadi kawasan campuran yaitu lahan yang diperuntukkan bagi hunian dimanfaatkan juga untuk usaha (mix land use). Untuk memaksimalkan penyediaan fasilitas wisata yang juga merupakan rencana pengembangan pariwisata pemerintah Kabupaten Ciamis, pada sekitar tahun 1990-an pemerintah Kabupaten Ciamis memindahkan sebagian permukiman nelayan di Desa Pangandaran ke muara sungai Bojong Salawe di Desa Karangjaladri Kecamatan Parigi Kabupaten Ciamis. Sedangkan
5 permukiman nelayan yang masih berada di Desa Pangandaran menimbulkan perbedaan karakter lingkungan fisik dengan permukiman yang berada di area pusat kegaitan wisata.
Pantai Pangandaran juga termasuk salah satu obyek wisata yang pernah dilanda bencana tsunami pada tanggal 17 Juli 2006. Gelombang besar atau tsunami yang menerjang bagian selatan kepesisiran antara Jawa Barat dan Jawa Tengah dimana titik terparah terjadi di Pantai Pangandaran. Bencana ini mengakibatkan banyak kerugian antara lain korban jiwa dan kerusakan infrastruktur. Korban jiwa bencana tsunami menurut data pemerintah setempat, telah menelan korban meninggal 429 jiwa, luka - luka 621 jiwa, hilang 32 jiwa, dan 3.739 kehilangan tempat tinggal (Monografi Desa Pangandaran, 2009).
Kerusakan infrastruktur di Desa Pangandaran meliputi permukiman, jalan, jembatan, fasilitas umum dan sosial, bangunan pemerintah, hotel, TPI (tempat pelelangan ikan) serta area rekreasi dengan nilai kerugian yang cukup besar.
Pemerintah Kabupaten Ciamis, lapisan masyarakat dan berbagai pihak lainnya bekerja sama untuk memulihkan dan terus mengembangkan wisata di Desa Pangandaran. Salah satu program pemerintah yang berpengaruh pada lingkungan fisik binaan yaitu pembangunan permukiman berbasis wisata.
Melihat adanya perkembangan Kawasan Wisata Pantai Pangandaran yang merupakan wisata unggulan Kabupaten Ciamis serta menimbulkan perbedaan karakter di lingkungan permukiman, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai "Pengaruh Kawasan Wisata Pantai Pangandaran Terhadap Pola Spasial Permukiman Desa Pangandaran Kabupaten Ciamis"
6 1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, masalah penting dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
Sejauh mana perkembangan kawasan wisata Pantai Pangandaran mempengaruhi pola spasial permukiman Desa Pangandaran?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh kegiatan wisata terhadap pola spasial permukiman Desa Pangandaran, antara lain:
1. Mengetahui dan mengkaji lingkungan fisik Desa Pangandaran yang dipengaruhi oleh adanya perkembangan kawasan wisata.
2. Mengetahui dan mengkaji pola spasial permukiman dari awal perkembangan kawasan wisata sampai dengan saat ini.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat menambah kajian secara teoritis maupun praktis dalam perencanaan kawasan pariwisata yaitu:
1. Menambah ilmu pengetahuan dalam hal perkembangan pariwisata bahari Desa Pangandaran dan mengemukakan pengaruh terhadap lingkungan fisik binaan khususnya permukiman Desa Pangandaran dengan adanya perkembangan kawasan wisata.
7 2. Memberikan masukan bagi Pemerintah Daerah khususnya Dinas
Pariwisata Kabupaten Ciamis dalam hal memahami kondisi permukiman Desa Pangandaran serta perilaku pemukim dalam kaitannya dengan adanya wisata.
1.5. Keaslian Penelitian
Penelitian sejenis yang berhubungan dengan perubahan pola spasial permukiman telah dilakukan oleh beberapa peneliti lain, namun terdapat perbedaan dari masing-masing penelitian tersebut. Perbedaan itu terletak pada lokus, fokus, maupun netodenya. Hingga penelitian ini dilaksanakan, belum ada peneliti lain yang melakukan penelitian Pengaruh Perkembangan Kawasan Wisata Pantai Pangandaran Terhadap Pola Spasial Permukiman Desa Pangandaran Kabupaten Ciamis, namun demikian penulisan yang berkaitan dengan fokus pariwisata dan perubahan secara fisik pola spasial permukiman telah dilakukan oleh beberapa peneliti lain. Berikut penelitian yang telah dilakukan sebelumnya:
8 Tabel 1.2. Penelitian Mengenai Pengaruh Pariwisata dan
Pola Spasial Permukiman
No Peneliti Tahun Judul Penelitian Lokasi
Penelitian Metode
Penelitian Tujuan Penelitian Hasil Penelitian
1 Ch. Nety
Widayati 2005
Dampak Perkembangan Kegiatan Pariwisata Terhadap Lingkungan Fisik dan Sosial Masyarakat Di Obyek Wisata Jombor Kabupaten Klaten
Kabupaten
Klaten Induktif, Kualitatif
Mengetahui dampak yang ditimbulkan akibat perkembangan kegiatan pariwisata di obyek wisata Rowo Jombor terhadap lingkungan fisik dan sosial masyarakat.
Dampak yang ditimbulkan akibat adanya perkembangan pariwisata adalah: 1) Terjadi ketimpangan spasial yang diakibatkan oleh perbedaan akses fisik dan sosial; 2) Perbedaan peningkatan taraf hidup masyarakat; 3) Tidak mengurangi interaksi sosial.
2 Asniawaty 2000
Pola Spasial Permukiman Desa Pantai Galesong (Kajian Terhadap Pola Spasial Permukiman Di Desa Pantai Galesong Dan Pengaruh
Pembentukannya)
Desa Galesong,
Makasar
Eksplanatif , Semiotik
Mengetahui pola spasial permukiman di desa Pantai Galesong, merumuskan faktor – faktor yang
mempengaruhi pola spasial permukiman dan bagaimana faktor – faktor tersebut mempengaruhi pola spasial permukiman di desa Pantai Galesong.
Pertama: Pola spasial permukiman yang terbentuk di Desa Galesong adalah mengelompok berorientasi ke jalan.
Kedua: Pola spasial permukiman Pantai Galeso merupakan pengikat rumah di sekelilingnya.
Faktor yang berpengaruh yaitu:
Kondisi sosial-budaya dan geofrafis Pantai Galesong
3
Hikmah Nilawati
Syarifudin 2005
Pengaruh Penataan Ruang Terhadap Perubahan Pola Hidup Masyarakat Pesisir Kasus Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna
Kabupaten
Muna Deskriptif, Kualitatif
Mengetahui seberapa jauh pengaruh pembangunan
jalanmerubah pola hidup masyarakat pesisir dan bagaimana masyarakat pesisir tersebut menghadapi perubahan.
Adanya pembangunan jalan yang menhubungkan Kota Raha dan Desa Lagagsa menyebabkan perubahan fisik, sosial, budaya dan ekonomi
4 Sri Kristati
Ekawati 2013
Pengaruh
Perkembangan Kawasan Wisata Pantai
Pangandaran Terhadap Pola Spasial
Permukiman Desa Pangandaran Kabupaten Ciamis
Desa Pangandaran Kabupaten Ciamis
Eksploratif Kualitatif ,
Mengetahui sejauh mana perkembangan kawasan wisata Pantai
Pangandaran dan bagaimana pola spasial permukiman yang terbentuk sampai saat ini.
1) Terjadi pergeseran kawasan permukiman menjauhi area lokasi wisata dan menjauhi area pantai; 2) Terjadi perubahan fungsi rumah tinggal menjadi fungsi perdagangan dan jasa; 3) Munculnya permukiman nelayan di sepanjang sungai Cikidang dengan pola permukiman mengelompok, berorientasi menghadap sungai Cikidang dan belum tertata.